MAKALAH
Oleh:
Moch. Rizqi Maulana
210106220036
Alhamdulillahi Rabbil alamin Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
petunjuk dan bimbinganNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Islam dan Gender: Konstruk Barat vs Islam”. Penulisan makalah ini dilatarbelakangi oleh
mahasiswa pascasarjana sebagai pengampu mata kuliah “Pendekatan Studi Islam” pada
Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang untuk
Kedua, mengikuti perkembangan ilmu perilaku dan memenuhi tuntutan moral sebagai
utama untuk pemenuhan tugas mata kuliyah serta turut memberikan sumbangan pemikiran,
kasih kepadarekan-rekan sejawat yang selalu siap membantu pembuatan, mengedit makalah
ini. Semoga semua motivasi, dorongan, dan semangat yang diberikan oleh Allah SWT dicatat
sebagai amal kebajikan dan akan diberi balasan yang berlipat ganda. Amin.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
untuk menyebarkan rahmat bagi semua makhluk, islam datang membawa misi yang
sangat mulia yakni sebagai islam rahmatan lil alamin. Namun jauh sebelum islam datang,
sejarah telah menuliskan bahwa terdapat dua peradaban besar dan dua agama besar yakni
peradaban yunani dan romawi, agama yahudi dan kristen. Pada masa peradadaban-peradaban
dan agama-agama tersebut perempuan nasib perempuan sangat menyedihkan, bahkan jauh
sebelum peradaban dan agama itu ada. Budaya patriarki pada zaman dahulu sudah berkembang
dan mengakar di masyarakat.
Perempuan pada zaman itu dianggap sebagai golongan manusia kelas dua. Mereka
diperjual belikan di pasar-pasar, hak-hak sipil perempuan sama sekali tidak di akui bahkan
tidak dipandang sebagai ahli waris ketika salah satu keluarganya meninggal. Perempuan diberi
kebebasan hanya untuk memenuhi kebutuhan dan selera kaum laki-laki, sehingga hubungan
seksual bebas pada saat itu dianggap legal serta sama sekali tidak di anggap melanggar
kesopanan. Kondisi tersebut sangat banyak dijumpai di zaman peradaban yunani yang pastinya
hal tersebut sangat mendiskreditkan kaum perempuan.
Pada masa peradaban romawi juga tak jauh beda, kaum perempuan pada masa itu
sepenuhnya berada di bawah kekuasaan kaum laki-laki yang bersifat mutlak dan tidak
disandingkan dengan kasih sayang. Sebelum dia menikah dia berada di bawah kekuasaan
ayahnya dalam kedudukannya sebagai kepala rumah tangga, ketika kaum perempuan telah
menikah kekuasaan tersebut beralih juga kepada laki-laki yakni sang suami, sehingga
eksistensi kaum perempuan selalu berada dalam dunia kecaman yang berkepanjangan. Di
kemukakan dalam ajaran yahudi, martabat wanita itu sama dengan pembantu. Bahkan ada
sekelompok manusia yang menganggap bahwa seorang ayah berhak menjual anak
perempuannya selama ia belum baligh. Hal itu dilandasi oleh satu asumsi yang mengatakan
bahwa kaum perempuan adalah sumber laknat yang menyebabkan adam dikeluarkan dari
surga.
Saat islam hadir, kedudukan perempuan di tengah masyarakat jahiliyah sangat
mengenaskan. Mereka tidak hanya diperlakukan seperti hewan, bahkan bagaikan benda mati.
Begitu lahir, banyak bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup karena dianggap memalukan.
Mereka yang selamat bisa mengalami perkawinan dan perceraian dini sebelum mengalami
menstruasi, dipoligami dengan jumlah istri tak terbatas, dijadikan jamuan atau hadiah bagi
tamu, dijadikan jaminan utang dan jika suaminya meninggal, mereka tidak mendapatkan harta
waris namun justru diwariskan layaknya harta benda. Dan masih banyak contoh lainnya.
