Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

“ANTROPOLOGI KAMPUS”

Disusun sebagai persyaratan mengikuti Pendidikan Kader Dasar Pergerakan


Mahasiswa Islam Indonesia yang diselenggarakan oleh Pengurus Komisariat
Universitas Darusalam Ambon

OLEH : JUNAIDI UMASUGI

RAYON PERIKANAN
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA
UNIVERSITAS DARUSSALAM AMBON
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

  Alhamdulilillah. Segala Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat


Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kita semua masih bisa
disatukan dalam satu naungan dan satu organisasi yaitu Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Serta salam dan salawat tak lupa kita
kirimkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Nabi yang menjadi
tauladan bagi kita semua.
Saya atas nama JUNAIDI UMASUGI dari RAYON PERIKANAN
KOMISARIAT UNIVERSITAS DARUSALAM telah berusaha dengan
semaksimal mungkin agar dapat menyelesaikan makalah ini sebagai materi
dalam pelaksanaan PELATIHAN KADER DASAR (PKD) yang
membahas tentang kampus dan lingkunganya (Antropologi Kampus). Saya
menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan. Semua ini dikarenakan
keterbatasan dan kemampuan dan pengalaman.

Saya berharap makalah ini dapat diterima dan dipahami bagi para
pembaca. Dan kami juga mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak
termasuk dari sahabat-sahabat PMII terutama yang bersifat membangun,
guna terciptanya kesempurnaan makalah ini. Dan bila didalamnya terdapat
kesalahan dan kekurangan mohon dimaklumi dan dimaafkan. Akhir kata
kami ucapkan terima kasih.

Wallahul Muwafiq Ila Aqwamittariq


Waassallamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

Ambon, 18 November 2020

JUNAIDI UMASUGI

I
JUDUL

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Pembahasan 4

BAB II PEMBAHASAN 5

A. ANTROPOLOGI, KAMPUS DAN NORMA KAMPUS 5


B. TIPOLOGI KAMPUS 15
C. PMII DAN REKAYASA KAMPUS 21

BAB III PENUTUP 23

A. KESIMPULAN 23
B. SARAN 23

DAFTAR PUSTAKA

II
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

“Kampus tidak hanya tempat untuk mendapatkan ijazah/gelar.


Kampus tidak hanya wadah untuk berkumpul atau mencari teman.
Kampus bukan hanya forum diskusi terkait materi jurusan tapi
esensi dari kampus merupakan Arena untuk menata masa depan.

Universitas adalah tempat untuk memahirkan diri kita, bukan saja


di lapangan technical and managerial know how, tetapi juga di
lapangan mental, di lapangan cita-cita, di lapangan ideologi, di
lapangan pikiran. Jangan sekali-kali universitas menjadi tempat
perpecahan.” (Soekarno, Kuliah umum di Universitas Pajajaran,
Bandung, 1958).

Keberadaan ilmu antropologi tentu bersama dengan ilmu sosial


yang lain seperti sosiologi, kini mulai mengambil peran praktis dalam
membantu memecahkan problem hidup sosial kemasyarakatan. Ilmu
antropologi mulai dibutuhkan karena selama ini pembangunan nasional
cenderung pada aspek pembangunan fisik dan ekonomi, sehingga
indikator kemajuan suatu masyarakat selalu diukur dari kemajuan
pembangunan sarana fisik dan pendapatan perkapita, mengakibatkan
sumber daya sosio-kultural yang menjadi milik asasi setiap masyarakat
diabaikan, sehingga tidak heran terjadi ketimpangan dalam pemerataan
pembangunan yang menyisakan persoalan sosial budaya.

Kini riset-riset antropologi secara praktis telah berguna dalam


mengdiagnosa persoalan sosial budaya seperti kemiskinan,
pengangguran, anak jalanan, komonitas keagamaan, agama lokal,
masyarakat marjinal, eksisitensi hak-hak adat, komonitas adat,
masyarakat urban, masyarakat nelayan, buruh-buruh tani, trafiking,

1
kepemilikan tanah, sampai pada persoalan seks komersial dan kesetaraan
jender.

Begitu juga Mahasiswa dengan problem degradasi chararater


building saat ini. Sebagai seorang terpelajar dan bagian masyarakat,
mahasiswa memiliki peran yang kompleks dan menyeluruh sehingga
dikelompokkan dalam tiga fungsi yaitu agent of change, social control
and iron stock. Dengan fungsi tersebut, tentu saja tidak dapat dipungkiri
bagaimana peran besar yang diemban mahasiswa untuk mewujudkan
perubahan bangsa. Ide dan pemikiran cerdas seorang mahasiswa mampu
merubah paradigma yang berkembang dalam suatu kelompok dan
menjadikannya terarah sesuai kepentingan bersama. Dan satu hal yang
menjadi kebanggaan mahasiswa adalah semangat membara untuk
melakukan sebuah perubahan. Mahasiswa sebagai calon pemimpin dan
pembina pada masa depan ditantang untuk memperlihatkan kemampuan
untuk memerankan peran itu. Mahasiswa sebagai iron stock berarti
mahasiswa seorang calon pemimpin bangsa masa depan, menggantikan
generasi yang telah ada dan melanjutkan tongkat estafet pembangunan
dan perubahan. Untuk menjadi iron stock tidak cukup mahasiswa hanya
memupuk diri dengan ilmu spesifik saja, perlu adanya soft skill lain yang
harus dimiliki mahasiswa seperti kepemimpinan, kemampuan
memposisiskan diri, interaksi lintas generasi dan sensitivitas yang tinggi.

Pengaruh gaya hidup hedonis sangat luar biasa dahsyatnya pada


segala segi kehidupan, termasuk pada dunia pendidikan tinggi.
Akibatnya, generasi muda mulai mengesampingkan spiritnya untuk terus
meningkatkan kualitas diri sebagai generasi yang nantinya
bertanggungjawab terhadap negara dan bangsa. Hedonisme menjadikan
mahasiswa krisis karakter, sehingga tak mampu menjalankan predikatnya
sebagai agent of social change dan agent of control. Terdapat
Kesenjangan antara kenyataan dan harapan. Mahasiswa memiliki andil
besar dalam perubahan yang terjadi di Indonesia. Mahasiswa diharapkan
mampu menjalankan predikatnya sebagai agent of social change dan juga

2
agent of control. Mahasiswa dituntut untuk berperan aktif dalam
kegiatan-kegiatan yang utamanya berhubungan dengan ruang lingkup
pendidikannya dan juga dituntut untuk lebih peka mengenai hal-hal yang
terjadi disekelilingnya. Mahasiswa diharapkan dapat terus meningkatkan
kualitas dirinya sebagai generasi yang nantinya akan bertanggung jawab
terhadap nusa dan bangsa dan diharapkan tidak terlibat dengan gaya
hidup hedonis. Kenyataannya gaya hidup hedonis masih banyak dijumpai
pada remaja.

