Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

AGAMA ISLAM SEBAGAI SUMBER MORAL

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama di semester satu

Oleh :

Kelompok IV

Farah Fasillatul Rizqi (2330020064)

Farah Nur Laily Mabruroh (2330020084)

Farah Berliana Fadillah (2330020095)

Dosen Pembimbing

Siti Maimunah, S.Ag., M.Pd.I

PROGRAM STUDI S1 GIZI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “AGAMA ISLAM SEBAGAI SUMBER MORAL” makalah ini
tidak dapat terwujud tanpa bantuan, dukungan, dan doa dari semua pihak.
Untuk itu penulis sangat berterima kasih kepada semua pihak yang
berkontribusi dengan memberikan dukungan baik materi maupun pikirannya.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini mungkin tidak lepas dari
kekurangan. Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk dapat meningkatkan kualitas dan perbaikan lebih lanjut.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Surabaya, 20 Oktober 2020

penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................i


Daftar Isi ...........................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................3
D. Manfaaat Penulisan ...............................................................................3
BAB II : PEMBAHASAN
A. Konsep Moral, Etika, dan Akhlak yang Baik Menurut Islam ............4
B. Karakteristik Etika Islam Dalam Pandangan Tokoh Agama ..............5
C. Revolusi Mental dan Pendidikan Karakter Pada Indikator Manusia
Berakhlak ......................................................................6
D. Aktualisasi Akhlak Dalam Kehidupan Sehari-hari Dijalankan ..........9
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................11
B. Saran ..................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam kehidupan di bumi yang diciptakan oleh Allah swt. terdapat berbagai
macam agama salah satunya islam yaitu agama yang sangat rasional. Dimana
islam merupakan suatu agama yang damai dan bersahabat dengan agama
manapun selain itu juga membawa nilai positif bagi kehidupan. Islam sangatlah
sesuai dengan zaman manapun, dan itu merupakan salah satu bentuk dari
kemukjizatan Al-Qur‟an yakni bisa digunakan dalam setiap zaman. Islam
melarang umatnya untuk bermusuhan dengan agama lain selain islam apalagi
jika berkaitan dengan masalah kemanusiaan. Islam mengajarkan kepada
umatnya untuk mencintai sesama. Dalam Islam Ukhuwah Islamiah sangatlah
kuat, meskipun berada di wilayah yang berbeda, terpisah oleh jauhnya jarak,
kemudian ketika dipertemukan dalam satu wilayah atau suatu perkumpulan
maka mereka adalah bersaudara. Maka Islam tidak asing dengan kata pluralisme.
Saat itu di Madinah masyarakatnya terdiri dari banyak agama, suku dan budaya.
Dan karena Nabi Muhammad saw, adalah khalifah pada saat itu maka ia
membuat suatu aturan dalam pemerintahan yang dikenal dengan Piagam
Madinah, yang isinya berisi tentang aturan-aturan yang harus ditaati oleh seluruh
penduduk.
Dalam piagam tersebut sangatlah memperhatikan sikap manusia dan
sesamanya, tapi juga menjelaskan bagaimana seharusnya manusia menjadi insan
kamil yang dapat berbuat baik sebagaimana fungsinya sebagai AbdiAllah dan
khalifah. Maka dari itu setiap manusia memiliki moral, etika, dan akhlak. Etika
bertujuan untuk menentukan kebaikan dan keburukan pada tindakan yang
dilakukan manusia. Etika itu, sendiri penting untuk dipelajari karena dalam
hidup kita akan dihadapakan dengan penilaian akan perbuatan benar yang bisa
dilakukan dan perbuatan yang tidak benar yang tidak boleh dilakukan, sehingga
kehidupan manusia pun menjadi teratur. Jika siapa saja yang tidak memiliki
etika akan melakukan tindakan yang tidak bermoral dan membuat seseorang