Perlu ditegaskan bahwa tradisi seperti ini sebetulnya tidak hanya ditemukan di
masyarakat jahiliyah, masa dimana islam hadir, melainkan umum terjadi dimana-mana hingga
saat ini baik di dunia barat ataupun di dunia islam. Oleh karena itu, muncullah wacana dan
gerakan yang menginisiasi sebuah persamaan dan kesetaraan hak antara laki-laki dan
perempuan yakni analisis gender dan gerakan feminisme. Sebuah wacana dan gerakan yang
memperbincangkan sekaligus memperjuangkan antara kaum laki-laki dan perempuan sebagai
makhluk yang sama namun berbeda dari sudut pandang jenis kelamin.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep kesetaraan gender dan apa itu gerakan feminisme ?
2. Bagaimana islam dalam memandang kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan ?
3. Bagaimana konstruk pemikiran dan gerakan feminisme yang berkembang di dunia islam
maupun barat ?
BAB II
PEMBAHASAN
Perbedaan tersebut melahirkan pemisahan fungsi dan tanggung jawab antara laki-laki
dan perempuan. Laki-laki bertugas mengurusi urusan luar rumah dan perempuan bertugas
mengurusi urusan dalam rumah yang dikenal sebagai masyarakat pemburu (hunter) dan
peramu (gatherer) dalam masyarakat tradisional dan sektor publik serta sektor domestik dalam
masyarakat modern.3
Perbedaan gender (gender differences) pada proses berikutnya melahirkan peran gender
(gender role) dan dianggap tidak menimbulkan masalah, maka tak pernah digugat. Akan tetapi
yang menjadi masalah dan perlu digugat adalah struktur ketidakadilan yang ditimbulkan oleh
peran gender dan perbedaan gender.
1
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pe-lajar, 1997), 4.
2
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur'an (Jakarta: Para-madina, 1999),
35.
3
Nur Ahmad Fadhil Lubis, Yurisprudensi Emansipatif (Bandung: Citapustaka Media, 2003), 47
Pengungkapan masalah kaum perempuan dengan menggunakan analisis gender sering
menghadapi perlawanan (resistance), baik dari kalangan kaum laki-laki ataupun kaum
perempuan sendiri. Hal ini bisa jadi disebabkan : pertama, mempertanyakan status kaum
perempuan pada dasarnya adalah mempersoalkan sistem dan struktur yang telah mapan.
Kedua, mendiskusikan soal gender berarti membahas hubungan kekuasaan yang sifatnya
sangat pribadi, yakni menyangkut dan melibatkan individu kita masing-masing.4 Oleh karena
itu, pemahaman atas konsep gender sesungguhnya merupakan isu mendasar dalam rangka
menjelaskan masalah kesetaraan hubungan, kedudukan, peran dan tanggung jawab antara
kaum perempuan dan laki-laki.
Dalam pergaulan masyarakat yang menganut perbedaan gender, ada nilai tatakrama dan
norma hukum yang membedakan peran laki-laki dan perempuan. Setiap orang seolah-olah
dituntut mempunyai perasaan gender (gender feeling) dalam pergaulan, sehingga jika
seseorang menyalahi nilai, norma dan perasaan tersebut maka yang bersangkutan akan
menghadapi resiko dalam masyarakat.
4
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pe-lajar, 1997), 5-6
Dominasi laki-laki dalam masyarakat bukan hanya karena mereka jantan, lebih dari itu
karena mereka mempunyai banyak akses kepada kekuasaan untuk memperoleh status.
Misalnya mengontrol lembaga-lembaga legislatif, dominan di lembaga-lembaga hukum dan
peradilan, pemilik sumber-sumber produksi, menguasai organisasi keagamaan, organisasi
profesi dan lembaga-lembaga pendidikan tinggi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya peran gender tidak datang dan
berdiri dengan sendirinya, melainkan terkait dengan identitas dan berbagai karakteristik yang
diasumsikan masyarakat kepada laki-laki dan perempuan. Sebab terjadinya ketimpangan status
antara laki-laki dan perempuan lebih dari sekedar perbedaan fisik biologis tetapi segenap nilai
sosial budaya yang hidup dalam masyarakat turut memberikan andil
Akibat dominasi laki-laki yang begitu besar dalam berbagai bidang kehidupan, dan
akibat ketidakadilan yang dirasakan oleh kaum perempuan barat, maka muncullah kemudian
teriakan perempuan sebagai reaksi terhadap perubahan sosial yang terjadi yaitu yang lazim
disebut sebagai feminisme. gerakan feminisme yaitu gerakan yang dimotori para perempuan
Barat dalam menuntut persamaan hak antara laki-laki dan perempuan.