Mahasiswa harus mengetahui bagaimana kondisi yang berada


dikalangan kampus untuk menggali lebih dalam potensi yang ada di
dalam dirinya. Hal inilah harus diketahui oleh mahasiswa yang disebut
dengan antropologi kampus. Antropologi kampus adalah sebuah ilmu
yang mempelajari kehidupan manusia di dalam kampus segala aspek-
aspek di dalamnya adalah merupakan dari bagian antropologi kampus.

Kampus boleh dikatakan miniatur negara. Di dalamnya ada


politik dan budaya yang bermacam-macam. Kampus tidak dapat
difahami hanya sebagai gelanggang akademis dan ilmu pengetahuan,
karena nyatanya memang tidak demikian. Kampus terlibat dalam proyek
dan pembangunan melalui pemberian legitimasi ‘ilmiah’.

Sementara mahasiswa memiliki tipologi yang beragam, dari


mahasiswa religius, hedonis, aktivis, study-oriented dan lain sebagainya.
Sebagai sebuah gelanggang semi terbuka, kampus merupakan tempat
potensial bagi kader PMII untuk mengasah mental dan pengalaman
kepemimpinan melalui pengenalan mendalam terhadap kehidupan nyata
kampus.

Sehingga sangat penting untuk memahami Antropologi kampus


bagi anggota terlebih khusus kader Pergerakan Mahasiswa Islam
Indoensia. Dengan maksud mewujudkan tujuan dan cita-cita Organisasi.
Antropologi kampus dapat menjadi tools untuk mendiagnosa problem
anggota/kader dalam setiap kaderisasi baik secara teoritik maupun praktis

3
sehingga dapat menyelesaikan hambatan-hambatan juga masalah kader
dalam proses pengembangan karakter diri agar dapat didistribusikan
disetiap tempat sebagai ruang proses kaderisasi.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Memahami apa itu antropologi ?
2. Bagaimana Kampus dalam sudut pandang Antropologi?
3. Bagaimana Norma akademik (etika ka mpus) ?
4. Tipologi mahasiswa dalam sudut pandang Antropologi ?
5. Bagaimana pmii dan rekayasa kampus ?

C. TUJUAN PEMBAHASAN
1. Agar kader-kader PMII dapat memahami ap aitu Antropogi kampus.
2. Kader PMII dapat menjadikan Antropologi kampus sebagai diagnosa
permasalahan internal organisasi maupun kampus.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. ANTROPOLOGI, KAMPUS DAN NORMA KAMPUS

a) Pengertian Antropologi

Ditinjau dari segi bahasa antropologi terdiri dari dua kata, yaitu
antropos dan logos. Antropos yang berarti manusia dan logos yang
berarti ilmu pengetahuan, jadi antropologi adalah ilmu yang
mempelajari manusia dan kehidupannya atau penyelidikan tehadap
manusia dan kehidupanya.

Beberapa ahli antropologi juga memiliki perbedaan dalam


mendefinisikan antropologi. Seperti William A. Haviland (seorang
antopolog Amerika) dan David Hunter. Menurut William A. Haviland,
Antropologi adalah studi tentang ujmat manusia, berusaha menyusun
generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta
untuk memperoleh pengertian yang memperoleh pengertian yang
lengkap tentang keanekaragaman manusia. David Hunter, Antropologi
adalah ilmu yang lahir dari keinginantahuan yang tidak terbatas tentang
umat manusia. Berbeda dengan tokoh yang notabanenya dari dari luar
negeri salah satu Tokoh Antropolog Indonesia sebut saja
Koentjaraningrat juga memiliki definisi tersendiri menurutnya
antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada
umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat
serta kebudayaan yang dihasilkan.

Dari ketiga definisi diatas penulis menyimpulkan bahwa


Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus
makhluk sosial. Secara garis besar antropologi bisa dibagi menjadi dua
macam. Yang pertama ialah antropologi fisik, yang obyek kajiannya

5
berupa manusia sebagai organisme biologis. Sedangkan kedua ialah
antropologi budaya, yang obyek kajiannya terkait manusia sebagai
makhluk sosial yang berbudaya.

b) Sejarah Singkat Antropologi


Antropologi dikenal sebagai suatu disiplin ilmu, baru dikenal dan
diajarkan diperguruan Tinggi pada abad ke 20, namun sebenarnya
hakikat dari ilmu antropologi sendiri sudah dipraktekakkan sejak lama.
Karena Antroplogi dibangun melalui tradisi pengamatan terhadap
peristiwa yang dialami dan dilakukan oleh manusia pada kehidupanya
sehari-hari.
Tradisi mengamati masyarakat dan mencatatnya, kemudian
menyajikan laporan (etnografi-etnologi akan dibicarakan lebih lanjut)
sudah dilakukan sejak abad sebelum masehi, adalah Herodotus (484-
425 SM) sorang warga berkebangsaan Yunani yang terkenal sebagai
musafir ulung dan berkelana menjelajahi negeri Babilonia, Makedonia,
Palesitina hingga Mesir (Ihromi, 2006: 35-36). Kemudian menuliskan
laporan mengenai karakter dari setiap masyarakat yang ia kunjungi,
telah menyajikan kepada kita bagaimana perbedaan dari setiap
masyarakat tersebut mulai dari cara berpakaian, merawat diri, cara
memenuhi dan memproduksi makanan, cara menyembah Dewa
(TUHAN) sampai pada persoalan peran gender pada masyarakat
tersebut, tentu juga dilengkapi dengan landasan filosofis atau makna-
makna dibalik cara hidup masyarakat setempat. Mencatat kebiasaan
seperti ini tidak berhenti pada Herodotus tapi juga dilakukan oleh para
filosof Yunani di zaman itu walaupun tempat yang dikunjungi tidak
sebanyak Herodotus.
Pada abad ke 14 M dalam khazanah intelektual muslim, bisa kita
menyebut salah seorang diantaranya yaitu Ibnu Khaldum (1332-1406),
warga Tunisia yang juga menjelajahi negeri-negeri disekitarnya seperi
Maroko, Aljazair hingga ke Mesir. Kemudian melaporkan hasil
pengamatannya berupa tipologi masyarakat di negerinegeri tersebut
dalam bidang sosial kemasyarakat menjadi masyarakat Hadarah (desa)

