Anda di halaman 1dari 31

TUGAS KELOMPOK PENGANTAR PENDIDIKAN

MAKALAH

“HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA”

DOSEN PENGAMPU : HIKMAWATI, S.Pd., M.Pd.

Oleh Kelompok 1 :

1. Affan Hilmi Fadholi (E1Q020001)

2. Baiq Intan Patmala Dewi (E1Q020010)

3. Finda Restu Mulia (E1Q020018)

3. Johana Aulina Rahmatin (E1Q020026)

FAKULTAS KEGURUAN dan ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
UNIVERSITAS MATARAM

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada Allah SWT atas selesainya
makalah “Hakikat Manusia dan Pengembangannya” ini dengan baik dan tepat waktu.
Tanpa adanya nikmat sehat dan kesempatan dari-Nya kami tidak akan bisa
menyelesaikan makalah ini sebagaimana seharusnya.

Sholawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada Rasulullah Muhammad


SAW atas perjuangannya pada umat islam yaitu membawa umatnya dari zaman jahiliah
sampai ke zaman indahnya ilmu pengetahuan seperti saat ini.

Terima kasih kami sampaikan atas bimbingan Ibu Hikmawati, S.Pd., M.Pd.
sebagai dosen pengampuh mata kuliah Pengantar Pendidkan yang telah memberikan
kami kesempatan untuk memperluas wawasan dan kreatifitas agar mampu memahami
dan mendalami materi “Hakikat Manusia dan Pengembangannya” sebagai penunjang
mata kuliah pengantar pendidikan.

Besar harapan kami makalah ini akan memberi manfaat, baik bagi diri kami
pribadi dan saudara-saudara pembaca agar kita dapat sama-sama memahami dan
mengimplementasikan materi “Hakikat Manusia dan Pengembangannya” dengan lebih
baik lagi. Dan sekiranya dalam penulisan makalah kami ini terdapat kesalahan dan
kekeliruan, mohon untuk dapat memeberikan masukan dan saran kepada kami agar
dapat memperbaiki dan mampu menghasilkan tulisan tulisan yang lebih baik lagi ke
depannya.

Penyusun,

Mataram 20 Februari 2021

Kelompok Satu

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................................iii
BAB I...........................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulis................................................................................................................2
BAB II..........................................................................................................................................2
2.1  Hakikat Manusia...........................................................................................................2
2.2 Wujud Sifat Hakikat Manusia......................................................................................3
2.3 Dimensi Hakikat Manusia............................................................................................7
2.4  Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan.......................................................10
2.5 Konsepsi-Konsepsi Perkembangan.........................................................................12
2.6 Pengembangan Dimensi Manusia............................................................................14
2.7 Potensi Manusia dan Pengembangannya...............................................................18
2.8 Hakikat Manusia Seutuhnya......................................................................................21
BAB III.......................................................................................................................................25
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................25
3.2 Saran............................................................................................................................25
Daftar Pustaka.........................................................................................................................26

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Manusia adalah makhluk yang tercipta dengan mermlilki akal. Manusia diciptakan
berbeda dengan makhluk lainnya sehingga kita harus sama sama memahami apa
sebenarnya hakikat manusia dan pengembangannya. Dalma proses pendidikan seperti
belajar dapat mempengaruhi perkembangan manusia dalam berpikir. Dengan pendidikan
manusia akan dapat berkembang lebih optimal. Dalam praktik pendidikan, calon
pendidik perlu memahami terlebih dahulu hakikat dan perkembangan manusia.

Oleh karenanya agar tercapai tujuan untuk mampu memahami lebih jelas mengenai
makna dan apa itu hakikan manusia dan pengembangannya, kami menyusun makalah ini
dengan sebaik-baiknya. Adapun harapan kami agar para tenaga pendidik benar-benar
memahami apa itu hakikat manusia dan pengembangannya.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.) Apa itu sifat hakikat manusia ?


2.) Apa sajakah dimensi hakikat manusia ?
3.) Apa saja pengembangan dimensi hakikat manusia, serta implikasinya dalam dunia
pendidikan ?

1.3 TUJUAN PENULIS

1) Mengidentifikasi dan memahami pengertian sifat hakikat manusia.


2) Mengetahui penjelasan mengenai dimensi hakikat manusia.
3) Mengidentifikasi apa saja pengembangan dimensi hakikat manusia, serta
implikasinya dalam dunia pendidikan.

1
2
BAB II

PEMBAHASAN

Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna. Manusia diciptakan dengan
potensi yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Potensi tersebut adalah berupa akal dan
pikiran. Dengan akal dan pikirannya, manusia dapat mengenal dan menerima berbagai
konsep dan norma untuk mengatur kehidupannya. Namun, agar potensi tersebut dapat
dimaksimalkan, manusia perlu untuk memberdayakan potensi tersebut dalam proses
pendidikan. Dengan pendidikan, manusia akan dapat berkembang lebih optimal. Dalam
praktik pendidikan, calon pendidik perlu memahami dulu hakikat dan perkembangan
manusia. Hal ini mengingat main character yang berpartisipasi dalam proses pendidikan itu
sendiri adalah manusia. Jadi, sangat penting untuk mengetahui latar belakang dan sifat
hakikat manusia sebagai faktor yang mendorong pendidikan sebagai salah satu kontribusi
besar dalam upaya menjadikan manusia sebagai manusia seutuhnya.

Sub Bab 1

Hakikat Manusia

2.1 Hakikat Manusia


Berdiskusi tentang manusia akan selalu menarik dan karena menarik itulah maka
masalahnya tida k pernah tuntas laksana sebuah permainan yang tak kunjung
usai. Pertanyaan mengenai manusia selalu saja muncul. Hal ini lazim mengingat
manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang menakjubkan, makhluk unik
multidimensi, serba meliputi, sangat terbuka, dan mempunyai potensi agung
(Nawawi, 1996).
Salah satu topik diskusi menarik tentang manusia adalah mengenai “siapakah
manusia”, tampaknya cukup sederhana, tetapi tidak mudah menemukan jawaban yang
tepat. Orang umumnya akan menjawab pertanyaan tersebut sesuai dengan perspektif
personal yang berdasarkan latar belakang dan ketertarikanya. Bila ia fokus pada
kajian kemampuan manusia berpikir maka ia akan memberi pengertian manusia
dengan animal rational atau hewan yang berpikir/bernalar. Jika ia lebih berfokus pada
adanya pembawaan kodrat manusia untuk hidup bermasyarakat, maka tentu memberi

3
pengertian manusia sebagai zoon politicon, homo socius, atau makhluk sosial.
Seseorang yang menitikberatkan pada aktivitas manusia untuk mencukupi kebutuhan
hidup, maka pengertiannya adalah homo economicus atau makhluk ekonomi.

Banyaknya definisi tentang manusia, membuktikan bahwa manusia adalah


makhluk multidimensional, manusia memiliki banyak wajah (Dardiri, 2010).
Berdasarkan fakta tersebut, maka kita sebagai manusia telah berupaya dari dulu untuk
mengenal identitas kita yang sebenarnya. Ada banyak pendapat narasumber mengenai
hakikat manusia yang telah dicetuskan oleh para tokoh terdahulu. Berikut pendapat
mereka tentang hakikat manusia.

a. Plato. Manusia pada hakikatnya ditandai oleh adanya kesatuan antara


apa yang ada pada dirinya, yaitu pikiran, kehendak, dan nafsu.
b. Hsun Tsu. Manusia pada hakikatnya adalah jahat, oleh karenanya untuk
mengembangkannnya diperlukan latihan dan disiplin yang keras,
terutama disiplin kepada tubuhnya.
c. Agustinus. Manusia merupakan kesatuan jiwa dan badan, yang
dimotivasi oleh prinsip kebahagiaan; kesemuanya itu diwarnai oleh dosa
warisan dari pendahulunya.
d. Descarten. Manusia terdiri dari unsur dualistik, jiwa dan badan. Jiwa
tidak bersifat bendawi, abadi dan tidak dapat mati, sedangkan badan
bersifat bendawi dapat sirna dan menjadi sasaran filsafat fisika. Antara
badan dan jiwa terdapat pertentangan yang berkelanjutan tak
terjembatani; badan dan jiwa itu masing-masing mewujudkan diri dalam
berbagai hal sendiri-sendiri. Namun demikian, manusia adalah jiwanya.

