Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Segala sesuatu yang ada di dunia pasti mengalami perubahan tanpa
terkecuali manusia secara individu maupun masyararakat, dan perubahan ini
ada yang berjalan dengan sangat cepat dan ada juga yang berjalan dengan
lambat. Perubahan yang terjadi bagi individu manusia dapat berupa
berubahnya pola pikir, tindakan dan lain sebagainya. Sedangkan perubahan
yang terjai pada msayarakat dapat berupa nilai-nilai sosial, norma-norma
sosial dan lain sebagainya.
Perubahan merupakan sebuah keniscayaan yang sudah pasti terjadi,
yang sudah ada sejak zaman dahulu dan terjadi pada masyarakat di sekitarnya.
Perubahan itu terjadi sangat cepat, sehingga untuk menghadapinya harus ada
yang berperan dalam membina dan membimbing masyarakat dalam
mengarungi perubahan yang sedang terjadi maupun yang akan terjadi, agar
tidak terjadi ketimpangan-ketimpangan sosial dalam terjadinya perubahan.
Seperti yang di nyatakan T.S Eliot, Kehidupan di dunia ini mungkin
akan berakhir dengan rengekan ketimbang jeritan. Dunia ini mungkin akan
terjerumus ke dalam masa depan yang suram, di ledakkan oleh konflik,
menderita ketidak adilan, yang dengan nekad mencoba mencari bentuk
kehidupan yang lebih berarti. Dunia seperti itu memerlukan pemahaman
tentang perubahan sosial.i
Manusia memiliki karakter yang beraneka ragam, tujuan hidup manusia
memiliki makna masing-masing, walaupun terkadang dalam hidup ini terdapat
suatu wadah yang telah disajikan leh Allah SWT, bahwa sesungguhnya
kegiatan manusia yang dijalani dan diperjuangkan selalu bertujuan kepada
sebuah status sosial, sebab tidak bisa dipungkiri bahwa seseorang yang berada
di muka bumi ini ingin memiliki status sosial yang baik dan selalu berperan
dalam setiap situasi dan kondisi, baik berperan dalam bidang agama, sosial,
ekonomi, politik maupun budaya.
Agama merupakan pegangan dan pandangan hidup bagi masyarakat
dan berperan di seluruh hampir kehidupan. Terutama dalam hal bersosialisasi

1
dalam kehidupan sehari-hari. Peranan sosial agama ini haruslah dilihat,
terutama bagi sesuatu yang mempersatukan dimana dalam pengertian
harfiahnya agama menciptakan suatu ikatan bersama, yaitu dengan adanya
kewajiban-kewajiban sosial keagamaan yang membantu mempersatukan
mereka. Dengan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial
didukung bersama oleh kelompok keagaamaan, maka agama menjamin
adanya persetujuan bersama dalam masyarakat serta cenderung melestarikan
nilai-nilai sosial.2
Agama adalah fenomena universal dalam arti bahwa semua masyarakat
mempuyai cara-cara berfikir dan pola-pola bertindak yang memenuhi syarat
unutuk disebut agama. Ketika membicangkan agama, maka akan tampak
bahwa sebagian unsurnya berada dalam suprastuktur ideologis dan sebagian
lagi berada dalam tataran struktur sosial.3
Dalam menilai norma-norma agama perlu adanya pemikiran-pemikiran
dan pertimbangan yang sempurna. Hal ini berarti setiap pemikiran yang yang
sudah ada dan melekat dalam agama, mengalami kegoyahan dan kegoncangan
karena adanya suatu perubahan dalam perkembangan zaman. Pada awalnya,
proses disorganisasi yang biasanya berupa industrialisasi, pengangguran
merupakan persoalan yang meminta perhatian mendalam. Disinilah peranan
agama pun terganggu karena adanya faktor-faktor kehidupan dan pemikiran
yang serba rasional, sehingga segala sesuatu yang bersifat irasional dan
immaterial sulit dipercayai.
Dilihat dalam sejarah, islam memiliki kekuatan revolusioner untuk
membebaskan manusia dari ketimpangan sosial yang di akibatkan oleh
perubahan-perubahan yang terjadi, baik secara kultural maupun ekonomi dan
politik dan dapat meletakkan dasar-dasar bagi masa depan yang baik bagi
individu maupun masyarakat.
Berdasarkan pemikiran diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji
peranan konsep islam terhadap perubahan sosial dalam konteks membangun

2
Elizabeth K. Notingham, agama dan masyarakat : suatu pengantar sosiologi agama (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1994). H 42
3
Dede Mulyanto, Antropologi marx, Karl marx tentang masyarakat dan budaya (Bandung: CV.
Ultimus , 2011), Cet.1, H. 148

2
masa depan umat dan bangsa dengan judul “ Islam Sebagai Kiblat Dalam
Mengarungi Perubahan Soial”

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas ialah, Bagaimana
peranan Agama Islam terhadap perubahan sosial?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaiamana peran Agama Islam terhadap perubahan
sosial
2. Sebagai syarat mengikuti LK 2 HMI Cabang Bangkalan Tingkat Nasional.

1.4 Manfaat
Dengan membuat makalah ini, maka penulis dapat menggambil
manfaat yaitu dapat mengetahui bagaiamana peran Agama Islam terhadap
permasalahan yang di hadapi manusia dalam mengarungi perubahan-
perubahan sosial

1.5 Metode Penulisan


Metode penulisan yang dilakukan dalam penyelesaian makalah ini adalah
metode deskriptif yang bersifat studi literatur yang dilakukan untuk
mendukung jalannya penulisan mulai dari awal hingga penyusunan akhir
makalah ini. Selain itu studi literatur dilaksanakan guna mendapatkan dasar
teori yang kuat berkaitan dengan makalah ini sehingga dapat menjadi acuan
dalam melaksanakan pembahasan. Studi literatur meliputi pengumpulan data
dan buku dan jurnal yang relevan dengan makalah ini.