6
dan masyarakat Badarah (kota), laporan ini kemudian terangkum dalam
sebuah buku yang diberi judul Mukaddimah Ibnu Khaldum. Ia kemudin
dikenal sebagai leluhur antropologi (Eriksen. 209:16-17). Buku ini
kemudian menjadi bahan pokok kajian Sosiologi yang menjadi
landasan teori yang justru belakangan ini diklaim oleh beberapa ilmuan
sebagai teori yang menjadi acuan para sosialog semisal Comte,
Durkheim, maupun Weber.
Dalam hubunganya dengan perkembangan antropologi paska
revolusi industri di Benua Eropa hingga masa kini dapat dilihat sajian
beberapa antropolog, diantaranya adalah Koentjaraningrat (2009:1-4)
membagi sejarah lahirnya Antroplogi menjadi empat fase, yaitu:
a) Fase Pertama Sebelum Tahun 1800 Fase Pertama ini dimulai
dengan penjelajahan bangsa Eropa pada akhir abad ke 15 memasuki
abad ke 16 untuk mencari rempah-rempah yang dijadikan sebagai
bahan baku industri di benua Afrika, Asia, Oecenia, dan Amerika.
Dalam perjalananya ke benua tersebut diikutsertakan pula para
musafir, sekretaris/pegawai pemerintah jajahan, penerjemah dan
para pendeta Nasrani, mereka dengan cermat memperhatikan setiap
kejadian yang dilihatnya di tempat persinggahan, terutama
masyarakat manusia yang mencakup ciri fisik, warna kulit, postur
tubuh, dan yang tidak kalah pentingnya adalah tradisi, adat-istiadat
dan kebudayaan setempat. Masyarakat yang disinggahi itu menjadi
menarik karena ada yang dilihatnya sangat berbeda jauh dengan
tradsisi kehidupan bangsa Eropa yang mereka miliki. Tak ayal
benda benda kebuadayaan yang terdapat pada masyarakat tersebut
ikut serta diboyong ke negeri Eropa. Peristiwa unik yang dijumpai
itu berupa tradisi beberapa kebudayaan di Afrika yang
mengahruskan setiap wanita yang mulai tumbuh dewasa, agar si
gadis itu nampak cantik maka ia mesti melebarkan bibirnya
menjulur ke dagunya hingga lima sampai sepuluh centi meter
dengan cara memasukkan benda berupa tanah kering menyerupai
pringan kecil di bibirnya, sehingga beberapa tahun kemudian

7
bibirnya akan menjadi besar dan mejulur ke dagu. Di Benua Asia
dan Oecenai terdapat suku bangsa yang menganggap bahwa wanita
cantik dan anggun itu mesti memanjangkan kedua telinganya
sampai lebih dari sepuluh sentimeter dengan cara melobangi dan
memberikan beban agar semakin lama telinganya semakain
memanjng, atau juga terdapat suku bangsa yang para kaum prianya
dalam berpakaian hanya menutup alat kelaminya saja (koteka).
Catatan-catatan dari keunikan setiap masyarakat yang disinggahi
(catatan etnografi) kemudian dikumpulkan dalam suatu buku
laporan (buku) lalu dipresentasikan di hadapan para kaum terpelajar
sekemabalinaya di daratan Eropa. Pada umunya setelah membaca
laporan tesebut mereka memberikan tanggapan sebagai berikut:
1. Sebagian kaum terpelajar Eropa menyebutkan bahwa bangsa-
bangsa di luar Eropa itu buukanlah manusia melainkan sejenis
manusia liar, keturunan iblis dan sebutan bernada miris lainya.
Dari peristiwa inilah muncul istilah savages, primitive. Istilah
yang demikian tentulah masih sangat familiar di telinga kita
hingga sekarang yang dikonotasikan sebagai manusia
ketinggalan zaman atau yang manusia setia dan patuh pada
tradisi leluhur yang ketat.
2. Ada pula kaum terpelajar Eropa yang memandang bahwa
masyarakat tersebut masih menunjukkan sifat aslinya sebagai
manusia, karena belum berpikir tentang kebaikan dan kejahatan
sebagaimana yang terdapat pada masyarakat Eropa pada waktu
itu.
3. Sebagian kaum terpelajar beranggapan bahwa apa yang
tersajikan merupakan hal-hal yang menarik, sehingga tidak
sedikit diantara mereka kemudian menjadikan bahan-bahan
berupa benda kebudayaan yang berasal dari Afrika, Asia,
Oecenia dan Amerika tersebut sebagai benda-benda koleksi yang
tersimpan di beberapa museum terkenal di Eropa. Seperti halnya
catatancatatan tertulis masyarakat Bugis-Makasaar (lontara)

