Anda di halaman 1dari 19

ESENSI AJARAN ISLAM TENTANG KHALIFAH FIL ARDH DAN

KEPEMIMPINAN

MAKALAH
Diajukan Sebagai Syarat Mengikuti
Latihan Kader II HMI Cabang Sintang
2021

Nikita Darmala
08134705987 - nikitadrmala@gmail.com

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)


CABANG SAMBAS
1442 H / 2021 M
KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Puji dan syukur


sudah selayaknya kita panjatkan sebagai bentuk kecintaan seorang hamba
kepada Sang Penciptanya. Atas segala ke-Maha Besar-an Allah subhanahu
wa ta‟ala, makalah ini akhirnya dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat
dan salam semoga senantiasa tercurah ke atas nabiyullah, Muhammad
shallallahu „alaihi wasalam, manusia agung yang diberkahi dengan banyak
kebaikan untuk menjadi panutan semua umat. Atas perjuangan beliau pula,
sehingga hari ini kita dapat hidup di jalan yang terang dengan cahaya iman
dan Islam.
Makalah yang berjudul “ESENSI AJARAN ISLAM TENTANG
KHALIFAH FIL ARDH DAN KEPEMIMPINAN” ini penulis selesaikan
untuk memenuhi persyaratan mengikuti jenjang Latihan Kader II
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang diadakan oleh HMI Cabang
Sintang pada 01 s.d. 12 Maret 2021. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Allah, kedua orangtua, sahabat kerabat yang selama ini menjadi
inspirasi bagi penulis untuk melakukan hal-hal baik. Semoga keduanya
dianugrahi dengan kebaikan yang banyak di dunia hingga di akhirat. Tidak
lupa juga penulis ucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan HMI
Cabang Sambas yang selalu memberikan support dan pelajaran-pelajaran
terbaik selama berkader di HMI. Semoga Allah menyatukan kita semua di
jannah-Nya. Aamiin.
Akhir kata, kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan demi perbaikan di masa yang akan datang.
Billahi taufik wal hidayah.
Wassalamualaikum Warahmaatullahi Wabarakatuh

Sambas, 13 Rajab 1442 H


25 Februari 2021 M

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG ............................................................................ 1
B. RUMUSAN MASALAH ........................................................................ 2
C. TUJUAN PENULISAN .......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 3
A. ESENSI AJARAN ISLAM ..................................................................... 3
B. ESENSI AJARAN ISLAM TENTANG KHALIFAH FIL ARDH ........ 5
C. ESENSI AJARAN ISLAM TENTANG KEPEMIMPINAN ................. 8
BAB III PENUTUP .......................................................................................... 14
A. KESIMPULAN ...................................................................................... 14
B. SARAN .................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah jalan hidup atau disebut sebagai a way of life. Artinya,
Islam tidak hanya mengatur tentang aktivitas ritual keagamaan saja,
namun lebih dari itu, ajarannya menyentuh berbagai segi kehidupan, baik
fiqh, tauhid, akhlak serta sikap hidup.
Sebagai ajaran agama yang sempurna, tentu sebagai seorang
muslim selayaknya bangga dan dengan penuh kesadaran menjalankan
esensi ajarannya ke dalam kehidupan sehari-hari. Seorang muslim harus
yakin dengan kehadirannya di muka bumi tidak hanya sebuah kebetulan,
namun lebih dari itu, ia harus menyadari sebuah tanggung jawab sosial
yang ia sandang sebagai khalifah di muka bumi dan pemimpin yang akan
dimintai pertanggungjawabannya kelak di hari akhir.
Islam dengan sempurna telah mengatur cara beribadah kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Namun, dalam bermuamalah, Rasullullah dalam
satu riwayat menyerahkan urusan dunia kepada yang dianggap lebih ahli.
Tetapi, hal itu bukan berarti Islam tidak mengaturnya. Dalam Islam, tauhid
memiliki posisi penting sebagai landasan dan tujuan dalam bertindak.
Artinya setiap keputusan apapun harus disandarkan pada ketauhidan dan
setiap muslim memiliki konsekuensi atas setiap keputusannya berdasarkan
nilai-nilai esensi tersebut.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai khalifah fil ardh dan
pemimpin di muka bumi, Allah subhanahu wa ta‟ala telah membekali
manusia dengan akal dan wahyu yang termanifestikan dalam kitab suci
dan sunnah Rasul-Nya. Khazanah kebijksanaan yang terkandung dalam
semua hal tersebut adalah sebuah kekayaan seorang muslim untuk
mengimplementasikannya dalam visi penciptaannya untuk memakmurkan
bumi dan alam semesta.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dalam makalah ini akan
dibahas lebih detail mengenai topik tersebut, dengan judul: “ESENSI
AJARAN ISLAM TENTANG KHALIFAH FIL ARDH DAN
KEPEMIMPINAN”.

