Anda di halaman 1dari 26

PENDIDIKAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah: Isu-isu Kontemporer Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Muhammad Mufid, M.Pd.I

Disusun Oleh:

1. Ryan Deriansyah (2119260)


2. Achmad Munif (2119261)
3. Nafsiyah (2119256)
4. Ayu Nursyarifah Khaerunnisa (2119287)

KELAS D
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subahanahu Wa Ta’ala yang


telah memberikan berkat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas makalah yang berjudul “Pendidikan Gender Dalam Pendidikan Islam”
tepat pada waktunya. Tak lupa pula salawat serta salam semoga tercurah kepada
junjungan kita baginda Nabi Muhammad Salallahu ’Alaihi Wassalam. Semoga
kita termasuk umatnya yang mendapat syafa’at di akhirat nanti.

Ucapan terimakasih kami tujukan kepada bapak Muhammad Mufid, M.Pd.I


Selaku dosen mata kuliah Isu-isu Kontemporer Pendidikan Islam atas tugas yang
telah diberikan sehingga menambah wawasan penulis tentang ilmu tersebut. Dan
kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini, Semoga bantuan
dari berbagai pihak terkait mendapat balasan dari Allah Subahanahu Wa Ta’ala
dengan pahala yang berlipat ganda, aamiin.

Makalah ini tentu tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena
itu, penulis dengan senang hati menerima saran dan kritik konstruktif dari
pembaca guna penyempurnaan penulisan makalah ini. Akhirnya, semoga makalah
ini menambah khasanah keilmuan dan bermanfaat bagi mahasiswa. Aamiin yaa
robbal ‘alamin.

Pekalongan, 16 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................1
C. Tujuan Penulisan........................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................2
PEMBAHASAN.....................................................................................................2
A. Islam Dinamis dan Makna Kearifan Lokal................................................2
B. Kajian Tentang Nilai dan Budaya Pendidikan Islam.................................5
C. Kontekstualisasi Islam dalam Menyikapi Kearifan Lokal dan Akulturasi
Pendidikan Islam........................................................................................9
BAB III..................................................................................................................10
PENUTUP.............................................................................................................10
A. Kesimpulan..............................................................................................10
B. Saran........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Sebagai struktur budaya dan sosial, gender memberi makna pada


peran laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Adanya makna pada laki-
laki dan perempuan tersebut, kemudian masyarakat membagi tugas atau peran
antara laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, pembagian peran tersebut
sebenarnya tidak didasarkan pada prinsip kesetaraan dan keadilan, yaitu laki-
laki dan perempuan menikmati hak dan kewajiban yang sama sebagai
manusia. Melainkan, pembagian peran antara laki-laki dan perempuan lebih
didasarkan pada budaya yang menekankan dominasi laki-laki.

Al-Qur'an adalah kitab suci pertama yang memberikan wanita


martabat manusia ketika mereka disalahgunakan oleh peradaban besar seperti
Byzantium dan Sassanids. Al-Qura’an memberi wanita banyak hak dalam
pernikahan, perceraian, kekayaan, warisan, serta berbagai hal lainnya.
Periode Nabi Salallahu'Alaihi Wassalam adalah waktu yang ideal untuk
kehidupan wanita. Mereka bebas untuk berpartisipasi dalam kehidupan publik
tanpa dibedakan dari laki-laki. 1 Jika ada perlakuan tidak adil terhadap
perempuan atas nama Islam, atau tuduhan ketidakadilan gender dalam ajaran
Islam, maka pemahaman, perlakuan, dan tuduhan ini perlu dipertanyakan.

Mengenai pendidikan Islam, secara sederhana dapat diartikan sebagai


pendidikan berdasarkan nilai-nilai Islam yang dijelaskan dalam Al-Qur'an
dan Hadits, tidak boleh terpengaruh oleh prinsip ketidakadilan dalam segala
aspek, termasuk ketidakadilan gender. Dengan kata lain, konsep-konsep
pendidikan Islam yang sebenarnya mengandung nilai-nilai universal seperti
keadilan, kemanusiaan, keterbukaan, dan dinamika, yang sejalan dengan sifat
dan tujuan ajaran Islam otentik Nabi Salallahu ‘Alaihi Wassalam.
1
Agus Nuryanto, Islam, Teologi Pembebasan dan Kesetaraan Gender, (Jogjakarta: UII
Press, 2001), hal. 61.

1
Keaslian ajaran Islam ditandai dengan kelengkapan (holistik),
keadilan, dan keseimbangan. Jika masa Nabi Salallahu'Alaihi Wassalam
adalah waktu yang paling ideal bagi kehidupan perempuan, dimana mereka
dapat berpartisipasi dalam kehidupan publik secara bebas tanpa dipengaruhi
oleh laki-laki, maka dalam filsafat pendidikan Islam berdasarkan Al-Qur'an
dan Hadis seharusnya tidak menemukan ketidaksetaraan gender dan
perlakuan diskriminatif terhadap perempuan. Menurut Islam, semua orang,
laki-laki dan perempuan, memiliki hak dan kewajiban yang sama dan
seimbang, termasuk hak dan kesempatan untuk memperoleh dan mengenyam
pendidikan. Persoalan ini sangat kontradiktif jika dibandingkan dengan
anggapan sebagian masyarakat yang berpendapat bahwa ajaran Islam serta
pendidikan Islam banyak dihiasidengan ketidakadilan terhadap gender dan
perlakuan diskriminatif kepada perempuan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Itu Gender?
2. Bagaimana Konsep Gender dalam Prespektif Islam ?
3. Bagaimana Kesetaraan Gender Dalam Al Qur’an ?
4. Bagaimana Gender Dalam Pendidikan Islam? 

C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan pengertian gender.
2. Menjelaskan tentang konsep gender dalam prespektif Islam.
3. Menjelaskan kesetaraan gender dalam pandangan islam.
4. Menjelaskan gender dalam pendidikan Islam.

