Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

MEMAHAMI BIAS PSIKOLOGI PEREMPUAN


SECARA KOMPREHENSIF
( Disusun sebagai salah satu syarat Latihan Khusus Kohati (LKK))

Disusun Oleh :
Mauliyah Izzaty
UTUSAN
HMI CABANG MALANG
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
KOMISARIAT TARBIYAH
UIN MAULANA MALIK IBRAHIM
2016

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Dengan segala kerendahan dan keikhlasan, saya mengucapkan al-hamdu
lillahi rabbilalamin, segala puji dan puja adalah milik Allah, Pencipta alam
semesta, berkat hidayah dan pertolongan-Nya saya mampu menyelesaikan
makalah yang sederhana ini. Dengan judul Memahami Bias Psikologi
Perempuan secara Komprehensif.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda besar kita
yang telah membawa umat islam menuju jalan yang benar yakni Nabi Muhammad
SAW.
Saya sadar tugas yang saya buat ini jauh dari kesempurnaan.Oleh
karnanya, saya mengharapkan masukan dan kritikan dari pembaca sekalian, dan
saya juga berharap dengan dibuatnya tugas ini, pembaca mampu meningkatkan
lagi kualitas pemahaman mengenai ke-Kohati an.
Wassalamualaikum wr.wb

Malang, 7 Januari 2016

Mauliyah Izzaty

DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR....................................................................................
.....
DAFTAR
ISI....................................................................................................
...
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ..............................................................................
..........
B. Rumusan
Masalah ................................................................................
...
C. Tujuan ...................................................................................
..................
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi
Perempuan ....................................................................................
.......
B. Deskrontuksi Pandangan Psikologi
Perempuan.................................................
C. Pandangan Islam Tentang
Perempuan ..............................................................
D. Bias Dalam Psikologi
Perempuan ....................................................................

BAB III PENUTUPAN


Kesimpulan ....................................................................................
.....................
DAFTAR
PUSTAKA.........................................................................................
.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Untuk

memahami

psikologi

perempuan

secara

komprehensif, terlebih dahulu perlu memahami karakteristik


fisiologis

mereka

yang

mengandung

perbedaan

dan

persamaan dengan laki-laki. Perlakuan yang berbeda dan


ketidakadilan yang diterima perempuan selalu berpangkal dari
perbedaan secara anatomis fisiologis antara perempuan dan
laki-laki.
Dewasa ini perbincangan tentang manusia tidak pernah
ada titik finalnya terlebih lagi berkaitan dengan gender serta
peran perempuan di era percepatan arus informasi yang tidak
memiliki batas teritorial atau daerah bahkan Negara. Arus
perkembangan informasi yang begitu cepat dan mudah di
akses oleh berbagai kalangan baik orang tua maupun anakanak serta meningkatnya pengaruh televisi dan mobilitas
mempengaruhi

pola

pikir

bahkan

gaya

hidup

sehingga

mendorong para perempuan ikut andil dalam dunia pekerjaan,


seperti tampilnya perempuan dalam televisi.
Perdebatan soal peran perempuan atau gender yang
ada di masyarakat masih menuai pro dan kontra. Beberapa
aliran

pemikiran

yang

mengannggap

perempuan

masih

sebagai ibu rumah tangga dan mengurus anak-anak di rumah


saja karena pandangan ini menganggap bahwa laki-laki lah
yang bertagungjawab terhadap kebutuhan ekonomi keluarga
yang pada akhirnya perempuan menjadi tersubordinasikan
bahkan tidak bisa mengembangkan potensi kemanusiannya.

Perempuan

berperilaku

dan

bertindak

atas

dasar

kontruksi sosialnya yang di bentuk atas dasar system patriarki


sehingga perempuan di haruskan mengalah dengan kehendak
laki-laki

serta

dalam

komunikasi

perempuan

cenderung

mengalah dan perempuan akan mendapatkan harkat dan


martabat yang tinggi dan yang menentukannya adalah para
laki-laki dengan demikian perempuan didominasi oleh lakilaki. Perlakuan ini terjadi akibat ketidak seimbangan status
sosial dalam hal pendidikan, ekonomi dan politik.
Dalam

budaya

populer

perempuan

di

tempatkan

sebagai unsur utama dalam mendongkrat serta mengangkat


kemajuan itu sendiri. Seperti halnya banyaknya perempuan
yang tampil di televisi, menjadi tenaga kerja untuk kebutuhan
keluarga bahkan dalam pentas politik pun perempuan ikut
meramaikan bahkan menjadi bagian dari pratek politik itu
sendiri. Perkembangan ini menunjukan bahwa di masyarakat
ada paradigma baru tentang peran perempuan yang selama
ini yang masih menganut kepercayaan patriarki yang dimana
yang menjadi tongga utama dalam mencari nafkah adalah
laki-laki bahkan dalam titik yang ekstrim perempuan tidak
boleh melebihi kemampuan laki-laki.
Lahirnya sistem patriarki menjadi momok bagi kaum
perempuan yang menjadikanya tidak berdaya dihadapan lakilaki, sehingga banyak aliran seperti feminisme mencaba
menggugah kesadran para perempuan untuk mengakui nilai
dan kekuatannya dirinya sendiri. Kekuatan tersebut dapat
dibangun dengan berdasarkan semangat persaudaraan, saling
percaya dan saling membela. Islampun tidak luput berbicara
tentang perempuan bahkan menempatkan manusia untuk
memilih dan menjalankan hidupnya sebagai manusia yang

