Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH TAFSIR PMI

“GENDER”

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tafsir PMI

Dosen Pengampu: H. Endang Saeful Anwar, Lc, M.A.

Disusun oleh : Kelompok 9

Abdurrahman Didar 191530098

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Tafsir PMI yang berjudul “Kejujuran dan
Moral”, atas rahmat-nya pula penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik sebagai
syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir PMI, dalam Jurusan Pengembangan Masyarakat
Islam, Fakultas Dakwah, Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten.

Segala upaya telah penulis lakukan untuk menyelesaikan tugas makalah ini, serta tidak lepas
dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah ikut membantu dalam proses menyelesaikan tugas makalah ini. Penulis
juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun untuk memperbaiki makalah ini kedepanya.

Serang, Januari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan............................................................................................................2
D. Manfaat Penulisan.........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................3
A. Hakikat Gender..............................................................................................................3
B. Gender dalam perspektif Al – Qur’an ...........................................................................4
C. Gender dari segi perspektif tafsir ..................................................................................7
BAB III PENUTUP......................................................................................................................10
A. Kesimpulan..................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Alquran yang merupakan sumber utama ajaran Islam, mengandung nilainilai

universal yang menjadi petunjuk bagi kehidupan umat manusia baik pada masa lalu, kini

ataupun masa yang akan datang. Nilai-nilai universal tersebut antara lain berupa nilai

kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, kemerdekaan, dan lain sebagainya. Berkaitan dengan

nilainilai kesetaraan dan keadilan, Islam tidak pernah mentolerir adanya perbedaan atau

perlakuan yang diskriminatif di antara umat manusia. Hal ini ditegaskan dalam firman-

Nya:

“Hai manusia sesungguhnya kami telah menciptakan kamu (terdiri) dari lelaki

dan perempuan dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu

saling mengenal, sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling

bertakwa

(Q.S. Al-Hujurat, 49:13)”

Dari ayat di atas jelaslah bahwa perbedaan yang ditegaskan dan yang kemudian

bisa meninggikan ataupun merendahkan martabat seseorang adalah nilai pengabdian dan

ketakwaannya terhadap Allah swt, karena pada dasarnya manusia diciptakan sama

meskipun mereka berasal dari bangsa ataupun suku yang berbeda. Allah swt memang

1
sengaja menciptakan mereka dalam keragaman bangsa dan suku dengan maksud agar

mereka dapat mengenal satu sama lain. 1

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa definisi dari Gender?

2. Bagaimana gender dalam perspektif al – Quran?

3. Bagaimana perspektif gender dari segi tafsir?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui definisi gender

2. Mengetahui pengertian gender dalam perspektif al – Quran

3. Mengetahui perspektif gender dari segi tafsir

D. MANFAAT PENULISAN

1. Makalah ini di harapkan dapat Memberikan pengetahuan tentang gender dalam alquran

2. Makalah ini di harapkan jadi sumber ilmu untuk berbagai kalangan

3. Makalah ini di harapkan dapat menjadi acuan untuk penulisan tentang gender

1
Dwi Ratnasari, Gender dalam perspektif al-qur’an, (Jurnal Humanika, Th. XVIII, No. 1. Maret 2018)

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. HAKIKAT GENDER

Kata gender berasal dari bahasa inggris berarti jenis kelamin dalam webster new

world dictionary,gender dapat di artikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki

dan perempuan dilihat dari segi nilai dab tingkah laku. Dalam womens studies

encyclopedia di jelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya

membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik

emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat

sedangkan hilary m lips mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap

laki-laki dan permepuan (cultural expectations for women and men) pendapat ini sejalan

dengan pendapat kaum feminis, seperti lindsey yang menganggap semua ketetapan

masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki atau perempuan adalah

termasuk bidang kajian gender (what a given society defines as mascul line or feminin is

a component of gender)

H. T. Wilson dalam Sex and Gender mengartikan gender sebagai suatu dasar

untuk menentukan pengaruh faktor budaya dan kehidupan kolektif dalam membedakan

laki-laki dan perempuan. Agak sejalan dengan pendapat yang dikutip Showalter yang

mengartikan gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari

konstruksi sosial budaya, tetapi menekankan gender sebagai suatu konsep analisa yang

3
kita dapat menggunakannya untuk menjelaskan sesuatu ( gender is an analityc concept

whose meannings we work elucidate and a subject matter we proceed to study as we try

to define it)

Dari berbagai definisi tersebut dapat di pahami bahwa gender adalah suatu konsep

yang digunakan untk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan permpuan dilihat dari segi

pengaruh sosial budaya. Gender dalam arti ini adlah suatu bentuk rekayasa masyarakat

(social constructions) bukan nya sesuatu yang bersifat kodrati. Dalam konteks tersebut,

gender harus dibedakan dari jenis kelamin (seks). Jenis kelamin merupakan pensifatan

atau pembagian duanjenis kelamin manusia yang di tentukan secara biologis yang

melekat pada jenis kelamin tertentu. Sedangkan konsep gender adalah suatu sifat yang

melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun

kultural, mislanya perempuan dikenal lembut dan cantik. Tidak berlebihan jika dikatakan

bahwa gender pada hakikat nya lebih menekankan aspek sosial, budaya, psikologis dan

aspek non biologis lainnya. Hal ini berarti bahwa gender lebih menekankan aspek

maskulinitas atau feminitas seseorang dalam budaya tertentu. Dengan demikian,

perbedaan gender pada dasarnya merupakan konstruksi yang dibentuk, disosialisasikan di

perkuat, bahkan dilegitimasi secara sosial dan budaya. Pada giliran nya, perbedaan

gender dianggap kodrati hingga melahirkan ketidakseimbangan perlakuan jenis kelamin.2

B. GENDER DALAM PERSPEKTIF AL – QUR’AN

2
Sarifa Suhra, KESETARAAN GENDER DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
HUKUM ISLAM, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Watampone, (Jurnal Al-Ulum Volume. 13 Nomor 2, Desember
2013 Hal 373-394)

4
Adapun langkah pokok analisis data dalam penelitian ini diawali dengan

inventarisasi teks berupa ayat, mengkaji teks, melihat historis ayat dan melihat hadits

selanjutnya di inter[retasikan secara objektif dan dituagkan secara deskriptif dan ditarik

beberapa kesimpulan secara dedukatif dengan mengacu kepada masalah yang telah di

rumuskan.

Gender menurut M.Quraish Shihab adalah kesetaraan, kesejajaran, antara laki-laki

dan perempuan dalam memperoleh hak dalam kehidupan, dari mulai hak pendidikan,

politik, juga agama. Perbedaan biologis bukan menjadi alasan untuk membedakan hak

dan juga kewajiban, perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan memang

sudah menjadi kodrat yang termaktub dalam al-qur’an namun tidak menjadi perbedaan

terhadap potensi yang diberikan allah kepada manusia. Eksistensi ayat-ayat gender dalam

tafsir al-mishbah memuat dan mencerminkan bahwa ajran agama islam telah memandang

wanita pada derajat yang mulia dengan tidak mengurangi harkat martabat kaum laki-laki.

Dari segala aspek mulai dari awal mula penciptaan, perempuan diciptakan dari jenis yang

sama dengan adam, dalam hal kepemimpinan (politik) wanita di berikan hak yang sama

jika memang memiliki kredibilitas memimpin, dari hal domestik wanita dan laki-laki

memiliki tanggung jawab yang harus dikerjakan bersama tidak ada beban yang di

limpahkan pada salah satu pihak.3

Dengan merujuk kepada beberapa ayat Alquran, kita dapat mengetahui bahwasanya

secara normatif, laki-laki dan perempuan dalam beberapa hal memiliki beberapa

persamaan, di antaranya adalah:

1. Laki-laki dan perempuan sama dari segi kemanusiaan

3
Luluk Masruroh, mas (2020) GENDER DALAM PRESPEKTIF AL QURAN (Studi analisis
tafsīr al-Mishbāh). Masters thesis, UIN Raden Intan Lampung.

5
Sebelum Islam datang, sebagian masyarakat Arab mengubur hidup-hidup bayi

perempuannya karena alasan takut miskin atau tercemar nama baiknya. Sebagaimana

firman Allah:

“dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan kelahiran perempuan,

hitam (merah padamlah) wajahnya dan ia sangat bersedih (marah). Ia menyembunyikan

dirinya dari orang yang banyak disebabkan berita yang disampaikannya itu,

(ia berpikir) apakah ia memeliharanya dengan menanggung kehinaan, atau

menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup). Ketahuilah alangkah buruk apa yang

mereka tetapkan itu” (Q.S. An-Nahl, 16:

58-59).

Ayat ini secara tegas menolak pandangan yang membedakan laki-laki dan perempuan

khususnya dalam segi kemanusiaan. Alquran juga menerangkan bahwa laki-laki dan

perempuan diciptakan oleh Allah dengan derajat yang sama, bentuk yang sempurna, tidak

ada perbedaan antara satu individu dengan individu yang lain karena Allah menciptakan

manusia dari satu asal (Q.S. Al-Hujurat, 49: 13, Q.S. At-Tiin, 95: 4 dan Q.S. An-Nisa, 4:

1).

2. Laki-laki dan perempuan sama dari segi taklif.


Tugas-tugas (takalif) itu sama dalam Islam, baik berkaitan dengan laki-
laki maupun
perempuan. Keduanya sama-sama mukallaf di hadapan Allah swt. Allah berfirman:

6
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan

yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatan, laki-laki dan

perempuan yang benar, lakilaki dan perempuan yang sabar…Allah telah menyediakan

bagi mereka ampunan dan pahala yang besar (Q.S. Al-Ahzab, 33:

35).

Laki-laki dan perempuan samasama dibebani tugas-tugas ibadah, hukum-hukum agama,

tanpa ada perbedaan. Shalat, puasa, zakat dan haji bila mampu, merupakan kewajiban

agama baik bagi laki-laki maupun perempuan (Q.S. Al-Baqarah, 2: 183, 197 dan Q.S. At-

Taubah, 9: 103). Selain itu baik laki-laki maupun perempuan sama-sama dibebani

kewajiban untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar serta pengajaran akhlak (Q.S.

At-Taubah, 9: 71). Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa Alquran di samping

menegaskan kesetaraan laki-laki dan perempuan dari segi kemanusiaan, juga menjelaskan

bahwa laki-laki dan perempuan setara dalam hal taklif.

3. Laki-laki dan perempuan sama dari segi ganjaran dan balasan.


Islam memandang sama antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan apa yang

mereka usahakan. Allah berfirman:

“Bagi para laki-laki ada bahagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi

perempuan(pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan dan mohonlah kepada

Allah sebagian dari karuniaNya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu

(Q.S. An-Nisa, 4: 32).

Alquran juga menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang

sama

dalam memperoleh pahala dan balasan berupa jaminan kehidupan yang baik atas amal

7
shaleh yag dikerjakannya (Q.S. An-Nahl, 16: 97, Q.S. Al-Mukminun, 23: 40 , dan Q.S.

Al-

Zalzalah, 99: 7-8).

Berdasarkan pemaparan di atas, Alquran kiranya memang mengisyaratkan adanya

konsep kesetaraan gender yang ideal sekaligus juga menegaskan bawa prestasi atau usaha

individual, baik dalam bidang spiritual maupun non spiritual, tidak mesti dimonopoli

oleh satu jenis kelamin saja. Laki-laki dan perempuan memperoleh kesempatan yang

sama dalam meraih prestasi optimal. Dengan segala persamaan dan perbedaan yang telah

dijelaskan di muka, laki-laki dan perempuan secara bersama-sama dapat menjalankan

tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi ini (Amina Wadud Muhsin,

2006: 122). Tugas-tugas kekhalifahan tidak hanya dibebankan kepada laki-laki atau

perempuan saja melainkan kepada keduanya sekaligus. Dan tugas-tugas tersebut tidak

dapat dilaksanakan tanpa adanya kerjasama antara keduanya.

Ibarat siang dan malam, satu hari baru lengkap dengan pergantian siang dan malam.

Tetapi

antara siang dan malam tidak harus selalu sama dua belas jam. Bisa jadi siang lebih

panjang

dari malam, atau sebaliknya. Dan tidak perlu dipertanyakan mana yang lebih mulia, siang

atau malam, pertanyaan tersebut kurang relevan, karena siang adalah mitranya malam dan

begitu pula sebaliknya (Q.S. Yasin, 36: 36).

Dengan perspektif seperti inilah hendaknya kita melihat kemitraan dan kesetaraan

laki-laki dan perempuan dalam seluruh aspek kehidupan. Meskipun demikian,

dalam masyarakat, konsep ideal ini membutuhkan tahapan dalam mengimplementasikany

8
a karena masih terdapat sejumlah kendala terutama kendala budaya yang tidak mudah

untuk diselesaikan. Oleh karena itu, berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam

Alquran, makna kesetaraan ataupun kemitrasejajaran anatara laki-laki dan perempuan

adalah adanya keadilan perlakuan, baik terhadap laki-laki maupun perempuan dengan

menempatkan segala sesuatunya pada fitrah dan asalnya sesuai dengan proporsi dan

potensi masing-masing.4

C. GENDER DARI SEGI PERSPEKTIF TAFSIR

Al Qur’an sebagai sumber Islam menuntut perhatian serius bila seseorang ingin

mengetahui lebih jauh, memahami dan menggali prinsip-prinsip yang ada di dalamnya.

Dengan demikian pada hakekatnya tafsir merupakan anak kunci untuk membuka

simpanan keindahan yang tertimbun dalam al Qur’an. Tidak diragukan lagi al Qur’an

diwahyukan bagi umat manusia dan untuk segala zaman. Menurut al Zarqani, dalam

menafsirkan al Qur’an yang tepat dan sejalan dengan perkembangan dan kemajuan dunia

modern adalah tafsir yang bercorak rasional, yang sering disebut sebagai Tafsir bi al

Ra’yi atau bisa juga disebut sebagai Tafsir bi al Ijtihad . Bahkan, menurut Ali Asghar

Engineer, orang harus bisa memahami ayat-ayat yang kontekstual, artinya paham ketika

menafsirkan ayat yang terkait dengan gender dalam konteks masyarakat termasuk di

dalamnya memahami tentang status perempua. Namun kenyataan yang ada, dalam hal ini

penafsiran agama yang terkait dengan gender menghadapi tantangan besar. Ketika

penafsiran yang terkait dengan perempuan selalu saja didefinisikan melalui konsep fikih,

4
Dwi Ratnasari, Gender dalam perspektif al-qur’an, (Jurnal Humanika, Th. XVIII, No. 1. Maret 2018)

9
perempuan dipandang inferior dengan landasan tafsir yang mengandung bias misoginis.

