Disusun Oleh :
KELAS A
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Yang Maha Esa atas Petunjuk, rahmat, dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Feminisme Profetik” ini
dengan sebaik mungkin.
Shalawat serta salam semoga tetep tercurah limpahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW, Pemimpin Para Nabi dan Panutan Bagi Umat Islam di dunia yang Beriman
dan Bertaqwa.
Tak lupa kami ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini, Semoga tuhan membalas kebaikan yang berlipat
ganda.
Penyusun sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu Kritik dan
Saran dari dosen pengampu yang penyusun harapkan, demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga amal kebaikan dan aktivitas yang kita lakukan ada dalam rahmat dan ampunan Tuhan
Yan Maha Esa, Aamiin Ya Rabbal Alaamin.
A. KESIMPULAN ………………………………………………………………………
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Dalam ajaran islam, pembagian hak antara laki-laki dengan perempuan menjadi
salah satu pembahasan terdepan khususnya dalam membentuk sebuah kelompok sosial
(keluarga). Selain itu, tidak adanya pengurangan atas hak asasi perempuan juga menjadi
prioritas dalam ajaran islam. Sebagian orang beranggapan bahwa Wanita di pandang
sebagai sebuah subyek yang lemah di zaman sebelum islam datang (jahiliyah). Bahkan
tidak mendapatkan bagian sama sekali. Mereka juga mengekangnya untuk tidak bekerja
diluar rumah, melarang Wanita hanya untuk menuntut ilmu sehingga mereka
beranggapan bahwa Wanita yang sholehah adalah Wanita yang tidak pernah keluar
rumah, dan itu artinya mereka telah mengahalngi para Wanita untuk mendapatkan
cahaya ilmu. Hal tersebut sangat tidak sesuai dengan hakikat yang pada dasarnya
perempuan diciptakan untuk menjadi penyempurna dari laki-laki.
Kaum Wanita adalah sebuah mitra kaum pria yang diciptakan oleh Allah SWT
dengan kemampuan-kemampuan dan mental yang setara. Kebanyakan Gerakan kaum
perempuan berhenti di tengah-tengah dan berada dipersimpangan yang sejatinya
perempuan juga berhak mendapatkan ruang gerak dalam aktivitasnya.citra perempuan
ideal dalam alquran tidak sama dengan citra idela yang berkembang pada sejarah dunia.
Karena citra ideal Wanita dalam al quran adalah perempuan yang memiliki kemandirian
politik seperti ratu bilqis dan juga kemandirian dalam ekonomi.
2. RUMUSAN MASALAH
a. Apa yang dimaksud dengan feminisme profetik?
b. Bagaimana penerapan feminisme profetik dalam kehidupan sehari-hari?
3. TUJUAN
a. Untuk mengetahui pengertian feminisme profetik.
b. Untuk mengetahui penerapan feminisme profetik dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Feminisme Profetik
Feminisme profetik adalah pendekatan feminis dalam konteks agama yang berfokus
pada nilai-nilai kesetaraan gender dan keadilan sosial yang terkandung dalam ajaran
agama.
Feminisme profetik dalam sosiologi masyarakat Islam membahas isu-isu yang
berkaitan dengan kekerasan terhadap perempuan dalam konteks agama dan budaya
Islam. Konsep ini berangkat dari keyakinan bahwa Islam memiliki prinsip-prinsip yang
adil dan setara bagi perempuan dan laki-laki, dan bahwa kekerasan terhadap perempuan
bertentangan dengan ajaran agama yang sebenarnya.
B. Persoalan jender
1 Erich Fromm, Cinta ,Seksualitas, Matriarkhi Jender (Yogyakarta: Jalasutra, 2002), 9-10
Sosialisasi peran jender yang cukup lama, di mana perempuan selalu mengurusi
urusan rumah tangga, mencuci dan memasak (domestik), telah menimbulkan keyakinan
mendalam dalam masyarakat bahwa tanggung jawab perempuan seperti itu, sehingga
perempuan merasa bersalah dan dipandang bukan perempuan solihah jika
meninggalkan tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga yang baik. Doktrinasi sosial
seperti itu terus menghantui kaum perempuan dan melahirkan doktrin baru pada
penerusnya dalam mendidik anak perempuan untuk menjadi perempuan seperti yang
dikonstruk masyarakat.
