Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ISLAM SEBAGAI SOLUSI BERBAGAI PROBLEMATIKA SOSIAL BUDAYA

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu :

Bapak Sarkawi, S.H.I. , M.pd. I

Disusun oleh Kelompok 4 :

AGNES BERLIAN (220541100086)

ADITYA MAHAMERU (220541100097)

RAUDHATUL FIRDAUSIAH (220541100109)

IMELDA AYU ANGELINA (220541100119)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN BUDAYA
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah Swt. karena atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Islam Sebagai Solusi Berbagai
Problematika Sosial Budaya (Etika Moral dan Akhlak)” tanpa kesulitan yang berarti. Kedua
kalinya selawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi kita Nabi Muhammad Saw.
yang telah membawa kita dari alam Jahiliyah menuju alam ilmiah.

Makalah ini disusun untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah “Pendidikan Agama
Islam”. Kami mengucapakan terima kasih banyak terutama kepada dosen pengampu Bapak
Sarkawi S.HI., M.Pd.I karena telah memberi kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan
tugas makalah ini. Kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan dan
banyak kekurangannya. Oleh karena itu kami sangat mengharapakan adanya kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak sebagai masukan dan kesempurnaan makalah kami.

Selesainya tugas ini tidaklah terlepas dari adanya bimbingan, bantuan dan petunjuk
serta saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini kami menyampaikan
rasa terima kasih yang sebesar-besarnya.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Bangkalan, 05 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................5

A. Latar Belakang................................................................................................................5

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................5

C. Tujuan.............................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................6

1. AKHLAK ISLAM DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA.........................................6

2. AKHLAK ISLAM DALAM PENGEMBANGAN ETOS KERJA MUSLIM..................8

3. PERAN AGAMA DALAM MEMBANGUN HARMONI.............................................10

4. MEMANFAATKAN LINGKUNGAN SEBAGAI KARUNIA ALLAH.......................11

BAB III PENUTUP..................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara etimologi, kata akhlaq berasal dari bahasa Arab yang merupakan jamak
kata khuluq, yang berarti adat kebiasaan, perangai, tabiat, dan muru’ah. Dengan
demikian, secara etimologi, akhlak dapat diartikan sebagai budi pekerti, watak, tabiat.
Dalam bahasa Inggris, istilah ini sering diterjemahkan sebagai character. Sedangkan
kebudayaan atau budaya merupakan jiwa atau nilai-nilai dasar yang mendasari
sesuatu. Kebudayaan diartikan sebagai nilai, ajaran, konsep, atau pemikiran yang
dipilih secara selektif dan digunakan sebagai acuan dalam menyikapi, menjelaskan,
dan memahami berbagai fenomena kehidupan. Kebudayaan kemudian menjadi
semacam pranata, acuan, atau bingkai pikiran yang memengaruhi suatu aktivitas
(cognitive framework). Cara berpikir dan bertindak seseorang berbeda-beda karena
nilai budaya yang digunakan sebagai acuan atau bingkai pikirannya berbeda, sebagai
akibat dari nilai budaya yang dianutnya.

Dalam akhlak islam juga menyinggung mengenai etos kerja muslim, dimana
etos kerja memiliki arti etika atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik buruknya
moral sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau semangat yang amat kuat
untuk mengerjakan sesuatu secara optimal lebih baik dan bahkan berupaya untuk
mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin.

Untuk menciptakan negara yang aman, adil dan makmur dalam lindungan
Tuhan Yang Maha Esa, dapat didukung oleh warga negara yang berpengetahuan,
beriman dan bertakwa. Dengan begitu maka pendidikan agama dituntut untuk
berperan serta mewujudkan tatanan Indonesia baru dimaksud, dengan merumuskan
langkah-langkah pengembangannya. Seperti penyuluh agama memiliki peran strategis
dalam membangun kerukunan umat beragama di masyarakat. Penyuluh agama selaku
organ Kementerian Agama memiliki peran strategis untuk mewujudkan tatanan
kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara secara harmonis, toleran dan
saling menghargai satu sama lain.