Hal tersebut dapat jadi karena adanya beberapa hal, antara lain ialah sebagai berikut:

1. Pemahaman terhadap pengertian gender dan seks dalam mendefinisikan peran

seringkali belum pas.

2. Metode penafsiran yang selama ini digunakan, masih banyak mengacu pada

pendekatan tekstual, bukan kontekstual; sebagai konsekuensi qaidah ushul yang biasa

dijadikan pegangan jumhur ulama tafsir.

3.Umumnya mufassir adalah kaum laki-laki.

4. Banyak dikesankan bahwa kitab suci al Qur’an banyak memihak laki-laki dan

mendukung sistem patriarkhi, yang oleh kalangan feminis dipandang bisa merugikan

perempuan.

5. Pengaruh kisah Israiliyat yang berkembang luas di kawasan Timur

Tengah.

Bias gender tidak hanya terjadi dalam memahami atau menafsirkan ayat-ayat, melainkan

juga muncul dalam pemahaman hadis Nabi Muhammad Saw. Bahkan, bias gender juga

ditemukan dalam penafsiran banyak literatur Islam klasik (kitab kuning), terutama dalam

penafsiran kitab-kitab fiqh yang pada umumnya sering dianggap mutlak kebenarannya.5

5
Zaitunah Subhan, GENDER DALAM TINJAUAN TAFSIR, Jurnal Ilmiah Kajian Gender

10
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari beberapa uraian terdahulu tentang kesetaraan gender dalam al-qur’an kajian

tafsir Al-Qur’an, maka penulis dapat mengemukakan beberapa kesimpulan bahwa gender

adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan

perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Gender dalam arti ini adalah suatu

bentuk rekayasa masyarakat (social constructions), bukannya sesuatu yang bersifat

kodrati. Antara gender dan sex sangat berbeda, secara umum dapat dikatakan bahwa

gender digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dan lebih

banyak berkonsentrasi kepada aspek sosial, budaya, psikologis, dan aspek-aspek non

biologis lainnya, maka sex secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan

laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi. Dalam hal ini, istilah sex lebih banyak

berkonsentrasi kepada aspek biologi seseorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan

hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan karakteristik biologis lainnya.

Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi nilai keadilan dan persamaan

mengandung prinsip-prinsip kesetaraan seperti laki-laki dan perempuan sama-sama

sebagai hamba ( QS. Al-Zariyat ayat 56), laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai

khalifah di bumi.(QS.Al-Baqarah:30), laki-laki dan perempuan sama-sama menerima

perjanjian primordial (QS. Al-A’raf:172), Adam dan hawa sama-sama aktif dalam drama

kosmis bukan Hawa yang mempengaruhi Adam untuk makan buah Huldi melainkan

sama-sama tergoda dan sama-sama pula bertaubat kepada Allah (QS.Al-‘A’raf: 20

11
sampai 23), laki-laki dan perempuan berpotensi untuk meraih prestasi optimal (QS.Al-

Nahl:97). Implementasi kesetaraan gender perspektif al-Qur’an dalam hukum Islam

terlihat pada adanya transformasi hukum Islam yang bertalian dengan isu kesetaraan

relasi antara laki-laki dan perempuan seperti pada hukum poligami dan kewarisan dalam

Islam. Begitu juga di bidang profesi seperti hakim perempuan serta memicu lahirnya

produk hukum yang berpespektif kesetaraan dan keadilan gender.

DAFTAR PUSTAKA

Dwi Ratnasari, Gender dalam perspektif al-qur’an, (Jurnal Humanika, Th. XVIII, No. 1. Maret

2018)

Sarifa Suhra, KESETARAAN GENDER DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN

IMPLIKASINYA TERHADAP HUKUM ISLAM, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri

Watampone, (Jurnal Al-Ulum Volume. 13 Nomor 2, Desember 2013 Hal 373-394)

Luluk Masruroh, mas (2020) GENDER DALAM PRESPEKTIF AL QURAN (Studi analisis tafsīr

al-Mishbāh). Masters thesis, UIN Raden Intan Lampung.

Zaitunah Subhan, GENDER DALAM TINJAUAN TAFSIR, Jurnal Ilmiah Kajian Gender

12

Anda mungkin juga menyukai