Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

" FEMINISME PROFETIK "

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :


“Sosiologi Masyarakat Islam“

Dosen Pengampu : Asy’ari, M.Ag

Disusun Oleh :

Muhammad Raviarsana 20105025

Imam Aly Alhafid 20105004

Achmad Zazuly 20105124

KELAS A

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Yang Maha Esa atas Petunjuk, rahmat, dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Feminisme Profetik” ini
dengan sebaik mungkin.

Shalawat serta salam semoga tetep tercurah limpahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW, Pemimpin Para Nabi dan Panutan Bagi Umat Islam di dunia yang Beriman
dan Bertaqwa.

Tak lupa kami ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini, Semoga tuhan membalas kebaikan yang berlipat
ganda.

Penyusun sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu Kritik dan
Saran dari dosen pengampu yang penyusun harapkan, demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga amal kebaikan dan aktivitas yang kita lakukan ada dalam rahmat dan ampunan Tuhan
Yan Maha Esa, Aamiin Ya Rabbal Alaamin.

Kediri, 13 Mei 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………..

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………….

A. LATAR BELAKANG ………………………………………………………………


B. RUMUSAN MASALAH ……………………………………………………………
C. TUJUAN …………………………………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………………...

A. PENGERTIAN FEMINISME PROFETIK ………………………………………


B. PERSOALAN GENDER …………………………………………………………….
C. HAK-HAK PEREMPUAN …………………………………………………………...
D. KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN ……………………………………..
E. INTERPRETASI AGAMA YANG PATRIARKAL ………………………………..
F. PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN …………………………………………

BAB III PENUTUP …………………………………………………………………………...

A. KESIMPULAN ………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………...


BAB 1

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Dalam ajaran islam, pembagian hak antara laki-laki dengan perempuan menjadi
salah satu pembahasan terdepan khususnya dalam membentuk sebuah kelompok sosial
(keluarga). Selain itu, tidak adanya pengurangan atas hak asasi perempuan juga menjadi
prioritas dalam ajaran islam. Sebagian orang beranggapan bahwa Wanita di pandang
sebagai sebuah subyek yang lemah di zaman sebelum islam datang (jahiliyah). Bahkan
tidak mendapatkan bagian sama sekali. Mereka juga mengekangnya untuk tidak bekerja
diluar rumah, melarang Wanita hanya untuk menuntut ilmu sehingga mereka
beranggapan bahwa Wanita yang sholehah adalah Wanita yang tidak pernah keluar
rumah, dan itu artinya mereka telah mengahalngi para Wanita untuk mendapatkan
cahaya ilmu. Hal tersebut sangat tidak sesuai dengan hakikat yang pada dasarnya
perempuan diciptakan untuk menjadi penyempurna dari laki-laki.
Kaum Wanita adalah sebuah mitra kaum pria yang diciptakan oleh Allah SWT
dengan kemampuan-kemampuan dan mental yang setara. Kebanyakan Gerakan kaum
perempuan berhenti di tengah-tengah dan berada dipersimpangan yang sejatinya
perempuan juga berhak mendapatkan ruang gerak dalam aktivitasnya.citra perempuan
ideal dalam alquran tidak sama dengan citra idela yang berkembang pada sejarah dunia.
Karena citra ideal Wanita dalam al quran adalah perempuan yang memiliki kemandirian
politik seperti ratu bilqis dan juga kemandirian dalam ekonomi.
2. RUMUSAN MASALAH
a. Apa yang dimaksud dengan feminisme profetik?
b. Bagaimana penerapan feminisme profetik dalam kehidupan sehari-hari?
3. TUJUAN
a. Untuk mengetahui pengertian feminisme profetik.
b. Untuk mengetahui penerapan feminisme profetik dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Feminisme Profetik