1.6 Sistematika Penulisan

1. Pendahuluan (berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan


penulisan, manfaat penulisan, pembatasan masalah, metode penulisan dan
sistematika penulisan).
2. Landasan teori
3. Pembahasan (isi masalah yang akan di bahas)

3
4. Penutup (berisikan kesimpulan dari pembahasan dan saran atau solusi
untuk masalah yang di bahas)

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Agama Islam dan Perubahan sosial


2.1.1 Pengertian Agama
Berbicara tentang agama memerlukan suatu sikap ekstra hati-
hati, Sebab, sekalipun agama merupakan persoalan sosial, tetapi
penghayatan amat bersifat individual. Apa yang difahami dan apaladi
dihayati sebagai agama ntiaoleh seseorang amat banyak bergantung
pada keseluruhan latar belakang dan ke pribadiannya. Hal itu
membuat senantiasa terdapat perbedaan tekanan penghayatan dari satu
orang ke orang lain dan membuat agama menjadi bagian yang amat
mendalam dari ke pribadian atau privacy seseorang. Maka dari itu
agama senantiasa bersangkutan dengan kepekaan emosional.
Profesor Wallace mengatakan bahwa agama ialah “ suatu
kepercayaan tentang makna terahir alam raya”. E.S.P. Haynes
berpendapat bahwa agama ialah “ suatu teori tentang hubungan

4
manusia dengan alam raya”. Bagi John Morley agama adalah “
persaan kita tentang kekuatan-kekuatan tertinggi yang menguasai
nasib ummat manusia”. Dan James Martineu mendefinisikannya
sebagai “ kepercayaan tentang Tuhan yang abadi, yaitu tentang jiwa
dan kemauan Illahi yang mengatur alam raya dan berpegang pada
hubungan-hubungan moral dengan ummat manusia”. Sedangkan ahli
filsafat terkenal, Profesor Mc Taggart, berkata: “ Agama adalah sudah
jelas merupakan suatu keadaan kejiwaan... ia dapat digambarkan
secara paling baik sebagai perasaan yang terletak di atas adanya
keyakinan kepada keserasian antara diri kita sediri dan alam raya
secara keseluruhan”.4
Agama merupakan suatu cara manusia menemukan makna
hidup dan dunia yang menjadi lingkungannya. Tapi hidup kita dan
lingkungan abad modern ini, untuk kebanyakan orang, termasuk para
pemeluk agama sendiri semakin sulit diterangkan maknanya kesulitan
itu terutama ditimbulkan oleh masalah-masalah yang muncul akibat
dinamika ilmu pengetahuan dan teknologi, ciri-ciri utama abad
modern yang secara tak terbendung mengubah bentuk dan jaringan
masyarakat serta lembaga-lembaganya. Pada abad modern nilai
berganti dengan cepat, demikian pula cara hidup, dengan akibat
timbulnya rasa tidak menentu serta kejutan-kejutan, dan memisahkan
manusia semakin jauh dari kepastian moral dan etis tradisional
mereka. Inilah tantangan yang dihadapi oleh agama-agama.
Untuk sapai pada segi operasional agama dalam tindakan nyata
manusia, yang menjadi tekanan dalam pembicaraan ini kita harus
mempertimbangkan aspek “dramatis” kehidupan manusia, yang
meliputi aspek keagamaan itu sendiri, kekuasaan, kekeluargaan, dan
keperibadian. Dalam konteks-konteks inilah seseorang mendefinisikan
dirinya dalam hubungannya dengan orang lain, lalu menerima atau
menolak nilai kewenangan, dan melakukan pilihan akan apa yang

4
Nur Cholis Madjid, islam keindonesiaan dan kemodernan (Mizan, 1987) Cet, 1 Hal. 121

5
hendak dilakukan atau tidak untuk memberi makna kepada hidup ini.5

2.1.2 Pengertian Islam


Ada dua sisi yang dapat digunakan untuk memahami
pengertian Islam, yaitu dari sisi bahasa dan istilah.
Adapun dari sisi Bahasa, Islam berasal dari bahasa arab, yaitu
dari kata salima yang mempunyai arti selamat, sentosa dan dama. Dari
kata salima, selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti
berserah diri masuk ke dalam kedamaian.
Nur Cholis Madjid berpendapat, bahwa sikap pasrah kepada
Tuhan adalah merupakan hakikat dari pengertian Islam. Sikap ini
tidak saja merupakan ajaran Tuhan kepada hambaNya, tetapi ia
diajarkan olehNya dengan disangkutkan kepada alam manusia itu
sendiri, dengan kata lain Ia diajarkan sebagai alam manusia, sehingga
pertumbuhan perwujudan manusia selalu bersifat dari dalam, tidak
tumbuh, apalahi dipaksakan dari luar, karena cara yang demikian
menyebabkan Islam yang tidak aotentik, karena kehilangan
dimensinya yang paling mendasar dan mendalam, yaitu kemurnian
dan keikhlasan.6
Adapun pengertian Islam dari sisi istilah menutu Harun nasution
dalam bukunya, yaitu, agama yang ajaran ajarannya diwahyukan oleh
Tuhan kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai rasul,
Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya
mengenai satu segi tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan
manusia.7
Islam dimulai dengan ajaran Muhammad SAW, ditempat
kelahirannya Mekkah: sifat-sifat yang menjadi ciri-ciri agama baru ini
dikembangkan setelah beliau pindah kemadinah dalam tahun 662 M.

