Anda di halaman 1dari 15

GENDER

Di susun untuk memenuhi salah satu tugas


Mata Kuliah: Kajian Tafsir Tematik Kontemporer
Dosen Pembimbing: Drs. Sofyan Sori M.Ag

Disusun Oleh

Munawarah
NIM.1503130002

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

JURUSAN USHULUDDIN

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

1438 H/2017 M
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬


Assalamu’alaikum wr. wb.

Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT. Atas segala
rahmat dan karunia-Nya pada penulis, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan karya ilmiah ini berupa Makalah yang berjudul “Peminangan”.
Makalah ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu tugas kelompok mata
kuliah “Tafsir Ayat Tematik Kontemporer”.
Secara khusus pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih
kepada bapak Drs. Sofyan Sori M.Ag sebagai dosen pembimbing yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis selama penyusunan karya ilmiah ini dari
awal hingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.
Segala kesempurnaan hanyalah milik Allah semata, sehingga kami sangat
menyadari apabila di dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan dan sangat
jauh dari kata sempurna. Dengan ini kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah sederhana ini dapat memberikan manfaat yang luar biasa
bagi kami sebagai tim penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian pada
umumnya. Aamiin yaa robbal’aalamiin.

Wassalamu’alaikum wr.wb.
Palangka Raya, 8 November 2017

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................iError! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ........................................................................................ 2

B. Rumusan Masalah .................................................................................. 2

C. Tujuan Masalah ...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Gender....................................................................................... 3

B. Feminisme dan sejarah Munculnya ........................................................ 4

C. Konsep Kesetaraan gender dalam Al-Qur'an.......................................... 6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................... 12

B. Saran ..................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsekuensi dari paradigm integrasi-interkoneksi keilmuan adalah kesadaran unutk
membuka diri bagi para pengkaji dengan menggunakan teori-teori sosial untuk
memahami dalil-dalil. Salah satu teori social itu ialah gender analysic. Yaitu konsep
yang ingin membedakan laki-laki dan perempuan dari sudut pandang kontruksi sosial,
dimana proses pembentukannya melalui internalisasi kultur dan budaya, bahkan serta
teks-teks keagamaan. 1
Meski bukan fenomena baru, namun keterlibatan wanita dalam ruang publik
nampaknya masih terus menjadi perdebartan sampai sekarang. Beragamnya penafsiran
dalam memahami teks-teks Al-Qur'an. Untuk itu, dibutuhkan kearifan, ketelitian, dan
sikap demokratis dalam membaca teks-teks keagamaan yang berbicara tentang relasi laki-
laki dan perempuan. 2
Berpijak dari hal di atas, maka penulis mencoba menganalisis dan mendeskripsikan
dalam bentuk tugas makalah berkaitan dengan analisis gender pendekatan tafsir tematik
kontemporer.

B. Rumusan Masalah
Adapun hal-hal yang menjadi rumusan masalah dalam pembahasan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian Gender?
2. Bagaimana konsep gender dalam Islam?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini, antara
lain:
1. Untuk mengetahui tinjaun Al-qur'an pada QS.Al-Baqarah/02:235 dan QS. Al-
Mumtahanah/60:10, terhadap ayat ayat peminangan.

1 Abdul Mustaqim, Ilmu Maani al-Hadis: paradigm interkoneksi berbagai teori dan metode
memahami hadis nabi, (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta, 2016), hlm.99
2
Rodiah dkk, Studi Al-Qur'an Metode dan Konsep, (Yogyakarta: elSAQ Press, 2010), hlm.194