8
mengenai kehidupan kebudayaanya yang dikenal dengan LaGa
Ligo yang tesimpan rapi di perpustakaan Leinden Negeri
Belanda. Pada fase pertama ini sudah mulai ada keinginnan yang
kuat untuk menghimpun berbagai catatan-catatan etnografis
masyarakat di luar Benua Eropa, untuk dijadikan bahan-bahan
pengetahuan tentang berbagai macam ragam masyarakat manusia
di seluruh dunia.
b) Fase Kedua Pertengahan Abad ke 19 Keinginan yang kuat untuk
menghimpun bahan bahan etnografi di benuabenua di luar Eropa
mulai menunjukkan hasil. Para kaum terpelajar Eropa mempelajari
dan memahami cataan-catatan etngorafi itu dengan pendekatan cara
berfikir evolusi masyarakat. Cara berfikir secara evolusi itu dapat
disingkat sebagai berikut bahwa masyarakat manusia mengalami
tahap perkemanagan dari tingkat yang paling rendah (sederhana
dalam istilah antropologi masa kini), kemudian melalui beberapa
tahap dan dalam jangka waktu yang lama, maka masyarakat itu
akan sampai pada tingkat yang lebih tinggi (masyarakat kompleks
untuk istlah antrolplogi masa kini). Cara berfikir secara evolusi
kemuadian disimpulkan bahwa masyarakat yang paling terendah
tingkat kebudayaannya adalah seperti halnya masyarakat yang
tersajikan dalam laporan etnografi itu (masyarakat di Benua Afrika,
Asia, Oecenia dan Amerika) , sedangkan masyarakat yang telah
mengalami tingakat perkembangan yang sudah tinggi adalah
sebagaimana pada masyarakat Erapa pada masa itu. Atau dengan
kata lain masyarakat di luar bangsa Eropa adalah masyarakat yang
masih primitif sedagkan masyarakat Eropa adalah masyarakat yang
sudah moderen. Dengan demikain berdasarkan cara berfikir evolusi
masyarakat, manusia di muka bumi ini bermula dari masyarakat
yang berkemabng dari tingat paling rendah (primitf) lalu mengalami
perubahan secara perlahan dan dalam waktu yang sangat lama untuk
sampai pada tingkat yang paling tinggi atau moderen. Pada fase
kedua ini Antropologi sudah mulai nampak sebagai sebuah ilmu

9
yang memenuhi syarat secara akademikal, yaitu baru sebatas ilmu
yang diperbincangkan di kalangan masyarakat terpelajar
(akademis), dan belum menjadi ilmu yang bertujuan secara praktis
atau belum dapat bermanfaat secara langsung dengan pembangunan
suatu masyarakat. Sehingga secara akademis tujuan antropologi
dapat dirumuskan sebagai berikut: Mempelajari masyarakat dan
kebudayaan primitive (sederhana) dengan maksud untuk
mendapatkan suatu pengertian tentang tingkat-tingkat secara evolusi
perkembangan kebudayaan umat mansuaia.
c) Fase Ketiga Permulaan Abad ke 20 Kurun waktu permualaan abad
ke 20 bisa dikatakan sebagai abad keemasan bangsa-bangsa Eropa,
karena mereka telah berhasil menancapkan kekuasaan dan
memantapkan penguasaan atas sumber daya alam yang teradapat
pada wilayahwilayah di luar bangasa Eropa. Sehingga kepentingan
utama mengenai pemahaman tentang bangsa terkebelakang di luar
Eropa akan memberikan gambaran tentang fase kehidupan
masyarakat Eropa di masa lalu, yaitu ketika bangsa Eropa kala itu
mengalami perkembangan yang masih rendah dalam sejarah umat
manusia. Selain itu mempelajari bangsa-bangsa jajahan dalam
rangka memahami karakteristik masyarakat, adat-istiadat dan
keudayaanya sehingga memungkinkan celah utuk menanamkan
pengaruh lebih jauh di bidang kebudayaan dan akses kekuasaan,
sehingga memudahkan bangsa Eropa dapat memperolah bahan baku
terutama rempah-rempah dengan urah dan mudah serta terjangkau
tanpa harus mendapat perlawanan dari suku bangsa setempat.
Seperti halnya di Indonesia, suku bangsa yang paling akhir
ditaklukan adalah Aceh. Karena Penjajah Belanda mengalami
kesulitan mengahadapi rakyat Aceh yang terkenal dengan semanagt
jihad, yaitu suatu kekuatan atau spirit yang muncul dalam diri
masyarakat Aceh yang beranggapan bahwa berperang melawan
bangsa Belanda (kafir) adalah tugas mulia, dan jika kelak mati
karenanya maka ia mati sebagai syuhada, sehingga tanpa melalui

10
suatu proses dihisab lebih dahulu akan tetapi langsung masuk surga.
Semangat ini seolah-oleh mendorong bangsa Aceh bukan saja
berperang untuk mempertahankan hak wilayahnya, akan tetapi juga
berperang untuk mati. Inilah yang menyebabkan hingga ratusan
tahun lamanya bangsa Belanda kewalahan menghadapi perlawanan
Bangsa Aceh. Hingga pada suatu ketika muncul pemikiran untuk
memberangkatkan seorang misionaris kenamaan yang bernama
Snouckogronye untuk menempuh pendidikan di jazirah Arab
(Mekkah dan Madinah) selama kurang lebih dua tahaun, dan setelah
dengan fasih berbahasa Arab serta menguasai dengan baik hukum
fiqhi dan ajaran Islam, setelah kembali , Snouckogronye kemudian
memberikan semacam saran atau rekomendasi kepada pememrintah
kolonial Belanda, bahwa Bangsa Aceh bisa ditaklukan jika terlebih
dahulu meruntuhkan semangat juangya, dengan cara merubah cara
pandang, bahwa selama ini penjajah disebut sebagai bangsa kafir
maka dengan memberikan bantuan berupa pembangunan tempat
ibadah dan pendidikan (mesjid, surau, mushala dan madrasah),
maka lambat laun akan merubah cara berfikir masyarakat Aceh
tentang bangsa penjajah Belanda yang selama ini dianggap sebagai
kaum kafir yang jahat dan halal untuk dibunuh. Tidak lama setelah
itu, Bangsa Belanda mulai menjalankan politik bantuan, yaitu
membantu membangun sarana pendidiakan dan peribadatan, maka
mulai muncul desas desus bahwa Bangsa Belanda adalah orang
yang baik dan belum tentu kafir, cara pandang yang demikian
meruntuhkan semangat perlawanan orang Aceh terhadap Belanda,
sehingga tidak lama berselang bangsa Aceh dapat ditaklukkan,
setelah itu Snouckogronye pun kembali ke negeri Belanda
menekuni profesi awalnya sebagai seorang misionaris, ia disambut
sebagai pahlawan dan diberikan penghargaan sebagai tokoh dan
pahlawan bangsa Belanda. Dengan demikain dalam fase ini dapat
disebutkan bahwa antropologi mulai menjadi suatu ilmu yang
berisifat praktis yang bisa dirumuskan sebagai berikut: Mempelajari

