Anda di halaman 1dari 25

PENTINGNYA PESANTREN DALAM MEMBENTUK PEMIMPIN

PROFETIK DEMI MEWUJUDKAN MASYARAKAT MADANI


INDONESIA

Disusun untuk melengkapi Persyaratan Peserta Intermediate Training


(LK II)
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Tulungagung

OLEH :
MOCH FATHURROZZI KURNIANSYAH

INTERMEDIATE TRAINING
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
CABANG TULUNGAGUNG
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan karunia-Nya penulis
dimampukan untuk menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu syarat untuk dapat
mengikuti Latihan Kader II Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Semarang.
Penulis juga ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua dan saudara-saudara penulis yang tercinta, yang penuh
kerelaan hati dan pengertian yang mendalam kepada penulis untuk
melanjutkan jenjang training di HMI.
2. Seluruh Keluarga Besar HMI, Fakultas Syari’ah dan Hukum, dan HMI Cabang
Kab. Tulungagung yang telah banyak memberikan dorongan serta masukan yang
bermanfaat bagi penulis selama menyelesaikan Makalah Ini.
3. Terkhusus untuk teman-teman saya tercinta yang telah membantu mengarahkan
saya serta meminjamkan buku-buku referensi serta bisa berdiskusi dengan materi
yang saya perlukan dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan, bahkan Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak sebagai bahan penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
yang besar bagi semua pihak yang membutuhkan.

Tulungagung, 15 September
Penulis,

Moch Fathurrozzi Kurniansyah

ii
DAFTAR ISI

Contents
COVER.............................................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................. 5
A. Latar Belakang....................................................................................................................... 5
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................. 6
C. Tujuan Masalah ..................................................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ................................................................................................................. 7
E. Metode Penulisan................................................................................................................... 7
F. Sistematika Penulisan ............................................................................................................ 7
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................... 8
A. Pengertian Pesantren .......................................................................................................... 8
B. Pengertian Kepemimpinan Profetik .................................................................................. 10
C. Masyarakat Madani .......................................................................................................... 14
D. Pentingnya Pesantren Dalam Membentuk Pemimpin Profetik Dalam Masyarakat Madani 17
BAB III PENUTUP ......................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 22
CURICULLUM VITAE .................................................................................................................. 23

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua yang ada
di indonesia sampai saat ini masih tetap memberikan kontribusi yang penting baik
di bidang sosial yang maupun keagamaan khususnya. Pondok perantren mampu
untuk menjaga dan memepertahankan nilai-nilai pesantren yang dimiliki sampai
saat ini, dan juga memiliki model pendidikan yang sangat luas.
Hingga saat ini perkembangan zaman hingga saat ini, sistem pendidikan
pesantren terus mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Di dalam
pesantren tidak hanya mengajarkan terkait ilmu agama saja akan tetapi juga
mengajarkan ilmu-ilmu umum lainnya. Ada juga pesantren yang mengkhususkan
ilmu-ilmu tertentu seperti tahfid al-Quran, ketrampilan atau kaderisasi gerakan-
gerakan islam.
Untuk membentuk pemimpin yang berkarakter, pesantren modern bukan
hanya memanage, teachdan leadsecara parsial. Malainkan total mendidikkan
kehidupan secara utuh dan melibatkan dirinya dengan berbekal iman, ilmu,
amal, akhlaq, komunikasi/interaksi dan mental yang tangguh. Sehingga terlahir
pemimpin yang harus menguasai permasalahan, selalu banyak mengambil
inisiatif, tidak menunggu diperintah, mampu menciptakan pekerjaan dan tidak
mencari pekerjaan.
Pesantren modern merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam
yang terkenal juga dengan pendidikan karakter, salah satunya dalam
membentuk karakter kepemimpinan santri. Selogan siap memimpin dan siap
dipimpin yang biasa diucapkan pimpinan pesantren modern merupakan salah
satu bukti pentingnya pembentukan karakter kepemimpinan pada diri santri-
santri di pesantren itu. Salah satu tujuan dari pembentukan karakter
kepemimpinan tersebut yakni untuk membekali kemampuan santri terhadap
situasi yang harus dihadapi dalam perkembangan zaman ini, sehingga
mereka mampu berkiprah di masyarakat dan menjadi seorang pemimpin yang
karismatik dan berkarakter yang tidak mudah goyah akan bisikan dari
nikmatnyanya jabatan yang ia miliki. Tidak sedikit fenomena seorang
pemimpin yang terlena dengan jabatan yang dimilikinya saat itu, baik dalam
organisasi maupun pimpinan negara, sehingga menjadikannya lalai akan tugas
utama seorang pemimpin dan menjadikan apa yang ia pimpin tidak sesuai dengan
tujuan yang direncanakan dan dijanjikan sebelumnya.
Bangunan tradisi kehidupan di pesantren memiliki budaya, norma, dan