Feminisme profetik adalah pendekatan feminis dalam konteks agama yang berfokus
pada nilai-nilai kesetaraan gender dan keadilan sosial yang terkandung dalam ajaran
agama.
Feminisme profetik dalam sosiologi masyarakat Islam membahas isu-isu yang
berkaitan dengan kekerasan terhadap perempuan dalam konteks agama dan budaya
Islam. Konsep ini berangkat dari keyakinan bahwa Islam memiliki prinsip-prinsip yang
adil dan setara bagi perempuan dan laki-laki, dan bahwa kekerasan terhadap perempuan
bertentangan dengan ajaran agama yang sebenarnya.
B. Persoalan jender

Sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan


jender (genderinequalities). Namun, yang menjadi persoalan, ternyata perbedaan jender
telah melahirkan berbagai ketidakadilan, bagi kaum laki-laki, dan terutama terhadap
kaum perempuan. Ketidakadilan jender merupakan sistem dan struktur di mana baik
kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut.Untuk memahami
bagaimana perbedaan jender menyebabkan ketidakadilan jender, dapat dilihat melalui
berbagai manifestasi ketidakadilan yang ada. Ketidakadilan jender termanifestasikan
dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yakni: marginalisasi atau proses pemiskinan
ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik,
pembentukan streotipe atau melalui pelabelan negatif, kekerasan (violence), dan
sosialisasi idiologi nilai peran jender.

Stereotipe pada jenis kelamin tertentu bisa dilihat di masyarakat. Pandangan


masyarakat bahwa yang berhak mencari nafkah adalah laki-laki, sedangkan perempuan
hanya sebatas pembantu, maka dari sini dalam memandang pekerjaan, laki-laki dinilai
harus mendapatkan gaji yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Pekerjaan sebagai
baby sitter dan pembantu rumah tangga digaji dengan sangat murah. Demikian juga
pelebelan negatif itu pun berkembang di dunia industri, di mana gaji perempuan lebih
rendah dibandingkan dengan laki-laki.1

1 Erich Fromm, Cinta ,Seksualitas, Matriarkhi Jender (Yogyakarta: Jalasutra, 2002), 9-10
Sosialisasi peran jender yang cukup lama, di mana perempuan selalu mengurusi
urusan rumah tangga, mencuci dan memasak (domestik), telah menimbulkan keyakinan
mendalam dalam masyarakat bahwa tanggung jawab perempuan seperti itu, sehingga
perempuan merasa bersalah dan dipandang bukan perempuan solihah jika
meninggalkan tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga yang baik. Doktrinasi sosial
seperti itu terus menghantui kaum perempuan dan melahirkan doktrin baru pada
penerusnya dalam mendidik anak perempuan untuk menjadi perempuan seperti yang
dikonstruk masyarakat.

Sebenarnya untuk memahami jender, perlu dibedakan antara jender dengan seks.
Istilah jender berasal dari Bahasa Inggris gen, kemudian ditransfer ke dalam Bahasa
Indonesia menjadi Jender. Menurut Fakih, seks adalah jenis kelamin, sebuah perbedaan
antara laki-laki dengan perempuan dilihat dari sisi biologis, keduanya tidak bisa
dipertukarkan, artinya jenis kelamin itu melekat secara kodrati dan memiliki fungsi
tersendiri.2Misalnya, bahwa manusia yang berjenis kelamin laki-laki adalah manusia
yang memiliki penis, memiliki jakala (kala menjing) dan memproduksi sperma.
Sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi serta rahim, memiliki vagina, dan
memiliki alat menyusui.Alat-alat tersebut secara biologis melekat pada manusia jenis
kelamin secara permanen, tidak berubah, dan merupakan ketentuan biologis, atau
sering dikatakan ketentuan Tuhan atau kodrat.