11
masyarakat dan kebuadayaan suku bangsa di luar Eropa untuk
kepentingan colonial, dan guna memeperoleh pengertian tentang
masyarakat masa kini yang kompleks.
d) Fase Keempat Tahun 1930-an Fase ini bisa dikatakan bahwa
antropologi mengalami masa yang mulai matang sebagai sebuah
ilmu, karena diperkaya oleh demikian banyaknya bahanbahan
penelitian yang bersumber dari catatan-catatan berbagai suku
bangsa terjajah yang tersebar hampir di seluruh benua selain Eropa,
sehingga antropologi mulai menajamakan kajianya dengan mencoba
berbagai metode untuk dapat merangkai dan menyusun hasil
kumpulan catatannya dalam bentuk laporan atau buku yang mudah
unutk difahami. Walaupun demikian periode ini kajian antropologi
berhadapan dengan adanya situasi dunia yang sedang mengalami
perubahan yang cukup berarti karena dua hal:
1. Meluasnya sikap anti pati terhadap kolonialisme setelah pernag
Dunia II. Sikap ini dapat difahami karena ulah bangsa kolonial
sendiri yang saling memperebutkan daerah dan negeri jajahan
agar mudah memperoleh bahan baku idustri, menyebabakan
dunia memasuki masa kritis sebagaimana puncaknya ditandai
dengan penyerangan negara sekutu yang menyebabkan
hancurnya Herosima dan Nagasaki di negeri Jepang akibat
jatuhnya bom Atom dan kekacauan masyarakat dunia.
2. Suku-suku bangsa yang terdapat pada negeri-negeri jajahan
mulai terjangkau dan terbuka dari isolasi perubahan dunia,
sehingga mau-tidak mau masyarakatnya juga mengalami
perubahan sehingga mulai mampu menyesuaikan diri terhadap
perkembangan dunia, maka di masa ini suku bangsa yang
dianggap primitive mulai nampak berkurang bahkan nyaris
hilang. Masyarakat pada suku bangsa tersebut perlahan mulai
menyadari adanya keberadaan bangsa asing di wilayah tanah
airnya, bahwa bangsa asing tersebut selama ini telah mengambil
sumber daya alam setempat. Perubahan masyarakat dunia turut

12
serta mempengaruhi orentasi kajian antropologi yang selama ini
ditujukan untuk memahami suku bangsa di benua selain Eropa,
sebagaimana pada kajian yang telah dilakukan di masa periode
pertama hingga periode ketiga, yaitu terhadap suku bangsa
primitive. Menyikapi perubahan tatanan dunia yang demikian
maka apa yang dilakukan pada periode sebelumnya tidak
ditinggalkan begitu saja, melainkan dijadikan sebagai kekayaan
khazanah untuk menindaklanjuti dengan megembangkan
lapangan kajian atau penelitian, bukan hanya masyarakat
primitive di luar Eropa tetapi juga tehadap masyarakat pedesaan
Eropa dan di masyarakat di luar Eropa, yaitu kajian yang
memfokuskan pada aspek manusia dari segi
1) keragaman fisik,
2) Keragaman masyarakat dan
3)Keragaman budanya.
Perubahan orentasi kajian menyebabkan juga terjadi perubahan
tujuan yang dapat di sebutkan sebagai berikut:
1) Tujuan akademik: memperoleh pengertian mengenai
masyarakat manusia pada umunya yaitu dengan mempelajari
bentuk fisiknya, ragam masyarakat serta kebudayaanya.
2) Tujuan Praktis. Memeplelajari dan memahami keragaman
masyarakat suku bangsa untuk membantu membangun
masyarakat suku bangsa tersebut.

e) Pengertian Kampus

Kampus, berasal dari bahasa Latin; campus yang berarti


"lapangan luas", "tegal". Dalam pengertian modern, kampus berarti,
sebuah kompleks atau daerah tertutup yang merupakan kumpulan
gedung-gedung universitas atau perguruan tinggi. Bisa pula berarti
sebuah cabang dari pada universitas sendiri. Misalnya, Universitas
Pattimura di Ambon, yang memiliki 'kampus B' dan 'kampus Aru', atau
Universitas Darussalam yang memiliki 'kampus Masohi’ dan ’kampus

13
Tulehu’, atau pola IAIN yang dulu mempunyai banyak cabang di
daerah, atau seperti yang sekarang dijalani UWH Semarang yang
mempunyai bayak cabang di daerah.

Kampus juga terkadang menyediakan asrama untuk mahasiswa.


Di Inggris dan banyak negara jajahannya seperti Amerika Serikat dan
lain-lain, sebuah kampus terdiri dari universitas atau sekolah dengan
asrama atau tempat kos atau pondok para mahasiswa. Di sana sebuah
gedung sekolah berada di kompleks yang sama dengan gedung
penginapan. Di Indonesia hal-hal seperti ini kadang-kadang ada pula,
terutama di tempat akademi militer, dan sekarang mulai dilakukan pula
oleh beberapa kampus besar seperti UI, Undip, dan IAIN, dengan
mendirikan asrama di sekitar kampus akan membuat mahasiswa lebih
banyak mengabiskan waktunya untuk studi dan mudah dikontrol oleh
pihak kampus.

Kampus merupakan tempat belajar-mengajar berlangsungnya


misi dan fungsi perguruan tinggi. Dalam rangka menjaga kelancaran
fungsi-fungsi tersebut, Upaya sebagai lembaga pendidikan tinggi yang
mengembangkan tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi, memerlukan
penyatuan waktu kegiatan beserta ketentuan-ketentuan di dalam
kampus.

f) Norma Akademik (Etika Kampus)

Norma akademik adalah ketentuan, peraturan dan tata nilai yang


harus ditaati oleh seluruh mahasiswa Ubaya berkaitan dengan aktivitas
akademik. Adapun tujuan norma akademik adalah agar para mahasiswa
mempunyai gambaran yang jelas tentang hal-hal yang perlu
dan/seharusnya dilakukan dalam menghadapi kemungkinan timbulnya
permasalahan baik masalah-masalah akademik maupun masalah-
masalah non akademik.

14
Masalah akademik adalah masalah yang berkaitan langsung
dengan kegiatan kurikuler, Masalah non akademik adalah masalah yang
terkait dengan kegiatan non kurikuler. Sedangkan Pelanggaran adalah
perilaku atau perbuatan, ucapan, tulisan yang bertentangan dengan
norma dan etika kampus. Etika kampus adalah ketentuan atau peraturan
yang mengatur perilaku/atau tata krama yang harus dilaksanakan oleh
mahasiswa Ubaya. Etika kampus meliputi 2 hal penting yaitu ketertiban
dan tata krama.