1
2

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, antara lain:
1. Apa yang dimaksud esensi ajaran Islam?
2. Bagaimana esensi ajaran Islam dalam Khalifah Fil Ardh?
3. Bagaimana esensi ajaran Islam dalam Kepemimpinan?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, antara lain:
1. Untuk mengetahui esensi ajaran Islam
2. Untuk mengetahui esensi ajaran Islam dalam Khalifah Fil Ardh
3. Untuk esensi ajaran Islam dalam Kepemimpinan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Esensi Ajaran Islam


Islam bukanlah agama yang hanya mengatur tentang tata cara
ibadah kepada Tuhan. Namun, di dalamnya terdapat ajaran-ajaran tentang
bermuamalah dengan sesama makhluk hidup, tidak hanya kepada manusia,
tetapi termasuk kepada hewan, tumbuhan, serta seluruh isi alam semesta.
Dengan demikian, istilah Islam sebagai “agama yang rahmatan lil‟alamin”
bukanlah sesuatu yang keliru.
Islam dapat menjadi deskripsi seorang manusia dalam masyarakat,
kebutuhan primernya, komitmen moralnya, serta aksi sosialnya. Islam juga
dapat dilihat sebagai sebuah sistem ide yang mucul dari pengalaman
sejarah yang panjang, yaitu munculnya wahyu dalam sejarah, disahkan
dalam realitas dan disesuaikan kembali selaras dengan kemampuan
manusia. Dikarenakan tidak ada masyarakat yang hadir tanpa
pendelegasian kekuasaan, yakni negara, Islam menghadirkan dirinya
sebagai teori sosial politik bagi masyarakat atau ideologi politik bagi
negara.Itulah mengapa sistem keyakinan dalam Islam merupakan sistem
nilai.1
Sebagai agama wahyu, Islam memiliki seperangkat ajaran yang
terkandung didalamnya berupa ajaran tauhid atau keesaan Tuhan, sistem
keyakinan lainnya dan ketentuan-ketentuan yang mengatur semua
kehidupan manusia. Allah Swt., menyatakan bahwa Islam merupakan
agama yang diridhai-Nya, orang-orang yang meyakininya akan
mendapatkan keselamatan di akhirat kelak dan sebaliknya yang
mengingkarinya akan tergolong orang yang merugi. Secara bahasa makna-
makna Islam antara lain: Al istislam (berserah diri), As salamah (suci
bersih), As Salam (selamat dan sejahtera), As Silmu (perdamaian), dan
Sullam (tangga, bertahap, atau taddaruj). Al-Quran menyatakan semua
agama yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul sebelum Muhammad
pun pada hakikatnya adalah agama Islam. Manifestasinya yang beraneka

1
Hasan Hanafi, Islam dan Humanisme, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007),
hlm. 2.

3
4

ragam, namun inti dari semua itu adalah pengabdian kepada Wujud Yang
Satu, yaitu Tuhan.2
Esensi ajaran Islam merupakan basis bagi sifat universal yang
dimilikinya, yakni basis bagi etika global Islam. Esensi dari wahyu telah
dideklarasikan dalam Islam, yaitu transendensi Tuhan atau ketauhidan,
yang mana berangkat dari nilai itulah segala aktivitas manusia berawal dan
ditujukan.3
Pewahyuan memiliki tujuan yang sama yaitu “membebaskan
kesadaran manusia dari semua penindasan manusia, sosial, dan alam agar
mampu menemukan transedensi Tuhan, yakni bergabungnya semua umat
manusia dalam satu prinsip universal.” Wahyu dalam Islam merupakan
sebuah keputusan akal. Ia tidak anti-rasional, irasional, atau superasional.
Wahyu dalam Islam juga merupakan keputusan alam atau yang kita sebut
sebagai sunnatullah.
Islam sejak kelahirannya telah memberikan identitas yang komplit
di antara individu, komunitas dan interkomunitas, dan di antara
kepentingan besar dan kesejahteraan umum. Inisiatif dan kreativitas
individu didorong oleh Islam. Komitmen dan tuntutan sosial dipelihara
serentak. Interkomunitas, kesetaraan, dan kerja sama di antara masyarakat
juga ditegaskan dalam Islam. Kesatuan antara individu, komunitas, dan
interkomunitas merupakan gambaran dari prinsip universal yang
menyatukan semua komunitas dalam satu kemanusiaan.4
Islam adalah agama yang sempurna. Kesempurnaan Islam telah
dilegalisasi oleh Allah subhanahu wa ta‟ala dalam al-Quran surahal-
Maidah ayat 3, yaitu:
Artinya: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-
ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena
kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Ayat ini turun pada hari Arafah masa haji wadak, yaitu haji terakhir
yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. (Pada hari ini orang-orang