BAB II
PEMBAHASAN

2
A. Pengertian Gender
Kata gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti “jenis kelamin”. 2
Dalam Webster’s New World Dictionary, gender didefinisikan sebagai
perbedaan nyata dalam nilai dan perilaku antara pria dan wanita. 3 Kata gender
mengacu pada jenis kelamin, sex, atau yang disebut al-jins dalam bahasa
Arab, jadi jika seseorang menyebut gender, itu berarti jenis kelamin. Kata ini
masih tergolong kosakata baru dan sudah masuk dalam kosakata bahasa
Indonesia.Istilah ini telah menjadi sangat umum dalam beberapa dekade
terakhir.

Feminis dan pengamat perempuan telah mengemukakan istilah gender


ini secara luas. Robert Stoller adalah orang yang awal-awalmemperkenalkan
istilah gender ini untuk memisahkan definisi karakteristik manusia
berdasarkan esensi sosiokultural dari definisi yang berasal dari karakteristik
biofisik. Gender oleh Stoller didefinisikan menjadi suatu konstruksi sosial
atau simbol yang dikenakan pada manusia oleh suatu kebudayaan
manusia.4“Women’s Studies Encyclopedia” menjelaskan bahwa gender adalah
konsep budaya yang bertujuan untuk membedakan antara laki-laki dan
perempuan dalam perkembangan sosial dalam hal peran, perilaku, mentalitas,
dan karakteristik emosional. 5 Julia Cleves Musse mendefinisikan gender
dalam bukunya "Half the World, Half a Chance " sebagai karakter yang dapat
dibandingkan dengan kostum dan topeng dalam sebuah pertunjukan sehingga
orang lain dapat mengidentifikasi apakah kita perempuan atau laki-laki. 6

2
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia,
1983), hal. 265.
3
Victoria Neufelt, Websters New World Dictionary, (New York: Websters New World
Clevenlan, 1984), hal. 561.
4
Riant Nugroho, Gender dan Strategi Pengarus-Utamaannya di Indonesia,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hal. 2-3.
5
Helen Tiemey, (ed). tt., Women’s Studies Encyclopedia, vol. I, (New York: Green
Wood Press, 1989), hal. 153.
6
Julia Cleves Mosse, Half the World, Half a Chance: an Introduction to Gender and
Development, terjemahan Hartian Silawati dengan judul Gender dan Pembangunan, cet. I,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 3.

3
Suke Silverius memahami gender sebagai pola hubungan antara laki-
laki dan perempuan, digunakan untuk menunjukkan alat sosial dalam konteks
serangkaian hubungan dalam memverifikasi dan memelihara tatanan sosial.
Ivan Illich mendefinisikan gender dalam hal lokasi, waktu, alat, tugas, bentuk
ucapan, perilaku, dan konsep yang berkaitan dengan perempuan dalam
budaya sosial. Zaitunah Subhan mengatakan bahwa gender merupakan
konsep analitis yang digunakan untuk menjelaskan perbedaan antara laki-laki
dan perempuan berdasarkan konstruksi sosial dan budaya. 7

Nasaruddin Umar mengajukan pemahaman yang lebih spesifik dan


operasional bahwa gender adalah konsep budaya yang digunakan untuk
mengetahui perbedaan peran, perilaku, dan aspek lain antara laki-laki dan
perempuan yang berkembang dalam masyarakat berbasis rekayasa
sosial.8Kata gender belum termasuk dalam harta karun kamus bahasa
Indonesia, tetapi sudah banyak digunakan, terutama di Kantor Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan. Gender diartikan sebagai interpretasi
psikologis dan kultural dari perbedaan gender, yaitu laki-laki dan
perempuan.9 Gender biasanya digunakan untuk menunjukkan bahwa laki-laki
dan perempuan dianggap sebagai pembagian kerja yang tetap.

Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gender adalah


konsep budaya yang digunakan untuk mengidentifikasi peran, hubungan,
atribut, tingkatan, karakteristik, dan perbedaan antara laki-laki dan
perempuan. Dalam pengertian ini gender adalah proyek masyarakat
(konstruksi sosial), bukan hal yang wajar. Konsep kesetaraan gender
merupakan konsep analitis yang digunakan untuk mengidentifikasi peran,
hubungan, atribut, tingkatan, karakteristik dan perbedaan antara laki-laki dan
7
Siti Ruhaini Dzuhayatin, Gender dalam Persfektif Islam:Studi terhadap Hal-hal yang
Menguatkan dan Melemahkan Gender dalam Islam, dalam Mansour Fakih et al, Membincang
Feminisme: Diskursus Gender Perspektif Islam, cet. I, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), hal.
23.
8
Nasaruddin Umar, Perspektif Gender dalam Islam, jurnal Paramadina, Vol. I. No. 1,
Juli–Desember, (Jakarta: Paramadina, 1998), hal. 99.
9
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Buku III: Pengantar Teknik Analisa
Jender, (1992), hal. 3.

4
perempuan dalam rangka menempatkan posisi yang setara antara laki-laki
dan perempuan untuk menciptakan tatanan sosial yang lebih setara.

Oleh karena itu, konsep kesetaraan gender dapat digolongkan sebagai


alat operasional untuk mengukur (measure) persoalan laki-laki dan
perempuan, terutama persoalan yang berkaitan dengan pembagian peran
dalam kehidupan masyarakat. Konsep kesetaraan gender tidak hanya untuk
perempuan, tetapi juga untuk laki-laki. Namun, perempuan dianggap
terpinggirkan, sehingga perempuan lebih menonjol dalam pembahasan upaya
mengejar kesetaraan gender dalam peran sosial khususnya dalam bidang
pendidikan, karena bidang ini diharapkan dapat mendorong perubahan dalam
kerangka berpikir, bertindak, bermain peran, dan berbagai bagian perilaku.
kehidupan sosial.

