Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

REKONSTRUKSI MANAJEMEN PERKADERAN HMI DALAM MEMBENTUK

KEPRIBADIAN SEORANG PEMIMPIN

Oleh :

NUR FARIHAH

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM


CABANG TANJUNGPINANG-BINTAN
PROVINSI KEPULAUAN RIAU
2016

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Esa Yang senantiasa

memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada kita sekalian sehingga

kita dapat menjalankan aktivitas sehari-hari. Shalawat serta salam selalu

terhatur kepada Nabi dan Rasul kita, Rasul yang menjadi panutan semua

ummat, yakni Nabi Besar Muhammad SAW serta keluarga dan sahabat beliau

yang telah membawa kita dari jurang yang penuh kesesataan menuju sebuah

kehidupan yang penuh kebahagiaan dan kedamaian.

Suatu rahmat yang besar dari Allah SWT yang selanjutnya penulis

syukuri, karena dengan kehendaknya, taufiq dan rahmatnya pulalah akhirnya

penulis dapat menyelasaikan makalah ini guna  persyaratan untuk mengikuti

Intermediate Training (LK II) Tingkat Nasional Yang dilaksanakan oleh

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Salatiga pada tanggal 29

Desember s/d 09 Desember 2016 di Gedung Aula Dinas Perkebunan Provinsi

Jawa Tengah. Adapun judul makalah ini adalah:

“REKONSTRUKSI MANAJEMEN PERKADERAN HMI DALAM

MEMBENTUK KEPRIBADIAN SEORANG PEMIMPIN”

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya

kepada HMI Cabang Tanjungpinang-Bintan dan juga rekan-rekan kader HMI

yang selalu berjuang, yang selalu memberikan saran, koreksi dan motivasi

yang sangat membangun. juga tidak lupa penulis mengucapkan ribuan terima

kasih kepada Kanda-Kanda Alumni (KAHMI) yang juga tidak luput memberi

bantuan kepada penulis, dari segi moril maupun materil.

ii
Akhirnya, kepada Allah jualah kita memohon. Semoga makalah ini

bermanfaat bagi kita sebagai penambah wawasan dan cakrawala

pengetahuan. Dan dengan memanjatkan do’a dan harapan semoga apa yang

kita lakukan ini menjadi amal dan mendapat ridha dan  balasan serta

ganjaran yang berlipat ganda dari Allah SWT yang maha pengasih lagi maha

penyayang.

Billahittaufiq Wal Hidayah

Tanjungpinang, 13 November 2016

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 4
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 14
A. Kesimpulan ......................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 15

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk termulia dimuka bumi ini semakin lama


semakin cerdas. Kecerdasan yang semakin meningkat ini mengakibatkan
manusia dijuluki dengan berbagai predikat seperti homo faber, homo sapiens,
zoon politicon, dan homo ekonomikus. Seiring dengan berjalannya waktu
manusia modern dapat disebut dengan homo administraticus serta
organization man.1 Manusia merupakan mahluk sosial yang dikodratkan
untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi sebagaimana yang
disebutkan oleh Aristoteles dengan istilah zoon politicon.2 Sedangkan
berdasarkan pendapat Siagian, maluri maayarakat, naluri berorganisasi dan
ketidak mampuan manusia untuk memenuhi sendiri kebutuhan-
kebutuhannya yang semakin kompleks itu serta sifat hakiki dari manusia
sebagai mahluk yang tidak pernah puas, menjadikan manusia itu asset yang
paling berharga bagi suatu organisasi, sekaligus merupakan masalah terberat
yang dihadapi oleh pimpinan suatu organisasi.
Salah satu hasil ciptaan manusia modern hingga saat ini karena naluri
bermasyarakat dan berkelompoknya itu tercipta berbagai jenis dan bentuk
organisasi sesuai dengan kepentingannya masing-masing, baik yang berada
dilingkungan kenegaraan maupun diluarnya, seperti organisasi yang
bergerak dibidang keniagaan, dibidang politik, dibidang sosial dan bahkan
juga organisasi-organisasi nirlaba seperti organisasi kemahasiswaan dan lain
sebagainya. Organisasi merupakan setiap bentuk persekutuan antara dua
orang atau lebih yang bekerjasama serta secara formal terikat dalam rangka
pencapaian suatu tujuan yang telah ditentukan dalam ikatan yang terdapat
seseorang/beberapa orang yang disebut atasan dan seorang atau