2.2 Wujud Sifat Hakikat Manusia

Menurut Titarahardja dan La Sulo (2005:3-4), sifat hakikat manusia adalah


ciri-ciri karakteristik, yang prinsipiil, yang membedakan manusia dari hewan.
Manusia dan hewan banyak kemiripan terutama jika dilihat dari segi biologisnya dan
yang membedakannya adalah wujud sifat hakikat manusia. Ada berbagai kajian
terkait hakikat manusia yang telah dilakukan oleh para ahli. Hasil dari kajian tersebut
melahirkan pendapat mereka tentang wujud sifat hakikat manusia. Pendapat mereka

4
masing-masing telah dikemukakan menurut pandangan psikoanalitik, pandangan
humanistik, dan pandangan behavioristik. Uraian lebih detail mengenai ketiga
pandangan tersebut dapat dilihat sebagai berikut.

a. Pandangan Psikoanalitik. Pandangan ini berpendapat bahwa perilaku


manusia pada dasarnya digerakkan dan dikontrol oleh kekuatan psikologis
yang dimiliki. Sigmund Freud sebagai pelopor aliran ini mengemukakan
struktur pribadi manusia terdiri dari tiga komponen, yaitu id (das es), Ego
(das ich), dan Super Ego (das uber ich). Berikut penjelasam dari ketiga
komponen tersebut.

1) Id (das es) adalah berbagai dorongan dan keinginan instingtif yang selalu
memerlukan pemenuhan dan pemuasan.
2) Ego (das ich) adalah pikiran yang bertindak sebagai penghubung untuk
merealisasikan keinginan tersebut dengan pertimbangan berbagai
kondisi.
3) Super Ego (das uber ich), yaitu kata hati yang memegang kontrol boleh
tidaknya suatu keinginan direalisasikannya.

b. Pandangan Humanistik. Dalam pandangan ini dikatakan bahwa manusia


bersifat rasional dan tersosialisasikan, serta mampu menentukan nasibnya
sendiri, termasuk mengontrol dan mengatur dirinya sendiri. Adler, ahli
psikologi, berpendapat bahwa perilaku individu tidak hanya digerakkan
atas dasar untuk kepuasan pribadi, namun lebih banyak didasarkan pada
tanggung jawab sosial dan dorongan untuk memenuhi kebutuhan bersama.
c. Pandangan Behavioristik berpendapat bahwa perilaku manusia adalah
reaksi dan adaptasi dari lingkungan sekitarnya, sehingga tingkah laku
manusia sepenuhnya dikontrol oleh faktor-faktor yang datang dari luar.
Ketika lahir, manusia bersifat netral, perkembangan kepribadian individu
hanya dipengaruhi oleh lingkungan.

Selain itu, ada juga pendapat lain mengenai wujud hakikat manusia, pendapat
tersebut diutarakan dari kaum eksistensialis yang berpandangan bahwa wujud sifat
hakikat manusia terdiri dari tujuh, meliputi kemampuan menyadari diri, kemampuan

5
bereksistensi, kata hati, tanggung jawab, rasa kebebasan, kewajiban dan hak, dan
kemampuan menghayati kebahagiaan (Tirtarahardja & Sulo, 2005). Berikut uraian
dari masing-masing wujud sifat hakikat tersebut.

a. Kemampuan menyadari diri


Kunci perbedaan manusia dengan hewan pada adanya kemampuan
menyadari diri yang dimiliki oleh manusia. Berkat adanya kemampuan
itu, manusia menyadari bahwa dirinya memiliki ciri khas. Hal ini
menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya dengan orang lain dan
dengan yang lingkungan fisik di sekitarnya. Bahkan bukan hanya
membedakan. Lebih dari itu manusia dapat membuat jarak dengan
lingkungannya, baik yang berupa pribadi maupun nonpribadi.
Kemampuan membuat jarak dengan lingkungannya berarah ganda.
Pengembangan arah keluar merupakan pembinaan aspek sosialitas,
sedangkan pengembangan arah ke dalam berarti pembinaan aspek
individualitas manusia.

b. Kemampuan bereksistensi
Kemampuan bereksistensi adalah kemampuan menerobos dan
mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya. Adanya kemampuan
bereksistensi yang dimiliki oleh manusia tentu saja terdapat unsur
kebebasan pada manusia. Jadi, adanya manusia bukan “ber-ada” seperti
hewan di dalam kandang dan tumbuh-tumbuhan di dalam kebun,
melainkan “meng-ada” di muka bumi (Drijarkara, 1962:61-63). Jika
seandainya pada diri manusia itu tidak terdapat kebebasan atau
kemampuan bereksistensi, manusia tidak lebih dari hanya sekadar esensi
belaka, artinya ada hanya sekadar “ber-ada” dan tidak pernah “meng-ada”
atau “bereksistensi”.

c. Kata hati
Kata hati adalah kemampuan membuat keputusan tentang yang baik
dan yang buruk bagi manusia sebagai manusia. Dalam kaitannya dengan
moral (perbuatan), kata hati merupakan petunjuk bagi moral/perbuatan.

6
d. Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah kesediaan untuk menanggung akibat dari
segala perbuatan. Setiap perbuatan yang dilakukan pasti melahirkan
konsekuensi, yang apabila berdampak buruk akan menimbulkan sanksi
yang dapat berupa sanksi yang dituntut oleh kata hati, oleh masyarakat,
dan oleh norma-norma agama.

e. Rasa kebebasan
Merdeka atau rasa bebas adalah perasaan yang dimiliki manusia untuk
tidak terikat oleh sesuatu, selain terikat dengan dengan tuntutan kodrat
manusia. Manusia bebas berbuat sepanjang tidak bertentangan dengan
tuntutan kodratnya sebagai manusia. Apabila kita melanggar kodrat
sebagai manusia, misalnya kata hati atau moral, maka pasti pada akhirnya
akan menimbulkan sanksi yang mengundang kegelisahan, kebebasan yang
tidak terikat dengan tuntutan kodrat manusia itu disebut dengan kebebasan
semu. Hal tersebut bukanlah kebebasan sejati karena masih terbelenggu
akan konsekuensi seperti rasa was-was atau kegelisahan yang terus
menghantui.

f. Hak dan Kewajiban


Hak dan kewajiban adalah dua macam gejala yang timbul sebagai
manifestasi dari manusia sebagai makhluk sosial. Keduanya tidak bisa
dilepaskan satu sama lain, karena yang satu mengandaikan yang lain.
Kenyataan sehari-hari menunjukkan bahwa hak sering diasosiasikan
dengan sesuatu yang menyenangkan, sedangkan kewajiban dianggap
sebagai beban. Ternyata, kewajiban itu suatu keniscayaan, artinya, selama
seseorang menyebut dirinya manusia dan mau dipandang sebagai
manusia, maka kewajiban itu menjadi suatu keniscayaan, karena jika
mengelaknya berarti dia berarti mengingkari kemanusiannya. Namun
demikian, hak dan kewajiban dapat menjadi relatif, sesuai dengan kondisi
dan situasinya. Hak bersifat netral, tidak harus dituntut, bahkan juga yang
terkait dengan hak asasi sekalipun. Hak dan kewajiban harus dilaksanakan
berdasar keadilan.

