Anda di halaman 1dari 26

PENDIDIKAN ISLAM DAN PERUBAHAN SOSIAL

Disusun guna memenuhi tugas


Mata kuliah Sosiologi Pendidikan
Dosen Pengampu: Fatmawati Nur Hasanah, M.Pd.

Disusun oleh:
1. M. Misbakhul Ulum (2119138)
2. Qurrota A’yun (2119144)
3. Aulia Nur Syafa’atin (2119145)
4. Ulinuha Neviyana (2119157)

KELAS G
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan
nikmat iman, Islam, dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Pendidikan Islam dan Perubahan Sosial” sesuai yang diharapkan.
Kemudian sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Nabi
Agung Muhammad saw yang kelak akan memberikan syafaatnya kelak di yaumul
qiyamah nanti, aamiin ya Rabbal’alamin.
Ucapan terima kasih kami tujukan kepada Ibu Fatmawati Nur Hasanah, M.
Pd, selaku dosen mata kuliah Sosiologi Pendidikan, atas kepercayaan dan tugas
tentang penyampaian materi pertemuan minggu ini kepada kami. Sehinggga dapat
menambah wawasan ilmu kami. Kami juga menerima saran dan kritik dari pembaca
guna penyempurnaan penunulisan makalah ini. Akhirnya makalah ini diharapkan
bisa bermanfaat dan membantu mahasiswa dalam menambah ilmu pengetahuan
tentang wawasan keislaman terutama yang berkaitan dengan pendidikan Islam dan
perubahan sosial. Amin ya robbal ‘alamin.

Pekalongan, 5 November 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………….iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………..1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………….2
C. Tujuan Penulisan……………………………………………………...2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian, Landasan dan Perkembangan Pendidikan Islam di
Indonesia……………………………………………………………...3
B. Konsep Perubahan Sosial……………………………………………..9
C. Teori Perubahan Sosial………………………………………………12
D. Subtansi Perubahan Sosial…………………………………………...16
E. Kontribusi dan Peranan Pendidikan Islam Terhadap Perubahan
Sosial………………………………………………………………...17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………..21
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan yang dalam Islam berarti proses tilawah, tazkiah dan
ta’dib adalah proses untuk merubah setiap peserta didik menjadi lebih baik.
Perubahan peserta didik yang dilakukan secara bersama-sama tentu akan
berdampak pada perubahan sosial, keduanya saling bertautan satu dengan yang
lain. Begitu pula perubahan sosial akan sedikit banyak merubah pola-pola yang
digunakan dalam pendidikan. Pendidikan dan perubahan sosial saling
mempengaruhi, sehingga berdampak luas di masyarakat. Pendidikan adalah
lembaga yang dapat dijadikan sebagai agen perubahan sosial (social agent of
change) dan sekaligus menentukan arah perubahan sosial.
Sedangkan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat setiap
kalinya dapat direncanakan dengan arah perubahan yang ingin dicapai. Namun
perubahan sosial juga dapat terjadi setiap saat tanpa harus direncanakan terlebih
dahulu disebabkan pengaruh budaya dari luar. Pendidikan mempengaruhi
masyarakat yang pada akhirnya terjadi perubahan sosial. Perubahan sosial
sebagai bentuk inovasi yang berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan manusia
yang bertujuan meningkatkan kemakmuran. Bermacam konsep perubahan
sosial disodorkan para ahli dalam menganalisis fenomena tersebut yaitu, konsep
kemajuan sosial, konsep sosialistik, konsep perubahan siklus, teori sejarah, teori
partikularistik, teori sosiologi serta sosiologi dan perubahan sosial.
Pendidikan dan perubahan sosial saling mempengaruhi, sehingga
berdampak luas di masyarakat.Pendidikan adalah lembaga yang dapat dijadikan
sebagai agen perubahan sosial dan sekaligus menentukan arah perubahan
sosial.Perubahan sosial adalah hal yang niscaya terjadi, cepat atau lambat,
perubahan yang bersifat positif atau negatif atau perubahan lainnya. Perubahan
adalah sesuatu yang patut kita syukuri sekaligus kita waspadai karena
perubahan yang bersifat positif akan berdampak memberikan kemajuan dan
kesejahteraan bagi umat manusia, sedangkan perubahan negatif justru

1
sebaliknya, yakni menghancurkan peradaban manusia. Lembaga pendidikan
Islam harus bersikap waspada terhadap efek negatif dari perubahan sosial.
Jangan sampai lembaga pendidikan tidak siap lalu mengorbankan para peserta
didiknya. Kemajuan teknologi yang diusung oleh peradaban manusia
kontemporer, maka harus dikuasai oleh para stake holder lembaga pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian, Landasan dan Perkembangan Pendidikan Islam di
Indonesia?
2. Apa Saja Konsep Perubahan Sosial?.
3. Apa Saja Teori Perubahan Sosial?
4. Apa Saja Subtansi Perubahan Sosial?
5. Bagaimana Kontribusi dan Peranan Pendidikan Islam Terhadap Perubahan
Sosial?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengertahui Pengertian, Landasan dan Perkembangan Pendidikan
Islam di Indonesia.
2. Untuk Mengetahui Konsep Perubahan Sosial.
3. Untuk Mengetahui Teori Perubahan Sosial.
4. Untuk Mengetahui Subtansi Perubahan Sosial.
5. Untuk Mengetahui Kontribusi dan Peranan Pendidikan Islam Terhadap
Perubahan Sosial.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian, Landasan dan Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia


1. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat
dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya,
sedangkan mendidik mendidik adalah tuntunan kepada manusia yang belum
dewasa untuk menyiapkan agar dapat memenuhi sendiri tugas hidupnya,
atau dengan secara singkat pendidikan adalah tuntunan kepada
pertumbuhan manusia mulai lahir sampai tercapainya kedewasaan, dalam
arti jasmaniah dan rokhaniah.1
Setelah kita dapatkan pengertian pendidikan secara umum, maka
sekarang akan dibahas pengertian mengenai pendidikan Islam. Pendidikan
Islam meskipun merupakan subsistem pendidikan nasional namun
mempunyai pengertian atau definisi serta tujuan sendiri yang lebih spesifik.
Berikut adalah pengertian pendidik menurut beberapa ahli:
• Menurut Drs. Ahmad D Marimba, pendidikan Islam adalah bimbingan
jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju
kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Dengan pengertian yang lain beliau mengatakan kepribadian utama
tersebut dengan istilah kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang
memiliki nilai- nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta
berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai
dengan nilai-nilai Islam.
• Menurut Abdur Rahman Nahlawi, Pendidikan Islam ialah pengaturan
pribadi dan masyarakat yang karenanya dapatlah memeluk Islam secara
logis dan sesuai secara keseluruhan baik dalam kehidupan individu

1
Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara,1988), hlm.2.

3
maupun kolektif. Menurut Burlian Shomad pendidikan Islam ialah
pendidikan yang bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yang
bercorak diri berderajat tinggi menurut ukuran Allah dan isi
pendidikannya untuk mewujudkan tujuan ajaran Allah.
• Menurut Burlian Shomad pendidikan Islam ialah pendidikan yang
bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yang bercorak diri
berderajat tinggi menurut ukuran Allah dan isi pendidikannya untuk
mewujudkan tujuan ajaran Allah.2
• Hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia tanggal 7 sampai 11 Mei
1960 di Cipayung Bogor menyatakan: “Pendidikan Islam adalah
bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran
Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh,
mengawasi berlakunya semua ajaran Islam”. 3
Dari semua uraian di atas mengenai definisi pendidikan Islam
menurut berbagai tokoh, meskipun sekilas tampak berbeda dalam diksinya
tetapi secara hakikat mempunyai tujuan yang sama, dapat diambil
kesimpulan bahwa secara ringkas pengertian pendidikan Islam adalah
bimbingan secara sadar oleh orang dewasa kepada terdidik dalam masa
pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian yang sesuai dengan ajaran Islam.
2. Landasan Pendidikan Islam
Dasar pendidikan Islam secara garis besar ada 3 yaitu:
a. Al-Qur’an

Islam adalah agama yang membawa misi agar umatnya


menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pengajaran. Hal itu
tampak dalam wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW yaitu surat Al- ‘Alaq surat 1-5.

‫ق • ٱ ْق َرأْ َو َربُّكَ ْٱْل َ ْك َر ُم • ٱلَّذِى‬


ٍ َ‫عل‬ ِ ْ َ‫ٱ ْق َرأْ بِٱس ِْم َربِكَ ٱلَّذِى َخلَقَ • َخلَق‬
َ َٰ ‫ٱْلن‬
َ ‫سنَ ِم ْن‬

2
Nur Uhbiyati dan Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia,
1997), hlm.9-10.
3
Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, hlm.11.

4
َ َٰ ‫ٱْلن‬
‫سنَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ْم‬ َ • ‫علَّ َم ِب ْٱلقَلَ ِم‬
ِ ْ ‫علَّ َم‬ َ
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia. Yang mengajar (manusia)
dengan perantara kalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya.
b. As-Sunnah
Ketika merujuk pada sumber utama agama Islam, yaitu al-Qur’an, maka
akan ditemukan pernyataan bahwa Nabi Muhammad merupakan
uswatun hasanah yang paling utama bagi umatnya yang benar-benar
beriman kepada Allah dan kehidupan akhirat.4
As-Sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasulallah.
Yang dimaksud dengan pengakuan itu ialah kejadian atau perbuatan
orang lain yang diketahui Rasulallah dan beliau membiarkan saja
kejadian atau perbuatan itu berjalan. Sunnah merupakan sumber ajaran
kedua sesudah al-Qur’an.5 Mengenai kewajiban belajar dan menuntut
ilmu, Nabi Muhammad bersabda:
‫ب ْال ِع ْل ِم‬ َ ( ‫سلَّم‬
ُ َ‫طل‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ‫صلَى ّللا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬: ‫ع ْن اَنَس ب ِْن َما ِل ِك قَا َل‬
َ ‫س ْو ُل ّللا‬ َ
َ ٌ ‫ضة‬
)‫ع َلى ُك ِل ُم ْس ِل ٍم‬ َ ‫فَ ِر ْي‬
Artinya: Dari Anas bin Malik berkata, Rasulullah bersabda menuntut
ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap muslim.6
c. Perundang-undangan
Pendidikan Islam mempunyai dasar etis-normatif (al-Qur’an dan as-
Sunnah). Di sisi yang lain, pendidikan Islam didasari suatu pemikiran
bahwa ilmu adalah milik Allah, yang dengan kata lain bahwa pendidikan
Islam juga berasal dari Allah.7

4
Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2013), hlm.47.
5
Zakiyah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), hlm.20.
6
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah Jilid I, (Beirut: Dar al-Fikri, 207- 275 H), hlm.71.
7
Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam, hlm.57-58.