1
Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi. Jakarta: PT Bumi Aksara,2015, Hal. 8
2
https://id.wikipedia.org/wiki/Zoon_Politikon

1
sekelompok orang yang disebut bawahan. 3 Untuk mencapai suatu tujuan
dalam organisasi diperlukan manajemen yang mengatur keseluruhan
aktivitas yang berkaitan dengan organisasi agar berjalan dengan lebih teratur
dan lebih terarah. Menurut Terry, Manajemen adalah aktivitas melakukan
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui atau bersama orang lain. 4
Perlu diketahui bahwa hakikat fungsi dari manajemen yaitu untuk
melakukan semua kegiatan-kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam rangka
pencapaian tujuan dalam batasan-batasan kebijakan umum yang telah
ditetapkan. 5 Untuk menjalankan manajemen organisasi tersebut, diperlukan
para pemimpin sekaligus manajer dengan beragam persyaratan yang
menyangkut antara lain kemampuan memimpin, pengetahuan dan
keterampilan.
Pemimipin merupakan kunci penggerak dari organisasi. Dengan
begitu pentingnya seorang pemimpin sehingga berbagai usaha dilakukan
secara intensif untuk mempersiapkan orang-orang yang mampu menjadi
pemimpin sekaligus memiliki kemampuan manajerial. Dalam suatu
organisasi, pemimpin merupakan faktor yang menentukan tercapai atau
tidaknya tujuan organisasi. Sehingga diperlukan pemimpin yang memiliki
kepribadian yang kuat dan baik untuk membangun sebuah organisasi dan
menjalankannya untuk tetap menjaga eksistensinya.
Gordon Allport berpendapat bahwa kepribadian merupakan sesuatu
yang terdapat dalam diri individu yang membimbing dan memberi arah
kepada seluruh tingkah laku individu yang bersangkutan. Lebih detailnya
Allport menjelaskan mengenai kepribadian yaitu bagian yang terorganisir
secara dinamis dari system psikofisik individu yang menetukan tingkah laku
dan pikiran individu secara khas.6
Secara bahasa ada beberapa istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kepribadian, diantaranya yaitu : Mentality yaitu situasi
mental yang dihubungkan dengan kegiatan mental, Personality yaitu sebuah
totalitas karakter personal, Individuality yaitu sifat khas yang menyebabkan
seseorang mempunyai sifat berbeda dari orang lain, Identity yaitu sifat

3
Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi. Jakarta: PT Bumi Aksara,2015, Hal. 6
4
Hadrianus Suharyanto dan Agus Heruanto Hadna, Manajemen Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: Media Wacana, 2009, Hal.11
5
Sondang P. Siagian, Fungsi-fungsi Manajerial Edisi Revisi. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012,
Hal.1.
6
S. Suryabrata, Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, Hal.44

2
kedirian sebagai suatu kesatuan dari sifat-sifat mempertahankan dirinya
terhadap sesuatu dari luar.7
Salah satu organisasi kemahasiswaan yang terbentuk hingga saat ini
yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Didalam HMI terdapat manajemen
yang kompleks dalam bentuk konstitusi HMI yang didalamnya mencakup
Anggaran Dasar (AD), Anggaran Rumah Tangga(ART) dan Pedoman Pokok
HMI lainnya. Untuk menjalankan manajemen HMI diperlukan pemimpin
yang memiliki kemampuan dan keahlian dalam kepemimpinan yang akan
menduduki posisi sebagai ketua umum, baik tingkat Pengurus Besar (PB),
Badan Koordinasi (BADKO), Cabang maupun Komisariat. Akan tetapi seiring
dengan berjalannya waktu, manajemen yang ada di HMI mulai mengalami
kemunduran dan mengalami pelemahan dalam menjalankannya. Hal ini
ditunjukkan dari pudarnya eksistensi HMI di ranah masyarakat dan
dikalangan mahasiswa, kemudian hilangnya kesadaran kader akan jati
dirinya yang berazaskan islam, tidak konsistennya pengurus untuk
menjalankan tugas-tugasnya. Jika hal ini dibiarkan berlangsung semakin
lama, maka HMI tidak akan menghasilkan kader yang unggul dan siap untuk
menjadi pemimpin yang berkepribadian baik, karena masih belum memiliki
sikap tanggungjawab dan kesadaran akan dirinya dalam ber-HMI dengan
segala aturan yang telah ditetapkan berdasarkan konstitusi HMI.
Dari masalah-masalah yang muncul akibat melemahnya manajemen
dalam HMI saat ini, dirasa sangat perlu untuk melakukan rekonstruksi
didalam HMI terhadap manajemen perkaderan HMI untuk membangun dan
membentuk kembali kader yang siap untuk menjadi pemimpin yang memiliki
keteladanan dari kepribadiannya untuk masyarakat, bangsa dan negara.