merdeka serta bersmama-sama mengembangkan potensi


kemanusiaanya.
Islam menempatkan perempuan sebagai kehormatan
para laki-laki dengan demikian Islam mengakui potensi
kemanusiaan

manusia

yang

didorong

untuk

saling

menghormati dan menghargai sesama. Misalnya seorang


isteri

menghormati

dan

kehormatan suaminya

menghargai

dengan menjaga

serta

menjaga

amanatnya

dan

suaimi menjaga dan melindungi kehormatan serta kesucian


isterinya dengan demikian hak dan tagungjawab suami isteri
menjadi hal yang terpenting dan di utamakan serta saling
membangun keperibadian.
Perempuan berhak ikut andil dalam pentas kehidupan
sosialnya atau di tempatkan sejajar dengan para laki-laki.
Perempuan merupakan bagian dari dunia ini yang berhak
memajukan ekonomi bahkan kemajuan suatu bangsa serta
terkait persoalan peningkatan kehidupan kearah yang lebih
baik

untuk

kepribadian

bersama-sama
perempuan

secara

mendorong
fisik

pembentukan

maupun

psikologis,

sehingga terbinya kepribadian yang berfikir secara progresif,


dinamis

dan

mentransformasikan

pengetahuan

kepada

masyarakat yang lebih luas guna membangun kecerdasan dan


kesadaran.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian perempuan dan psikologis?
2. Bagaimana pandangan Islam tentang perempuan?
3. Bagaimana bias dalam psikologi perempuan?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk memahami tinjauan definitif perempuan

dan

psikologis
2. Untuk memahami pandangan Islam tentang perempuan
3. Untuk membentuk pemahaman terhadap bias dalam
psikologi perempuan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Perempuan
Perempuan merupakan makhluk lemah lembut dan
penuh kasih sayang. Secara umum sifat perempuan yaitu
keindahan, kelembutan serta rendah hati dan memelihara.
Demikianlah gambaran perempuan yang sering terdengar di
sekitar

kita.

Perbedaan

secara

anatomis

dan

fisiologis

menyebabkan pula perbedaan pada tingkah lakunya, dan


timbul juga perbedaan dalam hal kemampuan.
Adapun pengertian Perempuan sendiri secara etimologis
berasal dari kata empu yang berarti tuan, orang yang mahir
atau berkuasa, kepala, hulu, yang paling besar. Namun dalam
bukunya Zaitunah Subhan perempuan berasal dari kata empu
yang artinya dihargai. Lebih lanjut Zaitunah menjelaskan
pergeseran istilah dari wanita ke perempuan. Kata wanita
dianggap berasal dari bahasa Sansekerta, dengan dasar kata
wan yang berarti nafsu, sehingga kata wanita mempunyai arti
yang dinafsui atau merupakan objek seks. Jadi, secara
simbolik mengubah penggunaan kata wanita ke perempuan
adalah mengubah objek jadi subjek.
Tetapi dalam bahasa Inggris wan ditulis dengan kata
want, atau men dalam bahasa Belanda, wun dan schen dalam
bahasa Jerman. Kata tersebut mempunyai arti like, wish,
desire,

aim.

kata

want

dalam

bahasa

Inggris

bentuk

lampaunya wanted. Jadi, wanita adalah who is being wanted


(seseorang yang dibutuhkan) yaitu seseorang yang diingini.
Sementara itu feminisme perempuan mengatakan, bahwa
perempuan merupakan istilah untuk konstruksi sosial yang
identitasnya
penggambaran.

ditetapkan

dan

dikonstruksi

melalui

Dari sini dapat dipahami bahwa kata perempuan pada


dasarnya merupakan istilah untuk menyatakan kelompok atau
jenis dan membedakan dengan jenis lainnya. Para ilmuan
seperti Plato, mengatakan bahwa perempuan ditinjau dari
segi kekuatan fisik maupun spiritual, mental perempuan lebih
lemah

dari

laki-laki,

tetapi

perbedaan

tersebut

tidak

menyebabkan adanya perbedaan dalam bakatnya. Sedangkan


gambaran tentang perempuan menurut pandangan yang
didasarkan pada kajian medis, psikologis, dan sosial, terbagi
atas dua faktor, yaitu faktor fisik dan psikis.
Secara biologis dari segi fisik, perempuan dibedakan
atas perempuan lebih kecil dari laki-laki, suaranya lebih halus,
perkembangan tubuh perempuan terjadi lebih dini, kekuatan
perempuan tidak sekuat laki-laki dan sebagainya. Perempuan
mempunyai

sikap

pembawaan

yang

tenang,

perasaan

perempuan lebih cepat menangis dan bahkan pingsan apabila


menghadapi persoalan berat.
Sementara

Kartini

Kartono

mengatakan,

bahwa

perbedaan fisiologis yang alami sejak lahir pada umumnya


kemudian diperkuat oleh struktur kebudayaan yang ada,
khususnya oleh adat istiadat, sistem sosial-ekonomi dan
pengaruh-pengaruh

pendidikan.

