Anda di halaman 1dari 12

1

PENGANTAR ILMU SEJARAH


Pengertian
Sebagai ilmu, sejarah terkait pada prosedur penelitian ilmiah. Sejarah juga terikat pada penalaran yang bersandar pada fakta
(bahasa latin factus berarti apa yang sudah selesai). Kebenaran sejarah terletak dalam kesedian sejarawan untuk meniliti sumber sejarah
secara tuntas, sehingga diharapkan ia akan mengungkap secara objektif. Hasil akhir yang diharapkan ialah kecocokan antara pemahaman
sejarawan dengan fakta.
Sejarah ialah ilmu tentang manusia. Sejarah ialah ilmu tentang waktu. Sejarah ialah tentang sesuatu mempunyai makna social.
Sejarah ialah ilmu tentang sesuatu yang tertentu, satu-satunya, dan terperinci. Jadi apakah sejarah itu? Sejarah adalah rekonstruksi masa
lalu. Apa yang direkonstruksi sejarah? Ialah apa saja yang sudah dipikirkan, dikatakan, dikerjakan, dirasakan, dan dialami oleh seorang.
Sejarawan dapat menulis apa saja, asal memenuhi syarat untuk disebut sejarah.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, ilmu sejarah adalah suatu pengetahuan atau uraian mengenai peristiwa-peristiwa dan
kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi di masa lampau. Dari pengertian atau definisi di atas maka dapatlah dibedakan antara sejarah
dan ilmu sejarah, sejarah adalah kejadian atau peristiwanya, sedangkan ilmu sejarah adalah ilmu yang mempelajari kejadian atau peristiwa
tersebut.
Manfaat dan Kegunaan Mempelajari Ilmu Sejarah
Orang tidak akan belajar sejarah kalau tidak ada gunanya. Kenyataan bahwa sejarah terus ditulis orang, disemua peradaban dan
sepanjang waktu, sebenarnya cukup menjadi bukti bahwa sejarah itu perlu. Tetapi bagi mereka yang meragukan hasil peradaban manusia
ini, baiklah di sini akan dipaparkan manfaat dan kegunaan sejarah.
Sejarah itu berguna secara intrinsic dan ekstrinsik. Ada setidaknya empat guna sejarah secarah intrinsic, yaitu (1) sejarah sebagai
ilmu, (2) sejarah sebagai cara mengetahui masa lampau, (3) sejarah sebagai pernyataan pendapat, dan (4) sejarah sebagai profesi.
Selanjutnya, secara umum sejarah mempunyai fungsi pendidikan, yaitu sebagai pendidikan (1) moral, (2) penalaran, (3) politik, (4)
kebijakan, (5) perubahan, (6) masa depan, (7) keindahan, dan (8) ilmu bantu. Selain sebagai pendidikan, sejarah juga berfungsi sebagai (9)
latar belakang, (10) rujukan, dan (11) bukti.
MISI KELAHIRAN ISLAM
Masyarakat Arab Pra Islam
Masyarakat Arab pra Islam atau yang lebih dikenal dengan masyarakat jahiliyah hidup dalam keterbelakangan, baik
pengetahuan, sosial budaya maupun peradaban. Masyarakat arab pra Islam tidak mengenal tulis dan baca, walaupun ada yang dapat
menulis dan membaca itu hanya sebagian kecil saja, namun pemahaman atau kebanggaan akan sastra demikian tingginya, jadi dapat
disimpulkan bahwa masyarakat Arab pada masa itu hidup dalam kebodohan. Posisi wanita pada saat itu tidak dihargai, mereka hanya
dipandang sebagai benda bergerak yang menyenangkan, bahkan wanita dianggap sebagai beban dan sumber bencana, implikasinya adalah
ada anggapan jika memiliki anak wanita akan mengakibatkan kemiskinan. Dampak dari pandangan itu, maka tak heran jika mereka
sering mengubur bayi wanita hidup-hidup (kalau sekarang, belum lahir sudah dibunuh). Selain itu masyarakat Arab pra Islam hidup
dalam perpecahan klan (keluarga besar), karena mereka lebih menonjolkan ego kesukuan atau kabilah, ini menyebabkan masyarakat Arab
sering berperang antar kabilah dan tidak memiliki rasa kebangsaan yang menyebabkan bangsa Arab menjadi lemah dan terpecah-pecah.
Periode Kenabian Muhammad
# Fase Makkah
Muhammad lahir di Makkah pada masa keadaam masyarakat yang buruk sekali. Muhammad lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal
tahun Gajah, bertepatan dengan tanggal 20 April 571 M. Muhammad putra tunggal dari pasangan Abdullah dan Aminah. Sejak kecil
Muhammad memiliki sifat yang terpuji sehingga kemudian ia dijuluki al-amin atau orang yang dapat dipercaya. Pada usia yang ke-25
Muhammad menikah dengan seorang janda kaya yang bernama Khadijah. Dalam masa pernikahannya ini Muhammad sering melakukan
perenungan/kontemplasi di luar kota Makkah, tepatnya di sebuah gua yang bernama Hira, beliau selalu memikirkan keadaan
masyarakatnya yang demikian rusak.
Pada saat Muhammad mendekati usia 40 tahun, beliau makin sering stress memikirkan bangsanya, sehingga pelariannya dengan
menyepi di gua Hira semakin sering kuantitasnya. Suatu malam di bulan Ramadhan tepatnya tanggal 17 Ramadhan yang bertepatan
dengan tanggal 6 Agustus 610, datanglah suatu penampakan yang ternyata adalah malaikat Jibril yang menyampaikan wahyu pertama (AlAlaq : 1 5), dan ini pertanda bahwa Muhammad telah dilantik menjadi rasul dan nabi walaupun tanpa berita acara. Pasca wahyu di gua
Hira, Muhammad s.a.w. mendapat wahyu-wahyu berikutnya yang memerintahkan kepada Muhammad s.a.w untuk menyampaikan
dakwah. Isi dakwahnya adalah ajakan untuk melakukan perubahan-perubahan yang revolusioner, perubahan yang dibawa antara lain
perubahan akhlak, karena Islam mengajarkan akhlak yang baik. Perubahan lain adalah nilai persamaan, yang dimaksud adalah kesetaraan
antar umat manusia, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, antar ras, bangsa, dan lain sebagainya, di mata Allah yang
berbeda adalah ketaqwaan. Selain itu, ilmu pengetahuan menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan, serta membangun solidaritas
persaudaraan yang berimplikasi pada penguatan nasionalisme atau keutuhan dalam berbangsa dan beragama.
Pada fase Makkah ajaran yang disampaikan Muhammad s.a.w berkaitan atau berhubungan pada nilai ketauhidan atau iman,
karena pada saat itu ajaran Islam baru tegak kembali, sehingga yang harus dibangun pertama-tama adalah fondasi aqidah atau iman yang
dijadikan landasan fundamental.
Tiap tahun kota Makkah selalu didatangi oleh kabilah-kabilah dari seluruh Arab yang datang untuk untuk melakukan shoping
atau ibadah haji. Muhammad s.a.w melakukan dakwah terhadap orang-orang tersebut, dan usaha ini tidak sia-sia karena dari kalangan
yang berasal dari daerah-daerah tersebut ada yang menyatakan keimanannya, diantaranya dari Yastrib. Konsekuensi logis dari gerakan
revolusioner berdampak pada peningkatan konstelasi politik masyarakat Makkah, yang pada akhirnya memberikan satu pilihan kepada
Muhammad s.a.w untuk meninggalkan Makkah. Pada hijrah yang kedua, Muhammad s.a.w. menginstruksikan kepada para
pendukungnya untuk meninggalkan kota Makkah menuju Yastrib yang dikemudian hari dikenal dengan Madinah. Muhammad s.a.w pun
pada akhirnya terpaksa harus meninggalkan Makkah menuju Madinah, maka dimulailah babak baru dalam Islam, fase Madinah.
# Fase Madinah
Fase Madinah dimulai sejak hijrahnya Muhammad s.a.w dari Makkah ke Madinah, karena Madinah dianggap baik untuk
pembenihan Islam. Kaum muslimin yang berada di Madinah terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Anshar (kaum muslimin tuan rumah)
dan Muhajirin (kaum muslimin pendatang dari Makkah), maka langkah pertama yang dilakukan adalah mempertalikan hubungan
kekeluargaan atau hubungan persaudaraan antara kaum Anshar dan Muhajirin, karena hanya dengan persatuanlah, maka umat Islam akan
kuat. Selanjutnya dilakukan lobi-lobi politik atau perjanjian dengan kelompok di luar Islam yang ada di Madinah, karena pada saat itu
telah ada kelompok lain yang tinggal di sana, antara lain Yahudi.