Ketika ternyata ketidakadilan yang dialami perempuan dalam


masyarakat berakar pada pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan
dalam masyarakat, maka harus dilakukan upaya untuk menciptakan
kesetaraan dan keadilan gender. Jika hal ini tidak dilakukan, proses degradasi
dalam masyarakat akan terus berlanjut. Salah satu tugas yang perlu
ditekankan adalah bagaimana menyadarkan masyarakat akan pentingnya
kesetaraan dan keadilan gender sebagai salah satu faktor penting dalam
pembentukan tatanan masyarakat madani, yaitu masyarakat yang adil dan
manusiawi.10

B. Konsep Gender Dalam Prespektif Islam


Persepsi masyarakat tentang peran laki-laki dan perempuan terbentuk
melalui proses internalisasi budaya laki-laki. Oleh karena itu, perspektif
gender tidak terlepas dari dominasi budaya laki-laki, bahkan dominasi budaya
laki-laki tidak hanya mempengaruhi perilaku masyarakat, tetapi juga

10
Arifin Tobroni, dkk.,Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, HAM, Civil Society,
dan Multikulturalisme, (Malang: Pusat Studi Agama, Politik, dan Masyarakat (PuSAPoM),
2007), hal. 228.

5
interpretasi teks-teks agama (Al-Qur'an dan Hadits, terutama yang berkaitan
dengan gender yang berkaitan dengan kebudayaan laki-laki. Hal ini sering
menyebabkan kontroversi agama digunakan sebagai alasan untuk menolak
kesetaraan gender. Persoalan tersebut sering menjadikan dalil-dalil dalam
agama sebagai tameng pembenaran untuk menentang kesetaraan gender. 11

Akibat lain yang tidak kalah pentingnya adalah munculnya asumsi dan
tudingan dari partai politik yang tidak menyukai Islam atau memiliki
pemahaman Islam yang dangkal, yang meyakini bahwa ajaran Islam penuh
dengan ketidakadilan, terutama masalah yang berkaitan dengan masalah
gender, seperti masalah poligami, masalah waris, dan persoalan lainnya yang
sering sekali dipermasalahkan.

Salah satu tema utama Islam adalah kesetaraan antara manusia, apakah
itu laki-laki atau perempuan, maupun kelompok ras atau keturunan. Al-
Qur'an tidak membedakan derajat kemuliaan manusia berdasarkan semua itu,
tetapi tingkat kemuliaan manusia diukur dengan tingkat ketakwaan dan nilai
penghambaan diri kepada Allah Subanahu Wa Ta’ala. Mengenai status
perempuan di mata Islam, tidak seperti yang diduga dan diamalkan oleh
sebagian masyarakat, juga tidak seperti yang diklaim oleh mereka yang tidak
menyukai Islam. Dalam ajaran Islam sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-
Quran justru memberikan perhatian, penghormatan bahkan memuliakan
perempuan sebagaimana memuliakan laki-laki.Allah Subahanahu Wa Ta’ala
telah berfirman:   

ّ ‫يا أيّها النّاس اتّقوا ربّكم الّذى خلقكم ّمن نفس ّواحدة ّو خلق منها زوجها‬
‫وبث منهما‬
‫رجاال كثيرا ّو نسآء ّو اتّقوا هللا الّذى تسآءلون به و األرحام انّ هللا كان عليكم ّرقيبا‬

“Hai manusia, bertakwalah kamu sekalian kepada Tuhanmu yang telah


menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan
isterinya dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan
11
Arifin Tobroni, dkk.,Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, …, hal. 238.

6
perempuan yang banyak, dan bertakwalah kamu sekalian kepada Allah yang
dengan (mempergunakan) namanya kamu sekalian saling meminta satu sama
lain, dan peliharalah hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah senantiasa
menjaga dan mengawasi kamu sekalian (Q.S. An-Nisaayat 1).

‫رمكم‬dd‫ارفوآ إنّ أك‬dd‫اءل لتع‬dd‫عوبا ّو قب‬dd‫يا ايّها النّاس إنّا خلقناكم ّمن ذكر ّو أنثى وجعلناكم ش‬
 ‫ إنّ هللا عليم خبير‬d‫عند هللا أتقاكم‬

“Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu sekalian


dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami telah
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu sekalian
saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu sekalian di
sisi Allah adalah yang paling taqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujurat ayat 13).

‫رهم‬d‫ة ّو لنجينّهم أج‬d‫وة طيّب‬d‫ه حي‬dّ‫ؤمن فلنحيين‬d‫و م‬d‫ثى وه‬d‫ر أو أن‬d‫الحا من ذك‬d‫من عمل ص‬
 ‫بأحسن ما كانوا يعملون‬

“Barang siapa mengerjakan amal shalih, baik laki-laki ataupun


perempuan, sedangkan dia adalah orang yang beriman, maka sungguh akan
kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sungguh akan kami balasi
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan.”  (Q.S. An-Nahl 97)

Ayat-ayat tersebut di atas menegaskan bahwa Islam (al-Qur’an)


menolak pandangan-pandangan yang membeda-bedakan laki-laki dan
perempuan. Keduanya (laki-laki maupun perempuan) berasal dari jenis yang
sama (jenis manusia), memiliki peluang dan kesempatan yang sama untuk
memperoleh kebahagiaan dan kemuliaan. Allah menjadikan mereka (manusia)
beraneka ragam suku dan bangsa agar saling mengenal satu sama lain untuk

