Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam
yang diampu oleh Bapak Dr. H. Edi Iskandar, S.Ag, M.Pd
Oleh :
WELLA ALDIA
NPM : 12210323187
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam
kita hadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW semoga kita menjadi umat yang
teladan. Judul makalah yang dibuat ialah “Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di
Tanah Air”.
Makalah ini terdiri dari beberapa bahasan topik yaitu terdiri dari Madrasah,
Pesantren, Sekolah Islam Terpadu, Lembaga Pendidikan Islam Non Formal dan
Perguruan Tinggi Islam. Selain itu, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Dr. H. Edi Iskandar S.Ag., M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah sejarah
pendidikan islam yang telah membimbing kami. Dan kami juga berterima kasih
kepada rekan-rekan yang membersami kami atas saran dan kritik yang membangun
dalam pembuatan makalah. Semoga makalah ini dapat menjadi bahan
penunjang/bahan bacaan yang bermanfaat untuk pembaca. Sekian dari kami, terima
kasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I.............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...................................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................3
A. Pesantren...............................................................................................................3
B. Madrasah...............................................................................................................7
BAB III........................................................................................................................17
A. Kesimpulan.........................................................................................................17
B. Saran....................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
mulanya masjid mampu menampung kegiatan pendidikan yang diperlukan
masyarakat. Namun karena terbatasnya tempat dan ruang, mulai dirasakan tidak dapat
menampung masyarakat yang ingin belajar. Maka dilakukanlah berbagai
pengembangan secara bertahap hingga berdirinya lembaga pendidikan Islam yang
secara khusus berfungsi sebagai sarana menampung kegiatan pembelajaran sesuai
dengan tuntutan masyarakat saat itu. Dari sinilah mulai muncul beberapa istilah
lembaga pendidikan di Indonesia
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, rumusan masalah yang didapati antara lain
ialah :
C. Tujuan Penulisan
Agar pembaca mengetahui apa apa saja lembaga pendidikan yang ada ditanah
air dan menjadikan makalah ini menjadi sumber bacaan/bahan penunjang.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pesantren
Pondok pesantren merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata pondok dan
pesantren. Kedua kata ini memiliki makna yang berbeda. Pondok dalam bahasa Arab
funduk yang berarti tempat singgah, sedangkan pesantren adalah lembaga pendidikan
Islam yang dalam pelaksanaan pembeajarannya tidak dalam bentuk klasikal. Jadi,
pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam nonklasikal yang peserta
didiknya disediakan tempat singgah atau pemondokan.
Menurut para ahli, pasantren baru disebut pesantren bila memenuhi lima
syarat yaitu: ada kyai, ada pondok, ada masjid, ada santri, dan ada pengajaran
membaca kitab kuning. Dengan demikian bila orang menulis tentang pesantren maka
topik-topik yang harus ditulis sekurang-kurangnya adalah:
3
Adapun metode pembelajaran yang dilaksanakan di pondok pesantren adalah
sebagai berikut:
1. Wetonan
Metode wetonan yaitu kyai membacakan salah satu kitab di depan para santri
yang juga memegang dan memerhatikan kitab yang sama. Dengan metode tersebut,
santri hanya menyimak, memerhatikan, dan mendengarkan pembacaan dan
pembahasan isi kitab yang dilakukan oleh kyai. Tidak digunakan absensi kehadiran,
evaluasi, dan tidak ada pola klasikal. Dalam proses belajarnya, biasanya kyai
dikelilingi santrinya yang membentuk lingkaran, yang disebut halaqah.
2. Sorogan
3. Muhawarah
Muhawarah adalah suatu kegiatan berlatih bercakap-cakap dengan bahasa Arab yang
diwajibkan oleh pesantren kepada santri selama mereka tinggal di pondok. Kegiatan
tersebut biasanya digabungkan dengan latihan muhadharah dan muhadastah yang
biasanya dilaksanakan 1-2 minggu sekali. Tujuan kegiatan tersebut adalah untuk
melatih keterampilan para santri untuk berpidato.
4. Mudzakarah
4
Mudzakarah merupakan suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik
membahas masalah diniah seperti ibadah dan akidah serta masalah agama pada
umumnya. Dalam mudzakarah terdapat dua tingkat kegiatan: pertama, mudzakarah
diselenggarakan oleh sesama santri untuk membahas suatu masalah dengan tujuan
melatih para santri dalam memecahkan persoalan dengan menggunakan kitab-kitab
yang tersedia. Kedua, mudzakarah yang dipimpin oleh kyai, dan hasil mudzakarah
para santri diajukan untuk dibahas dan dinilai seperti dalam suatu seminar. Saat
mudzakaran inilah santri menguji keterampilannya, baik dalam bahasa arab maupun
keterampilannya dalam mengutip sumbersumber argumentasi dalam kitab-kitab
klasik islam.
