Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Perspektif Islam Tentang Kesetaraan Gender

Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah studi keislaman

Dosen pengampuh : Dr. ,AHMAD ZAINURI, MPd.I

Disusun oleh :
kelompok 12 :
1. Vita Erina (213020805)
2. Esti Siftiani (2130208025)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN RADEN FATAH PALEMBANG
2021
KATA PENGHANTAR

puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang maha pengasih dan
penyanyang di iringi ucapan puji dan syukur atas rahmat dan karunia-Nya,akhirnya kelompok
kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul: perpestik islam tentang kesetaraan
gender.

makalah ini kami dapat diselesaikan karena adanya kerja sama di antara kami, namun
kami juga menyadari di dalam makalah kami ini terdapat banyak kekurangan. oleh karena itu,
kami senantiasa menanti kritik dan saran dari kalian semua.

Dan kami juga berharap makalah ini bisa memberikan manfaat untuk kita semua
pelajari terlebih lagi yang sedang mencari materi seputar perpestik islam tentang kesetaraan
gender.

Akhirul kata kami harapkan mudah-mudahan makalah ini tidak mengecewakan dan
dapat memberikan sumbangan pemikiran.

Palembang, 23 november2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGHANTAR......................................................................................1
DAFTAR ISI........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................3
A. Latar Belakang...................................................................................3
B. Rumusan Masalah...............................................................................3
C. Tujuan Pembahasan............................................................................3
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................4
A. Definisi Kesetaraan Gender Dalam Islam
B. Islam Memandang Gender .................................................................5
C. Isu Gender Dalam Perspektif Islam....................................................6
D. Peran Politik di Tahun 2009-20014....................................................6
BAB III PENUTUP..............................................................................................7
A. Kesimpulan..........................................................................................7
B. Saran....................................................................................................7
DAFTAR PUSAKA.............................................................................................8
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Islam adalah sistem kehidupan yang mengantarkan manusia untuk memahami realitas
kehidupan. Islam juga merupakan tatanan global yang diturunkan Allah
sebagai Rahmatan Lil-’alamin. Sehingga dalam sebuah konsekuensi logis – bila penciptaan
Allah atas makhluk-Nya – laki-laki dan perempuan – memiliki missi
sebagai khalifatullah fil ardh, yang memiliki kewajiban untuk menyelamatkan dan
memakmurkan alam, sampai pada suatu kesadaran akan tujuan menyelamatkan
peradaban kemanusiaan. Dengan demikian, gender (wanita-Laki) dalam Islam
memiliki peran yang konprehensif dan kesetaraan harkat sebagai hamba Allah serta
mengemban amanah yang sama dengan laki-laki.

Teori dan konsep Gender memang mudah nampaknya, namun aplikasinya bukan
perkara gampang, sebab itu semua dunia pergender perlu yang namanya yakni,
butuh proses dan dukungan penuh serta partisipasi langsung dari masyarakat
dunia, jika Gender memang menjadi pilihan utama untuk menyeimbangkan peran-peran
individu dalam masyarakat global.

B. Rumusan masalah

1. Bagaimana isu gender dalam perspektif islam?


2. Bagaimana Islam memandang gender?
3. Bagaimana peran politik perempuan di Lembaga Legislatif tahun 2009-2014?

C.Tujuan pembahasan

1. Untuk mengetahui isu gender dalam prespektif islam


2. Untuk mengetahui pandangan Islam tentang gender
3. Untuk mengetahui peran politik perempuan di lembaga legislatif tahun 2009-
2014.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Kesetaraan Gender Dalam Islam