Dalam pandangan mereka di era yang katanya modern ini masih banyak hak-hak kaum
perempuan yang terabaikan atau pun mengalami penindasan, dari haknya sebagai isteri,
pekerja, peran di tengah masyarakat hingga ranah politik. Pada akhirnya gerakan feminisme
yang pada mulanya hanya mengarah pada tuntutan mendapatkan persamaan hak pendidikan,
berlanjut kepada hak dalam seluruh aspek, termasuk kesetaraan gender. Walaupun dalam
berjalannya waktu dan zaman gerakan feminisme kemudian melahirkan berbagai ragam aliran
yang berbeda sesuai dengan analisis akar masalah dan target perjuangannya, namun mereka
memiliki kesadaran yang sama, yakni membebaskan (liberalisasi) perempuan dari belenggu
ikatan apapun, termasuk ikatan nilai-nilai agama.5
Istilah feminisme ini mulai digunakan pada tahun 1890-an mengacu pada teori
kesetaraan laki-laki dan perempuan serta pergerakan untuk memperoleh hak-hak perempuan.
Secara luas pendefinisian feminisme adalah advokasi kesetaraan hak-hak perempuan dalam hal
politik, sosial dan ekonomi. Revolusi pemikiran dan revolusi industri secara besar-besaran
5
U. Nayla, Pemberdayaan perempuan perspektif Islam sebuah solusi, dalam buku Keadilan dan
kesetaraan gender tipu daya penghacuran keluarga. (Aliansi penulis pro Syariah, 2007), 7
telah mendorong kesempatan bagi kaum perempuan di Barat untuk ikut menikmati dengan
berperan dan berkiprah di ranah publik yang selama ini kaum perempuan melulu berkiprah di
sektor domestik.6
Gerakan feminisme dimulai sejak akhir abad ke-18 dan berkembang pesat sepanjang
abad ke-20 yang dimulai dengan penyuaraan persamaan hak politik bagi perempuan. Tulisan
Mary Wollstonecraft, yang berjudul A Vinication of The Rights of Woman dianggap sebagai
salah satu karya tulis feminis awal yang berisi kritik terhadap Revolusi Prancis yang hanya
berlaku untuk laki-laki namun tidak untuk perempuan. Satu abad setelahnya di Indonesia,
Raden Ajeng Kartini, ikut membuahkan pemikirannya mengenai kritik keadaan perempuan
Jawa yang tidak diberikan kesempatan mengecap pendidikan yang setara dengan laki-laki,
selain kritik terhadap kolonialisme Belanda.
Refleksi sejarah diperlihatkan pula bahwa dari awal gerakan perempuan (first wave
feminism) di dunia pada tahun 1800-an. Ketika itu para perempuan menganggap ketertinggalan
mereka disebabkan oleh kebanyakan perempuan masih buta huruf, miskin dan tidak memiliki
keahlian. Diikuti setelahnya perempuan-perempuan kelas menengah abad industrialisasi mulai
menyadari kurangnya peran mereka di masyarakat. Mereka mulai keluar rumah dan mengamati
banyaknya ketimpangan sosial dengan korban para perempuan. Kemudian muncul Simone de
Beauvoir, seorang filsuf Perancis yang menghasilkan karya pertama berjudul The Second Sex
yang berisi rancang teori feminis. Dari buku tersebut bermunculan pergerakan perempuan
Barat (Second Wave feminism ) yang menggugat persoalan ketidakadilan seperti upah yang
tidak adil, cuti haid, aborsi hingga kekerasan mulai didiskusikan secara terbuka. Tokoh yang
terkenal Susan B. Anthony, Elizabeth Cady Stanton dan Marry Wollstonecraft yang berjuang
mengedepankan perubahan sistem sosial dimana perempuan bisa ikut dalam pemilu.7
Pada dasarnya semangat hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam Islam bersifat
adil (equal). Oleh karena itu, subordinasi terhadap kaum perempuan merupakan suatu
keyakinan yang berkembang dalam masyarakat yang tidak sesuai atau bertentangan dengan
semangat ke-adilan yang diajarkan Islam. Konsep kesetaraan gender antara laki-laki dan
perempuan dalam al-Qur’an, antara lain sebagai berikut: Pertama, laki laki dan perempuan
6
https://id.wikipedia.org>wiki>feminisme–radikal, diakses 10 0ktober 2019 pukul 04.45.