2
Misbahuddin Jamal, Konsep Al-Islam Dalam Al-Qur‟an dalam Jurnal Al-
Ulum, STAIN Manado: Volume. 11, Nomor 2, Desember 2011, hlm. 283.
3
Hasan Hanafi, Islam dan Humanisme,... hlm. 3.
4
Hasan Hanafi, Islam dan Humanisme,... hlm. 5.
5

kafir telah putus-asa terhadap agamamu) untuk mengembalikan kamu


menjadi murtad setelah mereka melihat kamu telah kuat (maka janganlah
kamu takut kepada mereka dan takutlah pada-Ku. Pada hari ini telah
Kusempurnakan untukmu agamamu) yakni hukum-hukum halal maupun
haram yang tidak diturunkan lagi setelahnya hukum-hukum dan
kewajiban-kewajibannya (dan telah Kucukupkan padamu nikmat karunia-
Ku) yakni dengan menyempurnakannya dan ada pula yang mengatakan
dengan memasuki kota Mekah dalam keadaan aman (dan telah Kuridhai)
artinya telah Kupilih (Islam itu sebagai agama kalian).
Islam dilahirkan dari proses berfikir yang menghasilkan keyakinan
yang teguh terhadap keberadaan (wujud) Allah sebagai Sang Pencipta dan
Pengatur kehidupan alam semesta dan seluruh isinya, termasuk manusia.
Darinya lahir keyakinan akan keadilan dan kekuasaan Allah Yang Maha
Tahu dan Maha Pengatur. Allah telah mewahyukan aturan hidup yaitu
syariat Islam yang sempurna dan diperuntukkan bagi manusia. Syariat
Islam tersebut bersumber dari Al Qur‟an dan Al Hadits Dari keyakinan
tersebut tumbuhlah keyakinan akan adanya rasul dari golongan manusia
yang menuntun dan mengajarkan manusia untuk mentaati penciptanya,
dan meyakini akan adanya hari perjumpaan dengan Allah Azza wa Jalla.
Aturan yang dimaksud merupakan aturan hidup yang bersumber dari
wahyu Allah. Aturan ini mengatur berbagai cara hidup manusia yang
berlaku dimana saja dan kapan saja, tidak terikat ruang dan waktu yakni
mengikat individu, masyarakat, bahkan sistem kenegaraan.

B. Esensi Ajaran Islam Tentang Khalifah Fil Ardh


Khalifah diartikan sebagai pengganti Allah untuk melaksana
perintah-perintah-Nya terhadap umat manusia. Diciptakannya Adam
dalam bentuk yang sedemikian rupa untuk mengatur alam semesta serta
berfungsi sebagai khalifah di bumi, hal tersebut merupakan nikmat yang
paling besar yang harus disyukuri oleh keturunannya dengan cara taat
kepada Allah dan tida ingkar kepada-Nya, termasuk menjauhi yang
dilarang-Nya.5
Kata khalifah juga dijelaskan Allah dalam Al-Qur‟an surat Al-
Baqarah ayat 30, yaitu

5
Zul Helmi, 2018, Konsep Khalifah Fil Ardh Dalam Perspektif Filsafat:
Kajian Eksistensi Manusia Sebagai Kalifah, Volume 24, Nomor 1,Hlm. 43
6

Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para


malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikah (Khalifah) di muka
bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah)
di muka bumi itu, orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
Menurut pandangan al-Muwardi, Abd al-Qadir „Audah, khalifah
adalah kepemimpinan umum umat Islam dalam masalah keduniaan dan
keagmaan untuk menggantikan agama dan emmeilihara segala yang wajib
dilaksanakan oleh segenap umat Islam.6
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Nabi
Muhammad SAW. mempunyai dua fungsi sekaligus dalam menjalankan
dakwahnya, yaitu menyampaikan risalah dari Allah dan menegakkan
peraturan-peraturan duniawi berdasarkan risalah yang dibawanya. Setelah
beliau wafat, fungsi pertama secara otomatis berakhir dan tidak dapat
dilanjutkan lagi oleh siapapun, sebab beliau adalah penutup para rasul.
Maka tinggallah fungsi kedua yang dilanjutkan oleh pengganti beliau.
Karena orang yang menggantikannya (Abu Bakar) hanya melaksanakan
peran yang kedua, maka ia dinamakan dengan khalifah (khalifah rasul
Allah pengganti Rasulullah).7
Dalam pandangan Islam, antara fungsi religius dan fungsi politik
khalifah dapat dipisahkan. Antara keduanya terdapat hubungan timbal
balik yang erat sekali. Dikalangan pemikir-pemikir Islam pandangan itu
begitu kental hingga awal abad ke-20.
Dalam konsep Islam, manusia adalah khalifah yakni sebagai wakil,
pengganti atau duta tuhan di muka bumi dengan kedudukannya sebagai
khalifah Allah SWT di muka bumi, manusia akan idmintai pertanggung
jawaban dihadapannya. Tentang bagaimana ia melaksanakan tugas
kekhalifahannya. Oleh sebab itu dalam melaksankan tanggung jawab itu
manusia dilengkapi dengan berbagai potensi seperti akal pikiran yang
memberikan kemampuan bagi manusia berbuat demikian.8

6
Romzi Al-Amiri Mannan, Fiqih Perempuan, (Yogyaarta: Pustaka Ilmu,
2011), Hlm. 3
7
Ibid.
8
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Jilid 3, (Jakarta: PT
Bahtiar Baru, 2003), Hlm. 35
7

Kata khalifah juga mengandung makna pengganti Nabi


Muhammad SAW dalam fungsinya sebagai Kepala Negara, yaitu
pengganti Nabi Muhammad SAW dalam jabatan kepala pemerintahan
dalam Islam baik urusan agama maupun dunia.9
Sebagai khalifah, manusia diberikan tanggung jawab atas dirinya,
sesama manusia melalui pengelolaan alam semesta untuk kesejahteraan
umat manusia, karena alam semesta memang diciptakan Tuhan untuk
manusia sebagai sumber kehidupan. Sebagai wakil Tuhan manusia juga
dibri otoritas ketuhanan; menyebarkan rahmat Tuhan, menegakkan
kebenaran, membasmi kebatilan, menegakkan keadilan, dan bahkan
diberikan otoritas untuk menghukum mati manusia. Sebagai hamba
manusia adalah kecil, tetapi sebagai khalifah Allah, manusia memiliki
fungsi yang sangat besar dalam menegakkan sendi-sendi kehidupan di
muka bumi.
Seiring dengan tugas manusia sebagai khalifah, Allah memberikan
memberikan sebagian dari sifat-sifat-Nya kepada manusia untuk menjadi
modal dan kelengkapan dalam melaksanakan tugasnya di bumi. Adapun
sifat-sifat yang diberikan itu adalah:10
1) Hayat (kehidupan),
2) Ilmu (ilmu pengetahuan),
3) Qudrat (kekuasaan/kemampuan),
4) Iradat (kehendak/kemauan),
5) Sama‟ (pendengaran),
6) Bashar (penglihatan), dan
7) Kalam (berbicara).
Dengan demikian bentuk aplikasi tauhid dalam kehidupan sebagai
khalifah Allah di bumi antara lain adalah:11
1) Berilmu, yakni membekali diri dengan penguasaan ilmu
pengetahuan sebagai syarat untuk dapat mengelola alam dengan
baik, sebab Allah Swt. menciptakan alam ini didasari dengan Ilmu-
Nya.

9
Ibid, 35
10
Revindo Saragi, “Esensi Ajaran Islam tentang Khalifah Fil Ardh”,
http://revindosaragi.blogspot.com/2018/04/esensi-ajaran-islam-tentang-khalifah.html,
diakses pada 24 Februari 2021; pkl. 20.00 wib.
11
Ibid.
8

2) Gigih, yakni memiliki kehendak dan kemauan yang kuat untuk


mengelola alam, sebab Allah Swt. menciptakan alam semesta ini
didasari oleh Iradah atau kehendak-Nya.
3) Kreatif, yakni mengisi perjalanan hidupnya dengan kreatif (karya),
sebab adanya alam ini merupakan wujud dari karya yang kreatif
dari Allah.
4) Produktif, yakni karya (kreatifitas) itu harus mendatangkan hasil
yang besar, dan dapat memberikan manfaat bagi makhluk sekitar.
5) Inovatif, yakni berusaha menemukan cara dan metode yang baru
dalam melakukan pekerjaan mengelola alam ini.

