Disusun Oleh:
KELAS D
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2021
KATA PENGANTAR
Makalah ini tentu tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena
itu, penulis dengan senang hati menerima saran dan kritik konstruktif dari
pembaca guna penyempurnaan penulisan makalah ini. Akhirnya, semoga makalah
ini menambah khasanah keilmuan dan bermanfaat bagi mahasiswa. Aamiin yaa
robbal ‘alamin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................1
C. Tujuan Penulisan........................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................2
PEMBAHASAN.....................................................................................................2
A. Islam Dinamis dan Makna Kearifan Lokal................................................2
B. Kajian Tentang Nilai dan Budaya Pendidikan Islam.................................5
C. Kontekstualisasi Islam dalam Menyikapi Kearifan Lokal dan Akulturasi
Pendidikan Islam........................................................................................9
BAB III..................................................................................................................10
PENUTUP.............................................................................................................10
A. Kesimpulan..............................................................................................10
B. Saran........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
1
Keaslian ajaran Islam ditandai dengan kelengkapan (holistik),
keadilan, dan keseimbangan. Jika masa Nabi Salallahu'Alaihi Wassalam
adalah waktu yang paling ideal bagi kehidupan perempuan, dimana mereka
dapat berpartisipasi dalam kehidupan publik secara bebas tanpa dipengaruhi
oleh laki-laki, maka dalam filsafat pendidikan Islam berdasarkan Al-Qur'an
dan Hadis seharusnya tidak menemukan ketidaksetaraan gender dan
perlakuan diskriminatif terhadap perempuan. Menurut Islam, semua orang,
laki-laki dan perempuan, memiliki hak dan kewajiban yang sama dan
seimbang, termasuk hak dan kesempatan untuk memperoleh dan mengenyam
pendidikan. Persoalan ini sangat kontradiktif jika dibandingkan dengan
anggapan sebagian masyarakat yang berpendapat bahwa ajaran Islam serta
pendidikan Islam banyak dihiasidengan ketidakadilan terhadap gender dan
perlakuan diskriminatif kepada perempuan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Itu Gender?
2. Bagaimana Konsep Gender dalam Prespektif Islam ?
3. Bagaimana Kesetaraan Gender Dalam Al Qur’an ?
4. Bagaimana Gender Dalam Pendidikan Islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan pengertian gender.
2. Menjelaskan tentang konsep gender dalam prespektif Islam.
3. Menjelaskan kesetaraan gender dalam pandangan islam.
4. Menjelaskan gender dalam pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2
A. Pengertian Gender
Kata gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti “jenis kelamin”. 2
Dalam Webster’s New World Dictionary, gender didefinisikan sebagai
perbedaan nyata dalam nilai dan perilaku antara pria dan wanita. 3 Kata gender
mengacu pada jenis kelamin, sex, atau yang disebut al-jins dalam bahasa
Arab, jadi jika seseorang menyebut gender, itu berarti jenis kelamin. Kata ini
masih tergolong kosakata baru dan sudah masuk dalam kosakata bahasa
Indonesia.Istilah ini telah menjadi sangat umum dalam beberapa dekade
terakhir.
2
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia,
1983), hal. 265.
3
Victoria Neufelt, Websters New World Dictionary, (New York: Websters New World
Clevenlan, 1984), hal. 561.
4
Riant Nugroho, Gender dan Strategi Pengarus-Utamaannya di Indonesia,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hal. 2-3.
5
Helen Tiemey, (ed). tt., Women’s Studies Encyclopedia, vol. I, (New York: Green
Wood Press, 1989), hal. 153.
6
Julia Cleves Mosse, Half the World, Half a Chance: an Introduction to Gender and
Development, terjemahan Hartian Silawati dengan judul Gender dan Pembangunan, cet. I,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 3.
3
Suke Silverius memahami gender sebagai pola hubungan antara laki-
laki dan perempuan, digunakan untuk menunjukkan alat sosial dalam konteks
serangkaian hubungan dalam memverifikasi dan memelihara tatanan sosial.
Ivan Illich mendefinisikan gender dalam hal lokasi, waktu, alat, tugas, bentuk
ucapan, perilaku, dan konsep yang berkaitan dengan perempuan dalam
budaya sosial. Zaitunah Subhan mengatakan bahwa gender merupakan
konsep analitis yang digunakan untuk menjelaskan perbedaan antara laki-laki
dan perempuan berdasarkan konstruksi sosial dan budaya. 7
4
perempuan dalam rangka menempatkan posisi yang setara antara laki-laki
dan perempuan untuk menciptakan tatanan sosial yang lebih setara.