1
secara psikologis tunduk dan patuh terhadap larangan agama tersebut. Selain
moral dan etika yang harus kita terapkan yaitu adalah akhlak. Karena akhlak
adalah sifat yang melekat pada diri seseorang dan menjadi identitasnya. Dalam
prespektif islam, akhlak merupakan syariat atau patokan yang menentukan baik
buruknya sifat dan tingkah laku seseorang yang berdasarkan pada nilai al-Qur‟an
dan hadist. Setiap aspek dan ajaran islam selalu berorientasi pada pembinaan dan
pembentukan akhlak. Akhlak juga merupakan tiang yang menopang hubungan
baik antara manusia dengan Allah SWT (hubungan vertical) dan antara sesama
makhluk (hubungan horizontal). Dalam proses pendidikan, aktualisasi akhlak
mulai menjadi sesuatu yang sangat penting dan berharga bagi kelangsungan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Maka dari itu islam merupakan suatu
contoh yang baik untuk negara dan juga pendidikan. Pendidikan Indonesia saat
ini menghadapi suatu paradoks yang menuntut respon dan keteladanan dari para
pemimpin. Banyaknya kasus-kasus seperti bullying, tawuran, pelecehan seksual
yang terjadi hal tersebut dianggap tidak bermoral dan berakhlak baik. Dan sudah
banyak undang-undang, peraturan pemerintah, dan sejumlah badan, komisi, dan
lembaga yang mengurus pendidikan berupaya untuk mengatur. Sudah saatnya
Indonesia melakukan tindakan korektif, tidak dengan menghentikan tindakan
reformasi yang sudah berjalan, tetapi dengan mencanangkan revolusi mental,
menciptakan paradigma, budaya pendidikan dan menciptakan education building
baru yang lebih manusiawi sesuai dengan budaya nusantara, bersahaja dan
berkesinambungan yang sesuai dengan ajaran islam atau Al-Qur‟an. Oleh karena
itulah agama islam merupakan sumber moral yang perlu diterapkan dalam setiap
aspek kehidupan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep moral, etika, dan akhlak yang baik menurut islam?
2. Bagaimana karakteristik etika islam dalam pandangan tokoh agama?
3. Bagaimana revolusi mental dan pendidikan karakter pada indikator
manusia berakhlak?
4. Bagaimana aktualisasi akhlak dalam kehidupan sehari-hari dijalankan?

2
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep moral, etika, dan akhlak yang baik menurut
islam.
2. Untuk mengetahui karakteristik etika islam dalam pandangan tokoh
agama.
3. Untuk mengetahui revolusi mental dan pendidikan karakter pada
indikator manusia berakhlak.
4. Untuk mengetahui aktualisasi akhlak dalam kehidupan sehari-hari
dijalankan.

D. Manfaat Penulisan
1. Makalah ini dapat menjadi tambahan wawasan pengetahuan tentang akhlak
pada pembaca maupun bagi masyarakat pada umumnya
2. Hasil dari makalah ini beserta pembahasan di dalamnya dapat berguna
sebagai keluasan dan khazanah bidang ilmu pendidikan dalam pembahasan
tentang pendidikan akhlak pada pembaca.
3. Hasil makalah ini diharapkan dapat memberikan pandangan yang lebih luas
serta dapat berkontribusi positif bagi para pembaca tentang akhlak.
4. Dapat memberikan informasi positif untuk dijadikan pertimbangan dalam
masyarakat umum serta memberikan wawasan kepada pembaca atau untuk
mengetahui dan mempelajari akhlak
5. Sebagai informasi pada lembaga pendidikan Islam bahwa pentingnya akhlak
bukan hanya sekedar penguasaan materi saja tetapi hal yang tidak kalah
penting adalah bagaimana pengaktualisasian ilmu tersebut pada pembaca.
6. Sebagai informasi bagi setiap orang tentang pentingnya akhlak dan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran islam.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Moral, Etika, dan Akhlak yang Baik Menurut Islam