5
Pendidikan Islam juga tidak lepas dari geografis yang melingkupinya.
Oleh sebab itu, dalam konteks kenegaraan Indonesia, pendidikan Islam
mempunyai dasar sebagai berikut:
• Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 29
• Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
3. Perkembangan Pendidikan di Indonesia
a. Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa Penjajahan (1900-
menjelang 1945)
1) Masa Penjajahan Belanda
a) Pendidikan Islam sebelum tahun 1990, Pemerintah Belanda
mulai menjajah Indonesia pada tahun 1619 M, yaitu ketika Jan
Pieter Zoan Coen menduduki Jakarta. Kemudian Belanda satu
demi satu memperluas jangkauan jajahannya dengan
menjatuhkan penguasa di daerah-daerah. Jadi kolonialisme di
Indonesia dimulai sejak permulaan abad ke 17 dengan
didirikannya Vereenigde Oost Indisce Compagnie (VOC) tahun
1602. VOC melakukan monopoli dan proteksi terhadap hasil
bumi milik rakyat terutama rempah-rempah dengan jumlah dan
harga yang ditentukan VOC. Pada periode tersebut terdapat dua
corak pendidikan, yaitu corak lama yang berpusat pondok
pesantren dan corak baru dari perguruan sekolah- sekolah yang
didirikan oleh pemerintah Belanda. Pendidikan yang dikelola
Belanda khususnya berpusat pada pengetahuan dan ketrampilan
duniawi yaitu pendidikan umum, sedangkan pada lembaga
pendidikan Islam lebih menekankan pada pengetahuan dan
ketrampilan yang berguna bagi penghayatan agama.8
b) Pendidikan Islam pada Masa Peralihan (1900-1908), Dalam
periode yang disebut peralihan ini telah banyak berdiri tempat

8
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.298-299

6
pendidikan Islam terkenal di Sumatera, seperti Surau Parabek
Bukit Tinggi (1908) yang didirikan oleh Syekh H. Ibrahim
Parabek dan di Pulau Jawa seperti Pesantren Tebuireng, namun
sistem madrasah belum dikenal.
c) Pendidikan Islam sesudah tahun 1909, Pada tahun 1908 Budi
Utomo tampil menyadarkan bangsa Indonesia, bahwa
perjuangan mereka yang selama ini mengandalkan kekuatan
kedaerahan tanpa memperhatikan persatuan sulit untuk
mencapai keberhasilan karena sejak itulah sejak tahun 1908
timbul semacam kesadaran baru dari bangsa Indonesia untuk
memperkuat persatuan. Kebutuhan untuk memberikan pelajaran
agama di madrasah atau sekolah secara teratur. Dengan
demikian, berdirilah seperti madrasah Adabiyah pada tahun
1909 di Padang yang dipimpin oleh Syekh Abdullah Ahmad,
madrasah diniyah di Padang Panjang di bawah pimpinan
Zainuddin Labai El Yunusi pada tahun 1915. Sementara itu
surau pertama yang memakai sistem kelas dalam proses belajar
mengajarnya adalah Sumatera Thawalib Padang Panjang yang
dipimpin oleh Syekh Abdul Karim Amrullah pada tahun 1921.
Kemudian pada tahun yang sama, diikuti pula oleh Sumatera
Thawalib Parabek Bukittinggi yang dipimpin oleh Syekh
Ibrahim Musa. Sedang madrasah pertama di Aceh ialah
madrasah Sa’adah Adabiyah yang didirikan oleh Jam’iyah
Diniyah pimpinan T. Daud Beureuh pada tahun 1930 di Belang
Paseh Sigli. Kemudian di Jawa juga pada tahun 1919 K.H.
Hasyim Asy’ari telah mendirikan madrasah Salafiyah di
Tebuireng Jombang.9
2) Masa Penjajahan Jepang

9
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2001), hlm.59-60.

7
Sejak pendudukan Jepang di tanah air Indonesia, kondisi pendidikan
agama Islam agak sedikit berkembang dibandingkan dengan kondisi
masa pendudukan Belanda. Sikap pemerintah kolonial Jepang
terhadap pendidikan agama Islam ternyata lebih lunak. Jepang tidak
begitu menghiraukan kepentingan agama, yang penting bagi mereka
adalah demi keperluan memenangkan perang. Berbeda dengan
Belanda, disamping bertindak sebagai penjajah, juga ada misi lain
yang tidak kalah pentingnya mereka emban, yaitu penyebaran
agama Kristen. Oleh karena itu sejak awal penentang utama
penjajahan Belanda adalah mayoritas kaum pribumi yang beragama
Islam.10
b. Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa Kemerdekaan (1945-
sampai sekarang)
1) Pendidikan Islam Zaman Kemerdekaan I (1945-1965), Madrasah
dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat dan sumber
pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat
berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah pula
mendapat perhatian dan bantuan nyata berupa tuntutan dan bantuan
material dari pemerintah. 11
2) Pendidikan Islam Zaman Kemerdekaan II (1965- sampai sekarang),
Dalam bidang pendidikan agama Islam, sejak tahun 1966, melalui
Tap MPRS ditetapkan bahwa pendidikan agama menjadi hak wajib
mulai Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi Umum Negeri
di seluruh Indonesia. Ketetapan ini diulang dalam tap-tap MPR
tentang GBHN sejak tahun 1973, bahwa pendidikan agama menjadi
mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah negeri dalam semua
jenjang pendidikan. Bahkan dalam Bab V pasal 9 ayat 1 PP Nomor

10
Fatah Syukur, Sejarah Pendidikan Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2012),
hlm.135.
11
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam, hlm.71.