Lingkungan adalah seluruh faktor luar yang memengaruhi suatu organisme,


faktor-faktor ini dapat berupa organisme hidup (biotic factor) atau variabel-variabel
yang tidak hidup (abiotic factor) lingkungan hidup meliputi semua benda dan kondisi
termasuk didalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang
tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup dan kesejahteraan manusia dan
jasad hidup lainnya. Lingkungan hidup merupakan dukungan terhadap kehidupan dan
kesejahteraan, bukan saja terhadap manusia, tetapi juga makhluk hidup lain seperti
hewan dan tumbuhan. Oleh karena itu seluruh isi alam diperuntukkan bagi
kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia, maka tumbuhan dan hewan yang
dapat mendukung kedua hal tersebut harus tetap terjaga dalam fungsinya sebagai
pendukung kehidupan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pentingnya akhlak islam dalam pengembangan budaya?
2. Bagaimana peran akhlak dalam pengembangan etos kerja?
3. Bagaimana peran agama dalam membangun harmoni?
4. Bagaimana memanfaatkan lingkungan sebagai karunia Allah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pentingnya akhlak islam dalam pengembangan budaya
2. Untuk mengetahui peran akhlak dalam pengembangan etos kerja
3. Untuk mengetahui peran agama dalam membangun harmoni
4. Untuk mengetahui pemanfaatan lingkungan sebagai karunia Allah
BAB II

PEMBAHASAN

1. AKHLAK ISLAM DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA


A. Pengertian Akhlak

Secara etimologi, kata akhlaq berasal dari bahasa Arab yang merupakan jamak kata
khuluq, yang berarti adat kebiasaan, perangai, tabiat, dan muru’ah. Dengan demikian, secara
etimologi, akhlak dapat diartikan sebagai budi pekerti, watak, tabiat. Dalam bahasa Inggris,
istilah ini sering diterjemahkan sebagai character.

Secara terminologi, akhlak menurut Dr. Ahmad Muhammad Al-Hufi adalah adat
dengan sengaja dikehendaki keberadaannya. Dengan kata lain, akhlak adalah azimah
(kemauan yang kuat) tentang sesuatu yang dilakukan berulang-ulang, sehingga menjadi adat
(kebiasaan) yang mengarah kepada kebaikan atau keburukan. Lalu menurut Dr. Ahmad
Amin, akhlak adalah kehendak, artinya kehendak itu membiasakan sesuatu, kebiasaannya itu
disebut sebagai akhlak.

Menurut Ahmad Amin, manfaat mempelajari ilmu akhlak adalah agar kita dapat
menetapkan suatu perbuatan yang baik atau yang buruk.1

Dari beberapa definisi di atas, menjadi jelas bahwa akhlak sesungguhnya berasal dari
kondisi mental yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang. Ia telah menjadi kebiasaan,
sehingga ketika akan melakukan perbuatan tersebut, seseorang tidak perlu lagi
memikirkannya. Bahkan seolah perbuatan tersebut telah menjadi gerak refleks.

B. Budaya

Kebudayaan berasal dari kata "budaya" yang terdiri dari awalan "ke" dan akhiran
"an". Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarminta mendefinisikan
budaya sebagai pikiran dan akal budi, sedangkan kebudayaan merujuk pada hal-hal yang
berkaitan dengan budaya yang sudah berkembang dan maju. Jiwa yang berkebudayaan adalah
jiwa yang cerdas dan maju, sedangkan bahasa merupakan pembawa kebudayaan.

1
Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm. 6-7.
Secara umum, kebudayaan diartikan sebagai hasil dari daya cipta, rasa, dan karsa
manusia. Daya cipta mencakup gagasan, ide, pemikiran, ilmu pengetahuan, konsep, dan
desain. Daya rasa mencakup keindahan, kesenian, dan nilai-nilai moral. Sedangkan daya
karsa mencakup produk fisik seperti makanan, minuman, pakaian, bangunan, dan lain
sebagainya. Oleh karena itu, kebudayaan bisa bersifat fisik maupun non-fisik. Ada juga aliran
yang memandang kebudayaan lebih dari aspek batiniahnya, sementara aspek lahiriyahnya
disebut peradaban atau civilization dalam bahasa Inggris.