kesetaraan gender dalam perspektif Islam adalah kaum laki-laki dan perempuan sama
dalam beberapa hal, yaitu; sebagai hamba Allah, sebagai khalifah Allah, menerima perjanjian
primordial, terlibat aktif dalam peristiwa drama kosmis, dan berpotensi yang sama dalam
meraih prestasi. Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi nilai keadilan dan persamaan
mengandung prinsip-prinsip kesetaraan seperti laki- laki dan perempuan sama-sama sebagai
hamba ( QS. Al-Zariyat ayat 56),laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai khalifah di
bumi.
Ajaran Islam sebenarnya mengajarkan dan mendukung keadilan gender, yakni lelaki dan
perempuan memiliki kesamaan peran kalau memang mampu. Sedangkan mengurus anak
adalah konsep gender. Artinya bisa dilakukan oleh lelaki dan perempuan. Mencari nafkah
juga merupakan gender di mana lelaki dan perempuan dapat melakukannya.
Ajaran Islam tidak ada diskriminasi pendidikan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya
sama-sama diwajibkan menuntut ilmu sesuai dengan fithrah-nya, mengembangkan potensinya
dalam rangka melaksanakan tugas hidup sebagai hamba maupun sebagai khalifah Allah di
muka bumi.B. Isu Gender Dalam Prespektif
Munculnya bias gender ini (lebih banyak menimpa perempuan) diakibatkan oleh nilai-nilai
dan norma-norma masyarakat yang membatasi gerak langkah perempuan serta pemberian
tugas dan peran yang dianggap kurang penting dibandingkan jenis gender lainnya (laki-laki).

B. Islam Memandang Gender


Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi nilai keadilan dan persamaan mengandung
prinsip-prinsip kesetaraan seperti laki- laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba ( QS.
Al-Zariyat ayat 56), laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai khalifah di Sarifa Suhaimi.
“Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah
orang yang paling bertakwa diantara kamu.”
Ayat tersebut memberikan gambaran kepada kita tentang persamaan antara laki-laki dan
perempuan baik dalam hal ibadah (dimensi spiritual) maupun dalam aktivitas sosial (urusan
karier profesional). Ayat tersebut juga sekaligus mengikis tuntas pandangan yang menyatakan
bahwa antara keduanya terdapat perbedaan yang memarginalkan salah satu diantara keduanya.
persamaan tersebut meliputi berbagai hal misalnya dalam bidang ibadah. Siapa yang rajin
ibadah, maka akan mendapat pahala lebih banyak tanpa melihat jenis kelaminnya. Perbedaan
kemudian ada disebabkan kualitas nilai pengabdian dan ketakwaannya kepada Allah swt.,
Ayat ini juga mempertegas misi pokok al-Qur’an diturunkan adalah untuk membebaskan
manusia dari berbagai bentuk diskriminasi dan penindasan, termasuk diskriminasi seksual,
warna kulit, etnis dan ikatan-ikatan primordial lainnya. Namun demikian sekalipun secara
teoritis al-qur’an mengandung prinsip kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, namun