8
27 tahun 1990 dalam UU Nomor 2 Tahun 1989, pendidikan agama
sudah dikembangkan sejak Taman Kanak-kanak.12

B. Konsep Perubahan Sosial


Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi yang terjadi dalam
masyarakat. Sosiologi merupakan ilmu yang membahas mengenai berbagai
gejala yang timbul dalam masyarakat. Dengan demikian sosiologi sangat erat
kaitannya dengan pembahasan tentang perubahan sosial. Di mana perubahan
sosial adalah suatu perubahan dari kondisi tertentu dalam suatu masyarakat.
Konsep perubahan sosial akan sangat penting digunakan untuk melihat berbagai
perubahan yang terjadi dalam masyarakat khususnya mengenai aksi interaksi
sosial yang ada di dalam masyarakat.13 Ada beberapa ahli sosiologi yang
memberikan definisi perubahan sosial, antara lain:
• Emile Durkheim, Perubahan sosial terjadi sebagai hasil dari faktor-faktor
ekologis dan demografis, yang mengubah kehidupan masyarakat dari
kondisi tradisional yang diikat solidaritas mekanistik, ke dalam kondisi
masyarakat modern yang diikat oleh solidaritas organistik.
• J.L Gillin dan J.P Gillin, Perubahan sosial adalah suatu variasi dari cara
hidup yang diterima, akibat adanya perubahan kondisi geografis,
kebudayaan material, kompoisisi penduduk, ideologi, maupun karena difusi
dan penemuan baru dalam masyarakat.
• Kingsley Davis, Mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-
perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya,
timbulnya pengorganisasian buruh dalam masyarakat kapitalis telah
menyebabkan perubahan-perubahan dalam hubungan antara buruh dengan
majikan dan seterusnya menyebabkan perubahan-perubahan dalam
organisasi ekonomi dan politik.

12
Fatah Syukur, Sejarah Pendidikan Islam, hlm.140.
13
Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai
Problem Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm.3-5.

9
• William F. Ogburn, Mengemukakan ruang lingkup perubahan-perubahan
sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun yang
immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar unsur-unsur
kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial.
• Selo Soemardjan, Perubahan sosial adalah perubahan-perubahan pada
lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang
mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan
pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam struktur sosial dan
lembaga sosial masyarakat. Perubahan sosial meliputi perubahan dalam
berbagai hal, seperti perubahan teknologi, perilaku, sistem sosial, dan norma.
Perubahan tersebut mempengaruhi individu dalam masyarakat tertentu.14 Tidak
semua gejala-gejala sosial yang mengakibatkan perubahan dapat dikatakan
sebagai perubahan sosial, gejala yang dapat mengakibatkan perubahan sosial
memiliki ciri-ciri antara lain:
• Setiap masyarakat tidak akan berhenti berkembang karena mereka
mengalami perubahan baik lambat maupun cepat.
• Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu akan diikuti
dengan perubahan pada lembaga-lembaga sosial lainnya.
• Perubahan sosial yang cepat dapat mengakibatkan terjadinya disorganisasi
yang bersifat sementara sebagai proses penyesuaian diri.
• Perubahan tidak dibatasi oleh bidang kebendaan atau bidang spiritual karena
keduanya memiliki hubungan timbal balik yang kuat.15
Menurut teori sosiologi pendidikan yang dikemukan Wilbur B.
Brookover, bahwa perubahan masyarakat yang disebut social orderterjadi
dalam empat fase, yaitu:

14
Ali Maksum, Sosiologi Pendidikan, (Malang: UIN Sunan Ampel, 2013), hlm.150-151.
15
Robert M.Z. Lawang, Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi Modul 4–6 (Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Terbuka, 1985), hlm.79.

10
Fase pertama, masyarakat tidak mau mengalami perubahan yang
datang, baik dipaksakan atau datang mempengaruhinya. Semua perubahan yang
datang akan ditolak, karena masyarakat ini berpegang teguh kepada norma yang
ada yang dianggap baik dan melindungi mereka dari bencana. Bagi masyarakat
ini perubahan merupakan faktor yang merusak tatanan kehidupan sosial. Bila
terjadi perubahan justru akan menimbulkan kegoncangan dan konflik dalam
masyarakat, sehingga akan terjadi ketidakstabilan sosial dan ekonomi. Pada
kelompok ini pendidikan tidak bisa berkembang dan bersifat status quo, di mana
masyarakat berusaha mengekalkan tradisi dan keadaan yang sudah ada.
Fase kedua, masyarakat mengalami kebimbangan dalam menerima
perubahan. Masyarakat ini hanya menerima perubahan bila tidak bertentangan
dengan kebudayaan mereka. Bahkan jika perubahan yang datang dapat
mengkokohkan budaya mereka, maka budaya dan perubahan itu akan mereka
adopsi.
Fase ketiga, masyarakat sudah mulai menerima perubahan sosial,
sehingga mereka mempersiapkan generasi penerus mereka melalui pendidikan.
Dengan demikian perubahan yang akan dilakukan telah direncanakan terlebih
dahulu, bahkan dapat dipercepat melalui proses pendidikan. Bagi masyarakat
yang berada pada fase social order ketiga ini peranan pendidikan sangat penting
bagi mereka, karena “education as an agency of change”. Maka lembaga-
lembaga pendidikan akan memberikan berbagai pengalaman kepada peserta
didik dan masyarakatnya, baik ilmu, teknologi maupun keterampilan untuk
menghadapi masa depan.
Fase keempat, masyarakat telah mengalami kemajuan yang sangat
tinggi, sehingga dikelompokkan ke dalam masyarakat yang sudah established,
yaitu kelompok masyarakat yang sudah mapan dalam bidang ideologi, politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, sehingga tidak disibukkan
oleh masalah-masalah kecil, seperti kesehatan, penyakit menular, kemiskinan
atau perumahan.16