Pengaruh

kultural

dan

pedagogjs tersebut diarahkan pada perkembangan pribadi


perempuan menurut satu pola hidup dan satu ide tertentu.
Perkembangan tadi sebagian disesuaikan dengan bakat dan
kemampuan

perempuan,

dan

sebagian

lagi

disesuaikan

dengan pendapat-pendapat umum atas tradisi menurut


kriteria-kriteria, feminis tertentu.
Seorang tokoh feminis, Mansour Fakih mengatakan
bahwa manusia baik laki-laki dan perempuan diciptakan
mempunyai ciri biologis (kodrati) tertentu. Manusia jenis

laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, memiliki jakun,


dan memproduksi sperma. Sedangkan perempuan memiliki
alat reproduksi seperti, rahim dan saluran untuk melahirkan,
memproduksi telur, memiliki vagina, dan mempunyai alat
menyusui
melekat

(payudara).
pada

Alat-alat

manusia

jenis

tersebut
laki-laki

secara
dan

biologis

perempuan

selamanya dan tidak bisa ditukar.


Dalam konsep gendernya dikatakan, bahwa perbedaan
suatu sifat yang melekat baik pada kaum laki-laki maupun
perempuan merupakan hasil konstruksi sosial dan kultural.
Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, kasih
sayang, anggun, cantik, sopan, emosional atau keibuan, dan
perlu perlindungan. Sementara laki-laki dianggap kuat, keras,
rasional, jantan, perkasa, galak, dan melindungi. Padahal
sifat-sifat tersebut merupakan sifat yang dapat dipertukarkan.
Berangkat dari asumsi inilah kemudian muncul berbagai
ketimpangan diantara laki-laki dan perempuan.
Konstruksi sosial yang membentuk pembedaan antara
laki-laki

dan

perempuan

mengakibatkan

itu

ketidakadilan

pada

kenyataannya

terhadap

perempuan.

Pembedaan peran, status, wilayah dan sifat mengakibatkan.


perempuan

tidak

otonom.

Perempuan

tidak

memiliki

kebebasan untuk memilih dan membuat keputusan baik untuk


pribadinya

lingkungan

karena

adanya

pembedaan-pembedaan

tersebut.

Berbagai

bentuk

ketidakadilan

terhadap

perempuan

marginalisasi,

stereotipe,

subordinasi,

maupun

tersebut

adalah,

beban ganda

kekerasan terhadap perempuan


B. Dekonstruksi Pandangan Psikologi Perempuan

dan

Usaha penetrasi terhadap perempuan sampai saat ini


masih terus terjadi, baik dalam analisis psikologi klasik
maupun teologi klasik. Ada bias patriarkhisme dalam analisi
psikologi

dan

ajaranIslam

dalam

menginterpretasikan

manusia, dimana perempuan acap kali di marginalkan. Dua


kendala itu, yaitu psikologis dan teoogis harus segera ditepis
untuk

dapat

membangun

paradigma

psikologi

feminis

berspektif Islam dalam memahami eksistensi perempuan.


Dengan

psikologi

feminis

berspektif

Islam

tidak

bermaksud mengganti patriarkhisme dengan matriarkhisme,


tetapi kaum feminis dan para penafsir muslim kontemporer
telaj menemukan inti ajaran berharga dalam Islam yang
membebaskan teks suci dari bias gender. Kritik psikologi
feminis dan kaum feminis muslim kontemporer terhadap
psikologi

klasik

dan

teologi

klasik

mengenai

eksistensi

perempuan sangat berguna mendobrak mitos-mitos tentang


perempuan yang selama ini dipelihara dan dikembangkan.
Konsep pemberdayaan perempuan mulai diekmbangkan
oleh kaum feminis, kendatipun rintangannya cukup banyak.
Mereka harus berhadapan dengan para ahli psikologi serta
para ahli tafsir sebagai pemegang otoritas kegamaan. Namun,
betapapun rintangan yang dialami para psikolog feminis
cukup mengganggu bagi perkembangan psikologi feminis,
tetapi tidak meatahkan semangat kaum feminis untuk terus
berpacu melakukan penelitian dengan mengambil perempuan
sebagai subjek penelitiannya. Atas prestasinya itu, akhirnya
psikologi feminis diakui secara remi sebagai bagian dari
America Psychological Association.
a) Perempuan dalam Pandangan Psikologi Klasik

Psikologi
androcentrism

klasik
yaitu

menggunakan
suatu

cara

paradigma

pandang

dalam

menjelaskan eksistensi perempuan berdasarkan norma


laki-laki. Betapa malangnya nasib perempuan karena
mereka

dipandang

sebagai

makhluk

yang

harus

menyesuaikan dengan norma yang dibuat laki-laki. Jika


tidak pas dengan selera laki-laki, perempuan dianggap
tidak normal. Menurut Jalaludin Rahmat, perempuan dalam
gambaran androcentris adalah sebagai makhluk yang
berkecenderungan untuk memeihara anak, memasak dan
beribadah.
b) Perempuan dalam Pandangan Psikologi Kontemporer
Psikologi kontemporer mengacu pada paradigma
psikologi feminis yaitu suatu cara pandang memahami
eksistensi perempuan berdasarkan norma perempuan
C. Pandangan Islam tentang Perempuan
Islam sebagai agama rahmatan lil alamin membawa
perubahan besar bagi para perempuan. Sebelum Islam datang
perempuan

seperti

tidak

ada

harganya

sama

sekali.