ternyata dalam tatanan implementasi seringkali prinsip-prinsip tersebut terabaikan. Konteks
khalifatullâh fî al-ardh secara terminologis, berarti “kedudukan kepemimpinan”.1Ini berarti
bahwa semua manusia, baik laki-laki maupun perempuan diamanatkan menjadi pemimpin.
Namun demikian, bila dicermati lebih lanjut ternyata ada nash
Pergumulan hukum Islam dengan realitas zaman selalu menuntut timbulnya pertanyaan ulang
terhadap produk-produk pemikiran ulama terdahulu, terutama jika dikaitkan dengan spektrum
masalah dewasa ini yang semakin luas dan kompleks. Salah satu masalah mendasar yang
muncul kemudian ialah apakah hukum Islam mampu mengantisipasi perkembangan dunia
modern atau tidak? Apabila diperhatikan sejarah perkembangan hukum Islam dari masa ke
masa, ditemukan bahwa hukum Islam mampu mengantisipasi setiap problema yang muncul.
Hal ini disebabkan oleh kemampuan mujtahid dalam menggali dan meng-istimbath-kan
hukum-hukum yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadis Nabi SAW, sesuai dengan tuntutan
zaman. Dengan demikian ketika terjadi kesalahan produk hukum Islam dalam kasus tertentu
boleh jadi penyebabnya adalah person pembuat hukum itu sendiri bukan Islam dan ajarannya
yang bersumber dari Allah.
Salah satu bukti perkembangan hukum Islam yang sangat pesat sejak zaman permulaan Islam
dan pengaruhnya terasa hingga sekarang ialah munculnya berbagai mazhab dalam pemikiran
hukum Islam dari kalangan Sunni maupun Syi’ah, baik yang masih bertahan sampai sekarang
maupun yang sudah punah. Salah satu penyebab munculnya berbagai mazhab tersebut ialah
adanya perbedaan kondisi sosial masyarakat yang dihadapi para pendiri (imam) mazhab
bersang-kutan.17 Namun dalam kondisi kekinian perlu ditegaskan bahwa kaum muslimin
tidak perlu terpaku pada pendapat salah satu mazhab. Dengan kata lain bahwa pendapat setiap
imam mazhab dapat dijadikan pegangan yang menjadi tolok ukur dalam memegang suatu
pendapat dari mazhab tertentu ialah kesesuaiannya dengan situasi dan kondisi masyarakat.
Bahkan tidak menutup kemungkinan akan lahir pemikir-pemikir baru (mujtahid) era modern.
Implikasinya kesetaran gender dan dalam hukum Islam antara lain dapat terlihat pada hal
berikut:
1. Terjadinya transformasi pemikiran hukum Islam yang bertalian dengan isu kesetaraan relasi
antara laki-laki dan perempuan dalam teks al-Qur’an maupun hadis. Seperti pada hukum
poligami dan kewarisan dalam Islam.
2. Terjadinya Transformasi pemikiran di bidang profesi seperti hakim perempuan dan profesi
lainnya yang umumnya dilakukan oleh kaum laki-laki (kepemimpinan).
3. Menjadi sumber inspirasi munculnya peratuan perundang-undangan yang memihak pada
kepentingan perempuan.Hal tersebut dimungkinkan karena selama ini disadari atau tidak
masih terdapat produk hukum di negara ini yang kurang mengakomodir kepentingan dan
keadilan bagi kaum perempuan.