16
Wilbur B. Brookover, Sociological Education (New York: American Book Company,
1995), hlm.37-78.

11
Dari gambaran di atas, tampak bahwa masyarakat betapapun
statisnya, cepat atau lambat pasti mengalami perubahan, walaupun perubahan
yang dilalui oleh masyarakat itu setapak demi setapak. Di dalam menghadapi
perubahan atau kemajuan, generasi penerus atau peserta didik harus
dipersiapkan agar mereka dapat beradaptasi dengan baik, sehingga tidak
menjadi generasi yang telat menyikapi perubahan dan kemajuan. Di sinilah
tugas pendidikan untuk mempersiapkan mereka menjadi orang-orang yang peka
terhadap perubahan. Anggota masyarakat dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu:
• Kelompok bersikap statis, yaitu yang selalu ingin mempertahankan yang
sudah lama. Orang-orang yang semacam ini tidak mau melihat adanya
perubahan di dalam masyarakat tempat hidupnya. Jika ada sesuatu yang
baru, selalu saja mereka ingin menoloknya.
• Kelompok bersikap dinamis, yaitu yang menghendaki adanya hal-hal yang
baru dan maju. Mereka ini termasuk orang yang kreatif dan dinamis, yang
ingin memajukan cara hidup, ingin kemakmuran dan kesejahteraan.17
Kedua kelompok inilah yang akan menjadi agen pembangunan
masyarakat dan pendorong masyarakat untuk maju. Oleh karena itu, tugas
pendidikan mencetak individu anggota masyarakat yang memiliki
kecenderungan untuk maju, berpikir kreatif, dinamis, dan inovatif, sehingga
mereka dapat menjadi agen pembangunan masyarakat bangsanya.

C. Teori Perubahan Sosial


Ada beberapa teori perubahan sosial yang dikeluarkan oleh berbagai
ahli sosiologi. Dalam tulisan ini akan dikemukakan beberapa teori yaitu teori
siklik, teori evolusioner, teori non evolusioner, teori fungsional dan teori
konflik, serta teori-teori yang banyak digunakan oleh ahli sosiologi dalam
melihat perubahan sosial di negara-negara di dunia, yaitu sebagai berikut:

17
Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 227.

12
1. Teori Siklus, ada ungkapan bahwa hidup manusia bagaikan sebuah roda
yang berputar, kadang manusia ada di atas dalam arti hidupnya makmur
tetapi juga kadang di bawah dalam arti hidupnya tidak beruntung. Seperti
itulah sebenarnya pola pikir dari teori siklus tersebut. Penekanan dari teori
siklus ini adalah bahwa sejarah peradaban manusia tidak berawal dan tidak
berakhir melainkan suatu periode yang di dalamnya mengandung
kemunduran dan kemajuan, keteraturan dan kekacauan. Artinya proses
peralihan masyarakat bukanlah berakhir pada tahap terakhir yang sempurna
melainkan berputar kembali pada tahap awal untuk menuju tahap peralihan
berikutnya. Arnold Toynbee melihat bahwa peradaban muncul dari
masyarakat primitif melalui suatu proses perlawanan dan respons
masyarakat terhadap kondisi yang merugikan mereka. Peradaban meliputi
kelahiran, pertumbuhan, kemandegan dan disintegrasi karena pertempuran
antara kelompok-kelompok dalam memperebutkan kekuasaan. Secara jelas
Pitirim Sorokin ahli sosiologi dari Rusia yang menjelaskan bahwa
perubahan yang menyebabkan masyarakat bergerak naik turun terjadi dalam
tiga siklus kebudayaan yang berputar tanpa akhir, yaitu :
a. Kebudayaan ideasional (ideasional culture) yang menekankan pada
perasaan atau emosi dan kepercayaan terhadap unsur supernatural.
b. Kebudayaan idealistis (idealistic culture) yang merupakan tahap
pertengahan yang menekankan pada rasionalitas dan logika dalam
menciptakan masyarakat ideal.
c. Kebudayaan sensasi (sensate culture) dimana sensasi merupakan tolok
ukur dari kenyataan dan tujuan hidup.
2. Teori Evolusioner, para ahli teori ini cenderung melihat bahwa perubahan
sosial yang terjadi merupakan suatu proses yang linear, artinya semua
masyarakat berkembang melalui urutan perkembangan yang sama dan
bermula dari tahap perkembangan awal sampai tahap akhir. Tatkala tahap
akhir telah tercapai maka pada saat itu perubahan secara evolusioner telah
berakhir. Tokoh dari teori ini antara lain adalah Auguste Comte, seorang