10
Arifin Tobroni, dkk.,Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, HAM, Civil Society,
dan Multikulturalisme, (Malang: Pusat Studi Agama, Politik, dan Masyarakat (PuSAPoM),
2007), hal. 228.
5
interpretasi teks-teks agama (Al-Qur'an dan Hadits, terutama yang berkaitan
dengan gender yang berkaitan dengan kebudayaan laki-laki. Hal ini sering
menyebabkan kontroversi agama digunakan sebagai alasan untuk menolak
kesetaraan gender. Persoalan tersebut sering menjadikan dalil-dalil dalam
agama sebagai tameng pembenaran untuk menentang kesetaraan gender. 11
Akibat lain yang tidak kalah pentingnya adalah munculnya asumsi dan
tudingan dari partai politik yang tidak menyukai Islam atau memiliki
pemahaman Islam yang dangkal, yang meyakini bahwa ajaran Islam penuh
dengan ketidakadilan, terutama masalah yang berkaitan dengan masalah
gender, seperti masalah poligami, masalah waris, dan persoalan lainnya yang
sering sekali dipermasalahkan.
Salah satu tema utama Islam adalah kesetaraan antara manusia, apakah
itu laki-laki atau perempuan, maupun kelompok ras atau keturunan. Al-
Qur'an tidak membedakan derajat kemuliaan manusia berdasarkan semua itu,
tetapi tingkat kemuliaan manusia diukur dengan tingkat ketakwaan dan nilai
penghambaan diri kepada Allah Subanahu Wa Ta’ala. Mengenai status
perempuan di mata Islam, tidak seperti yang diduga dan diamalkan oleh
sebagian masyarakat, juga tidak seperti yang diklaim oleh mereka yang tidak
menyukai Islam. Dalam ajaran Islam sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-
Quran justru memberikan perhatian, penghormatan bahkan memuliakan
perempuan sebagaimana memuliakan laki-laki.Allah Subahanahu Wa Ta’ala
telah berfirman:
ّ يا أيّها النّاس اتّقوا ربّكم الّذى خلقكم ّمن نفس ّواحدة ّو خلق منها زوجها
وبث منهما
رجاال كثيرا ّو نسآء ّو اتّقوا هللا الّذى تسآءلون به و األرحام انّ هللا كان عليكم ّرقيبا
6
perempuan yang banyak, dan bertakwalah kamu sekalian kepada Allah yang
dengan (mempergunakan) namanya kamu sekalian saling meminta satu sama
lain, dan peliharalah hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah senantiasa
menjaga dan mengawasi kamu sekalian (Q.S. An-Nisaayat 1).
رمكمddارفوآ إنّ أكddاءل لتعddعوبا ّو قبddيا ايّها النّاس إنّا خلقناكم ّمن ذكر ّو أنثى وجعلناكم ش
إنّ هللا عليم خبيرdعند هللا أتقاكم
رهمdة ّو لنجينّهم أجdوة طيّبdه حيdّؤمن فلنحيينdو مdثى وهdر أو أنdالحا من ذكdمن عمل ص
بأحسن ما كانوا يعملون
7
berkasih sayang dan saling memuliakan, bukan untuk saling menghinakan dan
saling merendahkan. Tanpa membedakan jenis kelamin, suku, bangsa, warna
kulit dan sebagainya Allah menjanjikan kehidupan yang baik
(kebahagiaan/kemuliaan) bagi siapa saja yang beriman dan bertakwa
kepadaNya. Jenis kelamin laki-laki atau perempuan tidaklah menjadi ukuran
kemuliaan, akan tetapi iman dan takwa itulah yang menjadi ukuran kemuliaan
yang sebenarnya.