Sebenarnya untuk memahami jender, perlu dibedakan antara jender dengan seks.
Istilah jender berasal dari Bahasa Inggris gen, kemudian ditransfer ke dalam Bahasa
Indonesia menjadi Jender. Menurut Fakih, seks adalah jenis kelamin, sebuah perbedaan
antara laki-laki dengan perempuan dilihat dari sisi biologis, keduanya tidak bisa
dipertukarkan, artinya jenis kelamin itu melekat secara kodrati dan memiliki fungsi
tersendiri.2Misalnya, bahwa manusia yang berjenis kelamin laki-laki adalah manusia
yang memiliki penis, memiliki jakala (kala menjing) dan memproduksi sperma.
Sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi serta rahim, memiliki vagina, dan
memiliki alat menyusui.Alat-alat tersebut secara biologis melekat pada manusia jenis
kelamin secara permanen, tidak berubah, dan merupakan ketentuan biologis, atau
sering dikatakan ketentuan Tuhan atau kodrat.
Sedangkan Jender adalah sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan karena
dikonstruksi secara sosial, karena pengaruh kultural, agama, dan politik. Sifat ini tidak
bersifat kodrati melekat pada jenis kelamin tertentu, tetapi sifat itu bisa dipertukarkan.
Perbedaan sifat jender itu bisa berubah sewaktu-waktu dan bersifat kondisional.
Misalnya, anggapan laki-laki rasional dan perempuan emosional, laki-laki kuat dan
perempuan lemah, laki-laki perkasa dan perempuan lemah lembut. Sifat-sifat itu bisa
berubah dan tidak melekat secara permanen. Pada masa tertentu dan tidak sedikit laki-
laki lemah lembut, emosional, sedangkan ada perempuan perkasa dan rasional.
Misalnya dalam masyarakat matriakhal tidak sedikit perempuan yang lebih kuat dari
laki-laki dengan keterlibatan mereka dalam peperangan.
Sifat Jender yang terkonstruk dan tersosialisasi cukup lama ini akan membentuk
watak dan perilaku sesuai dengan yang terkonstruk oleh masyarakat, maka akan
2 Mansur Fakih, Analisa Jender & Transformasi Sosial (Yogakarta: Pustaka Pelajar, 1999), 7-8
menimbulkan peran-peran yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Misalnya saat
ini, perempuan diposisikan mengurusi peran-peran domestik, sebagai ibu rumah tangga
yang hanya mengurusi dapur, sumur, dan kasur, dan laki-laki diberi kebebesan untuk
masuk di wilayah publik. Dari sinilah muncul ketidakadilan jender, karena diakibatkan
pembagian peran yang tidak adil, sehingga muncul diskriminasi, streotipe tertentu pada
pihak perempuan.
C. Hak-hak perempuan
“Sesungguhnya kaum wanita adalah saudara bagi kaum laki-laki”, begitulah hadis
Nabi yang diriwayatkan dalam Musnad Ahmad bin Hanbal. Sebuah hadis pendek
namun penuh makna dan ajaran bahwasanya dalam agama Islam kaum wanita dan laki-
laki adalah setara. Bahkan ajaran Islam menekankan, bisa jadi seorang perempuan lebih
dekat dan dicintai Allah karena ketakwaannya dari pada seribu laki-laki. Hadis ini pula
memberikan sebuah indikasi bahwa kaum perempuan melengkapi kaum laki-laki dalam
keberadaannya di sebuah masyarakat supaya dapat berjalan secara harmoni. Dalam
surat al-Nisā‟, hak keseteraan ini terlihat dalam dua bentuk yaitu kesetaraan dalam asal
penciptaan, dan kesetaraan dalam balasan di akhirat nanti.