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Gender
Kata gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti Jenis Kelamin (sex).3
Namun secara istilah kata sex dan gender didefinisikan secara berbeda. Sex adalah
pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis melekat pada jenis
kelamin tertentu. Fungsinya tidak bisa dipertukarkan secara permanen tidak
berubah serta merupakan ketentuan biologis atau ketentuan Tuhan (kodrat).
Sementara konsep gender adalah pembagian lelaki dan perempuan yang
dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya perempuan dianggap lemah
lembut, emosional, keibuan dan sebagainya. Sedangkan laki-laki dianggap kuat,
rasional, perkasa dan sebagainya. Sifat-sifat tersebut tidaklah kodrati, karena tidak
abadi dan dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah
lembut, keibuan dan sebagainya. Sementara ada juga perempuan yang kuat,
rasional, perkasa dan sebagainya. Oleh karena itu, gender dari waktu ke waktu dan
dari tempat ke tempat dapat berubah. 4
Singkatnya ialah sex atau jenis kelamin didefinisikan sebagai
perbedaan biologis antara dua jenis kelamin manusia yang membawa perbedaan-
perbedaan ciri, yakni laki-laki dan perempuan. Sementara itu, gender (jender)
merupakan konsep yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural, untuk
membedakan sifat-sifat nonlahiriah antara laki-laki dan perempuan.
Istilah “gender” sebenarnya mempunyai pengertian yang beragam dan
relatif. Setiap feminis memiliki pandangan pribadi sendiri tentang gender.
Kebanyakan kaum feminis memaknai gender sebagai hasil penjabaran sosial
tentang jenis kelamin biologis. Mereka menolak pandangan bahwa gender
dibangun berdasarkan jenis kelamin biologis, bahkan pandangan ini dianggap
melebih-lebihkan perbedaan biologis dan membawa perbedaan tersebut kedalam
domain yang tidak relevan. Menurut kaum feminis, seharusnya tidak ada alasan
3
Annas Syah Fatihahtu, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: CV Cahaya Agency, t,th), hlm. 160
4
Mansuor Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 1999),
hlm.7-9

5
biologis untuk mengharuskan perempuan menjadi lembut dan laki-laki harus
tegas. Maka sebagai hasil konstruksi sosial, gender tidak bersifat alami dan
karenanya bersifat lentur dan bisa berubah.
Anne Fausto-Sterling menguatkan bahwa definisi tentang kategori biologis
“male” dan “female” secara mutlak diputuskan sosial. “Pelabelan seseorang
sebagai laki-laki atau perempuan adalah keputusan sosial. Kita dapat
menggunakan pengetahuan ilmiah untuk membantu kita membuat keputusan, tapi
hanya keyakinan kita tentang gender -tidak dengan ilmu- yang dapat
mendefinisikan jenis kelamin kita”, katanya. (Penelope Eckert and Sally
McConnell-Ginet, 2003:10-11).5
Helen Tierney mengartikan gender sebagai sebuah konsep kultural yang berusaha
membuat pembedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal peran, perilaku,
mentalitas, dan karakteristik emosional yang berkembang di masyarakat. Bagi H.T.
Wilson, gender merupakan suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-laki
dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka
menjadi laki-laki dan perempuan. Hilary M. Lips mengartikan gender sebagai harapan-
harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Linda L. Lindsey meyatakan bahwa
semua ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki atau
perempuan adalah termasuk kajian gender. 6
Dari beragam uraian tentang definisi istilah ”gender” di atas, dapat
disimpulkan bahwa pemaknaan ”gender” sebagai konstruk sosial sarat dengan
nilai, ideologi, ambisi dan kepentingan kelompok tertentu. Konsep gender yang
dibentuk secara sosial dimaksudkan untuk tidak melihat perempuan sebagai
kebalikan dari laki-laki yang lebih cocok untuk melahirkan anak, mengasuh, dan
merawat. Maka kategori biologis male dan female ditentukan secara sosial dari
peran yang diambil dari setiap manusia.
B. Feminisme dan Sejarah Munculnya
Wacana kesetaraan gender akhir-akhir ini telah berkembang menjadi
program sosial yang didesain secara akademik dan disosialisasikan secara politis.