5
Nur Cholis Madjid, islam keindonesiaan dan kemodernan (Mizan, 1987) Cet, 1 Hal. 156
6
Nur Cholis Madjid, islam doktrin & peradaban: sebuah telaah kritis tentang masalah keimanan,
kemanusiaan dan kemodernan (Jakarta: Paramadina, 2005). Cet ke 5, Hal 426
7
Harun Nasution, islam ditinjau dari berbagai aspeknya, b,24

6
Sebelumnya beliau wafat sepuluh tahun kemudian, telah jelaslah sudah
bahwa Islam bukanya semata-mata merupakan suatu badan
kepercayaan agama pribadi, akan tetapi islam meliputi pembinaan suatu
masyarakat merdeka, dengan sistem sendiri tentang pemerintahan,
hukum dan lembaga Generasi Muslimin Pertama, telah menginsyafi
hijriah adalah suatu titik perubahan penting dalam sejarah. Merekalah
yang menetapkan tahun 662 M sebagai permulaan takwin islam baru.8
Islam memiliki perbedaan yang luar biasa dengan agama lainya.
Kata islam tidak mempunyai hubungan dengan orang tertentu atau dari
golongan manusia atau dari suatu negeri. Kata islam adalah nama yang
di berikan oleh Tuhan sendiri. Hal ini dapat di pahami dari petunjuk
firman Allah dalam surah Al-Imron ayat 19. Yang artinya:
Sesungguhnya agama (yang diridhoi) di sisi Allah adalah Islam
(Q.S. Ali Imron: 19). Dan juga dapat di pahami dalam surah Al-Maidah
ayat 3. Yang artinya: Pada hari ini telahKu cukupkan kepadamu
nikmatKu dan telah Ku ridhoi islam itu jadi agama bagimu. (Q.S. Al-
Maidah: 3).

2.1.3 Pengertian Perubahan Sosial


Perubahann sosial menjadi tema kajian utama yang hadir setiap
pembahasan masalah sosial, dalam dokumentasi penelitian ilmu-ilmu
sosial dibanyak negara berkembang. Seperti sebuah keyakinan, bahwa
peradaban manusia menujukepada perbaikan, kesempurnaan dan
semua teori perubahan sosial sebetulnya merupakan suatu realitas
yang majemuk, bukam realitas tunggal yang diakibatkan oleh
dinamika masyarakat tertentu. Perubahan sosial adalah suatu bentuk
peradaban ummat manusia akibat adanya ekskalasi alam, biologis,
fisik yang terjadi sepanjang kehidupan manusia. 9
Wilbort Moore, mendefinisikan perubahan sosial sebagai

8
Sir Hamilton A.R. GIBB, Islam dalam lintasan sejarah (Jakarta: BHRATA KARYA AKSARA, 1983).
Cet Ke 4. Hal 2
9
Agus salim, perubahan sosial: sketsa teori dan refleksi metodologi kasus indonesia (Yogyakarta:
PT Tiara Wacana, 2002). Cet 1. Hal 1

7
“Perubahan penting dari struktur sosial”, dan yang dimaksud dengan
struktur sosial adalah “pola-pola perilaku dan interaksi sosial”. Moor
memasukkan kedalam definisi perubahan sosial sebagai ekspresi
mengenai struktur, seperti norma, nilai dan fenomena kultural.10
Dengan demikian perubahan sosial akan dipandang sebagai
sebuah konsep yang serba mncakup, yang menunjuk kepada
perubahan fenomena sosial di berbagai tingkat kehidupan manusia,
mulai dari tingkat individual hingga tingkat dunia.
Dalam terminologi sosiologis, transformasi sosial sering
diartikan sebagai perubahan sosial, yaitu suatu perubahan secara
menyeluruh dalam bentuk, rupa, sifat, watak dan sebagainya dalam
hubungan timbal balik antar manusia, baik sebagai individu maupun
kelompok.11
Gillin mengatakan bahwa perubahan-perubahan sosial untuk
suatu variasi dari cara hidup yang lebih diterima yang disebabkan baik
karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan materiil, kompetisi
penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun perubahan-
perubahan baru dalam masyarakat tersebut. 12
Perubahan sosial tidak dapat dilepaskan dari perubahan budaya.
Hal ini disebabkan kebudayaan merupakan hasil dari adanya
masyarakat, sehingga tidak akan ada kebudayaan apabila tidak ada
masyakat yang mendukungnya, dan tidak ada satupun masyarakat
yang tidak memiliki kebudayaan.
Cara yang paling sederhana untuk memahami terjadinya
perubahan sosial dan budaya adalah membuat rekapitulasi dari semua
perubahan yang terjadi dalam masyarakata sebelumnya. Perubahan
yang terjadi dalam masyarakata dapat di anaalisis dari berbagai segi:
 Ke arah mana perubahan dalam masyarakat bergerak, bahwa
perubahan tersebut meninggalkan faktor yang diubah. Akan

10
Robert H. Lauer, prespektif tentang perubahan sosial (Jakarta: Bina Aksara, 1989). Cet 1. Hal 4
11
Robert H. Lauer, prespektif tentang perubahan sosial (Jakarta: Bina Aksara, 1989). Cet 1. Hal 23
12
Dr. Elly M. Setiadi, Msi., Ilmu sosial dan budaya dasar (Jakrta:Kencana perdana, 2009). Cet 5.
Hal 50