5
sistem nilai sendiri yang berbeda dengan masyarakat sekitarnya. Pesantren
membangun tradisi kehidupan berdasarkan pada sebuah ideologi serta pandangan
al-salaf al-shalih yang terdapat pada kitap kuning yang di jadikan referensi
normatif1.
Masyarakat madani merupakan istilah yang diambil dari kata kota
Madinah. Istilah yang menggambarkan kondisi masyarakat yang adil, makmur dan
damai. Prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia dijalankan dengan baik. Hanya saja
istilah tersebut selama ini sulit untuk ditemukan dalam implikasi nyata. Hal ini
disebabkan karena model kepemimpinan tidak didasarkan pada kepemimpinan
nabi. Padahal konsep masyarakat madani hanya akan bisa terwujud dengan
pendekatan kepemimpinan profetik. Kepemimpan profetik sendiri didasarkan
pada nilai shiddiq, amanah, thabligh dan fathonah. Hanya dengan ini istilah
masyarakat madani dapat diwujudkan.
Format masyarakat madani menjadi dambaan setiap masyarakat dan
bahkan para negarawan. Sebab ada nilai-nilai luhur yang dijadikan sebagai
rujukan, dan terimplikasikan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.
Disisi lain Azzumardi Azra dalam bukunya “Menuju Masyarakat
Madani” menjelaskan masyarakat madani adalah masyarakat yang patuh terhadap
hukum yang telah ditetapkan, memiliki jiwa yang berkeadilan, dan selalu
memberikan masukan dan kritik pada pemerintah untuk mewujudkan sistem check
and balance antara negara dengan masyarakat2.

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari rumusan masalah yang ada di atas maka rumusan masalah akan
di ambil:
1. Apa Yang Di Maksud Dengan Pesantren dan Kepemimpinan Profetik
Untuk Mewujudkan Masyarakat Madani ?
2. Bagaimana Konsep Kepemimpinan Profetik Dalam Mewujudkan
Masyarakat Madani ?

C. Tujuan Masalah
Adapun beberapa tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Menjelaskan Apa Yang Di Maksud Dengan Pesantren dan
Kepemimpinan Profetik Untuk Mewujudkan Masyarakat Madani.

1
Zamakshsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Paandangan Hidup Kiai, (Jakarta: LP3ES,1994).
56.
2
Azra, Azyumardi. Menuju Masyarakat Madani. (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2004)

6
2. Menjelaskan Pentingnya Konsep Profetik Dalam Mewujudkan
Masyarakat Madani.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat peelitian yang dapat di peroleh dari makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagi penulis makalah ini sebagai salah satu persyaratan untuk dapat
mengikuti Latihan Kader II Himpunan Mahasiswa Islam.
2. Makalah ini diharapkan menambah pengetahuan dan wawasan akan
pentingnya konsep pesantren dalam membentuk kepemimpinan profetik
dalam mewujudkan masyarakat madani.

E. Metode Penulisan
Metode penulian yang di lakukan dalam penyelesain makalah ini adalah
metode deskriptif yang bersifat studi literatur yang dilakukan untuk mendukung
jalannya penulisan mulai dari awal hingga penyusunan akhir makalah ini. Selain
itu studi literatur dilaksanakan guna mendapatkan dasar teori yang kuat berkaitan
dengan makalah ini sehingga dapat menjadi acuan dalam melaksanakan
pembahasan. Studi literatur meliputi pengumpulan data dan informasi dari buku
dan jurnal-jurnal yang mempunyai relevan dengan bahasan dalam makalah ini,
serta masukan dari senioran dan kawan-kawan seperjuangan di HMI.