Sedangkan Jender adalah sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan karena
dikonstruksi secara sosial, karena pengaruh kultural, agama, dan politik. Sifat ini tidak
bersifat kodrati melekat pada jenis kelamin tertentu, tetapi sifat itu bisa dipertukarkan.
Perbedaan sifat jender itu bisa berubah sewaktu-waktu dan bersifat kondisional.
Misalnya, anggapan laki-laki rasional dan perempuan emosional, laki-laki kuat dan
perempuan lemah, laki-laki perkasa dan perempuan lemah lembut. Sifat-sifat itu bisa
berubah dan tidak melekat secara permanen. Pada masa tertentu dan tidak sedikit laki-
laki lemah lembut, emosional, sedangkan ada perempuan perkasa dan rasional.
Misalnya dalam masyarakat matriakhal tidak sedikit perempuan yang lebih kuat dari
laki-laki dengan keterlibatan mereka dalam peperangan.

Sifat Jender yang terkonstruk dan tersosialisasi cukup lama ini akan membentuk
watak dan perilaku sesuai dengan yang terkonstruk oleh masyarakat, maka akan

2 Mansur Fakih, Analisa Jender & Transformasi Sosial (Yogakarta: Pustaka Pelajar, 1999), 7-8
menimbulkan peran-peran yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Misalnya saat
ini, perempuan diposisikan mengurusi peran-peran domestik, sebagai ibu rumah tangga
yang hanya mengurusi dapur, sumur, dan kasur, dan laki-laki diberi kebebesan untuk
masuk di wilayah publik. Dari sinilah muncul ketidakadilan jender, karena diakibatkan
pembagian peran yang tidak adil, sehingga muncul diskriminasi, streotipe tertentu pada
pihak perempuan.

C. Hak-hak perempuan

“Sesungguhnya kaum wanita adalah saudara bagi kaum laki-laki”, begitulah hadis
Nabi yang diriwayatkan dalam Musnad Ahmad bin Hanbal. Sebuah hadis pendek
namun penuh makna dan ajaran bahwasanya dalam agama Islam kaum wanita dan laki-
laki adalah setara. Bahkan ajaran Islam menekankan, bisa jadi seorang perempuan lebih
dekat dan dicintai Allah karena ketakwaannya dari pada seribu laki-laki. Hadis ini pula
memberikan sebuah indikasi bahwa kaum perempuan melengkapi kaum laki-laki dalam
keberadaannya di sebuah masyarakat supaya dapat berjalan secara harmoni. Dalam
surat al-Nisā‟, hak keseteraan ini terlihat dalam dua bentuk yaitu kesetaraan dalam asal
penciptaan, dan kesetaraan dalam balasan di akhirat nanti.

Islam memberikan kepada perempuan hak untuk memilih calon suami. Kaum
perempuan berhak untuk menerima pilihannya dan menolak yang tidak disukainya
dalam perkawinan. Bahkan Islam melarang wali menikahkan secara paksa anak gadis
dan saudara perempuannya dengan orang yang mereka tidak sukai serta menganggap
pemaksaan dalam menentukan suami sebagai suatu kezaliman karena disamping
melanggar hak azasi kaum perempuan, juga akan menimbulkan permusuhan dan
perpecahan antara keluarga pihak perempuan dengan keluarga pihak laki-laki bila
terjadi ketidakcocokan dalam perkawinan.3

Sementara pada surat al-Nisā‟ sendiri juga menegaskan tentang hak perempuan
dalam memutuskan perceraian jika dalam pernikahan ternyata tidak ada ketercocokan,
dan tidak dapat berjalan dengan baik, serta tidak dapat dipertahankan. Peristiwa yang
terjadi malah sebaliknya, perselisihan dan cek-cok suami istri yang dapat menyebabkan
terbengkalainya hak-hak Allah dalam sebuah pernikahan. Hak untuk memutuskan
perceraian ini sebagaimana dimiliki oleh kaum laki-laki yaitu hak talak, maka iapun

3 Ermagusti, E. (2011). PRINSIP KESETARAAN GENDER DALAM ISLAM. Kafa`ah: Journal of Gender
Studies, 1(2), 187-196–196. https://doi.org/10.15548/jk.v1i2.78
juga dimiliki kaum perempuan yaitu melalui gugat cerai. Keduanya memiliki hak yang
sama dalam masalah perceraian.