5
Henri Shalahuddin, Gender itu Istilah Transnasional, diakses dari
(https://thisisgender.com/gender-itu-istilah-transnasional/), pada tanggal 7 November 2017 pukul
6:07
6
M.Hajir Mutawakkil, hlm. 70

6
Konsep yang menjadi basis wacana gender ini berasal dari masyarakat Barat yang
telah lama mengalami problem hubungan antara wanita dan laki-laki. Konsep itu
berbentuk dari protes para wanita dalam sebuah gerakan yang disebut gerakan
feminisme. Istilah feminisme berasal dari bahasa Latin femina, perempuan. Konon
dari kata fides dan minus menjadi fe-minus.7
Untuk mengetahui bagaimana fenimisme itu lahir dan berkembang kita
harus melihat kondisi Barat pada masa abad pertengahan, yaitu masa ketika suara-
suara feminis mulai terdengar Pada Abad pertengahan, gereja berperan sebagai
sentral kekuatan dan Paus sebagai pemimpin gereja menempatkan dirinya sebagai
pusat dan sumber kekuasaan. Sampai abad ke-17, gereja masih tetap
mempertahankan posisi hegemoninya sehingga berbagai hal yang dapat
menggoyahkan otoritas dan legitimasi gereja dianggap seabagai heresy dan
dihadapkan ke Mahkamah Inkuisisi.3 Nasib perempuan Barat tak luput dari
kekejian doktrin-doktrin gereja yang ekstrim dan tidak sesuai dengan kodrat
manusia.
Menurut McKay, pada dekade 1560 dan 1648 merupakan penurunan status
perempuan di masyarakat Eropa. Reformasi yang dilakukan para pembaharu
gereja tidak banyak membantu nasib perempuan. Studi-studi spiritual kemudian
dilakukan untuk memperbaharui konsep Saint Paul’s tentang perempuan, yaitu
perempuan dianggap sebagai sumber dosa dan merupakan makhluk kelas dua di
dunia ini. Walaupun beberapa pendapat pribadi dan hukum publik yang
berhubungan dengan status perempuan di Barat cukup bervariasi, tetapi terdapat
bukti-bukti kuat yang mengindikasikan bahwa perempuan telah dianggap sebagai
makluk inferior. Bahkan pada tahun 1595, seorang profesor dari Wittenberg
University melakukan perdebatan serius mengenai apakah perempuan itu manusia
atau bukan. Pelacuran merebak dan dilegalkan oleh negara. Perempuan menikah
di abad pertengahan juga tidak memiliki hak untuk bercerai dari suaminya dengan
alasan apapun.

7
“The very word to describe woman, femina, according to the authors of (witches Hammer) is
drived from fe and minus or fides minus, interpected as less in faith” lihat Henri Shalahuddin,
Indahnya Keserasian gender dalam Islam, (Jakarta:KMKI, 2012), hlm. xx

7
Kehidupan keras yang dialami oleh perempuan-perempuan pada saat Gereja
memerintah Eropa tertuang dalam essai Francis Bacon yang berjudul Marriage and
Single Life (Kehidupan Perkawinan dan Kehidupan Sendiri) pada tahun 1612, pada awal
mula Abad Pencerahan, yaitu abad ke 17, saat Bacon menulis esainya yang kondisi
perempuan Inggris pada saat itu mengalami kehidupan yang sulit dan keras.
Jelaslah, penindasan terhadap perempuan Barat di bawah pemerintahan gereja
membuat suara-suara perempuan yang menginginkan kebebasan semakin menggema di
mana-mana. Perempuan Barat, menjadi makhluk lemah dan tidak berdaya dilihat dari
hampir seluruh aspek kehidupan. Hal itulah yang kemudian mendorong para perempuan
Barat bergerak untuk mendapatkan kembali hak individu dan hak sipil mereka yang
terampas selama ratusan tahun. Revolusi yang terjadi di Eropa membuat gerakan
perempuan mendapatkan kesempatan untuk ikut menyuarakan kepentingan mereka. 8
C. Konsep Keseteraan Gender dalam Al-qur'an
Sejarah menunjukan secara jelas bagaimana perempuan pada masa-masa
Islâm diturunkan mendapat penghargaan tinggi, justru terutama dari Nabî
Muhammad, figur panutan dari seluruh umat Islâm. Menurut Asghar Ali
Engineer, adalah suatu revolusi besar di mana Nabî Muhammad saw. telah
memrakarsai melakukan perubahan dalam masyarakat Mekah secara menyeluruh.
Secara bertahap Islâm menjadi agama yang sangat mapan dengan ritualisasi yang
sangat tinggi.
Secara historis, perempuan telah memainkan peranan yang sangat strategis
pada masa awal maupun pertumbuhan dan perkembangan Islâm, baik dalam
urusan domestik maupun publik. Ini dibuktikan antara lain melalui peran
perempuan dalam membantu perjuangan Rasûlullâh seperti di medan perang.
Khadijah, istri Nabî yang sangat setia, misalnya, menghibahkan banyak harta
bendanya untuk perjuangan Islâm; Arwâ ibn Abd al-Muthalib yang meminta anak
laki-lakinya agar membantu Nabî dan memberi apa saja yang dimintanya; dan