13
sarjana Perancis, yang melihat bahwa masyarakat bergerak dalam tiga tahap
perkembangan yaitu:
a. Tahap teologis (theological stage) dimana masyarakat diarahkan oleh
nilai-nilai supernatural.
b. Tahap metafisik (methaphysical stage) merupakan tahap peralihan dari
kepercayaan terhadap unsur supernatural menuju prinsip-prinsip abstrak
yang berperan sebagai dasar perkembangan budaya.
c. Tahap positif atau ilmiah (positive stage) dimana masyarakat diarahkan
oleh kenyataan yang didukung oleh prinsip-prinsp ilmu pengetahuan.
Tokoh lain yang perlu juga dipelajari adalah Emile Durkheim, yang lebih
melihat bahwa perubahan sosial terjadi karena masyarakat beralih dari
masyarakat dengan solidaritas mekanik menjadi masyarakat dengan
solidaritas organik. Solidaritas mekanik ditandai oleh masyarakat yang
anggotanya sedikit sehingga hubungan sosial yang terjadi cenderung
bersifat informal di mana setiap orang akan saling mengenal serta
mempunyai karakteristik sosial yang bersifat homogen seperti pekerjaan.
Sedangkan masyarakat dengan solidaritas organik ditandai oleh masyarakat
yang berskala besar dalam jumlah penduduknya, hubungan satu sama lain
cenderung bersifat formal yang cenderung didasarkan pada fungsi sosial
masing-masing individu.
3. Teori Nonevolusioner, teori ini masih juga menganut ide pokok dari teori
evolusi tetapi beberapa ahli membuat perbaikan atas ide-ide teori
evolusioner yang cenderung dalam menganalisis perubahan sosial
menekankan pada pendekatan unilinear dan teori evolusioner tidak terbukti
karena tidak sesuai dengan kenyataan. Teori ini lebih melihat bahwa
masyarakat bergerak dari tahap evolusi tetapi proses tersebut dilihat secara
multilinear artinya bahwa perubahan dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Meskipun ada kesamaan dengan teori yang sebelumnya tetapi tidak semua
masyarakat berubah dalam arah dan kecepatan yang sama. Tokoh teori ini
antara lain adalah Gerhard Lenski, yang menyatakan bahwa masyarakat
bergerak dalam serangkaian bentuk masyarakat seperti berburu, bercocok

14
tanam, bertani dan masyarakat industri berdasarkan bagaimana cara mereka
memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dalam mempelajari konsep dari
Lensky maka perlu juga mempelajari konsep kunci dalam pernyataan
Lenski yaitu adanya continuity, inovation dan extinction. Ketiga elemen
tersebut mengarah pada adanya keberagaman dan kemajuan di mana
masyarakat menjadi semakin beragam selagi proses differensiasi terjadi dan
kemajuan terjadi tidak hanya karena kondisi hidup yang semakin membaik
tetapi juga pada perkembangan teknologi. Ketiga elemen tersebut di atas
dapat dirinci sebagai berikut:
a. Keberlanjutan atau continuity mengacu pada kenyataan bahwa
meskipun masyarakat itu mengalami perubahan tetapi tetap ada unsur-
unsur di dalamnya yang tidak berubah, misalnya peraturan lalu lintas,
sistem kalender serta sistem abjad. Unsur-unsur itu tidak berubah karena
sangat berguna dan menjawab kebutuhan semua lapisan masyarakat.
b. Sedangkan inovasi dihasilkan dari penemuan-penemuan maupun proses
difusi dari budaya lain. Masing-masing masyarakat akan mempunyai
tingkat inovasi yang berbeda-beda tergantung pada: seberapa banyak
orang yang dapat menghasilkan inovasi, seberapa banyak orang yang
menyebarkan inovasi tersebut, seberapa penting inovasi itu bagi
masyarakat yang bersangkutan serta apakah masyarakat tersebut mau
menerima ide-ide baru itu.
c. Sedangkan kepunahan atau extinction berarti menghilangnya
kebudayaan atau masyarakat itu sendiri.
4. Teori Fungsional, salah satu tokoh dari teori fungsional ini adalah Talcott
Parson. Ia melihat bahwa masyarakat seperti layaknya organ tubuh manusia,
di mana seperti tubuh yang terdiri dari berbagai organ yang saling
berhubungan satu sama lain maka masyarakat pun mempunyai lembaga-
lembaga atau bagian-bagian yang saling berhubungan dan tergantung satu
sama lain. Parson menggunakan istilah sistem untuk menggambarkan
adanya koordinasi yang harmonis antar bagian. Selain itu karena organ
tubuh mempunyai fungsinya masing-masing maka seperti itu pula lembaga

15
di masyarakat yang melaksanakan tugasnya masing-masing untuk tetap
menjaga stabilitas dalam masyarakat.
5. Teori Konflik, teori konflik sebenarnya tidak mempunyai penjelasan yang
khusus membahas tentang perubahan sosial. Menurut teori ini konflik akan
muncul ketika masyarakat terbelah menjadi dua kelompok besar yaitu yang
berkuasa (bourjuis) dan yang dikuasai (proletar). Hasil dari pertentangan
antar kelas tersebut akan membentuk suatu revolusi dan memunculkan
masyarakat tanpa kelas, maka pada kondisi tersebut terjadilah apa yang
disebut dengan perubahan sosial. Karena konflik di masyarakat itu selalu
muncul terus menerus maka perubahan akan terus pula terjadi. Setiap
perubahan akan menunjukkan keberhasilan kelas sosial tertentu dalam
memaksakan kehendaknya terhadap kelas sosial lainnya. Ralf Dahrendorf,
sebagai salah satu tokoh dalam teori konflik, percaya bahwa dalam setiap
masyarakat beberapa anggotanya akan menjadi korban pemaksaan oleh
anggota yang lainnya. Artinya bahwa konflik kelas merupakan sesuatu yang
tidak dapat dihindari sehingga perubahan sosial sebagai dampak dari konflik
itu juga tidak terelakkan pula. Dahrendorf menyatakan pula bahwa ia
percaya jika perkembangan masyarakat, kreativitas dan inovasi muncul
terutama dari konflik antar kelompok maupun individu.18

D. Subtansi Perubahan Sosial


Perubahan sosial di suatu masyarakat muslim biasanya ditunjukkan
dengan berkembangnya peradaban di masyarakat muslim tersebut. Jadi bisa
diambil konklusi bahwa substansi perubahan sosial tersebut adalah munculnya
peradaban Islam yang kuat. Menurut Ibn Khaldun diantara tanda wujudnya
peradaban adalah berkembangnya ilmu pengetahuan seperti fisika, kimia,
geometri, aritmetik, astronomi, optic, kedokteran dsb. Bahkan maju mundurnya
suatu peradaban tergantung atau berkaitan dengan maju mundurnya ilmu

18
Bagja Waluya, Sosiologi : Menyalami Fenomena Sosial di Masyarakat untuk Kelas X
Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah, (Bandung : Penerbit PT. Setia Purna Inves. 2007).
hlm56-58.