Perempuan seakan-akan hanya barang pemuas nafsu bagi


laki-laki. Bahkan orang-orang jahiliyah tega mengubur bayi
perempuannya

hidup-hidup

karena

dianggap

aib

bagi

keluarga. Setelah Islam datang segala bentuk kezaliman pada


perempuan telah dihapuskan dan Islam mengembalikan
kedudukannya, dan menjadikan mereka sebagai mitra lelaki
yang berkedudukan sejajar dalam urusan pahala, siksa dan
semua hak, kecuali perkara yang memang dikhususkan untuk
wanita

Alquran pun tidak sekedar memberi istilah untuk


perempuan dan laki-laki berdasarkan seks dan gender, serta
mengatur

keserasian

relasi

gender,

yakni

hubungan

perempuan dan laki-laki dalam masyarakat, Alquran juga


mengatur

keserasian

pola

relasi

antara

mikrokosmis,

makrokosmis, dan Tuhan. Dalam Alquran penggunaan istilah


perempuan

dan

laki-laki

berdasarkan

seks

dan

gender

menurut Nashrudin Umar sangat jelas. Secara konsisten istilah


untuk perempuan, dan istilah un untuk laki-laki,
istilah ini digunakan dalam segi biologis. Sedangkan dalam
istilah segi beban sosial atau aspek gender, maka Alquran
menggunakan kata / untuk perempuan, dan
istilah untuk laki-laki adalah /

. dalam istilah ini

merujuk pada perempuan dan laki-laki dewasa, khususnya


yang sudah menikah.
Allah

telah

merencanakan

adanya

perbedaan

dan

persamaan antara perempuan dan laki-laki. Namun, adanya


perbedaan yang terdapat pada eksistensi perempuan dan
laki-laki

sama

sekali

tidak

mengindikasikan

yang

satu

menduduki posisi lebih unggul dan penting, dan boleh


memperlakukan
Kesempurnaan

dengan
eksistensi

kejam
manusia

terhadap
hanya

yang

lain.

terjadi

pada

perpaduan sinergis antara perempuan dan laki-laki dalam


relasi yang harmonis
Namun, sering sekali kita jumpai pandangan-pandangan
yang merendahkan kaum

perempuan seperti perempuan

sumber segala dosa, perempuan tidak secerdik laki-laki,


perempuan tidak dapat melewati tahap-tahap pencerahan
spiritual seperti laki-laki, dan masih banyak lainnya.

Dalam

Alquran tidak ada satu ayat pun yang menjelaskan ataupun


menunjukan adanya penciptaan perempuan dari bahan yang

lebih rendah daripada bahan untuk laki-laki, tidak ada ayat


yang menjelaskan bahwa harkat, martabat dan derajat
perempuan itu parasit dan lebih rendah daripada laki-laki, dan
tidak ada yang menjelaskan perbedaan watak dan struktur
fisiologisnya.
Maka, untuk mensucikan Alquran dari tuduhan-tuduhan
tersebut, sejumlah besar ayat mengatakan bahwa pahala
kehidupan di akhirat dan kedekatan kepada Allah tidak
ditentukan oleh jenis kelamin, tetapi oleh amal dan kadar
ketaqwaan

masing-masing

individu.

Sejarah

Islam

pun

mencatat beberapa nama perempuan yang istimewa dan


unggul, hal ini membuktikan bahwa potensu untuk terjerumus
kedalam lembah kejahatan dan terangkatnta derajat manusia
di mata Allah tergantung kadar iman dan taqwa masingmasing individu, dan Allah telah memberikan potensi-potensi
tersebut baik kepada perempuan dan laki-laki.
Keniscayaan

untuk

memandang

harkat

kemausian

perempuan sesuai dengan yang diidealisasikan dalam Islam


meniscayakan agar membangun kehidupn yang sesuai antara
perempuan dan laki-laki. Keniscayaan tersebut dapat dilihat
dalam beberapa ayat sebagai berikut :
a. Segi Pengabdian
Nilai pengabdian antara perempuan dan laki-laki
adalah

sama

ditinjau

berdasarkan

ketaqwaannya,

sebagaimana dalam QS.Al-Hujurat : 13

Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari


seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenalmengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.

Dengan demikian, perempuan dan laki-laki sama-sama


berhak masuk syurga, sama-sama boleh berpartisipasi dan
berlomba melakukan kebajikan.

b. Segi Status Kejadian


Perempuan dan laki-laki diciptakan dari asal yang
sama sesuai firman Allah didalam QS.An-nisa : 1
Artinya :Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabb-mu
yang telah menciptakan kamu dari yang satu, dan daripadanya
Allah

menciptakan

isterinya;

dan

daripada

keduanya

Allah

memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak

c. Segi Mendapat Cobaan


Rayuan Iblis berlaku bagi perempuan maupun lakilaki, sebagaimana Adam dan Hawa. Dan bukan Hawa
yang menyebabkan Adam di deportasi dari surga. Hal ini
dapat dilihat dalam QS. Al-Araf : 20







{20}






Artinya : Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada

keduanya

untuk

menampakkan

kepada

keduanya

apa

yang

tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syaitan berkata:"Rabb


kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan
supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi
orang yang kekal (dalam surga)

d. Segi Kemanusiaan
Islam menolak

pandangan

yang

membedakan

perempuan dan laki-laki dalam bidang kemanusiaan


ketika bangsa Arab memiliki tradisi mengubur hidup
bayi-bayi perempuan karena merasa terhina dan takut
miskin, sebagaimana penegasan Allah dalam surah
QS.An-Nahl : 58
e. Segi Pemilikan
Alquran memberlakukan penetapan hak pemilikan dan
pembelanjaan atas harta bagi kaum perempuan seperti
ketetapan kepada kaum laki-laki, yang sebelumnya
merupakan monopoli dan kewenangan suami terhadap
harta istri.