Akhlak, etika dan moral terkesan memiliki kesamaan dalam satu
pemahaman dan tidak ada bedanya, padahal diantara ketiganya memiliki
perbedaan dan pengertian masing-masing. Akhlak merupakan tatanan sistem
nilai dalam asas sifat dan tingkah laku yang bersumber pada Al-Qur‟an atau Al-
Hadits. Dalam surat Al-Ahzab ayat 21 dinyatakan:
ٰ ۡ ‫اّٰللَ َّ ۡاليَ ْۡ َم‬
‫اۡل ِخ َس َّذَك ََس ه‬
‫اّٰللَ َكرِ ۡيسا‬ ‫سٌَتٌ ِلّ َو ۡي َكبىَ يَ ۡس ُجْا ه‬
َ ‫اّٰللِ ا ُ ۡس َْة ٌ َح‬ ُ ‫لَقَ ۡد َكبىَ لَ ُك ۡن فِ ۡى َز‬
‫س ْۡ ِل ه‬
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. Dengan demikian
teks ayat Al-Qur‟an tersebut di atas, memberikan penjelasan bahwa keduanya
menjadi pedoman dan penuntun hidup bagi setiap muslim, dan keduanya
menjadi sumber al-akhlaq al-karimah, yang diyakini sebagai sumber dan
petunjuk untuk berkiprah dan bertindak.
Etika merupakan pengkajian soal moralitas atau terhadap nilai tindakan
manusia yang meliputi baik dan buruk serta rasa tanggung jawab terhadap
perbuatan apapun yang telah dilakukan maupun kewajiban-kewajiban serta
tingkah laku. Etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap
suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut
akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya. Dengan
demikian, maka etika merupakan aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan
oleh akal manusia melalui pemikiran manusia yang ditujukan pada manusia
pula. Sedangkan, moral lebih mengacu pada suatu nilai atau sistem hidup yang
dilaksanakan atau diberlakukan oleh masyarakat seperti suatu adat istiadat, nilai
dan sistem hidup disuatu daerah yang diyakini dapat memberi harapan sebuah
ketentraman atau kebahagiaan bagi yang menjalankan.
Tentang perbedaan antara etika, moral, dan akhlak lebih jelas terlihat
dalam pendapat Abuddin Nata yang mengatakan: “Kalau dalam pembicaraan

4
etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik dan buruk menggunakan
tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaraan moral tolak
ukur yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan
berlangsung di masyarakat, dan untuk akhlak mengatur bagaimana manusia
berhubungan baik dengan al-khaliq dan juga dengan sesama makhluk yang
didasarkan pada sumber Al-Qur‟an dan Sunnah. Implikasinya pun, jika etika dan
moral memiliki implikasi duniawi, sedangkan akhlak berimplikasi pada
kehidupan duniawi dan ukhrawi.

B. Karakteristik Etika Islam Dalam Pandangan Tokoh Agama


Etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang dalam bentuk jamaknya
adalah ta Etha berarti adat istiadat atau kebiasaan. Secara istilah etika adalah
ilmu tentang tingkah laku manusia, prinsip-prinsip yang disistematisasikan
tentang tindakan moral yang benar. Tujuan digunakannya etika dalam
masyarakat pada hakikatnya supaya tercipta suatu hubungan yang harmonis,
serasi dan saling menguntungkan. Ajaran tentang berhubungan baik dengan
sesama dalam Islam sudah ada sejak dulu sebagaimana terdapat dalam kitabnya
yakni Al-Qur‟an. Jadi, dapat dikatakan bahwa etika adalah suatu ilmu yang
membahas tentang arti, benar dan salah untuk mengatur kehidupan manusia agar
tidak terjadi kesalahan dalam tindakannya.
Pada abad ini banyak para filosof muslim yang membahas tentang etika,
dan ada tiga di antara mereka yang sangat terkenal dan dinilai cukup mewakili
pendapat dari para filosof abad klasik, yaitu Ibn Miskawaih, Ibn Hazm, dan Al
Ghazali. Ketiganya dalam menentukan ukuran benar dan salah adalah hampir
sama, yakni sama-sama menggunakan syariah dan rasio dalam melakukan
penilaian. Bedanya adalah Al Ghazali lebih mengutamakan syariah dari pada
akal dalam melakukan penilaian. Sedangkan Ibn Miskawaih dalam menentukan
benar dan salah dilatar belakangi oleh perspektif filsafat, tak lupa juga
mempertimbangkan peran indera dalam membentuk tindakan agar dapat
direalisasikan. Adapun Ibn Hazm lebih pada mengkombinasikan antara filsafat,
sosial dan nalar keagamaan yang berkembang pada saat itu. Kedua, Abad