8
Dinar Dewi Kania, Isu Gender: Sejarah dan Perkembangannya, diakses dari
(https://qobid.files.wordpress.com/2015/09/isu-gender_dinar1.pdf), pada tanggal 16 Oktober 2017
pukul 22:49

8
Ummu Syurayk yang telah membujuk perempuan-perempuan Mekah secara
diam-diam melakukan konversi dari agama pagan ke Islâm. 9
Dalam kaitannya dengan persoalan relasi laki-laki dan perempuan, prinsip
dasar al-Qur’ân sesungguhnya memperlihatkan pandangan yang egaliter. Merujuk
pada al-Qur’ân banyak ayat menjelaskan tentang prinsip-prinsip kesetaraan
gender. Nasaruddin Umar mencoba mengkompilasinya sebagai berikut: pertama,
prinsip kesetaraan gender mengacu pada suatu realitas antara laki-laki dan
perempuan, dalam hubungannya dengan Tuhan, sama-sama sebagai seorang
hamba. Tugas pokok hamba adalah mengabdi dan menyembah. Ini dapat
dipahami dalam firman-Nya: “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia
kecuali untuk menyembah-Ku.” (QS. al-Dzâriyât (51): 56). 10
Dalam kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan antara laki-
laki dan perempuan. Perbedaan yang dijadikan ukuran untuk memuliakan atau
merendahkan derajat mereka hanyalah nilai ketaqwaannya. Prestasi ketaqwaan
dapat diraih oleh siapa pun, tanpa memperhatikan perbedaan jenis kelamin, suku
bangsa atau kelompok etnis tertentu. Al-Qur’ân menegaskan bahwa hamba yang
paling ideal ialah muttaqûn, sebagaimana disebutkan dalam firman- Nya:

ِ َّ‫ارفُوا ِإ َّن أ َ ْك َر َم ُك ْم ِع ْندَ اَّلل‬ ُ ‫اس ِإنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن ذَك ٍَر َوأ ُ ْنثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم‬
َ َ‫ش ُعوبًا َوقَبَائِ َل ِلتَع‬ ُ َّ‫يَا أَيُّ َها الن‬
‫ش ُعوبًا َو َق َبائِ َل‬ ُ ‫اس إِنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن ذَك ٍَر َوأ ُ ْنثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم‬ُ َّ‫ير َيا أَيُّ َها الن‬ ٌ ‫ع ِلي ٌم َخ ِب‬ َّ ‫أَتْقَا ُك ْم ِإ َّن‬
َ َ‫اَّلل‬
‫ير‬
ٌ ِ‫علِي ٌم َخب‬ َّ ‫اَّللِ أَتْقَا ُك ْم ِإ َّن‬
َ َ‫اَّلل‬ َّ َ‫ارفُوا ِإ َّن أ َ ْك َر َم ُك ْم ِع ْند‬
َ ‫ِلت َ َع‬
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kalian dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa
dan bersukusuku supaya kalian saling mennal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kalian di sisi Allâh ialah orang yang paling
bertaqwa diantara kalian. Sesungguhnya Allâh Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal.” (QS. al-Hujurât/49: 13).
Kedua, adalah fakta bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan sebagai
khalîfah. Jika dicermati, Allâh Swt. sama sekali tidak menegaskan jenis kelamin
seorang khalîfah. Jadi dalam Islâm prinsip kesetaraan gender telah dikenal sejak
zaman `azalî. Lihatlah surah al-Baqarah ayat 30 yang menegaskan:

9
Fadlan, Islam Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender dalam Al-qur'an, dalam Jurnal
KARSA Vol. 19 No. 2 Tahun 1994, Hlm. 111
10
Fadlan, hlm. 110

9
ِ ‫َو ِإ ْذ قَا َل َربُّكَ ِل ْل َم ََلئِ َك ِة إِنِي َجا ِع ٌل فِي ْاْل َ ْر‬
ً ‫ض َخ ِليفَة‬
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalîfah di muka
bumi…” (QS.al-Baqarah/2: 30).
Menurut Nasaruddin Umar, kata khalîfah pada ayat di atas tidak
menunjukkan kepada salah satu jenis kelamin atau kelompok etnis tertentu. Laki-
laki dan perempuan mempunyai fungsi yang sama sebagai khalîfah, yang akan
mempertanggung jawabkan kekhalîfahan- nya di bumi, sebagaimana halnya
mereka harus bertanggung jawab sebagai hamba Tuhan. 11
Ketiga, laki-laki dan perempuan sama-sama mengemban amanah dan
menerima perjanjian primordial dengan Tuhan. Saat itu jenis kelamin bayi belum
diketahui apakah laki-laki atau perempuan. Oleh karena itu, Allâh telah berbuat
adil dan memberlakukan kesetaraan gender dengan terlebih dahulu ia harus
menerima perjanjian dengan Tuhannya, 12 sebagaimana disebutkan dalam
firmannya.
‫علَى أ َ ْنفُ ِس ِه ْم أَلَ ْستُ ِب َر ِب ُك ْم قَالُوا بَلَى‬
َ ‫ور ِه ْم ذُ ِريَّت َ ُه ْم َوأ َ ْش َهدَ ُه ْم‬ ُ ‫َو ِإ ْذ أ َ َخذ َ َربُّكَ ِم ْن بَنِي آَدَ َم ِم ْن‬
ِ ‫ظ ُه‬
َ‫ع ْن َهذَا غَافِلِين‬ َ ‫ش ِه ْدنَا أ َ ْن ت َ ُقولُوا يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة ِإ َّنا ُك َّنا‬
َ
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allâh mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): “Bukankan Aku ini Tuhanmu?” Mereka
menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. Kami
lakukan yang “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang
yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (QS. al-A`râf (7): 172).
Keempat, prinsip kesetaraan gender dalam al-Qur’ân dapat dilihat pada
kenyataan antara Adam dan Hawa adalah aktor yang sama-sama aktif terlibat
dalam drama kosmis. Kisah kehidupan mereka di surga, karena beberapa hal,
harus turun ke muka bumi, menggambarkan adanya kesetaraan peran yang
dimainkan keduanya. 13 Hal ini dapat dilihat dengan penggunaan kata ganti untuk
dua orang (humâ), yakni kata ganti untuk Adam dan Hawa. Seperti yang terdapat
dalam ayat berikut:

11
Nasarudin Umar, Argumen Kesetaraan Gender, hlm.252-253
12
Ibid, hlm 253-254
13
M.Quraish Shihab, Wawasan Al-qur'an, (Bandung: Mizan, 1997), hlm. 302

10
‫ق ْال َج َّن ِة‬
ِ ‫علَ ْي ِه َما ِم ْن َو َر‬
َ ‫َان‬
ِ ‫صف‬ َ ‫س ْوآَت ُ ُه َما َو‬
ِ ‫طفِقَا َي ْخ‬ َ ‫ت لَ ُه َما‬ ْ َ‫ش َج َرة َ َبد‬ َّ ‫ور فَلَ َّما ذَاقَا ال‬ ٍ ‫فَدَ ََّّل ُه َما ِبغُ ُر‬
َ ‫طانَ لَ ُك َما‬
‫عد ٌُّو ُم ِبي ٌن‬ َ ‫ش ْي‬ َّ ‫ع ْن تِ ْل ُك َما ال‬
َّ ‫ش َج َرةِ َوأَقُ ْل لَ ُك َما ِإ َّن ال‬ َ ‫َونَادَا ُه َما َربُّ ُه َما أَلَ ْم أ َ ْن َه ُك َما‬
“Maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan
tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, tampaklah bagi
keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan
daun-daun surga. Kenudian Tuhan mereka menyeru mereka: “Bukankah
Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan
kepadamu: “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi
kamu berdua.” (QS. al-A`râf (7): 22).