7
g. Kemampuan menghayati kebahagiaan
Kebahagiaan dapat dirasakan, tetapi sulit dirasionalkan. Kebahagiaan
merupakan integrasi dari kesenangan, kegembiraan, kepuasan,
pengalaman pahit dan penderitaan. Kebahagiaan terletak pada
kesanggupan menghayati pengalaman senang-tidak senang secara
keheningan jiwa, sebagai realita hidup, dan penyerahan total kepada Sang
Pencipta.

2.3 Dimensi Hakikat Manusia

Manusia adalah makhluk berdimensi banyak, yakni dimensi keindividualan,


dimensi kesosialan, dimensi kesusilaan, dimensi keberagamaan (religiusitas), dimensi
kesejarahan (historis), dimensi komunikasi, dan dimensi dinamika.

a. Dimensi Keindividualan
Manusia sebagai makhluk individu, tidak hanya dalam arti makhluk
keseluruhan jiwa raga, melainkan juga dalam arti bahwa tiap-tiap orang itu
merupakan pribadi (individu) yang khas menurut corak kepribadiannya, termasuk
kecakapan-kecakapan serta kelemahankelemahannya. Individu adalah seorang
manusia yang tidak hanya memiliki peranan yang khas di dalam lingkungan
sosialnya, melainkan juga memiliki kepribadian serta pola tingkah laku spesifik
dirinya. Persepsi terhadap individu atau hasil pengamatan manusia dengan segala
maknanya merupakan suatu keutuhan ciptaan Tuhan yang mempunyai tiga aspek
melekat pada dirinya, yaitu aspek organik jasmaniah, aspek psikis rohaniah, dan
aspek sosial kebersamaan. Ketiga aspek tersebut saling mempengaruhi,
keguncangan pada satu aspek akan membawa akibat pada aspek yang lainnya
(Soelaeman, 1988).

b. Dimensi Kesosialan
Manusia itu pada dasarnya adalah mahluk yang mampu bermasyarakat,
memiliki kecenderungan untuk bekerja sama, bergotongroyong, dan saling tolong-
menolong. Menurut Tirtarahardja & Sulo (2005) setiap manusia dilahirkan telah
dikaruniai potensi untuk hidup bersama dengan orang lain. Manusia dilahirkan

8
memiliki potensi sebagai makhluk sosial. Menurut Immanuel Kant, manusia
hanya menjadi manusia jika berada di antara manusia. Hidup bersama dan berada
di antara manusia lain, akan memungkinkan seseorang dapat mengembangkan
kemanusiaannya. Sebagai makhluk sosial, manusia saling berinteraksi. Hanya
dalam berinteraksi dengan sesamanya, dalam saling menerima dan memberi
seseorang menyadari dan menghayati kemanusiaannya.

c. Dimensi sosial ini mambuat manusia tidak dapat hidup seorang diri.
Manusia senantiasa membutuhkan sesamanya. Kehadiran sesama dalam hidup
manusia semakin membuat manusia menyadari dirinya. Oleh karena itu, manusia
selalu hidup pada suatu kelompok sosial tertentu, dimana ia dapat belajar tentang
nilai-nilai budaya yang diciptakan oleh generasi sebelumnya. Kondisi ini akan
membuat manusia bertindak secara khas sebagai manusia. Kehadiran sesama bagi
manusia juga membuat hidupnya semakin memiliki arti (Sneijders, 2004).

d. Dimensi Kesusilaan
Menurut Tirtarahardja & Sulo (2005) dimensi kesusilaan atau moralitas
maksudnya adalah bahwa dalam diri manusia ada kemampuan untuk berbuat
kebaikan seperti bersikap jujur dan bersikap/berlaku adil. Manusia memiliki
dimensi moralitas sebab ia memiliki kata hati yang dapat membedakan antara baik
dan jahat. Manusia memiliki keterikatan dengan nilai-nilai dan norma-norma, baik
norma masyarakat, norma agama, maupun norma hukum.

e. Dimensi Keberagamaan (Religiusitas)


Pada hakikatnya manusia adalah makhluk beragama. Beragama merupakan
kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga
memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan agama untuk keselamatan
hidupnya. Dapat dikatakan bahwa agama menjadi sandaran vertikal manusia.

f. Dimensi Kesejarahan (Historis)


Dimensi kesejarahan ini diperoleh dari pandangan bahwa manusia adalah
makhluk historis, makhluk yang mampu menghayati hidup di masa lampau, masa
kini, dan mampu membuat rencana-rencana kegiatan-kegiatan di masa yang akan
datang. Dengan kata lain, manusia adalah makhluk yang menyejarah

9
(Tirtarahardja & Sulo, 2005). Manusia dan sejarah tidak dapat dipisahkan, sejarah
tanpa manusia adalah khayal. Manusia dan sejarah merupakan kesatuan dengan
manusia sebagai subyek dan obyek sejarah. Bila manusia dipisahkan dari sejarah
maka ia bukan manusia lagi, tetapi sejenis mahluk biasa, seperti hewan (Ali,
2005).

g. Dimensi Komunikasi
Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari aktivitas komunikasi, karena
komunikasi merupakan bagian integral dari sistem dan tatanan kehidupan sosial
manusia. Setiap masyarakat manusia, baik yang primitif maupun yang modern,
berkeinginan mempertahankan suatu persetujuan mengenai berbagai aturan sosial
melalui komunikasi. Aktivitas komunikasi dapat dilihat pada setiap aspek kehidupan
manusia, sejak bangun tidur sampai beranjak tidur. Manusia berinteraksi atau
berkomunikasi baik secara vertikal (dengan Tuhannya) maupun secara horizontal
(dengan sesama manusia dan alam semesta) untuk mencapai tujuan hidupnya.

h. Dimensi Dinamika
Menurut Drijakarja, manusia itu berdinamika, artinya manusia tidak pernah
berhenti, selalu dalam keaktifan, baik dalam aspek fisiologik maupun spiritualnya.
Dinamika mempunyai arah horisontal (ke arah sesama dan dunia) maupun arah
transendental (ke arah Yang Mutlak). Adapun dinamika itu adalah untuk
penyempurnaan diri baik dalam hubungannya dengan sesama, dunia dan Tuhan.

10
11
SUB BAB II

Pengembangan Dimensi Hakikat Manusia, Serta Implikasinya Dalam Dunia


Pendidikan.

Sebagai makhluk yang sering dianggap paling sempurna, manusia juga ternyata
tetaplah membutuhkan makhluk ciptaan Tuhan lainnya untuk menjalankan hidup. Saat ini,
hubungan antara manusia dengan manusia lain, diri sendiri atau bahkan Tuhannya dapat
dikatakan mengalami keadaan krisis. Keadaan tersebut dibuktikan dengan lunturnya bahkan
hilangnya ketentraman, keharmonis dan kebahagian. Manusia adalah makhluk yang
memiliki kemanusiaan manusianya (hakikat, dimensi dan potensi) yang dapat menjadi objek
dan subjek pendidikan serta sumber pendidikan itu sendiri bagi pengembangan diri.
Pendidikan harus berpijak pada kemanusiaan yang dimiliki oleh manusia, karena
kemanusiaan manusia itu tidak akan bisa berkembang tanpa adanya pelayanan pendidikan
terhadapnya (Prayitno, 2009). Oleh karenanya, pendidikan memiliki peran penting untuk
mampu memperbaiki dan menciptakan ketentraman, keharmonisan dan kebahagian baik antar
sesama manusia, diri sendiri, dan Tuhan sesuai dengan dimensi hakikat manusia.

