Disusun untuk memenuhi tugas makalah pada mata kuliah Studi Islam
Dosen Pengampu :
Dr. Lilik Andar Yuni, M.SI
Oleh : Kelompok 14
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER HUKUM KELUARGA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS
SAMARINDA
2021
KATA PENGANTAR
َ َ َ َ لرب َ ْ
صالُْ لَْل َسال ُْ لََلى َل ْْلرِ ْألََِْلاِ لَْلْ ْمْر لسَ ْ ل
ن لَ لََلى َ ن لَْل ّ ْلْ لعالم ْ ل ْحل ْم ُْ ل
.ُْ ن َلَّا َل ْع َ ْ َ َِ َََِْ ََِْلل
لْلع ْ ل ْلل
Segala puji hanya milik Allah, penulis memuji-Nya, meminta tolong kepada-
Nya, dan meminta ampunan-Nya. Kami meminta perlindungan kepada allah dari
keburukan diri dan perilaku penulis. Barangsiapa yang diberi Allah petunjuk maka
tiada seorang pun dapat menyesatkan, dan barangsiapa Allah sesatkan maka tiada
seorang pun dapat menunjukinya. Atas izin dan petunjuk-Nya sehingga makalah yang
berjudul PENDEKATAN GENDER DALAM STUDI ISLAM ini dapat terwujud
dan terselesaikan dengan baik. Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah,
dan tiada sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba
dan utusan Allah. Semoga Shalawat dan Salam tetap tercurahkan kepadanya,
keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti petunjuknya hingga hari
kiamat. Amma ba’du
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1
B. Rumusan Masalah...................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Konsep Gender.................................................. 3
B. Pendekatan Gender Dalam Studi Islam...................................... 6
B. Implementasi Pendekatan Gender Dalam Studi Islam............... 8
BAB V PENUTUP.......................................................................................
A. Kesimpulan................................................................................. 15
B. Saran........................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 16
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan pedoman hidup bagi setiap umat Islam yang telah
mengajarkan untuk menempatkan setiap manusia berada pada posisi yang sederajat
(egaliter), tanpa melihat perbedaan, baik dari jenis kelamin, status, sosial, ras,
maupun agama. Dikarenakan di mata Allah SWT semua manusia adalah sama dan
hanya level ketakwaan yang membedakan diantara mereka, sebagaimana firman
Allah SWT dalam Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 13, yakni
اَُف وٓ ا۟ إَّنَُفَٓبا رٓ رَ رَاو َِ رَ َِ رَ رَ رن ورّأ ر يّ رَا لِ نٰاُف إَ نٰا رَ رْ مْ ن رٰ فُْ ّمّ رَ رُ رَ رُٓفٰ رَ نٰ رٓ رَ رَ مْ ن رٰ فُ مْ ف
لّ ُر مَ رْ نٰ فُ مْ إَّن ن ر
َلّ رََّْ رْ رَ ََّ ر َ ُر مُ رَ رّ فُ مْ ََ َٰر ن
”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Sayangnya, prinsip-prinsip tersebut sering kali dimaknai sebagai pesan
yang terkandung dalam al-Qur’an, sehingga seringkali nash-nash hanya dipahami
secara tekstual tanpa pemahaman sosio-historisnya.
1
sebagai standar global harus dilaksanakan oleh semua negara di dunia. Gender
biasa dikaitkan dengan pembedaan atas dasar jenis kelamin (seks), oleh karena itu
dalam pembicaraan gender selalu muncul hubungan antara pria dan wanita. Maka,
dapat dikatakan bahwasanya, gender merupakan pembedaan peran, fungsi dan
tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang dihasilkan dari konstruksi
social budaya dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dan Konsep Gender ?
2. Bagaimana Pendekatan Gender dalam Studi Islam ?
3. Bagaimana Implementasi Pendekatan Gender dalam Studi Islam ?
1
Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, (Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm. 3.
2
BAB 1I
PEMBAHASAN
Sedangkan konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum
laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural.
Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau
keibuan. Sementara laki-laki itu dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa.
Ciri-ciri sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan.