Ayat-ayat di atas menegaskan bahwa Islam (Al-Qur'an) menolak
pandangan yang mendiskriminasi laki-laki dan perempuan. Keduanya (laki-
laki dan perempuan) berasal dari jenis yang sama (jenis manusia), dan
memiliki kesempatan dan kesempatan yang sama untuk kebahagiaan dan
kemuliaan. Allah menjadikan semua suku dan bangsa (manusia) saling
mengenal untuk saling mencintai dan menghormati, bukan saling menghina
dan merendahkan. Tanpa memandang jenis kelamin, ras, suku, warna kulit,
dll, Allah menjanjikan kehidupan (kebahagiaan/kehormatan) yang baik bagi
siapa saja yang beriman dan menghormati-Nya. Jenis kelamin laki-laki atau
perempuan bukanlah ukuran kemuliaan, tetapi iman dan takwa adalah ukuran
kemuliaan sejati.
Allah tidak akan membiarkan hamba-hamba-Nya melakukan tugas-
tugas di luar kemampuannya. Kesetaraan gender dalam Islam bukanlah
kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam segala hal. Ada perbedaan
pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam ajaran Islam, bukan
untuk merendahkan martabat perempuan sama sekali, melainkan untuk
membagi kerja secara proporsional, justru untuk mempercantik perempuan.
Menurut kodratnya, pria dan wanita dilahirkan dengan struktur dan kekuatan
anatomi yang berbeda. Beberapa pekerjaan hanya bisa dilakukan oleh wanita,
sementara yang lain hanya cocok untuk pria. Hamil, menyusui, dan
melahirkan tentu saja hanya bisa dilakukan oleh wanita, dan pekerjaan berat
yang membutuhkan kekuatan fisik (otot) tentu tidak tepat jika dilakukan oleh
wanita. Kalaupun ada pekerjaan fisik yang bisa dilakukan perempuan,
tentunya harus disesuaikan dengan kemampuannya sendiri.
8
Pada dasarnya perempuan boleh melakukan pekerjaan apa saja asalkan
bisa, tetapi jika perempuan atau bahkan laki-laki harus melakukan pekerjaan
di luar kemampuannya, hal ini tentu saja melanggar asas keadilan. Oleh
karena itu, laki-laki dan perempuan ditakdirkan untuk berpasangan atas dasar
kesetaraan, duduk di ketinggian yang sama, saling melengkapi, berdasarkan
prinsip keadilan, bukan konfrontasi dan sikap. , laki-laki Tingkat perempuan
tidak melebihi perempuan, dan sebaliknya.
Kesalahpahaman dalam memahami doktrin gender dalam Islam antara
lain karena orang tersebut tidak menempatkan isu gender dalam Islam sebagai
suatu sistem, tetapi menganggap isu gender sebagai aspek ajaran Islam,
terpisah dari aspek ajaran Islam lainnya.
Jika Anda ingin menilai ajaran Islam, Anda harus memandang Islam
sebagai sebuah sistem. Seseorang tidak boleh menilai Islam berdasarkan
aspek-aspek tertentu yang terpisah dari sistem. Ini tidak masuk akal secara
akademis.12 Misalnya, mengenai pembagian harta warisan yang secara jelas
diatur dalam Al-Qur'an, anak laki-laki mendapat bagian yang lebih besar,
yaitu dua kali lipat dari anak perempuan. Melihat hal ini, orang langsung
berkesimpulan bahwa ajaran Islam tidak adil. Kesimpulan ini tidak valid
karena terdapat kesalahan epistemologis. Hal yang sama berlaku untuk
poligami atau masalah terkait gender lainnya. Oleh karena itu, jika Alkitab
mengatakan bahwa ada ketidakadilan dalam Quran, maka Anda harus
membaca ulang dan mencoba untuk memahami Quran sepenuhnya. Jika
setelah dilakukan penelaahan ulang masih juga ada rasa ketidakadilan, bisa jadi
kesalahan yang terjadi ada pada persepsi manusia dalam memahami sebuah
konsep keadilan.
12
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008),
hal. 147.
9
manusia, masa lalu, masa kini, dan masa depan. Nilai-nilai tersebut antara lain
nilai kemanusiaan, keadilan, kemandirian, kesetaraan, dll. Mengenai nilai-nilai
keadilan dan kesetaraan, Islam tidak pernah mentolerir perbedaan antar
manusia atau perlakuan diskriminatif.Berikut adalah beberapa informasi
tentang kesetaraan gender dalam Al-Qur'an.
1. Apa yang Dimaksud dengan Istilah "Gender"?
Gender adalah opini atau keyakinan yang terbentuk secara sosial
tentang bagaimana seharusnya perempuan atau laki-laki berperilaku atau
berpikir.Misalnya, berpikir bahwa wanita ideal harus bisa memasak, pandai
merawat dirinya sendiri, dan lembut, atau berpikir bahwa wanita adalah
makhluk yang sensitif, emosional dan selalu menggunakan perasaan.