2.4 Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan

Tumbuh dan berkembang adalah salah satu ciri makhluk hidup. Dalam prosesnya baik
pertumbuhan dan perkembangan adalah dua hal yang berbeda namun saling berkaitan.
Kedua hal tersebut juga memiliki definisi yang berbeda, adapun definisi dari pertumbuhan
dan perkembangan ialah,
 Pertumbuhan :
Dalam KBBI kata pertumbuhan atau bertumbuh berasal dari kata tumbuh yang
artinya timbul (hidup) dan bertambah besar atau sempurna (tentang benih tanaman;
bagian tubuh seperti rambut, gigi, tentang penyakit kulit seperti bisul, jerawat).
Sehingga dapat kita tarik kesimpulan bahwa perkembangan memiliki definisi
keadaan tubuh yang menjadi sempurna baik secara bentuk maupun fungsinya baik
dari bagian sel sampai individunya.
 Perkembangan :
Menurut KBBI Perkembangan atau berkembang berasal dari kata kembang yang
artinya menjadi bertambah sempurna (tentang pribadi, pikiran, pengetahuan, dan

12
sebagainya.). Sehingga dapat disimpulkan bahwa perkembangan dapat didefinisikan
sebagai keadaan pematangan diri baik kemampuan berpikir, pengalaman,
pengetahuan dan lebih dapat mengotrol diri.

Menurut Suryabrata (2011:176) ada tiga dasarnya teori ilmu perkembangan


diantaranya :

1. Nativiame.

Aliran nativisme ini mempercayai bahwa perkembangan individu ditentukan


oleh bawaan sejak lahir. Para ahli dalam teori ini berpendapat terdapat
kesaamaan atau kemiripan antar orang tua dan anak-anaknya. Namun aliran ini
masih diragukan, karena benar pada dasarnya manusia memuiliki potensi seyak
Iahir. Namun potensi-potensi yang ada tersebut akan berkembang dengan
optimal jika didukung dengan lingkungan yang memadai.

2. Empiris.
Aliran empirisme merupakan aliran yang menolak secara kuat pandangan
mengenai aliran nativisme. Aliran empirisme menekankan bahwa hanya
lingkungan lah yang berpengaruh terhadap perkembangan anak. namun ternyata
aliran empirisme ini masih diragukan. Jika aliran ini betul-betul benar, maka kita
dapat menciptakan manusia yang ideal sebagaimana yang dinginkan dengan
menyediakan kondisi-kondisi yang dibutuhlan. Namun pada kenyataannya
banyak anak orang kaya dan pandai yang gagal meskipun mereka memiliki
fasilitas yang lengkap. Begitupula banyak dijumpai maka dari keluarga yang
kurang mampu dan tidak memiliki faslitas yang memadai, malah berhasil dalarn
belajar. Jadi aliran empiris ini juga tidak dapat dipertahankan sebagaimana aliran
natisme.

3. Konvergesi.
Dari kedua aliran nativisme dan empiris yang tidak dapat dengan kuat
dipertahankan, maka muncullah aliran yang dapat mengatasi kedua aliran
tersebut. Aliran yang dimaksud yaitu aliran konvergen yang dirumuskan oleh W.
Stern. Teori konvergen ini mengemukakan bahwa perkembangan individu yang
baik dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan. Potensi yang dimihki oleh
masing-masing individu perlu menemukan lingkungan yang sesuai yang dapat

13
mengoptimalkan perkembangan bahkan tersebut. Sebagai contoh setiap anak
manusia yang normal berpotensi untuk dapat berdiri tegak dengan kedua
kakinya. Potensi untuk berdiri tegak dengan kedua kakinya ini akan terealisasi
dengan sempurna jika anak manusia ini dirawat dan diajakan untuk berdins tegak
oleh pengasuhnya. Namun akan berbeda jika anak manusia ini diasuh atau
tinggal bersama serigala. Anak tersebut tidak akan dapat berdin tegak dengan
kedua kakinya meskipun memiliki potensi untuk dapat berdiri tegak.

2.5 Konsepsi - Konsepsi Perkembangan


Perkembangan merupakan perubahan. Terdapat beberapa teori psikologi
mengenai mekanisme perubahan yang terjadi pada selama perkembangannya. Dari
beberapa teori ahli keseluruhan membenarkan bahwa perkembangan adalah suatu
pro ses. Namun jika ditelusuri lebih jauh, proses yang seperti apa, maka tiap-tiap ahli
akan mempunyai pendapat yang berbeda-beda terkait proses tersebut. Dari pend apat
yang bermacam-macam dari para ahli terkait dengan perkembangan dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
1. Konsepsi Asosiasi.
Konsepsi ini beranggapan bahwa hakekat perkembangan yaitu pelaksanaan
asosi asi dimana komponen (parsial) lebih penting daripada keseluruhan. Anak-
anak pada awalnya memiliki kesan scbagian-sebagian, kemudian melalui
pelaksanaan asosiasi komponen-komponen tadi menyusun suatu keseluruhan.
Beberapa tokoh terkenal yang berangga pan seperti ini, yaitu John Locke ( teori
Tabula Rasa), Thorndike (teori Koneksionisme), J.B. Watson (teori
Behaviorisme) dan Pavlov (tcori Conditioning Reflex). Dari keempat teori
tersebut yang paling terkenal yaitu teori Tabula Rasa oleh John Locke.
Suryabrata (2011:170) menjelaskan bahwa teori ini disebutkan bahwa jiwa anak
yang baru saja lahir diibaratkan sebagai selembar kertas putih yang kemudian
sedikit demi sedikit terisi oleh pengalaman . John Locke membedakan
pengalaman itu menjadi dua, yaitu pengalaman luar dan pengalaman dalam.
Pengalamaan luar yang dimaksud disin yaitu pengalaman yang diperoleh
sescorang melalut panca indera yang menimbulkan sensa-tial. Sedanghan
pengalaman dalam yaitu pengalaman seseorang yang berkaitan dengan headaan
dan kegiatan batin sescorang itu sendiri yang menimbulkan reflexiom.

14
2. Koneepei Gestalt.
Konsepei ini berlawanan den gan. Konsepti asosiasi. Dalam konsepsi Cestalt
maka pesan global akan dibentuk oleh anak terlebih dahulu kemudian baglan-
bagian. Konsepsi ini menyatakan bahwa perkembangan, adalah pro ses defenensi
asi yaitu pro ses untuk memisah-misahkan, membeda bedakan. Pada mulanya
apa yang ditangkap adalah keseluruhan, baru kermudian bagian- bagian. Prinsip
ini berlaku pada perkembangan aspek moto rik ataupun psikisnya. Tokoh yang
berpandan gan seperti ini yaitu Wertheirmer.

3. Konsepsi Neo Gestalt.


Konsepsi ini juga dapat disebut dengan nama "Field Theory" atau dapat
disebut dengan teori medan. Tokoh yang populer yaitu dalam teori ini Kurt
Lewin. Teori ini beranggapan bahwa perkembangan merupakan proses
deferensiasi dan proses stratifijkasi. Struktur pribadi dapat digambarkan dari
lapisan-lapisan, dan semakin besar anak semakin bertammbah lapisan-
lapisannya. Pada anak-anak masih satu lapis yang jujur mengatakan apa adanya
dan tidak menyembunyikan sesuatu di dalam jiwanya. mereka belum bisat
berbohong dengan sengaja.