8
tetapi setelah minggalkan faktor tersebut, mungkin perubahan
itu bergerak pada sesuatu yang baru sama sekali, akan tetapi
mungkin pula bergerak kearah suatu bentuk yang sudah ada
pada waktu yang lampau.
 Bagaimana bentuk dari perubahan-perubahan sosial dan
kebudayaan yang terjadi dalam masyarakat. 13
Perubahan masyarakat pada umumnya dapat terjadi dengan
sendirinya secara wajar dan terarur, terutama apabila perubbahan itu
sesuai dengan kepentingan masyarakat. Jika tidak, biasanya
masyarakat akan tertutup terhadap perubahan lantaran khawatir atau
takut kalau stabilitas kehidupan masyarakat akan terganggu akibat
persoalan itu. Akan tetapi pada kondisi tertentu perubahan masyarakat
tidak bisa dihindari, terutama jika keadaan sekarang dianggap tidak
berkemajuan atau tidak memuaskan lagi. Terjadinya ketidakpuasaan
dimasa sekarang disebabkan nilai-nilai, norma-norma sosial,
pengetahuan teknologi sekarang yang ada tidak mampu memenuhi
kepentingan yang sangat kompleks dan serba tak terbatas.
Tidak semua orang menyambut perubahan sosial dengan gembira
dan secara positif. Orang koonservatif pada umumnya menyesali
perubahan dan mempunyai suatu nostalgia ke tempo dulu, sedangkan
orang progresif pada umumnya menginginkan peubahan yang secara
terus menerus. Sehubungan dengan ini maka dalam kehidupan
manusia tidak semua berubah secara serentak, melainkan bahwa
sesuai dengan sifat manusia selalu ada kebutuhan manusia yang tak
berubah.

2.2 Teori Perubahan Sosial


2.2.1 Teori Sebab-Akibat

13
Dr. Elly M. Setiadi, Msi., Ilmu sosial dan budaya dasar (Jakrta:Kencana perdana, 2009). Cet 5.
Hal 51

9
Beberapa faktor dikemukakan oleh para ahli menerangkan sebab-
sebab perubahan sosial yang terjadi, beberapa pendekatan sebagai
berikut:
1. Analisis dialektis
Analisis perubahan sosial yang menelaah syarat-syarat dan
keadaan yang mengakibatkan terjadinya perubahan daalam
suatu sistem masyarakat. Perubahan yang terjadi pada suatu
bagia sistem masyarakat dan membawa pola perubahan
pada yang lain, sering menimbulkan akibat-akibat yang
tidak diharapkan sebelumnya, bahkan menimbulkan
konflik. Konflik ini dapat mendorong terjadinya
perubahansosial yang lebih lanjut, meluas dan mendalam.
Hal ini dirumuskan oleh Hegell dan Marx sebagai
dialektika.
2. Teori Tunggal Mengenai Perubahan Sosial
Teori tunggal menerangkan sebab-sebab perubahan sosial,
atau pola kebudayaan dengan menunjukkan terhadap satu
faktor penyebab. Teori tunggal maupun deterministik
menurut Soejarno Soekanto (1983) tidak bertahan lama-
lama, timbulnya pola analisis yang lebih cermat dan lebih
didasarkan fakta.

2.2.2 Teori Proses atau Arah Perubahan Sosial


Kebanyakan teori-teori mengenahi arah perubahan sosial
mempunyai kebenderungan yang bersifat kumulatif atau evolusioner.
Walaupun berbeda namun pada dasarnya sama, mempunyai asumsi
bahwa sejarah manusia ditandai adanya gejala pertumbuhan.
1.Teori Evolusi Unilinier
Teori ini berpendapat bahwa manusia dan masyarakat
mengalami perkembangan sesuai dengan tahapan tertentu,
semula dari bentuk sederhana kemudian yang kompleks
sampai pada tahap yang sempurna. Pelopor teori ini adalah

10
August Conte dan Herbert Spenser. Teori garis lurus
menggambarkan arah perubahan yang mungkin saja akurat,
apabila diterapkan pada jangka waktu yang relatif lebih pendek
dan bagi tipe gejala-gejala sosial tertentu, dari suatu sistem
ekonomi tertentu.
Spancer adalah label yang diberikan pada model yang
menekankan pada evolusi sosial. Dengan kata lain perubahan
sosial yang berlangsung secara pelan-pelan dan kumulatif (“
Evolusi” Bukannya “Revolusi”). Dan perubahan sosial itu di
tentukan dari dalam (“ Endogen” bukannya “Eksogenus”).
Proses endogen ini sering digambarkan dalam arti “
Diferensiasi Struktural”, atau dengan kata lain suatu perubahan
dari yang sederhana, tidak terspesialisasi dan informal ke yang
kompleks, terspesialisasi dan formal, atau menurut ungkapan
spencer sendiri, perubahan dari “Homogenitas yang tidak
koheren ke heterogenitas koheren.14
2. Teori Multilinier
Teori ini pada artinya menggambarkan suatu metodologi
di dasarkan pada suatu asumsi yang menyatakan bahwa
perubahan sosial atau kebudayaan didapatkan gejala
keteraturan yang nyata dan signifikan. Teori ini tidak
mengenal hukum atau skema apriori, tetapi teori ini lebih
memperhatikan tradisi dalam kebudayaan dan dari berbagai
daerah menyeluruh meliputi bagian-bagian tertentu.15
.
2.2.3 Komparasi Teori Perubahan sosial klasik dan Islam
1. Teori Klasik
Teori sosial klasik muncul dari Tiga Tokoh (Karl Marx, Marx
Weber,dan Emil Durkheim) yang secara khusus memang meletakkan

14
Peter Burke, sejarah dan teori sosial (Jakarta: Yayasan Obor, 2003). Cet 2. Hal 198
15
Dr. Elly M. Setiadi, Msi., Ilmu sosial dan budaya dasar (Jakrta:Kencana perdana, 2009). Cet 5.
Hal 53