Di sisi lain, laki-laki sering digambarkan sebagai pemimpin, pelindung,
kepala keluarga, rasional, tegas, dll.Singkatnya, gender adalah istilah jenis
kelamin yang diciptakan oleh masyarakat, yang belum tentu benar.Misalnya,
seks adalah jenis kelamin biologis yang diciptakan Tuhan, wanita memiliki
vagina, payudara, dan rahim yang dapat melahirkan dan menyusui, sedangkan
pria memiliki jakun, penis, dan sperma, yang sudah ada sejak zaman dahulu.
2. Apakah Al-quran mengatur tentang kesetaraan Gender?
Tentu, yaitu terdapat dalam surat Al-Isra ayat 70 yang artinya, “Allah
Subhanahu Wa Ta'ala menciptakan manusia, yaitu laki-laki dan perempuan
dalam bentuk yang terbaik, posisi paling terhormat. Manusia juga diciptakan
mulia karena rasionalitas, perasaan, dan memeperoleh petunjuk.
Oleh karena itu Al-quran tidak mengenal pembedaan antara lelaki dan
perempuan karena dihadapan Allah Subahanahu Wa Ta’ala, lelaki dan
perempuan mempunya derajat dan kedudukan yang sama, dan yang
membedakan antara lelaki dan perempuan hanyalah dari segi biologisnya.
Berikut ini beberapadalil di dalam Al-Qur’an yang menerangkantrkait dengan
kesetaraan gender:
a. Tentang hakikat penciptaan lelaki dan perempuan
10
Surat Ar-rum ayat 21, surat An-nisa ayat 1, surat Hujurat ayat 13 yang
pada intinya berisi bahwa Allah Subahanahu Wa Ta’ala telah menciptakan
manusia berpasang-pasangan yaitu lelaki dan perempuan, agardalam menjalani
kehidupan dapat memeperolehketenangan, ketentraman, saling mencintai,
menyayangi dan mengasihi satu sama lain.Selain itu agar tercipta banyak
keturunan yang tersebar di muka bumi dan nantinya bisa saling mengenal satu
sama lain. Berbagai uraian ayat-ayat diatas memeberikan gambaran
bahwaterdapat keterkaitan antara lelaki dan perempuan, serta tidak terdapat
hal-hal yangmenunjukkan adanya keunggulan dari salah satu jenis atas jenis
lainnya.
b. Tentang kedudukan dan kesetaraan antara lelaki dan perempuan
Q.S. Ali-Imran ayat 195, Q.S. An-Nisa ayat 124, Q.S. An-Nahl ayat 97,
Q.S. At-Taubah ayat 71-72, serta Q.S. Al-Ahzab ayat 35. Ayat-ayat tersebut
memuat bahwa Allah Subahanahu Wa Ta’ala secara khusus menunjuk baik
kepada perempuan maupun lelaki untuk menegakkan nilai-nilai islam dengan
beriman, bertaqwa dan beramal. Allah Subahanahu Wa Ta’ala juga
memberikan peran dan tanggung jawab yang sama antara lelaki dan perempuan
dalam menjalankan kehidupan spiritualnya. Allah dalam hal memberikan
hukuman atas kesalahan manusia juga sama baik untuklaki-lakimaupun
perempuan. Intinya, kedudukan serta derajat antara laki-lakimaupun
perempuan dimata Allah Subahanahu Wa Ta’ala itu sama, yang membuatnya
berbeda hanya pada tingkat keimanan dan ketaqwaannya.