2
Dimadinahlah Muhammad s.a.w. melakukan pembinaan masyarakat Islam. Pembinaan masyarakat ini tidak hanya di bidang
aqidah, tetapi juga menyangkut masalah politik, ekonomi, dan sosial budaya. Di Madinah perkembangan ajaran Islam maju dengan pesat,
pada fase ini ajaran lebih ditekankan pada hukum kemasyarakatan atau lebih kepada muamallah. Dengan semakin besarnya kamum
muslimin, dianggap merupakan ancaman bagi kelompok lain, maka semakin benci pula orang-orang Quraisy kepada Muhammad s.a.w.
dan para pendukungnya. Konstelasi kebencian makin meningkat sehingga mengakibatkan timbulnya peperangan, antara lain Badr, Uhud,
Ahzab, Khandaq, dan beberapa perang lainnya. Pada prinsipnya bagi kaum muslimin peperangan ini adalah upaya defensif dan dalam
rangka menegakkan kalimah tauhid. Muhammad s.a.w. mangkat dan dimakamkan di Madinah di usia 63 tahun, pada tanggal 12 Rabiul
Awal 11 H, bertepatan dengan tanggal 8 Juni 632.
LATAR BELAKANG BERDIRINYA HMI
Kondisi NKRI
HMI berdiri pada saat dimana Indonesia harus mempertahankan kemerdekaan yang direbutnya pada tanggal 17 Agustus 1945
dari tangan penjajah. Keinginan untukmenjajah kembali, menjadikan Belanda datang lagi setelah Jepang bertekuk lutut dihadapan tentara
sekutu. Dengan menumpang pasukan Sekutu yang mendarat padatanggal 29 September 1945, Belanda kembali ke Indonesia dan
melakukan serangan-serangan atas beberapa wilayah Indonesia. Perang kembali berkobar dan teriakan-teriakan Allahu Akbar kembali
menggema, memberikan semangat pada pejuang-pejuang Indonesia.Beberapa perlawan dilakukan oleh bangsa kita, diantaranya
adalah:Pertempuran 5 hari di Semarang (15-20 Oktober 1945), Pertempuran 15 Oktober 1945di Padang, Pertempuran 7 Oktober 1945 di
Kotabaru, Yogyakarta, dan puncaknya adalah Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Semuanya adalah dalam rangka
mempertahankan bumi pertiwi dari tangan para penjajah.Selain perlawanan fisik, perlawanan dengan cara diplomasipun
dilakukan.Dengan mengikuti perundingan Lingar Jati, Renville dan KMB (Konferensi Meja Bundar),para pemimpin kita berusaha
menggunakan cara-cara moderat dan anti kekerasanuntuk menjaga kesatuan wilayah nusantara. Perundingan Linggar Jati dilakukan pada
tanggal 25 maret 1947, menghasilkankesepakatan tentang eksistensi wilayah Indonesia yang hanya meliputi: Jawa, Madura dan Sumatera,
serta pengakuan terhadap terbentuknya Negara Indonesia Serikat(RIS). Terlepas dari pro dan kontranya hasil perundingan itu, di kalangan
tokoh-tokoh pergerakan waktu itu, perundingan ini merupakan sebuah kemajuan bagi perjuangan pergerakan bangsa kita.
Pasca perundingan, di tubuh kabinet terjadi perpecahan. Partai sosialis (yang memimpin kabinet) terpecah menjadi dua, yaitu
sosialis demokrat yang dipelopori olehSutan Syahrir dan sosialis revolusioner (PKI) dengan tokohnya Amir Syarifuddin.Perpecahan ini
berimbas diturunkannya Syahrir dari kursi perdana menteri dandigantikan oleh Amir Syarifuddin.
Penggantian ini menimbulkan kemarahan di kalangan Masyumi dan termasuk HMI. Dengan demonstrasi-demonstrasi yang
dilakukanya HMIbersama kekutan Islam lain, mereka menuntut dibubarkannya kabinet Amir Syarifuddin.Dasar penjajah, secara sepihak
Belanda melakukan pelanggaran terhadap hasil-hasil perundingan itu. Tanggal 29 Juni 1947, Belanda melakukan agresi militer I
denganmengultimatum pengakuan wilayah Belanda atas Indoesia. Maka dengan segalakegigihan semangatnya, TNI yang dipimpin oleh
Panglima Besar Jenderal Sudirmanmelakukan perang gerilya di hutan-hutan dan pegunungan. Perlawanan ini berakhirdengan
ditandatanganinya perjanjian Renville di atas geladak kapal Renville milik AS.Poin penting dari perundingan tersebut adalah diadakanya
gencatan senjata sambil menunggu perundingan lebih lanjut.
Secara umum, hasil perundingan ini tidak memuaskan para pemimpin bangsaIndonesia waktu itu. Oleh kubu yang
menentangnya, perundingan ini dijadikan sebagaialat untuk memukul balik Amir Syarifuddin dengan mengatakannya sebagai
sebuahkemunduran dan kegagalan kabinetnya. Atas kegagalan ini, kabinet Amir Syarifuddin kemudian diganti dengan kabinet baru
pimpinan Mohammad Hatta yang mendapatdukungan dari kalangan Islam, termasuk dari HMI.
Tentu saja penggantian pergantian dari kabinet Amir Syarifuddin ke kabinetMohammad Hatta ini sangat mengecewakan PKI dan
para pengikutnya. Mereka berpikirkeras bagaimana mengembalikan kekuasaan yang sebelumnya sudah di tangan, melaluiAmir
Syarifuddin. Kepulangan salah satu kader PKI, Muso, dari tugas belajarnya di UniSovyet (sekarang Rusia) menjadikan PKI seakan
mendapatkan ruh barunya. Musomampu memberikan pijakan ideologis yang kuat bagi PKI. Muso mengimpikanmenjadikan Indonesia
sebagai negara komunis murni, yang merupakan sebagai bagiandari Komunisme Internasional (Komintern). Duet Amir dan Muso inilah
yang kemudianmenjadikan PKI semakin radikal dan berani. Hatta dianggap sebagai representasi kaumborjuis yang kontra revolusi dan
merupakan antek-antek kapitalis.
Klimaksnya adalah persitiwa berdarah, Madiun 1948, yang mengakibatkanhilangya lebih dari 150.000 nyawa anak bangsa tak
berdosa. Waktu itu, PKI berhasilmemobilisir massa petani Madiun untuk melakukan perlawanan terhadap negara.Konflik petani yang
pada mulanya hanya perebutan atas tanah (yang kebanyakandikuasai oleh golongan beragama dan nasionalis) berubah menjadi konflik
antarkelompok pengikut komunis dan non-komunis, bahkan antar golongan agama dan non-agama (Juliantara 199). HMI sebagai bagian
dari kelompok yang anti komunis terlibatdalam konflik ini. Dalam rangka penumpasan PKI di Madiun, HMI mengirimkan kader-kadernya
dikirim ke Madiun. Mereka tergabung dalam CMI (Corps MahasiswaIndonesia) yang dipimpin oleh Achmad Tirto Sudiro.
Pasca konflik di Madiun, lagi-lagi Belanda menghianati perjanjian. Secara sepihakBelanda membatalkan perjanjian Renville dan
melakukan penyerangan mendadak padatnggal 19 Desember 1949 di Yogyakarta (terkenal dengan Agresi Milter II). Beberapatokoh
penting seperti Sukarno, Hatta, Agus Salim dan lainya ditangkap dan diasingkan.Beruntunglah pemerintah cekatan bertindak dengan
segera membentuk pemerintahanDarurat di Summatera yang dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara. Maka secara de jure pemerintahan
Indonesia masih eksis, meskipun Ibu Kotanya dikuasai oleh tentaragabungan (NICA) pimpinan Belanda.
Tanggal 23 Agustus s.d. 2 November 1949, atas instruksi PBB, diadakanlah Konferensi Meja Bundar (KMB) yang
diselenggarakan di Den Haag, Belanda. Dalam perundingan itu diputuskan pengakuan kedaulatn Indonesia oleh pemerintah Belandapada
tangga 10 Desmber 1949. Melalui momen inilah kemerdekaan Indonensia, yangsudah dideklarasikan 17 Agustus 1945, kembali direbut
dan wilayah Negara KesatuanRepublik Indonesia (NKRI) kembali berdaulat.
Kondisi Islam di Dunia
Kondisi umat Islam dunia pada saat menjelang kelahiran HMI dapat dikatakan ketinggalan dibandingkan masyarakat Eropa
dengan Reinasance-nya. Ini dapat dilihat dari penguasaan teknologi maupun pengetahuan, bahkan sebagain besar umat Islam berada di
bawah ketiak penindasan nekolim barat yang notabene dimotori oleh kelompok Kristen. Umat Islam hanya terpaku, terlena oleh kejayaan
masa lampau atau pada zaman keemasan Islam. Umat Islam pada umumnya tidak memahami ajaran Islam secara komprehensif, sehingga
mereka hanya berkutat seputar ubudiyah atau ritual semata tanpa memahami bahwa ajaran Islam adalah ajaran paripurna yang tidak hanya
mengajarkan hubungan manusia dengan Tuhan, namun lebih jauh daripada itu menderivasikan hubungan transenden ke dalam seluruh
aspek kehidupan.
Berangkat dari pemahaman ajaran Islam yang kurang, umat berada dalam keterbelakangan dan fenomena ini terjadi dapat
dikatakan di seluruh dunia. Hal tersebut mengakibatkan terpuruknya umat Islam yang dijanjikan Allah untuk dipusakai alam semesta.