Metode ini hanya berlaku di pesantren yang terdapat di Jawa Barat. Istilah
“bandungan” artinya “perhatikan” dengan seksama ketika kyai membaca dan
membahas isi kitab. Santri hanya memberi kode-kode atau menggantikan kalimat
yang dianggap sulit pada kitabnya. Setelah kyai selesai membahas isi kitab, santri
diperkenankan mengajukan pertanyaan atau pendapatnya.
6. Majelis taklim
Metode majelis taklim adalah suatu media penyampaian ajaran Islam yang
bersifat mum dan terbuka. Para jamaah terdiri atas berbagai lapisan yang memiliki
latar belakang pengetahuan bermacam-macam dan tidak dibatasi oleh tingkatan usia
maupun perbedaan kelamin. Pengajian seperti ini hanya diadakan pada waktu tertentu
saja. Ada yang seminggu sekali, dua minggu sekali, atau sebulan sekali. Materi yang
diajarkan bersifat umum berisi nasihat-nasihat keagamaan yang bersifat amar ma’ruf
nahi munkar. Ada kalanya materi diambil dari kitab-kitab tertentu, seperti tafsir
Quran dan Hadits.
5
Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren mengajarkan materi yang
bersifat umum dan khusus (keagamaan). Pengajaran tersebut berkaitan dengan hal-hal
berikut:
1. Pelajaran aqidah yaitu yang materinya berisi ilmu tauhid. Dalam ilmu tauhid
dikembangkan substansi materi yang berhubungan dengan rukun iman.
2. Pelajaran syari’ah yang berhubungan dengan hukum Islam atau fiqih, yaiu
fiqih ibadah dan fiqih mu’amalah.
3. Pelajaran bahasa arab yaitu, ilmu nahwu, shorof, ilmu bayan, balaghah, dan
ilmu ma’ani.
4. Pelajaran ilmu-ilmu al-quran.
5. Pelajaran ilmu fiqih dan ushul fiqih.
6. Pelajaran ilmu manthiq.
7. Pelajaran etika Islam dalam pergaulan sehari-hari atau bahrul adab.
8. Pelajaran kerisalahan nabi muhammad saw.
9. Pelajaran ilmu hadits.
10. Bahasa inggris
11. Ilmu kimia, matematika, fisika.
12. Ilmu fara’id.
13. Ilmu falaq.
14. Bahasa indonesia.
15. Pancasila.
16. Keterampilan.
17. Muthala’ah.
18. Fiqih lima madzhab.
19. Ilmu tafsir.
20. Ilmu tajwid.
21. Bahstul kutub.
6
Berikut ini dipaparkan beberapa ciri yang menonjol dalam kehidupan pesantren,
sehingga membedakannya dengan sistem pendidikan lainnya. Setidaknya ada enam
ciri pendidikan pesantren yaitu:
B. Madrasah
Kata madrasah dalam bahasa Arab madrasatun berarti tempat atau wahana
untuk mengenyam proses pembelajaran17. Dalam bahasa Indonesia madrasah disebut
dengan sekolah yang berarti bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi
pengajaran 18 . Karenanya, istilah madrasah tidak hanya diartikan sekolah dalam arti
sempit, tetapi juga bisa dimaknai rumah, istana, kuttab, perpustakaan, surau, masjid,
dan lain-lain, bahkan seorang ibu juga bisa dikatakan madrasah pemula.
Dari pengertian di atas maka jelaslah bahwa madrasah adalah wadah atau
tempat belajar ilmu-imu keislaman dan ilmu pengetahuan keahlian lainnya yang
berkembang pada zamannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa istilah
madrasah bersumber dari Islam itu sendiri.
7
Secara hirarkies, Madrasah bila dipelajari dari segi historis, memiliki tiga
perjenjangan yaitu madrasah awaliyah, madrasah al wustha, dan madrasah al a’la.