B. Rumusan Masalah
berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dirusmukan
permasalahnnya yaitu “BAGAIMANA MEREKONSTRUKSI MANAJEMEN
PERKADERAN HMI UNTUK MEMBENTUK PEMIMIPIN YANG
BERKEPRIBADIAN ?

7
Jalaludin, Psikologi Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996, Hal.177-178

3
BAB II
PEMBAHASAN

HMI merupakan organisasi yang memiliki manajemen yang sangat


kompleks. Didalam HMI segala aktivitas yang berkaitan dengan organisasi
diatur secara terperinci sesuai dengan konstitusi HMI. Sehingga seharusnya
HMI ini menjadi organisasi besar yang mumpuni untuk melahirkan orang-
orang calon pemimpin yang unggul. Akan tetapi, jika pedoman yang
kompleks tersebut tidak dilaksanakan dengan baik pada prosesnya, maka
cita-cita HMI dan tujuan dari HMI tidak akan tercapai.
Kader HMI merupakan asset yang berharga bagi HMI sendiri, karena
dari kader ini lah tujuan-tujuan HMI akan dicapai. Mengingat fungsi HMI
sebagai organisasi kader, maka seluruh aktivitas harus dapat memberikan
ruang dan kesempatan untuk mengembangkan kualitas pribadi setiap
anggota-anggotanya sebagai kader.8 HMI memilih orang-orang untuk
dikaderkan dengan syarat dan standart yang berkualitas, karena syarat
utamanya merupakan mahasiswa dan beragama islalm, bukan sembarang
orang yang boleh ikut bergabung dan menjadi kader. Seperti yang kita
ketahui bahwa mahasiswa merupakan kaum cendikia yang terpelajar yang
sudah dipersiapkan oleh masing-masing perguruan tingginya untuk menjadi
seseorang penerus dengan sebuah keahlian untuk membantu membangun
peradaban bangsa. Oleh karena HMI merupakan organisasi yang berazaskan
islam maka syarat menjadi kader juga harus beragama islam.
Syarat utama yang di tentukan diatas merupakan langkah pertama
dalam memilih calon pemimpin masa depan. Setidaknya telah mendapatkan
calon yang berpendidikan karena telah memasuki jenjang pendidikan
diperguruan tinggi, kemudian yang beragama islam. Setelah menjadi kader
HMI, ditempa kembali untuk menjadi calon pemimpin yang unggul dengan
berbagai mengikutsertakan dalam berbagai aktivitas dan kegiatan yang

8
Agus Salim Sitompul, 44 Indikator kemunduran HMI Suatu Kritik dan Koreksi Untuk
Kebangkitan Kembali HMI (50 Tahun Pertama HMI 1947-1997), Jakarta: CV Misaka Galiza,
2008, Hal.11

4
berhubungan dengan ke-HMI dengan segala dinamika yang terdapat
didalamnya. Didalam HMI diajarkan berbagai macam hal untuk menunjang
kemampuan kadernya seperti keilmu mengenai kesekertariatan, teknik
persidangan, pengorganisasian atau pembagian kerja didalam organisasi,
teknik diskusi, membentuk forum-forum kajian ilmu, cara menyampaikan
pendapat dengan baik, cara merencanakan suatu kegiatan dan lain
sebagainya. Dari berbagai kegiatan yang dibuat di HMI merupakan
pendidikan kader bagi anggota-anggotanya untuk membentuk watak dan
kepribadian, kemampuan ilmiah dan keterampilan yang dimiliki oleh setiap
anggota. Sehingga dalam berorganisasi di HMI tidak hanya melakukan
perkumpulan ikut serta kegiatan tanpa mendapatkan manfaat yang lebih.
Tujuan mulia HMI merupakan harapan besar untuk menciptakan
kader dengan lima kualitas insan cita yaitu kualitas insan akademis, kualitas
insan pencipta, kualitas insan pengabdi, kualitas insan yang bernafaskan
islam dan kulaitas insan yang bertanggungjawab atas terwujudnya
masyarakat adil makmur diridhoi Allah SWT. Akan tetapi dengan berbagai
latar belakang dan keberagaman sifat yang dimiliki oleh kader HMI
menjadikan berbagai hambatan dalam mencapainya dengan mudah.
Kemudian juga situasi organisasi yang terkadang tidak kondusif dan memiliki
konflik-konflik tersendiri menjadikan terhambatnya proses pencapaian
tujuan HMI sesungguhnya. Akan tetapi dengan berbagai konflik dan
dinamika yang ada di HMI juga membuat sebuah pelajaran dan pengujian
akan keterampilan kader HMI untuk menggunakan keterampilannya dalam
mengendalikan diri dan bersikap sesuai dengan kebutuhan.
Dengan kondisi HMI yang sekarang ini, kualitas insan citanya pun
masih belum terpenuhi dengan baik, yang pertama insan akademis, menjadi
insan akademis bukan hanya menyandang status sebagai mahasiswa akan
tetapi juga menjalankan kewajibannya sebagai mahasiswa yaitu menuntut
ilmu dan menyelesaikan pendidikannya dengan baik dan tepat waktu,
menciptakan prestasi akademik, kemudian haus akan ilmu sehingga
membuat majelis kajian ilmu baik dalam forum maupun hanya komunikasi
secara personal sehingga membuka wawasan yang lebih luas sehingga

5
mendukung untuk berfikir secara rasional, objektif dan kritis. Akan tetapi
realitasnya banyak kader yang kuliah asal datang, duduk, absen dan pulang,
kemudian banyakin ngumpul disekretariat cerita panjang lebar, nonton,
ngopi, malas-malasan sehingga menjadikan nilai kaademik rendah dan lulus
lebih dari 4 tahun. Kemudian saat dalam diskusi pasif karena kurangnya
referensi sehingga wawasannya terbatas, bahkan mungkin jarang mengikuti
diskusi ataupun jika diajak diskusi yang sifatnya non-formal malah beralih
lebih banyak ke curhat dan gosip. Hal ini yang seharusnya diubah dan
dibangun lagi suasana akademik karena didalamnya merupakan kaum
intelektual bukan kaum jahiliah yang berbicara tanpa manfaat ataupun ilmu.
Jika seperti ini terus berlanjut maka hanya akan ada pemimpin yang
berintelektual rendah, sedangkan yang akan dipimpinnya akan beragam
tingkat pengetahuan dan keilmuannya serta tantangan zaman yang akan
dihadapinya dimasa yang akn datang.
Kedua yaitu insan pencipta yang harus mampu memiliki gagasan dan
ide untuk menciptakan sesuatu yang baru untuk kemajuan dan dapat
memperbaiki dan membangun kembali bagian-bagian yang rusak dengan
memanfaatkan potensi dalam bentuk kreatifitasnya. Seperti menciptakan
suasana yang aman nyaman dan kondusif baik dilingkungan keluarga,
organisasi maupun lingkungan sekitar, membuat suatu gagasan baru untuk
membangun organisasi, memberikan solusi untuk permasalahan yang terjadi
dan lain sebagainya. Akan tetapi saat ini, banyak kader yang malah
menciptakan sesuatu hal yang buruk, seperti menciptakan masalah dan
biasanya membiarkan masalah tersebut berlarut-larut bukan untuk segera
diselesaikan, membiasakan menjadi pengikut dari hasil gagasan orang lain,
tidak berani untuk menampilkan hasil kreatifitasnya sendiri dan lain
sebagainya. Hal-hal ini menjadikan sebuah jurang bagi setiap kader, karena
tetap memelihara emosional yang buruknya, kemudian rasa takut untuk
mencoba dan hilangnya rasa percaya diri sehingga menghambat
perkembangan diri dan terpendamnya potensi yang ada dirinya. Sedangkan
seorang pemimpin itu tidak hanya memiliki potensi, akan tetapi juga
membantu mengelola dan memfasilitasi potensi anggotannya atau

6
pengikutnya, jadi jika diri sendiri saja tidak dapat menggunakan potensi diri
bagaimana untuk menjadi pemimpin yang akan menaungi banyak sumber
daya yang beragam jenis potensi.
Ketiga insan pengabdi, kader yang seutuhnya menjadi insan pengabdi
ialah yang melakukan sesuatu dengan ikhlas demi kebaikan bersama, bukan
lagi melakukan sesuatu hal hanya untuk kepentingan pribadi lagi. Kader
yang mencapai sebagai insane pengabdi telah ikhlas mengamalkan ilmu, hasil
dari karyanya untuk kepentingan umum. Pada tingkatan ini banyak
keterikatan yang harus dilepas, sehingga masih banyak yang belum dapat
melakukannya karena keikhlasan individu itu tergantung dari kesadaran dan
keinginan secara utuh untuk menyerahkan dan melakukan sesuatu secara
tulus dan ikhlas tanpa berfikir keuntungan yang tampak untuknya. Akan
tetapi karena modernisasi menjadikan manusia saat ini menjadi
individualistik, terlebih lagi dilingkungan perkotaan. Bahkan pada tingkat
mahasiswa juga telah menjalar virus individualistiknya ditandai lagi dengan
merasa lebih nyaman dengan kesendirian karena sudah adanya teknologi
yang serba memudahkan tanpa harus bertemu dan bersapa langsung dengan
yang lainnya. Sehingga daya tanggap dan rasa kepeduliansecara nyaat mulai
luntur dan saat ini memandang sesuatu hal yang salah karena sering
dilakukan dan tidak ditanggapi saat ini menjadi sesuatu hal yang biasa. Dan
ini berlangsung hingga saat ini. Padahal seharusnya teknologi digunakan
untuk memudahkan bukan menjadikan diri kita terisolasi dan
ketergantungan dengan perkembangan teknologi yang merupakan hasil
karya manusia juga. hal ini seharusnya diperbaiki dengan menyadarkan
kembali kodrat diri sebagai seorang manusia dimuka bumi, yang diutus
ssebagai khalifah dimuka bumi. Jika saat ini calon pemimpin sudah
terbentuk dengan kepribadian yang individualistik, yang tidak peduli dan
tidak tanggap akan lingkungan sekitar maka belasan tahun atau puluhan
tahun akan datang dengan segala perkembangan dan kemudahan yang
diciptakan akan membuat pemimpin yang menyerahkan segalanya kepada
kemauan pengikutnya atau anggotanya. Atau bahkan anggotanya juga akan

7
bersikap tak acuh dengan pemimpinnya dan dunia ini akan hancur dengan
keadaan seperti ini.
Keempat yaitu insan yang bernafaskan islam yaitu kader yang telah
menjadikan nilai-nilai islam sebagai hidupnya. Menjiwai, menjadikan pola
pikir dan pola perilakunya berdasarkan syariat islam sehingga setiap langkah
dan geraknya berdasarkan pada pedoman islam dan lillahi ta’ala. Kondisi
kader HMI saat ini menjadikan islam sebagai azas organisasinya, islam diakui
sebagai agamanya, akan tetapi islam tidak disertakan dalam segala aspek
kehidupannya. Pengakuan akan islam saat ini hanya sebatas beragama dan
pelaksanaan ibadah, akan tetapi banyak dari kader kita lupa bahwa
kesadaran akan islam bukan hanya sebuah status di KTP dan bukan hanya
sebuah agama turun temurun dari orang tua kita. Akan tetapi sadar secara
utuh bahwa diri mengakui dirinya islam dengan sadar mengucapkan dua
kalimat syahadat dan berserahkan keseluruh hidupnya dengan keyakinan
kepada Allah SWT. Dengan menyadarkan diri akan status keislaman yang
sesungguhnya merupakan cara menanamkan keimanan (keyakinan) secara
utuh kepada Tuhan, dan secara sadar pula melakukan segala hal berdasarkan
nilai keislaman, bukan lagi hanya menilai islam itu hanya shalat 5 waktu,
puasa ramadhan, zakat, haji, atau mengaji, akan tetapi perilaku yang
mencerminkan kepribadiannya juga merupakan bagian dari islam.
Bagian terakhir yaitu insan yang bertanggungjawab atas terwujudnya
masyarakat adil makmur diridhoi Allah SWT merupakan tahap perjuangan
yang akan dilakukan guna kemaslahatan umat. Yakin pada diri dan sadar
bahwa berkedudukan sebagai khalifah fil ard yang harus melaksanakan
tugas-tugas kemanusia ke arah kebaikan dan kebenaran. Sehingga kader
yang telah mencapai pada tahapan ini berani, yakin dan sanggup secara sadar
untuk mengemban tanggungjawab seluruh masyarakat, termasuk sanggup
memikul akibat-akibat dari apa yang perbuatannya untuk jalan kebenaran
dengan berani. Akan tetapi saat ini masih sedikit kader yang berjiwa seperti
ini karena untuk menjalankan hal tahap ini butuh keteguhan hati dan niat
yang kuat.

8
Dari kelima kualitas insan cita yang menjadi tujuan dari HMI telah
menggambarkan kesiapan HMI yang sebenarnya untuk membentuk kader
pemimpin umat yang berkualitas dan berkepribadian islami. HMI telah
mempersiapkan pemimpin yang ideal dengan kriteria berdasarkan kualitas
insan cita yang memiliki cakupan kecerdasan yang kompleks. Kecerdasan
pemimpin tersebut terbagi menjadi 3 yaitu kecerdasan intelektual (IQ),
kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). 9
Orang yang memiliki IQ adalah orang yang mampu membedakan
mana yang benar dan mana yang salah. Kemampuan IQ ini memainkan
10
potensi logika, kemampuan berhitung dan menganalisa. Bagi orang yang
memiliki IQ mempunyai banyak pilihan dalam mengambil suatu keputusan
dan akan mampu memilih yang terbaik baginya dan bagi yang dipimpinnya.
Karena pemimpin yang menggunakan IQ ini selalu menganalisa terlebih
dahulu sesuatu sebelum mengambil keputusan.
EQ adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri (sabar)
dan kemampuan dirinya unutk memainkan irama, nada, music serta nilai-
nilai estetika. Pemimpin yang memiliki kecerdasan ini biasanya lebih mudah
bergaul dan lebih supel. Dan yang terakhir yaitu SQ, SQ adalah kemampuan
seseorang untuk mendegarkan hati nuraninya, baik buruk dan rasa moral
dalam caranya menempatkan diri pada situasi dan lingkungan. IQ dan EQ
harus berdiri diatas SQ, sehingga potensi seorang pemimpin menghantarkan
kepada pribadi yang berakhlak mulia.11
Kelima kualitas insan cita tersebut telah menggambarkan penggunaan
dan kemampuan ketiga kecerdasan tersebut. Pada point pertama dan kedua
yaitu insan akademis dan pencipta merupakan termasuk dalam penggunaan
kecerdasan intelektual, kemudian pada point ketiga insan pengabdi
dibutuhkan kecerdasan emosional, point keempat yaitu insan yang
bernafaskan islam dibutuhkan kecerdasan spiritual dan point terakhir yang
kelima dibutuhkan ketiga kecerdasan secara bersamaan untuk mencapainya.
Apabila kader HMI memenuhi kelima kualitas insan cita ini maka sudah

9
Rudy D. Wibawa dan Theo Riaynto, Siap Jadi Pemimpin ? Latihan Dasar Kepemimpinan,
Yogyakarta: Kanisius, 2012, Hal. 11
10
Arvan Pradiansyah, You are a leader: menjadi pemimpin dengan memanfaatkan potensi
terbesar yang anda miliki : kekuatan memilih!, Jakarta: Elek Media Komputindo, 2003, Hal.9
11
Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah (Transcedentall Intelligent), Jakarta: Gema Insani,
2006, Hal.49.

9
terbentuk kepribadian dan kemampuan yang mumpuni untuk menjadi
seorang pemimpin baik bagi diri sendiri, masyarakat, bangasa dan Negara.
Untuk membentuk anggota menjadi kader HMI yang siap menjadi
pemimpin unggul dan teladan bagi diri, masyarakat bangsa dan negaranya
perlulah membangun kembali lagi semangat manajemen perkaderannya,
sehingga kader-kadernya mencapai keseluruhan dari kualitas insan cita dan
dapat mencapai tujuan dari HMI. Untuk membangun kembali manajemen
perkaderan HMI perlu adanya kesadaran setiap kader untuk berubah dan
kembali pada tujuan awalnya sesuai dengan tujuan HMI. Oleh karena dalam
HMI telah memiliki dasar yang baik dalam memilih calon kader yaitu dengan
syarat harus seorang mahasiswa dan beragama islam, maka untuk
membentuk lebih lanjut akan lebih mudah karena telah memiliki
kemampuan dasar. Beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu :
1. Selalu mengkaji kembali konstitusi HMI agar lebih mengerti dan
memahami tiap pasal dari bab-bab yang terdapat di konstitusi,
sehingga organisasi tidak lagi berjalan dengan meraba-raba.
2. Bangun komunikasi yang lebih baik diantara kader agar dapat saling
bertukar pikiran dan ide serta dapat menjadi sarana memperbaiki dan
meminimalisir masalah akibat kurangnya komunikasi yang
mengakibatkan perbedaan persepsi.
3. Menanamkan kembali nilai-nilai keislaman yang merupakan azas dari
HMI dengan memperdalam ilmu agamanya dan mengamalkannya,
sehingga kader HMI benar-benar utuh menjalankan kehidupan sesuai
dengan syariat islam dengan pendalaman materi NDP dan diskusi
lainnya.
4. Selalu mem-follow up kembali kader-kader yang semangatnya mulai
menurun untuk ber-HMI agar tetap berada dan konsisten berproses.
Dapat juga membangun kembali manajemen perkaderan HMI
berdasarkan fungsi-fungsi dari manajemen. Terlebih dahulu perlu diketahui
beberapa fungsi-fungsi manajemen menurut Amsyah sebagai berikut : 12