Kebudayaan atau budaya merupakan jiwa atau nilai-nilai dasar yang mendasari
sesuatu. Kebudayaan diartikan sebagai nilai, ajaran, konsep, atau pemikiran yang dipilih
secara selektif dan digunakan sebagai acuan dalam menyikapi, menjelaskan, dan memahami
berbagai fenomena kehidupan. Kebudayaan kemudian menjadi semacam pranata, acuan, atau
bingkai pikiran yang memengaruhi suatu aktivitas (cognitive framework). Cara berpikir dan
bertindak seseorang berbeda-beda karena nilai budaya yang digunakan sebagai acuan atau
bingkai pikirannya berbeda, sebagai akibat dari nilai budaya yang dianutnya. Misalnya, nilai
budaya tentang hubungan suami istri di Jawa berbeda dengan masyarakat Sunda. Oleh karena
itu, jika seseorang ingin membangun kehidupan rumah tangga dengan pasangan dari budaya
yang berbeda, maka adaptasi budaya atau pertukaran informasi budaya (intercultural
meeting) harus dilakukan terlebih dahulu. Proses ini harus dilakukan sebelum pernikahan
dilangsungkan.

Hubungan antara Islam dan kebudayaan dapat dilihat lebih lanjut melalui visi, misi,
dan tujuan ajaran Islam. Ayat 107 dari Surat Al-Anbiya menyatakan bahwa ajaran Islam
adalah untuk memberikan rahmat bagi seluruh alam, yang melahirkan istilah "Islam
Rahmatan lil alamin" yang berarti memahami Al-Quran dan Hadis untuk kebaikan manusia,
alam, dan lingkungan.

Islam sebagai pembawa rahmat tidak hanya bagi umat Islam sendiri, melainkan bagi
seluruh umat manusia di dunia. Sejarah Islam pada zaman klasik menunjukkan bahwa Islam
memiliki pengaruh besar terhadap kemajuan ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban
Eropa. Banyak pengamat dan penulis yang jujur mengakui bahwa dunia Eropa dan Barat
berhutang budaya besar kepada dunia Islam. Visi ajaran Islam yang berfokus pada
kesejahteraan hidup manusia juga erat kaitannya dengan membangun kebudayaan dan
peradaban dunia.
Selain itu, tujuan ajaran Islam juga menunjukkan hubungan yang erat antara Islam dan
kebudayaan serta peradaban. Ada lima tujuan ajaran Islam (Maqashid al-Syar‟iyah) yang
harus dicapai, yaitu (1) memelihara jiwa atau nyawa manusia, (2) memelihara agama, (3)
memelihara akal, (4) memelihara keturunan, dan (5) memelihara harta benda. Kelima tujuan
tersebut terkait erat dengan aspek-aspek kebudayaan yang harus dikembangkan, terutama
kebudayaan yang terkait dengan hak-hak asasi manusia yang paling fundamental. Tujuan
syariat Islam yang terkait dengan memelihara jiwa atau hak hidup, misalnya, terkait erat
dengan pengembangan budaya hidup sehat. Ini mendorong pembangunan balai pengobatan,
rumah sakit, produksi obat-obatan, pendidikan dokter, keperawatan, ahli gizi, produksi bahan
makanan dan minuman yang sehat, dan lain sebagainya. Semua ini adalah masalah
kebudayaan.

Tujuan syariat Islam yang berkaitan dengan menjaga akal manusia berkaitan dengan
membangun dan mengembangkan tempat ibadah seperti masjid, gereja, wihara, sinagog,
kelenteng, dan sejenisnya. Pembangunan tempat-tempat ibadah ini erat kaitannya dengan
pengaruh budaya setempat dimana tempat ibadah tersebut didirikan. Selain itu, hubungan
antara Islam dengan kebudayaan dan peradaban juga dapat ditemukan dalam ajaran Islam
yang menuntut setiap individu untuk memanfaatkan seluruh potensi yang diberikan oleh
Tuhan, baik potensi fisik, pancaindera, akal, maupun hati nurani. Pemanfaatan berbagai
potensi ini sangat ditekankan dalam ajaran Islam guna mendorong terciptanya kebudayaan.