f. Segi Warisan
Alquran memberi hak waris kepada perempuan yakni
istri, anak perempuan, saudara perempuan sekandung,
saudara perempuan seayah, saudara perempuan seibu,
cuc perempuan, ibu dan nenek, sementara ahli waris
laki-laki adalah suami, ayah, kakak laki-laki, dan saudara
laki-laki seibu.
g. Segi Persamaan Hukum
Alquran telah menegaskan tentang aturan peceraian
QS.Al-Maidah:38, larangan zina QS. Al-Nur:2, larangan
memperolok QS.Al-Hujurat:11 , etika pergaulan suami
istri Aal-Baqarah:187 , anjuran menahan pandangan QS.
Al-Nur :30-31 , dan lain-lain
h. Segi Kewajiban
Alquran telah menuntut perempuan dan laki-laki untuk
mewujudkan kehidupan yang baik dengan melakukan
kerja-kerja positif.
i. Segi Mendapat Balasan
Alquran telah menegaskan bahwa perempuan dan lakilaki

memiliki

hak

yang

sama

untuk

memperoleh

penghargaan/balsan yang layak atas kerja-kerja yang


dilakukan.

D. Bias dalam Psikologi Perempuan


Terdapat beberapa bias dalam psikologi perempuan
dapat dikemukakan, antara lain ebagai berikut:
Pertama, psikologis perempuan dipandang dependen,
berwatak

mengasuh

dan

merawat.

Pandangan

tersebut

mengandung bias karena sulit dibuktikan kebenarannya,


sebab dalam realitas kehidupan cukup banyak laki-laki yang
berwatak pengasuh, dan cukup banyak perempuan yang
mandiri, tidak seperti yang dicitrakan secara baku dan kaku.
Dengan demikian ada beberapa bukti yang mendukung

perbedaan tersebut dan ada bebrapa bukti bahwa perbedaan


itu sangat tipis antara karakteristik psikologis perempuan dan
laki-laki.
Kedua,

psikologis

perempuan

selalu

mengalah,

menyetujui, menyesuaikan diri, dan menyenangkan orang


lain. Perilaku kasar, asertif, suka berkelahi dan agresif,
termasuk agresif secara verbal dipandang sebagi citra laki-laki
yang dikontruksi, dibenarkan dan disosialisasikan secara turun
temurun antar generasi dalam struktur budaya sehingga
mengilhami perilaku laki-laki. Aktivitas berbicara yang keras,
memaksa,

mendikte,

menginterupsi,

menginstruksi,

mengancam, menolak permintaan orang lain, memprotes,


mengkritik, mencemooh, menguasai adalah merupakan bibit
yang secara sengaja maupun tidak, telah membentuk krakter
maskulin yang diharapkn kepada laki-laki. Ada fakta bahawa
kebanyakan laki-laki terlibat dalam perkelahian, tawuran,
peperangan, dan kejahatan dengan kekerasan merupakan
citra laki-laki, padahal partisipasi perempuan dalam kejahatan
bengis sekarang ini semakin tampak meningkat. Menurut
Whiting & Edwards (1988). Perempuan dipandang sebagai
makhluk lemah dan laki-laki dipandang agresif, karena
diharapkan dan dikonstruksi masyarakat seperti itu.
Dengna demikian perempuan yang dicitrakan lemah
dan pasif. Sedangkan laki-alki aktif dan agresif merupakan
bias gender, karena dikonstruksi oleh lingkungan dan budaya
masyarakat (nurture) bukan merupakan citra yang terberi
(given) dari kodrat (nature).
Ketiga, psikologis perempuan itu emosional dan mudah
menangis. Berdasarkan studi observasi terhadap perempuan
dan laki-laki ditemukan bahwa anak laki-laki lebih sering
menangis ketika masih bayi dan sedang belajar berjalan

dengan tertatih daripada anak perempuan, tetapi perempuan


dewasa dan tua lebih sering menangi darpiada laki-laki yang
seusianya (Nicholson, 1993). Sejak kecil anak laki-laki tidak
diharapkan mudah menangis oleh orang tua dan lingkungan,
meski air mata tetap diterima sebagai cara mengekspresikan
emosi. Ada laporan bahwa perempuan lebih mudah menangis
ketika masa menstruasi. Para ahli menjelaskan, mungkin saja
sistem

hormonal

mengekspresikan

berpengaruh
emosi

perempuan

terhadap

perbeaan

dengan

menangis.