Islam memberikan kepada perempuan hak untuk memilih calon suami. Kaum
perempuan berhak untuk menerima pilihannya dan menolak yang tidak disukainya
dalam perkawinan. Bahkan Islam melarang wali menikahkan secara paksa anak gadis
dan saudara perempuannya dengan orang yang mereka tidak sukai serta menganggap
pemaksaan dalam menentukan suami sebagai suatu kezaliman karena disamping
melanggar hak azasi kaum perempuan, juga akan menimbulkan permusuhan dan
perpecahan antara keluarga pihak perempuan dengan keluarga pihak laki-laki bila
terjadi ketidakcocokan dalam perkawinan.3
Sementara pada surat al-Nisā‟ sendiri juga menegaskan tentang hak perempuan
dalam memutuskan perceraian jika dalam pernikahan ternyata tidak ada ketercocokan,
dan tidak dapat berjalan dengan baik, serta tidak dapat dipertahankan. Peristiwa yang
terjadi malah sebaliknya, perselisihan dan cek-cok suami istri yang dapat menyebabkan
terbengkalainya hak-hak Allah dalam sebuah pernikahan. Hak untuk memutuskan
perceraian ini sebagaimana dimiliki oleh kaum laki-laki yaitu hak talak, maka iapun
3 Ermagusti, E. (2011). PRINSIP KESETARAAN GENDER DALAM ISLAM. Kafa`ah: Journal of Gender
Studies, 1(2), 187-196–196. https://doi.org/10.15548/jk.v1i2.78
juga dimiliki kaum perempuan yaitu melalui gugat cerai. Keduanya memiliki hak yang
sama dalam masalah perceraian.
Dalam surat al-Nisā‟ ini dijelaskan dengan detail hak-hak kaum perempuan untuk
mendapatkan waris. Baik dia sebagai anak perempuan, sebagai istri, sebagai ibu, atau
sebagai saudara perempuan. Masing-masing kondisi terdapat bagiannya masing-
masing yang dijelaskan dalam ayat ini, dan lebih jelas lagi dikupas dalam fiqih farā‟iḍ
yang membahas tentang sistem kewarisan Islam.4 Tentu hak waris yang dimiliki dan
dinikmati oleh kaum perempuan memiliki hikmah yang sangat banyak, di antaranya
adalah: pertama, karena Islam memberikan keseteraan hak antara kaum laki-laki dan
perempuan, sebagaimana Islam memberikan hak waris kepada laki-laki, maka begitu
pula dengan perempuan. Kedua, karena sebagai manusia, entah itu laki-laki atau
perempuan, maka keduanya sama-sama memiliki naluri rasa cinta terhadap harta,
sehingga Islam memberikan haknya terkait waris untuk mencukupi kebutuhan mereka.
1. Kekerasan dalam rumah tangga: Ini mencakup kekerasan fisik, seksual, atau
emosional yang dialami perempuan dalam hubungan intim, seperti
pemerkosaan dalam pernikahan atau pelecehan verbal.
2. Kekerasan dalam masyarakat: Perempuan sering menjadi korban kekerasan di
ruang publik, seperti pelecehan seksual, kekerasan seksual, atau praktik-praktik
tradisional yang merugikan seperti mutilasi genital perempuan.
4 Rambe, K. M. (2017). Hak-Hak Perempuan Dalam Hukum Islam (Studi Pemikiran Ashgar Ali Engineer).
JURNAL MERCATORIA, 10(2), 109–127. https://doi.org/10.31289/mercatoria.v10i2.1095
3. Kekerasan institusional: Terdapat berbagai kebijakan, hukum, dan praktik
institusional yang diskriminatif terhadap perempuan, seperti hukum waris yang
tidak adil atau peraturan keluarga yang membatasi kebebasan perempuan.
4. Feminisme profetik menekankan pentingnya memahami konteks historis,
sosial, dan budaya dalam menganalisis kekerasan terhadap perempuan dalam
masyarakat Islam. Mereka berpendapat bahwa interpretasi agama yang keliru
dan praktek-praktek patriarkal tidak dapat dibenarkan dan harus diperbaiki
untuk mencapai kesetaraan gender sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang
sejati.
5. Feminisme profetik juga berusaha untuk membawa perubahan melalui
pendidikan dan pemberdayaan perempuan, mendorong penelitian dan diskusi
tentang isu-isu gender dalam konteks Islam, serta melibatkan kaum perempuan
dalam proses pengambilan keputusan agama dan sosial.
6. Namun, perlu diingat bahwa feminisme profetik bukan satu-satunya perspektif
dalam sosiologi masyarakat Islam, dan ada beragam sudut pandang yang dapat
ada dalam pembahasan ini.
E. Interpretasi Agama yang Patriarkal
PENUTUP
A. KESIMPULAN