Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KELUARGA DAN PERKEMBANGAN MASAYARAKAT

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk


Menyelesaikan Tugas Keluarga dan Perkembangan Masyarakat

DOSEN PEMBIBING:

Prof. Damsar , M.A

Disusun Oleh:

Puput Rusmawati
Widhy Vania Malinda
Bianca Rachel Angella

PROGRAM STUDI MAGISTER SOSIOLOGI


PROGRAM PASCASARJANA FISIP
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020

1
KATA PENGANTAR

Bismillahirohmannirohim
Assalamu’allaikum Wr.Wb.
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa
atas karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas Makalah mengenai Perspektif
sosiologi tentang keluarga: Sudut Pandang Teori Sosiologi Feminis.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keluarga
dan Perkembangan Masyarakat. Semoga makalah ini dapat memberikan nilai tambah
bagi penulis khususnya dalam mata kuliah ini.
Masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan dalam menyelesaikan tugas
makalah ini semoga pembimbing memaklumi karena masih tahap belajar.
Akhirnya kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing yang
selama ini telah memberi banyak arahan dan ilmu, semoga menjadi bekal bagi penulis
untuk melanjutkan dan menuntut ilmu ke tingkat yang lebih tinggi.

Padang, 2 Maret 2020

Penyusun,

2
BAB I

PENDAHULUAN

Paham feminisme tidak hanya bertujuan untuk menuntut persamaan hak antara
laki-laki dan perempuan, melainkan mendobrak paham patriarki yang dianggap
sebagai sebuah diskriminasi. Tuntutan ini kemudian melahirkan kritikan terhadap
institusi keluarga yang dianggap sebagai belenggu bagi kebebasan wanita. Para
feminis memandang institusi keluarga sebagai “musuh” pertama yang harus
dihilangkan atau diperkecil perannya. Keluarga dianggap sebagai cikal bakal segala
ketimpangan sosial yang ada, terutama berawal dari hak dan kewajiban yang timpang
antara suami-istri. Institusi keluarga menempatkan perempuan dalam posisi yang
lemah. Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan bagaimana pemikiran, konsep, dan
sejarah struktur institusi keluarga menurut para feminis. Kemudian diungkap dampak
sosial dari pemikiran dan konsep feminisme tersebut. Sebagai pembanding dan
jawaban, artikel ini menjelaskan bagaimana institusi keluarga dalam pandangan hidup
Islam. Dari tulisan ini didapat bahwa para feminis yang mengambil pemikiran dari
Barat telah menghancurkan sendi-sendi keluarga. Tidak ditemukan lagi keharmonisan
dalam keluarga, karena keluarga sudah dianggap tak penting. Hal ini dapat dilihat
dari fakta-fakta yang ada, misalnya para istri yang sudah tidak lagi berkenan
melakukan pekerjaan rumah, seperti membersihkan rumah, memasak, ataupun
merawat anak. Berbeda dengan itu, Islam mengajarkan keadilan dalam memosisikan
suami dan istri. Tidak ada pengunggulan satu atas yang lain. Ketika Islam menyuruh
suami menunaikan kewajibannya atas istri, istri juga dituntut untuk menunaikan
kewajibannya atas suami. Dari sini, keharmonisan dalam institusi keluarga akan
terbina.
I.2 Rumusan Masalah
3
Dari uraian latar belakang masalah diatas dapat diuraikan rumusan masalah,
diantaranya:
Dari uraian latar belakang masalah diatas dapat diuraikan rumusan Bagaimana
Perspektif sosiologi tentang keluarga: Sudut Pandang Teori Sosiologi Feminis?

I.3 Rumusan Tujuan


1. Untuk mengetahui Perspektif sosiologi tentang keluarga: Sudut Pandang
Teori Sosiologi Feminis.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perspektif sosiologi tentang keluarga: Sudut Pandang Teori Sosiologi


Feminis.