Perbedaan tersebut mencerminkan perbedaan dalam ekspresi


eksternal

emosi,

bukan

perbedaan

level

emosi

antara

perempuan dan laik-laki. Jadi laki-laki yang tidak menangis


bukan karena mereka tidak memiliki emosi. Perasaan sedih,
gembira, suka dan duka dimiliki oleh perempuan dan laki-laki,
meski

mengekspresikan

perempuan

dan

secara

laki-laki.

lahir

Perbedaan

berbeda

antara

tersebut

lebih

menyangkut perbedaan dalam cara mengekspresikan emosi


eksternal yang tampak.
Ditemukan pula ada pula perbedaan dalam ketajaman
berempati antara perempuan dan laki-laki. Namun perbedaan
ketajaman

empati

itu

dimaknai

karena

ada

perbedaan

motivasi bukan karena perbedaan kemampuan berempati


antara laki-laki dan perempuan (Maslow. 1974). Penjelasan
Maslow yang humanis sangat konsisten dengan pendekatan
interaksionis

seperti

mengaktualisasikan

halnya
diri

pribadi

melebihi

yang

sekedar

mampu
ekspektasi

mayarakat.
Keempat,

psikologi

perempuan

yang

penakut

dan

sensitif. Berdasarkan penelitian anak perempuan dan laki-laki


pra sekolah sama-sama berjiwa perualng dan pemberani.
Namun seakin besar anak perempuan sering ditakut-takuti

dan dibenarkan untuk takut, sementara laki-laki dicemooh


saat mengakui dan menunjukkan rasa takut. Demikian pula
saat dewasa, laki-laki cenderung tabu mengaku takut dan
cemas menghadap sesuatu, padahal obat penenang dan
minum

banyak

dikonsumsi

kaum

laki-laki

sebagai

pelampiasan dari kecemasannya. Berdasarka penelitian bayi


perempuan lebih mudah menangis ketika bayi lain menangis.
Perempuan lebih baik dalam menginterpretasikan emosi yang
ditampilkan

seseorang

di

foto

dan

lebih

baik

dalam

mengekspresikan emosi, sehingga mereka sendiri dapat


diinterpretasikan oleh orang lain dengan mudah. Temuan ini
menunjukkan perempuan lebih peka terhadap emosinya
sendiri maupun emosi orang lain.
Kelima, psikologis perempuan yang lemah dan tidak
berprestasi. Minimnya jumlah perempuan yang ahli di bidang
sains, politik dan ekonomi dipandang citra perempua yang
lemah

disebabkan

ketidakmampuannya

dalam

mengejar

prestasi seperti yang dicapai laki-laki.


Padahal menurut Maccoby & Jacklin (1974), perempuan
tidak berprestasi disebabkan ada rasa ketakutan akan sukses
(fear for succes), bukan tidak mampu berprestasi. Pendapat
tersebut diperkuat leh studi Maslow pada tahun 1942 yang
menemukan, perempuan yang memiliki keyakinan kuat bahwa
dirinya berharga, cenderung memiliki sifat mandiri, asertif dan
sukses. Menurutnya setiap individu perempuan maupun lakilaki berusaha memenuhi kebutuhannya secara hierarkhis, dan
kebutuhan

manusia

yang

paling

tinggi

adalah

mampu

mengaktualisasikan dirinya. Berdasarkan analisis kebutuhan


manusia

secara

hakiki,

maka

semakin

tipis

perbedaan

karakter gender antara perempuan dan laki-laki yang selama


ini dicitrakan stereotip, sejalan dengan kedaan masyarakat

yang memberikan berbagai hak dan kesempatan yang lebih


setara kepada perempuan.
Keenam,
terpengaruh

psikologis
dan

perempuan

mudah

dibujuk

yang

untuk

mudah
mengubah

keyakinannya. Menurut Maccoby & Jacklin (1974), dalam


situasi yang tidak ada kontak dengan pembujuk sekalipun,
perempuan lebih bersedia menyesuaikan diri daripada lakilaki

berdasarkan

diasumsikannya.
konformitas
perbedaan

pertimbangan
Halini

antara
sangat

perempuan

menunjukkan

perempuan
tipis,

tersebut

mempertimbangkan

konsekuensi
dan

bahkan

perbedaan

laki-laki,

perbedaan

dipandang

konsekuensi

ada

yang
namun

konformitas

positif

yang

akan

karena
timbul

di

kemudian hari yang umumnya tidak dipikirkan oleh laki-laki


secara detail.
Ketujuh, psikologis perempuan lebih sensitif terhadap
perilaku

non

verbal.

Berdasarkan

observasi

perempuan

memiliki kemampuan dalam mengekspresikan dan memahami


pesan-pesan non-verbal. Perempuan lebih mampu memahami
perangai wajah atau gerak orang lain dan lebih mampu
mengekspresikan

pesan-pesan

non-verbal

secara

tepat,

khusunya ekspresi wajah, seperti tatapan mata, senyuman,


tarikan garis alis, tarikan bibir, kerutan kening, maupun
pandangan yamg kosong, bersahabat, gembira, sedih, kaget,
benci atau marah kepada orang lain. Menurut Hall &
Hallberstadt (1986), perempuan lebih banyak tersenyum dan
melakukan

tatapan

mata

dibanding

laki-laki.

Meskipun

demikian, alasan yang menyebabkan perbedaan ini masih


tetap tidak diketahui. Diperkirakan terdapat gabungan antara
berbagai

faktor

pengalaman,

seperti

tuntutan

tekanan

sosial,

dan

sosial,

perbedaan

presdiposisi

biologis.

Ditemukan pula, laki-laki lebih sering menyentuh lawan


jenisnya.