16
pengetahuan. Jadi substansi peradaban yang terpenting dalam teori Ibn Khaldun
adalah ilmu pengetahuan. Namun ilmu pengetahuan tidak mungkin hidup tanpa
adanya komunitas yang aktif mengembangkannya. Karena itu suatu peradaban
atau suatu harus dimulai dari suatu “komunitas kecil” dan ketika komunitas itu
membesar maka akan lahir komunitas besar. Komunitas itu biasanya muncul di
perkotaan atau bahkan membentuk suatu kota. Dari kota itulah akan terbentuk
masyarakat yang memiliki berbagai kegiatan kehidupan yang daripadanya
timbul suatu sistem kemasyarakat dan akhirnya lahirlah suatu Negara.19

E. Kontribusi dan Peranan Pendidikan Islam Terhadap Perubahan Sosial


Pendidikan merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup
manusia dalam segala aspek kehidupannya. Sedang pendidikan Islam adalah
pendidikan dengan menggunakan ajaran-ajaran agama Islam yang berbentuk
pengajaran atau bimbingan pada peserta didik agar kelak mampu memahami
dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam serta mampu menjadikan ajaran
Islam sebagai suatu pandangan hidup untuk keselamatan dan kesejahteraan
hidup dan di akhirat kelak.
Perubahan sosial merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari dan
pendidikan adalah aspek kehidupan yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat
yang juga tidak dapat dipisahkan dari perubahan sosial. Perubahan dalam
masyarakat memang sudah ada sejak dulu. Namun, dewasa ini perubahan-
perubahan tersebut berjalan dengan cepat yang menyebabkan banyak manusia
bingung dalam menghadapinya. Telah menjadi hukum alam, bahwa masyarakat
memiliki perbedaan dalam mengadopsi setiap perubahan atau inovasi baru,
yaitu ada yang cepat sampai lambat tergantung pada faktor seperti variasi
pengetahuan, cara berpikir, sikap, pengalaman, dan lain-lain. Perbedaan ini
dapat menghasilkan kesenjangan tata nilai di dalam masyarakat. Pada era
teknologi suatu masyarakat akan tertinggal apabila tidak menerapkan teknologi
di kehidupan mereka.

19
Bustami A. Ghani dan Djohar Bahry, Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1993), hlm.79.

17
Jadi dapat dikatakan dimensi tuntutan kualitas masa kini dan masa
depan maupun dari kondisi pendidikan semakin kompleks dan
multidimensional. Maka, pendidikan telah seharusnya memberi kesempatan
anak untuk mengaktualisasikan diridalam kondisi yang terkontrol baik di rumah
maupun sekolah untuk menyeimbangi kondisi yang tidak terkontrol akibat
perubahan yang begitu cepat. Dalam hal ini peran orang tua dan pendidikan
sangatlah besar guna menghindari pemudaran nilai-nilai budaya bangsa
terhadap generasi masa depan. Pendidikan sebagai agen perubahan sosial
keterlibatannya tidak hanya sekedar hanyut dalam dinamika perubahan, namun
juga harus terlibat dalam arus perubahan dengan kreativitas sebagai indikator
yang perlu dikembangkan. Sedangkan hubungan antar pendidikan dengan
masyarakat adalah hubungan timbal balik dan bersifat diakletis. Maksudnya
perubahan masyarakat akan membawa perubahan pendidikan maupun
sebaliknya.20
Islam merupakan agama yang turun untuk menjadi rahmat bagi
seluruh alam semesta yang sangat memperhatikan masyarakat dan melalui
pendidikan sebagai cara yang efektif untuk membangun umat. Dalam Islam,
perubahan masyarakat untuk membangun umat sangatlah penting dengan
diperlukannya tekad dan upaya untuk berubah dari umat atau masyarakat itu
sendiri sebagaimana firman Allah SWT. dalam surat Ar-Ra’d ayat 11.
... ‫ إِ َّن َّّللاَ الَ يُغَيِ ُر َمابِقَ ْلو ٍم َحتَّى يُغَيِ ُر ْوا َمابِا َ ْنفُ ِس ِه ْم‬...
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum
sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri.”
Oleh karena itu ada 2 hal yang perlu diperhatikan manusia dalam
melakukan perubahan:
1. Mampu membangun kecerdasan dan memperluas wawasan manusia
sebagai makhluk hidup yang paling istimewa untuk memperdayakan alam
dan sesama manusia dalam rangka membangun peradaban.

20
Miftahul Huda, “Peran Pendidikan Islam Terhadap Perubahan Sosial”, (Jawa Tengah:
Edukasia: Jurnal Pendidikan Islam Vol. 10, No 1, Februari 2015), hlm.182-183.