7
berkasih sayang dan saling memuliakan, bukan untuk saling menghinakan dan
saling merendahkan. Tanpa membedakan  jenis kelamin, suku, bangsa, warna
kulit dan sebagainya Allah menjanjikan kehidupan yang baik
(kebahagiaan/kemuliaan) bagi siapa saja yang beriman dan bertakwa
kepadaNya. Jenis kelamin laki-laki atau perempuan tidaklah menjadi ukuran
kemuliaan, akan tetapi iman dan takwa itulah yang menjadi ukuran kemuliaan
yang sebenarnya.
Ayat-ayat di atas menegaskan bahwa Islam (Al-Qur'an) menolak
pandangan yang mendiskriminasi laki-laki dan perempuan. Keduanya (laki-
laki dan perempuan) berasal dari jenis yang sama (jenis manusia), dan
memiliki kesempatan dan kesempatan yang sama untuk kebahagiaan dan
kemuliaan. Allah menjadikan semua suku dan bangsa (manusia) saling
mengenal untuk saling mencintai dan menghormati, bukan saling menghina
dan merendahkan. Tanpa memandang jenis kelamin, ras, suku, warna kulit,
dll, Allah menjanjikan kehidupan (kebahagiaan/kehormatan) yang baik bagi
siapa saja yang beriman dan menghormati-Nya. Jenis kelamin laki-laki atau
perempuan bukanlah ukuran kemuliaan, tetapi iman dan takwa adalah ukuran
kemuliaan sejati.
Allah tidak akan membiarkan hamba-hamba-Nya melakukan tugas-
tugas di luar kemampuannya. Kesetaraan gender dalam Islam bukanlah
kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam segala hal. Ada perbedaan
pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam ajaran Islam, bukan
untuk merendahkan martabat perempuan sama sekali, melainkan untuk
membagi kerja secara proporsional, justru untuk mempercantik perempuan.
Menurut kodratnya, pria dan wanita dilahirkan dengan struktur dan kekuatan
anatomi yang berbeda. Beberapa pekerjaan hanya bisa dilakukan oleh wanita,
sementara yang lain hanya cocok untuk pria. Hamil, menyusui, dan
melahirkan tentu saja hanya bisa dilakukan oleh wanita, dan pekerjaan berat
yang membutuhkan kekuatan fisik (otot) tentu tidak tepat jika dilakukan oleh
wanita. Kalaupun ada pekerjaan fisik yang bisa dilakukan perempuan,
tentunya harus disesuaikan dengan kemampuannya sendiri.

8
Pada dasarnya perempuan boleh melakukan pekerjaan apa saja asalkan
bisa, tetapi jika perempuan atau bahkan laki-laki harus melakukan pekerjaan
di luar kemampuannya, hal ini tentu saja melanggar asas keadilan. Oleh
karena itu, laki-laki dan perempuan ditakdirkan untuk berpasangan atas dasar
kesetaraan, duduk di ketinggian yang sama, saling melengkapi, berdasarkan
prinsip keadilan, bukan konfrontasi dan sikap. , laki-laki Tingkat perempuan
tidak melebihi perempuan, dan sebaliknya.
Kesalahpahaman dalam memahami doktrin gender dalam Islam antara
lain karena orang tersebut tidak menempatkan isu gender dalam Islam sebagai
suatu sistem, tetapi menganggap isu gender sebagai aspek ajaran Islam,
terpisah dari aspek ajaran Islam lainnya.
Jika Anda ingin menilai ajaran Islam, Anda harus memandang Islam
sebagai sebuah sistem. Seseorang tidak boleh menilai Islam berdasarkan
aspek-aspek tertentu yang terpisah dari sistem. Ini tidak masuk akal secara
akademis.12 Misalnya, mengenai pembagian harta warisan yang secara jelas
diatur dalam Al-Qur'an, anak laki-laki mendapat bagian yang lebih besar,
yaitu dua kali lipat dari anak perempuan. Melihat hal ini, orang langsung
berkesimpulan bahwa ajaran Islam tidak adil. Kesimpulan ini tidak valid
karena terdapat kesalahan epistemologis. Hal yang sama berlaku untuk
poligami atau masalah terkait gender lainnya. Oleh karena itu, jika Alkitab
mengatakan bahwa ada ketidakadilan dalam Quran, maka Anda harus
membaca ulang dan mencoba untuk memahami Quran sepenuhnya. Jika
setelah dilakukan penelaahan ulang masih juga ada rasa ketidakadilan, bisa jadi
kesalahan yang terjadi ada pada persepsi manusia dalam memahami sebuah
konsep keadilan.

C. Kesetaraan Gender dalam Al-Quran


Ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits Nabi yang merupakan sumber utama
ajaran Islam memiliki nilai-nilai universal yang menjadi pedoman hidup

12
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008),
hal. 147.

9
manusia, masa lalu, masa kini, dan masa depan. Nilai-nilai tersebut antara lain
nilai kemanusiaan, keadilan, kemandirian, kesetaraan, dll. Mengenai nilai-nilai
keadilan dan kesetaraan, Islam tidak pernah mentolerir perbedaan antar
manusia atau perlakuan diskriminatif.Berikut adalah beberapa informasi
tentang kesetaraan gender dalam Al-Qur'an.
1. Apa yang Dimaksud dengan Istilah "Gender"?
Gender adalah opini atau keyakinan yang terbentuk secara sosial
tentang bagaimana seharusnya perempuan atau laki-laki berperilaku atau
berpikir.Misalnya, berpikir bahwa wanita ideal harus bisa memasak, pandai
merawat dirinya sendiri, dan lembut, atau berpikir bahwa wanita adalah
makhluk yang sensitif, emosional dan selalu menggunakan perasaan.
Di sisi lain, laki-laki sering digambarkan sebagai pemimpin, pelindung,
kepala keluarga, rasional, tegas, dll.Singkatnya, gender adalah istilah jenis
kelamin yang diciptakan oleh masyarakat, yang belum tentu benar.Misalnya,
seks adalah jenis kelamin biologis yang diciptakan Tuhan, wanita memiliki
vagina, payudara, dan rahim yang dapat melahirkan dan menyusui, sedangkan
pria memiliki jakun, penis, dan sperma, yang sudah ada sejak zaman dahulu.
2. Apakah Al-quran mengatur tentang kesetaraan Gender?
Tentu, yaitu terdapat dalam surat Al-Isra ayat 70 yang artinya, “Allah
Subhanahu Wa Ta'ala menciptakan manusia, yaitu laki-laki dan perempuan
dalam bentuk yang terbaik, posisi paling terhormat. Manusia juga diciptakan
mulia karena rasionalitas, perasaan, dan memeperoleh petunjuk.