B. Tipologi Mahasiswa

Ada kampus pasti ada civitas akademika, baik rektor, pembantu


rektor, dekan, dosen, pegawai, dan mahasiswa. Semua civitas akademika
tersebut satu sama lainnya saling terkait. Mahasiswa sebagai komponen
utama (karena jumlahnya lebih banyak ketimbang yang lainnya) sangat
penting duperhatikan bagi denyut nadi kampus. Mahasiswa datang dari
berbagai penjuru daerah tentu mempunyai latar belakang dan karakter
yang berbeda-beda.

Sebagai mahasiswa, mayoritas anggota baru PMII perlu


memahami berbagai jenis tipologi mahasiswa, dan kira-kira ingin
menampatkan dirinya dalam tipe seperti apa. Kita meconba melakukan
klasifikasi atas tipologi mahasiswa, walau ini tidak bersifat paten karena
setiap diri kita bisa membuat tipologi sesuai dengan yang kita lihat dan
rasakan.

Anda sendiri bisa memegang dua katagori atau tiga bahkan empat
sekaligus dari tipologi yang kitra susun ini. Bahkan mungkin masih
membuka munculnya jenis tipologi lainnya. Yang penting semoga Anda
bisa berguna bagi diri Anda sendiri dan bagi orang lain dalam lingkungan
kehidupan keluarga, organisasi dan masyarakat.

a. Mahasiswa Pemimpin

15
Tipikal mahasiswa seperti ini selalu terlihat mencolok dan aktif
dibandingkan mahasiswa lainnya. Hidupnya di perkuliahan sangat
bervariatif –diisi dengan berbagai kegiatan, dan ia tidak hanya belajar
dari kuliah semata, namun juga belajar dari lingkungan. Ia akan aktifg di
organisasi, baik intra maupun ektra kampus. Biasanya –tapi tidak
mengikat- tipe mahasiswa seperti ini tidak memiliki keinginan yang besar
untuk lulus terlalu cepat, karena ia mencari pengalaman sebanyak-
banyaknya untuk menjadi pemimpin di masa depan. Cita-citanya,
biasanya ingin menjadi pemimpin perusahaan, lurah, bupati, DPR,
menteri, bahkan presiden.
b. Mahasiswa Pemikir
Tipikal mahasiswa jenis ini selalu berpikir dan terus berpikir.
Hobinya membaca buku, diskusi dan menulis. Terkadang orang jenis ini
–karena terus belajar- tanpa menghiraukan sekitarnya, agar bisa
mendapatkan jawaban atas apa yang dipikirkannya. Biasanya tipe
mahasiswa seperti ini jika telah lulus ingin jadi ilmuwan, peneliti, dosen
atau akademisi.
c. Mahasiswa Study Oriented
Tipikal mahasiswa jenis ini selalu rajin masuk kuliah dan
melaksanakan tugas-tugas akademik. Mahasiswa jenis ini tidak mau tahu
dengan apa yang terjadi di kampus. Pokoknya yang penting mendapatkan
nilai bagus dan cepat lulus.
d. Mahasiswa Hedonis
Tipe mahasiswa seperti ini tiada banyak berpikir, tidak mau aktif
di organisasi. Ia selalu menjalani kehidupan dengan hedonis, glamour,
dan happy-happy. Kalau ke kampus sering memakai pakaian yang norak,
memakai mobil, dan nongkorong di mall, kafe, dan tempat hiburan
lainnya.
e. Mahasiswa Agamis
Tipikal mahasiswa seperti ini kemana-mana selalu membawa al-Qur’an,
berpakaian ala orang Arab, tampil (sok) islami, menjaga jarak terhadap
lain jenis yang tidak muhrim.

16
f. Mahasiswa K3 (Kampus, Kos dan Kampung)
Tipikal mahasiswa seperti ini kesibukanya hanya K3, yaitu kampus, kos
dan kampung.
Kalau tiba jam kuliah ya berangkat kuliah, kalau selesai pulang kos, atau
ada waktu cukup pulang kampung.
g. Mahasiswa Santai Semaunya Sendiri
Tipe mahasiswa seperti ini tiada banyak berpikir, selalu menjalani
kehidupan apa adanya. Enjoy aja! Biasanya tipikal mahasiswa seperti ini
aktif di bidang seni dan olahraga. Dia tidak terlalu memikirkan kuliah,
karena yang penting dalam hidupnya adalah santai. Biasanya mahasiswa
seperti ini lama sekali lulusnya, karena nilainya juga santai.
h. Mahasiswa Mencari Cinta
Tipikal mahasiswa seperti ini tiada terlalu memikirkan kuliah, tetapi yang
dipikirkannya adalah CINTA. Yang penting baginya adalah mendapatkan
pacar yang setia. Lulus kuliah cepet-cepet menikah.
i. Mahasiswa Jomblo Unsold
Tipe mahasiswa seperti ini terkadang dianggap terlalu menyedihkan,
karena tiada laku-laku (unsold). Tapi terkadang mahasiswa memilih
jomblo bukan karena tidak laku, tetapi karena ia memang tidak ingin
berpacaran demi meraih cita-citanya di masa depan.
j. Mahasiswa Usil
Tipikal mahasiswa seperti ini sangat senang apabila orang lain menderita.
Contohnya sebelum dosen masuk kelas, ia akan mengganti kursi dosen
dengan kursi yang rusak biar dosennya patah tulang, atau sebelum dosen
masuk, ia menulis kertas di pintu kelas bahwa perkuliahan di kelas hari
ini dibatalkan.
k. Mahasiswa Tak Jelas
Tipikal mahasiswa seperti ini tak bisa dikategorikan, karena terkadang ia
seperti pemimpin, terkadang seniman, terkadang pemikir, terkadang
santai, terkadang pecinta, terkadang usil, dll. Terkadang aktif keliatan
terus, terkadang lenyap hilang entah ke mana.
l. Mahasiswa Anak Mami