3
Lebih ironis lagi ketika umat terbagi menjadi berbagai golongan yang hanya berangkat dari masalah khilafiyah, yang bedampak pada
melemahnya kekuatan Islam.
Kondisi Islam di Indonesia
Abad ke-19 merupakan abad modern dalam sejarah perkembangan peradabanIslam. Abad ini ditandai dengan munculnya
pemikiran-pemikiran modern Islam yangmengilhami gerakan revivalisme Islam sebagai counter dari kuatnya hegemoni Baratterhadap
peradaban dunia. Pemikir-pemikir Islam yang banyak dikenal pada masa itumisalnya adalah Jamalauddin Al-Afgani (1839-1897),
Muhammad Abduh (1849-1915),Sir Sayyid Ahmad Khan (1817-1898), M. Iqbal (1876-196) dan sebagainya. Melalui karya-karya dan
gerakannya meraka mengilhami munculnya gerakan revivalisme Islam diberbagai negara. Beberapa gerakan revivalis yang Muncul adalah
Pan Islamisme, JemiatAl-Islami, Ikhwanul Muslimin dan sebagainya. Beberapa diantara pemikiran tersebutkemudian sampai ke
Indonesia melalui tokoh-tokoh Islam Indonesia yang belajar ketimur. Hasim Asyari (NU), Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), dan A.
Hassan (Persis)merupakan beberap tokoh pelopor yang besar dan terdidik di Timur Tengah dankemudian kembali ke Indonesia
mendirikan organisasi ke-Islaman seperti NahdlatulUlama (NU), Muhammadiyah, dan Persatuan Islam (PERSIS).
Di sisi lain, penerapan politik etis (Etische Politiek) oleh Belanda semakin memberikan kesempatan kepada para tokoh pribumi
untuk mendapatkan pendidikan diBarat. Berbekal pendidikan inilah lantas tak sedikit kaum pribumi mulai dapat menyerapnarasi-narasi
besar (nansionalisme, demokrasi dan sosialisme) yang telah lebih dahuluberkembang di negeri lain. Mereka mulai mempelajari metode
perjuangan terorganisasi,bahkan kemudian mempelopori gerakan penyadaran rakyat secara terorganisasi sebagai salah satu alat
perjuangan (Purwanto 1999).
Tersebutlah beberapa organisasi pergerakan Islam seperti yang lahir pada faseitu: Serikat Dagang Islam (1908), Sarikat Islam
(1912), Muhammadiyah (1912), PersatuanUmmat Islam (1917), Persatuan Islam (1923), Nahdlatul Ulama (1926), Al-jamiatulWasliyyah
(1930) Perti, dan Al Irsyad (1931), yang mempelopori era baru perjuangankemerdekan Indonesia secara lebih terorganisir. Meskipun pada
mulanya organisasi-organisasi tersebut hanya bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan saja, akantetapi sesuai dengan tuntutan
perkembangan bangsa yang berkeinginan untuk segeramencapai kemerdekaannya, beberapa organisasi itu kemudian berubah menjadi
partai politik.
Puncak dari massifikasi perjuangan keorganisasian Islam adalah lahirnya Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) pada
tahun 1945. Masyumi sebagai sebuahpartai politik, lahir dari hasil dari Muktamar I Ummat Islam Indonesia yang diselenggarakan pada
tanggal 7 November 1945. Pada mulanya Masyumi bukanlahmerupakan sebuah partai politik, akan tetapi merupakan wadah tunggal yang
dibentukoleh pemerintah Jepang bagi ummat Muslim untuk mengkooptasi kekuatan-kekuatanIslam. Waktu itu namanya adalah MIAI
(Majlis Islam Ala Indonesia) yang dipimpin olehK.H. Hasyim Asari (pendiri NU).
Masyumi bisa menjadi payung bagi seluruh ummat Islam karena terbentuk dari gabungan beberapa organisasi Islam yang
berbeda-beda. Dalam Mutamar Ummat IslamI tersebut, dihasilkan beberapa keputusan :
1) Mendirikan satu partai Islam yang bernama MASYUMI
2) MASYUMI adalah satu-satunya partai politik Islam, dan tidak bolehmendirikan
partai politik Islam lain kecuali Masyumi.
3) MASYUMI-lah yang akan memperjuangkan nasib ummat Islam di bidang politik
Di Masyumi bukan hanya tergabung organisasi-organisasi Islam modernis saja,melainkan juga organisasi Islam puritan seperti
Persis, organisasi yang mewakilikalangan Islam tradisional (NU dan Perti), juga organisasi Islam populis seperti PSII.
Bersamaan dengan itu, dikalangan generasi muda, sebenarnya juga lahirorganisasi yang bukan bercorak politik maupun sosial,
akan tetapi bercorak intelektual.Organisiasi tersebut adalah Jong Islaminten Bond, yang didirkan pada tahun 1925 olehseorang anak muda
bernama R. Samsurijal (seorang anggota SI, mantan Wali KotaJakarta). Tujuan organisasi ini adalah menyeru kepada para anggota agar
sungguh-sungguh mempelajari Islam, memperkokoh cinta-kasih demi keimanan Islam, dan agar dengan sabar menjaga hubungan
bersahabat dengan mereka yang menganut keimanandan keyakinan ideologi lain (Mintareja 1974 dalam Sitompul 1976).
Dilihat dari karakternya, organisasi ini identik dengan HMI. Dan berdasarkanketerangan beberapa sumber, berdirinya HMI
memang salah satunya atas inspirasi dariJong Islaminten Bond ini (Tanja 1978).
Kondisi Perguruan Tinggi dan Mahasiswa Islam
Sebutan Yogyakarta sebagai kota pelajar dikarenakan kota ini sangat kondusif untuk menjadi pusat pengembangan pendidikan.
Pada saat berdirinya HMI, beberapaperguruan tinggi yang ada di Yogyakarta adalah :
1.Sekolah Tinggi Islam (STI), tempat di mana HMI didirikan pada tanggal 8 Juli1945. Mulanya
sekolah ini berkedudukan di Jakarta, akan tetapi seiringpindahnya Ibu Kota RI ke Yogyakarta
pada tahun 1946 akibat agresi Belanda,menjadikan STI juga turut pindah Ke Yogyakarta.
Pada tanggal 20 Mei 1948,sekolah ini berubah nama menjadi UII (Universitas Islam
Indonesia).
2.Universitas Gadjah Mada yang berdiri pada tanggal 17 Februari 1946 danwaktu itu belum
menjadi universitas negeri. UGM baru dinegerikan padatanggal 19 Desember 1949.
3.Akademi Ilmu Kepolisian (Akpol).
4.Sekolah Tinggi Teknik
Kuatnya penyebaran ide-ide sosialisme dikalangan masyarakat menjadikanorganisasi mahasiswa yang ada didominasi oleh
pemikiran-pemikiran sosialis. Nuansa-nuansa keagamaan menjadi kering karena PMY (Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta),sebagai satusatunya wadah mahasiswa waktu itu, meletakan landasanya pada non-agama. Tentu saja, bagi Lafran Pane dan kawan-kawannya, hal ini
tidak bisa dibiarkanterus menerus. Harus ada organisasi mahasiswa yang perduli terhadap persoalan-persoalan keagamaan anggotanya.
Meskipun untuk pembinaan generasi mudanya,masyarakat Islam Indonesia sudah mempunyai GPII (Gabungan Pemuda IslamIndonesia),
akan tetapi belum ada organisasi untuk membina ke-Islaman untuk kalangan mahasiswa. Maka, atas kondisi ini, Lafran Pane dan kawankawanya berinisitaif mendirikan organisasi kemahasiswaan yang berlabelkan Islam. Organisasi tersebut kemudian diberi nama Himpunan
Mahasiswa Islam atau disingkat HMI.
Meskipun pada waktu itu status ia sendiri adalah sebagai salah satu pengurus PMY, dengan mendirikan HMI, ia dibenci oleh
kawan-kawanya di PMY dan bahkankemudian dipecat dari anggota PMY. Ia dianggap sebagai pembangkang dan sosok yangakan
mengancam keberadan PMY.
Menurut Lafran Pane, motivasi utama didirikannya HMI adalah sebagai berikut :
Sebagai alat mengajak mahasiswa-mahasiswa mempelajari, mendalami ajaran Islam agar mereka kelak sebagai calon
sarjana, tokoh masyarakat maupun negarawan, terdapat keseimbangan tugas dunia-akhirat, akal-kalbu,serta iman-ilmu pengetahuan, yang sekarang ini
keadaan kemahasiswaan di Indonesia diancam krisis keseimbangan yang sangat membahayakan, karenasistem pendidikan barat. Islam harus dikembangkan dan

4
disebarluaskan di kalangan masyarakat mahasiswa di luar STI (Sekolah Tinggi Islam), apalagi PMY secara tegas menyatakan berdasarkan
non-agama (Saleh, 1996).
Saat Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
HMI lahir pada saat umat Islam Indonesia berada dalam kondisi yang memprihatinkan, yaitu terjadinya kesenjangan dan
kejumudan pengetahuan, pemahaman, penghayatan ajaran Islam sehingga tidak tercermin dalam kehidupan nyata.
Pada saat HMI berdiri, sudah ada organisasi kemahasiswaan, yaitu Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY), namun PMY
didominasi oleh partai sosialis yang berpaham komunis. Akibat didominasi oleh partai sosialis maka PMY tidak independen untuk
memperjuangkan aspirasi mahasiswa, maka banyak mahasiswa yang tidak sepakat dan tidak bisa membiarkan mahasiswa terlbat dalam
polarisasi politik. Sebagai realisasi dari keinginan tersebut maka di Yogyakarta pada Rabu Pon, 14 Rabiulawal 1366 H atau bertepatan
dengan 5 Februari 1947 Mpukul 16.00 WIB, lahir sebuah organisasi mahasiswa yang kelak menjadi wadahperkaderan bagi calon-calon
pemimpin bangsa. Di tengah pergolakan nasionalmempertahankan kemerdekan dan polarisasi kaum terpelajar ke dalam pahamsosialisme,
HMI muncul sebagai organisasi mahasiswa pertama yang memakai labelIslam. HMI adalah singkatan dari Himpunan Mahasiswa Islam
yang ide pertamanyadikemukakan oleh Lafran Pane.Bertempat di salah satu ruang kuliah Sekolah Tinggi Islam/STI (sekarang UII),
Jl.Setyodiningratan 30 (Sekarang P. Senopati 30), Lafran Pane, sebagai penggagas pertamaHMI memanfaatkan jam kuliah tafsir Alquran
yang diasuh oleh Prof. Husein Yahya untukmendeklarasikan pembentukan HMI. Dengan berdiri tegak di hadapan kelas yangdihadiri oleh
lebih kurang 20 mahasiswa, ia membacakan prakata sebagai berikut:
Hari ini adalah rapat pembentukan organisasi mahasiswa Islam, karena seluruh persiapan maupun perlengkapan yang diperlukan sudah siap.
Acara deklarasi tersebut selesai seiring dengan terbenamnya matahari di ufuk barat.Sejak itu HMI secara resmi berdiri dengan
beberapa tokoh pendiri antara lain: LafranPane, Kartono, Dahlan Husein, Anton Timur Djaelani, Yusdi Ghozali dan lain-lain.
Berbicara mengenai berdirinya HMI, maka kita tidak akan lepas dari sosok yangpaling berperan yaitu Lafran Pane. Lafran Pane
dilahirkan di Tapanuli Selatan pada tahun1925. Beliau adalah satu keluarga dengan Sanusi Pane dan Armyn Pane (penyairangkatan
Pujangga Baru). Masa mudanya dipenuhi dengan petualangan dan pergulatanpemikiran yang amat keras, sehingga Lafran Pane muda
dikenal dengan tingkah lakunyayang aneh dan ide-idenya sangat cerdas namun seringkali tidak sistematis. Pendidika agamanya diawali di
lingkungan Islam tradisionalis Summatera. Metode pembelajaranagama dengan pengenalan sifat dua puluh (konsep ini sama dengan
modelpembelajaran agama yang diterapkan oleh NU di Jawa) dikecap Lafran Pane waktu kecil.Setelah menginjak dewas, Lafran Pane
kemudian melanjutkan pendidikan formalnya disekolah-sekolah modern milik Muhammadiyah (Sitompul 1976).
Semenjak berdirinya, HMI merupakan organisasi independen yang berbasismahasiswa dengan mengutamakan kebebasan
berpikir dan bertindak sesuai dengan hatinurani. Komitmen pada perjuangan Islam dalam bingkai Negara Kesatuan RepublikIndonesia
merupakan idealisme yang selalu dipegang teguh oleh para kader HMI, Hal inisebagaimana tercantum dalam tujuan awal pembentukan
HM:
1.Mempertahankan Negara republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat
Indonesia.
2. Menegakkan dan mengembangkan Agama Islam
GAGASAN DAN VISI PENDIRI HMI
Sosok Lafran Pane
Berdasarkan penelusuran dan penelitian sejarah, maka Kongres XI HMI tahun 1974 di Bogor menetapkan Lafran Pane sebagai
pemrakarsa berdirinya HMI, dan disebut sebagai pendiri HMI.
Lafran Pane adalah anak keenam dari Sutan Pangurabaan Pane, lahir di Padang Sidempuan, 5 Pebruari 1922, pendidikan Lafran
Pane tidak berjalan normal dan lurus. Lafran Pane mengalami perubahan kejiwaan yang radikal sehingga mendorong dirinya untuk
mencari hakikat hidup sebenarnya. Desember 1945 Lafran Pane pindah ke Yogyakarta, karena Sekolah Tinggi Islam (STI) tempat ia
menimba ilmu pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Pendidikan agama Islam yang lebih intensif ia peroleh dari dosen-dosen STI, mengubur
masa lampau yang kelam.
Bagi Lafran Pane, Islam merupakan satu-satunya pedoman hidup yang sempurna, karena Islam menjadikan manusia sejahtera
dan selamat di dunia dan akhirat. Pada tahun 1948, Lafran Pane pindah studi ke Akademi Ilmu Politik (AIP). Saat Balai Perguruan
Tinggi Gadjah Mada dan fakultas kedokteran di Klaten, serta AIP Yogyakarta dinegerikan pada tanggal 19 Desember 1949 menjadi
Universitas Gadjah Mada (UGM), secara otomatis Lafran Pane termasuk mahasiswa pertama UGM. Setelah bergabung menjadi UGM,
AIP berubah menjadi Fakultas Hukum Ekonomi Sosial Politik, dan Lafran Pane menjadi sarjana pertama dalam ilmu politik dari fakultas
tersebut pada tanggal 26 Januari 1953.
Gagasan Pembaharuan Pemikiran Keislaman
Untuk melakukan pembaharuan dalam Islam, maka pengetahuan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan umat Islam akan
agamanya harus ditingkatkan, sehingga dapat mengetahui dan memahami ajaran Islam secara benar dan utuh. Kebenaran Islam memiliki
jaminan kesempurnaannya sebagai peraturan untuk kehidupan yang dapat menghantarkan manusia kepada kebahagian dunia dan akhirat.
Tugas suci umat Islam dalah mengajak umat manusia kepada kebenaran Illahi dan kewajiban umat Islam adalah menciptakan
masyarakat adil makmur material dan spiritual. Dengan adanya gagasan pembaharuan pemikiran keislaman, diharapkan kesenjangan dan
kejumudan pengetahuan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran Islam dalpat dilakukan dan dilaksanakan sesuai dengan ajaran
Islam. Kebekuan pemikiran umat Islam telah membawa pada arti agama yang kaku dan sempit, tidak lebih dari agama yang hanya
melakukan peribadatan. Al-Quran hanya dijadikan sebatas bahan bacaan, Islam tidak ditempatkan sebagai agama universal. Gagasan
pembaharuan pemikiran Islam ini pun hendaknya dapat menyadarkan umat Islam yang terlena dengan kebesaran dan kejayaan masa lalu.
Gagasan dan Visi Perjuangan Sosial Budaya
Ciri utama masyarakat Indonesia adalah kemajemukan sosial budaya, kemajemukan tersebut merupakan sumber kekayaan
bangsa yang tidak ternilai, tetapi keberagaman yang tidak terorganisir akan mengakibatkan perpecahan dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Tujuan awal saat HMI berdiri juga tidak terlepas pada gagasan dan visi perjuangan sosial budaya, yaitu :
1. Mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia
2. Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam
Dari tujuan tersebut jelaslah bahwa HMI ingin agar kehidupan sosial budaya yang ada menjadi perekat persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia guna mempertahankan kemerdekaan yang baru diraih. Untuk menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam pun harus
dipelajari kondisi sosial budaya agar tidak terjadi benturan kultur.
Masyarakat muslim Indonesia yang hanya memahami ajaran Islam sebatas ritual harus diubah pemahamannya dan keadaan sosial
budaya yang telah mengakar ini tidak dapat diubah serta merta, tetapi melalui proses panjang dan bertahap.

5
Komitmen Keislaman dan Kebangsaan sebagai Dasar Perjuangan HMI
Dari awal terbentuknya HMI telah ada komitmen keumatan dan kebangsaan yang bersatu secara integral sebagai dasar
perjuangan HMI yang dirumuskan dalam tujuan HMI yaitu :

a) Mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia yang didalamnya terkandung wawasan atau
pemikiran kebangsaan atau ke-Indonesiaan

b) Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam yang didalamnya terkandung pemikiran ke-Islaman
Komitmen tersebut menjadi dasar perjuangan HMI didalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai organisasi kader,
wujud nyata perjuangan HMI dalam komitmen keumatan dan kebangsaan adalah melakukan proses perkaderan yang ingin menciptakan
kader berkualitas insan cita yang mampu menjadi pemimpin yang amanah untuk membawa bangsa Indonesia mencapai asanya.
Komitmen keislaman dan kebangsaan sebagai dasar perjuangan masih melekat dalam gerakan HMI. Kedua komitmen ini secara
jelas tersurat dalam rumusan tujuan HMI (hasil Kongres IX HMI di Malang tahun 1969) sampai sekarang, Terbinanya insan akademis,
pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah
SWT. Namun kedua komitmen itu tidak dilakukan secara institusional, melainkan dampak dari proses pembentukan kader yang
dilakukan oleh HMI.
DINAMIKA SEJARAH PERJUANGAN HMI
DALAM SEJARAH PERJUANGAN BANGSA
HMI dalam Fase Perjuangan Fisik
HMI ikut berjuang dalam perjuangan fisik ketika terjadi pemberontakan PKI di Madiun pada tahun 1948. Pemberontakan
tersebut bertujuan mengambil alih kekuasaan pemerintahan yang sah dan ingin mendirikan Soviet Republik Indonesia. Menghadapi hal
tersebut, HMI menggalang seluruh kekuatan mahasiswa dengan membentuk Corps Mahasiswa. Selama waktu krisis tersebut anggota
HMI terpaksa meninggalkan bangku kuliah untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pengkhianatan PKI, selain
itu HMI pun terlibat dalam perjuangan fisik menghadapi agresi militer Belanda.
Sebagai anak umat dan anak bangsa, HMI selalu ikut dalam perjuangan fisik demi mempertahankan negara Republik Indonesia.
Dalam mempertahakan NKRI, anggota-anggota HMI mengganti pena dengan memanggul senjata, HMI merasa ikut bertanggung jawab
dalam mempertahankan kedaulatan NKRI. HMI berkeyakinan bahwa dalam masyarakat yang berdaulat dan merdeka akan tercipta
keadilan dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu HMI selalu berusaha untuk memperthankan dan mempersatukan bangsa.
HMI dalam Fase Pertumbuhan dan Konsolidasi Bangsa
Pasca Konferensi Meja Bundar (KMB) kedaulatan kembali ke tangan PemerintahRI. Namun demikian bukan berarti semua
persoalan selesai. Konflik-konflik internalantara berbagai kepentingan ideologi semakin memanas dan menghabiskan banyakenergi dan
korban jiwa. Tiga ideologi besar yang menjadi kompartemen utama bangsaIndonesia, yaitu : Islam, Nasionalisme dan Komunisme saling
berebut kekuasaan untukmendominasi pimpinan kabinet. Akibatnya situasi politik tidak pernah stabil dan seringterjadi gonta-ganti
kabinet. Pemberontakan PKI di Madiun pada tahun 1948 adalahsalah satu klimaks dari adanya pertarungan ideologi-ideologi tersebut.
Bagi HMI sendiri, masa tahun awal 50-an, oleh Dahlan Ranuwiharjo, disebutsebagai masa disorganized (kekacauan organisasi).
Diresmikanya Perguruan GadjahMada menjadi Universitas Gadjah Mada (UGM) menjadikan beberapa perguruan tinggiyang berada di
wilayah Yogyakarta dan beberapa kota lainnya diintegrasikan ke dalam UGM. Beberap diantaranya ialah Perguruan Kedokteran yang
semula berada di Klaten,Solo dan Malang diintegrasikan menjadi Fakultas Kedokteran UGM, termasuk jugaAkademi Pertanian di Klaten,
kemudian menjadi Fakultas Pertanian UGM.
Oleh penyatuan beberapa perguruan tinggi ini, sebagai konsekuensinya, HMI kehilangan beberapa cabang yang berada beberapa
daerah tersebut. Kondisikampuspun menjadi kurang kondusif untuk aktifitas pergerakan karena adakecenderungan mahasiswa kembali
menggeluti dunia akademis (back to campus). Dunia akademis yang sebelumnya mengalami kevakuman karena ditinggalkan
mahasiswanyaturun ke medan perang melawan agresi militer Belanda, kini kembali marak olehmahasiswa yang kembali lagi ke kampus
dan menjalankan kuliah seperti biasanya.Sementara di sisi lain, sehubungan dengan kembalinya ibu kota negara ke Jakarta,personel PB
HMI juga banyak yang pindah ke Jakarta. Beberapa pengurus PB HMI jugaada yang meneruskan kariernya di bidang militer, seperti A.
Tirto Sudiro dan Hartono.
Keadaan ini sangat mempengaruhi kinerja kepengurusan yang waktu itudipimpin oleh oleh SH. Mintaredja. Akhirnya Lafran
Pene dan beberapa pengurus lain seperti Dahlan Ranuwiharjo berusaha mengantisipasi keadaan ini dengan mengambilalih kepengurusan
HMI. Beruntunglah, dengan cara ini, HMI masih bisa terselamatkan.Meskipun PB dalam keadan lemah, ekspansi cabang-cabang masih
bisa berlangsung,Beberapa ekspansi cabang yang dilakukan diantaranya adalah pembentukan HMICabang Jakarta, Cabang Bogor, Cabang
Bandung dan Cabang Surabaya. Di tingkat nasional, kepengurusan PPMI (Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia semacam KNPI-nya
zaman itu) masih selalu dipegang kepemimpinanya oleh HMI.
Pindahnya Ibu Kota kembali ke Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1950 menjadikan HMI juga harus segera memindah
sekretariatnya ke ibu kota yang baru. Pada bulan Juni1950, secara resmi sekretariat HMI pindah ke dari Yogyakarta ke Jakarta, waktu itu
HMIdiketuai oleh Lukman Hakim. Pada kepemimpinan Lukman hakim ini rupanya HMI masih juga belum bisa terlepas dari kondisi
keterpurukanya. Kinerja organisasi lamban,manajemen organisasi tidak bagus, dan anggotanya banyak yang tidak terurusi.
Dalam kongres HMI II di Yogyakarta (Desember 1950) diputuskan DahlanRanuwiharjo sebagai ketua Umum HMI yang ke-3.
Dibawah kepemimpinannya HMImulai melakukan pembenahan kembali dengan membuka cabang-cabang baru. HMI jugaktif melakukan
penggalian kembali nilai-nilai ke-HMI-an dengan tetap aktif mengontrolnegara dengan memberikan aktif memberikan kritik dan saran
kepada PresidenSukarno. Masa-masa periode kepengurusannya, Dahlan Ranuwiharjo adalah sebagiankecil tokoh HMI yang dikenal
sangat dekat dengan Sukarno.
Semakin kuatnya persaingan antar kekuatan-kekuatan arus politik untukmenguasai parlemen, mendorong mereka untuk
melakukan perluasan pengaruh ditingkat bawah. Beberapa cara yang ditempuh diantaranya ialah dengan membentuk organisasi-organisasi
baru untuk dijadikan sebagai underbouw -nya. Termasuk di tingkatdunia kemahasiswaan, pertai-partai besar seperti PNI dan PKI, pada
tahun 1953-1954,membentuk organisasi-organisasi kemahasiswaan underbouw. Tersebutlah GMNI(Gerakan Mahasiswa Nasionalis
Indonesia) yang merupakan underbouw PNI dan CGMI(Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia) yang menjadi underbouw PKI.
Denganlahirnya organisasi mahasiswa
underbouw partai tersebut, maka program-programorganisasi mahasiswa tidak lagi lahir dari hasil pemikiran kritis mahasiswa yang
Independen, akan tetapi lebih merupakan penerjamahan dari program-program partai induknya.
Sebagai organisasi mahasiswa yang independen, HMI mendapatkan tantanganyang sangat besar. HMI adalah organisasi
independen yang tidak dimaksudkan untukmenjadi senjata politik Masyumi atau suatu gabungan dari organisasi sosial ataupendidikan

6
muslim apapun (Tanja, 1978). Akan tetapi sikap independen HMI ini tidaktersosialisasikan dengan baik ke organisasi lain. Dengan ciri
Islam-nya, HMI seringdituduh sebagai alat kepentingan partai Islam seperti Masyumi. Bahkan tahun 1964 HMInyaris dibubarkan karena
tuduhan ini. HMI akhirnya masuk dalam pusaran konflik antar organisasi mahasiswa.
Persaingan dalam memperebutkan kader baru dan dominasi di kampus tak jarang menimbulkan bentrokan fisik antar para
pendukungnya. CGMI seringkali meneroranggota HMI dan melarang mereka aktif. CGMI bahkan melakukan gerakan-gerakanprovokasi
di kampus untuk membubarkan HMI. Demikian juga GMNI, sedikit banyak,organisasi ini turut serta dalam usaha-usaha mengganyag
HMI.
Bagi PKI, HMI merupakan musuh utama yang harus dilenyapkan setelah Masyumi. Sebab golongan agama, dalam doktrin
komunis, adalah kelompok kontrarevolusi isisnya adalah kaum borjuis kecil yang pro kapitalis-imperialis. PKI menuduh Masyumi (dan
juga HMI) sebagai antek-anteknya Amerika yang berusaha menanamkanpengaruhnya di dunia ketiga untuk memenangkan perang dingin
(Aidit 2001). Jika ingin menguasai Indonesia, tak ada jalan lain, selain yang pertama kali harus dihancurkan adalah kekuatan-kekuatan
kaum beragama. Kaum nasionalis, meskipun juga menjadi penentang komunisme tidak cukup mempunyai kekuatan siginikan, karena
merupakan produk ideologi lokal.
NASAKOM (Nasionalis, Agama dan Komunis) diharapkan oleh Sukarno dapat menjadi pemersatu ketiga kekuatan ideologi
besar yang berkompetisi menanamkan pengaruhnya dalam struktur negara. Ide tersebut ternyata hanya menjadi slogan yangsemakin
melegitimasi kekuasaan Sukarno. Pada tahap berikutnya Nasakom menjadi alatbagi PKI untuk melakukan hegemoni politiknya tanpa mau
mengakomodasi kekuatan-kekuatan lain. Sebenarnya ide ini cukup baik jika diikuti dengan itikad baik danperimbangan kekuatan antara
elemen-elemen penyusunya. Akan tetapi lemahnyakekuatan Nasionalis dan Islam secara kualitatif menjadi tidak seimbang
dengankekuatan dan ambisi komunis untuk mengusai kabinet.
Kekukuhan HMI dalam membela Islam dan keterlibatanya dalam aksipembasmian pemberontak PKI di Madiun tahun 1948
bersama militer cukup menjadistimulus dendam mendalam bagi PKI. Oleh karena itu permusuhan HMI denganPKI/CGMI semakin
menjadi setelah Nasakom diberlakukn oleh Presiden Sukarno. HMIadalah organisasi yang menentang Nasakom. Tuduhan-tuduhan bahwa
HMI merupakan underbouw-nya Masyumi, HMI terlibat dalam pemberontakan-pemberontakan Islam bersama Masyumi, HMI anti
Pancasila, HMI menjadi antek Amerika dan sebagainyamenjadi dalih bagi PKI untuk mengganyang HMI.
Terhitung sejak tahun 1964 aksi-aksi mengganyangan HMI dengan berbgaituduhan diatas mulai dilakukan oleh PKI. Korankoran, majalah, aksi massa, forum-forum ilmiah dan bahkan menggunakan institusi perguruan tiggi untuk melarangaktifitas HMI. Lebh
dari 30 mass media dan 46 organisasi massa digunakan oleh PKIuntuk melakukan usaha-usaha pembubaran HMI. Bentuk-bentuk aksi
yang mengarahpada pengganyangan HMI. Beberapa aksi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Pelarangan HMI di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Cabang Jember
padatanggal 12 Mei 1964 oleh sekretaris fakultas yang bernama Prof. Dr. Ernest
UtrechtS.H.
2. Mengeluarkan HMI dari Dewan Mahasiswa/Senat Mahasiswa yang tertuang dalam
instruksi Majlis Mahasiswa Indonesia (MMI) pada bulan Agustus 1964. Semenjak
bulan itu, diberbagai perguruan tinggi seperti di Yogyakarta, Medan, Jakarta dan
sebagainya, HMI dikeluarkan dari DEMA bahkn tidak diperkenankan untuk
mengikuti pemilihan ketua.
3. HMI dikeluarkan dari keanggotanya di PPMI. Keberhasilan CGMI mendominansi
PPMI menjadikanya hanya sebagai alat kepanjangan CGMI. HMI dikeluarkan dari
keanggotaan PPMI secara sepihak. Protesyang dilakukan PMII mengnai keputusan
itupun ditolak karena PKI telah menjadikanPPMI sebagai alat kepentinganya.
4. Memfitnah HMI dengan berbagai pamflet yang isinya antara lain memprovokasi
massa agar mendukung pembubaran HMI.
5. Petisi Pembubaran HMI dengan memanfaatkan momen-momen rapat akbar seperti
peringatan 17 agustus 1945 untuk mengluarkan statemen-statemen yang berisi
pembubarn HMI.
6. Penyingkiran anggota HMI dari jabatan-jabatan strategis di kampus. Di beberapa
perguruan tinggi, dosen-dosen yang berasal dari HMI tidak pernah
diberikesempatan untuk menduduki jabatan-jabatan tinggi oleh pengurus fakultas
yang telah di dominasi PKI.
Beruntunglah hampir semua ormas Islam yang ada waktu itu secara gigih melakukan pembelaan terhadap HMI. Sehingga
Sukarno, yang semula hampir-hampir saja membuat surat keputusan pembubaran HMI, membatalkan rencananya dan HMIbisa bertahan
sampai sekarang.
Pada tahun 1952, Masyumi sebagai satu-satunya partai Islam mulai mengalami perpecahan. Perpecahan itu dimulai dengan
keluarnya NU dari Masyumi. Kekecewaan golongan NU atas komposisi kepemimpinan di Masyumi yang dirasa tidak adil menyebabkan
NU keluar dan mendirikan partai sendiri. NU merupakan konstituen terbesar Masyumi, sehingga dengan keluarnya NU dari Masyumi
sangat mempengaruhi nasib Masyumi selanjutnya. Beberapa waktu kemudian beberapa elemen lain seperti Perti dan PSII juga ikut keluar.
Selanjutnya Masyumi praktis hanya diisi olehMuhammadiyah dan Persis (keduanya cenderung modernis dan puritan).
Pada masa kepemimpinan M. Natsir kebijakan-kebijakan Masyumi banyak diarahkan kepada gerakan-gerakan ke arah
formalisasi Islam dalam struktur negara.Contoh kongkritnya ialah Ketika Masyumi memperjuangkan negara Islam dalam
sidangkonstituante 1955. Keadaan ini menjadikan program-program yang berorientasi padasosial dan kultural banyak terabaikan.
Beberapa organisasi pendukung yang berasal darikaum tradisionalis akhirnya melakukan protes yang berujung pada perpecahan itu.
Akantetapi hal ini bisa dipahami, mengingat saat itu Masyumi berhadap secara frontaldengan gerakan-gerakan marxis-sosialis (PKI) yang
cenderung anti agama. Masyumidibubarkan oleh Presiden Sukarno pada tahun 1960.
HMI dalam Transisi Orde Lama dan Orde Baru
Kondisi negara yang kian terpuruk dengan ditandai oleh tingginya inflasi,mendorong HMI kembali mengambil inisiatif
melakukan aksi-aksi protes terhadappemerintah. Hegemoni PKI dalam kabinet yang kian kuat juga mendorong HMI bersamaelemenelemen Islam lainya berusaha untuk melakukan kritik kepada Presiden Sukarnomelalui gerakan massa. Ditingkat organisasi mahasiswa
PKI juga sudah semakinmenghegemoni. PPMI yang pada awalnya merupakan independen akhirnya dikuasaioleh CGMI (PKI), termasuk
juga MMI dan Front Pemuda. Dengan demikian nyaris tak adalagi organisasi mahasiswa yang bisa kritis terhadap kekuasaan.

7
PKI ada tanggal 30 September 1965 melakukan penculikan terhadap para petinggi Angkatan Darat yang terkenal dengan sebutan
G 30 S/PKI. Peristiwa berdarah ini menjadi momen awal bagi masifnya gerakan-gerakan anti PKI oleh militer dan mahasiswa. Atas
inisiatif Marie Muhammad (wakil ketua HMI), mahasiswa membentuk organisasi bersama bernama KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia). KAMI berdiripada tanggal 25 Oktober 1965 di Jakarta, tepatnya di Rumah salah satu menteri kabinetnya Sukarno bernama
Syarif Thayib.
Aksi pertama KAMI adalah rapat umum yang diselenggarakan di Fakultas Kedoteran Umum UI, Salemba, dengan tuntutan
pembubaran beberapa organisasi yang menjadi underbouw PKI seperti CGMI, PERHIMI, HIS dan Akademi PKI. Seiring kuatnya
tuntutan terhadap pembubaran PKI, KAMI kemudian menjadi satu-satunya lembaga aksi yang mewadahi seluruh mahasiswa Indonesia
dengan tanpa membedakan agama dangolongan. Aksi-aksi Kami bisa melibatkan massa yang sangat banyak dan spontan karena mendapat
dukungan dari seluruh mahasiswa Indonesi. Selain itu, dukungan dari TNIA ngkatan Darat juga turut memperkuat mental para anggota
KAMI.
Puncak aksi KAMI adalah Ketika mengumandangkan Tritura (tiga tuntutanrakyat) bersama elemen-elemen aksi lain seperti
KAPI, KAGI, KASI dan sebagainya dihalaman fakultas kedokteran UI, pada tanggal 10 januari 1966. Adapaun isi Trituraadalah :
- Bubarkan PKI

Retooling kabinet

Turunkan harga

Sukarno menanggapi aksi-aski tersebut dengan menyatakan sebagai aksi yangkontra revolusioner. Ia malah membentuk kabinet
baru yang beranggotakan beberapa orang yang disinyalir sebagai simpatisan PKI. Hal ini semakin menimbulkan kemarahan mahasiswa
dan rakyat. KAMI meneruskan aksi-aksi dengan melibatkan lebih banyakmassa. Pada tanggal 24 Januari 1966, saat pelantikan Kabinet
Dwikora, KAMI melakukan aksinya lagi keluar kampus dengan melakukan pemboikotan jalan yang akan dilalui paracalon menteri untuk
pelantikan. Dalam aksi itulah terjadi bentrok antara mahasiswa dengan pasukan Cakrabirawa. Dua pahlawan Ampera yaitu Arif Rahman
Hakim danZubaidah tewas tertembus peluru. Sehari setelah penguburan jenazah PahlawanAmpera tersebut, Sukarno mengumumkan
pembubaran KAMI.
Dengan pembubaran ini bukan berarti perjuangan berhenti, KAPPI yang dikomandani oleh M. Husni Thamrin mengambil alih
posisi KAMI sebagai organisatormassa. Sementara beberapa pimpinan KAMI seperti Cosmas Batubara (PMKRI), Zamroni(PMII) dan
David Napitupulu diculik oleh orang tak dikenal, beberapa anggota KAMI yang lain tetapi berjuang dengan membentuk laskar-laskar
Ampera di tiap daerah.Laskar-laskar inilah yang mengorganisir massa sehingga gaung Tritura sampai ke daerah-daerah. Aksipun
berkembang sampai wilayah-wilayah propinsi. Bahkan aksi-aksi diYogyakarta, Makasar dan lainya lebih heroik dan memakan lebih
banyak korban jiwa.
Keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) menandai lahirnya Orde Baru pimpinan Suharto. Ia diangkat menjadi
pejabat presiden pada tahun 1967 oleh MPRS dan akhirnya dikukuhkan sebagai presiden definitif pada tahun 1969. Pasca kejatuhannya,
Sukarno hidup sakit-sakitan isolasi oleh rezim Orde Baru sampai akhirnyawafat tahun 1972.
HMI dalam Fase Pembangunan dan Modernisasi Bangsa
Berdasarkan tujuan HMI, maka kader HMI harus memiliki kualitas insan cita, yang karenanya akan tercipta kader yang memiliki
intelektual tinggi yang dilandasi oleh iman serta diabdikan kepada umat dan bangsa. Pengabdian para kader ini akan dapat dijadikan
penopang dalam pembangunan bangsa dan negara Republik Indonesia.
Peran HMI dalam pembangunan bangsa dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Partisipasi dalam pembentukan situasi dan iklim
2) Partisipasi dalam pemberian konsep
3) Partisipasi dalam bentuk pelaksanaan
Dalam menjalani peran tersebut, banyak halangan dan rintangan yang justru sebenarnya lebih dominan faktor internal, misalnya
pergeseran nilai yang berdampak pada hilangnya ruh perjuangan HMI. Selain itu faktor eksternal memaksa HMI untuk terbawa pusaran
kekuasaan, misal masalah asas tunggal yang mengakibatkan perpecahan HMI menjadi dua yaitu HMI yang bermarkas di Diponegoro dan
HMI yang menamakan dirinya Majelis Penyelamat Organisasi.
HMI dan Fase Pasca Orde Baru
Tahun 80-an dikenal sebagai masa pertumbuhan bagi gerakan-gerakan Islamisasikampus. Bibit-bibit semangat kembali keIslam yang disemai pada akhir tahun 70-an kuncup-kuncupnya mulai tumbuh. Kelompok-kelompok pengajian kampus (halaqoh)
semakin ngetrend dan bulan Ramadhan menjadi selalu ramai. Meskipun sebenarnyaterdiri dari berbagai aliran, akan tetapi mereka
mempunyai kesamaan isu, yaitukebangkitan Islam. Harapan akan kebangkitan Islam di Asia Tenggara ternyata cukupmemberikan visi dan
ruh yang menghidupkan semangat para dai kampus untuk terusmengobarkan semangat Islam.
Bagi Orde Baru, hal ini merupakan pertanda buruk, karena akan menjadi ancaman bagi keberlangsungan kekuasaanya. Beberapa
kasus di negara lain radikalisme kaum beragama bisa menciptakan revolusi yang bisa menumbangkan kekuasaan.Ancaman terbesar bagi
Orde Baru setelah hancurnya komunisme adalah kelompokberagama ini. Penolakan Suharto atas keinginan Muhammad Roem
menghidupkan kembali Masyumi merupakan bukti ketakutanya pada kekuatan kaum beragama.
Bentuk antisipasi yang dilakukan Orde Baru untuk mengontrol kehidupan kebangsanya ialah dengan rencana dikeluarkanya
Undang-undang Keormasan No. 8tahun 1985. Dalam rancangan UU ini disebutkan adanya kewajiban bagi tiap organisasi massa untuk
memakai Pancasila sebagai asasnya. Hal ini jelas bertentangan dengan semangat kebhinnekaan yang menjadi ruh Pancasila itu sendiri.
Penyeragaman asas dalam tiap AD/ART adalah bentuk kontrol yang sangat kuat dari negara terhadap warganegaranya yang berati pula
hilangnya kebebasan warga negara untuk berbeda. Oleh karena itu muncul banyak kritik dalam pemunculan paket UU ini (baca bukunya
DeliarNoor berjudul Islam, Pancasila dan Asas Tunggal).
Meskipun demikian, kuatnya hegemoni kekuasan Orde Baru, menjadikan organisasi-organisasi massa yang ada seperti
Muhammadiyah, NU, GMNI, PMKRI, GMKI,PMII, IMM dan sebagainya tidak bisa berbuat banyak. Berbondong-bondong organisasiorganisasi tersebut mengubah AD/ART-nya menjadi berasaskan Pancasila. Bebera alasanyang dikemukan oleh organisasi yang mengubah
asasnya tersebut rata-rata ialah untuk mencari keamanan. Dari sini dapat kita rasakan betapa kuat dan ditakutinya kekuasaan Orde Baru
saat itu.

8
Dukungan militer dalam mengamankan kekuasaan negara yang sangat kuatseringkali menimbulkan tindakan-tindakan represif
dan anarkis oleh negara terhadapwarga negara. Sehingga kepatuhan warga negara terhdap pemerintah bukan karenadisebabkan oleh
semangat dan komitmen kebangsaan akan tetapi lebih dikeranakanoleh adanya ketakutan-ketakutan terhadap aparat.
HMI sebagi organisasi mahasiswa terbesar dan berpengaruh saat itu jelas akan menjadi sasaran selanjutnya bagi proyek
Pancasilaisasi ini. Anggota HMI yang banyak dan tersebar diseluruh pelosok nusantara merupakan aset bangsa yang tidak bisa
diabaikan. Pemerintah berkeinginan menjadikan HMI sebagai pelopor yang akan mendukung pelaksanaan UU tersebut. Sewaktu
pengumuman akan diterapkanya UU keormasan tersebut, HMI belum menyatakan kesediaanya untuk mengikuti keinginan pemerintah.
Maka disusunlah strategi oleh pemerintah untuk membujuk beberapa fungsionaris HMI agar bersedia memakaikan Asas Tunggal.
Dikirimlah beberapa alumni HMI yang sudah duduk dalam kabinet untuk mendekati HMI. Jawaban pengurus HMI ialah agar semuanya
diserahkan pada hasil kongres yang akan diselenggarakan di Medan tahun 1983. Dalam kongres tersebut pemerintah mengutus Abdul
Gafur (menteri Pemuda dan Olah raga, yang juga alumni HMI) untuk membujuk peserta agar bersedia mengubah asas. Abdul Gafur
bahkan mengancam akan melarang kongres tersebut, jika HMI menolak merubah asas.
Pada akhir Mei 1983 diadakanlah kongres HMI XV di Medan. Kongres ini dinamakan kongres perjuangan, karena
diselnggarakan dalam tekanan yang kuat daripemerintah untuk merubah asas. Dalam majalah Tempo edisi 4 Juni 1983 dilukiskansuasana
kongres sebagai berikut : .Ketika sampai pada Anggaran Dasar pasal 4, bahwaasas HMI tetap Islam teriak Allahu Akbar gemuruh
menyambutnya... HMI secara tegas menolak menggunakan Asas Tunggal Pancasila dalam AD/ART-nya dan masih setia
mempertahankan asas Islam.
Dalam kongres itu terpilih Hary Azhar Azis sebagai ketua umum HMI, yang akan bertugas mengemban amanat ini. Kegagalan
Abdul Gafur untuk membujuk adik-adiknya ini tidak membuat pemerintah menghentikan usaha-usahanya. Pemerintah terus berusaha
untuk membujuk HMI dengan melakukan pendekatan-pendekatan persuasif kepada pengurus HMI hasil kiongres. Usaha-usaha tersebut
berhasil ketika pada saat sidang Majelis Pekerja Kongres (MPK) II dan rapat pleno PB HMI tanggal 1-7 April, di Ciloto-Puncak-Bogor,
PB HMI bersedia mengubah asas Islam dengan asas Pancasila.Keputusan ini diumumkan di media massa seminggu kemudian dengan
menggunakan rumah Bp. Larfan Pane sebagai tempatnya.
Reaksi keraspun mengalir dari cabang-cabang di daerah. Cabang Yogyakarta sebagai cabang embrionya HMI, melakukan protes
keras terhadap keputusan tersebut. Cabang Yogyakarta mengeluarkan pernyataan sikap dengan judul : Sikap jamaah HMI Yogyakarta
terhadap perilaku dan siaran pers PB HMI. Dalam pernyataan sikap tersebut secara tegas Yogyakarta menolak keputusan PB dan
menganggapnya inkonstitusional. Seharusnya keputusan perubahan AD/ART adalah wewenang kongres HMI, bukan pengurus besar (PB).
Cara pengambilan keputusanyapun dianggap cacat karena tidak memenuhi kuorum. Dalam sidang MPK tersebut 19 orang melakukan walk
out .
PB HMI malah menanggapi sikap cabang Yogyakarta ini dengan kurang arif. PBHMI tidak bersedia melantik M. Chaeron A.R.
yang secara aklamasi terpilih sebagai Ketua Umum HMI Cabang Yogyakarta. Akhirnya pelantikan dilakukan oleh HMI BadkoJawa
Bagian Tengah yang juga bersikap menolak terhadap keputusan PB HMI.Penolakan ini tertuang dalam sidang pleno HMI Badko Jawa
bagian tengah pada tanggal29-30 Oktober 1985 di Yogyakarta. Atas sikap ini PB HMI kemudian mamecat ketua Badko (Yati Rachmiati)
dari pengurusannya.
Protes terhadap keputusan PB HMI ini bukan hanya berlangsung di Yogyakarta. Cabang Jakarta, di mana Harry Azhar Azis,
secara adminstratif terdaftar sebagai anggota HMI, membuat keputusan dengan memecat Harry Azhar Azis dari keanggotaan HMI.
Secara konstitusional pemecatan ini sah, karena (dalam aturan administrasi HMI) meskipun keduduknya sebagai Ketua Umum PB HMI,
akan tetapi kartu anggota dikeluarkan oleh pengurus cabang. Pemecatan ini menimbulkan kemarahan PB HMI,atas nama Ketua Umum
PB HMI ia kemudian membekukan HMI cabang Jakarta daristruktur keorganisasian HMI. Sebagai gantinya PB HMI membentuk cabangcabangtransitif yang pengurusnya dipilih oleh PB HMI.
Menjelang diselenggarakannya kongres XVI di Padang, Summatera barat, HMIAdapun kongres XVI pasti akan dijadikan forum
untuk melegitimasi perubahan asastersebut oleh PB HMI. Dengan demikian takkan ada lagi alasan bagi cabang-cabanguntuk menolak
perubahan asas dalam AD-ART HMI. Demi mengantisipasi hal ini, makacabang-cabang yang menolak keputusan PB tersebut membentuk
forum yang bernama
Majlis Penyelamat Organisasi (MPO). Pada mulanya forum tesebut dibentuk untukberdialog dengan PB HMI dan MPK (Majelsi
Pekerja Kongres) mengenai perubahan asasdalam kongres yang derencanakan. Akan tetapi karena tanggapan PB HMI
terkesanmeremehkan, maka akhirnya MPO melakukan demonstrasi di kantor PB HMI (Jl.Diponegoro 16, Jakarta). Dalam demonstrasi
tersebut PB HMI malah menanggapinyadengan mengundang kekuatan militer untuk menghalau MPO. Beberapa anggota MPO malah
ditangkap oleh aparat dengan tuduhan subversif. Keadaan ini berlangsung sampaidiselenggarakanya kongres HMI XVI di Padang yang
berlangsung pada tanggal 24-31Meret 1986.
Dengan diwarnai kekacauan karena adanya dua kubu yang saling bertentangan,maka kongres XVI di Medan menjadi tonggak
sejarah bagi pecahnya HMI menjadi duabagian, HMI Dipo dan HMI MPO. Kehadiran MPO, yang telah berhasil mengorganisir 9 cabangcabang terbesar di HMI, ditolak oleh panitia kongres. Kongres hanya diikuti olehcabang-cabang yang tidak terlibat dalam MPO dan
cabang transitif. Kehadiran cabang transitif ini mendapat tantangan keras dari peserta kongres sehinga menimbulkan kekacauan fisik
dalam ruangan sidang. Adapun 9 cabang yang mendukung MPO adalah:HMI Cabang Jakarta, HMI Cabang Bandung, HMI Cabang
Yogyakarta, HMI Cabang UjungPandang, HMI Cabang Pekalongan, HMI Cabang Metro, HMI Cabang Tanjung Karang,HMI Cabang
Pinrang dan HMI Cabang Purwokerto.
HMI hasil kongres XVI di Padang merupakan HMI yang diakui secara sah olehpemerintah. HMI ini sekretaraitnya di Jl.
Diponegoro 16, sehingga sering disebut HMIDipo. Atau bisa juga disebut HMI Pancasila karena asasnya Pancasila, atau di mass
mediabiasa disebut dengan menggunakan huruf HMI saja. Pasca reformasi, dalamkongresnya yang ke-22 di Aceh, pada tahun 1999,
HMI ini merubah kembali asas keIslam. Sehingga sekarang dari segi asas, sudah tidak ada bedanya antara HMI Dipodengan dengan HMI
MPO. Namun demikian, proses penjang lebih dari 20 tahun menjadidua institusi yang sendiri-sendiri menjadikan struktur, perkaderan,
tradisi dan sikappolitik kaduanya berbeda. Tradisi kooperatifnya dengan Golkar dan kedekatanyadengan kebanyakan alumni (KAHMI)
menjadikan HMI Dipo lebih mapan secara finansialdan rapi dalam keorganisasian. Sementara HMI-MPO identik dengan tradisi
proletarian,komunitas eksklusif, dan tidak mapan dalam organisasi.
HMI MPO terlahir sebagai sosok anak haram dalam gua garba Orde Baru.Ditengah situasi kehidupan kebangsan dihegemoni
militer, dalam suasana kebungkamanwarga negara serta diliputi ketakutan untuk berbeda, HMI MPO hadir sebagai pendekarmuda yang
berani berteriak lantang menentang kekuasaan. HMI MPO-lah organisasiIslam pertama yang menuntut Suharto harus turun. HMI MPO
harus berjuang dibawahtanah demi mempertahankan idealisme dan eksistensinya yang semakin lama-semakinditinggalkan cabang-cabang
pendukungnya. Aparat selalu mengawasi training-traningyang dilakukan oleh HMI dengan mengirimkan intelnya. Penyelenggaraan LK I