D. Problem Gender Kontemporer


Dalam beberapa aspek kehidupan, kaum feminis biasanya menggugat produk
hukum Islam yang dianggap bias gender. Beberapa contoh yang biasa tergugat adalah
perihal hak waris, kepemimpinan dalam keluarga, dan pengajuan perceraian. Berdasarkan
hal itu, kemudian mereka menawarkan cara pandang baru yang tentunya bersifat
menggugat, menyalahkan, dan mendekonstruksi. Hasil produk pikiran yang ditawarkan
sudah barang pasti terpengaruh worldview Barat yang sekuler. Walhasil, apa yang
ditawarkan jauh dan bertolak belakang dari nilai-nilai Keislaman.
Kasus terkini yang sangat massif berkembang di dunia ialah propaganda
Lesbian gay Biseksual dan Transgender atau disingkat dengan lgbt. Pemikiran dan
kampanye feminis radikal ternyata secara tidak sadar telah masuk ke negara-
negara Islam melalui propaganda yang tekait dengan kesetaraan gender,
kesehatan reproduksi, pendidikan seksual dan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual
dan Transgender). Dalam pandangan feminis radikal, perempuan akan selalu
menjadi the second sex (the other), kecuali apabila perempuan benar-benar bisa
memiliki kontrol penuh atas kekuatan reproduksi dan hasrat seksual. Artinya,
kebebasan seksual adalah kekuasan penuh atas tubuh dan aktivitas seksual
mereka. Bahkan atas nama kebebasan ini, kaum feminis radikal mendorong
perempuan untuk bereksperimen dengan semua macam consensual sex, termasuk
aktivitas seks yang kontroversial. 14

14
Dinar Dewi Kania, perempuan dan kebebasan Seksual, diakses dari
(https://thisisgender.com/perempuan-dan-kebebasan-seksual/), pada tanggal 07 November 2017
pukul 23:21

11
Isu kesetaran dan kebebasaan yang diperjuangkan kaum feminis
merupakan konsep abstrak, bias dan absurd karena sampai saat ini para feminis
sendiri belum sepakat mengenai kesetaraan dan kebebasan seperti apa yang
diinginkan kaum perempuan. Terminlogi ”Feminis” sendiri memiliki beragam
definisi berdasarkan latar belakang sejarahnya. Walaupun pada awal
kemunculanya feminisme tampak seperti gerakan reaktif terhadap penindasan
gereja, tetapi perkembangannya dikemudian hari memperlihatkan akar dari
gerakan ini adalah paham relativisme yang menganggap bahwa benar atau salah,
baik atau buruk, senantiasa berubah-ubah dan tidak bersifat mutlak, tergantung
pada individu, lingkungan maupun kondisi sosial.
Salah satu efek dari paham relativisme yang dianut oleh kaum feminis,
adalah menyuburkan praktik-praktik homoseksual di dalam masyarakat, karena
apa yang dulu dianggap salah, kini dengan dalih penghormatan terhadap HAM,
telah berubah menjadi sebuah kebenaran. Di Barat, pasangan lesbi kini dapat
menikah secara legal dan diakui oleh negara secara sah.
Para feminis radikal berpendapat dominasi laki-laki berpusat dari
seksualitas, karena dalam hubungan heteroseksual, perempuan menjadi pihak
yang tersubordinarsi Tetapi dengan menjadi lesbi, perempuan memiliki kontrol
yang sama dan tidak ada dominasi dalam hubungan seksual diantara mereka .
Gerakan feminis juga memunculkan masalah-masalah sosial baru yang
membuat peradaban Barat berada di ambang kehancuran. Isu kebebasan telah
membuat perzinahan diakui sebagai hak individu dan negara tidak boleh
memberikan sangsi hukum bagi para pelakunya. Kaum perempuan Barat banyak
yang memilih untuk tidak menikah dan menganggap pernikahan sebagai bentuk
pengekangan terhadap kebebasan mereka. Penemuan alat kontrasepsi dan
dilegalkannya praktik aborsi telah menjadikan perempuan barat terjerumus dalam
pergaulan bebas tanpa takut resiko memiliki anak di luar pernikahan. Bagi
perempuan yang masih memiliki sedikit hati nurani kemudian memilih untuk
menjadi single parents walau konsekuensinya anak-anak itu terlahir dan tumbuh