F. Sistematika Penulisan
1. BAB I
Pendahuluan (beerisikan terkait latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika
penulisan).
2. BAB II
Pembahsan isi masalah yang akan di bahas
3. BAB III
Penutup (berisikan kesimpulan dari pembahasan dan saran atau solusi
untuk masalah yang di bahas).

7
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pesantren

Ada beberapa istilah yang di gunkaan untuk menunjukkan sistem


pendidikan islam ini. Masyarakat biasanya menyebutnya dengan istilah
pesantren atau pondok. Secara bahasa pesantren adalah a place for pripatetic
islamic student, or santri. Sedangkan zamakhasari Dhofier menjelaskan,
bahwa pesantren berasal dari kata pesantrian, yang di artikan sebagai “tempat
santri”.
Dengan isitilah pesantren yang lazim di sebut dengan pondok pesantren
memiliki kata dasar ‘santri’. Kata santri dalam perkembangan zaman
mempunya arti luas dan sempit. Dalam artian sempit ialah seseorang murid
atau sekolah agama yang di sebut juga dengan pondok pesantren. Sementara
itu dalam artian luas dan umum santri ialah bagian penduduk jawa yang
membentukyang memeluk islam secara benar-benar, pesantren adalah
lingkungan pendidikan yang sepenuhnya total dan mirip akademi militer atau
berbicara dalam hal pengalaman dan kemungkinan untuk sebuah totalitas.
Sistem pendidikan pesantren sering di anggap oleh para ahli sebagai
indegenous dan sebagai model lembaga pendidikan hasil kreasi budaya
indonesia sendiri serta mempunya keterkaitan yang sangat erat dalam hal
proses pembentukanya sebuh indentitas budaya. Dan di dalamya ada corak
Islam yang sangat penting dan memeberikan dasar ideologis dan kelembagaan
dan kondusif bagi pesantren. Pesantren mempunyai karakteristik khususnya
yang membedakan dengan sistem pendidikan lainya.
Terdapat kaitanya dengan kreteria yang dapat disematkan di dalam
pesantren sebagai sub kultur yaitu :
1. Eksistensi pesantren sebagai sebuha lembaga kehidupan yang
menyimpang dari pola kehidupan di negri ini.
2. Terdapat sejumlah sebagai penunjang yang menjadi tulang punggung
kehidupan pesantren.
3. Berlangsungnya proses pembentukan tata nilai yang tersendiri dalam
pesantren.
4. Adanya daya tarik keluar, sehingga memungkinkan masyarakat sekitar
menganggap pesantren sebagai alternatif ideal bagi sikap hidup yang
ada di dalam masyarakat itu sendiri.
5. Berkembangnya suatu proses mempengaruhi masyarakat luarnya dan
8
berkulminasi pada pembentukan nilai nilai baru yang universal dan
dapat di terima oleh dua belah pihak. 3
Dan juga terdapat ada lima sistem pesantren sehingga pernah di lirik oleh
Dr. Sutomo pada tahun 1935, ketika pesantren pernah menjadi perbincangan
di kalangan intelegensia indonesia. Meskipun pernah di kritik oleh Sutan
Takdir Alisjahbana dan berbeda pendapat dengan karena di anggap “pro-
pesantren”. Akan tetapi Sutomo tetap menganjurkan asas-asas sistem pesantren
di pergunakan untuk dasar pembangunan pendididkan nasional pada saat itu.
Kelima dari asas sistem tersebut yaitu:
1. Pendidik dapat langsung melakukan pengawasan secara langsung.
2. Adanya keakraban hubungan antara santri dengan kiai
3. Pesantren mampu mencetak orang – orang yang bisa memasuki
lapangan pekerjaan yang bersifat merdeka.
4. Cara hidup para kiai yang sederhana tapi penuh kesenangan dan
kegembiraan.
5. Pesantren merupakan sistem pendidikan yang murah biaya
penyelenggaraanya untuk menyebarkan kecerdasan bangsa.