2. AKHLAK ISLAM DALAM PENGEMBANGAN ETOS KERJA MUSLIM


Kata etos berasal dari Bahasa Yunani yaitu ethos yang berarti sikap, kepribadian,
watak, keyakinan atas sesuatu. Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya,
serta sistem nilai yang diyakini. Dari kata etos ini, dikenal pula denga kata etika yang hampir
mendekati pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik buruknya moral
sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau semangat yang amat kuat untuk
mengerjakan sesuatu secara optimal lebih baik dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas
kerja yang sesempurna mungkin. Etika ini berhubungan dengan kejiwaan, maka hendaknya
setiap muslim menjadikan Islam sebagai dasar pijakan untuk melahirkan etos kerja muslim,
sehingga etok kerja itu dapat menjadi nilai amal shaleh, dalam artian amal yang sesuai
dengan syari’at (aturan-aturan Islam).

Etika adalah sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran. Etika berbicara tentang mengapa kita
harus mengikuti ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita dapat mengambil sikap yang
bertanggung jawab terhadap berbagai ajaran moral atau akhlak.2 Soegarda Poerbakawatja
mengatakan bahwa etika adalah filsafat nilai, yaitu pengetahuan tentang nilai-nilai. Etika
merupakan ilmu yang mempelajari kebaikan dan keburukan dalam hidup manusia. Terutama
mengenai gerak pikiran dan perasaan yang menjadi pertimbangan, hingga sampai pada
perbuatan yang dituju.3

Sedangkan menurut filsafat, etika adalah ilmu yang menyelidiki perbuatan baik dan
perbuatan buruk, dengan memerhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat dipahami
oleh akal pikiran. Etika terbagi menjadi tiga macam, yaitu etika deskriptif, etika normatif, dan
matematika.4

Asifudin (2004:96) mengungkapkan bahwa ajaran protestan dan ajaran islam


memiliki kemiripan dan perbedaan dalam etika kerja dan sumber motivasinya. Keduanya
sama-sama memberikan motivasi kuat kepada para pemelukanya untuk dapat menerapkan
sikap hidup giat bekerja. Keunikan ajaran islam dalam hal ini terletak pada pola hidup
berkesinambungan. Islam menempatkan kerja atau amal sebagai kewajiban suatu muslim.
Kerja bukan sekedar upaya mendapatkan rezeki yang halal guna memenuhi kebutuhan hidup,
tetapi menganduk makna ibadah seorang hamba, kepada Allah menuju sukses di akhirat
kelak. Oleh sebab itu, muslim mesti menjadikan kerja sebagai kesadaran spiritualnya yang
transenden (agama Allah).

Menurut M. Quraish Shihab, kerja merupakan sebuah aktivitas yang menggunakan


daya yang dianugerahkan oleh Allah SWT. Manusia secara garis besar dikaruniai empat daya
pokok. Pertama, daya fisik yang menghasilkan kegiatan fisik dan keterampilan. Kedua, daya
pikir yang mendorong pemiliknya berpikir dan menghasilkan ilmu pengetahuan. Ketiga, daya
kalbu yang menjadikan manusia mampu berkhayal, beriman, serta berhubungan dengan
Allah. Keempat, daya hidup yang menghasilkan kemampuan untuk menghadapi tantangan
dan menanggulangi kesulitan.

Bekerja adalah suatu keniscayaan. Akan tetapi, kerja atau amal yang dituntut oleh
Allah bukan hanya asal kerja, tetapi kerja atau amal yang shaleh. Kerja yang shaleh adalah
kerja ynag sesuai, bermanfaat dan memenuhi syarat serta nilai-nilainya.

Husin (1997: 452) mengemukakan bahwa etos kerja adalah pandangan maupun sikap
pribadi, kelompok, masyarakat atau bangsa terhadap kerja. Secara lebih khusus, etos kerja
2
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, hlm. 16.
3
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, hlm. 16.
4
Abd. Haris, Etika Hamka Konstruksi Etik Berbasis Rasional Religius, (Yogyakarta: LKiS, 2010). Hlm. 36-37.
diartikan sebagai usaha komersial yang dianggap sebagai suatu keharusan dari hidup atau
suatu imperatif dari dalam diri dan muncul dan muncul dalam nilai-nilai budaya masyarakat.

