Kata kunci: ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, dan pola pikir HMI.
1
Pendahuluan
Islam dan Ilmu Pengetahuan adalah sebuah konsep yang sejak awal sejarah
peradaban Islam telah disadari oleh umat Islam sendiri. Ajaran Islam menekankan
begitu pentingnya ilmu. Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.
Dalam Al-Quran sendiri begitu banyak ayat yang menginspirasi pembacanya untuk
merenungkan dan memikirkan berbagai macam kejadian Alam. Menengok sejarah
peradaban dunia dan Ilmu pengetahuan. Kita akan mendapati bagaimana peradaban
Islam memiliki sumbangsih yang begitu besar terhadap perkembangan Ilmu
Pengetahuan. Ketika Rasulullah saw diutus sebagai Rasul, kondisi dunia saat itu berada
dalam stagnasi ilmu pengetahuan, terutama di negara negara Eropa.
Dua tugas yang di emban HMI sejak kelahirannya hingga sekarang, yaitu tugas
Negara dan Agama, memberi isyarat mutlak yang tidak terpisahkan dari hidup dan
kehidupan bangsa Indonesia. Konfigurasi politik, pendidikan, ekonomi, Agama dan
Kebudayaan yang melatar belakangi berdirinya HMI, telah mengantar dan
menempatkan pula HMI sebagai organisasi pembaruan (Sitompul, 2008: 1).
Sebuah janji atas kelahirannya, HMI dengan segala identitas yang melekat
pada dirinya sebagai organisasi kader dan perjuangan dituntut untuk mampu terus nalar
reflektifnya dalam menjawab tantangan zaman ini. Dengan melihat peluang yang
sedemikian terang di masa akan datang, HMI tentu tidak boleh hanya menjadi penonton
saja. Komitmen dasar untuk membangun pendidikan tidak lagi menjadi sekedar kiasan
yang hanya bermakna retoris tanpa ada langkah nyata secara organisatoris (Hasan, Arif
Rosyid, 2015 : 9).
Jalannya pengembangan di abad 21 pasti akan sangat di warnai oleh kemajuan
dramatis IPTEK tersebut yang membawa fenomena transformasi sosio - kultural di
semua negara atau di semua bangsa. Semua orang menjadi kosmopolit dan hampir tak
ada lagi kejadian sekecil apapun di sebuah negara yang tak segera menyebar ke seluruh
pelosok dunia. Preferensi pemberitahuan media massa dan khalayak (pembaca,
penonton, pendengar) sudah seragam di seluruh dunia. Batas-batas sistem nasional di
semua negara menjadi “tipis” atau hampir hilang (bordererless states). Orang di seluruh
dunia saling mempengaruhi meskipun tidak bertemu muka. (Muis, Abdul, 1997 : 1-2)
2
Dizaman modern yang canggih seperti saat ini, kemajuan akan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi yang kemudian disingkat IPTEK, sangatlah berpengaruh
terhadap segala aspek dalam kehidupan manusia. Tidak dapat dipungkiri, keberadaan
IPTEK tidak pernah lepas dengan keberadaan manusia. Manusia sebagai subjek dari
berkembangnya ilmu pengetahuan itu sendiri. Dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan, maka berkembanglah pula teknologi. Keberadaan yang tidak akan pernah
terpisahkan tersebut, kemudian memunculkan beberapa dampak terhadap kehidupan
manusia didunia. Dampak tersebut berupa dampak positif dan negatif. Adanya dampak
negatif terhadap kehidupan manusia ini, akan menimbulkan beberapa yang kurang di
inginkan. Oleh karena munculnya permasalahan-permasalahan tersebut baik dalam
sekala global maupun nasional maka yang perlu di cermati adalah bagaimana langkah
kader HMI dalam menghadapi era milenial basis teknolgi seperti saat ini.
Pembahasan
Konsep Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan pada dasarnya bersumber pada rasio dan fakta. Mereka yang
berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran, telah mengembangkan paham yang
disebut rasionalisme. Sedang mereka yang menyatakan bahwa fakta yang tertangkap
lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran, telah mengembangkan
paham empirisme. Kaum rasionalisme menyatakan alam nyata dan gaib adalah ilmu
pengetahuan, sedangkan kaum empirisme menganggap alam yang nyata saja yang
termasuk ilmu pengetahuan sedang yang gaib bukan ilmu pengetahuan (Adib, 251-252 :
2011).
Inti dari pandangan rasionalisme adalah bahwa hanya dengan menggunakan
prosedur tertentu dari akal saja kita bisa sampai pada pengetahuan yang sebenarnya,
yaitu dengan pengetahuan yang tidak mungkin salah. Menurut kaum rasionalis, sumber
pengetahuan, bahkan sumber satu-satunya, adalah akal budi manusia. Akal budilah yang
memberi pengetahuan kita pengetahuan yang pasti dan benar. Konsekuensinya, kaum
rasionalis menolak anggapan bahwa kita bisa menemukan pengetahuan melalui panca
indra kita. Bagi mereka akal budi saja sudah cukup memberikan pengetahuan kepada
kita (Sonny & Mikhael, 43-44 : 2001).
3
Konsep Teknologi
Pengertian teknologi yang tertua, sangat sederhana dan yang paling umum
dikenal orang ialah barang buatan manusia, konsep kedua pengertian teknologi adalah
kegiatan manusia yang efisien dan bertujuan jelas. Efisiensi sendiri adalah konsep yang
menunjukkan perbandingan lurus antara suatu kerja dan hasilnya. Bertujuan berarti
kegiatan manusia itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan, memecahkan masalah atau
mengatasi kesulitan tertentu. Konsep ketiga tentang teknologi adalah kumpulan
pengetahuan (Adib, 2011 : 252).
Harvey Brooks dalam Adib (2011) menegaskan tugas pokok teknologi dalam
masyarakat manusia ialah perluasan dunia kemungkinan manusia yang bersifat praktis.
Jadi teknologi mempunyai peranan memperluas dan memperbesar potensi manusia
untuk memenuhi kebutuhan praktisnya.
4
Masyarakat sendirilah yang harus mengembangkan kemampuan berlogika, juga harus
memiliki kemampuan yang mendalam dan reflektif. Salah satu cara untuk
mengembangkan masyarakat berbudaya ilmu pengetahuan adalah dengan dibiasakannya
masyarakat tersebut untuk membaca buku.
Habibie dalam Wawasan dan Visi Pembangunan Abad-21 (1997) menjelaskan
bahwa manusia tidak dapat dipisahkan dari IPTEK. IPTEK yang terkandung di dalam
diri manusia itu cara-cara hidupnya di tengah-tengah masyarakat. Sebaliknya IPTEK
tidak dapat terlepas dari hidup manusia. Kemampuan berpikir manusia sistematis,
analitis, mendalam dan jangka panjang menghasilkan ilmu pengetahuan, ilmu
pengetahuan menghasilkan teknologi yaitu cara-cara berdasar ilmu untuk menghasilkan
barang dan jasa. Manusia memanfaatkan teknologi untuk menyempurnakan nilai-nilai
tambah, yaitu proses-proses merubah bahan mentah menjadi bahan jadi (produk) yang
memiliki nilai lebih tinggi (dari nilai material dan masukan lainnya).
5
4. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki
5. Bakat yang perlu di kembangkan
6. Minat
6
dan tidak berdasar. Tantangan yang dihadapi kaum intelektual Muslim saat ini, bukan
hanya berupa penafsiran yang menyimpang dari ortodoksi, tetapi lebih dari pada itu
penolakan pada pondasi agama dan eksistensi tuhan itu sendiri (Nata, Abbudin, 2005).
HMI lahir dalam kancah revolusi fisik pada 5 Februari 1947 di Yogyakarta.
Lahirnya HMI dimulai dari kisah heroik seorang mahasiswa yang bernama Lafran Pane
sebagai seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (STI), yang mengambil inisiatif untuk
mendirkan organisasi mahasiswa Islam. Ia memanfaatkan waktu kuliah tafsir oleh dosen
Husein Yahya, bagi pembentukan HMI. Solichin mencatat 5 Februri 1947 bertepatan
dengan hari Rabu Pon 1878 Tahun Saka atau 14 Rabiul Awal 1366 H bertepatan dengan
5 Februari 1947 M (Alfian, Alfan, 2013 : 9).
Tujuan HMI sebagaimana tertuang pada pasal 4 Anggaran Dasar HMI
yaitu “Terbinanya insan kademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan islam, dan
bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah
SWT” , hanya sebagai pondasi untuk menentukan arah pemikiran kader-kader HMI.
Hidayat dalam “Menggugat HMI” (2005) menuliskan dalam menghadapi masa
depannya, kader-kader HMI mesti memiliki tiga kualitas utama, yakmi integritas,
intelektualitas, dan profesionalitas. Integritas berkaitan dengan moral, dan kualitas ini
adalah mutlak dimiliki dimanapun kader mengabdi. Intelektualitas adalah sifat yang
berkaitan dengan wawasan, pengetahuan, dan kepedulian tentang masalah-masalah
umum (sosial, politik, agama, dan sebagainya, nasional maupun internasional), serta
cara berpikir yang integral dan tidak parsial. Sedangkan profesionalitas terkait
dengan skill (keterampilan) tertentu sesuai dengan fakultas atau bidang yang dipelajari.
Andito dalam “Menggugat HMI” (2005) yang sedikit menyulitkan kader untuk
mengembalikan tradisi intelektualitasnya seperti ketika di awal-awal tahun berdirinya
adalah. Pertama pembalseman Nurcholis Majid (Cak Nur) secara sistematis.
Pengaguman terhadap pemikirannya membuat para kader hanya meng-amin-kanyya.
Sebab tabu bagi kader HMI untuk mengkritisi NDP milik Cak Nur, padahal NDP
bukanlah kitab suci, bukan juga kumpulan hadist. Cak Nur membuat rumusan NDP di
periode 69-an. Tentunya dalam kontemplasi dan kedewasaan adalah hal biasa pemikiran
masa lalu tidak sesuai lagi dengan pemikiran masa kini. Namun menjadikan NDP nya
Cak Nur sebagai simbolnya HMI membuat HMI malah akan terskeptis.
7
Kedua, bias personalisasi dalam realitas kolektif. Sesungguhnya perumusan
NDP di hasilkan oleh kerja koletif bukan individual, beberapa bagian NDP jelas di
kerjakan oleh kader muda lainnya. Bukan tidak mungkin terjadi benturan ide dan
paradigma satu sama lain. Penguapan konsistensi ideologis dapat berbanding lurus pada
wilayah ini. Ketiga, pemikiran keislaman di samarkan oleh pertentangan yurisprudensi
simbolis antara berbagai organisasi Islam tradisional dan modernis, di sisi lain
minimnya buku-buku referensi bacaan tentang pemikran-pemikiran Islam yang sedikit
banyak akan mempengaruhi gaya bahasa. Pada posisi inilah akhirnya kita akan sulit
memahami kaidah kebahasaan dalam NDP HMI dan akhirnya tafsir bias dari kader
tentang NDP akan selalu mungkin terjadi. Akhirnya banyak kader yang tidak
memahami NDP meskipun telah membacanya berulang kali. Keempat, Pengkapuran
intelektulisme, akibat semakin menggejalanya wacana politis praktis ketimbang
intelektualisme. Perkembangan struktural konstelasi politik dan kesibukan lainnya
membuat kader HMI boleh dikata tidak lagi mencurahkan sedikit perhatian kepada
materi-materi utama pengkaderan yang mendasar. Alih-alih memperbarui, keberadaan
NDP di perkokoh dengan polesan dalil-dalil ayat-ayat suci untuk menambah dimensi
religius dan keagamaan. Kongres hanya sebagai legitimasi naskah, maka lengkaplah
sudah NDP sebagai naskah suci yang sakral dan anti kritik. Padahal, sakralisasi
terhadap segala sesuatu selain Allah adalah praktek kemusyrikan.
Memang bukti sejarah tidak bisa kita abaikan begitu saja bahwa lahirnya HMI
terjadi di tengah gelora awal pergerakan kebangsaan, yaitu bagaimana bangsa ini
merajut dan mengisi kemerdekaannya. Sebagai langkah awal dalam pengembangan
peran dan prinsip fenomena dan eksistensi HMI melalui perjalanan panjangnya HMI
memiliki lima pilar. Salah satu dari lima pilar adalah Ilmu, sebagai organisasi kader
yang terlahir di kampus maka ilmu menjadi sesuatu yang strategis, terlebih HMI yang
bertujuan membentuk insan akademis sehingga pada tempatnya bila HMI berperan aktif
untuk mewujudkan “Islam sebagai agama dan ilmu” (Hidayat, Komarudin, 2012).
8
Penutup
Secara sosiologis, teknologi merupakan salah satu aspek yang turut
mempengaruhi setiap aktivitas, tindakan, serta perilaku manusia. Teknologi mampu
mengubah pola hubungan dan pola interaksi antar manusia. Kehadiran teknologi
merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Aktivitas
manusia sedikit banyak akan dipengaruhi oleh kehadiran teknologi. Kemajuan teknologi
dewasa ini ditandai dengan semakin canggihnya alat-alat di bidang informasi dan
komunikasi, satelit, bioteknologi, pertanian, peralatan di bidang kesehatan, dan rekayasa
genetika. Muculnya masyarakat digital dalam berbagai bidang kehidupan merupakan
bukti dari kemajuan teknologi. Masyarakat dan negara-negara di dunia berlomba-lomba
untuk dapat menguasai teknologi tinggi (high tech) sebagai simbol kemajuan,
kekuasaan, kekayaan dan prestise. Dalam masyarakat Postmodern berlaku hukum
“barang siapa yang menguasai teknologi maka ia akan menguasai dunia”.
HMI pada tahun ke 70 berdirinya saat ini tidak saja sekedar seremonial tanpa
makna tapi lebih dari itu kehidupan dan perjalanan HMI harus direnungi oleh setiap
kader HMI. HMI adalah organisasi kemahasiswaan yang berorientasi kepada keilmuan
dengan kewajiban menuntut dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagai kunci kemajuan dalam mewujudkan intelektual muslim. Pembangunan
Indonesia jauh lebih berat dari pada sekedar merebut kemerdekaan. Karena itu perlu
dibina dan di kembangkan calon cendekiawan yang memiliki pengetahuan luas disegala
bidang dengan dasar iman dan taqwa kepada Allah SWT, bagi kepentingan hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk terwujudnya masyarakat adil makmur
yang diridhoi Allah SWT.
Seorang kader HMI haruslah berusaha senantiasa meningkatkan kemampuannya
khusunya kesadaran dan rasa tanggap akan kondisi sosial masyarakat, meningkatkan
kematangan berfikir, meningkatkan sikap intelektualitas dan menjadi tauladan yang baik
untuk lingkungannya. Diperlukan komitmen dan motif yang benar agar segala sesuatu
yang kita dambakan dapat tercapai. Penguatan basis didalan internal HMI harus mutlak
dilakukan, warnai setiap sudut lingkungan dengan nuansa keislaman, akademis
intelektual serta budaya positif lainnya oleh kader-kader HMI sehingga harapan agar
HMI kembali menjadi anak kandung umat dan bangsa sekali lagi dapat terwujud.
9
Daftar Pustaka
Adib, M. (2010). Filsafat Ilmu Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan (2 ed.). (Dimaswids, Ed.) Yogyakarta, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Alfian, A. (2013). HMI 1963-1966 Menegakkan Pancasila di Tengah Prahara. Jakarta,
Jakarta, Indonesia: PT Kompas Media Nusantara.
Baswedan, A. (2015). Merawat Tenun Kebangsaan Refleksi Ihwal Kepemimpinan,
Demokrasi, dan Kepemimpinan. (M. Husnil, Ed.) Jakarta, Jakarta, Indonesia: PT
Serambi Ilmu Semesta.
Hasan, A. R. (2015). Merebut Optimisme HMI dan Masa Depan Indonesia. (E.
Arisandi, & D. Iskandar, Eds.) Jakarta Selatan, Jakarta, Indonesia: PB HMI
Publishing.
Hidayat, K. (2012). Membingkai Perkaderan Intelektual Setengah Abad HMI Cabang
Ciputat. (R. Zakaria, I. Thaha, & E. Arisandi, Eds.) Ciputat, Jakarta, Indonesia:
CV. Sejahtera.
Hidayat, K., & Dkk. (2015). Menggugat HMI Mengembalikan Tradisi Intelektual. (A.
Nata, Ed.) Jakarta: HMI Cabang Ciputat.
Muis , A., & Dkk. (1997). Wawasan dan Visi Pembangunan Abad-21. (D. Rahardjo,
Ed.) Jakarta, Indonesia: PT Intermasa.
Sitompul, A. (2008). Pemikiran HMI dan Relevansinya Dengan Perjuangan Bangsa
Indonesia. Jakarta, Indonesia: CV Misaka Galiza.
10
CURICULUM VITAE
DATA PRIBADI
Nama : Al Furkan
Tempat, Tanggal Lahir : Lanta, 09 Mei 1999
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Tinggi Badan : 163 cm
Berat Badan : 53 kg
Alamat : Jl. Nenas blok G no.2 asrama zibang, Pahandut
Palangkaraya, Kalimantan Tengah
Handphone : 085238912981
Status : Belum Menikah
E-Mail : alfurkannul359@gmail.com
DATA PENDIDIKAN
Sekolah Dasar : SDN Inpres Lanta 2 (2005-2011)
SMP : SMPN 1 Lambu (2011-2014)
SMK : SMKN 1 Woja (2014-2017)
Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
KEMAMPUAN
Informasi Teknologi : Bisa Ms. Word, Ms. Exel, Ms. Power Point, Autocad,
Kinemaster, Pixallab
Bahasa : Bahasa Indonesia (Aktif)
ORGANISASI
1. Anggota KPUM (Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa) Tahun 2018
2. Anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Kreatif atau UKM Kreatif Tahun 2018-2019
3. Ketua Kesekertariatan HMTS (Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil) Tahun 2019
4. Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam Wakabid PPPA
5. Ketua KPUM Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Periode 2021-2022
11