17
Tipikal mahasiswa seperti ini selalu pulang di akhir pekan, takut kalau
mamanya marah. Ia kuliah demi menyenangkan hati maminya.
Kebanyakan tipikal seperti ini tidak menikmati perkuliahannya,
karena jurusan perkuliahannya itu pilihan dari sang ibunda, bukan dari
kehendak hatinya. Kebanyakan tipe kuliah seperti ini putus di tengah
jalan, tetapi semoga kamu tidak!
m. Mahasiswa Apa Mahasiswi
Sudah jelas sekali bahwa tipikal mahasiswa seperti ini memiliki dua
kepribadian, yang pertama wanita yang kedua pria. Orang-orang biasa
menyebutnya banci, tidak punya karakter yang jelas.
n. Mahasiswa Gadungan
Tipe ini sebenarnya bukan mahasiswa, tetapi karena ingin terlihat seperti
mahasiswa, maka ia sering nongkrong-nongkrong di kampus orang.
Biasanya ia punya tujuan tertentu, seperti mencari seorang cewek idaman
atau mau memasang bom di kampus orang.
o. Mahasiswa Monitor
Mahasiswa seperti ini selalu berhadapan dengan komputer, sampai-
sampai mukanya sudah berevolusi seperti monitor. Matanya sudah
sebesar mouse, dan rambutnya sudah tak terurus seperti kabel USB atau
RJ-45. Biasanya tipikal mahasiswa seperti ini hobi chatting dan
mendapatkan kebutuhannya dari internet. Tetapi mahasiswa seperti ini
bagus juga, karena ia tak bakal ketinggalan zaman deh.
p. Mahasiswa Abadi
Jelas, mahasiswa jenis ini paling betah di kampus, yang di kuliahnya di
atas semester 10 tapi masih santai-santai dan belum mikir lulus.
q. Mahasiswa aktivis
Mahasisiwa yang aktif dan ikut organisasi
r. Mahasiswa apatis
Sikap acuh tak acuh, tak mau tahu tentang kondisi sosial dan politik
dikampus.

Dalam dunia kampus terdapat sebuah adat, susunan masyarakat


dan ciri fisik. Dinamika kehidupan kampus yang harus kita ketahui yakni

18
adanya birokrasi, pendidikan formal dan teknisi, ketiganya bisa kita
katakan scientific prinsip. Dari ketiga hal tersebut Lalu kita bedah dengan
model of Reality yang menghasilkan istilah adaptasi dan model for
reality yang menghasilkan tawaran hidup baru.

Hal yang perlu kita ketahui bahwa dalam dinamika kehidupan di


kampus yang tidak stagnan dan terkadang menimbulkan sebuah
paradoksal, maka kita harus mengetahui peran dan posisi kita di kampus.
Ada sebuah ilmu yang harus kita pelajari juga mengenai analisis diri kita
dan orang lain sebelum kita menganalisis kampus yakni Etnopsikologi.
Dengan pendekatan Etnopsikologi kita bisa menganalisis kepribadian diri
kita sendiri, lalu kita analisis peran kita berada dimana, dan yang terakhir
kita harus memahami psikologi diri sendiri dan orang lain.

Setelah kita bisa memahami diri kita sendiri dan orang lain kita
bisa memahami cara berkomunikasi dengan mereka dan setelah itu kita
bisa menganalisis kampus. Berpolitik di kampus adalah sebuah
pembelajaran yang sangat penting untuk kawan-kawan mahasiswa.
Kebanyakan mahasiswa masih tidak dewasa dalam menghadapi situasi
politik di kampus. Karena itu dalam berpolitik di kampus ada beberapa
hal yang harus kita pahami. Pertama kita harus paham latihannya, yang
dimaksud disini adalah manajemen konflik yang menjadikan adanya
sebuah konflik antar sesama agar nuansa pertarungan semakin hidup.

Hal yang kedua yang harus kita pahami bahwa politik kampus
adalah politik kebangsaan bukan berkebangsatan, maksudnya yakni
politik di dalam kampus adalah politik yang bernuansa nasionalis bukan
ekstrimis dan radikal. Dan yang terakhir Politik kampus adalah harus
bernuansa politik senyum bukan politik praktis yang menghalalkan
segala cara. Dinamika kampus tidak hanya berbicara kuliah dan kumpul
di kelas setelah itu pulang. Hal tersebut mungkin bisa kita katakan adalah
paradigma dari mahasiswa profesional yang pekerjaannya sehari-hari
hanya kuliah dan pulang.

19
Tetapi lain halnya dengan mahasiswa yang Idealis-Konfrontatif
ataupun Idealis-Realistis. Mereka tidak mungkin hanya kuliah saja tetapi
mereka hidup berorganisasi di dalam maupun luar kampus, kebanyakan
orang menyebut mereka adalah Aktivis. Aktivis adalah orang yang
melaksanakan peran individu untuk melaksanakan perubahan. Ada pula
orang yang memberikan definisi lain, aktivis yakni orang yang mencari
masalah dan menyelesaikan masalah tersebut. Berbicara aktivis mungkin
tidak akan jauh dengan yang namanya politik kampus.

Politik kampus adalah sebuah dinamika Politik yang terjadi di


dalam Kampus. Selain itu politik kampus tidak hanya berbicara masalah
perebutan kekuasaan dikalangan mahasiswa saja semisal dalam
perebutan kursi tertinggi Organisasi Intra Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas (BEMF), Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA), Himpunan
Mahasiswa Jurusan (HMJ), Senat Mahasiswa Fakultas (SMF), Senat
Mahasiswa Universitas (SMU), Unit Kegiatan Mahasiswa dan
organisasi-organisasi yang ada di dalam kampus.

Namun politik kampus juga terjadi di gedung Akademik atau


biasa kita sebut Dekanat, banyak konsolidasi-konsolidasi politik antar
pejabat kampus yang bermain politik dengan lawan politik mereka di
dalam gedung Akademik demi perebutan kursi panas semisal Dekan,
Kepala Jurusan (Kajur) dan Sekretaris Jurusan (Sekjur).

Jika kita berbicara politik kampus dikalangan mahasiswa tetap


ada asas-asas yang harus dijunjung tinggi dalam berpolitik di kampus.
Dari sekian banyak yang telah dipaparkan sang penulis, kesimpulan yang
dapat diambil adalah perlu adanya sebuah Revolusi Adat, lalu kita harus
membangun masyarakat yang baru dan gerakan mahasiswa, selain itu
kita sebagai mahasiswa harus kuliah dan memiliki prestasi dan karya
yang nyata. Dari ketiga hal tersebut bisa terciptalah Kampus ideal yang
kita idam-idamkan. Mahasiswa juga harus bergaul dengan birokrasi
tetapi ketika terjadi penyimpangan oleh Birokrasi maka Mahasiswa harus
bergerak.