Dalam bekerja, seorang muslim harus mempunyai etos kerja islami, yaitu:

1) Profesional
Setiap pekerjaan harus dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh
hasil yang terbaik.
2) Tekun
Seorang pekerja harus menekankan sikap tekun supaya dapat
menyelesaikannya dengan baik dan sempurna.
3) Jujur
Jujur dalam bekerja bukan hanya merupakan sebuah tuntuntan melainkan juga
ibadah.
4) Amanah
Amanah dalam pekerjaan adalah suatu perbuatan yang mulia dan harus
diutamakan.
5) Kreatif
Orang yang beruntun adalah orang yang hari ini lebih baik dari hari kemarin.

Jalaluddin (1418 H) mengungkapkan bahwa prinsip kerja dalam Islam adalah sebagai
berikut:

1) Kerja harus ditegakkan di atas dasar takwa.


2) Kerja menentukan nilai manusia dan ditentukan oleh kualitas bukan kuantitas.
3) Kerja harus dilakukan dengan ilmu dan melahirkan ilmu.
4) Kerja harus dilakukan dengan konsisten: “Kerja yang paling dicintai Allah
adalah yang terus menerus dilakukan walaupun sedikit”.
5) Kerja yang paling baik adalah yang paling bermanfaat: “Sebaik-baik manusia
adalah yang paling bermanfaat bagi kehidupan manusia”.

3. PERAN AGAMA DALAM MEMBANGUN HARMONI


Pendidikan agama, baik dalam konteks nasional Indonesia maupun sebagai bagian
dari dunia secara umum, kini tengah menghadapi tantangan yang lebih berat. Agenda besar
yang dihadapi bangsa Indonesia kini adalah, bagaimana menciptakan negara yang aman, adil
dan makmur dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa, yang didukung oleh warga negara
yang berpengetahuan, beriman dan bertakwa. Dengan begitu maka pendidikan agama dituntut
untuk berperan serta mewujudkan tatanan Indonesia baru dimaksud, dengan merumuskan
langkah-langkah pengembangannya.

Penyuluh agama memiliki peran strategis dalam membangun kerukunan umat


beragama di masyarakat. Penyuluh agama selaku organ Kementerian Agama memiliki peran
strategis untuk mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara
secara harmonis, toleran dan saling menghargai satu sama lain. Peran tersebut selaras dengan
tujuan penyuluhan agama agar setiap warga negara dapat merefleksikan dan
mengaktualisasikan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan nilai-nilai keimanan dan
ketaqwaan disertai wawasan multikultur (Romzan Fauzi dkk, 2014:4).

Mayoritas umat Islam juga kurang menghargai nilai-nilai Islam itu sendiri, misalnya
menepati waktu, janji, kedisiplinan dan ketertiban, dan hal-hal lain yang mestinya harus
diperhatikan oleh umat Islam itu sendiri. Kemudian, kenapa terjadi keterputusan antara
nilaidan praktikdalam masyarakat muslim? Dan peran apa yang bisa diberikan oleh
pendidikan dalam konteks ini? Permasalahan yang dihadapi masyarakat Islam saat ini tidak
lepas dari faktor modernisasi dan globalisasi yang berdampak pada semua aspek kehidupan:
ekonomi, sosial, politik, dan juga pendidikan. Pengaruh modernisasi telah memiliki andil
besar dalam merubah gaya dan pola hidup pada hampir semua lapisan masyarakat, termasuk
masyarakat Islam.