5
pertengahan tokohnya adalah Ibn Taimiyah dalam persoalan etika ia melibatkan
penilaian pada fitrah manusia, rasio, dan syariah islam menurutnya ketika
manusia menentukan keputusan tentang mana yang baik dan tidak baik
berdasarkan argumen manapun, sebelum itu seseorang harus mempunyai
kepastian etis.Adapun bentuk dari sikap baik pada Allah SWT adalah ibadah,
baik itu ibadah dalam arti sempit maupun luas. Sebagaimana yang telah
dijelaskan dalam QS. Ali-Imran ayat 51 sebagai berikut:
ٌ ‫ص َسا‬
‫ط ُّه ْست َ ِق ْي ٌن‬ ِ ‫اّٰللَ َزبِّ ْي َّ َزبُّ ُك ْن فَب ْعبُد ٍُُّْ ۗ ُٰرَا‬
‫ا َِّى ه‬
Artinya: “Sesungguhnya Allah, Tuhanku dan Tuhanmu, karena itu sembahlah
dia. Inilah jalan yang lurus”. Menurut Tafsir Fathul Qadir dijelaskan bahwa
Allah SWT., adalah Tuhan semesta alam sudah dijelaskan sebelumnya oleh para
rasul sebelum islam itu sendiri datang. Ayat ini adalah penjelas bagi kitab-kitab
yang terdahulu. Gunanya untuk mengingatkan manusia bahwa sebenarnya Allah
SWT itu adalah Zat Yang Maha Kuasa, yang tidak bisa ditandingi oleh makhluk-
Nya. Bukti akan kekuasaannya adalah dapat membuat bayi berbicara,
sebagaimana Isa bisa berbicara untuk membuktikan bahwa Ibunya Maryam
tidaklah bersalah. Karakteristik etika dalam islam mempunyai ukuran etika yang
tidak mengalami perubahan, sejak dari masa klasik hingga modern, mereka
sama-sama menggunakan wahyu dan akal dalam menentukan benar dan salah,
yang berbeda adalah kadarnya. Karakteristik etika dalam islam ukuran
kebenarannya adalah hati nurani yang telah terdidik dengan berpegang pada Al-
Qur‟an dan hadis, serta tidak lupa juga dengan peran rasio dalam melakukan
penilaiannya. Tujuannya adalah ketaatan kepada Sang Pencipta, kebahagiaan
manusia dan juga alam semesta.