11
dasar teori yang nantinya menjadi induk dari perkembangan teori-teori
sosiologi yang muncul dikemudian. Dalam memahami perubahan sosial
ketiga tokoh ini berusaha memahami fenomena perubahan secara
radikal terutama untuk masyarakat barat yang sedang beralih dari
struktur agraris ke struktur industri.16 Ketiga teori Barat itu Berbeda-
beda dalam menjelaskan mana yang lebih utama di antara struktur
budaya, sosial dan teknik yang paling memungkin kan terjadinya proses
perubahan sosial.
Teori Marx melihat struktur sosial sebagai variable yang paling
signifikan yang mempengaruhi terjadinya perubahan sosial. Dengan
teori besarnya mengenai materealisme historis dan determinisme
ekonomi. Teori marx menganggap bahwa strukur sosiallah yang
menentukan corak struktur teknik dan budaya. Dalam setiap masyarakat
selalu terdapat kelas sosial yang menguasai alat produksi. Masyarakat
feodal agraris mengenal kelas semacam itu sebagai kelas aristokrasi
yang menguasai tanah sebagai alat produksi vital. Dari struktur sosial
yang terbentuk karen stratifikasi kelas ini muncullah struktur teknik
dalam bentuk organisasi organissasi sosial, yang pada ahirnya juga
mempengaruhi terbentuknya simbol-simbol budaya.
Teori Weber, Melihat hubungan kausal dari terjadinya perubahan
sosial sebagai akibat dari perubahan-perubahan pada tingkat struktur
teknik. Pada mulanya terdapat sebuah otoritas kaum elit dalam
masyarakat, kaum elit ini kemudian menciptakan legitimasi untuk
mempertahankan kekuasannya melalui sistem simbol sebagai justifikasi
kultural atas posisinya yang dominan, baik secara ekonomis maupun
politis. Legitimasi melalui sistem simbol ini tak lain dituukan untuk
membenarkan akumulasi kehormatan dan kekayaan pada kelas elit,
sehingga dengan demikian ia menjadi alat untuk melegitimasi
stratifikasi sosial. Weber melihat kaum elit yang mendominasi struktur

16
Agus salim, perubahan sosial: sketsa teori dan refleksi metodologi kasus indonesia (Yogyakarta:
PT Tiara Wacana, 2002). Cet 1. Hal 24

12
tknik sebagai agen perubahan budaya, yang pada ahirnya akan
mempengaruhi struktur sosial.
Teori durkheim, Ururtan kausalitas transformasi berasal dari
perubahan stuktur budaya, ke struktur sosial, dan ahirnya ke struktur
teknik. Dengan struktur budaya ia maksudkan kedalam sentimen-
sentimen kolektif atau nilai-nilai sosial. Sentimen-sentimen inilah yang
pada hakikatnya menjadi dasar dari kohesi dan integrasi sosial,
sehingga dalam pengertian itu, mentrandensikan hubungan-hubungan
materil yang terjadi secara rill dalam masyarakat. Terjadinya proses
perubahan sosial menurut Durkheim selalu menimbulkan dengan apa
yang disebut “anomie” dan krisis makna itu, menandakan terjadinya
kontradiksi-kontradiksi sistem sosial, yaitu dengan munculnya
diferensiasi fungsional karena terciptanya lembaga-lembaga ekonomi
dan sosial yang baru.17
Menurut Durkheim, perubahan dalam struktur budaya, artinya
perubahaan pada nilai-nilai sosial akan mempengaruhi terjadinya
perubahan struktur sosial, dan juga mempengaruhi terjadinya perubhan
struktur teknik.
2. Teori islam
Kuntowijoyo, menurutnya prespektif islam lebih dekat dengan teori
Durkheim dari pada yang lain. Hal ini dapat dilihat dengan struktur
intrnal ummat, mula-mula ada yang sentimen kolektif yaitu didasarkan
pada iman. Dari sistem nilai tauhid yang menderivasi iman itu
muncullah suatu komunitas yang disebut jamaah, atau lebih besar lagi
ummah, yalni komunitas yang secara intern maupun ekstern
menciptakan sistem kelembagaan dan otoritasnya sendiri, isalnya
dalam bentuk lembaga kepemimpinan kiai seperti yang kita kenal
dijawa dengan pesantren dan komunitas santrinya. Struktur inernal
ummat islam ini dengan demikian terbentuk pada tingkat normatif yang
menjadi acuan bagi pembentukan pranata-pranata dan lembaga

17
Kuntowijoyo,A. E. Priyono, Paradigma islam: interpretasi untuk aksi(Bandung: Mizan, 1991),
569

13
sosialnya. Pada tingkat normatif ini, ummat kemudian menjadi suatu
entitas yang ideal karena unsur konstitutifnya adalah nilai. Disinilah
berkembang konsep-konsep misalnya ummah wahidah, suatu konsep
yang didasarkan pada kesadaran normatif bahwa ummat itu satu kerena
menganut satu sistem nilai yang sama.18
Bahwa kesadaran normatif inilah menurut kuntowijoyo telah
menjadi unsur kostitutif ummat dan bahwa kesadaran demikian
merupakan suatu kekuatan sejarah yang ikut membentuk struktur
internal ummat.