Agama diperlakukan sebagai kumpulan simbol-simbol yang harus diajarkan kepada


anak didik dan diulang-ulang tanpa memikirkan korelasi antara simbol-simbol tersebut
dengan kenyataan dan aktivitas sosial di sekeliling mereka, agama hanya dipahami sebagai
norma-norma legalistik yang kehilangan ruh moralitasnya; kedua, karena tidak adanya
keseimbangan tiga ranah nilai: kognitif, afektif dan psikomotorik. Karena kuatnya tekanan
terhadap aspek kognitif itulah, sehingga anak didik menjadi tidak tawadhu’.Secara umum,
peran agama dalam kehidupan manusia dapat dilihat dari dua aspek. Pertama adalah aspek
konatif(conative aspects). Aspek ini berkaitan dengan kemampuan agama dalam
menyediakan sarana kepada masyarakat dan anggota-anggotanya untuk membantu mereka
menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan. Kedua, aspek yang bersifat kognitif (cognitive
aspects). Aspek ini terkait dengan peranan agama dalam menetapkan kerangka makna yang
dipakai oleh manusia dalam menafsirkan secara moral berbagai kesukaran dan keberhasilan
pribadi mereka; juga sejarah masyarakat mereka di masa yang silam dan keadaannya di masa
kini, (E.K. Nottingham, 1985:107-108).
Pemahaman terhadap peran agama semacam itu dapat ditemukan batu pijakannya
dalam berbagai sumber suci agama-agama semit. Dalam Islam misalnya, al-Quran tidak
hanya mewajibkan kepada umatnya untuk melakukan ibadah-ibadah ritual-seremonial yang
bisa memberikan kelegaan emosional dan spiritual, tetapi juga membuka ruang penafsiran
intelektual guna membantu manusia dalam mendapatkan makna dari seluruh pengalaman
hidupnya (baca: kontekstualisasi dan reaktualisasi). Peran Islam seperti ini tampak dengan
jelas dalam hampir setiap ibadah ritualnya selalu terkandung apa yang biasa disebut dengan
pesan moral. Bahkan begitu pentingnya pesan moral ini, “harga” suatu ibadah dalam Islam
dinilai dari sejauh mana pesan moralnya bisa dijalankan oleh manusianya. Apabila suatu
ibadah tidak bisa meningkatkan moral seseorang, maka ibadahnya dianggap tidak ada
maknanya. Oleh karena itu, ketika seseorang melakukan hal-hal yang terlarang secara fiqh
dalam suatu ibadah, maka tebusannya adalah menjalankan pesan moral itu sendiri. Misalnya,
pada bulan puasa, sepasang suami istri berhubungan intim pada siang hari, maka kifarat
(dendanya) ialah memberi makan enam puluh (60) orang miskin, karena salah satu pesan
moral puasa ialah memperhatikan orang-orang yang lapar di sekitarnya.

4. MEMANFAATKAN LINGKUNGAN SEBAGAI KARUNIA ALLAH

Lingkungan adalah seluruh faktor luar yang memengaruhi suatu organisme, faktor-
faktor ini dapat berupa organisme hidup (biotic factor) atau variabel-variabel yang tidak
hidup (abiotic factor). Lingkungan hidup sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, mempengaruhi alam itu sendiri.
Menurut S.T Munadjat Darusaputro lingkungan hidup meliputi semua benda dan kondisi
termasuk didalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat
manusia berada dan mempengaruhi hidup dan kesejahteraan manusia dan jasad hidup
lainnya.

Lingkungan hidup menurut konsepsi islam sendiri yaitu sebuah karunia yang
diberikan Sang Pencipta, yakni Allah S.W.T kepada manusia. Allah menciptakan alam
semesta beserta segala isinya untuk keberlangsungan kehidupan manusia. Allah memberikan
nikmat langit, bumi, air, laut, sungai, bulan dan segala keperluan hidup manusia agar manusia
dapat hidup dan dapat menikmati semua fasilitas yang Allah berikan.

Islam memandang penataan lingkungan menjadi tanggung jawab manusia


sebagai khalifah Allah di bumi. Tanggung jawab manusia terletak pada penataan,
pemeliharaan, pengawasan dan pengembangan tata lingkungan yang bermanfaat bagi
manusia. Di dalam islam yang kaffah ini telah melarang segala bentuk pengerusakan terhadap
lingkungan alam sekitar, baik pengerusakan secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai
kaum muslim, harus menjadi yang terdepan dalam menjaga dan melestarikan alam sekitar.
Oleh karena itu, seyogyanya setiap muslim memahami landasan-landasan pelestarian
lingkungan hidup karena pelestarian lingkungan hidup merupakan tanggung jawab semua
umat manusia sebagai pemikul Amanah untuk menghuni bumi Allah S.W.T.