4. Konsepsi Sosiologis.
Konsepsi ini beranggapan bahwa perkembangan tersebut yakni proses
sosialisasi. Anggapan ini mengungkapkan bahwa anak-anak itu pada awalnya
merupakan asocial (prasosial), kemudian berkembang menjadi sosial, Tokoh
yang familiar dalam dalam konsepsi ini yaitu James Mark Bald win. Bald win
beranggapan bahwa pelaksanaan perkembangan itu berlangsung melalui
penyesuaian diri dan seleksi menurut hokum "late af effect" penyesuaian diri
yaitu peniruan pada orang lain, seleksi berarti mempertahankan tingkah laku
yang menguntungkan dan menghilangkan tingkah laku yang tidak
menguntungkan.

5. Konsepsi Freudianisme.
Tokoh utama dalam konsepsi ini yaitu Sigmud Freud. Tokoh ini terkenal
dengan teari psikodinamika. Konsepsi ini berpendapat bahwa sumber pokok

15
penlaku manusia adalah libido seksuals (dorongan untuk memuaskan nafsu seks)
Insting ini tidak mengenal batas se hingga Freud berpendapat bahwa anak itu
asixial. Sedangkan henyataan di masyarakat menganut norma. Dengan demikian
anak mengalami dua dunia yang bertentangan, disatu pihak ia ingin memuaskan
instingnya di lain pihak norma musyarakat membatasinya. Banyak tintutan
insting yang terhalang oleh norma masyarakat. Untuk menatasi konflik ini anak
harus menyesuaikan diri dengan menekan dorongan yang tidak dibenarkan
masyarakat. Kemudian menyalurkan dorongan melalui kaidah yaung berlaku
dalam masyarakat. Prooes ini disebut sebagai "internalisasi, sublimasi dan
identifikas". Melalui perkembangan ini anak berubah dari asocial rnenjadi sosial
(bermoral).

6. Konsepei Bioeooial.
Konsepsi ini beranggapan bahwa hidup merupakan proses belajar, Disamping
itu, berkembang juga merupakan belajar, "lioing is leurning and growing is
leaning". Hal ini artinya untuk mempertahankan hidupnya, setiap makhluk harus
belajar, dengan belajar maka dapat berkembang, untuk belajar diperlukan
kemasan biologis dan kemasakan sosial, Tokoh yang berpendapat demiklan
adalah R.J. Havighurst. Terdapat empat faktor berkaitan dengan perkembangan
menurut pendapat ini, Faktor tersebut adalah (1) kemasan fisik, (2) tekanan
sosial, (3) nilai-nilai pribadi, (4) gabungan ketiganya.

2.6 Pengembangan Dimensi Manusia

Hakikat manusia seperti telah diuraikan diatas, pada dasarnya perlu


dikembangkan. Pengembangan berbagai potensi yang dimiliki manusia seperti telah
diuraikan diatas, pada dasarnya akan dapat dilakukan melalui proses pendidikan. Hal
ini membentuk manusia yang menuju ke arah kesempurnaan.

1. Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Individu.


Dalam rangka mengembangkan manusia sebagai makhluk individu, maka
pendidikan berkewajiban mengembangkan peserta didik mampu berlaku mandiri.
Oleh sebab itu, tujuan pendidikan lebih diarahkan pada pengembangan pribadi
yang mandir. Berbagai pengalaman di dalam pengembangan konsep, prinsip,

16
generalisasi, kreatiftas, kchendak, tanggung jawab, dan berbagai keterampilan
perlu didapat olehi peserta didik. Hal ini dengan maksud untuk dapat menolong
dirinya sendiri. Sehingga berbagai aspek kognitif afektif dan psikomotor yang
dimiliki anak dapat berkembangan maksimal. Sebagai makhluk individu, manusia
memerlukan pula tingkah laku dan pengendalian diri yang kuat dan tidak sekcdar
dorongan insting , pola tingkah laku dan pengendalian diri inl dapat diperoleh
lewat pendidikan dan proses belajar.

2. Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Sosial.


Manusia adalah makhluk yang tidak mungkin dapat berdiri sendini dan selalu
memerlukan interaksi dengan manusia lainnya. Dalam pencapaian tujuan
keperluan hidupnya selalu diperlukan hubungan dan bantuan orang lain,
Kehadiran orang lain dalam kehidupan manusia tidak hanya penting dalam
mencapai tujuan hidupnya. Namun hal ini juga merupakan sarana dalam mencapai
tuju an hid upnya. Selain itu hal ini juga sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan
dan pengembangan kepribadiannya. Kehidupan anak manusia yang dibesarkan
oleh kelompok srigala merupakan contoh konkrit tentang perlunya manusia
belajar darl kelompok manusia. Tujuan pendidikan yang mengarah pada
pengembangan manusia sebagai makhluk sosial adalah membentuk manusia yang
dapat bekerja sama dengan orang lain dan menyesuaikan diri dengan lingkungan
sosial sekitarnya. Perlu diingat keseimbangan antara pengembangan manusia
sebaga makhluk individu dan pengembangannya sebagai makhluk sosial.

3. Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Susila.


Aspek yang tidak kalah pentingnya dalam kehidupan manusia adalah
pengembangan manusta sebgai makhluk susila, karena hanya manusia yang
memiliki kesadaran dalam menghay at dan mematuhl norma dan nlai-niai dalam
kehidupannya, karena dengan akalnya manusia dapat menetapkan dan memilih
norma yang baik dan buruk untuk diterapkan sebagai pola perilaku ke hidupannya.
Dengan pendidikan akan dapat diusahakan terbinanya manusia -manusia
pendukung norma, kai dah dan norma susila yang dijunjung masyarakat. Dengan
kemampuan akalnya manusia dapat mencerna berbagai konsep menyangkut nilai.
dan dengan akalnya pula manusia diharapkan dapat menerima latihan dan
pendidikan, untuk kemudian dapat mermilih mana perilaku yang cocok dengan

17
norma masyarakat, ataupun norma agarna serta terintern alisass nilai-nilas luhur
dalam kehidupannya

Semua unsur hahekat manusia yang monopluralis atau dimensi-dimensi


kemanusiaan tersebut memerlukan pengembangan agar dapat lebih meyempurnakan
manusia itu sendiri. Pengembangan semua potensi atau dimensi kemanusiaan itu
dilakukan melalui dan dengan pendidikan. Atas dasar inilah maka antara pedidikan
dan hakikat manusia ada kaitannya. Dengan dan melalui pendidikan, semua potensi
atau dimensi kemanusiaan dapat berkembang secara optimal. Arah pengembangan
yang baik dan benar yakni ke arah pengembangan yang utuh dan komprehensif.
Pendidikan telah lahir dalam kehidupan manusia sejak adanya manusia, entah berapa
abad yang lalu mendahului kehadiran kita sekarang ini. Banyak orang mengecam
pendidikan sebagai biang keladi yang menyebabkan kemerosotan ekonomi,
kemerosotan ahlak, kemerosotan kualitas hidup dan lain sebagainya. Tetapi, hingga
dewasa ini belum ada yang mengusulkan agar pendidikan disingkirkan atau
dihilangkan dari perikehidupan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan
diperlukan oleh manusia (Suyitno, 2010).