C. Isu Gender Dalam Perspektif Islam


Allah menciptakan bentuk fisik dan tabiat wanita berbeda dengan pria. Kaum pria di
berikan kelebihan oleh Allah subhanahu wata’ala baik fisik maupun mental atas kaum wanita
sehingga pantas kaum pria sebagai pemimpin atas kaum wanita terdapat di dalam Al-Quran
pada surat An Nisa‟: 35. Sehingga secara asal nafkah bagi keluarga itu tanggug jawab kaum
laki. Asy syaikh Ibnu Baaz berkata: “Islam menetapkan masing-masing dari suami istri
memiliki kewajiban yang khusus agar keduanya menjalankan perannya, hingga sempurnalah
bangunan masyarakat di dalam dan di luar rumah. Suami berkewajiban mencari nafkah dan
penghasilan sedangkan istri berkewajiban mendidik anak-anaknya, memberikan kasih sayang,
menyusui dan mengasuh mereka serta tugas-tugas lain yang sesuai baginya, mengajar anak-
anak perempuan, mengurusi sekolah mereka, dan mengobati mereka serta pekerjaan lain yang
khusus bagi kaum wanita. Bila wanita sampai meninggalkan kewajiban dalam rumahnya
berarti ia menyia-nyiakan rumah berikut penghuninya. Hal tersebut berdampak terpecahnya
keluarga baik hakiki maupun maknawi.
Dalam perspektif Islam, semua yang diciptakan Allah swt berdasarkan kudratnya masing-
masing. Para pemikir Islam mengartikan qadar di dalam AlQuran dengan ukuran-ukuran,
sifat-sifat yang ditetapkan Allah swt bagi segala sesuatu, dan itu dinamakan kudrat. Dengan
demikian, laki-laki dan perempuan sebagai individu dan jenis kelamin memiliki kudratnya
masing-masing. Syeikh Mahmud Syaltut mengatakan bahwa tabiat kemanusiaan antara laki-
laki dan perempuan berbeda, namun dapat dipastikan bahwa Allah swt lebih
menganugerahkan potensi dan kemampuan kepada perempuan sebagaimana telah
menganugerahkannya kepada laki-laki. Ayat Al-Quran yang populer dijadikan rujukan dalam
pembicaraan tentang asal kejadian perempuan adalah firman Allah dalam QS. An-Nisa‟ ayat
1
Terjemahnya:
”Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu, yang telah menciptakan kamu dari diri
(nafs) yang satu, dan darinya Allah menciptakan pasangannya dan keduanya Allah
mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak”9Yang dimaksud dengan nafs di
sini menurut mayoritas ulama tafsir adalah Adam dan pasangannya adalah istrinya yaitu Siti
Hawa. Pandangan ini kemudian telah melahirkan pandangan negatif kepada perempuan
dengan menyatakan bahwa perempuan adalah bagian laki-laki. Tanpa laki-laki perempuan
tidak ada, dan bahkan tidak sedikit di antara mereka berpendapat bahwa perempuan (Hawa)
diciptakan dari tulang rusuk Adam. Kitab-kitab tafsir terdahulu hampir bersepakat
mengartikan demikian.
Kalaupun pandangan di atas diterima yang mana asal kejadian Hawa dari rusuk Adam, maka
harus diakui bahwa ini hanya terbatas pada Hawa saja, karena anak cucu mereka baik laki-laki
maupun perempuan berasal dari perpaduan sperma dan ovum. Allah menegaskan hal ini
dalam QS. Ali Imran: 195
Terjemahnya :
Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), "Sesungguhnya
Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau
perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-
orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku,
yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahankesalahan mereka
dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya
sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik."
Ayat di atas mengisyaratkan perbedaan, dan bahwa masing-masing memiliki keistimewaan.
Walaupun demikian, ayat ini tidak menjelaskan apa keistimewaan dan perbedaan itu. Namun
dapat dipastikan bahwa perbedaan yang ada tentu mengakibatkan fungsi utama yang harus
mereka emban masing-masing. Di sisi lain dapat pula dipastikan tiada perbedaan dalam
tingkat kecerdasan dan kemampuan berfikir antara kedua jenis kelamin itu. Al-Quran memuji
ulul albab yaitu yang berzikir dan memikirkan tentang kejadian langit dan bumi. Zikir dan
fikir dapat mengantar manusia mengetahui rahasia-rahasia alam raya. Ulul albab tidak terbatas
pada kaum laki-laki saja, tetapi juga kaum perempuan, karena setelah Al-Quran menguraikan
sifat-sifat ulul albab ditegaskannya bahwa “Maka Tuhan mereka mengabulkan permintaan
mereka dengan berfirman; “Sesungguhnya Aku tidak akan menyi-nyiakan amal orang yang
beramal di antara kamu, baik lelaki maupun perempuan”. (QS. Ali Imran:
195). Ini berarti bahwa kaum perempuan sejajar dengan laki-laki dalam potensi
intelektualnya, mereka juga dapat berpikir, mempelajari kemudian mengamalkan apa yang
mereka hayati dari zikir kepada Allah serta apa yang mereka pikirkan dari alam raya ini.