Table 1
Pembagian abad dan peradaban di eropa
Abad Massa
5 Ancient periode (abad kegelapan, perkembangan ilmu
pengetahuan yang ratinal di eropa mengalami kemandekan.
Karena kekuasaan dan gereja yang terlalu besar). Terjadi
zaman ke emasan paristik yunani sampai pada sintesa antara
ajaran kristen dan hilliniesme
13 Midlle age (abad pertengahan, masa transisi yang memberi
jeda bagi tubuh dan matangnya ilmu pengetahuan yang
rasional)
16&17 Enlightment (abad pencerahan terjadi bentuk
rasionalisasidalam pola pikir manusia dan perubahan pola
hubungan sosial). Masa aufklarung, ditandai dengan lahirnya
revolusi prancis, cara-cara berfikir rasional dan dimulainya
penulisan enciklopedia
18-19 Modernisasi era (industrialisasi di eropa, berubahnya relasi

18
Kuntowijoyo,A. E. Priyono, Paradigma islam: interpretasi untuk aksi(Bandung: Mizan, 1991),
571

14
sosial dan kelembagaan)
21 Post modern era (orang mulai mengkritisi dirinya dan
kehidupan yang dialami)

Tabel 2
Hubungan kausal struktur budaya, struktur sosial dan struktur teknik: paradigma
modern teori-teori transformasi sosial (Marx, Weber dan Durkheim)

Marx Struktur sosial Struktur Teknik Struktur Budaya


(kelas, elsploitasi, (Kekusaan kelas (Dominasi,
alienasi) melalui negara) intelektual,estetika,nilai)
Weber Struktur Teknik Struktur Budaya Struktur sosial
(Kekusaan otoritas, (Legitimasi,smbolik (stratifikasi,akumulasi
kekuasaan kaum ) kehormatan dan
elite) kemakmuran
Durkheim Struktur Budaya Struktur sosial Struktur Teknik
(sentimen (diferensiasi sosial (Kepemimpinan)
kolektif,nilai nilai dan insntif)
sosial)

15
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Peran Agama Islam Dalam Perubahan Sosial


Dewasa ini ilmu sosial tengah mengalami kemandekan dalam
memecahkan masalahnya. Manusia memerlukan ilmu sosial yang tidak hanya
menjelaskan fenomena sosial saja, akan tetapi dapat memecahkan dan memuaskan
hasilnya. Menurut Kuntowijoyo kita butuh ilmu sosial profetik, yaitu ilmu sosial
yang tidak hanya menjelaskan dan mengubah fenomena sosial, tetapi juga
memberi petunjuk ke arah mana transformasi itu dilakukan, untuk apa dan oleh
siapa.19
Ilmu sosial yang dimaksud adalah ilmu sosial yang mampu mengubah
fenomena berdasarkan pada tiga hal, yaitu: cita-cita kemanusiaan, liberasi dan
transendensi. Cita-cita profetik tersebut dapat diderivikasikan dari misi historis
Islam sebagaimana terkandung QS. Ali „Imran ayat 10:
Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi
mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik (Q.S Al-Imran:110).
Nilai-nilai kemanusiaan, liberasi dan transendensi yang dapat digali
dari ayat tersebut bahwa: tujuan humanisasi adalah memanusiakan manusia, dari
proses dehumanisasi. Sedangkan liberasi adalah pembebasan manusia dari
kungkungan teknologi, pemerasan kehidupan, menyatu dengan orang miskin yang
tergusur oleh kekuatan ekonomi raksasa dan berusaha membebaskan manusia dari
belenggu yang kita buat sendiri.Selanjutnya transendensi adalah menumbuhkan
dimensi transcendental dalam kebudayaan, berserah diri kepada kebesaran Tuhan.
Kuntowijoyo menekankan pada nilai transendensi yang harus menjadi
dasar dari unsur kemampuan kritis ilmu sosial dan nilai-nilai agama, itu
menunjukan pusat perhatian Kuntowijoyo terhadap signifikasi agama dalam
proses teori building dalam ilmu sosial. Melalui transendensi, ilmu sosial

19
Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi, (Bandung: Mizan, 1991), 1.

16
pprofetik hendak menjadikan nilai-nilai agama sebagai bagian penting dalam
proses membangung peradaban. Ada tiga unsur penting dalam ilmu sosial profetik
ini, yaitu :
Pertama, humanisasi yang merupakan interpretasi atas konsep amar
ma’ruf yang makna asalnya adalah menganjurkan atau menegakkan kebajikan.
Dalam ilmu sosial profetik, humanisasi mempunyai arti, memanusiakan manusia,
menghilangkan kebendaan, ketergantungan, kekerasan, dan kebencian dari
manusia.
Kedua, liberasi, merupakan hasil pemaknaan atau suatu interpretasi
terhadap konsep nahi mungkar. Liberasi dalam ilmu sosial profetik sesuai dengan
prinsip sosialisme. Liberasi dalam ilmu sosial profetik berpijak pada fenomena
sosio kemanusiaan dan peka terhadap bentuk diskriminasi, eksploitasi,
kemiskinan dan penindasan yang memiskinkan rakyat dengan kebijakan yang
timpang. Disitulah proyek liberasi bergerak.
Ketiga, transendensi, yang merupakaan konsep yang di derivikasikan
dari tu’minunna bi Allah (Beriman Kepada Allah). Transendensi hendak
mencipatakan nilai-nilai transendental (Kimanan) sebagai bagian penting dari
proses membangun peradaban. Transendensi menempatkan agama pada
kedudukan yang sangat sentral dalam ilmu sosial profetik. Ekses-ekses negatif
yang ditimbulkan oleh modernisasi mendorong terjadinya gairah untuk
menangkap kembali alternatif yang ditawarkan oleh agama untuk menyelesaikan
persoalan kemanusiaan.20
Setiap upaya dalam memahami parameter perubahan pada
zaman modern tentu saja harus mengakui signifikasi dasar dari aspek
perluasan sistem sosial di dalam ruang dan waktu, dimana historitas dan
de-rutinitas merupakan dua unsur penting perluasan tersebut kesadaran
akan sejarah sebagai gerak maju perubahan bukan sebagai pengesah
ulangan tradisi secara terus menerus, ketersediaan contoh yang
terpoposisikan secara berbeda dalam ruang atau waktu bagi proses-proses