Perubahan ciri dan sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari
tempat ke tempat yang lain. Itulah yang dikenal dengan konsep gender.3
Perbedaan ini dihasilkan oleh interpretasi sosial atau sering disebut Social
Contruction. Perbedaan ini disebut non-kodrati, tidak kekal, sangat mungkin
berubah, dan berbeda-beda berdasarkan ruang dan waktu. Sebagian masyarakat
berpandangan bahwa perbedaan laki-laki dan perempuan tidak hanya terbatas
2
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.8
3
Mansour Fakih, h.9
3
pada perbedaan yang bersifat kodrati. Perbedaan ini bisa berupa penyifatan,
seperti perempuan yang dianggap emosional, laki-laki rasional, laki-laki
memiliki akal sehat yang sempurna, perempuan memiliki akal yang sempit, dan
seterusnya. Perbedaan yang didasarkan karakteristik ini memunculkan
pembagian ruang dan peran. Laki-laki di ruang publik dan melakukan peran
produksi, sedangkan perempuan dianggap bertanggung jawab penuh di ruang
domestik, berperan dalam urusan rumah tangga atau reproduksi. Karena
perbedaan laki-laki dan perempuan yang tersebut diatas adalah hasil konstruksi
sosial, maka dia bisa berubah atau diubah.4
4
Zaitunah Subhan, Kodrat Perempuan Takdir atau Mitos, (Yogyakarta: Pusaka Pesantren, 2004), h.12
5
Zaitunah Subhan, h.13
6
Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami, (Jakarta: Gramedia, 2004). h.5
7
Demi H. Susilastuti, “Gender Ditinjau dari Perspektif Sosiologis”, Fauzi Ridjal, Dinamika Gerakan
Perempuan di Indonesia, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993), h.30
4
Laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki potensi dan kecerdasan,
keinginan dan cita-cita, impian dan harapan, juga rasa khawatir dan kecemasan.
Dengan kesadaran ilmu pengetahuan yang dia peroleh, dia tidak hanya mampu
berperan sebagai ibu rumah tangga yang hanya berkutat di wilayah domestik,
akan tetapi dia juga mempunyai potensi untuk terus dikembangkan.8
8
Zaitunah Subhan, Perempuan dan Politik dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006), h.15
9
Mansour Fakih, Analisis Gender, h.9
10
Mansour Fakih,Analisis Gender, h.10
5
termanifestasikan dalam pelbagai bentuk ketidakadilan, yakni : marginalisasi
atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam
keputusan politik, pembentukan stereotipe atau melalui pelabelan negatif,
kekerasan, beban kerja lebih banyak dan lebih panjang, serta sosialisasi ideologi
nilai peran gender. Manifestasi ketidakadilan gender tidak bisa dipisah-pisahkan
karena saling berkaitan dan berhubungan, saling mempengaruhi secara
dialektis.11
Sebagian aktivis gender juga menyatakan bahwa teks al Qur’an dan hadis
mempunyai standar ganda dalam menempatkan perempuan. Menurut penggiat
gender lainnya mengemukakan bahwa hal ini disebabkan penggunaan bahasa
Arab sebagai bahasa wahyu yang sejak awalnya mengalami bias gender, baik
dalam kosakata, maupun dalam strukturnya.
Oleh karena itu, setidaknya ada tiga model kajian yang terkait dengan
Pendekatan gender dan studi Islam yakni:
1. Penelitian yang berangkat dari kajian murni yang value free, dalam arti bukan
berangkat dari prinsip dan tujuan mewujudkan keadilan gender, namun hanya
sekedar untuk mendiskripsikan isu-isu tersebut dalam berbagai disiplin keilmuan.
Maka, bentuk kajiannya pun harus berupa normatif-deskriptif. Misalnya, isu-isu
11
Taufik Abdullah, Ensiklopedi Islam, jld. VI, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), h. 175
12
Siti Musdahlm Mulia, Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender, (Yogyakarta: Kibar Press,2006),
hlml. 101-102
6
gender dalam perspektif ini dikaji dengan menggunakan pendekatan keilmuan
murni seperti tafsir, hadis, fikih dan lain sebagainya. Sehingga, informasinya
lebih bersifat deskriptif, tidak mempunyai kepentingan untuk melakukan suatu
perubahan.
2. Penelitian yang berangkat dari kajian dengan pendekatan ilmu sosial dan
humaniora dengan mengkaji isu-isu perempuan dengan berpijak pada paradigma
feminis dan teori sosial kritis. Dalam hal ini dapat disarikan ke dalam beberapa
langka yakni: Pertama, mengubah pandangan budaya yang selalu menempatkan
perempuan dalam posisi subordinat. Kedua, melakukan dekonstruksi terhadap
pemahaman keagamaan yang tidak kondusif terhadap peran gender. Ketiga,
merevisi sistem pendidikan agama yang terlalu menekankan pada aspek kognitif
semata, dan merumuskan suatu sistem pendidikan agama yang dapat mengubah
perilaku keagamaan. Keempat, merevisi sejumlah peraturan yang bias gender dan
tidak bersahabat pada perempuan.
3. Penelitian yang berangkat dari kajian dengan pendekatan ilmu sosial dan
humaniora dengan mengkaji isu-isu perempuan dengan paradigma feminis
berpusat pada analisis gender. Artinya, semua bidang dalam kajian Islam dapat
membahas persoalan-persoalan gender dan perempuan tersebut.
4. Penelitian yang berangkat dari kajian dengan pemetaan isu-isu gender dalam
studi Islam.
13
hlmttp://www.google.co.id/amp/m.republika.co.id
7
a. Menekankan kesamaan diantara perempuan di seluruh dunia. Isu- isu yang
disetujui difokuskan pada masalah keibuan dan struktur keluarga. Walaupun isu
tersebut dialami semua perempuan dan disuarakan kepentingan mereka, tetapi ia
juga berkaitan erat dengan keberagaman budaya, kelas, bangsa dan orientasi
seksual sehingga menghasilkan perbedaan pandangan tentang arti ibu dan
struktur keluarga.
b. Pendekatan yang lebih hierarkis dengan melihat budaya barat sebagai
model ideal sehingga budaya-budaya lain harus dipahami dari sudut pandang
barat. Pendekatan ini melahirkan program women and development.
ن
رَّّٓم رَ۟ ن رّ ََ َِٓو ُرّم رَ رْ رَ رِ فُْ ّمّم ُرُٰفَْ فُ مْ ُر مْ ن رَٓب ا ِم رَْم فُ فٰ وٓ ا۟ إَ رِ مّ رَا رٓ رَ رَ رَ رَ مّ رٰ فُْ ّ رنٓ نَ بً رٓ رَْم رّ بً إَّن َُٰ رَِ ر
ََ
رَ رَ۟ ن رّ ر
ٍ ِم رْ مٓ رْ رّ رَ رُ نُ فَ ر
ّٓ
”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir.”14
14
https://tafsirweb.com/37159-surat-ar-rum.html
8
Islam sama sekali tidak mencegah kaum hawa ikut perperan aktif
mengikuti profesi yang diinginkan. Kemampuannya seperti pengusaha, arsitek,
politik dan lainnya tidak menjadi penghalang dari hukum asalkan kegiatan itu
tidak melenceng dari ad-din. Kaum hawa diberikan peluangdengan syarat tidak
mengalami kecametan rumah tangga, sehinggaa tidak menimbulkan pikiran
minus jika kaum hawa mempunyai suami serta ad-din. Ada beberapa perbedaan
pendapat mengenai kebolehan perempuan. Menurut jumhur ulama tidak boleh
seorang perempuan menjadi qadi (hakim), sementara Abu Hanifah
memperbolehkan haum hawa mengambil keputusan berkaitan pembahasan
perdata dan permasalahan pidana tidak diizinkan untuk mengambik keputusan.
Sedangkan Muhammad Jarir at-Tabari berpendapat kaum hawa boleh menjadi
qoddi secara penuh.15
15
M. Marcoes L, Wanita Islam dalam Kajian Tekstual dan Kontekstual. (Jakarta: INIS,1993.), h.24
9
berujung tentang kaitan kaum adam dan hawa. Perbedaan argumen para ulama
tentang suami (kaum adam) diberikan keyakinan menjadi imam dalam rumah
tangga untuk mengatur istri (kaum hawa). Teks lain berbicara mengenai
perbedaan kaum adam dan hawa terdapat pada surah Ali Imran ayat36 dan inti
tejemahannya “perbedaan kaum adam tidak sama dengan kaum hawa”. Dasar
ayat ini kontra dengan kandungan “gender”. Jika dibahas dengan pendekatan
tafsir Islam, akan terlihat tujuannya yang serupa tentang konsep kesamaan
menurut pemikiran Islam. ayat ini tidak berpendapat tentang tinggi rendahnya
suatu kaum adam ataupun hawa dan sebaliknya. Surah Ali Imran ayat 36
berbicara konsepsi kesamaan secara mendalam.Kajian pemahaman ini sangat
penting dan substansial untuk dibicarakan. Ini menjadi pangkal asumsi tentang
persamaan (gender) menurutal-karim yang sepadan.16
16
Halim K, Abd. 2014. “Konsep Gender Dalam Al-Quran (Kajian Tafsir tentangGender dalam QS.