12
tanpa mengenal sosok ayahnya. Saat ini, eksploitasi terhadap kaum perempuan
dan anak-anak semakin merajalela, yang tidak pernah terjadi sebelumnya. 15

15
Dinar Dewi Kania, Isu gender dan Perkembangannya, diakses dari (https://thisisgender.com/isu-
gender-sejarah-dan-perkembangannya/), pada tanggal 7 November 2017 pukul 00:10

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
gender (jender) merupakan konsep yang dikonstruksikan secara sosial
maupun kultural, untuk membedakan sifat-sifat nonlahiriah antara laki-laki dan
perempuan. konsep gender adalah pembagian lelaki dan perempuan yang
dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya perempuan dianggap lemah
lembut, emosional, keibuan dan sebagainya. Sedangkan laki-laki dianggap kuat,
rasional, perkasa dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan persoalan relasi laki-
laki dan perempuan, prinsip dasar al-Qur’ân sesungguhnya memperlihatkan
pandangan yang egaliter. Merujuk pada al-Qur’ân banyak ayat menjelaskan
tentang prinsip-prinsip kesetaraan gender. Nasaruddin Umar mencoba
mengkompilasinya sebagai berikut: pertama, prinsip kesetaraan gender mengacu
pada suatu realitas antara laki-laki dan perempuan, dalam hubungannya dengan
Tuhan, sama-sama sebagai seorang hamba. Tugas pokok hamba adalah mengabdi
dan menyembah

B. Saran
Dalam uraian makalah ini, penulis berharap kepada pembaca terutama
penulis sendiri mendapatkan manfaat serta menambah wawasan bagi para
pembaca. adapun mengenai teknik penulisan dalam makalah ini, penulis sangat
yakin banyak sekali terdapat suatu kesalahan kekurangan. Maka dari itu, penulis
berharap kepada pembaca agar memberikan masukan atas kesalahan dan
kekurangan dalam makalah ini. Sekian dari kami.

14
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku

Al-Qur'an Al-Karim
Fakih, Mansuor. 1999. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Fatihahtu, Annas Syah. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: CV Cahaya Agency.
t,th
Mustaqim, Abdul. 2016. Ilmu Maani al-Hadis: paradigm interkoneksi berbagai
teori dan metode memahami hadis nabi. Yogyakarta: Idea Press
Yogyakarta
Rodiah dkk. 2010. Studi Al-Qur'an Metode dan Konsep. Yogyakarta: elSAQ
Press.
Shalahuddin, Henri. 2012 Indahnya Keserasian gender dalam Islam.
Jakarta:KMKI
Umar, Nasaruddin. 2001. Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur'an.
Jakarta: Paramadina

B. Internet

Kania, Dinar Dewi. Isu Gender: Sejarah dan Perkembangannya, diakses dari
(https://qobid.files.wordpress.com/2015/09/isu-gender_dinar1.pdf), pada
tanggal 16 Oktober 2017 pukul 22:49

________________, Perempuan dan Kebebasan Seksual, diakses dari


(https://thisisgender.com/perempuan-dan-kebebasan-seksual/), pada
tanggal 07 November 2017 pukul 23:21
Shalahuddin, Henri. Gender itu Istilah Transnasional, diakses dari
(https://thisisgender.com/gender-itu-istilah-transnasional/), pada tanggal 7
November 2017 pukul 6:07
Shihab , M.Quraish.1997. Wawasan Al-qur'an. Bandung: Mizan

C. Jurnal

Fadlan, Islam Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender dalam Al-qur'an, dalam
Jurnal KARSA Vol. 19 No. 2 Tahun 1994,
Mutawakkil, M.Hajir. Keadilan Islam dan Persoalan Gender. Dalam jurnal
Kalimah Vol 12, No I, Maret 2014

15

Anda mungkin juga menyukai