Gejala

ini

secara

spekulasi

dijelaskan

bahwa

menyentuh orang lain didasarkan berbagai alasan dan melalui


berbagai cara, seperti apakah secara kebetulan, secara
agresif, dengan takut-takut, secara seksual untuk menyatakan
dominas, mengekspresikan afeksi atau memberi kenyamanan.
Maknanya pun berbeda tergantung dari relasi yang telah
terbangun sebelumnya maupun tuntutan situasi tettentu yang
menghendakinya.
Dengan berbagai pembatasan peran gender. Peran
gender juga berkaitan dengan keyakinan da sikap mengenai
bernagai

dicitrakan

berperilaku

cenderung

ekspresif,

sedangkan laki-laki berperilaku instrumental dikaitkan dengan


interrelasi dilingkungan sosial. Perempuan lebih dekat dan
mampu melakukan relasi interpersonal daripada laki-laki.
Perilaku instruental maupun ekspresif sama-sama menuntut
ketrampilan dan diharapkan ada pada setiapa individu. Oleh
karena itu, menjadi eksresif tidak hanya didorong oleh emosi
dan tidak kompeten, demikian pun berperilaku instrumental
tidak berarti hanya didorong oleh ratio dan lebih kompeten.
(Hyde & Lynn, 1986).
Pandangan bias terhadap perempuan dan laki-laki
sering dikaitkan dengan kepatutan peran yang dimainkan oleh
kedua
sebagai

makhluk

tersebut.

perawat,

mengurusi

Pekerjaan

sekretaris,

konsumsi

yang

guru

perempuan

TK,

cenderung

pantas

bendahara,

atau

memanifestasikan

terjadi hubungan keakraban dan kasih sayang, sedangkan


pekerjaan
pencari

laki-laki

nafkah

pantas

utama,

untuk

atau

melakukan

manager

yag

perburuan,
cenderung

menuntut kualitas bebas, mandiri dan percaya diri. Peranperan

tersebut

dinormakan

sesuai

dengan

ekspektasi

masyrakat. Ekspektasi ini mengakibatkan perempuan maupun


laki-laki menyesuaikan diri dengan berbagai pembatasan
peran gender. Peran gender juga berkaitan dengan keyakinan
dan sikap mengenai berbagai kemampuan, aktivitas dan
aspirasi dari setiap individuyang ikut mewarnai tampilan
peran. Pengaruh dari peran gender yang dilekatkan oleh
masyarakat

terhadap

mengakibatkan

timbulnya

perempuan
citra

maupun

spesifik

laki-laki,

yang

dianggap

menetap pada masing-masing jenis kelamin.


Implikasi

dari

pandangan

bias

terhadap

psikolog

perempuan seperti tersebut diatas, mendorong pembenaran


keptutan laki-laki menjadi pemimpin secara dominan. Ketika
perempuan bertindak menurutcara-cara yang sesuai dengan
stereotip peran gender,mereka akan danggappositif, tetapi
ketika perempuan dalam kepemimpinan menampakkan sifatsifat maskulin seperti tegas, berani, pantang menyerah,
dianggap negative karena bertentangan dengan stereotip
peran gender yang diharapkan masyarakat. Mskimenutrut
Eagly & Johnson (1990) tidak menemukan perbedaan ouentasi
interpersonal maupun orientasi tugas antara perempuan dan
laki-laki, namun para pemimpin umunnya lebih demokratis
dan kurang direktif daripada laki-laki. Perbedaan ini timbul
dari adanya perbedaan peran social yang haus dipenuhi oleh
perempuan

ataulaki-laki

sesyai

dengan

ekspektasi

masyarakat, dan tidak ada bukti empiris yag kuat bahwa


perbedaan fisiologis mempengaruhiperbedaan dalam gaya
kepemimpinan antara perempuan dan laki-laki. Bylsma &
Mayor (1994) hanya menemuan, perempuan cenderung sudah
merasa

puas

ketikapencapaiannya

melebihiperempuan

sesamanya (in-group), meski kurang menguntungkan bila


dibandingkan dengan sttaus karir, jabatan, maupun gaji laki-

laki seprofesi. Perbedaan status dengan laki-laki sering


diabaikan oleh perempuan.
Kesembilan,

psikologis

perempuan

itu pasif dalam

masalah seks dan hanya menjadi objek seks laki-laki. Laki-laki


dicitrakan sear stereotip dalam masalah seksual adalah lebih
dominan, lebih aktif, memiliki dorongan lebih besar, mudah
tergugah, lebih agresif dan selalu memulai aktivitas seksual
lebih dahulu. Perempuan lebih submisif, pasif, menunggu,
lebih lama

tergugah, malu-malu, kurang berminat, suit

tergugah secar fisik.


Dalam
perempuan

realitas
dan

ketergugahan

laki-laki

hampir

seksual
berimbang,

anatara
banyak

perempuan mengalami orgasme berulang kali, tetpi hanya


beberapa laki-laki yang mengalami orgasme berulang-ulang.
Menurut Rubin (1973) laki-laki lebih romantis dalam bercinta
dan mencintai lebih dari saut perempuan, tetapi ketika relasi
itu

berakhir,

lebih

sering

disebabkan

oleh

keraguan

perempuan daripada laki-laki dan lebih banyak laki-laki yang


hancur karena putus cinta.
Ketergugahan seksual perempuan lebih dipengaruhi
oleh dorongan psikologis, sedangkan ketergugahan laki-laku
lebih didorong oleh hal-hal yang bersifat fiiologis dan biologis.
Perempuan memberikan seks kepada laki-laki dalam rangka
memperolah cinta atau sesuatu yang diinginkan dalam
domain lain dari laki-laki, sedangkan laki-laki memberi cinta
kepada perempuan dalam rangka memperoleh seks dari
perempuan.
Perbedaan perilaku dalam seksual antara perempuan
dan laki-laki merupakan hasil sosialisasi orang tua yang
berbeda kepada anak perempuan dan laki-laki, hasil reward

yang berbeda yang diberikan kepada perempuan dan laki-laki,


melalui kondisioning klasik, norma sosila yang berbeda untuk
perempuan dan lki-laki, serta hasil identifikasi terhadap model
dari jenis kelamin yang sama. Seperti anak peempuan
mengidentifikasikan diri dengan ibunya atau perempuan yang
deawas,

sedangkan

anak

laki-laki

mengidentifikasi

diri

tehadap figur ayah atau laki-laki dewasa lainnya.


Melalui proses sosialisasi dalam keluarga, anak laki-laki
belajar menekankan aspek seks yang bersifat fisik, romantis,
erotis,

dan

menekankan

superfisial,
aspek

seks

sementara
untuk

perempuan

menyatakan

belajar

relasional,

keintiman dan kasih sayang secara psikologis.


Dorongan seksual manusia tidak banyak dipengruhi oleh
level hormonal atau siklus estrous seerti yang terjadi pada
hewan. Dorongan seksual manusia lebih banyak dipengaruhi
oleh dorongan psikologis yang memilki efek jauh lebih jelas
pada seksualitas manusia daripada faktor hormonal (fisilogis),
pemgaruh budaya, maupun pengaruh belajar (Nicholsin,
1993). Masters & Johnsons

(1966) berpendapat respon

seksual perempuan dan laki-laki jauh lebih menyerupai satu


sama lain.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pandangan definitif di atas dapat dikatakan bahwa
perempuan merupakan makhluk lemah lembut dan penuh
kasih sayang. Secara umum sifat perempuan yaitu keindahan,
kelembutan serta

rendah hati

dan memelihara. Secara

biologis dari segi fisik, perempuan dibedakan atas perempuan


lebih kecil dari laki-laki, suaranya lebih halus, perkembangan
tubuh perempuan terjadi lebih dini, kekuatan perempuan tidak
sekuat laki-laki dan sebagainya. Perempuan mempunyai sikap
pembawaan yang tenang, perasaan perempuan lebih cepat
menangis dan bahkan pingsan apabila menghadapi persoalan
berat.
Islam mengakui potensi setiap manusia untuk selalu
berkembang dan bergerak maju untuk menjadi manusia
seutuhnya. Perempuan harus menemukan jalan pikiran dan
terus mengasah kemampuannya sehingga peran nya yang
komplek tidak hanya sebagai ibu rumah tangga namun bisa
ikut

andil

dalam

penumbuhan

ekonomi

keluarga

serta

partisipasi politik dapat dijalankan dengan sebaik mungkin.


Dengan demikian merubah paradigma yang membelenggu
perempuan bahwa perempuan lemah dan tidak memiliki
peran yang lebih dari pada laki-laki. Seperti pernyataan
Tahereh

Nazari:

apa

yang

menjadi

halangan

atau

kemajuannya sebagai seorang perempuan adalah dirinya


sendiri.
Pandangan bias terhadap perempuan dan laki-laki
sering dikaitkan dengan kepatutan peran yang dimainkan oleh
kedua
sebagai

makhluk
perawat,

tersebut.

Pekerjaan

sekretaris,

guru

perempuan

TK,

pantas

bendahara,

atau

mengurusi

konsumsi

yang

cenderung

memanifestasikan

terjadi hubungan keakraban dan kasih sayang, sedangkan


pekerjaan
pencari

laki-laki

nafkah

pantas

utama,

untuk

atau

melakukan

manager

yag

menuntut kualitas bebas, mandiri dan percaya diri.

perburuan,
cenderung

DAFTAR PUSTAKA
Nurhayati Eti. 2012. Psikologi Perempuan Dalam Berbagai
Perspektif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Muthahhari, Murtadha. Filsafat Perempuan Islam: Hak
Perempuan dan Relevansi Etika Sosial. Yogyakarta: Rausyanfikr
Institute
W. Darmaatmaja, Ratna. 1985. Psychology Wanita Dalam
Pengembangan. Jakarta: Pelangi
Kartono, Kartini. 1981. Psikologi Wanita: Mengenal Wanita
Sebagai Ibu dan Nenek. Bandung: CV. Mandar Maju
Kartono, Kartini. 1977. Psikologi Wanita: Mengenal Wanita
Sebagai Ibu dan Nenek. Bandung: CV. Mandar Maju
Gamman, Lorrain & Marshment Margaret. 2010. Tatapan
Perempuan Perempuan Sebagai Penonton Budaya Populer.
Yogyakarta: Jalasutra
Suharnanik, Woman in the Grey Area Dalam Filsafat Discourse:
Manusia, Perempuan dan Seks Worker. Jurnal PIPS, UIN Malang.
No. 2. Januari-Juni 2015

Curiculum Vitae
Nama

: Mauliyah Izzaty

No. Telp

: 085852923921

Asal Cabang

: Malang

Komisariat

: Tarbiyah, UIN Maliki Malang

Anda mungkin juga menyukai