Ali Imran (36)”, Jurnal Al-Maiyyah.Volume 7 No. 1., h.24
17
Afifah N, .Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia,2017), h.17
10
Contohnya Ummu Salamah menjadi tokoh konselor politik yang ahli pada
Nabi Muhammad SAW.dan menganggap antara kaum adam dan hawa setara.18
Banyak yang mampu dilakukan oleh kaum hawa sesuai dengan apa yang
dapat dilaksanakan kaum adam. Kaum hawa dianggap lemah serta kurang
akal dapat ditepis dengan kemampuan yang dimilikinya tanpa berharap dengan
kaum adam. Potensi kaum hawa tidak berbeda kemampuannya asalkan
diberikan kebebasan tanpa dipengaruhi pemikiran urf’ yang kental sehingga
menghambatnya untuk maju. Stigma kemampuan kaum hawa yang
dibumimingkan untuk meninggikan kembali kesamaan drajat keduanya.
2. Poligami
18
Muhammad Isnanto, Gender dalam Islam: Teks dan Konteks (Yogyakarta:PSW UIN Sunan
Kalijaga,2009), h.3
19
https://tafsirweb.com/37121-surat-an-nisa.html
11
َاَ رِ فُْ ّ رمّ لِ مٰ رْاو ََ رّ مَ رٰ نٰ رٓ فَ ن رْ ر فٓ۟ رّا رَ ر ٓ۟ َُٰ ملِ رّ ن رَ رّ نٰ رُٱٰ َُْ ا َ ا رٓإَّم ََ مُ فَ مْ ُر نّ فَ مَْْ ف
ٍ ُر مّ ن رّ فٰ فُ مْ ن رَِ رََ ُر مَ رٰ ن وٰ ُر نّ رََفِٓف ا
۟ٓ ٓ۟ رُ ن رََْٓر بً ُر مٓ رّا رّ رْ رُ م
رٓ فَ ن رَ رَ رَُِّم ََ مُ فَ مْ ُر نّ رََم ََِف ا
”Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya.”
12
“memiliki istri lebih dari satu dalam kesempatan tertentu dibatasi hanya
diperbolehkan mempunyai istri sebanyak empat”. Selanjutnya pasal 56 butir 1
intinya tentang “suami berkeinginan memiliki istri melebihi dari seorang patut
memperoleh lampu hijau oleh Pengadilan Agama.
3. Kewarisan
13
didapat antara keduanya.Karena jumlah yang diperoleh tergantung pada kondisi
atau status seseorang disetiap kasusnya.20
Masa Jahiliyah kaum hawa tidak mendapat harta waris sedikitpun, tetapi
Islam datang memberikan kemuliaan kepada perempuan. Pembagian kewarisan
anak laki-laki memang mendapat harta waris lebih banyak. Denganmemberikan
kewajiban kepada anak laki-laki unutk menangung nafkah istri dan anaknya.
Ketika kenyataan sosial berubah, yaitu kaum hawa ikut menanggung nafkah
keluarga dan kewajiban sosial relatif sama sehingga bagian warisan bisa
dipertimbangkan. Adanya doktrin tentang penutupan ijitihad mengenai
kewasiran dalam Islam kurang lebih 14 abad dan pemikirannya diterima. Tetapi
dengan perubahan yang moderen eksistensi tentang pendapat ini mulai
dibantah dalam hukum Islam. Pemikiran feminis membantah pemikiran ulama
salaf dengan pemikiran ketentuan ini lebih diskriminasi dan memudoratkan
kepada kaum hawa. Untuk itu, perlu pengkajian terbaru mengenai tafsir
kewarisan dan menjadi pertimbangan dalam komunitas muslim.21
20
Wahidah, “Relasi Kesetaraan Antara Laki-Laki dan Perempuan dalam Kasus Kewarisan
(Faraidh)”, 2018, Fakultas Syariah UIN Antasari Banjarmasin, h.66
21
Khaeron Sirin, “Analisis Pendekatan Teks Dan Konteks Dalam Penentuan Pembagian Waris
Islam”, 2013, Jurnal Ahkam:Vol. Xiii, No. 2, h.216
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
diatas masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan
memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik
15
DAFTAR PUSTAKA
Musdah Mulia. 2014. Indahnya Islam Menyuarakan Keseteraan & Keadilah Gender,
Yogyakarta: SM & Naufan Pustaka.
Mufidah. 2008. Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender. Malang: Uin Maliki
Malang Press.
Sirin, Khaeron. 2013. “Analisis Pendekatan Teks Dan Konteks Dalam Penentuan
Pembagian Waris Islam”, Jurnal Ahkam:Vol. Xiii, No. 2.
Taufik Abdullah. 2002. Ensiklopedi Islam, jld. VI. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
16