3. Apa Saja Prinsip Kesetaraan Gender dalam Al-Qur’an?
Menurut Dr. Nasaruddin Umar pada "Jurnal Pemikiran Islam tentang
Pemberdayaan Perempuan" terdapat beberapa hal yangmemperlihatkan bahwa
prinsip-prinsip kesetaraan gender terdapatpada Qur’an, yakni:
a. Perempuan & Laki-laki Sama-sama Sebagai Hamba
Menurut Q.S. al-Zariyat (51:56), Dalam kapasitas menjadi hamba
tidakterdapatdisparitas antara pria &wanita . Keduanya memiliki potensi &
peluang yangsamauntuk mencapai taraf hamba ideal. Hamba ideal jika
11
dilihat dalam Qur’an biasa diistilahkan kepada orang-orang yang bertaqwa
(mutaqqun).
b. Perempuan & Laki-laki menjadi Khalifah di Bumi
Kapasitas insanmenjadi khalifah pada muka bumi (khalifah fi al’ard)
ditegaskan pada Q.S. al-An’am(6:165), &pada Q.S. al-Baqarah (2:30)
Dalam ke 2 ayat tersebut, kata ‘khalifah" tidak menunjuk kepadasatu jenis
kelamin tertentu, artinya, baik wanita ataupunpria memiliki tugas yang
sama yakni menjadi khalifah di muka bumi ini, yang nantinya akan
mempertanggungjawabkan tugas-tugas kekhalifahannya.13
12
belajar dan proses pembelajaran, supayasiswameningkatkan potensi dirinya
agar mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, dan ketrampilan yangdibutuhkan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.” Adapun yang dimaksud akan pendidikan
Islam merupakan bimbingan atau pimpinan secara sadar seorang pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani siswa menuju terbentuknya
kepribadian yangutama.16
Dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, Ramayulis mengemukakan
pendapat al-Syaibani bahwa pendidikan Islam merupakan proses merubah
tingkah laku individu siswapada kehidupan personal, masyarakat, dan
lingkungan sekitarnya. Proses tadi dilakukan melalui pendidikan serta
pengajaranmenjadi suatu rangkaian aktivitas yang melekat menjadi suatu
kebiasaan dalam masyarakat.
Ramayulis dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam dengan
mengemukakan pendapat al-Syaibani menyatakan bahwa pendidikan Islam
adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan
pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan melalui
pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan profesi di antara
sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat17
16
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif,
1989), hal. 19.
17
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia,
2009), hal. 88.
13
untuk memelihara, merawat, menggunakan dan melindungi alam
semesta.Fungsi kedua adalah bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan dan
ditugaskan untuk beribadah dan mengabdi kepada-Nya.Selain itu, manusia
adalah makhluk yang memiliki potensi jasmani dan rohani.Kedua potensi
tersebut perlu dikembangkan agar dapat menjalankan tanggung jawab hidup
manusia ke arah yang lebih baik dan lebih sempurna.
رمكمddيا ايّها النّاس إنّا خلقناكم ّمن ذكر ّو أنثى وجعلناكم شعوبا ّو قباءل لتعارفوآ إنّ أك
إنّ هللا عليم خبيرdعند هللا أتقاكم
14
alasan untuk menempatkan peran perempuan di bawah status dan peran laki-
laki.18
18
Budie Santi, Perempuan dalam Kitab Fikih, dalam Jurnal Perempuan 23, (Jakata
Selatan: Yayasan Jurnal Perempuan, 2002), hal. 52.
19
Budie Santi, Perempuan dalam Kitab Fikih, …, hal. 53.
20
Arifin Tobroni, dkk.,Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, …, hal.241.
15
sama, pria yang dapat memproduksi hormon testosteron sendiri membuat
mereka lebih agresif dan objektif.21
16
secara sama dan adil. Padahal guru dan orang tua tidak menyadari, tidak
mengetahui, dan tidak memperhatikan, apakah buku-buku pelajaran yang
dipakai di sekolah, kurikulum yang diterapkan, termasuk kegiatan
kurikulernya benar-benar terbebas dari bias gender? Ketidaktahuan guru
ataupun orang tua dapat dipahami mengingat konsep gender masuk ke
Indonesia relatif masih baru. Ketidakpekaan guru terhadap kemungkinan
terjadinya ketidakadilan gender juga dapat dimengerti, karena selama ini
tidak ada keberanian untuk mendobrak dan menentang ketidak adilan yang
ada.22
a. Konsep berpasangan
Dalam ajaran Islam laki-laki dan perempuan itu berpasangan sebagai
mitra sejajar dan bukan berhadapan yaitu saling membantu dan bekerja sama
berbagai hal. Rumusan ini merupakan kunci dalam memahami konsep gender
dalam Islam yang melahirkan konsekuensi-konsekuensi yang penting.
Rumusan inilah yang kemudian melahirkan rumusan lain terkait dengan
masalah hak dan kewajiban, keadilan, dan lain-lain antara laki-laki dan
permpuan dalam rangka saling melengkapi dan saling menguatkan.