D. Peran Politik Perempuan di Lembaga Legislatif Tahun 2009-2014


Kajian masalah perempuan muncul akhir abad 20 ini, tidak terlepas dari sejarah perjalanan
nasib buruk yang dialami mereka dari masa ke masa, yang sejalan dengan keberadaan
manusia itu sendiri. Apa yang terjadi sekarang merupakan proses dari peristiwa-peristiwa
masa lampau yang tidak menguntungkan, yang baru disadari oleh sebahagian kecil perempuan
dan laki-laki. Pengalaman keras yang dialami perempuan tidak berkesudahan yang disebabkan
oleh kebodohan dan kejahilan. Pada hakekatnya pelecehan terhadap perempuan bukan hanya
merugikan satu pihak, melainkan merupakan kerugian bagi semua pihak, apalagi di zaman
sekarang ini.
Membicarakan sejarah perempuan dalam Islam tidak bisa terlepas dari pembicaraan mengenai
sejarah perempuan secara umum. Dalam hal ini, mau tidak mau, kita juga harus menengok
sejarah perempuan dalam agama-agama besar selain Islam, sebab memahami perempuan
dalam bangunan sejarah perempuan secara partikularistik dan monolitik akan menyebabkan
kita jatuh dalam pandangan yang tidak lengkap dan subjektif. (Syafiq Hasyim, 2001, hal. 17).
1. Kedudukan Perempuan Sebelum Islam
Bila kita baca dari sejarah peradaban manusia, kedudukan atau pandangan terhadap
perempuan bervariasi dalam berbagai suku, bangsa, agama dan kepercayaan. Islam suatu
agama yang ajarannya bersifat universal yang meliputi segala aspek kehidupan manusia dunia
dan akhirat. Salah satu misi Nabi Muhammad SAW, di utus 14 abad yang lalu adalah untuk
memperbaiki kedudukan perempuan, yang diberlakukan tidak manusiawi oleh orang-orang
sebelumnya. Islamlah yang pertama-tama mengangkat derajat wanita, memberikan hak-hak
kepada wanita sesuai dengan kodratnya. Islam menegakkan pola ajaran persamaan antara
manusia dan memberantas perbudakan di antara pria dan wanita.
2. Masyarakat Yunani Kuno
Pada masa ini, masyarakat Yunani terbagi ke dalam tiga kelas sosial. Pertama, kelas yang
terdiri dari orang-orang yang merdeka, dalam pengertian elit. Kedua, kelas pedagang. Ketiga,
kelas hamba sahaya. Kelas hamba sahaya ini hidupnya diabdikan secara penuh untuk kelas
kedua dan pertama.
3. Bangsa Persia
Perempuan mendapat sedikit perlakuan yang baik dan kebebasan. “tidak ada batasan
jumlahnya bagi laki-laki mengadakan pergundikan, dan perempuan sebagai barang
dagangan”. (Abdullah Djawas, 1996, hal. 18). Perlakuan baik ini merupakan keangkuhan,
agar mereka tidak diperlakukan sebagai musuh. Tetapi dibalik perlakuan baik ini ditemukan
kedudukan perempuan sangat buruk dalam pandangan mereka (kaum laki-laki).
4. Kebudayaan Mesir Lama
Kebudayaan Mesir Lama istimewa memuliakan perempuan dan memberi hak-hak mereka
sesuai menurut undang-undang yang hampir sama dengan pria. Perempuan berhak memiliki
harta, mewarisi, juga berhak memimpin rumah tangga di saat suami uzur. Hak ini tetap stabil
selama pemerintahan stabil. Tapi sayang kebudayaan Mesir hilang bersamaan dengan
hilangnya undang-undang nasionalnya, lama sebelum masuknya Islam.
6. Masyarakat Arab
Masyarakat Arab merasa tidak senang dengan kelahiran anak perempuan. Hal ini menjadi
kebiasaan mereka sebelum kegiatan perang, permusuhan dan balas dendam berhenti. Karena
di masa perang, laki-laki dianggap sebagai pembawa rezeki dan penolak bencana, dan yang
mengangkat atau menjatuhkan kabilah, sedangkan perempuan tidak ada gunanya.
Sebagaimana diungkapkan Ja’far Subhani di dalam bukunya “Ar-Risalah Sejarah Kehidupan
Rasulullah SAW” menyebutkan:
“Di kalangan bangsa Arab masa itu, perempuan hanyalah sebagai barang dagangan yang
diperjual belikan, tidak memiliki hak pribadi maupun sosial termasuk hak warisan, mereka
menempatkan perempuan dalam kategori hewan, karena takut kelaparan, mereka memancung
kepala puteri-puteri mereka di hari kelahirannya atau melempar mereka dari bukit tinggi ke
lembah yang dalam, atau sesekali membenamkan mereka ke dalam tanah” (Ja’far Subhani,
1996, hal. 24).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Islam memandang gender suatu bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
antara laki-laki dan perempuan yang mempunyai peran dan tugas serta tanggungjawab dalam
menjalankan proses hidup dan kehidupan ini sesuai dengan potensi, dalam kehidupan sehari-
hari tanpa adanya pembully dalam bentuk :
bakat dan ilmu yang ada pada masing-masing diri individu, sehingga diharapkan dengan
adanya kesetaraan gender ini, peran antara laki-laki dan perempuan akan jelas, dan dapat
menjalankan aktivitas kehidupan ini sesuai dengan kodrat masing-masing yang berdasarkan
ilmu yang ada pada diri laki-laki dan perempuan tersebut.