Selain dengan asas-asas sistem pendidikan pesantren seperti pesantren


juga mempunyai kataristik khusus yang menonjol sebagai berikut : adanya lima
elemen yang mendukung yang tidak dapat terpisakhan seperti : pondok, masjid,
santri, pengajaran kitap-kitap klasik dan kiai. 4 Adapun ciri-ciri pesantren yaitu
:
1. Kiai sebagai pendiri pelaksana dan guru.
2. Pelajar (santri) secara pribadi di ajari berdasarkan naskah-naskah arab
klasik tentang pengajaran dan paham kaidah islam.
3. Kiai dengan santri tinggal bersama-sama untuk masa yang cukup lama,
membentuk satu komunitas seperti asrama.

Memang dalam kaitanya santri tidak selamanya hidup di pondok dan boleh
menetap di rumahnya masing-masing. Santri yang menetap di pondok di sebut
santri mukim, sedangkan santri yang pulang atau tidak menetap di pondok itu
santri kalong. Didalam mekanisme kerja kelembagaan pondok pesantren, pilar-
pilar pondok pesantren (Santri, Khadam, dan Guru / Ustad) yang merupakan
satu kesatuan yang sanling menguntungkan.

3
Samsul Ma’arif. (2015). Pesantren Inklusif Berbasis Kearifal Lokal. (Yogyakarta: Kaukaba. 2015)
4
Ibid. Hal. 25
9
B. Pengertian Kepemimpinan Profetik
Secara etimologi kepemimpinan berasal dari kata dasar pemimpin. Dalam
bahasa inggris di sebut Leadership yang berarti kepemimpinan. Dari kata dasar
leader yang berarti pemimpin,akar katanya to lead yang mengandung arti yang
mengandung beberapa arti yang saling berhubungan erat dengan gerak lebih
awal.
Dalam bahasa indonesia istilah “pimpin”, kata pimpin yang di awali dengan
“ke” dan diakhiri dengan “an” adalah menunjukkan arti perihal memimpin.
Dalam artian luasnya kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam
menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai
tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Dalam
definisi secara luas kepemimpinan meliputi pengaruh dalam menentukan tujuan dalam
organisasi, memotivasi prilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk
memperbaiki kelompok dan budaya 5.
Menurut John D. Pfiffner & Robert Presthus "Leadership is the art of coordinating
and motivating individuals and group to achieve desired ends. (Kepemimpinan adalah
seni mengkoordinasi dan memotivasi individu-indivi- du serta kelompok-kelompok untuk
mencapai tujuan yang diinginkan)6.

Kata profetik berasal dari bahasa inggris prophet yang berarti Nabi. Atau
ramalan. Kata tersebut menjadi prophrtic atau Profetik (kata sifat) yang berarti
kenabian. Dengan kata lain sifat yang ada dalam diri seorang Nabi yaitu sifat
Nabi yang mempunyai ciri sebagai manusia yang ideal secara spritual-
individual, tatapi juga menjadi pelopor perubahan, perubahan pemimpinan,
arah perbaikan dan melakukan perjuangan tanpa henti melawan kajahilan.
Kepemimpinan profetik sebenarnya sudah ada pada diri Nabi Muhammad
SAW tinggal bagaimana mencontohi kepemimpinan beliau di era moderen
seperti ini : disiplin wahyu, mulai dari diri sendiri, memberikan teladan,
komunikatif, yang efektif , dekat dengan umatnya, selalu bermusyawarah dan
memberikan sebuah pujian. 7
Adapun penjabaran secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Disiplin Wahyu
Dapat kita jumpai pada Rasulullāh SAW misalnya, beliau
menjalankan fungsinya sebagai pemimpin dengan baik, beliau tidak

5
Nurkolis. Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model, dan Aplikasi, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
2003). Hal.153
6
Pfiffner, John D. & Robert Presthus,. Public Administration, (New York: The Ronald Press). 1967. Hal. 88

7
Farid Muhtadi, KEPEMIMPINAN PROFETIK DI LAMBAGA PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN,
Jurnal El-Hamra: kependidikan dan kemasyarakatan,Vol.3 No. 2 (2018), hal 9-17
10
bicara kecuali dengan wahyu, beliau tidak membuatbuat ayat-ayat
suci dengan mengikuti hawa nafsunya sendiri.