22
Arifin Tobroni, dkk.,Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, …, hal. 241.
23
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, …, hal. 148-150..
17
Perubahan situasi menyebabkan perubahan konsep pengambilan hukum.
Situasi sekarang sangat mendukung bagi perempuan untuk melakukan apa
saja sebagaimana halnya laki-laki. Gender Islam merumuskan bahwa
perempuan muslim boleh melakukan pekerjaan apa saja, bahkan boleh
melakukan apa saja selama tidak menghilangkan kewajiban
kemuslimahannya serta mampu melakukannya.
c. Konsep keadilan
Keadilan merupakan salah satu prinsip dalam ajaran Islam.
Diskriminasi terhadap perempuan bertentangan dengan prinsip tersebut.
Karena perbedaan sifat biologis dan psikologisnya, maka pembagian kerja
secara proporsional antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan
kemampuannya merupakan bagian dari implementasi prinsip keadilan.
Kesetaraan gender bukan berarti penyamarataan antara laki-laki dan
perempuan dalam segala hal, karena memang secara kodrati ada hal-hal yang
hanya bisa dilakukan perempuan tetapi tidak bisa dilakukan oleh laki-laki dan
sebaliknya. Membebani seseorang di luar batas kemampuannya adalah
perbuatan yang tidak adil dan tidak manusiawi. Allah Subahanahu Wa Ta’ala
telah berfirman :
وسعها ّاال نفسا هللا يكلّف ال
“Allah tidak membebani seseorang melainkan yang sesuai dengan
kekuatannya” (QS. Al-Baqarah 286).
Sebenarnya tinggi atau rendahnya martabat wanita dan pria itu tidak ada
kaitannya dengan pemetakan atau pembagian kerja secara sepadan. Dalam
Islam pada hakikatnya juga dibenarkan jika seorang wanita maupun pria itu
mengerjakan pekerjaan apa saja asalkan orang tersebut sanggup akan
menyelesaikan tugasnya dan tidak melanggar perintah yang sudah ditetapkan
oleh Allah SWT.
18
Sebaiknya konsep gender yang telah dijelaskan tersebut disertakan
dalam kurikulum sekolah. Sekolah juga dapat mengambil cuplikan materi
dari sumber lain untuk mengajarkan tentang konsep gender kepada siswa.
Selanjutnya bisa diserahkan kepada siswa, siswa bebas menentukan
pilihannya sendiri mengenai konsep gender mana yang akan diikutinya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gender adalah konsep budaya yang digunakan untuk mengidentifikasi
peran, hubungan, atribut, tingkatan, karakteristik, dan perbedaan antara laki-
laki dan perempuan. Kesetaraan gender dalam Islam bukanlah kesetaraan
19
antara laki-laki dan perempuan dalam segala hal. Ada perbedaan pembagian
kerja antara laki-laki dan perempuan dalam ajaran Islam, bukan untuk
merendahkan martabat perempuan sama sekali, melainkan untuk membagi
kerja secara proporsional, justru untuk mempercantik perempuan. Menurut
kodratnya, pria dan wanita dilahirkan dengan struktur dan kekuatan anatomi
yang berbeda. Beberapa pekerjaan hanya bisa dilakukan oleh wanita,
sementara yang lain hanya cocok untuk pria.
B. Saran
Demikianlah makalah ini dibuat. Penulis menyadari bahwa dalam
pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran
dari semua pihak sangat kami harapkan untuk mengembangkan isi dari
makalah ini agar menjadi lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua.
24
Arifin Tobroni, dkk.,Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, …, hal.241.
20
DAFTAR PUSTAKA
21
Mansour Fakih et al, Membincang Feminisme: Diskursus Gender
Perspektif Islam, cet. I. Surabaya: Risalah Gusti.
Faisal, Ismail. 2003. Masa Depan Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bakti Aksara
Persada.
Neufelt, Victoria. 1984. Websters New World Dictionary. New York: Websters
New World Clevenlan.
Tiemey, Helen. (ed). tt., 1989. Women’s Studies Encyclopedia, vol. I. New York:
Green Wood Press.
22
Umar,Nasaruddin.2002.Qur’an untuk Perempuan, Jaringan Islam Liberal (JIL)
&Teate. Jakarta Timur: Utan Kayu.
23