Para feminis membedakan antara sex dan gender. Dalam bahasa Inggris, sex
diartikan sebagai jenis kelamin yang menunjukkan adanya penyifatan dan pembagian
dua jenis kelamin manusia secara biologis, yaitu laki-laki dan perempuan. Para
feminis sepakat bahwa pada tataran ini, ada garis yang bersifat nature, di mana laki-
laki dan perempuan memiliki karakteristik tertentu yang melekat pada masing-
masingnya secara permanen, kodrati, dan tidak bisa dipertukarkan satu dengan
lainnya. Sedang gender adalah konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan
dalam hal peran, posisi, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-
laki dan perempuan dalam masyarakat. Lihat: Siti Muslikhati, Feminisme dan
Pemberdayaan Perempuan dalam Timbangan Islam, strategi untuk mencapai
kesetaraan gender melalui perencanaan dan penerapan kebijakan yang berperspektif
gender pada organisasi dan institusi. Gender diartikan sebagai suatu konsep untuk
mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial-budaya
dan sudut non-biologis. Istilah gender sejatinya tidak lepas dari konspirasi Barat
tentang wanita yang di masa lalu begitu rendah. Wanita dianggap makhluk yang hina
dan tidak bisa dipercaya, bahkan menjadi korban inkuisisi Kristen di Barat. Akibat
dari konsep dasar ini, maka konstruk sosial yang tercipta telah meletakkan peran

5
sosial wanita secara sekunder atau kedua setelah laki-laki, dan kemudian
menghasilkan sikap sosial yang diskriminatif terhadap wanita.
Wacana seputar isu gender dalam Islam mengalami perkembangan
signifikan di Indonesia, hal ini tidak terlepas dari pengaruh karya-karya feminis
Muslim di berbagai belahan dunia Islam, baik melalui wacana maupun tradisi oral di
kalangan pemimpin Islam. Karya-karya mereka tidak saja menjadi sumber inspirasi di
kalangan feminis Islam Indonesia untuk mendialogkan secara kritis isu-isu gender
dengan Islam dalam konteks ke Indonesiaan, tetapi juga semakin membulatkan tekad
dan komitmen mereka dalam usahanya mengadvokasi dan membebaskan perempuan
dari domestifikasi, subordinasi, dan diskriminasi yang selama ini membelenggu ruang
gerak perempuan.

Isu kesetaraan gender yang diperjuangkan oleh para feminis pada akhirnya
sampai pada tuntutan kesetaraan dalam institusi keluarga. Hal ini kemudian
melahirkan berbagai macam pandangan terhadap struktur institusi keluarga, di
antaranya memandang institusi keluarga sebagai “musuh” pertama yang harus
dihilangkan atau diperkecil perannya. Keluarga dianggap sebagai cikal bakal segala
ketimpangan sosial yang ada, terutama berawal dari hak dan kewajiban yang timpang
antara suami-istri. Dalam pandangan ini, institusi keluarga adalah struktur patriarki
yang merupakan cikal bakal terciptanya masyarakat berkelas-kelas. Kaum Komunis
Marxis mengatakan bahwa kaum perempuan adalah private property bagi suaminya.
Manifesto feminisme radikal yang diterbitkan dalam Notes from the Second Sex
(1970) mengatakan bahwa lembaga perkawinan adalah lembaga formalisasi untuk
menindas perempuan.

Pada umumnya, institusi keluarga di atas menempatkan perempuan dalam posisi


yang lemah. Kondisi yang lemah dan terlemahkan dari kaum perempuan itu
sebenarnya dapat terjadi karena masih kuatnya unsur dominasi dan hegemoni dalam
budaya patriarki yang menindas kaum perempuan. Kaum perempuan menjadi
6
“korban” abadi dalam sistem kehidupan masyarakat yang mengalami ketimpangan
struktural.Maka wajar jika kemudian lahir suatu gerakan yang dipromotori oleh kaum
perempuan yang menginginkan kebebasan. Bebas dari kungkungan patriarki, penjara
rumah tangga, dan kemudian menganggap institusi keluarga sebagai musuh pertama
yang harus dihilangkan atau diperkecil perannya. Mereka beranggapan bahwa peran
wanita sebagai ibu rumah tangga adalah peran yang “merampok hidup perempuan”,
“perbudakan perempuan” dan sebagain.

Dalam kajian ini khususnya mengenai wanita, menurut Fredrick Engels


sendiri yaitu merupakan sahabat Marx, menurutnya bahwa wanita telah mengalami
kekerasan yang dilakukan oleh kapitalis dan para lelaki dengan budaya patriakinya.34
Hal ini terjadi karena para wanita khususnya dari kalangan menengah kebawah harus
menanggung beban ganda dengan bekerja di sektor publik untuk memenuhi
kebutuhan keluarga dan juga tidak bisa meninggalkan sektor domestik yang
dibebankan oleh wanita karena budaya patriarki yang tumbuh subur.