Lingkungan hidup merupakan dukungan terhadap kehidupan dan kesejahteraan,


bukan saja terhadap manusia, tetapi juga makhluk hidup lain seperti hewan dan tumbuhan.
Oleh karena itu seluruh isi alam diperuntukkan bagi kelangsungan hidup dan kesejahteraan
manusia, maka tumbuhan dan hewan yang dapat mendukung kedua hal tersebut harus tetap
terjaga dalam fungsinya sebagai pendukung kehidupan. Tetapi manusia sebagai khalifah allah
terkadang lupa posisi mereka yang menyebabkan kerusakan yang ada di muka bumi ini baik
di darat maupun laut. Kerusakan yang terjadi karena ulah manusia pada saat ini salah satunya
adalah global warming.

Di berbagai negara dilanda kecemasan karena telah terjadi bencana alam yang timbul
akibat global warming. Seperti pesawat adam air yang hancur diterjang badai, kapal laut yang
diterjang ombak yang besar dan angin topan yang sering merusak rumah masyarakat.
Fenomena ini merupakan reaksi alam atas terjadinya pemanasan global yang menyebabkan
perubahan iklim yang menjadi ekstrem. Adapun factor lain yang menyebabkan kerusakan
lingkungan seperti (1) factor alam, kerusakan ini terjadi secara alami tanpa campur tangan
atau peranan manusia. Meskipun terkadang manusia pun bisa menjadi pemicu awal terjadi
proses kerusakan lingkungan secara tidak langsung. Seperti banjir, gempa bumi, tsunami,
gunung meletus. (2) factor manusia, terjadi karena ulah manusia yang ceroboh atau
kurangnya perhatian dalam melestarikan lingkungan alam. Kerusakan yang diakibatkan oleh
manusia ini justru lebih besar dibanding kerusakan akibat bencana alam. karena kerusakan
yang dilakukan dapat terjadi secara terus menerus dan cenderung meningkat. Kerusakan ini
umumnya disebabkan oleh aktifitas manusia yang tidak ramah lingkungan seperti membuang
sampah sembarangan, menebang pohon, membuang limbah industry, dll.

Dalam Q.S. Al-A’raf (7):56 Allah telah menginggatkan hambanya “ jan janganlah
kamu membuat kerusakan dimuka bumi ini, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah
kepada-Nya dengan rasa takut (tidak adan diterima) dan harapkan dikabulkan. Sesungguhnya
rahmat allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. Oleh karena itu kita sebagai
khalifah Allah di muka bumi ini sebaiknya dapat mensyukuri, melindungi, memanfatkan
dengan baik karunia Allah.

Walaupun tidak semua orang melakukan pengrusakan lingkungan, namun tetap saja
berimbas kepada semua orang apabila masyarakat tersebut tidak melakukan tindakan tegas
kepada para pelakunya. Dengan begitu kita dapat mencegah kerusakan lingkungan dan
memanfaatkannya sebagai karunia Allah yang telah diberikan kepada kita dengan cara:

1. Tidak membuang sampah sembarangan di sungai. Dengan membuang sampah


ditempat sampah akan menciptakan lingkungan yang bersih dan rapi dipandangnya.
Tidak hanya itu, tapi juga dengan membuang sampah ditempatnya akan menolong
kota dari bahaya bencana banjir.
2. Menanam kembali hutan yang gundul atau reboisasi ditanah yang harus ditanami
pohon kembali.