20
Dr.syarifuddin jurdi, Sosiologi Nusantara: memahami sosiologi integralistik (Jakarta: Kencana
Prenada media,2013)Hal. 128

17
transformasi yang sedang berlangsung, pada dasarnya mengubah kondisi
reproduksi sosial dalam masyarakay kontemporer.21
Salah satu syarat kehidupan manusia yang teramat penting adalah
keyakinan, yang oleh sebagian orang dianggap menjelma sebagai agama.Agama
ini bertujuan untuk mencapai kedamaian rohani dan kesejahteraan jasmani.Untuk
mencapai kedua ini harus diikuti dengan syarat yaitu percaya dengan adanya
Tuhan Yang Maha Esa.
Agama Islam memiliki konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan,
kemasyarakatan, kenegaraan, perekonomian dan lain-lain. Konsep dasar tersebut
memberikan gamabaran tentang ajaran yang berkenaan dengan: hubungan
manusia dengan manusia atau disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan.
Seluruh konsep kemasyaraktan yang ada bertumpu pada satu nilai, yaitu saling
menolong antara sesama manusia. Sebagaimana yang termaktub dalam Surat al-
Maidah ayat 2:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar
syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan
(mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan
jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang
mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannyadan apabila kamu telah
menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali
kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu
dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya (Q.S al-Maidah:2).
Perubahan sosial yang dikehendaki ajaran Islam adalah perubahan
yang memiliki dan mengutamakan nilai-nilai, yaitu perubahan dari suatu yang
kurang baik menjadi baik atau yang baik menjadi lebih baik dan segala bentuk
perubahan yang terjadi di berbagai bidang harus sesuai dengan norma-norma
ajaran Islam.

21
KI H. Ashad Kusuma Djaya, Islam bagi Kaum tertindas: Kerangka pembebasan Kaum
Mustadl’afin dari teologi ke sosiologi (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2016) Hal.166

18
Menurut Tjokroaminoto, Sosialisme sesuai tujuan islam bertujuan
untuk melaksanakan kedamaian dan keselamatan berdasarkan pada tafsir makna
islam yang memiliki empat makna utama :
1. Aslama yang bermakna ketundukan. ketundukan harus
diutamakan kepada Allah,Rasul, dan para nabi serta pemimpin
islam.
2. Salima yang bermakna keselamatan. Dalam hal ini keselamatan
didunia dan akhirat. Apabila setiap Muslim menjalankan ajaran
islam secara sunggu-sungguh.
3. Salmi yang bermakna kerukunan. Kerukunan harus
dilaksanakan dan di implementasikan diantara sesama Muslim.
4. Sulami yang bermakna tangga. Stiap muslim yang menjalankan
ajaran islam dengan sungguh-sungguh haruslah melalui
tingkatan-tingkatan yang bermakna keselarasan dunia dan
akhirat sebagai simbol menuju kesempuranaan hidup.
Berdasarkan keempat makna islam tersebut, Tjokroaminoto
menggagaskan dua prinsip utama Sosialisme Islam atau Sosialisme cara islam
yakni kedermawanan islami dan persaudaraan islam.22
Sebagai upaya reproduksi sosial, penelitian sosial dalam sosiologi islam
bagi masyarat di arahkan untuk menciptakan peluang-peluang baru yang lebih
membebaskan manusia dari problematika-problematika kontemporer yang di
hadapinya. Tidak ada bentuk baku yang dipastikan menjadi model universal yang
bisa diterapkan sepanjang waktu dan disemua tempat. Penelitian sosial seperti ini
ibarat belajar sepanjang hayat sebagaiman pesan nabi,: Tuntutlah Ilmu dari
ayunan sampai liang lahat.23

Melihat fungsi agama yang begitu penting dalam kehidupan manusia,


maka seyogyanya manusia memahami dan mengamalkan keyakinan
keberagamaannya dengan sepenuh hati. Agar fungsi agama tersebut dapat kita

22
Dr.syarifuddin jurdi, Sosiologi Nusantara: memahami sosiologi integralistik (Jakarta: Kencana
Prenada media,2013)Hal. 118
23
KI H. Ashad Kusuma Djaya, Islam bagi Kaum tertindas: Kerangka pembebasan Kaum
Mustadl’afin dari teologi ke sosiologi (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2016) Hal 154

19
rasakan dalam hidup bermasyarakat di era modern seperti saat ini. Seperti halnya
masyarakat Madura yang menjadi sorotan penulis saat ini, nampaknya masyarakat
madura yang mayoritas beragama Islam, belum sepenuhnya memahami dan
mengamalkannya, sebagian masyarakat memahami agama itu hanyalah sebagai
ritualitas saja, urusan akhirat saja, bahkan ada yang berasumsi bahwa
kesejahteraan dibidang ekonomi itu merupakan kesenangan dunia, dan tidak ada
hubungannya dengan akhirat.
Pada dasarnya dalamdiri manusia telah ada sejumlah potensi untuk memberi arah
dalam kehidupan manusia. Potensi tersebut antara lain :
1) Hidayat Al-Ghaziyyat (naluriah)
2) Hidayat Al-Hissyyat (indrawi)
3) Hidayat Al-Aqliyyat (nalar)
4) Hidayat Al-Dinniyyat (agama)

Melalui pendekatan ini, maka agama Islam sudah menjadi potensi fitrah yang
dibawa sejak lahir. Berdasarkan pendekatan ini, maka pengaruh agama dalam
kehidupan individu adalah memberi kemantapan batin, rasa bahagia, rasa
terlindung, rasa sukses dan rasa puas. Perasaan positif ini lebih lanjut akan
menjadi pendorong untuk berbuat. Agama dalam kehidupan individu selain
menjadi motivasi dan nilai etik juga merupakan harapan. 24
Agama Islam berpengaruh sebagai motivasi dalam mendorong individu
untuk melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan yang dilakukan dengan latar
belakang keyakinan agama dinilai mempunyai unsur kesucian, serta ketaatan.
Keterkaitan ini akan memberi pengaruh diri seseorang untuk berbuat sesuatu.
Sedangkan agama sebagai nilai etik dan sebagi petunjuk bagi manusia karena
dalam melakukan sesuatu tindakan seseorang akan terikat kepada ketentuan antara
mana yang boleh dan mana yang tidak boleh menurut ajaran agama yang
dianutnya. Ajaran agama Islam mendorong penganutnya untuk berbuat kebaikan,
al-Qur‟an sebagi kitab suci dan sumber ajaran Islam berfungsi sebagai pedoman
dan petunjuk bagi kehidupan manusia.

24
http://ejournal.stainpamekasan.ac.id/index.php/islamuna/article/view/1152/868

20
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Perilaku dan pola pikir manusia senantiasa mengalami perubahan. Hal ini di
sebabkan oleh beberapa faktor internal maupun eksternal, karena sesungguhnya
Tuhan mencipatakan manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa mengalami
perubahan. Akan tetapi perubahan inilah tidak selalu mulus dalam artian tidak selalu
mengandung nilai-nilai yang positif, di era globalisasi ini sudah banyak fakta yang
membuktikan bahwa perubahan terkadang mengarah pada nilai-nilai yang negatif,
maka dari itu manusia sebagai makhluk sosial harus mempunyai pondasi yang kokoh
agar supaya tidak terbawa arus perubahan yang negatif.
Satu-satunya pondasi untuk melindungi manusia dari arus perubahan itu
adalah keyakinan dan kepercayaan, yang dalam islam disebut dengan Iman. Disinilah
peran agama islam sangat penting dalam menghadapi fenomena kehidupan
manusia yang terus mengalami perubahan sosial yang semakin cepat, ditandai
dengan kemajuan yang terjadi di berbagai bidang yang pada tahap selanjutnya
memaksa masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan segala perubahan yang
terjadi

21
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth K. Notingham, agama dan masyarakat : suatu pengantar sosiologi


agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994)

Dede Mulyanto, Antropologi marx, Karl marx tentang masyarakat dan budaya
(Bandung: CV. Ultimus , 2011), Cet.1

Nur Cholis Madjid, islam keindonesiaan dan kemodernan (Mizan, 1987) Cet, 1

Nur Cholis Madjid, islam doktrin & peradaban: sebuah telaah kritis tentang
masalah keimanan, kemanusiaan dan kemodernan (Jakarta: Paramadina, 2005).
Cet ke 5
Harun Nasution, islam ditinjau dari berbagai aspeknya, b,24

Sir Hamilton A.R. GIBB, Islam dalam lintasan sejarah (Jakarta: BHRATA
KARYA AKSARA, 1983). Cet Ke 4

Agus salim, perubahan sosial: sketsa teori dan refleksi metodologi kasus
indonesia (Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 2002). Cet 1

Robert H. Lauer, prespektif tentang perubahan sosial (Jakarta: Bina Aksara,


1989). Cet 1

Dr. Elly M. Setiadi, Msi., Ilmu sosial dan budaya dasar (Jakrta:Kencana perdana,
2009). Cet 5.

Peter Burke, sejarah dan teori sosial (Jakarta: Yayasan Obor, 2003). Cet 2

Kuntowijoyo,A. E. Priyono, Paradigma islam: interpretasi untuk aksi(Bandung:


Mizan, 1991), e-book

Dr.syarifuddin jurdi, Sosiologi Nusantara: memahami sosiologi integralistik


(Jakarta: Kencana Prenada media,2013)Hal. 128
KI H. Ashad Kusuma Djaya, Islam bagi Kaum tertindas: Kerangka pembebasan
Kaum Mustadl’afin dari teologi ke sosiologi (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2016)

Dr.syarifuddin jurdi, Sosiologi Nusantara: memahami sosiologi integralistik


(Jakarta: Kencana Prenada media,2013)

http://ejournal.stainpamekasan.ac.id/index.p peran agama dalam transformasi


sosial

22
23
BIODATA

Nama: Umar Faruq


Tempat dan Tanggal Lahir: Lumajang, 16 November1996
Jenis Kelamin: Laki-Laki
Usia: 21 Tahun
Agama: Islam
Status: Mahasiswa
Alamat: Jln. Tanjung Harapan NO 54 GKB Gresik
Nomor Telepon: 085879450454
Email: UmankFaruq@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN
Formal
Tahun Pendidikan
2015 – 2018 Universitas Muhammadiyah Gresik
2011 – 2014 MAN Miftahul Ulum, Banyu Putih Kidul, Jatiroto,
Lumajang
2008 – 2011 MTS Miftahul Ulum, Banyu Putih Kidul, Jatiroto,
Lumajang
2002 – 2008 SDN 01 Sumber Wuluh, Lumajang

PENGALAMAN ORGANISASI EKSTERNAL HMI


Tahun Organisasi
2017 – 2018 Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Gresik
2017 - 2018 Ketua Flac Gresik
2016 - 2017 Co. Sosial Budaya HMJ Manajemen Mahasiswa
Universitas Muhammadiyah Gresik

24
INTERNAL HMI

Tahun Organisasi
2017 - 2018 Kabid KPP
2015 - 2017 Anggota

25

Anda mungkin juga menyukai