Dalam surat al-Nisā‟ ini dijelaskan dengan detail hak-hak kaum perempuan untuk
mendapatkan waris. Baik dia sebagai anak perempuan, sebagai istri, sebagai ibu, atau
sebagai saudara perempuan. Masing-masing kondisi terdapat bagiannya masing-
masing yang dijelaskan dalam ayat ini, dan lebih jelas lagi dikupas dalam fiqih farā‟iḍ
yang membahas tentang sistem kewarisan Islam.4 Tentu hak waris yang dimiliki dan
dinikmati oleh kaum perempuan memiliki hikmah yang sangat banyak, di antaranya
adalah: pertama, karena Islam memberikan keseteraan hak antara kaum laki-laki dan
perempuan, sebagaimana Islam memberikan hak waris kepada laki-laki, maka begitu
pula dengan perempuan. Kedua, karena sebagai manusia, entah itu laki-laki atau
perempuan, maka keduanya sama-sama memiliki naluri rasa cinta terhadap harta,
sehingga Islam memberikan haknya terkait waris untuk mencukupi kebutuhan mereka.

D. Kekerasan terhadap perempuan

Dalam feminisme profetik, kekerasan terhadap perempuan dipandang sebagai


bentuk pelanggaran terhadap nilai-nilai Islam yang mendasar, seperti keadilan,
kesetaraan, dan penghargaan terhadap martabat manusia. Feminis profetik mencoba
untuk merekonstruksi interpretasi agama yang patriarkal dan menekankan pentingnya
merujuk pada prinsip-prinsip Islam yang sejati untuk mengatasi masalah kekerasan
terhadap perempuan.

Beberapa bentuk kekerasan terhadap perempuan yang sering dibahas dalam


feminisme profetik meliputi:

1. Kekerasan dalam rumah tangga: Ini mencakup kekerasan fisik, seksual, atau
emosional yang dialami perempuan dalam hubungan intim, seperti
pemerkosaan dalam pernikahan atau pelecehan verbal.
2. Kekerasan dalam masyarakat: Perempuan sering menjadi korban kekerasan di
ruang publik, seperti pelecehan seksual, kekerasan seksual, atau praktik-praktik
tradisional yang merugikan seperti mutilasi genital perempuan.

4 Rambe, K. M. (2017). Hak-Hak Perempuan Dalam Hukum Islam (Studi Pemikiran Ashgar Ali Engineer).
JURNAL MERCATORIA, 10(2), 109–127. https://doi.org/10.31289/mercatoria.v10i2.1095
3. Kekerasan institusional: Terdapat berbagai kebijakan, hukum, dan praktik
institusional yang diskriminatif terhadap perempuan, seperti hukum waris yang
tidak adil atau peraturan keluarga yang membatasi kebebasan perempuan.
4. Feminisme profetik menekankan pentingnya memahami konteks historis,
sosial, dan budaya dalam menganalisis kekerasan terhadap perempuan dalam
masyarakat Islam. Mereka berpendapat bahwa interpretasi agama yang keliru
dan praktek-praktek patriarkal tidak dapat dibenarkan dan harus diperbaiki
untuk mencapai kesetaraan gender sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang
sejati.
5. Feminisme profetik juga berusaha untuk membawa perubahan melalui
pendidikan dan pemberdayaan perempuan, mendorong penelitian dan diskusi
tentang isu-isu gender dalam konteks Islam, serta melibatkan kaum perempuan
dalam proses pengambilan keputusan agama dan sosial.
6. Namun, perlu diingat bahwa feminisme profetik bukan satu-satunya perspektif
dalam sosiologi masyarakat Islam, dan ada beragam sudut pandang yang dapat
ada dalam pembahasan ini.
E. Interpretasi Agama yang Patriarkal