Jika dibahasa indonesiakan, masing-masing memiliki makna sebagai berikut:
“sekolah pemula” yang kemudian lebih dikenal dan dibakukan menjadi Sekolah
Dasar (SD), sekolah menengah” meliputi Sekolah Mengah Pertama (SMP) dan
Sekolah Umum (SMU). Madrasah al a’la berarti “sekolah atas” atau bahkan “sekolah
tinggi”. Dari kedua makna ini yakni sekolah Atas atau Sekolah Tinggi, yang lebih
dikenal di Indonesia adalah makna yang pertama, yaitu “Sekolah Menengah Atas
(SMA)”. Karenanya, wajar jika Madrasah Aliyah (MA) sederajat dengan SMU/SMK,
dan bukan Sekolah Tinggi yang sederajat dengan Perguruan Tinggi/ Universitas.
Hirarkis tersebut menggambarkan bahwa perjenjangan pendidikan yang sekarang
berlangsung adalah merupakan kelanjutan dari perjenjangan yang telah diberlakukan
di madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat muslim Indonesia. Tetapi pada
perkembangan selanjutnya, setelah perjenjangan yang ada pada pendidikan di
Indonesia melalui SD, SMP, dan seterusnya dibakukan, lembaga-lembaga pendidikan
Islam seperti MI, MTS, dan seterusnya yang menggunakan bahasa Arab, baik dalam
pelaksanaannya maupun materi serta metode pengajarannya semakin tergeser ke
pinggir dari perhatian masyarakat muslim Indonesia. Keadaan ini dapat diperhatikan
dari sebagian remaja muslim cenderung memilih untuk melanjutkan studinya ke SMP
atau SMA/ SMK dari pada melanjutkan studinya ke madrasah
a. Orang tuanya yang muslim dan mengetahui betul bahkan alumni dari madrasah,
tidak memberikan penerangan yang tegas dan jelas atau menyeluruh tentang
kelebihan atau keistimewaan lembaga pendidikan madrasah. Tapi sebaliknya, ia
lebih mempertimbangkan masa depan putra-putrinya untuk melanjutkan
studinya ke lembaga pendidikan sekolah.
8
b. Pengelelola lembaga madrasah kurang atau belum secara maksimal dalam
melayani segala kebutuhan masyarakat modern, terutama dalam penyediaan
sarana dan fasilitas kelembagaan.
c. Pengelola lembaga pendidikan madrasah tertentu masih mempertimbangkan
sistem senioritas dalam menentukan kriteria pemimpin dan tidak
memprioritaskan kualitas dan dedikasi serta keterampilan pemimpin.
Tetapi dari segi metode lain, madrasah masih tetap menggunakan pengajaran
seperti hafalan, latihan, dan praktek. Metode tersebut sebenarnya merupakan
kelanjutan dari masa Rasulullah SAW. Terutama ketika beliau memberikan pelajaran
Al-Quran. Pada masa perkembangan berikutnya, pendidikan Islam yang dilakukan di
Madrasah menggunakan metode talqin, dimana guru mendikte dan murid mencatat
lalu menghafal. Setelah, hafalan guru lalu menjelaskan maksudnya. Metode ini
disebut sebagai metode tradisional; murid mencatat, menuliskan materi pelajaran,
membaca, mengahafal dan setelah itu berusaha memahami arti dan maksud pelajaran
yang diberikan. Pada perkembangan selanjutnya pendidikan madrasah dikembangkan
menjadi beberapa jenjang pendidikan, yaitu Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah
Tsanawiyah dan madrasah Aliyah.
9
lulusan sekolah formal lainnya. Bahkan, perguruan tinggi yang khusus mengkaji ilmu
pengetahuan keagamaan atau keislaman semakin maju, misalnya IAIN, UIN, STAIN,
dan lain sebaginya. Lulusannya memperoleh gelar sesuai dengan bidangnya masing-
masing.
10
ini menuntut pengembangan pendekatan proses pembelajaran yang kaya, variatif dan
menggunakan media serta sumber belajar yang luas dan luwes. Metode pembelajaran
menekankan penggunaan dan pendekatan yang memicu dan memacu optimalisasi
pemberdayaan otak kiri dan otak kanan. Dengan pengertian ini, seharusnya
pembelajaran di SIT dilaksanakan dengan pendekatan berbasis (a) problem solving
yang melatih peserta didik berfikir kritis, sistematis, logis dan solutif (b) berbasis
kreativitas yang melatih peserta didik untuk berfikir orsinal, luwes (fleksibel) dan
lancer fan imajinatif. Keterampilan melakukan berbagai kegiatan yang bermanfaat
dan penuh maslahat bagi diri dan lingkungannya.