12
Zulkifli Amsyah, Manajemen Sistem Informasi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997, Hal.
6

10
1. Perencanaan (planning) yang mencakup fungsi perencanaan dan
penganggaran (budgeting)
2. Pelaksanaan (operating) yang mencakup fungsi pengarahan
(directing), penggiatan (actuating), pengorganisasian (organizing)
dan koordinasi (coordinating)
3. Pengawasan (controlling) yang mencakup fungsi pengawasan,
penilaian (evaluating) dan pelaporan (reporting).

Berdasarkan fungsi-fungsi manajemen diatas dapat dibuat sebuah


rumusan pembangunan kembali manajemen perkaderan HMI sebagai berikut
:
1. Perencanaan
Pada tahap ini dilakukan perencanaan kegiatan untuk menggerakkan
roda organisasi HMI, salah satunya dalam bidang perkaderan yaitu
melaksanakan basic trining, kemudian up greading dan kegiatan lainnya yang
mendukung perkembangan kader HMI. Kemudian tentukan anggaran yang
dibutuhkan pada setiap kegiatan, usahakan membuat perencanannya sesuai
dengan kemampuan organisasi sehingga nantinya biaya tidak lagi menjadi
permasalahan. Membuat rencana tidak perlu sebuah kegiatan yang besar
cukup kecil dan sesuai dengan kemampuan masing-masing bidang, karena
jika terlalu berangan besar nantinya tidak terlaksana karena terlalu berat
difikirkan sehingga berimbas pada kemalasan menjalankan tugasnya. Ini
yang sering menjadi permasalahan, hebat dalam membuat perencanaan akan
tetapi hilang saat waktu pelaksanaannya.
2. Pelaksanaan
Tahapan ini melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan.
Biasanya tidak semua kegiatan yang direncanakan terlaksana dengan
kendala yang terjadi seperti anggaran dan hilangnya semangat pengurus
dalam berorganisasi ataupun karena masalah-masalah lainnya. Dalam
melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan melibatkan banyak orang
untuk mengurusinya sehingga butuh adanya arahan (directing) pada tiap
bagian kerja (organizing) sehingga pekerjaan yang akan dilakukan
diharapkan lebih cepat terselesaikan karena telah memiliki bagian masing-
masing. Karena dalam kegitan setiap bagian merupakan satu kesatuan maka
diperlukan komunikasi yang baik dengan cara berkoordinasi satu sama

11
lainnya untuk mencapai tujuan kegiatan yang baik. Teknik ini juga
digunakan dalam membentuk kepribadian tiap kader HMI, mengingatkan
setiap gerak dan perilaku kader yang masih belum seutuhnya sempurna
dengan kaidah-kaidah islam sehingga masih dibutuhkan arahan dan
pengorganisasian bisa dalam bentuk kajian bersama dalam forum diskusi
dengan tema tertentu, dan pengkoordinasian satu dengan yang lainnya selain
menjalin kekuatan silaturahmi sesama kader, dapat juga membantu kader
lainnya untuk saling menginformasikan gejala-gejala permasalahan yang
mulai muncul, sehingga dapat teratasi sedini mungkin. Sehingga tidak
sampai kehilangan kader begitu saja.
3. Pengawasan.
Pada tahapan ini kegiatan yang dilaksanakan perlu awasi agar tetap
berjalan sesuai dengan perencanaan dan dapat mengantisipasi secepat
mungkin kendala dan kesalahan yang terjadi pada proses pelaksanaan
kegiatan dengan cara mengevaluasi dan melakuakn pelaporan. Hal ini
seharusnya dilakukan pada proses perkembangan kader HMI yang semiliki
beragai ragam kepribadian dan pengaruh lingkungan. Dengan adanya
pengawasan dapat mendeteksi dan melihat masalah yang terjadi terkait
dengan kader dan berhubungan dengan HMI, denga pendeteksian lebih awal
dapat dievaluasi untuk mencarikan solusi atas masalah-masalah para kader
sehingga kader tidak menjadi kader yang berlarut dengan keegosentrisan
akibat masalah yang tercipta dan kader yang lepas tanggungjawab dari
masalah. Kemudian kader seharusnya membiasakan melaporkan kepada
pengurus HMI akan segala permasalahan terkait dengan keberlangsungan
keorganisasian.
Berdasarkan pada tahapan fungsi manajemen diatas manajemen
perkaderan HMI dapat direkonstruksi untuk keberlangsungan organisasi
yang lebih baik. Sehingga dari hasil rekonstruksi manajemen perkaderan ini
menghasilkan kader yang siap menjadi pemimpin dan memiliki kepribadian
yang mulia. Sebagaimana dengan tokoh teladan umat yaitu Nabi Muhammad
SAW.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

13
Pemimipin merupakan kunci penggerak dari organisasi. Dengan
begitu pentingnya seorang pemimpin sehingga berbagai usaha dilakukan
secara intensif untuk mempersiapkan orang-orang yang mampu menjadi
pemimpin sekaligus memiliki kemampuan manajerial. Begitu juga dengan
HMI yang mempersiapkan kadernya untuk menjadi pemimpin umat yang
berkepribadian yang mulia. Akan tetapi dengan perubahan lingkungan dan
arus perkembangan zaman, berdampak terhadap manajemen perkaderan
HMI, karena sesungguhnya manusia itu cenderung berubah-ubah. Sehingga
banyak menimbulkan permasalahn pada kader-kader HMI yang berdampak
signifikan terhadap organisasi HMI sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan
rekonstruksi manajemen perkaderan HMI untuk membentuk pemimpin yang
kepribadian mulia.
Rekonstruksi manajemen perkaderan HMI ini dalam membentuk
pemimpin yang berkepribadian mulia mencakup beberapa hal diantaranya
sebagai berikut : mengkaji kembali konstitusi HMI agar lebih mengerti dan
memahami tiap pasal dari bab-bab yang terdapat di konstitusi, membangun
komunikasi yang lebih baik diantara kader agar dapat saling bertukar pikiran
dan ide serta dapat menjadi sarana memperbaiki dan meminimalisir masalah
akibat kurangnya komunikasi yang mengakibatkan perbedaan persepsi,
menanamkan kembali nilai-nilai keislaman yang merupakan azas dari HMI
dengan memperdalam ilmu agamanya dan mengamalkannya, sehingga kader
HMI benar-benar utuh menjalankan kehidupan sesuai dengan syariat islam
dengan pendalaman materi NDP dan diskusi lainnya, mem-follow up kembali
kader-kader yang semangatnya mulai menurun untuk ber-HMI agar tetap
berada dan konsisten berproses.
Dapat juga merekonstruksi dengan menggunakan fungsi-fungsi
manajemen yaitu dengan beberapa tahapan dimulai dari perencanaan,
pelaksanaan serta pengawasan.
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

14
Amsyah, Zulkifli. 1997. Manajemen Sistem Informasi. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Jalaludin. 1996. Psikologi Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Pradiansyah, Arvan. 2003. You are a leader: menjadi pemimpin dengan


memanfaatkan potensi terbesar yang anda miliki : kekuatan memilih!.
Jakarta: Elek Media Komputindo.

Siagian, Sondang P. 2003. Filsafat Administrasi. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Siagian, Sondang P. 2012. Fungsi-fungsi Manajerial Edisi Revisi. Jakarta: PT


Bumi Aksara.

Sitompul, Agus Salim. 2008. 44 Indikator kemunduran HMI Suatu Kritik dan
Koreksi Untuk Kebangkitan Kembali HMI (50 Tahun Pertama HMI
1947-1997). Jakarta: CV Misaka Galiza.

Suharyanto, Hadrianus & Agus H. Hadna. 2009. Manajemen Sumber Daya


Manusia. Yogyakarta: Media Wacana.

Suryabrata, S. 2003. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada.

Tasmara, Toto. 2006. Kecerdasan Ruhaniah (Transcedentall Intelligent).


Jakarta: Gema Insani.

Wibawa, Rudy D. dan Theo Riayanto. 2012. Siap Jadi Pemimpin ? Latihan
Dasar Kepemimpinan. Yogyakarta: Kanisius.

Website :

Interwiki. (2016, Juni 11). Zoon Politikon. Retrieved November 13, 2016,
from Wikipedia: https://id.wikipedia.org/wiki/Zoon_Politikon.

15

Anda mungkin juga menyukai