b. Mulai dari diri sendiri


Dalam konsep Islam semua orang adalah pemimpin dan
setiap orang harus mempertanggungjawabkan tindakannya di
hadapan Tuhan kelak di akherat. Pemimpin yang baik adalah
mampu memberikan teladan yang baik kepada bawahan atau
rakyatnya.

c. Memberikan teladan
Salah satu faktor kesuksesan kepemimpinan pendidikan
Islam adalah mewariskan keteladanan, para Nabi dan Rasul selalu
menjadi model teladan bagi umatnya, misalnya Rasulullāh SAW,
memberikan teladan pada umatnya, beliau menjadikan dirinya
sebagai model dan teladan bagi umatnya.

d. Selalu bermusyawarah
Sistem kepemimpinan Islam yang ideal didasarkan kepada
prinsip syura’ atau musyawarah.

e. Menerapkan keadilan
Pemimpin sepatutnya mampu memperla- kukan semua
orang secara adil, tidak berpihak, lepas dari suku bangsa, warna,
keturunan, golongan, strata masyarakat dan Agama.

Dan ada juga dalam segi kreteria pemimpin yang profetik adalah
sebagaimana yang di jadikan oleh sukarna dalam amrullah yaitu: benar, jujur,
adil tegas, ikhlas, pemurah, ramah, merendah dan alim. Dalam Al Quran
sendiri di sebutkan yang menjadi karakteristik sifat kepemimpinan islam, yaitu
dalam surah al-Hajj ayat 41 yang berbunyi:

ِ ّٰ ِ ‫ع ِن ْال ُم ْن َك ِۗ ِر َو‬
‫ّلِل‬ َ ‫ف َونَ َه ْوا‬ َّ ‫ص ٰلوة َ َو ٰات َُوا‬
ِ ‫الز ٰكوة َ َوا َ َم ُر ْوا ِب ْال َم ْع ُر ْو‬ َّ ‫ض اَقَا ُموا ال‬ َ ْ ‫اَلَّ ِذيْنَ ا ِْن َّم َّكنّٰ ُه ْم ِفى‬
ِ ‫اْل ْر‬
‫عاقِبَةُ ْاْلُ ُم ْور‬ َ
Artinya : “(Yaitu) orang-orang yang jika Kami beri kedudukan di bumi, mereka
melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan menyuruh berbuat yang makruf
dan mencegah dari yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala
urusan”.

11
Ayat al-Hajj terang menyebutkan bahwasanya seseorang di angkat menjadi
agama sebagai sumber sandaran menyeru ke jalan kebenaran sebagai contoh
kepemimpinan yang sesuai dengan kreteriapemimpinan para Nabi dan Rasul.
Dalam kepemimpinan islam karakteristik kepemimpinan profetik (Kholifah)
memiliki sifat pembeda dari pemimpin non islam (otoriter, liberal), sifat-sifat
itu sebagaimana yang telah di jelaskan oleh Veithzal Rivai & Arviyan Arifin
sebagai berikut :

a. Setia, pemimpin dan yang di pimpin terkait dengan kesetian kepada


Alloh SWT;
b. Terkait pada tujuan Islam yang lebih luas;
c. Menunjung tinggi syariat Islam dan akhlak Islam;
d. Memegang teguh amanah;
e. Rendah hati, tidak sombong dalam memimpin;
f. Disiplin, konsisten dan konskuen dalam segala tindakan.

Dari larakteristik kepemimpinan merupakan fakta yang subtansial


khususnya dalam ranah pencapaian tujuan pendidikan Islam dari segi
kepemimpinannya yang secara empiris sebagai salah satu model
kepemimpinan yang di akui oleh dunia internasioal. Dalam tugasnya untuk
memimpin yang di embannya, pemimpin profetik memiliki ciri tersendiri yang
membedakannya dengan pemimpin yang lainya.

a. Memiliki kekuatan profetik

Sumber kekuatan tersebut terletak pada kesehatan spiritual (jiwa,


rohani). Kesehatan spiritual dan kondisi yang dalam pandangan sufidtik
disebut sebagai terbebasnya jiwa dari berbagai penyakit rohani.