9
tak jaranggagal karena tiba-tiba digrebek aparat dan pesertanya diintrogasi. Pada tahun 1987, diYogyakarta terjadi penggrebekan terhadap
sekretariat HMI cabang Yogyakarta, di Jl.Dagen 16. Pengurus yang waktu itu sedang berada di lokasi lari tungang-langgangmencari
perlindungan bersamaan dikokangnya senjata oleh tentara.
Pecahnya HMI menjadi HMI MPO dan HMI DIPO adalah bagian dari dinamika sejarah yang tidak harus disesali. Manusia hanya
bisa melakukan penilaian sehinggadapat mengambil pelajaran darinya. Bagi kader-kader baru, yang dibutuhkan bukanlahromantisme
sejarah masa lalu, akan tetapi warisan semangat perjuangan danindepenndensi untuk berbuat yang terbaik bagi kemanusiaan.
HMI Pasca Reformasi
Secara histories sejak tahun 1995 HMI mulai melaksanakan gerakan reformasi dengan menyampaikan pandangan, gagasan dan
kritik terhadap pemerintahan. Sesuai dengan kebijakan PB HMI bahwa HMI tidak akan melakukan tindakan-tindakan inkonstitusional dan
konfrontatif. Gerakan koreksi pemerintahanpertama disampaikan pada jaman konggres XX HMI di Istana Negara tanggal 21 Januari
1995. kemudian peringatan MILAD HMI Ke 50 Saudara Ketua Umum Taufiq Hidayat menegaskan dan menjawab kritik-kritik yang
menyebutkan bahwa HMI terlalu dekat dengan kekuasaan. Bagi HMI kekuasaan bukanlah wilayah yang haram. Tetapi adalah wilayah
pencermatan dan kekritisan terhadap pemerintahan. Kemudian dalam penyampaian Anas Urbaningrun pada MILAD HMI ke 51 di Graha
Insan Cita Depok tanggal 22 Pebruari 1998 dengan judul Urgensi Reformasi bagi Pembangunan Bangsa Yang Bermartabat.
Pasca reformasi keadaan tidak jauh berbeda, meski secara kuantitas anggota HMI bertambah namun secara kualitas kader HMI
saat ini belum teruji secara nyata peranannya di kehidupan umat, berbangsa dan bernegara. HMI bisa dikatakan organisasi yang tidak
menarik lagi untuk mahasiswa mengembangkan diri di kampus bahkan yang lebih ironis HMI hanya dianggap sebagai batu loncatan
untuk karier politik mahasiswa sebelum terjun ke dunia politik selanjutnya. Belum lagi jika dikaitkan dengan perilaku alumni HMI yang
terjerat kasus korupsi di berbagai daerah, meski tidak bisa memukul rata bahwa ini akibat berproses di HMI namun ini menjadikan HMI
mempunyai beban sejarah yang harus diselesaikan dengan segera.

10
Daftar Pustaka:
Al-Mandari, S. 1999. HMI dan Wacana Revolusi Sosial. Pusat Studi Paradigma Ilmu(PSPI).
Ujung PandangAidit, D. N., dkk. 2001. PKI Korban Perang Dingin (Sejarah Peristiwa Madiun 1948). EraPublisher. Jakarta
Barton, G. 1999. Gagasan Islam Liberal di Indonesia. Paramadina. Jakarta.
Dahlan, M. M. 1999. Sosialisme Religius. Penerbit Kreasi Wacana. Yogyakarta
Grant, T. dan Woods, A. 2001. Melawan Imperialisme. Penerbit Sumbu. Jakarta
Halim, Z. 1990. HMI, Nasakom dan Pasca Gestapu. Makalah dalam buku putih DinamikaSejarah HMI. HMI Badko Jawa Bagian
Tengah. Yogyakarta
Hehamahua, A. 1985. HMI Membunuh Diri Sendiri. Surat Abdullah Hehamahua pada PBHMI. Jakarta
Pratiknya, A. W. Pesan Perjuangan Seorang Bapak. Penerbit Dewan dakwah Islamiyah Indonesia dan Lembaga Laboratorium. Jakarta
Ranuwiharjo, D. 1996. Catatan : Dahlan Ranuwiharjo, S.H. pada dies natalis HMI ke-43.Diterbitkan oleh PB HMI. Jakarta.
Roem, M. 1972. Bunga Rampai dari Sedjarah. Penerbit Bulan Bintang. Djakarta.
Sitompul, A. 1976. Sejarah Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam tahun 1947-1975.Penerbit Bina Ilmu Offset. Surabaya.
Suharsono. 1998. HMI MPO dan Rekonstruksi Pemikiran Masa Depan. CIIS Press.Yogyakarta
Sundhaussen, U. 1986. Polilti Militer Indonesia 1945-1967. LP3ES. Jakarta
Tanja, V. 1978. HMI, Sejarah dan Kedudukanya di Tengah Gerakan-gerakan Muslim Pembaharu di Indonesia. Penerbit sh. Jakarta
Tuhuleley, S. 1990. HMI di Mata Seorang Praktisi (Mahasiswa) 77-78: Sebuah UpayaPermakluman. Makalah dalam buku putih:
Dinamika Sejarah HMI. HMI BadkoJawa Bagian Tengah. Yogyakarta
Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Bentang.Yogyakarta.

11

Lampiran
KETUA UMUM HMI CABANG MALANG
N
O.

NAMA

PERIODE

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45

Prof. H. M. A. Icksan
Drs. Kamaruzzaman
Ali Sofwan
Drs. I. H. Ritongga
Drs. I. H. Ritongga
Drs. Sudarmo
Drs. Subroto
Muslich Rizza
Prof. Jebar Habip
Yanemin Konstantin Z
Prof. Amiruddin Arief
Drs. Masrani
Drs. Burhanuddin
Drs. A. Fatah Ibrahim
Drs. Ernomo
Prof. DR. Ali Achsan Mustafa
Prof. Masruchin Ruba'I, SH. MH
Rahman Marzuki
Adum Basuki, SH. MS
Drs. A. Zaim Khafidz
Drs. M. Sarjan Kadir
Drs. Imam Thalchah, MA. Ph.D
DR. Muhadjir Effendi, M.AP
Drs. Ainul Yaqin Ismail, MM
DR. A. Latief Fariqun, SH. MS
Drs. Hanief S. Gafur, MS
Drs. Fauzan Elfa
Drs. Amin Rajab
Drs. Suyatno
dr. Misbachul Munir
M. Najih SH. M.Hum
Umar Husain, SH. MH
Drs. Agus Haryadi
dr. Alfin Fajrul Jaya
A. Tsabid Agdaman
Lukman Malanuang, ST. M.Si
Agus Sutrisno, SP
M. Isra Ramli, S.Sos
Sidratahta Mukhtar, SS. M.Si
Wahyu Lazuardi, SH
Lukman Hakim, ST
Doni Tri Prasetio, S.Pd
Awang Tri Satria, S.Pt
Ahan S. Arifin, SE
Jarot Hartanto, S.Pd

1954 - 1955 - 1956


1956 - 1957
1957 - 1958
1958 - 1959
1959 - 1960
1960 - 1961
1961 - 1962
1962 - 1963
1963 - 1964
1965 - (darurat)
1965 - 1966
1966 - 1967
1967 - 1968
1968 - 1969
1969
1969 - 1970 - 1971
1971 - 1972
1972 - 1973
1974 - 1975
1975 - 1976 - 1977
1977 - 1978
1978 - 1979 - 1980
1980 - 1981
1981 - 1982
1982 - 1983
1983 - 1984 - 1985
1985 - 1986
1986 - 1987 - 1988
1988 - 1989
1989 - 1990
1990 - 1991
1991 - 1992
1992 - 1993
1993 - 1994 - 1995
1995 - 1996
1996 - 1997 - 1998
1998 - 1999
1999 - 2000 - 2001
2001 - 2002
2002 - 2003
2003 - 2004 - 2005
2005 - 2006 - 2007
2007 - 2008 - 2009
2009 - 2010 - 2011
2011 - 2012

12

Anda mungkin juga menyukai