Pada dasarnya pendidikan merupakan upaya manusia untuk memperbaiki


kehidupan manusia, dalam masyarakat dan interelasi kemanusiaan. Disadari atau
tidak, setiap pendidik memiliki seperangkat dasar pemikiran untuk melaksanakan
tugasnya tersebut. Dasar pemikiran tersebut, berkaitan dengan pandangan hidup,
pandangan tentang manusia dan pandangan tentang bagaimana melaksanakan
tugasnya itu. Untuk itulah para pendidik perlu mengkaji landasan filsafi yang
membahas persoalan hidup dan tujuan hidup, masalah hakikat manusia dan
pengembangannya, masalah nilai baik dan buruk, serta masalah tujuan pendidikan.
Telah panjang lebar diuraikan di atas bahwa sasaran pendidikan adalah manusia
sehingga dengan sendirinya pengembangan manusia menjadi tugas pendidikan.
Manusia lahir telah dikarunia hakikatmanusia tetapi masih dalam potensi, belum
teraktualisasi menjadi wujud kenyataan atau aktualisasi. Bergerak dari kondisi potensi
menjadi wujud aktualisasi terdapat rentangan proses yang mengundang pendidikan
untuk berperan dalam memberikan jasanya. Meskipun tidak dapat disangkal bahwa
pendidikan pada dasarnya adalah baik tetapi dalam pelaksanaannya bisa saja terjadi
kesalahan (lazimnya disebut salah didik). Terkait dengan itu, ada 2 kemungkinan
yang bisa terjadi, yaitu.

18
a. Pengembangan yang Utuh Menurut Tirtarahardja & Sulo (2005) tingkat
keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua
faktor, yaitu kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial
dan kualitas pendidikan yang disediakan untuk memberikan pelayanan atas
perkembangannya. Pengembangan yang utuh dapat dilihat dari berbagai
segi, yaitu:
1) Wujud Dimensinya Keutuhan terjadi antara aspek jasmani dan
rohani, antara dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan,
keberagamaan. historisitas, komunikasi, dan dinamika, juga antara
aspek kognitif, afketif, dan psikomotor. Pengembangan aspek jasmani
dan rohani dikatakan utuh jika keduanya mendapat pelayanan secara
seimbang.
2) Arah Pengembangan Keutuhan pengembangan dimensi hakikat
manusia dapat diarahkan kepada pengembangan dimensi
keindividualan, kesosialan, kesusilaan, keberagamaan, historisitas,
komunikasi, dan dinamika secara terpadu.
b. Pengembangan yang Tidak Utuh Menurut Tirtarahardja & Sulo (2005)
pengembangan yang tidak utuh terjadi jika dalam proses pengembangan
unsur-unsur dimensi hakikat manusia terabaikan untuk ditangani.
Pengembangan yang tidak utuh pada perkembangannya akan berakibat
terbentuknya kepribadian yang pincang dan tidak mantap (lazimnya
disebut pengembangan patologis). Tingkat keutuhan perkembangan
hakikat manusia ditentukan oleh 2 faktor, yaitu kualitas dimensi hakikat
manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas pendidikan yang
disediakan untuk memberi Hakekat Manusia dan Pengembangannya
pelayanan atas perkembangannya.
Menurut Mujidin (2005) pengembangan manusia secara utuh sebagai
pribadi meliputi segala dimensi dan kompleksitasnya. Pengembangan
jangan terfokus pada yang simpel misalnya aspek fisik/emosi atau
intelektual dari pribadi dengan meninggalkan lebih banyak alam
kedalaman yang tak tergali, dan karenanya tak terealisasikan. Pendidikan
memungkinkan setiap orang mampu mengembangkan dirinya secara utuh
sebagai manusia yang bermanfaat.

19
2.7 Potensi Manusia dan Pengembangannya
Berbeda dengan makhluk lainnya, Manusia adalah ciptaan Allah yang paling
potensial. Potensi yang dibekali oleh Allah untuk manusia sangatlah lengkap dan
sempurna. Hal ini menyebabkan manusia mampu mengembangkan dirinya melalui
potensi-potensi (innate potentials atau innate tendencies) tersebut. Secara fisik
manusia terus tumbuh, secara mental manusia terus berkembang, mengalami
kematangan dan perubahan. Kesemua itu adalah bagian dari potensi yang diberikan
Allah kepada manusia sebagai ciptaan pilihan. Potensi yang diberikan kepada
manusia itu sejalan dengan sifat-sifat Tuhan, dan dalam batas kadar dan
kemampuannya sebagai manusia. Jika tidak demikianmaka manusia akan mengaku
dirinya Tuhan (Langgulung, 2008). Jalaluddin (2003) dan Khasinah (2013)
mengatakan bahwa ada 4 potensi yang utama yang merupakan fitrah dari Allah
kepada manusia, yaitu.
a. Potensi Naluriah (Emosional) atau Hidayat al-Ghariziyyat Potensi naluriah ini
memiliki beberapa dorongan yang berasal dari dalam diri manusia. Dorongan-
dorongan ini merupakan potensi atau fitrah yang diperoleh manusia tanpa melalui
proses belajar. Makanya potensi ini disebut juga potensi instingtif, dan potensi ini
siap pakai sesuai dengan kebutuhan manusia dan kematangan perkembangannya.
Dorongan yang pertama adalah insting untuk kelangsungan hidup seperti
kebutuhan akan makan, minum penyesuaian diri dengan lingkungan. Dorongan
yang kedua adalah dorongan untuk mempertahankan diri. Dorongan ini bisa
berwujud emosi atau nafsu marah, dan mempertahankan diri dari berbagai macam
ancaman dari luar dirinya, yang melahirkan kebutuhan akan perlindungan seprti
senjata, rumah, dan sebagainya. Dorongan yang ketiga adalah dorongan untuk
berkembang biak atau meneruskan keturunan, yaitu naluri seksual. Dengan
dorongan ini manusia bisa tetap mengembangkan jenisnya dari generasi ke
generasi.

b. Potensi Inderawi (Fisikal) atau Hidayat al-Hasiyyat Potensi fisik ini bisa
dijabarkan atas anggota tubuh atau indra-indra yang dimiliki manusia seperti indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba dan perasa. Potensi ini difungsikan
melalui indra-indra yang sudah siap pakai hidung, telinga, mata, lidah, kulit, otak
dan sisten saraf manusia. Pada dasarnya potensi fisik ini digunakan manusia untuh
mengetahui halhal yang ada di luar diri mereka, seperti warna, rasa, suara, bau,

20
bentuk ataupun ukuran sesuatu. Jadi bisa dikatkan poetensi merupakan alat bantu
atau media bagi manusia untuk mengenal hal-hal di luar dirinya. Potensi fisikal
dan emosional ini terdapat juga pada binatang.

c. Potensi Akal (Intelektual) atau Hidayat al-Aqliyat Potensi akal atau intelektual
hanya diberikan Allah kepada manusia sehingga potensi inilah yang benar-benar
membuat manusia menjadi makhluk sempurna dan membedakannya dengan
binatang. Potensi Hakekat Manusia dan Pengembangannya akal memberi
kemampuan kepada manusia untuk memahami simbolsimbol, hal-hal yang
abstrak, menganalisa, membandingkan, maupun membuat kesimpulan yang
akhirnya memilih dan memisahkan antara yang benar dengan yang salah.
Kebenaran akal mendorong manusia berkreasi dan berinovasi dalam menciptakan
kebudayaan serta peradaban. Manusia dengan kemampuan akalnya mampu
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, mengubah serta merekayasa
lingkungannya, menuju situasi kehidupan yang lebih baik, aman, dan nyaman.

d. Potensi Agama (Spiritual) atau Hidayat al-Diniyyat Selain potensi akal, sejak awal
manusia telah dibekali dengan fitrah beragama atau kecenderungan pada agama.
Fitrah ini akan mendorong manusia untuk mengakui dan mengabdi kepada sesuatu
yang dianggapnya memiliki kelebihan dan kekuatan yang lebih besar dari manusia
itu sendiri. Nantinya, pengakuan dan pengabdian ini akan melahirkan berbagai
macam bentuk ritual atau upacara-upacara sakral yang merupakan wujud
penyembahan manusia kepada Tuhannya. Dalam pandangan Islam kecenderungan
kepada agama ini merupakan dorongan yang bersal dari dalam diri manusia
sendiri yang merupakan anugerah dari Allah.