Dalam sosiologi masyarakat Islam, feminisme profetik mengkaji interpretasi agama


yang patriarkal dan bagaimana hal itu memengaruhi posisi dan peran perempuan dalam
masyarakat Muslim.
Interpretasi agama yang patriarkal adalah cara memahami dan menerapkan ajaran
agama yang cenderung memberikan kekuasaan dan otoritas yang lebih besar kepada
laki-laki daripada perempuan. Banyak masyarakat Muslim mengadopsi interpretasi
patriarkal yang membatasi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk
bidang pendidikan, pekerjaan, politik, dan perkawinan. Pada umumnya, interpretasi ini
didasarkan pada pemahaman yang berasal dari tradisi dan budaya yang berkembang di
masyarakat tersebut.
Namun, feminisme profetik dalam sosiologi masyarakat Islam berupaya untuk
merevisi interpretasi agama yang patriarkal dengan merujuk pada prinsip-prinsip
kesetaraan yang terkandung dalam ajaran agama. Pendekatan ini menyoroti nilai-nilai
kesetaraan gender dan keadilan sosial yang ditegakkan oleh Nabi Muhammad dan
pemimpin perempuan dalam sejarah awal Islam. Mereka mengkritik interpretasi
patriarkal yang tidak sejalan dengan ajaran agama sejati.
Feminisme profetik mengadvokasi pembebasan perempuan dari segala bentuk
penindasan dan kesenjangan gender yang dijustifikasi dengan dalil-dalil agama yang
keliru. Para feminis profetik berpendapat bahwa kesetaraan gender adalah prinsip dasar
Islam dan bahwa ajaran agama seharusnya tidak digunakan untuk membenarkan
perlakuan tidak adil terhadap perempuan.
Dalam konteks sosiologi masyarakat Islam, feminisme profetik mempelajari
bagaimana interpretasi agama yang patriarkal memengaruhi struktur sosial dan peran
perempuan dalam masyarakat Muslim. Mereka mengidentifikasi faktor-faktor yang
memperkuat dan mempertahankan ketimpangan gender, seperti budaya patriarki,
tradisi, dan norma sosial yang ada. Feminisme profetik juga menganalisis upaya
perubahan sosial dan transformasi interpretasi agama yang lebih inklusif dan
menghormati hak-hak perempuan.
Penting untuk dicatat bahwa feminisme profetik dalam sosiologi masyarakat Islam
bukanlah satu-satunya pendekatan feminis yang ada. Ada berbagai aliran feminisme
dalam konteks Islam yang memiliki perspektif dan strategi yang berbeda-beda. Tujuan
umum dari feminisme dalam konteks agama adalah untuk memperjuangkan kesetaraan
gender dan keadilan sosial dengan memperhatikan ajaran dan nilai-nilai yang
terkandung dalam agama tersebut.
F. Partisipasi politik perempuan
Partisipasi politik perempuan dalam feminisme profetik adalah sebuah topik yang
terkait dengan peran perempuan dalam masyarakat Islam dan bagaimana mereka dapat
terlibat dalam gerakan feminis yang didasarkan pada ajaran-ajaran Islam. Dalam
sosiologi masyarakat Islam, feminisme profetik mengacu pada pendekatan feminis
yang menekankan pentingnya pemahaman yang mendalam terhadap ajaran-ajaran
Islam dan penggunaan nilai-nilai Islam dalam memperjuangkan kesetaraan gender.
Partisipasi politik perempuan dalam feminisme profetik melibatkan perempuan
muslim yang aktif terlibat dalam politik dan mendorong perubahan sosial yang
berpihak pada kesetaraan gender. Pendekatan ini menghargai nilai-nilai kesetaraan dan
keadilan yang diajarkan dalam Islam, serta menggunakan sumber-sumber agama untuk
memperkuat argumen dan tuntutan mereka.
Dalam konteks ini, partisipasi politik perempuan dalam feminisme profetik bisa
mencakup beberapa hal seperti:
1. Pendidikan dan Kesadaran: Perempuan yang terlibat dalam feminisme profetik
dapat berperan dalam meningkatkan kesadaran dan pendidikan perempuan
mengenai hak-hak mereka dalam Islam. Mereka dapat menggunakan
pemahaman ajaran Islam untuk mengadvokasi kesetaraan gender dalam
berbagai aspek kehidupan.
2. Reformasi Hukum: Dalam upaya mencapai kesetaraan gender, perempuan
dalam feminisme profetik dapat berpartisipasi dalam reformasi hukum yang
tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam dan merugikan perempuan. Mereka dapat
mempengaruhi proses legislatif untuk memperjuangkan kebijakan yang
memperkuat perlindungan dan kesetaraan gender.
3. Organisasi Masyarakat: Perempuan dalam feminisme profetik dapat
membentuk organisasi-organisasi masyarakat yang berfokus pada
pemberdayaan perempuan dan mempromosikan kesetaraan gender dalam
masyarakat. Mereka dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga agama dan
kelompok-kelompok sosial untuk menciptakan perubahan positif.
4. Dialog dan Advocacy: Salah satu aspek penting dari partisipasi politik
perempuan dalam feminisme profetik adalah melalui dialog dan advokasi.
Mereka dapat terlibat dalam diskusi dan pertemuan dengan para pemimpin
agama, masyarakat, dan politik untuk mempromosikan gagasan kesetaraan
gender dalam kerangka ajaran Islam.
5. Dalam sosiologi masyarakat Islam, partisipasi politik perempuan dalam
feminisme profetik mengakui pentingnya memperkuat peran perempuan dalam
masyarakat dan menyadari bahwa kesetaraan gender dan nilai-nilai Islam dapat
saling mendukung. Ini menunjukkan bahwa feminisme profetik adalah upaya
untuk membawa ajaran-ajaran Islam ke dalam gerakan feminis dan
mengintegrasikannya dalam konteks sosial dan politik yang lebih luas.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Feminisme profetik adalah pendekatan feminis dalam konteks agama yang