C. Esensi ajaran Islam dalam Kepemimpinan


Al-Quran berbicara tentang kepemimpinan, sebagaimana firman
Allah subhanahu wa ta‟ala dalam QS. An-Nisa ayat 59, yaitu:
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di
antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Bahkan ketika Allah menciptakan Adam, Allah memakai istilah
khalifah yang sangat erat kaitannya dengan kepemimpinan. Dengan
demikian, persoalan kepemimpinan telah ada sejak penciptaan manusia
sejak msaih dalam rencana Allah subhanahu wa ta‟ala.12
Nabi Muhammad shalallahu „alaihi wa salam secara jelas
menyebutkan soal kepemimpinan dalam salah satu sabdanya, “Setiap
orang di antara kalian adalah pemimpin dan akan dimintai tanggung jawab
atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan dimintai
tanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin
di tengah keluarganya dan akan dimintai tanggung jawab atas
kepemimpinannya. Seorang istri adalah pemimpin dan akan ditanya soal
kepemimpinannya. Seorang pelayan/pegawai juga pemimpin dalam

12
Muhammad Syafii Antonio, The Super Leader Super Manager, (Jakarta:
Tazkia Multimedia dan ProLM, 2007), hlm. 15.
9

mengurus harta majikannya dan ia dimintai tanggung jawab atas


kepemimpinannya.”13
Dalam suatu kelompok manusia biasanya menempatkan seseorang
yang patut untuk ditokohkan, dan menempatkannya pula pada kedudukan
yang terhormat, mereka itulah yang dikenal sebagai pemimpin. Beberapa
pendapat tentang pemimpin dikemukakan sebagai berikut:
a. Menurut Arifin Abdurrahman, pemimpin adalah orang yang
dapat menggerakkan orang lain yang ada di sekelilingnya untuk
mengikuti jejak pemimpin itu.14
b. Menurut Sarwono Prawiroharjo, pemimpin adala orang yang
berhasil menumbuhkan bawahannya dalam perasaaan ikut
serta, bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang sedang
diselenggarakan bawah pimpinannya.15
c. Menurut Prajudi Atmosudirjo, pemimpin adala orang yang
mempengaruhi orang lain agar orang lain ikut serta
menjalankan apa yang dikehendakinya.16
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah
orang yang mempengaruhi orang lain yang ada di lingkungannya pada
situasi tertentu, agar orang lain ikut serta menjalankan tugas dan bekerja
dengan penuh tanggung jawab demi tercapainya suatu tujuan.
Usaha mempengaruhi orang lain agar ikut serta menjalankan tugas
dan bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, pemimpin diharapkan
memiliki beberapa kemampuan, diantaranya sebagai berikut:
a. Kemampuan dan kelebihan dalam penggunaan pikiran dalam
mengendalikan organisasi atau kelompok kerja yang dipimpin
b. Kemampuan dalam kepribadian yang unik diantarnya semangat
keuletan, keberanian, bijaksana dan berlaku adil, percaya pada
diri sendiri, ramah tamah, stabil dalam emosi, jujur, rendah
hati, sederhana dan disiplin

13
Muhammad Syafii Antonio, The Super Leader Super Manager,... hlm. 15-
16.
14
Arifin Abdurrahman, Kerangka Pokok Management Umum, (Jakarta: PT.
Ikhtiar Baru, 1973), Hlm. 53
15
Halsey George D, Bagaimana Memimpin dan Mengawasi pegawai Anda,
(Jakarta: Aksara Baru, 1987), Hlm. 27
16
Prajudi Atmosudirjo, Administrasi dan Management Umum, (Jakarta:
Ghaila Indonesia, 1982), Hlm. 64
10