Oleh karena itu Al-quran tidak mengenal pembedaan antara lelaki dan
perempuan karena dihadapan Allah Subahanahu Wa Ta’ala, lelaki dan
perempuan mempunya derajat dan kedudukan yang sama, dan yang
membedakan antara lelaki dan perempuan hanyalah dari segi biologisnya.
Berikut ini beberapadalil di dalam Al-Qur’an yang menerangkantrkait dengan
kesetaraan gender:
a. Tentang  hakikat penciptaan  lelaki  dan  perempuan

10
Surat Ar-rum ayat 21, surat An-nisa ayat 1, surat Hujurat ayat 13 yang
pada intinya berisi bahwa Allah Subahanahu Wa Ta’ala telah menciptakan
manusia berpasang-pasangan yaitu lelaki dan perempuan, agardalam menjalani
kehidupan dapat memeperolehketenangan, ketentraman, saling mencintai,
menyayangi dan mengasihi satu sama lain.Selain itu agar tercipta banyak
keturunan yang tersebar di muka bumi dan nantinya bisa saling mengenal satu
sama lain. Berbagai uraian ayat-ayat diatas memeberikan gambaran
bahwaterdapat keterkaitan antara lelaki dan perempuan, serta tidak terdapat
hal-hal yangmenunjukkan adanya keunggulan dari salah satu jenis atas jenis
lainnya.
b. Tentang kedudukan dan kesetaraan antara lelaki dan perempuan
Q.S. Ali-Imran ayat 195, Q.S. An-Nisa ayat 124, Q.S. An-Nahl ayat 97,
Q.S. At-Taubah ayat 71-72, serta Q.S. Al-Ahzab ayat 35. Ayat-ayat tersebut
memuat bahwa Allah Subahanahu Wa Ta’ala secara khusus menunjuk baik
kepada perempuan maupun lelaki untuk menegakkan nilai-nilai islam dengan
beriman, bertaqwa dan beramal. Allah Subahanahu Wa Ta’ala juga
memberikan peran dan tanggung jawab yang sama antara lelaki dan perempuan
dalam menjalankan kehidupan spiritualnya. Allah dalam hal memberikan
hukuman atas kesalahan manusia juga sama baik untuklaki-lakimaupun
perempuan. Intinya, kedudukan serta derajat antara laki-lakimaupun
perempuan dimata Allah Subahanahu Wa Ta’ala itu sama, yang membuatnya
berbeda hanya pada tingkat keimanan dan ketaqwaannya.
3. Apa Saja Prinsip Kesetaraan  Gender dalam Al-Qur’an?
Menurut Dr. Nasaruddin Umar pada "Jurnal Pemikiran Islam tentang
Pemberdayaan Perempuan" terdapat beberapa hal yangmemperlihatkan bahwa
prinsip-prinsip kesetaraan gender terdapatpada Qur’an, yakni:
a. Perempuan & Laki-laki Sama-sama Sebagai Hamba
Menurut Q.S. al-Zariyat (51:56), Dalam kapasitas menjadi hamba
tidakterdapatdisparitas antara pria &wanita . Keduanya memiliki potensi &
peluang yangsamauntuk mencapai taraf hamba ideal. Hamba ideal jika

11
dilihat dalam Qur’an biasa diistilahkan kepada orang-orang yang bertaqwa
(mutaqqun).
b. Perempuan & Laki-laki menjadi Khalifah di Bumi
Kapasitas insanmenjadi khalifah pada muka bumi (khalifah fi al’ard)
ditegaskan pada Q.S. al-An’am(6:165), &pada Q.S. al-Baqarah (2:30)
Dalam ke 2 ayat tersebut, kata ‘khalifah" tidak menunjuk kepadasatu jenis
kelamin tertentu, artinya, baik wanita ataupunpria memiliki tugas yang
sama yakni menjadi khalifah di muka bumi ini, yang nantinya akan
mempertanggungjawabkan tugas-tugas kekhalifahannya.13

D. Gender dalam Pendidikan Islam


1. Pengertian Pendidikan dan Pendidikan Islam      
Orang-orang yunani, kurang lebih 600 tahun Sebelum Masehi, sudah
menyatakan bahwa pendidikan adalahcara untuk membantu umat manusia agar
mampu memanusiakan manusia.14Seseorang bisa dikatakan sudah manjadi
manusiabilamempunyai sifat-sifat (nilai) humanisme seperti, mempunyai
kemampuan mengendalikan diri, mempunyai rasa cinta & kasih sayang,
mempunyai pengetahuan, & sebagainya.Dalam hal ini pendidikan bersifat
membantu atau menolong, bukan mencetak atau menjadikan.Hal demikian
lantarandalam diri manusia itu sesungguhnya sudahterdapat potensi-potensi
humanisme atau kemanusiaan yang butuh dikembangkan.
Pendidikan dilihatberdasarkan sudut psikososial (kejiwaan
kemasyarakatan), merupakan upaya menumbuhkembangkan potensi manusia
melalui proses interaksi interpersonal (interaksi antar pribadi) yang
berlangsung pada lingkungan masyarakatyang terorganisasi, khususnya
lingkup pendidikan dan keluarga.15
Berdasakan pada UU No. 20 Tahun 2003 mengenai Sisdiknas, pasal 1
ayat 1 pendidikan adalah: “Usaha sadar danterpolauntuk mewujudkan suasana
13
Nasaruddin Umar, "Qur’an untuk Perempuan", Jaringan Islam Liberal (JIL) &Teate,
(Jakarta Timur: Utan Kayu, 2002)
14
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, …, 2008), hal. 33.
15
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 36.