Sementara kesetaraan gender dengan sistem politik Indonesia menurut perspektif Islam juga
akan lebih jelas, karena hidup manusia tidak lepas dari tanggungjawab dan perannya ditengah
masyarakat, dimana di dalam beraktivitas kesehariannya, manusia mempunyai peran untuk
mengikuti perkembangan zaman yang ada, termasuk dunia politik bagi kaum perempuan,
yang tidak ada halangan bagi kaum perempuan untuk terjun di dunia politik, asalkan peran
mereka didalam rumah tangga tetaplah sebagai istri dari suaminya, dan
sebagai ibu dari anak-anaknya.

B. Saran

Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan bagi
pembaca semuanya. Serta diharapkan, dengan diselesaikannya makalah ini, baik pembaca
maupun penyusun dapat mengetahui bagaiamana gender tidak membedakan perempuan
dengan laki-laki tanpa melibatkan perselisihan atau kesalahan pahaman dalam gender
tersebut. Dimalam ajaran nabi tidak ada pembandingan antara laki-laki dan perempuan
sebagaimana Nabi Muhammad S.A.W , berlaku adil kesemua gender.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmed Leila, 2000, Wanita dan Gender dalam Islam (Akar-akar Perdebatan Modern),
LENTERA BASRITAMA, Jakarta.
Al-Sya’rawi, Syaikh Mutawali, 2003, Fiqih Perempuan Muslimah, Amzah, Jakarta.

Anis Qasim Ja’far, Muhammad, 1998, Perempuan dan Kekuasaan (MenelusuriHak dan
Politik dan Persoalan Gender dalam Islam, Zaman Wacana Mulia, Bandung.

Mansour Fakih, dkk, Membincang Feminisme Diskursus Gender Perspektif Islam (Cet. III;
Surabaya: Risalah Gusti, 2006), h. 11.
Dzuhayatin,Siti Ruhaini, Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Gender dalam Islam
(Cet. I; Yogyakarta: PSW IAIN SUNAN KALIJAGA, 2019), h. 18.
Leonard Grob, Riffat Hasan dan Hain Gordon,”Jihad fi Sabilillah,, Wornan‟s Faith Journey
From Struggle to Struggle”, dalam buku Woman’s and Men’s Liberation, (USA: Greenwood
Press, 1993), h. 11-13
Jhon Ecol dan Hasan Sadily, Kamus Inggris Indonesia (Cet. IV; Jakarta: PT. Gramedia,
2001), h. 176.

Anda mungkin juga menyukai