11
koperatif antara guru dan orangtua, serta masyarakat untuk membina karakter dan
kompetensi peserta didik.
12
Aktivitas dan interaksi antarsesama manusia dalam badan pendidikan tersebut
banyak mempengaruhi perkembangan kepribadian anggotanya. Apabila didalamnya
hidup suasana yang islami maka kperibadian anggotanya cenderung berwarna islami
pula. Sebaliknya, jika aktivitas dan interaksi di dalamnya bercorak sekuler maka
kepribadian anggotanya akan cenderung seperti itu pula.
1. Majlis Taklim
13
kitab-kitab yang berbahasa Indonesia sebagai pegangan, misalnya fikih Islam
karangan Sulaiman Rasyid dan beberapa buku terjemahan.
2. Remaja Mesjid
3. Pesantren kilat
Pesantren kilat (sanlat) yang dimaksudkan di sini adalah kegiatan yang biasa
dilakukan pada waktu hari libur sekolah yang seringnya diadakan pada bulan puasa
dan, diisi dengan berbagai bentuk kegiatan keagamaan seperti, buka bersama,
pengajian dan diskusi agama atau kitab-kitab tertentu, shalat tarawih berjama’ah,
tadarus al-qur’an dan pendalamannya, dan lain sebagainya. Jelasnya, kegiatan ini
merupakan bentuk kegiatan intensif yang dilakukan dalam jangka tertentu yang
diikuti secara penuh oleh peserta didik selama 24 jam atau sebagian waktu saja
dengan maksud melatih mereka untuk menghidupkan hari-hari dan malam-malam
bulan Ramadhan dengan kegiatan-kegiatan ibadah. Yang pasti bahwa kegiatan yang
dijalankan di sini ada mencontoh apa yang dilakukan di pesantren-pesantren pada
uumnya baik yang bersifat salaf maupun yang modern.
14
bahwa perguruan tinggi diartikan sebagai pendidikan pada jalur pendidikan sekolah
pada jenjang yang lebih tinggi dari pada pendidikan menengah dijalur pendidikan
sekolah.
Selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan mengenai arti dari perguruan tinggi yaitu
satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi.4Dijelaskan bahwa,
tujuan dari pendidikan tinggi yaitu:
Oleh sebab itu, maka substansi yang harus dimiliki oleh perguruan tinggi adalah
mampu menciptakan kader-kader pendidikan yang berpandangan luas tentang ilmu
sehingga dapat diterapkan didalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Hal inilah
yang menyebabkan berdirinya perguruan tinggi di Indonesia.
15
Teknik di Bandung 1920, Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta pada tahun 1920, dan
Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta pada tahun 1927. Kemudian faktor ekstrennya
yaitu respon atas kebutuhan masyarakat untuk merealisasikan kehidupan beragama di
tanah air dan masuknya pengaruh tokoh-tokoh pembaharu pemikiran Islam ke
Indonesia seperti Muhammad Abduh dan Sayyid Ahmad Khan.
1) Lembaga pendidikan tinggi Islam negeri, yakni UIN, IAIN, dan STAIN.
3) Lembaga pendidikan tinggi Islam swasta yang berbentuk institut dan sekolah
tinggi
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lembaga pendidikan tinggi Islam negeri, yakni UIN, IAIN, dan STAIN.
Lembaga pendidikan tinggi Islam swasta yang berbentuk universitas di
lembaga ini dikembangkan berbagai fakultas, jurusan, serta program studi.
Lembaga pendidikan tinggi Islam swasta yang berbentuk institut dan sekolah
tinggi
B. Saran
17
hal ini, pemerintah bersama masyarakat harus memberikan sumbaangsih dalam upaya
membangun lembaga dalam bidang pendidikan, baik secara moril maupun materil.
18
DAFTAR PUSTAKA
Khuluq, Lathiful. 2008., Fajar Kebangunan Ulama Biografi K.H. Hasyim Yogyakarta
: LKIS : 2000
Tafsir, Ahmad. 2010. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Basri, Hasan. Ahmad Saebani, Beni. 2010. Ilmu Pendidikan Islam Jilid II. Bandung:
Pustaka Setia
Cit, Abuddin Nata Op. & Poerwadarminta, W.J.S.. 1984. Kamus Umum Bahasa
Indonesia Cet. VII; Jakarta: Balai Pustaka.
19