berfokus pada nilai-nilai kesetaraan gender dan keadilan sosial yang terkandung
dalam ajaran agama.
Feminisme profetik dalam sosiologi masyarakat Islam membahas isu-isu yang
berkaitan dengan kekerasan terhadap perempuan dalam konteks agama dan budaya
Islam. Konsep ini berangkat dari keyakinan bahwa Islam memiliki prinsip-prinsip
yang adil dan setara bagi perempuan dan laki-laki, dan bahwa kekerasan terhadap
perempuan bertentangan dengan ajaran agama yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Fromm Erich, Cinta ,Seksualitas, Matriarkhi Jender (Yogyakarta: Jalasutra, 2002).


Fakih Mansur, Analisa Jender & Transformasi Sosial (Yogakarta: Pustaka Pelajar,
1999).
Rambe, K. M. (2017). Hak-Hak Perempuan Dalam Hukum Islam (Studi Pemikiran
Ashgar Ali Engineer). JURNAL MERCATORIA, 10(2), 109–127.
https://doi.org/10.31289/mercatoria.v10i2.1095
Ermagusti, E. (2011). PRINSIP KESETARAAN GENDER DALAM ISLAM. Kafa`ah:
Journal of Gender Studies, 1(2), 187-196–196. https://doi.org/10.15548/jk.v1i2.78
Hillan, A., Suyitno, S., & Andayani, A. (2019). Unsur Pembangun Realitas Feminisme
Profetik dalam Dwilogi Novel Scappa Per Amore Karya Dini Fitria. In Prosiding Seminar
Nasional “Inovasi Pembelajaran Bahasa Indonesia di Era Revolusi Industri 4.0” (pp. 41-44).
Intan, S. (2014). Kedudukan Perempuan Dalam Domestik Dan Publik Perspektif
Jender (Suatu Analisis Berdasarkan Normatifisme Islam). Jurnal Politik Profetik, 2(1).
Ataupah, S. Y. (2015). Solidaritas Antar Perempuan Dalam Budaya Patriarki (Suatu
Analisa Sosio-Feminis Dalam Hakim-Hakim 4 Dan 5) (Doctoral dissertation, Magister
Sosiologi Agama Program Pascasarjana FTEO-UKSW).

Anda mungkin juga menyukai