7
D. W. Rossides, The History and Nature of Sociological Theory. Boston: Houghton Mifflin. (1978).
13
adalah sama-sama sebagai hamba. (Qs. Adz-dzariyat: 56) Dalam kapasitasnya sebagai hamba,
tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya mempunyai potensi dan
peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal. Hamba ideal dalam al-Qur’an biasa
diistilahkan dengan orang-orang yang bertakwa (muttaqin).
Kedua, laki-laki dan perempuan sebagai khalifah di bumi. Maksud dan tujuan
penciptaan manusia di muka bumi ini adalah di sam-ping untuk menjadi hamba yang tunduk
dan patuh serta mengabdi kepada Allah, juga untuk menjadi khalifah di bumi. (Qs. Al-
an’am:165 dan al-baqarah: 30)
Keempat, laki-laki dan perempuan berpotensi meraih prestasi. Tidak ada pembedaan antara
laki-laki dan perempuan untuk mera-ih peluang prestasi. (Qs. al-Nisa: 124) Ayat tersebut
mengisyaratkan konsep kesetaraan yang ideal dan memberikan ketegasan bahwa prestasi
individual, baik dalam bidang spiritual maupun urusan karir profesional, tidak mesti
dimonopoli oleh satu jenis kelamin saja.
Ajaran Islam tidak secara skematis membedakan faktor-faktor perbedaan laki-laki dan
perempuan, tetapi lebih memandang kedua insan tersebut secara utuh. Antara satu dengan
lainnya secara biologis dan sosio kultural saling memerlukan dan dengan demikiann antara
satu dengan yang lain masing-masing mempunyai peran. Boleh jadi dalam satu peran dapat
dilakukan oleh keduanya, seperti perkerjaan kantoran, tetapi dalam peran-peran tertentu hanya
8
Nasaruddin Umar, Kodrat Perempuan dalam Islam (Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Gender,
1999), 23.
dapat dijalankan oleh satu jenis, seperti hamil, melahirkan, menyusui anak, yang peran ini
hanya dapat diperankan oleh wanita. Di lain pihak ada peran-peran tertentu yang secara
manusiawi lebih tepat diperankan oleh kaum laki-laki seperti pekerjaan yang memerlukan
tenaga dan otot lebih besar. Dengan demikian dalam perspektif normativitas Islam, hubungan
antara laki-laki dan perempuan adalah setara. Tinggi rendahnya kualitas seseorang hanya
terletak pada tinggi rendahnya kualitas pengabdian dan ketakwaannya kepada Allah Swt. Allah
memberikan penghargaan yang sama dan setimpal kepada manu-sia dengan tidak membedakan
antara laki-laki dan perempuan atas semua amal yang dikerjakannya.
Gerakan feminism memiliki varian yang begitu banyak karena di pengaruhi oleh
pelbagai macam hal seperti budaya, etnis, ras, suku, agama, pendidikan, lingkungan, pekerjaan,
dan lain lain dimana intinya banyak hal kompleks yang dapat mempengaruhi suatu gerakan
muncul secara spesifik di suatu Negara atau di suatu wilayah. Yang menjadi sorotan disini
adalah kenyataan bahwa perbedaan budaya sebenarnya memiliki pengaruh yang begitu besar
sehingga satu gerakan yang mungkin terjadi secara serentak di suatu wilayah tidak akan
memiliki efek yang begitu besar di wilayah lain, walaupun organisasi atau inisiator ataupun
kedua Negara tersebut memiliki permasalahan yang sama. Disini kita akan membahas
mengenai konstruk pemikiran antara gerakan feminisme islam dan feminisme barat.