c. Kelebihan dalam pengetahuan, terutama dalam perencanaan


yang merumuskan policy dan menuangkannya dalam
perencanaan yang diwujudkan dalam pengambilan keputusan.17
Dari tiga kemampuan yang dikemukakan diatas, pemimpin dalam
mempengaruhi orang lain ditentukan dari berbagai aspek yang harus
diperhitungkan secara keseluruhan.
Beberapa teori kepemimpinan dapat ditemukan pada diri
Muhammad SAW. misalnya, empat fuungsi kepemimpinan yang
dikembangkan oleh Stephen Covevy. Konsep ini menekankan bahwa
seorang pemimpin harus memiliki empat fungsi kepemimpinan, yakni
perintis, penyelaras, pemberdaya, dan panutan, sebagaimana dijelaskan
berikut ini: 18
a. Fungsi perintis (pathfinding) mengungkapkan bagaimana
upaya sang pemimpin memahami dan memenuh kebutuhan
utama para stakeolder-nya, misi dan nilai-nilai yang dianutnya,
serta yang berkaitan dengna visi dan stategi, yaitu ke mana
perusahaan akan dibawa dan bagaimana caranya sampai ke
tujuan.
Fungsi ini ditemukan pada diri Muhammad SAW karena beliau
melakukan berbagai langkah dalam mengajak umat manusia ke
jalan yang benar. Muhammad SAW berhasil membangun suatu
tatanan sosial yang modern dengan memperkenalkan nilai-nilai
kesetaraan universal, semangat kemajemukan dan
multikulturalisme.
b. Fungsi penyelaras (aligning) berkaitan dengan bagaimana
pemimpin menyelaraskan keseluruhan sistem dalam organisasi
perusahaan agar mampu bekerja dan saling sinergis. Sang
pemimpin harus memahami apa saja bagian-bagian dalam
organisasi perusahaan. Kemudian, ia menyelaraskan bagian-
bagian dalam sistem organisasi perusahaan. Kemudian, ia
menyelaraskan bagian-bagian tersebut agar sesuai dengan
strategi untuk mencapai visi yang telah digariskan.

17
Romzi Al-Amiri Mannan, Fiqih Perempuan, (Yogyaarta: Pustaka Ilmu,
2011), Hlm. 26
18
Muhammad Syafii Antonio, The Super Leader Super Manager,... hlm. 21-
22.
11

Nabi Muhammad SAW mampu menyelaraskan berbagai


strategi untuk mencapai tujuannya dalam menyiarkan ajaran
Islam dan membangun tatanan sosial yang baik dan modern.
Ketika para sahabat menolak kesediaan beliau untuk
melakukan perjanjian perdamaian Hudaybiyah yang dipandang
mengungtungkan pihak musyirikin, beliau tetap bersikukuh
dengan kesepakatan itu. Terbukti dengan akhirnya perjanjian
itu berbalik menguntungkan kaum Muslim dan pihak
musyirikin meminta agar perjanjian itu dihentikan. Beliau juga
dapat membangun sistem hukum yang kuat, hubungan
diplomasi dengan suku-suku dan kerajaan di sekitar Madinah,
dan sistem pertahanan yang kuat sehingga menjelang beliau
wafat, Madinah tumbuh menjadi negara baru yang cukup
berpengaruh pada saat itu.
c. Fungsi pemberdayaan (empowering) berhubungan dengan
upaya pemimpin untuk menumbuhkan lingkungan agar setiap
orang dalam organisasi perusahaan mampu melakukan yang
terbaik dan selalu mempunyai komitmen yang kuat. Seorang
pemimpin harus memahami sifat pekerjaan atau tugas yang
diembannya. Ia juga harus mengerti dan mendelegasikan
seberapa besar tanggung jawab dan otoritas yang harus dimiliki
oleh setiap karyawan yang dipimpinnya.
Nabi Muhammad SAW mensinergikan berbagai potensi yuang
dimiliki oleh para pengikutnya dalam mencapai suatu tujuan.
Sebagai contoh, dalam mengatur strategi dalam perang Uhud,
beliau menempatkan pasukan pemanah dipunggung bukit untuk
melindungi pasukan infantri Muslim. Beliau juga dengan bijak
mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Anshar ketik
amulai membangun masyarakat Madinah. Beliau mengangkat
para pejabat sebagai kapala daerah atau hakim berdasarkan
kompetensi dan good track record yang mereka miliki.
d. Fungsi panutan (modeling) mengungkapkan bagaimana agar
pemimpin dapat menjadi panutan bagi para karyawannya.
Bagaimana dia bertanggung jawab atas tutur kata, sikap,
12