12
belajar dan proses pembelajaran, supayasiswameningkatkan potensi dirinya
agar mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, dan ketrampilan yangdibutuhkan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.” Adapun yang dimaksud akan pendidikan
Islam merupakan bimbingan atau pimpinan secara sadar seorang pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani siswa menuju terbentuknya
kepribadian yangutama.16
Dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, Ramayulis mengemukakan
pendapat al-Syaibani bahwa pendidikan Islam merupakan proses merubah
tingkah laku individu siswapada kehidupan personal, masyarakat, dan
lingkungan sekitarnya. Proses tadi dilakukan melalui pendidikan serta
pengajaranmenjadi suatu rangkaian aktivitas yang melekat menjadi suatu
kebiasaan dalam masyarakat.
Ramayulis dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam dengan
mengemukakan pendapat al-Syaibani menyatakan bahwa pendidikan Islam
adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan
pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan melalui
pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan profesi di antara
sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat17

Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk


umat Islam yang utuh, mengembangkan seluruh potensi manusia dalam bentuk
jasmani dan rohani, serta membina hubungan yang harmonis antara setiap
pribadi dengan Tuhan, umat manusia, dan alam semesta.Pendidikan Islam
bersumber dari pandangan Islam tentang manusia, sebagaimana dijelaskan
dalam Al-Qur'an, manusia adalah makhluk yang memiliki dua fungsi dan
sekaligus mengandung dua tugas pokok.Fungsi pertama adalah bahwa manusia
bertindak sebagai agen Tuhan di bumi, yang berarti bahwa manusia diberi misi

16
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif,
1989), hal. 19.
17
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia,
2009), hal. 88.

13
untuk memelihara, merawat, menggunakan dan melindungi alam
semesta.Fungsi kedua adalah bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan dan
ditugaskan untuk beribadah dan mengabdi kepada-Nya.Selain itu, manusia
adalah makhluk yang memiliki potensi jasmani dan rohani.Kedua potensi
tersebut perlu dikembangkan agar dapat menjalankan tanggung jawab hidup
manusia ke arah yang lebih baik dan lebih sempurna.

2. Kesetaraan Gender dalam Pendidikan Islam


Pada tataran konseptual yang mengacu langsung pada Al-Qur'an dan
Hadist Nabi, sebenarnya tidak ada ketidakadilan gender dalam ajaran Islam
atau pendidikan Islam. KH. Husein Muhammad yang berasal dari Cirebon
yang telahsecara mendalam mengakaji kesetaraan gender dalam kitab fiqih
mengatakan, penjelasan inferioritas laki-laki dan perempuan tidak terlepas
dari kondisi sosial saat itu. Budaya patriarki masyarakat Arab juga berdampak
pada penafsiran kitab suci yang ada. Pada dasarnya, Tuhan sendiri telah
menempatkan manusia tanpa memisahkan mereka.Hal tersebut telah banyak
ditegaskan dalam al-Qur’an, antara lain:

‫رمكم‬dd‫يا ايّها النّاس إنّا خلقناكم ّمن ذكر ّو أنثى وجعلناكم شعوبا ّو قباءل لتعارفوآ إنّ أك‬
‫ إنّ هللا عليم خبير‬d‫عند هللا أتقاكم‬

“Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu sekalian dari


seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami telah menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu sekalian saling
mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu sekalian di sisi
Allah adalah yang paling taqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat 13).

Ayat ini sebenarnya menunjukkan bahwa Allah menempatkan


perempuan dan laki-laki pada posisi yang sama. Oleh karena itu, tidak ada

14
alasan untuk menempatkan peran perempuan di bawah status dan peran laki-
laki.18 

Jika masa Nabi Salallahu'Alaihi Wassalam merupakan masa yang ideal


bagi kehidupan perempuan, maka setelah beliau wafat, dalam struktur
masyarakat Islam telah banyak mengalami perubahan besar.Perubahan
dimulai dari struktur kekuasaan demokrasi menjadi monarki absolut.Sistem
patriarki feodal dan hierarkis muncul kembali untuk mengembalikan status
quo laki-laki.Sebelumnya, reformasi Islam yang terjadi pada masa Nabi telah
menghancurkan status quo laki-laki.19 Hal ini pada gilirannya berdampak,
bahkan dalam dunia pendidikan Islam.

Pendidikan merupakan salah satu sarana strategis untuk mengubah


budaya dalam prespektif pembangunan sosial. Budaya bias gender dapat
berkembang dan bertahan, yang tidak terlepas dari proses pendidikan yang
diwariskan dari generasi ke generasi.Munculnya perbedaan gender dalam
masyarakat diwariskan dari generasi ke generasi melalui proses pendidikan
yang tidak berdasarkan keadilan dan kesetaraan gender.20Hal ini juga berlaku
dalam bidang pendidikan Islam.Sistem patriarki feodal dan hierarkis yang
muncul kembali pasca wafatnya Nabi Salallahu'Alaihi Wassalam untuk
mengembalikan status quo laki-laki, terus melakukan transformasi budaya
melalui dunia pendidikan Islam.
Penentuan peran gender dalam berbagai sistem sosial sebagian besar
mengacu pada perspektif biologis atau gender. Masyarakat selalu didasarkan
pada pembedaan spesies antara laki-laki dan perempuan.Organ tubuh yang
dimiliki wanita sangat berperan penting dalam kematangan emosi dan
pertumbuhan berpikir.Wanita cenderung sedikit emosional. Pada saat yang

18
Budie Santi, Perempuan dalam Kitab Fikih, dalam Jurnal Perempuan 23, (Jakata
Selatan: Yayasan Jurnal Perempuan, 2002), hal. 52.
19
Budie Santi, Perempuan dalam Kitab Fikih, …, hal. 53.
20
Arifin Tobroni, dkk.,Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, …, hal.241.

15
sama, pria yang dapat memproduksi hormon testosteron sendiri membuat
mereka lebih agresif dan objektif.21

Wanita harus mempunyai salah satu unsur kompetensi diri atau


kekuasaan untuk menunjukan sesuatu. Jika wanita tidak mempunyai
kewenangan atau kekuasaan pada dirinya sendiri, maka nantinya akan
bersangkutan pada ketidakmampuan untuk melangsungkan kewenangan atau
kekuasaan. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap
kompetensi diri, jika tingkat pendidikan wanita tersebut rendah maka
kemahiran untuk bersaing rendah pula, selain itu jalan masuknya juga akan
jadi rendah. Tingkat pendidikan yang rendah itu sangat berpengaruh terhadap
wanita, karena kurangnya keterampilan dan kemampuan berkompetisi itu
disebabkan oleh tingkat pendidikan yang rendah.

Demi membahagiakan orang tua, mayoritas wanita semasa kecilnya


diminta agar bisa sepakat untuk mengikuti kemauan orang tuanya, wanita
semasa kecilnya juga diminta agar bisa menahan amarahnya. Mayoritas
wanita semasa kecilnya tidak diajarkan untuk menyalurkan pendapatnya
sendiri, sedangkan laki-laki sudah dibebaskan untuk menyalurkan
pendapatnya sejak dini. Maka dari itu, kebanyakan wanita belum faham cara
untuk mengatur amarah yang bersifat negatif atau tidak baik menjadi baik
atau positif. Wanita juga tidak memiliki kemampuan untuk bisa menahan diri
jika sedang diserang penderitaan. Selain itu, wanita juga tidak mengerti
bagaimana caranya mengutarakan suatu pesan yang ingin disampaikan
dengan jelas kepada orang tuanya, terlebih kepada masyarakat.

Proses pendidikan yang semakin maju dalam mentransformasikan nilai-


nilai, budaya, ataupun pandangan seringkali tidak disadari telah
mengembangkan budaya ketidakadilan gender. Dalam pendidikan formal di
sekolah misalnya, para pendidik baik guru maupun orang tua menganggap
bahwa mereka telah telah memperlakukan siswa laki-laki maupun perempuan

Nasaruddin Umar,  Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur-an, cet. I Jakarta:


21

Paramadina, 1999), hal. 4.

16
secara sama dan adil. Padahal guru dan orang tua tidak menyadari, tidak
mengetahui, dan tidak memperhatikan, apakah buku-buku pelajaran yang
dipakai di sekolah, kurikulum yang diterapkan, termasuk kegiatan
kurikulernya benar-benar terbebas dari bias gender? Ketidaktahuan guru
ataupun orang tua dapat dipahami mengingat konsep gender masuk ke
Indonesia relatif masih baru. Ketidakpekaan guru terhadap kemungkinan
terjadinya ketidakadilan gender juga dapat dimengerti, karena selama ini
tidak ada keberanian untuk mendobrak dan menentang ketidak adilan yang
ada.22

Pendidikan selain berfungsi untuk mentransformasikan budaya dari satu


generasi ke generasi berikutnya, juga berfungsi untuk mengubah perilaku
siswa-siswi menuju ke arah yang lebih baik. Pendidikan Islam yang seringkali
ditempatkan pada posisi tertuduh sebagai lembaga yang memiliki
kepentingan untuk menampilkan kembali rumusan keadilan gender dalam
ajaran Islam. Tafsir, dalam bukunya Filsafat Pendidikan
Islami23 mengemukakan rumusan tentang gender dalam ajaran Islam sebagai
berikut: 

a. Konsep berpasangan
Dalam ajaran Islam laki-laki dan perempuan itu berpasangan sebagai
mitra sejajar dan bukan berhadapan yaitu saling membantu dan bekerja sama
berbagai hal. Rumusan ini merupakan kunci dalam memahami konsep gender
dalam Islam yang melahirkan konsekuensi-konsekuensi yang penting.
Rumusan inilah yang kemudian melahirkan rumusan lain terkait dengan
masalah hak dan kewajiban, keadilan, dan lain-lain antara laki-laki dan
permpuan dalam rangka saling melengkapi dan saling menguatkan.

b. Konsep gender dapat berubah


Gender dalam Islam termasuk perkara muamalah. Dalam urusan
muamalah apa saja dapat dilakukan selama tidak ada dalil yang melarangnya.

22
Arifin Tobroni, dkk.,Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, …, hal. 241.
23
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, …, hal. 148-150..

17
Perubahan situasi menyebabkan perubahan konsep pengambilan hukum.
Situasi sekarang sangat mendukung bagi perempuan untuk melakukan apa
saja sebagaimana halnya laki-laki. Gender Islam merumuskan bahwa
perempuan muslim boleh melakukan pekerjaan apa saja, bahkan boleh
melakukan apa saja selama tidak menghilangkan kewajiban
kemuslimahannya serta mampu melakukannya. 

c. Konsep keadilan
Keadilan merupakan salah satu prinsip dalam ajaran Islam.
Diskriminasi terhadap perempuan bertentangan dengan prinsip tersebut.
Karena perbedaan sifat biologis dan psikologisnya, maka pembagian kerja
secara proporsional antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan
kemampuannya merupakan bagian dari implementasi prinsip keadilan.
Kesetaraan gender bukan berarti penyamarataan antara laki-laki dan
perempuan dalam segala hal, karena memang secara kodrati ada hal-hal yang
hanya bisa dilakukan perempuan tetapi tidak bisa dilakukan oleh laki-laki dan
sebaliknya. Membebani seseorang di luar batas kemampuannya adalah
perbuatan yang tidak adil dan tidak manusiawi. Allah Subahanahu Wa Ta’ala
telah berfirman :

‫وسعها‬  ّ‫اال‬  ‫نفسا‬  ‫هللا‬  ‫يكلّف‬  ‫ال‬
“Allah tidak membebani seseorang melainkan yang sesuai dengan
kekuatannya”  (QS. Al-Baqarah 286).