C. Revolusi Mental dan Pendidikan Karakter Pada Indikator Manusia


Berakhlak

Revolusi mental bukan hanya menyangkut masalah mindset tapi lebih


dari itu. Subaweh (2014) memaknai „mental‟ sebagai nama bagi segala
sesuatu yang menyangkut cara hidup cara berpikir, cara memandang

6
masalah, cara merasa, cara mempercayai atau meyakini, cara berperilaku dan
bertindak. Mental berkaitan erat dengan karakter dan budaya, ketika mental
dimaknai begitu luas maka revolusi mental harus membongkar budaya yang
selama ini sudah tertanam kuat dan kini sebagian sudah hilang. Dalam hal ini
revolusi mental menjadi satu-satunya jalan mengubah bangsa yang
bermental budak nafsu menjadi bangsa berkarakter kuat, bermental baja,
berderajat tinggi, dan taat terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Berhasilnya
revolusi mental akan membuka pintu gerbang “Indonesia baru” di negara
kita tercinta. Hanya, dari mana memulai pekerjaan maha besar itu. Revolusi
mental pastilah tidak bisa dilakukan secara demilioratif apalagi instan.
Mengubah karakter bangsa haruslah dipandang sebagai upaya untuk
menanamkan sesuatu seluas bangsa dan untuk dimensi waktu yang jauh ke
depan.

Revolusi mental harus dimulai dari pendidikan, mengingat peran


pendidikan sangat strategis dalam membentuk mental anak bangsa. Menurut
Suprapto (2014) pendidikan pengembangan karakter adalah sebuah proses
berkelanjutan dan tidak pernah berakhir (never ending process).
Implementasi pendidikan karakter tidak harus dikaitkan dengan anggaran.
Dibutuhkan komitmen dan integritas para pemangku kepentingan di bidang
pendidikan untuk secara sungguh-sungguh menerapkan nilai-nilai kehidupan
di setiap pembelajaran. Pendidikan karakter tidak sekedar mengajarkan mana
yang benar dan mana yang salah, tetapi juga menanamkan kebiasaan
(habituation) tentang hal mana yang baik. Dengan begitu, peserta didik
menjadi paham (kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu
merasakan (afektif) nilai yang baik (loving the good/moral feeling), dan
perilaku yang baik (moral action), dan biasa melakukan (psikomotor).

Pada model pendidikan berkarakter memiliki prinsip dasar dalam


pembangunannya yakni sistem pendidikan nasional menempatkan peserta
didik sebagai makhluk ciptaan Allah dengan tugas memimpin kehidupan
yang berharkat dan martabat serta menjadi manusia yang bermoral dan

7
berbudi luhur serta menjunjung tinggi dan memegang teguh norma agama
dan kemanusiaan. Menurut Darmiyati (2009) materi pendidikan karakter
dapat dikelompokkan ke dalam tiga hal dalam nilai moral atau nilai akhlak
yaitu, pertama akhlak terhadap Tuhan yang Maha Esa, mengenal Tuhan
sebagai pencipta dan sifat-sifat-Nya, dan meminta tolong kepada-Nya.
Kedua, akhlak terhadap diri sendiri, orang tua, orang yang lebih tua, teman
sebaya, dan orang yang lebih muda. Ketiga, akhlak terhadap lingkungan
(alam, baik flora maupun fauna dan sosial masyarakat). Pendidikan karakter
seharusnya menjadi proses secara keseluruhan di dalam kelas, kegiatan
ekstrakurikuler, proses bimbingan dan penghargaan semua aspek kehidupan.
Contohnya pemberian tauladan dari orang dewasa untuk tidak korupsi,
dermawan, menyayangi sesama makhluk Allah.

Dalam ayat Al-Qur‟an sesungguhnya tidak ditemukan sebuah tema yang


persis sepadan dengan “revolusi mental”.Namun demikian, ada beberapa
ayat Al-Qur‟an yang menggunakan tema yang seakar dengan revolusi
mental.Misalnya dalam QS. Al Baqarah ayat 71 disebutkan :

ۚ‫ق‬ ۟ ُ‫سلَّ َوتٌ َّۡل ِشيَتَ فِي َِب ۚ قَبل‬


ِ ّ ‫ْا ْٱل ٰـيَ ِجئْتَ بِ ْٲل َح‬ َ ‫ض َّ َۡل تَ ْس ِقى ْٱل َح ْس‬
َ ‫ث ُه‬ َ ‫يس ْٱْل َ ْز‬
ُ ِ‫قَب َل إًَِّ ۥَ ُ يَقُْ ُل إًَِّ َِب َبقَ َسة ٌ َّۡل ذَلُْ ٌل تُر‬
َ‫ُّا يَ ْف َعلُْى‬۟ ‫فَرَبَ ُحَُْب َّ َهب كَبد‬

Artinya: “Musa berkata, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina


itu adalah sapi betina yang belum pernah digunakan untuk membajak tanah
dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, (dan) tidak ada
belangnya." Mereka berkata, "Sekarang barulah engkau menerangkan
hakikat sapi betina yang sebenarnya." Kemudian mereka menyembelihnya,
dan hampir saja mereka tidak dapat melaksanakan perintah itu” (Q.S Al-
Baqarah:71). Menurut M. Quraish shihab, Al-Qur‟an adalah kitab pertama
yang dikenal umat manusia yang berbicara tentang hukum-hukum
kemasyarakatan. Dalam Al-Qur‟an surat dengan uraian tentang hukum-
hukum yang mengatur lahir, tumbuh, dan runtuhnya masyarakat. Hukum –
hukum tersebut, sebagaimana hukum-hukum alam, tidak mungkin
mengalami perubahan. Sebagaimana disebutkan dalam QS. Al Ahzab:62

8
yang artinya: “Sebagai sunah Allah yang berlaku atas orang- orang yang
telah terdahulu sebelum (mu), dan kamu sekali- kali tiada akan mendapati
perubahan pada sunnah Allah”.

D. Aktualisasi Akhlak Dalam Kehidupan Sehari-hari Dijalankan


Aktualisasi akhlak merupakan suatu wujud yang nyata dari akhlak
tersebut, jika biasanya pada lembaga-lembaga formal bentuk dari akhlak hanya
sebatas mata pelajaran dan penguasaan materi saja, namun yang dimaksud
aktualisasi akhlak pada dasarnya merupakan manifestasi dari pengetahuan yang
mereka dapatkan dari hasil pembelajaran akhlak di sekolah. Pada lembaga
formal perhatian lebih yang ditujukan oleh guru kepada siswanya kebanyakan
menitik beratkan kepada bagaimana seorang siswa dapat menguasai materi
pelajaran akhlak dengan baik misalnya dengan memahami dan menghafal materi
pelajaran akhlak guna mendapat nilai yang baik. Sedangkan guru kurang begitu
memperhatikan apakah materi yang disampaikan dapat diaktualkan dalam
kehidupan sehari-hari baik dalam lingkungan sekolah maupun dalam lingkungan
rumahnya.
Tuntutan dan anjuran untuk mempelajari akhlak dan mempraktekan dalam
kehidupan sehari-hari merupakan tuntutan yang harus ada dan dipenuhi.
Menghadapi tantangan dunia modern yang bersifat sekuler dan materialistis.
Sebuah lembaga pendidikan dituntut untuk menunjukan bimbingan dan
peranannya dalam rangka mengembangkan potensi baik pada siswa. Potensi
baik yang dimaksud dalam hal ini adalah akhlak, dalam mengembangkan akhlak
pada siswa selain dibutuhkan pengetahuan tentang ilmu akhlak, juga harus ada
praktek-praktek yang nyata pada pengetahuan tersebut. Berawal dari hal tersebut
Abdulloh Dirroz dalam bukunya A. Mustafa (1997) menjelaskan bahwa
perbuatan-perbuatan manusia dapat dianggap sebagai manifestasi dari akhlak,
apabila dipenuhi dua syarat yaitu, perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang
kali dalam bentuk yang sama, sehingga menjadi kebiasaan dan perbuatan-
perbuatan itu dilakukan karena dorongan emosi-emosi jiwanya, bukan karena
adanya tekanan-tekanan yang datang dari luar seperti paksaan dari orang lain