20
C. PMII DAN REKAYASA KAMPUS

Dunia perpolitikan mahasiswa yang tak pernah lepas dari wilayah


kampus membuat PMII mau atau tidak mau akan terlibat dalam pusaran
rebutan kekuasaan kampus. Meskipun diakui ataupun tidak, mahasiswa
pada umunya cenderung bersikap apolitis dengan berbagai isu kebijakan
birokrat kampus dan para pejabat mahasiswa, namun tetap saja
mahasiswa berpolitik dalam arti yang lebih luas. Dikarenakan politik
memiliki lingkup yang menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan,
tergantung sudut pandang masing-masing.

PMII sebagai organisasi ekstra kampus membina dan


mendistribusikan kader-kadernya untuk aktif dalam lembaga-lembaga
kampus, bahkan akan mendorong kadaer-kader terbaik memimpin
lembaga-lembaga tersebut. Keberadaan lembaga-lembaga tersebut, bagi
PMII adalah sebagai ruang distribusi kader karena di lembaga tersebut
kader PMII bisa menempa dan mengembangkan kemampuan yang
dimilikinya agar lebih maju dan profesional.

PMII memandang lembaga intra kampus sangat strategis sebagai


wahana kaderisasi. Pada umumnya, ada beberapa jenis lembaga kampus
yang memiliki otoritas tertentu dalam mengayomi kampus dan
mahasiswa, yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Himpunan
Mahasiswa Fakultas/Jurusan (HMF/J) dan Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM). Lembaga-lembaga tersebut bermain dalam wilayah internal
kampus dan kepengurusannya berisikan mahasiswa yang tercatat masih
aktif program studinya. Secara umum ke tiga jenis lembaga ini memiliki
andil penting dalam rekayasa kampus. Mau kemana dan bagaimana

21
nantinya kampus akan dikelola, lembaga inilah yang akan
mewujudkannya dalam tataran kerja nyata di lapangan.

Dengan menguasai lembaga intra kampus, PMII akan semakin


meneguhkan perjuangannya dalam menyalurkan aspirasi mahasiswa di
segala lapisan baik akademisi, organisatoris hingga preman kampus.
Perlu diingat bahwa Perguruan Tinggi merupakan salah satu sarana yang
dibuat dalam meningkatkan pembangunan negara secara umum, oleh
karena itu tak heran bahwa banyak perubahan besar yang diawali dari
gerakan lembaga kemahasiswaan ini. Adanya lapangan bola, internet,
pustaka hingga tempat parkir merupakan fasilitas yang diberikan karena
adanya sebuah permintaan yang dalam hal ini diajukan oleh mahasiswa
secara umum dan disampaikan kepada pihak birokrat melalui lembgaga
kemahasiswaan jalur komunikasi antara mahasiswa dan birokrat kampus.
Ketika birokrat kampus serta lembaga-lembaga ini tidak mampu
berkoordinasi dalam mengaspirasikan harapan civitas kampus umum,
maka akan timbul saling ketidakpercayaan, stagnansi hingga
kemerosotan akreditasi kampus dalam tataran akademis, fasilitas dan
budaya.

Demikianlah paparan seputar kehidupan perkuliahan, dimana


kampus dan mahasiswa berada. Kampus bisa menjadi tempat bagi
mahasiswa untuk mengembangkan aktualisasi dan apresiasinya sesuai
dengan kebutuhannya. Hal ini merupakan sisi positif yang dimiliki
mahasiswa. Kesempatan seperti ini tentu tidak dimiliki mereka yang
tidak sempat belajar di kampus. Sebagai bagian dari elemen mahasiswa,
PMII memandang sangat vital keberadaan kampus, tidak hanya semata-
mata untuk tempat pembelajaran, tetapi juga sebagai wahana untuk
menempa dan mengembangkan bakat potensi yang dimiliki para
anggotanya.

22
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari kegiatan ini dalam bentuk
pelatihan dan sebagai pengalaman, perlu adanya kegiatan kontinue
(lanjutan) terhadap pehaman Antropologi untuk selalu melatih
mahasiswa dalam menggali potensi yang ada di dalam diri mahasiswa
tersebut. Antropologi ini memberikan pemahaman yang bagus untuk
mahasiswa dalam mengenal lingkungannya baik didalam dunia kampus
maupun diluar kampus. Peran mahasiswa dan kader PMII bagi bangsa
dan negeri ini bukan hanya duduk di depan meja dan dengarkan dosen
berbicara dan olahan senioritas, akan tetapi mahasiswa juga mempunyai
berbagai perannya dalam melaksanakan perubahan untuk bangsa
Indonesia, peran tersebut adalah sebagai generasi penerus yang
melanjutkan dan menyampaikan nilai-nilai kebaikan pada suatu kaum,
sebagai generasi pengganti yang menggantikan kaum yang sudah rusak
moral dan perilakunya, dan juga sebagai generasi pembaharu yang
memperbaiki dan memperbaharui kerusakan dan penyimpangan negatif
yang ada pada suatu kaum.
B. Saran
Sebagai saran dalam hal ini mari bersama ditujukan kepada para
generasi muda mahasiswa dan para kader PMII, seluruh elemen instansi
baik yang ada di daerah maupun yang da di pusat serta seluruh lapisan

23
masyarakat bahwa mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa.
Perlu untuk diperhatikan dan diberikan pemahaman serta didikan
tentang bagaimana memahami Antropologi dan berikan contoh atau
keteladan kepada mahasiswa dalam memimpin yang nantinya.

DAFTAR PUSTAKA

Haviland. A. William. Antroplogy. Terj. Soekadijo. Antroplogi. Jilid I.


Jakarta: Erlangga. 1999.

Haviland. A. William. Antroplogy. Terj. Soekadijo. Antroplogi. Jilid II.


Jakarta: Erlangga. 1999.

Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antroplogi. Jakarta: Rineka Cipta. 2009.

Koentjaraningrat. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI Press. 2010

Koentjaraningrat. Sejarah Teori Antropologi II. Jakarta: UI Press. 1999.

https://pmiikabbekasi.blogspot.com, diakses pada 17/11/2020, 01.24 WIT.

24

Anda mungkin juga menyukai