Sebenarnya tinggi atau rendahnya martabat wanita dan pria itu tidak ada
kaitannya dengan pemetakan atau pembagian kerja secara sepadan. Dalam
Islam pada hakikatnya juga dibenarkan jika seorang wanita maupun pria itu
mengerjakan pekerjaan apa saja asalkan orang tersebut sanggup akan
menyelesaikan tugasnya dan tidak melanggar perintah yang sudah ditetapkan
oleh Allah SWT.

18
Sebaiknya konsep gender yang telah dijelaskan tersebut disertakan
dalam kurikulum sekolah. Sekolah juga dapat mengambil cuplikan materi
dari sumber lain untuk mengajarkan tentang konsep gender kepada siswa.
Selanjutnya bisa diserahkan kepada siswa, siswa bebas menentukan
pilihannya sendiri mengenai konsep gender mana yang akan diikutinya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gender adalah konsep budaya yang digunakan untuk mengidentifikasi
peran, hubungan, atribut, tingkatan, karakteristik, dan perbedaan antara laki-
laki dan perempuan. Kesetaraan gender dalam Islam bukanlah kesetaraan

19
antara laki-laki dan perempuan dalam segala hal. Ada perbedaan pembagian
kerja antara laki-laki dan perempuan dalam ajaran Islam, bukan untuk
merendahkan martabat perempuan sama sekali, melainkan untuk membagi
kerja secara proporsional, justru untuk mempercantik perempuan. Menurut
kodratnya, pria dan wanita dilahirkan dengan struktur dan kekuatan anatomi
yang berbeda. Beberapa pekerjaan hanya bisa dilakukan oleh wanita,
sementara yang lain hanya cocok untuk pria.

Ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits Nabi yang merupakan sumber utama


ajaran Islam memiliki nilai-nilai universal yang menjadi pedoman hidup
manusia, masa lalu, masa kini, dan masa depan. Nilai-nilai tersebut antara
lain nilai kemanusiaan, keadilan, kemandirian, kesetaraan, dll. Pendidikan
merupakan salah satu sarana strategis untuk mengubah budaya dalam
prespektif pembangunan sosial. Budaya bias gender dapat berkembang dan
bertahan, yang tidak terlepas dari proses pendidikan yang diwariskan dari
generasi ke generasi.Munculnya perbedaan gender dalam masyarakat
diwariskan dari generasi ke generasi melalui proses pendidikan yang tidak
berdasarkan keadilan dan kesetaraan gender.24Hal ini juga berlaku dalam
bidang pendidikan Islam.Sistem patriarki feodal dan hierarkis yang muncul
kembali pasca wafatnya Nabi Salallahu'Alaihi Wassalam untuk
mengembalikan status quo laki-laki, terus melakukan transformasi budaya
melalui dunia pendidikan Islam.

B. Saran
Demikianlah makalah ini dibuat. Penulis menyadari bahwa dalam
pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran
dari semua pihak sangat kami harapkan untuk mengembangkan isi dari
makalah ini agar menjadi lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua.

24
Arifin Tobroni, dkk.,Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, …, hal.241.

20
DAFTAR PUSTAKA

Ace, Suryadi,dan Ecep Idris. 2004. Kesetaraan Gender dalam Bidang


Pendidikan.   cet. I. Bandung: Genesindo.

Daulay, Haidar Putra,2009.Pemberdayaan Pendidikan Islam di Indonesia.


Jakarta: PT. Rineka Putra.

Dzuhayatin,Siti Ruhaini. 1996. Gender dalam Persfektif Islam:Studi terhadap


Hal-hal yang Menguatkan dan Melemahkan Gender dalam Islam, dalam

21
Mansour Fakih et al, Membincang Feminisme: Diskursus Gender
Perspektif Islam, cet. I. Surabaya: Risalah Gusti.

Echols, John M. dan Hassan Shadily.1983. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta:


Gramedia.

Faisal, Ismail. 2003. Masa Depan Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bakti Aksara
Persada.

Marimba,Ahmad D. 1989.Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-


Ma’arif.

Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. 1992.Buku III: Pengantar Teknik


Analisa Jender.

Mosse, Julia Cleves. 1996. Half the World, Half a Chance: an Introduction to


Gender and Development, terjemahan Hartian Silawati dengan
judul Gender dan Pembangunan, cet. I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Neufelt, Victoria. 1984. Websters New World Dictionary. New York: Websters
New World Clevenlan.

Nugroho, Riant. 2008. Gender dan Strategi Pengarus-Utamaannya di Indonesia.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nuryanto, Agus Islam2001.Teologi Pembebasan dan Kesetaraan Gender.


Jogjakarta: UII Press.

Ramayulis dan Samsul Nizar, 2009.Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta: Kalam


Mulia.

Santi,Budie, 2002.Perempuan dalam Kitab Fikih, dalam Jurnal Perempuan


23.Jakata Selatan: Yayasan Jurnal Perempuan.

Syah,Muhibin.2008. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:


PT. Remaja Rosdakarya.

Tafsir,Ahmad. 2008.Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Tiemey, Helen. (ed). tt., 1989. Women’s Studies Encyclopedia, vol. I. New York:
Green Wood Press.

Tobroni, Arifin.dkk..2007. Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, HAM,


Civil Society, dan Multikulturalisme.Malang: Pusat Studi Agama, Politik,
dan Masyarakat (PuSAPoM).

22
Umar,Nasaruddin.2002.Qur’an untuk Perempuan, Jaringan Islam Liberal (JIL)
&Teate. Jakarta Timur: Utan Kayu.

_______________. 1998. Perspektif Gender dalam Islam, jurnal Paramadina,


Vol. I. No. 1, Juli–Desember. Jakarta: Paramadina.

________________ 1999.Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur-an, cet.


I Jakarta: Paramadina.

23

Anda mungkin juga menyukai