Keempat potensi dasar manusia seperti yang dijelaskan di atas harus dikembangkan
agar bisa berfungsi secara optimal dan dapat mencapai tujuan yang sebenarnya.
Pengembangan potensi manusia ini harus dilakukan secara terarah, bertahap dan
berkelanjutan serta dapat dilakukan dengan berbagai cara dan pendekatan. Jalaluddin (2003)
dan Khasinah (2013) mengatakan ada beberapa pendekatan yang bisa digunakan dalam
mengembangkan potensi manusia.

21
a. Pendekatan Filosofis
Menurut pandangan filosofis manusia diciptakan untuk memberikan kesetiaan,
mengabdi dan menyembah hanya kepada penciptanya. Manusia memang
diciptakan untuk taat dan mengabdi kepada penciptanya. Sesuai dengan kakikat
penciptaannya, maka keberadaan atau eksistensi manusia itu baru akan berarti,
bermakna dan bernilai apabila pola hidup manusia telah sesuai dengan blue-print
yang sudah ditetapkan oleh Tuhan. Pengembangan potensi manusia harus bisa
mengarahkan manusia untuk menjadi abdi Tuhannya dan mengikuti nilai-nilai
yang benar menurut kebenaran ilahiah yang hakiki.

b. Pendekatan Kronologis
Pendekatan kronologis memandang manusia sebagai makhluk evolutif.
Manusia tumbuh dan berkembang secara bertahap dan berangsur. Petumbuhan
fisik dan mental manusia diawali dari proses konsepsi, pada tahap selanjutnya
menjadi janin, kemudian lahir menjadi bayi, anak-anak, remaja, dewasa hingga
meninggal. Hal ini terjadi sesuai dengan tahapan-tahapan pertumbuhan dan
perkembangan yang berlaku. Pengembangan potensi manusia juga harus
mengikuti pertumbuhan fisiknya dan perkembangan mentalnya, artinya
pengembangan potensi manusia harus diarahkan dan dibina sesuai tahapan-
tahapan tumbuh kembang manusia.

c. Pendekatan Fungsional
Potensi-potensi yang dimiliki manusia diberikan Tuhan untuk dapat
dipergunakan dan difungsikan dalan kehidupan mereka. Karena tidak mungkin
Tuhan menciptakan sesuatu yang tidak bermanfaat. Semua ciptaan Tuhan
mempunyai maksud dan tujuan, temasuk potensi-potensi yang diberikan kepada
manusia. Pengembangan potensi manusia harus dilaksanakan sesuai dengan
manfaat dan fungsi potensi itu sendiri. Misalnya, dorongan seksual, harus dibina
dan diarahkan untuk menjaga kelestarian jenis manusia, bukan untuk berbuat
maksiat atau mencari kesenangan semata. Dorongan naluri lain lainnya seperti
makan, minum dan mempertahankan diri harus diarahkan untuk kelangsungan
hidup, bukan mengumbar nafsu.

22
d. Pendekatan Sosial
Pendekatan ini memandang manusia sebagai makhluk sosial. Manusia
dianggap sebagai makhluk yang cenderung untuk hidup bersama dalam kelompok
kecil (keluarga) maupun besar (masyarakat). Sebagai makhluk sosial manusia
harus mampu mengembangkan potensinya untuk bisa berinteraksi di dalam
lingkungannya dan mampu memainkan peran dan fungsinya di tengah
lingkungannya. Dalam upaya mengembangkan potensi-potensinya manusia
membutuhkan dukungan dan bantuan dari pihak lain di luar dirinya untuk
membimbing, mengarahkan, dan menuntunnya agar pengembangan potensi
tersebut berhasil secara maksimal. Upaya pengembangan potensi ini dilihat dari
sudut pandang manapun akan merujuk kepada pendidikan. Hakekat Manusia dan
Pengembangannya Tugas pendidikan dalam pengembangan potensi manusia,
adalah dalam upaya menjaga dan mengerahkan fitrah atau potensi tersebut
menuju kebaikan dan kesempurnaan. Pengembangan berbagai potensi manusia
(fitrah) ini dapat dilakukan dengan kegiatan belajar, yaitu melalui institusi-
institusi. Belajar yang dimaksud tidak harus melalui pendidikan di sekolah saja,
tetapi juga dapat dilakukan di luar sekolah, baik dalam keluarga maupun
masyarakat ataupun melalui institusi sosial yang ada. Kesimpulannnya adalah
manusia bisa mengembangkan seluruh potensinya melalui pendidikan, baik itu
pendidikan formal, informal maupun pendidikan nonformal (Khasinah, 2013).

2.8 Konsep Manusia Seutuhnya


Sebelumnya telah diuraikan konsep pengembangan manusia yang bersifat utuh
dan tidak utuh. Selanjutnya kita pun perlu memahami konsep manusia seutuhnya.
Pembangunan manusia seutuhnya merupakan tujuan pendidikan nasional yang tersirat
dalam Pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945, yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa. Sejalan dengan pembukaan itu, pada batang tubuh UUD 1945
diantaranya Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31, dan Pasal 32 juga
mengamanatkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa serta akhlaq mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
yang diatur dengan undang-undang. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dengan jelas menegaskan bahwa pendidikan merupakan upaya
memberdayakan peserta didik untuk berkembang menjadi manusia Indonesia

23
seutuhnya, yaitu yang menjunjung tinggi dan memegang dengan teguh norma dan
nilai yaitu norma agama dan kemanusiaan, norma persatuan bangsa, norma
kerakyatan dan demokrasi, dan norma keadilan sosial. Manusia (masyarakat)
Indonesia seutuhnya adalah manusia (masyarakat) yang memiliki nilai keadilan, adil
dengan sesama dan dengan alam sekitarnya. Manusia (masyarakat) seutuhnya adalah
manusia (masyarakat) yang memiliki moral bersyukur, bersabar dan berikhlas atau
dengan kata lain memiliki jiwa spiritual atau kecerdasan spiritual (Suhartono, 2007).
Manusia seutuhnya yaitu manusia yang dididik untuk mencapai keselarasan
dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, makhluk sosial, dalam
hubungan manusia dengan masyarakat, sesama manusia, dengan alam, dan dengan
Tuhannya dalam mengejar kemajuan dan kebahagiaan rohaniah (Pelly & Menanti,
1994). Membangun manusia Indonesia seutuhnya berarti membangun manusia yang
memiliki kecerdasan, watak dan kepribadian Indonesia. Kecerdasan berarti
kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Memiliki
watak berarti memiliki watak yang lembut, sopan, penyayang dan sebagainya.
Kepribadian artinya memiliki kepribadian pekerja keras, disiplin sesuai dengan
kepribadian Indonesia. Manusia seperti inilah yang akan dibentuk oleh pendidikan
(Idris, 2013).
Manusia seutuhnya tertuang dengan jelas dalam tujuan pendidikan Indonesia
yaitu mewujudkan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa (religious) dan berbudi pekerti luhur (bermoral), memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan
(Soedijarto, 2008). Manusia akan menjadi manusia yang sebenarnya apabila
mendapat pendidikan. Manusia yang tidak memperoleh pendidikan tidak akan mampu
menjalani kehidupannya dengan sempurna, tidak akan berguna bagi kehidupan.
Proses pendidikan menjadi sarana untuk memanusiakan manusia dan mewariskan
kebudayaan kepada generasi penerusnya. Terkait dengan manusia seutuhnya, Prayitno
& Amti (2004) dengan merujuk dari para pemikir Barat, khusunya dalam bidang
psikohumanistik, seperti Frankl, Jung, Maslow dan Rogers telah pula mengajukan
berbagai rumusan sejalan dengan konsep manusia seutuhnya. Mereka memakai istilah
(berfungsi unsur-unsur kemanusiaan secar ideal) sebagai perwujudan manusia
seutuhnya. Ciri-ciri yang dapat berfungsi secara ideal itu adalah:

24
1. Menurut Frankl
a. Mencapai penghayatan yang penuh tentang makna hidup dan kehidupan
b. Bebas memilih dan bertindak
c. Bertanggung jawab secara pribadi terhadap segala tindakan
d. Melibatkan diri dalam kehidupan bersama orang lain.

2. Menurut Jung
a. Memiliki pemahaman yang mendalam tentang diri sendiri
b. Menerima diri sendiri, termasuk kekuatan dan kelemahannya Hakekat
Manusia dan Pengembangannya
c. Menerima dan bersikap toleran terhadap hakikat dan keberadaan
kemanusiaan secara umum
d. Menerima hal-hal yang masih belum dapat diketahui atau misterius, serta
bersedia mempertimbangkan hal-hal yang bersifat tidak rasional tanpa
meninggalkan cara-cara berpikir logis.

3. Menurut Maslow
Manusia yang berfungsi secara ideal ialah mereka yang
mengembangkan seluruh kemampuan dan potensinya. Lebih jauh, Maslow
menyebutkan bahwa mereka adalah orang-orang yang telah berhasil
mewujudkan diri sendiri secara penuh. Dari pandanganpandanagn terhadap
manusia seperti yang telah dijelaskan di atas, secara sederhana hakikat
manusia dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Manusia sebagai makhluk individu, bahwa mansuia sebagai makhluk
individu yang mempunyai ciri-ciri atau kekhasan tersendiri. Oleh
karena itu manusia juga disebut sebagai makhluk yang unik.
b. Manusia sebagai makhluk sosial, bahwa manusia sebagai makhluk
sosial mempunyai sifat sosialitas yang menjadi dasar dan tujuan dari
kehidupan manusia yang sewajarnya.
c. Manusia sebagai makhluk psikofisik, bahwa manusia merupakan
totalitas jasmani dan rohani. Setiap bagian tubuh dan kegiatan
prganisme yang biologis sifatnya pasti mengabdikan diri kepada
aktivitas psikis, juga sebaliknya.

25
d. Manusia sebagai makhluk monodualis, bahwa manusia sebagai
makhluk monodualis tidak dapat memisahkan antara jiwa dan raga
sebagai satu kesatuan dalam perkembangannya.
e. Manusia sebagai makhluk bermoral, bahwa manusia yang normal
pada intinya mengambil keputusan susila dan mampu membedakan
halhal yang baik dan buruk. Selain itu juga mampu membedakan hal
yang benar dan yang salah untuk kemudian mengarahkan hidupnya ke
tujuan-tujuan yang berarti sesuai dengan pilihan dan keputusan hati
nurani dalam mempertimbangkan baik/buruk dan salah/benar.
f. Manusia sebagai makhluk religius, bahwa manusia sebagai makhluk
religius mengndung kemungkinan baik dan jahat, sesuai dengan
pandangan manusia itu sendiri sebagai makhluk Tuhan. Manusia
mempunyai nafsu-nafsu baik maupun jahat.
g. Manusia sebagai makhluk berpikir/filosofis, bahwa manusia itu
mempunyai akal dan budi. Akal digunakan untuk berpikir agar menjadi
berbudi.
h. Manusia sebagai makhluk berketerampilan, bahwa manusia sudah
mempunyai bakat dan minat masing-masing dalam mengembangkan
keterampilannya.

Pemberdayaan manusia seutuhnya berarti memperlakukan peserta


didik sebagai subyek merupakan penghargaan terhadap peserta didik sebagai
manusia yang utuh. Peserta didik memiliki hak untuk mengaktualisasikan
dirinya secara optimal dalam aspek kecerdasan intelektual, spiritual, sosial,
dan kinestetik. Paradigma ini merupakan fondasi dari pendidikan yang
menyiapkan peserta didik untuk berhasil sebagai pribadi yang mandiri
(makhluk individu), sebagai elemen dari sistem sosial yang saling berinteraksi
dan mendukung satu sama lain (makhluk sosial) dan sebagai pemimpin bagi
terwujudnya kehidupan yang lebih baik di muka bumi (makhluk tuhan)
(Kemendiknas, 2010).

26
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas kami menarik kesimpulan bahwa sifat hakikat manusia dan
segenap dimensinya hanya dimilki oleh manusia sebagai pembeda dengan makhluk
lainnya. Adanya hakikat tersebut memberikan tempat kedudukan pada manusia
sedemikian rupa sehingga derajatnya lebih tinggi. Dari adanya pengetahuan dan
pemahaman mengenai hakikat manusia dan pengembangannya diharapkan kita sama-
sama mampu mencapai keharmonisan, ketentraman, dan kebahagiaan dalam hidup,
baik untuk diri sendiri, makhluk hidup lainnya, serta tentu saja dengan Tuhan Yang
Maha Esa.

Semua sifat hakikat manusia dapat dan harus ditumbuh kembangkan melalui
pendidikan. Berkat pendidikan maka sifat hakikat manusia dapat ditumbuh
kembangkan secara selaras dan berimbang sehingga menjadi manusia yang utuh. Oleh
karenanya, sebagai calon atau yang telah menjadi tenaga pendidik haruslah benar-
benar mengimplementasikan pemahaman mengenai Bab “ Hakikat Manusia dan
Pengembangnnya” ini agar berbagai tujuan pendidikan sebagaimana telah kita
sepakati bersama dapat sama-sama tercapai demi terbentuknya generasi yang lebih
baik kedepannya.

3.2 Saran

Adapun saran dari kami ialah agar para tenaga pendidik benar benar
menerapkan pengetahuan dan pemahaman mengenai “Hakikat Manusia dan
Penerapannya” karena bagi anak-anak didik di negara ini, hal tersebut sangatlah
penting untuk membangun karakter “manusia yang utuh” dalam diri mereka. Hal
tersebut juga bertujuan agar tidak ada lagi atau setidaknya mampu meminimalisir
kenakalan remaja karena tidak pahamnya hakikat manusia. Karena masa depan
indosesia ada pada anak mudanya dan masa depan generasi muda indonesia ada
ditangan para pendidik mereka.

27
Daftar Pustaka

Husamah, Arina Restian, dan Rohmad Widodo. 2015. PENGANTAR PENDIDIKAN. Malang.
Universitas Muhamadiah Malang.

Anshory,Ichsan, Ima Wahyu Putri Utami. 2018. PENGANTAR PENDIDIKAN. Malang.


Universitas Muhamadiah Malang.

Khatimah,Husnul. 2016. MAKALAH HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA.


2016.

https://husnulkhatimahweb.wordpress.com/2016/11/28/makalah-hakikat-manusia-dan-
pengembangannya/ (diakses tanggal 28 November 2016)

28

Anda mungkin juga menyukai