Sudah dijelaskan diatas bahwa didalam Islam tidak ada perbedaan hak dan tidak ada
penindasan terhadap perempuan oleh kaum laki-laki, akan tetepi perlu diketahui bahwa antara
laki-laki dan perempuan ada perbedaan baik secara biologis maupun naluri diakui atau tidak,
mau ataupun tidak menafsirkan syariat Islam. Feminisme juga dijadikan sebagai alat analisis
yang dapat menghadirkan kesadaran baik laki-laki ataupun perempuan sendiri. Berbeda dengan
aliran feminisme yang ada di Barat, yang dipengaruhi ideologi yang berkembang sehingga
melahirkan aliran fanatik terhadap suatu ideologi sebagaimana yang kita lihat dalam
pembagian aliran feminisme barat yang telah diuraikan diatas, karena memang yang menjadi
dasar ideologi agama Islam adalah al-Qur’an dan Hadist sehingga tidak ada aliran-aliran
feminisme sebagaimana di Barat. Akan tetapi memang di beberapa Negara Islam ada sebuah
gerakan misalnya di Mesir, Turki, Pakistan yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak
perempuan yang tidak bertentangan dengan syariat Islam, misalnya hak mendapatkan
pendidikan, kiprahnya dalam bidang sosial, bidang agama ini terjadi pada abad ke-19.
9
http://ukonpurkonudin.blogspot.com/2011/09/pemikiran-feminisme-nawal-elsaadawi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah bahwa pada dasarnya antara laki-laki dan
perempuan mempunyai perbedaan yang dianggap sebagai penindasan, diskriminasi menurut
versi perempuan barat. Dengan pandangan yang seperti itu perempuan barat menuntut dan
meperjuangkan persamaan untuk menghilangkan perbedaan melalui pembentukan gerakan
gerakan feminis antara lain Sosialis, Radikal, Liberal, Teologi Feminisme, Kultural. Dalam
pandangan Islam feminisme bukanlah sebuah cara untuk memperbaiki keadaan perempuan
akan tetapi Islam telah mengatur, telah menjelaskan secara jelas kedudukan, peran dan fungsi
perempuan dalam keluarga, masyarakat dan negara. Gugatan yang dilancarkan oleh gerakan
feminisme pada intinya dilakukan oleh perempuan yang kurang tahu tentang hak dan
kewajiban yang sudah diatur dalam ajaran Islam. Dan bagi perempuan yang sudah
mempelajari serta mendalami ajaran Islam dengan baik dan benar mereka malah bersyukur
karena ajaran Islam telah mengatur hak dan kewajiban perempuan secara rinci dan jelas. Dan
pada dasarnya antara laki-laki dan perempuan merupakan dua unsur yang saling
membutuhkan satu sama lain, saling mengisi saling melengkapi, kalau toh ingin kesamaan
Islam telah mengaturnya kapan laki-laki dan perempuan sama dan kapan secara hukum
berbeda.
Daftar Pustaka
Fakih, Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997.
Umar, Nasaruddin, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur'an, Jakarta: Paramadina,
1999.
Lubis, Nur Ahmad Fadhil, Yurisprudensi Emansipatif, Bandung: Citapustaka Media, 2003 .
(wikipedia. Org, 2019).[ https://id.wikipedia.org>wiki>feminisme–radikal, diakses 10 Mei
2022 pukul 04.45
Rossides, D. W. (1978). The History and Nature of Sociological Theory. Boston: Houghton
Mifflin.
Umar, Nasaruddin, Kodrat Perempuan dalam Islam, Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan
Gender, 1999.
http://ukonpurkonudin.blogspot.com/2011/09/pemikiran-feminisme-nawal-elsaadawi.
Nayla, U. (2007). Pemberdayaan perempuan perspektif Islam sebuah solusi, dalam buku
Keadilan dan kesetaraan gender tipu daya penghacuran keluarga. Aliansi penulis pro Syariah.