b. Memiliki misi khusus

Sanerya Hermawan mengatan bahwa misi khas kepemimpinan


profetik ada adalah membaca tanda-tanda, pembersihan jiwa,
mengajarkan pengetahuan, membangun sebuah komunitas yang
menjadi pelopor lahirnya sebuah gerakan kehidupan dan semangat baru
yang berlandasankan konsep tauhid.
Konsep strategi pemimpin profetik terdapat di dalam surah Ali
Imron ayat 110 yang berbunyi :

ِ ّٰ َ‫ْل ْنفُ ِسكُ ْم ِم ْن َخي ٍْر ت َِجد ُْوهُ ِع ْند‬


ِۗ ‫ّٰللا‬ َّ ‫ص ٰلوة َ َو ٰاتُوا‬
َ ِ ‫الز ٰكوة َ ِۗ َو َما تُقَ ِد ُم ْوا‬ َّ ‫َواَقِ ْي ُموا ال‬
‫صيْر‬ِ َ‫ّٰللا بِ َما ت َ ْع َملُ ْونَ ب‬
َ ّٰ ‫ا َِّن‬

Artinya: Dan laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat. Dan segala


kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan
mendapatkannya (pahala) di sisi Allah. Sungguh, Allah Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan.

c. Memiliki strategi profetik

12
Kuntowijoyo menjabarkan bahwa ayat tersebut memuat tiga nilai
yaitu humanisasi, liberasi, dan transendensi. Tujuan humanisasi adalah
memanusiakan manusia. Keadaan masyarakat yang telah bergeser dari
pola hidup masyarakat petani menjadi masyarakat industri, membuat
manusia banyak yang menanggalkan aspek kemanusiaan yang
mendasar.

Kepemimpinan Profetik sendiri didasarkan pada 4 nilai


kepemimpinan Nabi karna hanya dengan ini masyarakat madani dapat
diwujudkan, diantaranya yaitu :
1) Shiddiq

Kriteria pertama ini adalah empat kompenen dasar sifat kenabian.


Sidiq, yaitu kejujuran. Kejujuran merupakan bagian penting dalam
konsep kepemimpinan profetik. Kejujuaran ini pun didasari oleh
kebenaran hati nurani yang tidak pernah bisa dipungkiri oleh siapapun.
Kriteria ini sudah termaktub dalam Surah Maryam ayat 50:

ࣖ ‫ع ِليا‬ ٍ ْ‫صد‬
َ ‫ق‬ َ ‫َو َو َه ْبنَا لَ ُه ْم ِم ْن َّرحْ َمتِنَا َو َجعَ ْلنَا لَ ُه ْم ِل‬
ِ َ‫سان‬
Artinya: Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat
Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik dan mulia.

2) Amanah

Kriteria kedua adalah amanah. Amana merupakan kriteria yang


harus melekat dalam diri pemimpin. Dalam bahasa seharihari amanah
memiliki makna yang sama dengantanggungjawab. Hanya saja, kriteria
ini lebih dirasakan oleh orang yang dipimpin. Kriteria ini dijeaskan
dalam Surah As-Syuaro ayat 106 dan 107:
َ‫اِذْ قَا َل لَ ُه ْم ا َ ُخ ْوهُ ْم نُ ْوح ا َ َْل تَتَّقُ ْون‬
Artinya: Ketika saudara mereka (Nuh) berkata kepada mereka,
“Mengapa kamu tidak bertakwa?

3) Tabligh

Pemimpin harus memiliki komunikasi yang baik dengan orang


yang dipimpinnya. Kemampuan dalam berkomunikasi ini disebut
sebagai bagian dari tabligh. Seorang pemimpin hanya bias menjalankan
visi kenabiannya jika memiliki kemampuan menjalin hubungan yang
baik dengan orang yang dipimpinnya. Hal ini difirankan Allah SWT
dalam surah Al- Maidah ayat 67 :

13
ّٰ ‫س ْو ُل بَ ِل ْغ َما ٰٓ ا ُ ْن ِز َل اِلَيْكَ ِم ْن َّربِكَ َِۗوا ِْن لَّ ْم ت َ ْفعَ ْل فَ َما َبلَّ ْغتَ ِرسٰ لَت َهٗ ِۗ َو‬
ُ‫ّٰللا‬ َّ ‫ٰيٰٓاَيُّ َها‬
ُ ‫الر‬
َ‫ّٰللا َْل َي ْهدِى ْالقَ ْو َم ْال ٰك ِف ِريْن‬
َ ّٰ ‫اس ا َِّن‬ ِۗ ِ َّ‫ص ُمكَ ِمنَ الن‬
ِ ‫َي ْع‬
Artinya: Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu,
berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara
kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang- orang yang kafir.