18
2. Membangun etos kerja dengan tujuan untuk menuju kepada perubahan
sosial yang signifikan karena, etos kerja merupakan pendorong bagi
manusia untuk melakukan perubahan.
Dalam benyaknya perubahan yang terjadi tentu memberikan efek
positif dan negatif bagi masyarakat terlebih dalam hal ini adalah peserta didik.
Peranan pendidikan Islam di sini adalah sebagai filter bagi segala perubahan
yang ada dengan pembentukan akhlak dan kepribadian yang baik. Sehingga
dengan akhlak dan kepribadian yang baik itu, siswa dapat mengikuti perubahan
dengan kreativitas yang di dukung oleh sekolah namun tetap tidak terjerumus
ke dalam hal yang buruk seperti hilangnya moral dan nilai budaya kebangsaan.
Sesuai dengan tujuan dari pendidikan Islam itu sendiri yaitu untuk membentuk
pribadi manusia yang mencerminkan ajaran Islam dan bertakwa kepada Allah
SWT. dengan terwujudnya manusia yang insan kamil dan akhlakul karimah.
Jadi pendidikan Islam berusaha melakukan pembentukan karakter yaitu
menunbuhkan karakter dari yang kurang baik menjadi lebih baik, sehingga
terwujud kepribadian mulia sesuai dengan etika-etika yang terdapat dalam Al-
Qur’an. Seperti dalam firman Allah SWT. QS. An-Nahl: 90 yang berbunyi:
ُ ‫شآء َو ْال ُم ْنك َِر َو ْالبَ ْغي ِ يَ ِع‬
‫ظ ُك ْم‬ ِ ْ‫عنِ ْالفَح‬
َ ‫ان َو ِإيْتآئْ ذ ِْالقُ ْربَى َويَ ْن َهى‬
ِ ‫س‬ ِ ْ ‫ِإ َّن َّّللاَ يَأ ْ ُم ُر ِب ْال َع ْد ِل َو‬
َ ْ‫اال ح‬
َ‫َل َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّك ُر ْون‬
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan)
perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”
Dalam Pendidikan Islam, guru mendorong siswa untuk berperilaku
baik dalam kehidupan sehari-hari. Guru memberikan pengetahuan tentang
akidah yang benar sebagai dasar utama dalam penanaman akhlak dan pondasi
bagi ilmu pengetahuan lainnya yang mengantarkan terbentuknya siswa yang
berkepribadian agamis serta berpengetahuam tinggi. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa pendidikan Islam adalah sebagai pilar pendidikan karakter
yang utama, yang mengajarkan akidah sebagai dasar keagamaan, Al-Quran
Hadits sebagai pedoman hidup, fiqih sebagai rambu hukum beribadah, sejarah

19
Islam sebagai suri tauladan, dan akhlak sebagai pedoman berperilaku dalam
kehidupan yang kesemuanya itu berperan dalam perubahan sosial maupun
dalam mengatasi priblematika yang timbul dari adanya perubahan sosial.21

21
https://www.kompasiana.com/andriapramestiregitacahyani2608/5db384880d82302d7d4701e2/pe
ranan-pendidikan-islam-dalam-mengatasi-problematika-dan-perubahan-sosial-remaja. Diakses
pada tanggal 25 Oktober 2020 pukul 13:45.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perubahan sosial merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari.
Pendidikan sebagai aspek kehidupan yang tidak bisa dipisahkan dari
masyarakat, juga harus terlibat dalam arus perubahan tersebut. Keterlibatannya
tidak hanya terbatas pada kemampuannya untuk mengadakan penyesuaian diri
terhadap perubahan, tetapi bagaimana supaya pendidikan merupakan agen
perubahan sosial. Islam mengajarkan dalam hidup dan segala aspeknya
termasuk dalam mengelola pendidikan dan melakukan perubahan sosial harus
diniatkan sebagai pengabdian kepada Allah.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 1991. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.


Brookover, Wilbur B. 1995. Sociological Education. New York: American
Book Company.
Daradjat, Zakiyah dkk. 2014. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Ghani, Bustami A. dan Djohar Bahry. 1993. Dasar Pokok Pendidikan Islam.
Jakarta: Bulan Bintang.
Gunawan, Ary H. 2000. Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi
tentang Pelbagai Problem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hasbullah. 2011. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Huda, Miftahul. 2015. “Peran Pendidikan Islam Terhadap Perubahan
Sosial”, (Jawa Tengah: Edukasia: Jurnal Pendidikan Islam Vol. 10, No 1, Februari.
Lawang, Robert M.Z. 1985. Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi Modul
4–6. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Terbuka.
Majah, Ibnu. 207- 275 H. Sunan Ibnu Majah Jilid I. Beirut: Dar al-Fikri.
Maksum, Ali. 2013. Sosiologi Pendidikan. Malang: UIN Sunan Ampel.
Minarti, Sri. 2013. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.
Nizar, Samsul. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
“Peranan Pendidikan Islam dalam Mengatasi Problematika dan Perubahan
Sosial Remaja. kompasiana.com. 25 Oktober 2020
<https://www.kompasiana.com/andriapramestiregitacahyani2608/5db384880d823
02d7d4701e2/peranan-pendidikan-islam-dalam-mengatasi-problematika-dan-
perubahan-sosial-remaja>.
Suwarno. 1988. Pengantar Umum Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Syukur, Fatah. 2012. Sejarah Pendidikan Islam. Semarang: Pustaka Rizki
Putra.
Uhbiyati, Nur dan Abu Ahmadi. 1997. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung:
CV. Pustaka Setia.

22
Waluya, Bagja. 2007. Sosiologi : Menyalami Fenomena Sosial di
Masyarakat untuk Kelas X Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Bandung :
Penerbit PT. Setia Purna Inves.

23

Anda mungkin juga menyukai