Selain itu wanita yang hanya bergelut pada urusan domestik saja juga
mengalami tindak kekerasaan, karena disebabkan sang suami yang bekerja di sektor
publik yang mencrai nafkah cenderung merasa lebih superior karena bisa
mencarinafkah untuk keluarga, sementara istri akan diposisikan inferior karena
menurut kaum laki laki sektor domestik tidakal lebih penting dari sektor publik.
Kapitalisme dan juga budaya patriaki telah bergandengan tangan.

Feminis sosialis menekankan pada aspek gender dan ekonomis dalam


penindasan atas kaum perempuan. Perempuan dapat dilihat sebagai penghuni kelas
ekonomi dalam pandangan Marx dan “kelas seks”, sebagaimana disebut oleh
Shulamith Firestone. Artinya, perempuan menampilkan pelayanan berharga bagi
kapitalisme baik sebagai pekerja maupun istri yang tidak menerima upah atas kerja

7
domestik mereka. Dalam feminis sosialis perempuan tereksploitasi oleh dua hal yaitu
sistem patriarkhi dan kapitalis.

Feminisme sosialis muncul sebagai kritik terhadap feminisme Marxis. Aliran


ini mengatakan bahwa patriarki sudah muncul sebelum kapitalisme dan tetap tidak
akan berubah jika kapitalisme runtuh. Kritik kapitalisme harus disertai dengan kritik
dominasi atas perempuan.

Salah satu isu sentral yang dibahas feminis sosialis adalah menelaah
hubungan antara kerja domestik dengan kerja upahan atau dalam sosiologi lebih suka
menyebutnya antara keluarga dan kerja.41 Ada beberapa inti pemikiran feminisme
sosialis yaitu:

1. Wanita tidak dimasukkan dalam analisis kelas, karena pandangan bahwa


wanita tidak memiliki hubungan khusus dengan alat-alat produksi.
2. Ide untuk membayar wanita atas pekerjaan yang dia lakukan di rumah.
Status sebagai ibu rumah tangga dan pekerjaanya sangat penting bagi
berfungsingnya sistem kapitalis.
3. Kapitalisme memperkuat sexism, karena memisahkan antara pakerjaan
bergaji dengan pekerjaan rumah tangga (domestik work) dan mendesak agar
wanita melakukan pekerjaan domestik. Akses laki-laki terhadap waktu
luang, pelayanan-pelayanan personal dan kemewahan telah mengangkat
standar hidupnya melebihi wanita. Karenanya, laki-laki menjadi anggota
patriarki. Tenaga kerja wanita kemudian menguntungkan laki-laki sekaligus
kapitalisme.

8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Keluarga adalah struktur patriarki yang merupakan cikal bakal terciptanya
masyarakat berkelas-kelas. Kaum Komunis Marxis mengatakan bahwa kaum
perempuan adalah private property bagi suaminya. Manifesto feminisme radikal yang
diterbitkan dalam Notes from the Second Sex (1970) mengatakan bahwa lembaga
perkawinan adalah lembaga formalisasi untuk menindas perempuan.
Feminis sosialis menekankan pada aspek gender dan ekonomis dalam
penindasan atas kaum perempuan. Perempuan dapat dilihat sebagai penghuni kelas
ekonomi dalam pandangan Marx dan “kelas seks”, sebagaimana disebut oleh
Shulamith Firestone. Artinya, perempuan menampilkan pelayanan berharga bagi
kapitalisme baik sebagai pekerja maupun istri yang tidak menerima upah atas kerja
domestik mereka. Dalam feminis sosialis perempuan tereksploitasi oleh dua hal yaitu
sistem patriarkhi dan kapitalis.

3.2 Saran

9
Penulis menyadari betul bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan,
serta saran dan kritik yang sifatnya membangun, untuk perbaikan makalah
berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Brown,Heater. 2012. Marx on Gender and The Family, A Critical Study.


Boston :Brill Leither
https://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/tsaqafah/article/view/1510/1140

10

Anda mungkin juga menyukai