perilaku, dan keputusan-keputusan yang diambilnya. Sejauh


mana dia melakukan apa yang dikatakannya.
Nabi Muhammad SAW dikenal sangat kuat berpegang teguh
pada keputusan yang telah disepakati. Menjelang perang Uhud,
suara-suara yang menginginkan agar kaum Muslim menyambut
pasukan Musyrik di luar Madinah lebih bnayak dari pada yang
ingin bertahan di pinggiran Madinah. Rasulullah SAW pun
pada awalnya memilih pendapat yang kedua. Tetapi karena
mengikuti prosedur suara terbanyak, akhirnya diambil
keputusan untuk menyongsong pasukan Makkah di luar
Madinah. Belakangan para sahabat menyadari bahwa mereka
terlalu memaksakan kehendak mereka terhadap Muhammad
SAW dan emminta beliau untuk memutuskan apa yang
menurut beliau dan Allah merupakan jalan terbaik.19
Ada yang berpandangan bahwa kepribadian pemimpin ditentukan
oleh sifat kepribadiannya saja, padahal dalam banyak hal bukan
sepenuhnya sifat kepribadian yang menyebabkan ia berhasil dan yang
berpengaruh, tetapi perwujudan dari aspek kepribadian tersebut yang
direalisasikan dalam tindakan kepemimpinannya yang ditandai oleh
kemampuan-kemampuan lain.20
Keluhuran akhlak inilah yang menjadi salah satu faktor kesuksesan
beliau, baik sebagai pribadi, pemimpin keluarga, bisnis, dan masyarakat.
Kecerdasan emosi (emotional intelligence) merupakan sebuah konstelasi
dari self awareness, self-management, social awareness, dan relationship
management skills dianggap sebagai sesuatu yang sangat diperlukan untuk
menunjang kesuksesan seseorang.21
Tanpa kecerdasan moral, pemimpin bisa saja menjadi pemimpin
yang karismatik dan berpengaruh, namun juga dapat menjadi destruktif.
Nabi Muhammad SAW merupakan orang yang paling lengkap
kecerdasannya. Apapun teori kecerdasan yang dikemukakan oleh para ahli
kecerdasan modern, akan ditemukan pada diri Rasulullah SAW baik itu

19
Ibid, 20-22.
20
Husna Asmara, Pengantar Kepemimpinan Pendidikan, (Jakarta: Ghaila
Indonesia, 1982), Hlm. 6
21
Muhammad Syafii Antonio, The Super Leader Super Manager,... hlm. 26
13

berupa IQ, kecerdasan emosi (EQ), kecerdasan spiritual (SQ), kecerdasan


sosial (Social Intelegence). Adversity Quotient (AQ), dan sebagainya.22
Muhammad SAW adalah teladan yang baik dalam berbagai aspek
kehidupan. Tidak ada manusia yang demikian sempurna dapat diteladani
karena di dirinya terdapat berbagai sifat mulia. Di samping itu,
Muhammad SAW juga pernah mengalami berbagai keadaan dalam
hidupnya. Beliau pernah merasakan hidup sebagai orang susah sehingga
dapat menjadi teladan bagi orang-orang yang sedang mengalami kesulitan
hidup. Beliau juga pernah menjadi orang kaya, sehingga dapat menjadi
teladan bagaiamana seharusnya menggunakan kekayaan. Beliau pernah
menjadi pemimpin di berbagai bidang sehingga dapat diteladani
kepemimpinannya.23

22
Ibid, 28
23
Ibid.30
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Esensi ajaran Islam merupakan basis bagi sifat universal yang
dimilikinya, yakni basis bagi etika global Islam. Esensi dari wahyu telah
dideklarasikan dalam Islam, yaitu transendensi Tuhan atau ketauhidan,
yang mana berangkat dari nilai itulah segala aktivitas manusia berawal dan
ditujukan. Islam sejak kelahirannya telah memberikan identitas yang
komplit di antara individu, komunitas dan interkomunitas, dan di antara
kepentingan besar dan kesejahteraan umum. Inisiatif dan kreativitas
individu didorong oleh Islam. Komitmen dan tuntutan sosial dipelihara
serentak. Interkomunitas, kesetaraan, dan kerja sama di antara masyarakat
juga ditegaskan dalam Islam. Kesatuan antara individu, komunitas, dan
interkomunitas merupakan gambaran dari prinsip universal yang
menyatukan semua komunitas dalam satu kemanusiaan.
Dalam konsep Islam, manusia adalah khalifah yakni sebagai wakil,
pengganti atau duta tuhan di muka bumi dengan kedudukannya sebagai
khalifah Allah SWT di muka bumi, manusia akan idmintai pertanggung
jawaban dihadapannya. Tentang bagaimana ia melaksanakan tugas
kekhalifahannya. Oleh sebab itu dalam melaksankan tanggung jawab itu
manusia dilengkapi dengan berbagai potensi seperti akal pikiran yang
memberikan kemampuan bagi manusia berbuat demikian. Kata khalifah
juga mengandung makna pengganti Nabi Muhammad SAW dalam
fungsinya sebagai Kepala Negara, yaitu pengganti Nabi Muhammad SAW
dalam jabatan kepala pemerintahan dalam Islam baik urusan agama
maupun dunia. Sebagai khalifah, manusia diberikan tanggung jawab atas
dirinya, sesama manusia melalui pengelolaan alam semesta untuk
kesejahteraan umat manusia, karena alam semesta memang diciptakan
Tuhan untuk manusia sebagai sumber kehidupan. Sebagai wakil Tuhan
manusia juga dibri otoritas ketuhanan; menyebarkan rahmat Tuhan,
menegakkan kebenaran, membasmi kebatilan, menegakkan keadilan, dan
bahkan diberikan otoritas untuk menghukum mati manusia. Sebagai
hamba manusia adalah kecil, tetapi sebagai khalifah Allah, manusia

