Anda di halaman 1dari 27

ESENSI AJARAN ISLAM TENTANG KHALIFAH FIL ARDH DAN

KEPEMIMPINAN

” Menemu kenali jati diri manusia yang otentik dalam mengemban tanggung
jawab sebagai khalifah fil ardh”

DISUSUN OLEH :
ALDI SAPUTRA
KOMISARIAT USHULUDDIN FILSAFAT DAN POLITIK
CABANG GOWA RAYA
Di Ajukan Sebagai Syarat Untuk Mengikuti
Intermediate Training (LK II) Tingkat Nasional
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
CABANG KENDARI 14 – 21 NOVEMBER 2019

i
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ...........................................................................................................1

C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3

A. Pengertian khalifah .........................................................................................................3

B. Manusia Sebagai Makhluk Ciptaan Tuhan Yang Sempurna ..........................................6

C. Peran Kader HMI Dalam Mengemban Tanggung Jawab Sebagai Khalifah Fil Ardh ..18

1. Memahami bahwa manusia merupakan khalifah Tuhan di Bumi ............................. 18

2. Memahami Bahwa Pada Fitrahnya Semua Manusia Adalah Baik ............................ 19

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 24

A. Kesimpulan ...................................................................................................................24

B. Saran .............................................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 26

CURICULUM VITAE............................................................................................................. 27

ii
2
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Alhamdulillah, Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT, Yang telah
memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya. Serta kekuatan dan kesehatan
untuk menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti
latihan kader II Himpunan Mahasiswa Islam di Kendari. Shalawat serta salam
semoga tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Sang revolusioner
sejati, manusia istimewa yang seluruh perilakunya layak untuk diteladani, yang
seluruh ucapannya adalah kebenaran, yang seluruh getar hatinya kebaikan.

Dengan semangat dan kegigihan serta arahan, bimbingan dari berbagai pihak
sehingga saya mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya, oleh karena itu pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, semangat, dan arahan
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya sangat mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak sebagai bahan pembelajaran atau penyempurnaan makalah ini. Saya
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi semua
pihak yang membutuhkan.

Gowa , 19 November 2019

Aldi Saputra

iii
3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Allah SWT menciptakan alam semesta dan menentukan fungsi-fungsi dari
setiap elemen alam ini. Pernyataan kita adalah apa sebenarnya fungsi manusia
dalam pentas kehidupan ini? Apakah hanya sama fungsinya dengan hewan
tumbuh-tumbuhan? Atau mempunyai fungsi yang lebih istimewa?
Agama islam mengajarkan bahwa manusia memiliki dua predikat, yaitu
sebagai hamba Allah („ Abdullah ) dan sebagai wakil Allah ( khalifatullah )
dimuka bumi. Sebagai hamba Allah, manusia adalah kecil dan tidak memiliki
kekuasaan. Oleh karena itu, tugasnya hanya menyembah kepadaNya dan pasrah
diri kepadaNya. Tetapi sebagai khalifatullah, manusia diberi fungsi sangat besar,
karena Allah maha besar maka manusia sebagai wakilNya dimuka bumi memiliki
tagging jawab dan otoritas yang sangat besar.
Sebagai khalifah, manusia diberi tanggung jawab pengelolaan alam smesta
untuk kesejahteraan umat manusia, karena alam semesta memang diciptakan
Tuhan untuk manusia. Sebagai wakil tuhan manusia juga diberikan otoritas
ketuhanan, menyebarkan rahmat tuhan, menegakkan kebenaran, membasmi
kebatilan, dan menegakkan keadilan. Sebagai hamba manusia adalah sesuatu yang
sangat kecil, tetapi sebagai khalifah allah, manusia memiliki fungsi yang sangat
besar dalam menegakkan sendi-sendi kehidupan dimuka bumi. Oleh karena itu
manusia dilengkapi tuhan dengan kelengkapan psikologis yang sangat sempurna,
akal, hati, syahwat dan hawa nafsu, yang sangat memadai bagi manusia untuk
menjadi makhluk yang terhormat dan mulia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah disampaikan diatas, terdapat adanya beberapa
yang menjadi titik permasalahan yang dapat dirumuskan dan akan dibahas dalam
makalah ini sebagai berikut :
1. Apa itu khalifah?
2. Dimana Letak Kesempurnaan manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan?
3. Bagaimana peran kader HMI dalam mengemban tanggung jawab sebagai khalifah
fil ardh?

41
C. Tujuan Penulisan

Sebagai referensi kita agar kita dapat mengetahui makna beserta arti subtansi dari
rumusan masalah tersebut dan sebagai persyaratan mengikuti Intermediate
Training Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Kendari.

25
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian khalifah
“Pemimpin” adalah “pengaruh”. Dari semua defenisi yang diberikan, ada
satu kata yang dapat menjembatani semua gambaran tentang “pemimpin” dan
“kepemimpinan”. Kata itu adalah “pengaruh” (influence). Pemimpin adalah
pengaruh. Sedangkan kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi orang.

Setiap manusia memiliki peran, yang dalam perspektif agama disebut


tugas kekhalifaan untuk menjalankan amanah Tuhan. Dalam bahasa hadis disebut
“tanggung jawab” : “setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin
bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya” (HR. Muslim). Karena setiap
orang memiliki peran, tugas, atau tanggung jawab, maka setiap orang punya
tujuan. Artinya, setiap orang baik secara personal maupun secara social terus
berinteraksi untuk mencapai tujuan. Karena adanya tanggung jawab personal dan
intraksi social ini, maka setiap orang memiliki pengaruh, baik bagi dirinya
ataupun bagi orang lain. Karena masing-masing punya kadar pengaruh bagi diri
sendiri maupun bagi orang lain, maka setiap orang adalah pemimpin.

Oleh sebab itu, seorang ayah, ibu, guru, dosen, ulama, ustadz, komandan,
presiden, ketua, bupati, motivator, senior, fasilitator, bahkan seorang pembantu
sekalipun disebut pemimpin. Karena seemuanya memiliki peran dan pengarh
terhadap seseorang atau sekelompok orang. Hanya saja, kadar kedalaman dan
keluasan pengaruhnya berbeda-beda.1
Seorang mungkin sangat berpengaruh bagi sebagian kecil orang saja.
Misalnya, ayah dan ibu punya pengaruh mendalam, tetapi hanya bagi anak-
anaknya. Mereka berdua pemimpin besar bagi keluarganya. Ada juga yang
pengaruhnyameliputi banyak orang. Katakanlah seorang imam, yang punya
pengaruh bagi sekelompok pengikut mazhabnya. Oleh sebab itu, semakin luas
pengaruhnya, semakin kuat kadar kepemimpinannya.

1
Said Muniruddin, Bintang ‘Arasy: Tafsir filosofis-Gnostik Tujuan HMI, (Banda Aceh,
Syiah Kuala University Press, 2014), hal.339

36
Dari ini dapat dipahami, sosok seperti Muhammad SAW adalah orang
paling luas, paling dalam, bahkan paling lama pengaruhnya. Dari ini dapat
disimpulkan, semua orang adalah pemimpin. Hanya saja kadar kepemimpinannya
berbeda-beda. Kemampuan mempengaruhi ditentukan oleh kekuasaaan,
kekuatan, daya yang dimiliki. Oleh sebab itu, kepemimpinan didefenisikan
sebagai kemampuan, proses atau seni mempengaruhi orang. Kepemimpinan akan
efektif ketika seseorang memiliki power yang efektif. Karena melalui power
seorang mampu menggerakkan, menggali visi, menginspirasi, mentransformasi,
mengangkat hati, memerintah, membimbing, menghukum atau membuat sesuatu
terjadi. Darimana power ini diperoleh? Ada lima sumber power:
- Legitimasi
- Paksaan
- Imbalan
- Kepakaran
- Akhlakul karimah
Semua power ini adalah untuk mempengaruhi kuat sekali sinar anda jika
mempunyai semuanya. Tetapi jarang seseorang memiliki segalanya. Menguasai
satu saja dapat menjadikan seseorang sebagai pemimpin. Seorang tiran misalnya,
hanya dengan memiliki kekuatan untuk memaksa menyebabkaan ia layak disebut
leader. Tetapi ia tidak layak disebut pemimpin sejati, karenaa mempengaruhi
orang hanya dengan paksaan.

“Akhlakul karimah’: Daya kepemimpinan Para Nabi.


Dalam konsepsi islam, akhlakul karimah merupakan sumber energi utama
untuk memimpin. Melalui akhlakul karimahsemua daya politis lainnya tunduk
kepada hukum-hukum ilahiyah. Kesetiaan pengikut karena nilai-nilai
ketauladanan lebih bersifat ideologis, dibandingkan pengaruh jabatan, paksaan,
dan uang yang malah melahirkan konstituen yang pragmatis dan avonturir.
Disebabkan tingginya nilai-nilai kebenaran (siddiq), kejujuran (amanah),
kecerdasan (fathanah), dan pengajaran (tabhligh) yang terkandung didalamnya
akhlakul karimah bernilai inspiratif, karismatik, dan memiliki keabadian efek

47
terhadap pengikut. Akhlakul karimah merupakan pondasi dari kepemimpinan
para nabi.2
Pemimpin lahir ketika menemukan sebuah keyakinan baru. Mentalitas
terbangun diatas system keyakinan Muhammad SAW. Lahir menjadi pemimpin
terbesar dalam sejarah umat manusia ketika ia menemukan sebuah system
keyakinan baru. Ketika orang-orang percaya tuhan itu banyak dan beranak. Ia
justru berdiri tegak dikeramaian dengan konsepsi satu Tuhan-Nya. Melalui
believe system ini ia berubah menjadi manusia paling berani, tidak sedikit pun
mundur dari tujuannya meskipun difitnah, dicaci, dilempar, dikucilkan, dianiaya,
diancam bunuh, dan dioerangi. Ia tetap menceramahi mereka “La ilaha illa
Allah”.3
Peradaban adalah fungsi kekhalifaan umat manusia. Kekhalifaan itu (yaitu
posisi manusia sebagai khalifah atau pengganti Tuhan dibumi), diberikan karena
manusia dikaruniai kemampuan mengenal dan memahami lingkungan hidupny,
dan tidak diberikan kepada malaikat meskipun mereka ini sangat religius. Dalam
pengertian diatas itu maka sebenarnya agama tetap bersifat kemanusiaan, kaarena
bertujuan menuntun manusia mencapai kebahagiaan. Tetapi ia bukanlah
kemanusiaan yang berdiri sendiri, melainkan kemanusiaan yang memancar dari
ketuhanan. Kemanusiaan itu diwujudkan justru dengan tidak membatasi tujuan
hidup manusia hanya kepada nilai-nilai sementara dalam hidup dibumi ini saja,
tetapi menembus langit, mencapai nilai-nilai tertinggi yang abadi di akhirat.
Umat terbaik yang digambarkan dalam surah Ali Imran ayat 110 dalam
bermasyarakat selalu mencerminkan sikap humanisme. Ada tiga hal yang
menjadi modal utama agar terbentuknya good sivilation agar sebagaimana
dijelaskan dalam ayat tersebut;4
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik dari mereka;
diantara mereka adaa yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang
yang fasik (QS. Ali Imran : 110)”.

2
Ibid,hal.344
3
Ibid,hal.375
4
Nurcholis Madjid, Islam doktrin dan peradaban, (Jakarta, paramadina, 1998), hal.10

58
B. Manusia Sebagai Makhluk Ciptaan Tuhan Yang Sempurna
Ajaran islam kita tempatkan pada tempat yang paling baik. Dan apa
yang tidak cocok dengannya kita taruh dalam nilai di bawahnya. Karena islam itu
yang paling baik, maka kita selalu mengidentikkan pendapat islam. Dan karena
kenyataan ide-ide islam dibilang kemasyarakatan belum dikembangkan, maka
sikap bahwa islam adalah seperti yang saya ucapkan, mengakibatkan beberapa
sikap berfikir yang salah sebagai lanjutan-lanjutan: Muslim merasa benar sendiri,
bahkan secara emosianal; muslim yang menginsyafi kurangnya pengembangan
ide-ide islam dan berusaha mengembangkannya. 5
Konsep manusia dalam islam dapat diambil dari ayat Al-Qur‟an dan
hadits. Menurut surah Al-Muminun ayat 12-16, manusia diciptakan Allah dari
intisari tanah yang dijadikan nuthfah dan disimpan ditempat yang kokoh.
Kemudian nuthfah itu dijadikan darah beku, darah beku itu dijadikan mudghah,
mughah dijadikan tulang, tulang dibalut dengan daging yang kemudian dijadikan
Allah makhluk lain. Surah Al-Sajadah ayat 7-9 selanjutnya menjelaskan bahwa
setelah kejadian manusia dalam kandungan mengambil bentuk, ditiupkan Allah
kedalamnya ruh dan dijadikannya pendengaran, penglihatan dan perasaan. Hadis
ini diriwayatkan bukhari dan muslim menyataakaan bahwa ruh dihembuskan Allah
SWT. Kedalam janin setelah ia mengalami perkembangan 40 hari nuthfah, 40 hari
darah beku dan 40 hari mudghah.
Dari ayat dan hadis tersebut diats jelas kelihatan bahwa manusia
tersusun dari dua unsur, materi dan inmateri, jasmani dan ruhani. Tubuh manusia
berasal dari tanah dan ruh atau jiwa berasal dari substansi tanah dan ruh atau jiwa
akan pulang kea lam ghaib.
Tubuh mempunyai daya-daya fisik atau jasmani, yaitu mendengar,
melihat, merasa, meraba, mencium, dan daya gerak baik ditempat, seperti
menggerakkan tangan, keoala, kaki, mata, dan sebagainya, maupun pindah tempat,
seperti pindah tempat duduk, keluar rumah dan sebagainya.
Dalam pada ruh atau jiwa itu yang juga disebut al-nafs mempunyai dua
daya: daya berfikir yang disebut akal yang berpusat dikepala dan daya rasa yang
berpusat di kalbu yang berpusat pada dada.6

5
Ahmad Wahid, Pergolakan pemikiran islam, (Jakarta, democracy project, 2012), hal. 6
6
Harun Nasution, Islam rasional: Gagasan dan pemikiran, (Universitas Michigan,Mizan, 1995),
hal.54

6
9
Daya rasa yang berpusat didada dipertajam melalui ibadah shalat, puasa,
haji dan zakat, karena intisari dari semua ibadaah dalam islam ialah
mendekatkaan diri kepada Tuhan yang Mahasuci, Allah SWT. Yang maha suci
hanya didekati oleh ruh yang suci. Ibadah adalah latihan untuk menyucikan ruh
atau jiwa. Makin banyak seseorang beribadah secara ikhlas, makin suci pula ruh
atau jiwa. Daya piker atau akal yang berpusat dikepala dalam sejaraah islam
dipertajam oleh golongan cendekiawan dan filosof islam karena dorongan ayat-
ayat kauniah: ayat-ayat mengenai kosmos, yang mengandung perintah agar
manusia banyak memikirkan dan meneliti alam sekitarnya, ulama-ulama sulam
banyak melaksanakan perintah ini dan mengembara ke tempat-tempat jauh untuk
meneliti dan mencari pengetahuan bukan dalam bidang agama saja, tetapi juga
dalaam bidang-bidang lain.

Inilah hakikat manusia menurut ajaran islam. Manusia tersusun dari unsur
materi, yaitu tubuh yang mempunyai hayat dan unsur inmateri yaitu ruh yang
mempunyai dua daya: daya rasa didada dan daya pikir dikepala, daya rasa, jika
diasah dengan baik, mempertajam hati nurani, dan daya pikir jika dilatih,
mempertajam penalaran. Manusia adalah puncak ciptaan, merupakan makhluk
yang tertinggi, dia adalah wakil Tuhan dibumi.
Sesuatu yang membuat manusia menjadi manusia bukan hanya beberapa
sifat atau kegiatan yang ada padanya, melainkan suatu keseluruhan susunan
sebagai sifat-sifat dan kegiatan-kegiatan yang khusus dimiliki manusia saja yaitu:
Fitrah. Fitrah membuat manusia fitrah membuat manusia berkeinginan suci dan
secara kodrati cenderung kepada kebenaran (Hanief). Dlamier atau hati nurani
adalah pemancar keinginan kepada kebaikan, kesucian, dan kebenaran. Tujuan
hidup manusia ialah kebenaran yang Mutlak atau kebenaraan yang Terakhir,
yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Fitrah merupakan bentuk keseluruhan tentang diri
manusia yang secara asasi dan prinsipil membedakannya dari makhluk-makhluk
yang lain. Dengan memenuhi hati nurani, seseorang berada dalam fitrahnya dan
menjadi manusia sejati.7
Manusia dan Umat Manusia
Ketika menyebut “manusia” dalam bentuk tunggal, Al-Qur‟an menyoroti
tentang anugerah dan rahmat tuhan kepada setiap individu, seperti potensi

7
ibid, hal.55

7 10
intelektual daan bahasa. Dan kelengkapan-kelengkapan fisik yang bermanfaat
bagi pengembangan kehidupan dunia. Akan tetapi, Al-Qur‟an juga menekankan
keterbatasan manusia untuk mampu menjadi pribadi yang seimbang yang tidak
terjatuh dalam salah satu kutub ekstrim, yakni kesombongan dan keputusasaan8.
Di antara kelemahan psikologis dan intelektual manusia, al-qur‟an menyebut
sikap tidak sabar, mudah berubah sikap, tidak mantap, dan tidak konsisten, tidak
adil dan tidak mau bersyukur, suka berdebebat, serakah, serta mudah cemas dan
putus asa. Ayat-ayat lain yang berhubungan dengan manusia berbicara tentang
asaal-usul dan penciptaannya, kesulitan-kesulitan hidup, dan tanggung jawab
pribadi.
Di dalam al-qur‟an manusia diarahkan pada nilai-nilai moral yang
didukung oleh akal sehat, seperti berbakti kepada kedua orang tua dan manusia
diingatkan untuk mengatasi kelemahannya yang dapat dimanfaatkan oleh setan.
Akal harus digunakan dan tidak diabaikan. Dalam semua hal ini, al-Qur‟an
berurusan dengan perseorangan tanpa melihat kelamin, etnis, keyakinan,
masyarakat, kelas ataupun pendidikan, dalam rangka membangun dasar yang
kokoh bagi komunikasi dan interaksi.
Umat manusia dalam bentuk jamak diseru untuk tetap selamanya sadar
bahwa mereka semuanya setara karena mereka berakar dari asal-usul yang satu,
apakah mereka pria atau wanita, dan apa pun kebangsaan, asal etnis maupun
kesukuannya. Keragaman masyarakat dan budaya manusia seharusnya
mengarahkan setiap orang untuk mengakui keberadaan orang lain dan saling
mengenal dengan baik satu sama lain.9
Pada umumnya binatang memiliki kemampuan melihat dan mengenal
dirinya sendiri dan dunia sekitarnya. Dan dengan berbekal pengetahuan yang
didapat dari melihat dan mengenal ini, binatang berupaya mendapatkan apa yang
diinginkannya, seperti binatang lainnya, manusia juga memiliki banyak
keinginan, dan dengan bekal pengetahuan dan pengertiannya, manusia berupaya
mewujudkan keinginannya. Manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya

8
Mohamed fathi Osman, Islam, Pluralisme dan Toleransi Keagamaan, (Jakarta, Democracy project,
2012),Hal.14
9
Ibid, hal.15

8
11
bedanya adalah manusia lebih tahu, lebih mengerti, dan lebih tinggi tingkat
keinginannya.10

Kehidupan manusia dinyatakan dalam kerja atau amal perbuatannya.


Nilai-nilai tidak dapat dikatakan hidup dan berarti sebelum menyatakan diri
dalam kegiatan-kegiatan amaliah yang kongkrit. Nilai hidup manusia tergantung
kepada nilai kerjanya. Di dalam dan melalui amal perbuatan yang
berperikemanusiaan, manusia mengecap kebahagiaan, dan sebaliknya di dalam
dan melalui amal perbuatan yang tidak berperikemanusiaan ia menderita
kepedihan.
Hidup yang penuh dan berarti ialah yang dijalani dengan sungguh-
sungguh dan sempurna, yang di dalamnya manusia dapat mewujudkan dirinya
dengan mengembangkan kecakapan-kecakapan dan memenuhi keperluan-
keperluannya. Manusia yang hidup berarti dan berharga ialah dia yang merasakan
kebahagiaan dan kenikmatan dalam kegiatan-kegitan yang membawa perubahan
ke arah kemajuan baik yang mengenai alam maupun masyarakat yaitu hidup
berjuang dalam arti yang seluas-luasnya. Dia meliputi oleh semangat mencari
kebaikan, keindahan, dan kebenaran. Dia menyerap segala sesuatu yang baru dan
berharga sesuai dengan perkembangan kemanusiaan, dan menyatakan dalam
hidup berperadaban dan berkebudayaan. Dia adalah aktif, kreatif dan kaya akan
kebijaksanaan. Dia berpengetahuan luas, berpikiran bebas, berpandangan lapang
dan terbuka, bersedia mengikuti kebenaran dari mana pun datangnya. Dia adalah
manusia toleran dalam arti kata yang benar, penahan amarah dan pemaaf.
Keutamaan itu merupakan kekayaan kemanusiaan yang menjadi milik daripada
pribadi-pribadi yang senantiasa berkembang dan selamanya tumbuh ke arah yang
lebih baik.

Seorang manusia sejati (Insan Kamil) ialah yang kegiatan mental dan
fisiknya merupakan suatu keseluruhan. Kerja jasmani dan kerja rohani bukanlah
dua kenyataan yang terpisah. Malahan dia tidak mengenal perbedaan antara kerja
dan kesenangan. Dia berkepribadian, merdeka, memiliki dirinya sendiri,
menyatakan keluar corak perorangaannya dan mengembangkan kepribadian dan

10
Murtadha Muthahhari, Manusia dan alam semesta, (Jakarta, Lentera, 2002), hal.5

9
12
wataknya secara harmonis. Dia tidak mengenal perbedaan antara kehidupan
individual dan kehidupan komonal, tidak membedakan antara dia sebagai
perorangan dan sebagai anggota masyarakat. Hak dan kewajiban serta kegiatan-
kegiatan untuk dirinya adalah juga sekaligus untuk sesama umat manusia.
Baginya tidak ada pembagian dua antara kegiatan-kegiatan rohani dan jasmani,
pribadi dan masyarakat, agama dan politik ataupun dunia dan akhirat. Semua di
manifestasikan dalam suatu kesatuan kerja yang tunggal pancaran niatnya, itu
mencari kebaikan, keindahan, dan kebenaran. 11

Dia adalah seorang yang iklas, artinya seluruh amal perbuatannya benar-
benar berasal dari dirinya sendiri dan merupakan pancaran langsung dari
kecenderungannya yang suci dan murni. Suatu pekerjaan dilakukan karena
keyakinan akan nilai pekerjaan itu sendiri bagi kebaikan dan kebenaran, bukan
karena hendak memperoleh tujuan lain yang nilainya lebih rendah (pamrih).
Kerja yang ikhlas mengangkat nilai kemansiaan pelakunya dan memberinya
kebahagiaan. Hal itu akan menghilangkan sebab-sebab suatu jenis pekerjaan
ditinggalkan dan kerja amal akan menjadi kegiatan kemanusiaan yang paling
berharga. Keikhlasan adalah kunci kebahagiaan hidup manusia, tidak ada
kebahagiaan sejati tanpa keikhlasan dan keikhlasan selalu menimbulkan
kebahagiaan.
Hidup secara fitrah ialah bekerja secara ikhlas yang memancar dari hati
nurani yang hanief dan suci.12
Kesatuan Pendidikan Qalbiah dan ‘Aqliah
Sesuai dengan konsep manusia yang disebut diatas, Al-Qur‟an berbicara
kepada akal dan hati manusia. Kepada akal diperintahkan untuk berfikir, selain
melalui ayat-ayat kosmos, juga melalui ajaran-ajaran yang argumentasinya terdapat
dalam Al-Qur‟an. Hal inilah yang membuat penulis perancis Edward montet
menyatakan: “Islam adalah agama yang pada dasarnya rasionalistis dalam arti
seluas-luasnya. Rasionalistis dalam arti system yang berdasarkan keyakinan-
keyakinan pada prinsip-prinsip yang ditunjang oleh rasio”.

11
Harun Nasution, Islam rasional: Gagasan dan pemikiran, (Universitas Michigan,Mizan, 1995),
hal.56
12
Ibid, hal.57
10
13
Kepada hati, Al-Qur‟an berbicara selain melalui ibadah juga melalui
ajaran-ajaran moral yang juga terdapat di dalam hadis. Ajaran yang di bawa Al-
Qur‟an, menurut Tor Andre, seorang penulis Barat, mempunyai corak social yang
jelas. Yang terpenting di antaranya adalah kemurahan hati dan kesediaan menolong
orang, serta hormat dan berterima kasih kepada orang tua, sikap damai, sikap tidak
kikir, tidak melakukan zina, tidak bersumpah palsu, tidak tuli dan buta terhadap
teguran-teguran untuk kebaikan, menjadi teladan yang baik bagi manusia dan cinta
sesame manusia. Karena itu, peradaban islam tidaklah berdasar hanya pada
penalaran akal tetapi juga pada hati nurani dengan budi pekerti luhur dan akhlak
mulia.
Nabi Muhammad sendiri disebut Al-Qur‟an mempunyai budi pekerti yang
mulia dan beliau sendiri menerangkan dirinya datang hanya untuk
menyempurnakan budi pekerti luhur di permukaan bumi. Pada tempatnyalah kalau
Montgomery Watt, seorang penulis Inggris, menggambarkan bahwa Nabi bukan
hanya pemimpin yang membawa perubahan dan perbaikan di dalam bidang social
tetapi juga pemimpin yang mengubah dan memperbaiki akhlak umat yang
dipimpinnya.13
Kalau kita perhatikan riwayat hidup beliau, maka akan tampak pada
periode Makkah, yang merupakan hampir setengah dari masa kepemimpinan
beliau sebagai Rasul, dipergunakan untuk membina keruhanian para pengikut
beliau. Maka timbullah sahabat-sahabat yang kuat kuruhaniaannya dan suci hati
nuraninya. Yang termahsyur di antara mereka adalah Abu Bakar, „Umar bin
Khaththab, „Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abu Dzar Al-Ghifari, dan lain-
lain.
Pada periode Madinah-lah baru beliau memikirkan kematerian, tetapi
kemajuan-kemajuan yang beliau peroleh tidak membuat umat yang beliau pimpin
hanyut dalam kemenangan-kemenangan itu. Demikian pula setelah beliau wafat
kemenangan-kemenangan yang gemilang diperoleh di bawah pimpinan Khalifah
yang empat, terutama „Umar bin Khaththab, tetap membuat mereka dalam
keadaan sedia kala. Sebagai mana diketahui, Dunia Islam cepat meluas ke daerah
di luat Semenangjung Arab, seperti Palestina, Mesopotamia, Suriah, Persia, dan
India di Asia, Mesir dan Afrika Utara serta Spanyol dan Eropa. Kekayaan

13
Ibid, hal.58

11
14
melimpah pada mulanya mengalir ke Madinah, kemudian ke Damsyik, dan
selanjutnya ke Baghdad. Tetapi pendidikan agama ditanamkan Nabi Muhammad di
Mekkah dan yang membuat hati nurani mereka menjadi suci amat besar artinya
dalam menghadapi perubahan-perubahan besar yang membawa kemenangan-
kemenangan dan kekayaan-kekayaan itu.
Demikianlah konsep manusia dalam sejarah islam dan demikianlah hasil
pendidikan yang dijalankan Nabi Muhammad dan para sahabat pada zaman
permulaan islam. Pendidikan qalbiah, untuk mempertajam daya rasa melalui
ibadah, dan pendidikan ‘aqliah, melalui penalaran, tetap merupakan satu kesatuan
bahkan sesudah zaman nabi dan zaman sahabaat. Pendidikn qalbiah berlaku
dirumah dan di kuttab semasa anak didik masih kanak-kanak. Kurikulum yang
diberikan pada mereka adalah membaca dan menulis bahasa Arab, membaca dan
menghafal Al-Qur‟an, hadis, ibadah dan sebagainya. Selain dari itu ada pula orang
yang berkunjung keulama-ulama besar untuk memperdalam ilmu yang mereka
tekuni, apakah itu ilmu agama ataupun sains.14
Konsep manusia terdapat dalam masyarakat Indonesia sebenarnya sama
dengan konsep yang diajarkan islam. Dalam masyarakat kita terdapat konsep cipta,
rasa, dan karsa. Cipta adalah akal dan rasa adalah qalbu. Maka dalam system
pendidikan nasional kita, pendidikan agama perlu mendapat tempat yang sama
pentingnya dengan pendidikan sains. Jika tidak, tujuan membina manusia
seutuhnya tidak akan tercapai kesenjangan yang ada antara ulama agama dan
ulama sains, akan tidak dapat diatasi dan mungkin terjadi pula apa yang
diramalkan I.H. Quraishi diatas, yaitu kehancuran masyarakat yang memakai
system pendidikan yang bersandar pada konsep barat bahwa manusia tersusun dari
unsur materi dan unsur akal saja, tanpa adanya unsur ruh.
Istilah “hati nurani” mengandung makna esensi manusia yang amat
penting, yaitu esensi kebaikan, disebabkan adanya sesuatu dalam diri manusia
yang bersifat cahaya yang menerangi jalan ke arah kebenaran, ini adalah
kelanjutan fitrah, seperti di firmankan dalam kitab suci, maka luruskanlah dirimu
kepada agama (yang benar), mengikuti kecenderungan kepada kebenaran, sesuai
dengan fitrah Allah yang telah menciptakan manusia dalam fitrah itu. Tidak boleh
adaa perubahan dalam sesuatu yang diciptakan Tuhan. Itulah agama yang lurus,

14
Ibid, hal.58

12
15
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. Al-Rum:30:30). Fitrah atau
kejadian asal yang suci pada manusia itulah yang memberinya “kemampuan
bawaan lahir dan intuisi untuk mengetahui benar dan salah, sejati dan palsu, dan
dengan begitu, merasakan kehadiran Tuhan dan keesaan_Nya.
Yang paling dalam pada hati nurani itu ialah kerinduan kepada kebenaran,
yang dalam bentuk tertingginya ialah hasrat bertemu tuhan dalam semangat
berserah diri kepada-Nya. Inilah alam, tabiat atau fitrah manusia. Alam manusia ini
merupakan wujud perjanjian primordial antara Tuhan dan manusia. Maka sikap
berserah diri kepada tuhan itulah jalan lurus menujun kepada-Nya. Karena sikap
itu berada dalam lubuk hati yang paling dalam pada diri manusia sendiri, menerima
jalan lurus itu bagi manusia adalah sikap yang paling fitri, alami, dan wajar.15
Jadi berislam bagi manusia adalah sesuatu yang alami dan wajar. Berislam
menghasilkan bentuk hubungan yang serasi antara manusia dan alam sekitar,
karena alam sekitar ini semuanya telah berserah diri serta tunduk patuh kepada
Tuhan secara alami pula. Sebaliknya, tidak berserah diri kepada Tuhan bagi
manusia adalah tindakan yang tidak alami. Manusia harus mencari kemuliaan
hanya pada Tuhan, dan bukannya pada yang lain. Berislam sebagai jalan
mendekati Tuhan itu ialah dengan berbuat baik kepada sesama manusia, disertai
sikap meninggalkan tujuan hidup kepada-Nya, tanpa kepada yang lain apapun
juga.
Karena keMaha Esaan dan kemutlakan-Nya, wujud Tuhan adalah wujud
kepastian. Justru Tuhanlah satu-satunya wujud yang pasti. Semua selain tuhan
adalah wujud tak pasti, yang nisbi. Termasuk manusia sendiri betapapun tingginya
kedudukan manusia sebagai puncak ciptaan Tuhan. Maka sikap kemutlakan nilai
manusia, baik yang dilakukan oleh seseorang kepada dirinya sendiri maupun
kepada orang lain, adalah bertentangan dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa,
atau tauhid, monoteisme. Beribadat kepada Tuhan yang tulus harus diikuti dengan
meniadakan sikap memutlakan sesame makhluk, termasuk manusia. Makhluk,
pada umumnya, dan manusia, pada khususnya, yang mengalami pemutlakan itu,
disebut thagbut, yang berarti tiran, dan makhluk atau orang itu akan menjelma
menjadi nidd (jamak: andid, saingan Tuhan atau tuhan-tuhan palsu).

15
Nurcholis Madjid, Islam doktrin dan peradaban, (Jakarta, paramadina, 1998), hal. o

13
16
Maka setiap bentuk pengaturan hidup social manusia yang melahirkan
kekuasaan mutlak adalah bertentangan dengan jiwa tauhid, ketuhanan yang Maha
Esa, atau monoteisme. Peraturan hidup dengan menciptakan kekuasaan mutlak
pada sesama manusia adalah tidak adil dan tidak beradab. Sikap yang pasrah
kepada Tuhan, yang memutlakkan Tuhan dan tidak sesuatu yang lain,
menghendaki tatanan social terbuka, adil, dan demokratis. Inilah yang telah
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, yang keteladannya diteruskan kepada
khalifah yang bijaksana sesudahnya.
Salah satu kelanjutan logis prinsip ketuhanan itu ialah paham persamaan
manusia. Yakni seluruh umat manusia, dari segi harkat dan martabat asasinya,
adalah sama. Tidak seorang pun dari sesama manusia berhak merendahkan atau
menguasai harkat dan martabat maanusia lain, misalnya dengan memaksakan
kehendak dan pandangannya kepada orang lain. Bahkan seorang utusan Tuhan
tidak berhak melakukan pemaksaan itu, seorang Tuhan mendapaat tugas, hanya
untuk menyampaikan kebenaran kepada umat manusia, bukan untuk memaksakan
kebenaran kepada mereka. 16
Berdasarkan prinsip-prinsip itu, masing-masing manusia meng-asumsikan
kebebasan dari pribadinya. Dengan kebebasan itu manusia menjadi makhluk
moral, yakni makhluk yang bertaanggung jawab sepenuhnya atas segala perbuatan
yang dipilihnya dengan sadar, yang saleh maupun yang jahat. Tuhan yang tetap
memberi kebebasan kepada manusia untuk menerima atau menolak petunjuk-Nya,
tentu saja dengan risiko yang harus ditanggung manusia sendiri sesuai dengan
pilihannya itu. Justru manusia mengada melalui dan didalam kegiatan amalnya.
Dalam amal itulah manusia mendapatkan eksistensi dan esensi dirinya, dan
didalam amal yang ikhlas manusia menemukan tujuan penciptaan dirinya, yaitu
kebahagian karena pertemuan dengan Tuhan, dengan mendapatkan ridha-Nya.
Hubungan antar manusia yang demokratis itu juga menjadi keharusan
dalam tatanan hidup manusiaa, karena pada diri manusia terdapat kekuatan dan
kelemahan sekaligus. Kekuatannya diperoleh karena hakikat kesucian asalnya
berada dalam fitrah, yang membuatnya senantiasa berpotensi untuk benar dan baik,
dan kelemahannya diakibatkan oleh kenyataan bahwa ia diciptakan Tuhan sebagai
makhluk yang lemah, tidak tahan menderita, pendek pikiran, dan sempit

16
Ibid, hal.67

14
17
pandangan, serta gampang mengeluh. Manusia dapat meningkat kekuatannya
dalam kerjasama, dan dapat memperkecil kelemahannya juga melalui kerjasama.
Karena itu manusia menemukan kekuatan sosialnya dalam persatuan dan
penggalangan kerjasama.
Karena manusia makhluk fitrah, manusia harus berbuat fitri (suci asasi)
kepada yang lain. Salah satu sikap fitri ialah mendahulukan baik saangka kepada
sesama. Sebaliknya, sebagian dari prasangka sendiri adalah kejahatan, karena tidak
sejalan dengan asas kemanusiaan yang fitri. Lagi pula prasangka tidak akan
membawa seseorang kepada kebenaran. Karena itu setiap orang harus mampu
menilai sesamanya secara adil, dengan memberikan kepadanya apa yang menjadi
haknya. Rasa keadilan adalah sikap jiwa yang paling diridhoi Tuhan, karena rasa
keadilan itu paling mendekati realisasi pandangan hidup yang bertaaqwa kepada-
Nya. 17
Segi kemanusiaan itu juga dapat didekati dari sudut kenyataan bahwa
agama juga dinamakan fitrah yang diwahyukan untuk menguatkan yang sudah ada
pada manusia secara alami. Karena itu seruan kepada manusia untuk menerima
agama yang benar dikaitkan dengan fithrah (penciptaan) Allah, yang atas fitrah itu
manusia diciptakan. Dari sudut pandangan manusia sendiri, merupakan wujud
nyata dari kecenderungan alaminya untuk mencari kebaikan dan kebenaran (hanif).
Karena itu, sebagaimana nilai kemanusiaan tidak mungkin bertentangan
dengan nilai keagamaan, demikian pula nilai keagamaan mustahil berlawanan
dengan nilai kemanusiaan. Agama tidak dibuat sebagai penghalang bagi
kemanusiaan. Maka sesuatu yang sejalan dengan nilai kemanusiaan tentu akan
bertahan dibumi, sedangkan yang tidak sejalan tentu akan sirna. Agama berasal
dari Tuhan, tetapi untuk kepentingan manusia sendiri. Manusia harus berbuat baik
demi memperoleh perkenaan Tuhan, dan justru dengan cara berusaha memperoleh
perkenan aatau ridha Tuhan itu manusia berbuat sebaik-baiknya untuk dirinya
sendiri.
Maka sementara Tuhan tidak perlu kepada manusia, tetapi manusia, demi
kemanusiannya sendiri, memerlukan ridha Tuhan. Apresiasi sejati nilai ketuhanan
dengan sendirinya menghasilakn apresiasi sejati nilai kemanusiaa. Tidak adanya

17
Ibid, hal.68
15
18
salah satu dari dua aspek itu akan membuat aspek lainnya palsu, tidak sejati.
Ketuhanan tanpa kemanusiaan tanpa ketuhanan adalah bagaikan fatamorgana.
Jika kita kembali ke penuturan metaforik tentang Adam, maka
sesungguhnya manusia diberi kebebasan sepenuh-penuhnya untuk menempuh
hidup ini, namun dengan cara begitu rupa sehingga tidak melanggar norma-norma
yang lebih tinggi Adam dan hawa, dalam lingkungan kebun diberikan kebebasan
untuk memakan buah-buahan kebun itu dengan leluasan dan sekehendak hati
mereka, namun dilarang mendekati sebuah pohon tertentu.
Prinsip pertama menegaskan adanya kebebasan dasar dalam menempuh
hidup ini dikaruniakan Allah kepada umat manusia. Dengan batasan atau larangan
tertentu yang harus dijaga. Sedangkan prinsip kedua menegaskan bahwa manusia
dilarang menciptakan agama, termasuk system ibadat dan tatacaranya, karena
semuanya itu adalah hak mutlak Allah dan para Rasul-Nya yang ditugasi
menyampaikan agama itu kepada masyarakat. Makaa sebagaimana melaraang
sesuatu yang dibolehkan adalah sebuah bid‟ah, menciptakan suatu cara ibadat
sendiri adalah juga sebuah bid‟ah.18

Agama dan Kemanusiaan


Tekanan kepada segi kemanusiaan dan agama ini menjadi semakin
relevan, bahkan mendesak, dalam menghadapi apa yang disebut era globalisasi,
yaitu zaman yang menyaksikan proses semakin menyatunya peradaban seluruh
umat manusia berkat kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi.
Barangkali peradaban umat manusia tidak akan menyatu secara total sehingga
hanya ada satu peradaban diseluruh muka bumi. Setiap tempat mempunyai
tuntutannya sendiri, dan tuntutan itu melahirkan pola peradaban yang spesifik
bagi masyarakat setempat. Tetapi jelas tidak ada cara untuk menghindarkan
dampak kemudahan berkomunikasi dan berpindah tempat, berupa kemestian
terjadinya interaksi dan saling mempengaruhi antara berbagai kelompok manusia.
Karena itu juga diperlukan adanya landasan keruhanian yang kukuh untuk secara
positif mempertahankan identitas, sekaligus untuk memantapkan pandangan
kemajemukan dan sikap positif kepada sesame manusia dan saling menghargai.

18
Ibid, hal.70

16
19
Berkenan dengan ini umat islam boleh merasa mujur, karena mereka
mewarisi peradaban yang pernah benar-benar berfungsi sebagai peradaban
global. Kosmopolitanisme islam telah pernah menjadi kenyataan sejarah, yang
meratakan jalan bagi terbentuknya warisan kemanusiaan yang tidak dibatasi oleh
pandangan-pandangan kebangsaan sempit dan parokialistik.
Mengingat situasi global umat manusia dalam kaitannya dengan persoalan
keagaamaan di zaman modern yang didominasi oleh barat dengan segala paham
yang berkembang sekarang ini, sikap penuh pertanyaan serupa itu adalah sangat
wajar. Tetapi jawab atas pertanyaan serupa itu kini barangkali menjadi sedikit
lebih muda, disebabkan oleh kemungkinan interpretasi dan konklusi dari
kenyataan bangkrutnya system eropa timur.
Mereka yang yakin kepada ajaran komunisme boleh jadi memang benar
telah berhasil membebaskan dirinya dan percaya kepada objek penyembahan
yang mengandung makna etimologis, antara lain objek sesembahan karena,
dalam pandangan mereka, menyembah akan berakibat perbudakan dan
perampasan kemerdekaan manusia. Namun ternyata mereka kemudian
terjerembab kedalam praktik penyembahan kepada objek-objek yang jauh lebih
membelenggu, lebih memperbudak, dan merampas lebih banyak kemerdekaan
mereka, yaitu para pemimpin yang bertindak tiranik dan otoriter. Apalagi para
pemimpin itu dianggap personifikasi ajaran suci, sehingga wajar sekali ajaran itu
dinamakan selalu dalam kaitannya dengan seorang tokoh pemimpin, seperti
ternyata dari sebutan-sebutan Marxisme, Leninisme, dan lain-lain. Dalam istilah
teknis keagamaaan islam, mereka jatuh ke dalam praktik syirik, atau bahkan lebih
buruk lagi.
Makna dan Tujuan Hidup
Benar mnusia hidup didunia ini mempunyai makna dan tujuan? Ataukah
sesungguhnya hidup ini terjadi secara kebetulan, tanpa makna dan tujuan sama
sekali?
Pembahasan tentang persoalan makna dan tujuan hidup ini bisa dibuat
dengan melompat kepada kesimpulan yang telah diketahui secara umum dan
mantap dikalangan orang muslim. Yaitu bahwa tujuan hidup manusia ialah
bertemu dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa, dalam ridha-Nya. Sedangkan

17
20
makna hidup manusiadidapatkan dalam usaha penuh kesungguhan untuk
mencapai tujuan ini, melalui iman kepada Tuhan dan beramal kebajikan. 19

C. Peran Kader HMI Dalam Mengemban Tanggung Jawab Sebagai Khalifah Fil
Ardh
Pada bab 1 nilai-nilai Dasar Perjuangan HMI alinea pertama menyatakan
bahwa manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan. Kepercayaan itu akan
melahirkan tata nilai guna menopang hidup dan budayanya. Sikap tanpa percaya
atau ragu yang sempurna tidak mungkin dapat terjadi. Dapat dipahami bahwa
manusia memiliki sebuah fitrah yang telah ada sejak proses penciptaannya. Sebab
fitrah merupakan bawaan alami yang melekat dalam diri manusia. Salah satu fitrah
manusia tersebut adalah naluri untuk beragama. Pada dasarnya manusia
memerlukan suatu bentuk kepercayaan. Secara naluri, manusia mengakui kekuatan
dalam kehidupan ini diluar dirinya. Ini dapat kita lihat ketika manusia mengalami
kesulitan hidup, musibah, dan berbagai bencana. Manusia mengeluh dan meminta
pertolongan kepada sesuaatu yang serba maha, yang dapat membebaskan dari
keadaan itu. Ini dialami oleh semua manusia. 20
Karena fitrahnya tersebut, maka manusia memerlukan kepercayaan yang
menjadi tata nilai dalam perjalanan hidup maanusia menuju peradaban dan
kebudayaan yang lebih baik.
1. Memahami bahwa manusia merupakan khalifah Tuhan di Bumi
Pada bab 1 Nilai-nilai Dasar Perjuangan HMI alinea ke-15 yang menyatakan
“manusia adalah puncak ciptaan dan makhluk-Nya yang tertinggi sebagai makhluk
tertinggi manusia dijadikan “khalifah” atau wakil Tuhan di bumi, hal ini
berdasarkan pada Al-Qur‟an surah At-Tin ayat 4-5. Satu konsep tentang manusia
dalam islam ialah bahwa manusia merupakan makhluk tertinggi (ahsanu taqwi),
puncak ciptaan Tuhan. Karena keutamaan manusia itu, manusia memperoleh status
amat mulia, yaitu sebagai “khalifah Tuhan di Bumi”. Namun pada sisi lain,
sebagaimana diinformasikan oleh Al-Qur‟an bahwa manusia dapat saja jatuh
kedalam kehinaan. Berkenan dengan hal ini, menurut Nurcholis Madjid:

19
Ibid, hal. 71
20
Ashari Akmal Tarigan, Nilai-Nilai Dasar Perjuangan HMI, (Bandung, Simbiosa Rekatama Media,
2018), hal. 159

21
18
Jika kita perhatikan kembali secara seksama urutan keterangan di dalam kitab
suci, kita dapat menyimpulkan bahwa manusia, menurut kejadian asalnya adalah
makhluk mulia. Tetapi karena beragai hal yang muncul akibat kelemahannya
sendiri, fitrahnya dan kebahagiannya. Manusia akan terselamatkan dari
kemungkinan itu hanya kalau ia mempunyai semangat ketuhanan dan berbuat baik
kepada sesamanya.
Dia menyebutkan dua syarat agar nilai kemanusiaan tetap terjaga, yaitu
semangat ketuhanan dan amal saleh. Dari sini, dapat dipahami bahwa ada kaitan
erat antara paham kemanusiaan dan Ketuhanan. Pada saat yang sama, implikasi
dari paham tauhid ini juga, membuat manusia tidak boleh memperbudak dan
merendahkan harkat dan martabat manusia lainnya. Kelebihan yang dimilikinya
tidak lantas membuatnya lebih unggul dan mulia dimata Allah dari makhluk yang
lain. Kemudian manusia hanya diukur dengan iman dan amal salehnya. Manusia
akan tetap menempati kehormatan sebagai sebaik-baik makhluk dan tidak akan
merosot menjadi makhluk yang paling rendah kalau beriman dan beramal saleh.
Dengan demikian, pemahaman bahwa manusia merupakan khalifah Tuhan di
bumi akan membuat manusia tidak memperbudak dan merendahkan harkat dan
martabat manusia lainnya. Kelebihan yang dimiliknya tidak lantas membuatnya
lebih unggul dan mulia di mata Tuhan dari makhluk yang lain, kemuliaan manusia
diukur dengan iman dan amal salehnya. 21
2. Memahami Bahwa Pada Fitrahnya Semua Manusia Adalah Baik
Pada bab 2 Nilai-nilai Dasar Perjuangan HMI alinea pertama menyatakan
sesuatau yang membuat manusia yang menjadi manusia bukan hanya beberapa
sifat atau kegiatan yang ada padanya. Melainkan suatu keseluruhan susunan
sebagai sifat-sifat dan kegiatan-kegiatan yang khusus dimiliki manusia saja yaitu
fitrah. Fitrah membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung
kepada kebenaran.
Pada nilai-nilai perjuangan HMI bab 2 alinea kedua menyatakan bahwa
“Dlamier” atau hati nurani adalah pemancar keinginan pada kebaikan, kesucian
dan kebenaran. Tujuan hidup manusia adalah kebenaran yang terakhir, yaitu Tuhan
Yang Maha Esa. Karena hati kecil manusia adalah modal primordial yang manusia
peroleh dari Tuhan sejak sebelum lahir ke dunia. Untuk menerangi jalan hidup

21
Ibid, hal. 159

19
22
manusia. Karena kemampuan alaminya untuk membedakan yang baik dan yang
buruk.
Manusia pada kodrati dan fitrahnya mencintai kebaikan dan cenderung kepada
kebaikan. Dengan demikian dampak paham kemanusiaan yang dilandasi tauhid
adalah muncul sikap saling menghargai antar sesame manusia. 22
Dan sebagai kader HMI tentunya mampu untuk sampai kepada titik dimana
nilai-nilai dari pada kemanusiaan itu tersampaikan dalam bentuk implementasi
sebagai tanggung jawab yang besar dengan mengemban kata khalifah fil ardh
sebagai pondasi atau bangunan yang kokoh dalam menjalankan kehidupan
bermasyarakat dan tetap menjaga Nilai Dasar Perjuangan HMI itu sendiri. Inilah
yang menjadi salah satu nawa cita kader HMI untuk menjadi sebagai motorator
dari pada apa yang menjadi bentuk penyampaian nilai-nilai itu dan mampu
memposisikan langkahnya pada bagian yang sesuai dengan rel perjuangan.

22
Ibid, hal. 160

20
23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setiap manusia memiliki peran, yang dalam perspektif agama disebut tugas
kekhalifaan untuk menjalankan amanah Tuhan. Dalam bahasa hadis disebut
“tanggung jawab”: “setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin
bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya” (HR. Muslim). Karena setiap
orang memiliki peran, tugas, atau tanggung jawab, maka setiap orang punya
tujuan. Artinya, setiap orang baik secara personal maupun secara social terus
berinteraksi untuk mencapai tujuan. Karena adanya tanggung jawab personal dan
intraksi social ini, maka setiap orang memiliki pengaruh, baik bagi dirinya ataupun
bagi orang lain. Karena masing-masing punya kadar pengaruh bagi diri sendiri
maupun bagi orang lain, maka setiap orang adalah pemimpin
Sesuatu yang membuat manusia menjadi manusia bukan hanya beberapa sifat
atau kegiatan yang ada padanya, melainkan suatu keseluruhan susunan sebagai
sifat-sifat dan kegiatan-kegiatan yang khusus dimiliki manusia saja yaitu: Fitrah,
Fitrah membuat manusia fitrah membuat manusia berkeinginan suci dan secara
kodrati cenderung kepada kebenaran (Hanief)
Manusia adalah puncak ciptaan dan makhluk-Nya yang tertinggi sebagai
makhluk tertinggi manusia dijadikan “khalifah” atau wakil Tuhan di bumi
Dengan demikian, pemahaman bahwa manusia merupakan khalifah Tuhan di bumi
akan membuat manusia tidak memperbudak dan merendahkan harkat dan martabat
manusia lainnya. Kelebihan yang dimiliknya tidak lantas membuatnya lebih
unggul dan mulia di mata Tuhan dari makhluk yang lain, kemuliaan manusia
diukur dengan iman dan amal salehnya.

B. Saran
Daya kritis yang mengalami pergeseran pada pengamalan nilai-nilai agama
di internal HMI itu sendiri yang kemudian lebih condong kepada penguatan
pondasi dan melupakan isi dari pada apa yang telah dipondasi sedemikian rupa.
Dengan ini penulis menyarankan kepada siapapun yang membaca makalah ini
untuk dapat memberikan pemikiran-pemikiran dan saran yang produktif demi
pengembangan tulisan ini kedepan. Marilah kita pelajari tulisan ini untuk

21
24
kemudian substansi dari pada ini dapat di implementasikan dan dijadikan sebagai
landasan yang tidak hanyaa sebagai formalitas belaka demi terciptanya
“Masyarakat adil makmur yang di ridhoi Allah SWT”.

22
25
DAFTAR PUSTAKA

Said Muniruddin, Bintang ‘Arasy: Tafsir filosofis-Gnostik Tujuan HMI, (Banda


Aceh, Syiah Kuala University Press, 2014), hal.339
Nurcholis Madjid, Islam doktrin dan peradaban, (Jakarta, paramadina, 1998),
hal.10
Ahmad Wahid, Pergolakan pemikiran islam, (Jakarta, democracy project, 2012),
hal. 6
Harun Nasution, Islam rasional: Gagasan dan pemikiran, (Universitas
Michigan,Mizan, 1995), hal.
Mohamed fathi Osman, Islam, Pluralisme dan Toleransi Keagamaan, (Jakarta,
Democracy project, 2012),Hal.14
Murtadha Muthahhari, Manusia dan alam semesta, (Jakarta, Lentera, 2002), hal.5
Harun Nasution, Islam rasional: Gagasan dan pemikiran, (Universitas
Michigan,Mizan, 1995), hal.
Nurcholis Madjid, Islam doktrin dan peradaban, (Jakarta, paramadina, 1998), hal
Ashari Akmal Tarigan, Nilai-Nilai Dasar Perjuangan HMI, (Bandung, Simbiosa
Rekatama Media, 2018), hal. 159

23
26
CURICULUM VITAE
DATA DIRI

Nama : Aldi SaPutra


Tempat & Tgl Lahir : Tompo balang 09 September 1998
Alamat : Dusun Tompo Balang. Desa Jombe Kec, Turatea,
Kab.Jeneponto
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Status : Belum Menikah
No. HP : 088242889452
Email : aldisaputtraaa@gmail.com
PENDIDIKAN FORMAL
SDI 144 Sarroanging : Berijazah
SMPN 4 Binamu : Berijazah
SMAN 1 Jeneponto : Berijazah
PENGALAMAN ORGANISASI

- Pengurus Himpunan Pelajar Mahasiswa Turatea (HPMT) Komisariat UIN


Alauddin Makassar
- Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Ushuluddin Filsafat
dan Politik
- Pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Studi Agama-agama UIN Alauddin
Makassar

Gowa, 19 Oktober 2019

Penulis;

Aldi SaPutra

27

24

Anda mungkin juga menyukai