3. Tidak membuang limbah pabrik di laut. Sebaiknya sebuah pabrik mengetahui


bagaimana cara pembuangan sampai pemanfaatan limbah pabrik mereka. Dengan cara
mencegah kerusakan laut seperti ini akan mengurangi pencemaran air laut dan biota
laut akan terjaga.
4. Melakukan terasering. Terasering merupakan upaya untuk penanggulangan erosi
tanah supaya tanah tidak terkikis dari akibat aliran air.
5. Selalu menghargai dan mencintai alam.
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan

Akhlak adalah azimah (kemauan yang kuat) tentang sesuatu yang dilakukan
berulang-ulang, sehingga menjadi adat (kebiasaan) yang mengarah kepada kebaikan
atau keburukan. Kebudayaan diartikan sebagai nilai, ajaran, konsep, atau pemikiran
yang dipilih secara selektif dan digunakan sebagai acuan dalam menyikapi,
menjelaskan, dan memahami berbagai fenomena kehidupan. Cara berpikir dan
bertindak seseorang berbeda-beda karena nilai budaya yang digunakan sebagai acuan
atau bingkai pikirannya berbeda, sebagai akibat dari nilai budaya yang dianutnya.

Dalam akhlak islam juga menyinggung mengenai etos kerja muslim, dimana
etos kerja memiliki arti etika atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik buruknya
moral sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau semangat yang amat kuat
untuk mengerjakan sesuatu secara optimal lebih baik dan bahkan berupaya untuk
mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin.

Allah telah memberikan nikmat langit, bumi, air, laut, sungai, bulan dan segala
keperluan hidup manusia agar manusia dapat hidup dan dapat menikmati semua
fasilitas yang Allah berikan, seluruh isi alam diperuntukkan bagi kelangsungan hidup
dan kesejahteraan manusia, maka tumbuhan dan hewan yang dapat mendukung kedua
hal tersebut harus tetap terjaga dalam fungsinya sebagai pendukung kehidupan. Oleh
karena itu kita sebagai makhluk di bumi seharusnya dapat menjaga dan melestariakn
alam yang telah Allah limpahkan kepada kita.

Saran

Dari hasil penulisan makalah ini, penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan bisa menjadi referensi dalam proses pembelajaran dan
kajian yang berbobot dalam pembuatan makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Agama, Balai Penelitian dan Pengembangan Agama. Semarang.
Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm. 6-7.
Amin, Samsul M. 2016. Ilmu Akhlak. Jakarta: Penerbit Amzah.
Barat, S. B. T. S., & Nata, H. A. (2015, November). Perhatian Islam Terhadap
Pengembangan Kebudayaan dan Peradaban. In Makalah,
disampaikan pada Acara Seminar Nasional pada Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Bukittinggi Sumatera
Barat bertempat di Kampus STAIN Bukit Tinggi Sumatera
Barat, pada hari Jum’at (Vol. 11).
Dalinur. (2013). Etos kerja Islam. Wardah: No. XXVI/Th. XIV/ Juni 2013.
Departemen Agama RI. (1989), Al-Quran dan Terjemahannya, Semarang, Toha Putra.
Fauzi, Romzan dkk. 2014. Membangun Harmoni dengan Kearifan Lokal: Model
Pembinaan Kerukunan Umat Beragama bagi Penyuluh
Haris, Munawar. 2017. Pengaruh Pelaksanaan Kebijakan Pengembangan Agama
Islam terhadap Koordinasi Penyuluh dengan Pengawas
Pendidikan Agama Islam untuk Mewujudkan Efektivitas
Program Pendidikan Agama Islam, Jurnal Pendidikan
Universitas Garut, Vol. 11; No. 01; 2017. Garut.
Kuntowijoyo ( l991) Paradigma Islam, Interpretasi Untuk Aksi, Bandung: Mizan.
Masruri, U. N. (2016). Pelestarian Lingkungan dalam Perspektif Sunah. At-taqaddum,
6(2), 411-428.
M. Zainuddin (2007) Keslehan Normatif dan Sosial, Malang, UIN Press.
Narulita, S. 2008. Etos Kerja dalam Islam. Jurnal Studi Al-Qur’an; Membangun
Tradisi Berpikir Qur’ani. Vol. IV, No. 1.
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, hlm. 16.
Siswanto, S. (2008). Islam dan Pelestarian Lingkungan Hidup: Menggagas
Pendidikan Islam Berwawasan Lingkungan. KARSA: Journal
of Social and Islamic Culture, 81-90.
Supriana, D. (2008). Islam tentang Lingkungan sebuah Konsep pendidikan Agama
Islam yang Berwawasan Lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai