AGAMA ISLAM
Disusun oleh :
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Pendidikan Agama Islam mata kuliah
dengan judul “Kesetaraan Gender dalam Pandangan Agama Islam”. Harapan saya adalah
semoga makalah yang disusun dengan judul tersebut dapat bermanfaat untuk semua pihak,
semoga saja dengan disusunnya makalah ini dapat mempermudah anda untuk mendapatkan
informasi atau pengetahuan dan menjadi referensi ilmu mengenai proses inseminasi buatan
pada manusia dan pandangan islam terhadap inseminasi buatan pada manusia.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun
demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Terima kasih kami ucapkan kepada semua rekan-rekan yang sudah membantu dalam
kelancaran penyusunan makalah ini, khususnya untuk dosen Pendidikan Agama Islam kami
yang senantiasa membimbing dan mengajari kami.
DAFTAR ISI
A. KATA PENGANTAR
B. DAFTAR ISI
C. BAB I PENDAHULUAN
1.1...........................................................................................................Latar
Belakang
1.2...........................................................................................................Rumu
san Masalah
1.3...........................................................................................................Tujua
n Penulisan
D. BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Gender
2.2. Teori-teori dalam gender
2.3. Konsep Kesetaraan Gender
2.4. Perbedaan Gender Melahirkan Ketidakadilan
2.5. Pandangan Islam Mengenai Kesetaraan Gender
E. BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
2.Teori Equilibrium:
3.Teori Struktural-Fungsional.
Teori ini muncul di tahun 30-an sebagai kritik terhadap teori evolusi. Teori ini
mengemukakan tentang bagaimana memandang masyarakat sebagai sebuah sistim
yang saling berkaitan. Teori ini mengkui adanya keanekaragaman dalam kehidupan
sosial. Dalam kondisi seperti itu, dibuatlah suatu sistim yang dilandaskan pada
konsensus nilai-nilai agar terjasi adanya interrelasi yang demi sesuatu yang
dinamakan harmoni, stabilitas dan keseimbangan (equilibrium). Sistem ini
mensyaratkan aktor dalam jumlah memadai, sehingga fungsi dan struktur sesorang
dalam sistim menentukan tercapainya stabilitas atau harmoni tersebur. Ini berlaku
untuk sistim sosial: agama, pendidikan, struktur politik, sampai rumah tangga, dalam
hal ini termasuk mengenai gender. Sosialisasi fungsi struktur tersebut dilakukan
dengan institusionalisasi, melalui norma-norma yang disosialisasikan.
Kesetaraan gender, dikenal juga sebagai keadilan gender, adalah pandangan bahwa semua
orang harus menerima perlakuan yang setara dan tidak didiskriminasi berdasarkan identitas
gender mereka, yang bersifat kodrati.[1] Ini adalah salah satu tujuan dari Deklarasi Universal
Hak asasi Manusia, PBB yang berusaha untuk menciptakan kesetaraan dalam bidang sosial
dan hukum, seperti dalam aktivitas demokrasi dan memastikan akses pekerjaan yang setara
dan upah yang sama. Dalam praktiknya, tujuan dari kesetaraan gender adalah agar tiap orang
memperoleh perlakuan yang sama dan adil dalam masyarakat, tidak hanya dalam bidang
politik, di tempat kerja, atau bidang yang terkait dengan kebijakan tertentu.
Kesetaraan Gender adalah kalimat yang seringkali kita dengar terucap dalam diskusi ataupun
tertulis dalam sejumlah referensi. Apa arti kesetaraan gender? Untuk menjelaskannya, berikut
ini kami ketengahkan sejumlah istilah yang erat kaitannya dengan problematika gender selain
istilah tersebut.
A. Pengarusutamaan Gender
B. Kesenjangan Gender
Dikatakan terjadi kesenjangan gender apabila salah satu jenis kelamin berada dalam keadaan
tertinggal dibandingkan jenis kelamin lainnya (Laki-laki lebih banyak dari perempuan atau
sebaliknya)
C. Kesetaraan Gender
Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh
kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi
dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan
keamanan nasional (hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.
Terwujudnya kesetaraan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan
dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi,
kontrol atas pembangunan dan memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.
Adapun indikator kesetaraan gender adalah sebagai berikut:
1.AKSES
Yang dimaksud dengan aspek akses adalah peluang atau kesempatan dalam
memperoleh atau menggunakan sumber daya tertentu. Mempertimbangkan bagaimana
memperoleh akses yang adil dan setara antara perempuan dan laki-laki, anak
perempuan dan laki-laki terhadap sumberdaya yang akan dibuat. Sebagai contoh
dalam hal pendidikan bagi anak didik adalah akses memperoleh beasiswa melanjutkan
pendidikan untuk anak didik perempuan dan laki-laki diberikan secara adil dan setara
atau tidak.
2.PARTISIPASI
Aspek partisipasi merupakan keikutsertaan atau partisipasi seseorang atau kelompok
dalam kegiatan dan atau dalam pengambilan keputusan. Dalam hal ini perempuan dan
laki-laki apakah memiliki peran yang sama dalam pengambilan keputusan di tempat
yang sama atau tidak.
3.KONTROL
Penguasaan atau wewenang atau kekuatan untuk mengambil keputusan. Dalam hal ini
apakah pemegang jabatan tertentu sebagai pengambil keputusan didominasi oleh
gender tertentu atau tidak.
4.MANFAAT
Kegunaan yang dapat dinikmati secara optimal. Keputusan yang diambil oleh sekolah
memberikan manfaat yang adil dan setara bagi perempuan dan laki-laki atau tidak.
D. Keadilan Gender
Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-
laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi,
marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.Ketidakadilan gender
(gender inequalities) merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki dan
perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Ketidakadilan gender menurut beberapa
pakar timbul dalam bentuk:
1. Stereotype
Pelabelan atau penandaan yang seringkali bersifat negatif secara umum dan melahirkan
ketidakadilan. Sebagai contoh, perempuan sering digambarkan emosional, lemah, cengeng,
tidak rasional, dan sebagainya. Stereotype tersebut yang kemudian menjadikan perempuan
selama ini ditempatkan pada posisi domestik, kerapkali perempuan di identikan dengan
urusan masak, mencuci, dan seks (dapur, sumur, dan kasur).
2. Kekerasan (violence)
Kekerasan berbasis gender, kekerasan tersebut terjadi akibat dari ketidak seimbangan posisi
tawar (bargaining position) atau kekuasaan antara perempuan dan laki-laki. Kekerasan terjadi
akibat konstruksi peran yang telah mendarah daging pada budaya patriarkal yang
menempatkan perempuan pada posisi lebih rendah. Cakupan kekerasan ini cukup luas,
diantaranya eksploitasi seksual, pengabaian hak-hak reproduksi, trafficking, perkosaan,
pornografi, dan sebagainya.
3. Marginalisasi
4. Subordinasi
Penomorduaan (subordinasi) ini pada dasarnya merupakan keyakinan bahwa jenis kelamin
tertentu dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya (Leli
Nurohmah dkk, Kesetaraan Kemajemukan dan Ham, Jakarta: Rahima, h. 13). Hal ini
berakibat pada kurang diakuinya potensi perempuan sehingga sulit mengakses posisi-posisi
strategis dalam komunitasnya terutama terkait dengan pengambilan kebijakan.
Adanya anggapan bahwa perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin serta tidak cocok
untuk menjadi kepala keluarga berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga
menjadi tanggung jawab perempuan (Mansour Faqih, Analisis Gender dan Transformasi
Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, h.21). Untuk keluarga miskin perempuan selain
bertanggung jawab terhadap pekerjaan domestik, mereka juga mencari nafkah sebagai
sumber mata pencarian tambahan keluarga, ini menjadikan perempuan harus bekerja ekstra
untuk mengerjakan kedua bebannya.
Dalam Islam, Allah SWT. telah menciptakan segala sesuatunya secara adil dan sesuai dengan
kodratnya. Begitupun dengan manusia, Allah menciptakan manusia dengan kodratnya
berdasarkan keistimewaan dan kekurangan yang terdapat pada laki-laki dan perempuan.
Allah memang menciptakan laki-laki dan perempuan dengan perbedaan kodrat, namun
perbedaan kodrat tersebut seharusnya tidak lantas membuat kedudukan wanita dalam
Islam berada jauh dibawah laki-laki dan laki-laki tidak berhak berperilaku kasar, ataupun
senonok pada wanita.
Kodrat wanita seringkali dijadikan alasan untuk mengurangi ataupun merampas peran dan
bahkan hak wanita, itu seringkali terjadi dalam lingkungan masyarakat maupun keluarga.
Laki-laki seringkali dianggap sebagai yang paling dominan dan berhak untuk berkuasa atas
segala hal, karena mereka memiliki kekuatan yang lebih dari wanita. Dan perbedaan kodrat
tersebut seringkali membuat peran dan hak wanita jadi terbatasi dan pada akhirnya mayoritas
manusia berpikiran bahwa wanita hanya bisa mengambil andil urusan rumah tangga dan
harus tunduk dibawah perintah laki-laki.
Kodratnya wanita dalam islam memang memiliki fisik yang tidak sekuat laki-laki, namun hal
tersebut tidak berarti bahwa wanita tidak dapat melakukan hal lain selain kegiatan rumah
tangga. Dalam Islam wanita memiliki hak dan kedudukan yang sama dengan laki-laki
walaupun tidak dalam segala hal, maka dari itu kesetaraan gender atau emansipasi wanita
dalam Islam diperbolehkan, dengan syarat tidak melanggar kodrat mereka sebagai wanita dan
tidak membuat mereka melupakan kewajiban sebagai seorang wanita. Dalam sumber syariat
Islam seperti Al-Qur’an dan hadits pun Allah telah menjelaskan bahwa dalam Islam bukanlah
agama yang diskriminasi terhadap wanita, justru wanita dalam pandangan Islam memiliki
kemuliaan dan keistimewaan lebih dibanding kaum laki-laki. Dan dalam hadapan Allah
SWT, baik laki-laki maupun perempuan memiliki derajat yang sama, Allah tidak
membedakan derajat keduanya berdasarkan gender(jeni kelamin) yang ada pada diri mereka.
berikut adalah beberapa pandangan Islam mengenai kesetaraan gender :
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-
laki) itu telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh,
adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada,
karena Allah telah menjaga (mereka). perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan
nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka `di tempat
tidur(pisah ranjang), dan (jika diperlukan) pukullah mereka. Tetapi jika meeka menaatimu,
maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha
Tinggi, Maha Besar.”
“Barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri
balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
6. Wanita berhak mendapatkan warisan
Dalam perkara warisaan, wanita juga berhak mendaopatkan warisan, namun bagiannya hanya
separuh dari bagian laki-laki. Hal tersebut dikarenakan wanita berhak mendapatkan mahar
dan nafkah, serta wanita tidka dapat berpartisipasi dalam pertahanan masyarakat, sebab itulah
bagian warisan wanita hanya separuh dari bagian laki-laki.
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : “Ada seseorang datang menemui Rasulullah SAW. dan
bertanya, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku selayaknya berbuat baik?’ Beliau
menjawab, ‘Kepada ibumu!’ Orang tadi bertanya kembali, ‘Lalu kepada siapa lagi?
Rasulullah menjawab, ‘Ibumu.’ Kemudian ia mengulangi pertanyaannya, dan Rasulullah
tetap menjawab, ‘Kepada ibumu!’ Ia bertanya kembali, ‘Setelah itu kepada siapa lagi?’
Beliau menjawab, ‘Kepada bapakmu!’” (Bukhari: 5971, Muslim: 2548)
Dari beberapa pandangan Islam diatas mengenai kesetaraan gender, dapat kita ketahui,
bahwasannya Islam mendukung kesetaraan gender. Bahkan Islam sejak pertama kali lahir
telah memberikan perlindungan dan menjaga kehormatan wanita. Betapa indahnya Islam
sebagai agama, karena setiap aturan dan perintah yang ada selalu bermanfaat dan berdasarkan
untuk kebaikan umatnya.
BAB 3
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Gender merupakan perbedaan jenis kelamin yang bukan disebabkan oleh perbedaan
biologis dan bukan kodrat Tuhan, proses sosial budaya yang panjang. Perbedaan perilaku
antara laki-laki dan perempuan, selain disebabkan oleh faktor biologis sebagian besar justru
terbentuk melalu proses sosial dan kultural.
Diskriminasi gender merujuk kepada bentuk ketidakadilan terhadap individu tertentu,
dimana bentuknya seperti pelayanan (fasilitas) yang dibuat berdasarkan karakteristik yang
diwakili oleh individu tersebut.
a.Faktor-faktor penyebab diskiminasi gender terhadap perempuan antara lain nilai-
nilai dan budaya patriarkhi, rendahnya kapasitas perempuan, kebijakan hukum, peraturan dan
sistem yang diskriminatif, kebijakan-program yang diskriminatif.
b.Dampak dari diskriminasi gender terhadap perempuan antara lain traumatik dan
ketakutan yang berlebih, dendarm dan amarah yang tidak terkendali, rasa rendah din dan
kurang percaya diri herperilakmenyinpang serta luka fisik Dapunbatin
c.Cara memperjuagkan kesetaraan gender bagi parempuan yaitu bangun kesadaran din
membang un permalahan dan pendekatan baru bahwa mi juga menyangkut lak-laki
mengungkapkan hal-hal vang menimbulkan tekanan atau diskriminasi,
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Gender
https://tipsserbaserbi.blogspot.com/2016/10/pengertian-gender-kesetaraan-gender-dan-
istilah-terkait.html
https://gendernews88.wordpress.com/2010/09/07/konsep-dan-teori-gender/
https://id.wikipedia.org/wiki/Kesetaraan_gender
https://tipsserbaserbi.blogspot.com/2016/10/pengertian-gender-kesetaraan-gender-dan-
istilah-terkait.html
http://toleceria.blogspot.com/2015/06/perbedaan-gender-melahirkan.html
https://dalamislam.com/info-islami/pandangan-islam-tentang-kesetaraan-gender