14
15

memiliki fungsi yang sangat besar dalam menegakkan sendi-sendi


kehidupan di muka bumi.
Ketika Allah menciptakan Adam, Allah memakai istilah khalifah
yang sangat erat kaitannya dengan kepemimpinan. Dengan demikian,
persoalan kepemimpinan telah ada sejak penciptaan manusia sejak msaih
dalam rencana Allah subhanahu wa ta‟ala. Beberapa teori kepemimpinan
dapat ditemukan pada diri Muhammad SAW. misalnya, empat fuungsi
kepemimpinan yang dikembangkan oleh Stephen Covevy. Konsep ini
menekankan bahwa seorang pemimpin harus memiliki empat fungsi
kepemimpinan, yakni perintis, penyelaras, pemberdaya, dan panutan

B. Saran
Sebagai seorang muslim, sudah seharusnya kita sadar akan peran
dan fungsi kita sebagai khalifah dan pemimpin di muka bumi. Allah
subhanahu wa ta‟ala telah memberi akal dan membekali manusia dengan
wahyu melalui utusan-Nya sebagai role of life dalam menjalankan tugasnya
tersebut.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang didirikan oleh Lafran
Pane dan kawan-kawannya di Yogyakarta pada tanggal 5 Februari 1947
dengan maksud untuk mengembangkan potensi intelektualitas, kreativitas
dan idealitas para mahasiswa muslim sehingga pada diri mereka terbentuk
integritas moral dan kepribadian Islami. HMI berperan pula sebagai
organisasi kemahasiswaan yang ikut menempa dan mencetak kepemimpinan
nasional. Sepanjang kiprahnya HMI telah melahirkan banyak pemimpin
berskala nasional, baik sebagai akademisi, politisi, enterpreneur, serta tokoh
masyarakat lain. Namun, mengetahui sederet keberhasilan tersebut tidaklah
berarti jika sekedar nama bagi generasi setelahnya. Kader HMI yang
memegang estafet organisasi saat ini harus mampu meneruskan dan
melanjutkan jejak-jejak tersebut dengan lebih baik. Tidak hanya demikian,
namun yang paling berharga dari semua itu adalah bahwa generasi hari ini
memiliki sosok kepemimpinan Nabi Muhammad shallalahu alahi wa salam
sebagai sebaik-baik teladan untuk mencapai tujuan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Hanafi, Hasan. 2007. Islam dan Humanisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jamal, Misbahuddin. “Konsep Al-Islam Dalam Al-Qur‟an”, Jurnal Al- Ulum


STAIN Manado, Volume. 11, Nomor 2, Desember 2011.

Helmi, Zul.”Konsep Khalifah Fil Ardh”. Jurnal Perspektif Filsafat: Kajian


Eksistensi Manusia Sebagai Kalifah, Volume 24, Nomor 1.

Mannan, Romzi Al-Amiri. 2011. Fiqih Perempuan. Yogyaarta: Pustaka Ilmu.


Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 2003. Ensiklopedi Islam Jilid 3. Jakarta: PT
Bahtiar Baru.

Saragi, Revindo. “Esensi Ajaran Islam tentang Khalifah Fil Ardh”,


http://revindosaragi.blogspot.com/2018/04/esensi-ajaran-islam-tentang-
khalifah.html, diakses pada 25 Februari 2021; pkl. 15.00 wib.

Antonio, Muhammad Syafii. 2007. The Super Leader Super Manager. Jakarta:
Tazkia Multimedia dan ProLM.

Abdurrahman, Arifin. 1973. Kerangka Pokok Management Umum. Jakarta: PT.


Ikhtiar Baru.

George D, Halsey. 1987. Bagaimana Memimpin dan Mengawasi pegawai Anda.


Jakarta: Aksara Baru.

Atmosudirjo, Prajudi. 1982. Administrasi dan Management Umum. Jakarta:


Ghaila Indonesia.

16

Anda mungkin juga menyukai