9
sehingga menimbulkan ketakutan, atau bujukan dengan harapan-harapan yang
indah-indah dan lain sebagainya.
Dari beberapa pendapat para ahli dalam bukunya A. Mustafa (1997)
mereka berbeda pendapat tentang akhlak namun hal itu menambah khasanah dan
kekayaan tentang definisi akhlak. Berikut pendapat para ahli yang dijelaskan
oleh Ibnu Miskawaih (w. 421 H/1030 M) sebagai pakar bidang akhlak terdahulu
mengatakan bahwa keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan-pertimbangan
(lebih dahulu). Sementara itu Imam Al-Ghozali mengemukakan definisi Akhlak
ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-
perbuatan dengan mudah. Dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran
(lebih dahulu). Lebih lanjut Ahmad Amin memberikan definisi, bahwa yang
disebut akhlak, “adatul irodah”, yaitu kehendak yang dibiasakan. Definisi ini
terdapat dalam suatu tulisannya yaitu sementara orang membuat definisi akhlak,
bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya bahwa
kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah sifat
yang tertanam dalam jiwa dan dimanifestasikan dalam bentuk perbuatan-
perbuatan seseorang yang tertanam dalam jiwa dan dimanifestasikan dalam
bentuk perbuatan tanpa melalui pertimbangan yang panjang. Sehingga apa yang
dilakukan adalah dalam bentuk alamiah atau tidak dibuat-buat.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Konsep antara akhlak, moral, dan etika mempunyai makna sama namun
sifat tersebut memiliki perbedaan yang terletak pada sumber yaitu Al-
Qur‟an maka dari itu menjadi patokan untuk menentukan baik dan buruk.
Pada etika, penilaian baik buruk dapat dilihat dari pendapat akal pikiran,
moral bisa berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat,
sedangkan untuk akhlak merupakan tatanan sistem nilai dalam asas sifat
dan tingkah laku.
2. Manusia sudah seharusnya memiliki etika baik supaya tercipta suatu
hubungan yang harmonis, serasi, saling menguntungkan dan menjadi salah
satu untuk mengatur kehidupan manusia agar tidak terjadi kesalahan
dalam tindakannya.
3. Peran pendidikan sangat strategis dalam membentuk revolusi mental anak
bangsa. Pendidikan karakter tidak sekedar mengajarkan mana yang
baik,benar,dan salah, tetapi juga harus menerapkan nilai-nilai kehidupan
disetiap pembelajaran. Sistem pendidikan nasional menempatkan kita
sebagai makhluk yang bertugas memimpin kehidupan berharkat dan
martabat, serta menjadi manusia yang memegang teguh norma agama dan
kemanusiaan.
4. Aktualisasi akhlak adalah bagaimana seseorang dapat
mengimplementasikan iman yang dimilikinya dan mengaplikasikan
seluruh ajaran islam dalam setiap tingkah laku sehari-hari. Seperti
bertaqwa kepada Allah SWT., berbuat baik kepada kedua orang tua, dan
suka menolong orang lemah.

B. Saran
Kami sangat mengharapkan dengan diselesaikannya makalah ini, baik
pembaca ataupun penulis dapat menerapkan etika, moral, dan akhlak yang

11
baik dan sesuai dengan ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari bukan
hanya dipelajari saja melainkan diterapkan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Yunita Kurniati, Karakteristik Etika Islam dalam


http://www.ejournal.radenintan.ac.id (Juni 2020)
Muhammad Kristiawan, Telaah Revolusi Mental Dan Pendidikan Karakter
Dalam Pembentukan Sumber Daya Manusia Indonesia Yang Pandai Dan
Berakhlak Mulia dalam http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id (Juni 2015)
Subahri, Aktualisasi Akhlak Dalam Pendidikan dalam
http://ejournal.unida.gontor.ac.id (Desember 2015)

13

Anda mungkin juga menyukai