4) Fathanah

Fathanah yang bermakna cerdas, baik secara Intelektual,


emosional maupun spiritual. Kecerdasan ini menjadi modal penting
dalam menghadapi berbagai problematika yang ada dalam menjalankan
kepemimpinan. Pada saat tertentu pemimpin harus cepat dan tanggap
dalam menghadapi situasi yang tidak diingginkan, serta harus mampu
membangun inisiatif yang tepat, agar kebijakan yang diputuskan tidak
berbenturan dengan keinginan masyarakat. Kriteria ini difirmankan
oleh Allah SWT dalam Surat Al-An’am Ayat : 83 :

َ ‫ت َّم ْن نَّش َۤا ِۗ ُء ا َِّن َربَّكَ َح ِكيْم‬


‫ع ِليْم‬ ٍ ٰ‫ع ٰلى قَ ْو ِمهٗ ِۗٗ ن َْرفَ ُع دَ َرج‬
َ ‫َو ِت ْلكَ ُح َّجتُنَا ٰٓ ٰاتَي ْٰن َها ٰٓ اِب ْٰر ِهي َْم‬
Artinya : Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim
untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami
kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana
lagi Maha Mengetahui.
C. Masyarakat Madani

Masyarakat madanni mulai populer sekitar awal tahun 90-an di negara


indonesia. Konsep ini awalnya berkembang di negara barat, dan berakhirnya
setelah lama terlupakan dalam perdepatan antara wacana modern, dan
kembali revitalisasi saat eropa timurmulai guncang dengan revormasi di tahun
80-an hingga 90-an. Mengenai wacana masyarakat madani yang masih dalam
perdebatan, namun beberapa kalangan ada yang berpendapat bahwasanya
masyarakat adalah persamaan dengan civil society.8
Nurcholish Madjid menjelaskan bahwa istilah masyarakat madani
merujuk kepada masyarakat Islam yang pernah dibangun oleh Nabi di
Madinah yaitu daerah yang bernama Yastrib yang kemudian di ubah menjadi
Madinah yang pada hakekatnya pernyataan niat untuk mendirikan dan

8
Adi Suryadi Culla. Masyarakat Madani : pemikiran, Teori dan Relevansinya dengan Cita-Cita Reformasi,
Raja Grafindo Persada, (1999).cet I, 3.
14
membangun masyarakat yang berperadaban berlandaskan ajaran Islam dan
masyarakat yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa di kota itu. ciri-ciri
mendasar masyarakat yang dibangun oleh Nabi adalah egaliterisme,
penghargaan terhadap orang berdasarkan prestasi (bukan kesukuan,
keturunan dan ras), keterbukaan partisipasi seluruh anggota masyarakat
penegakan hukum dan keadilan, toleransi dan pluralisme dan musyawarah. 9
Istilah masyarakat madani di Indonesia diperkenalkan oleh Dato Anwar
Ibrahim ketika berkunjung ke Indonesia, dalam ceramahnya pada sinponsium
nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festival Istiqlal 26 September
1995, memperkenalkan istilah masyarakat madani sebagai terjemahan civil
society.10
Ciri-ciri civil soceity dimaksudkan di sini adalah untuk menjelaskan
bahwa dalam merealisasikan wacana civil society diperlukan persyaratan-
persyaratan yangmenjadi nilai universal dalam penegakan civil society.
Prasyarat ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain atau hanya mengambil salah
satunya saja, melainkan merupakan satu kesatuan yang integral yang menjadi
dasar dan nilai bagi eksistensi civil sociey.
i. Free Public Sphere

Yang dimaksud dengan free public sphere adalah adanya ruang


publik yang bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat. Pada
ruang publik yang bebaslah individu dalam posisinya yang setara mampu
melakukan transaksi wacana dan praktis politik tanpa mengalami distorsi
dan kekhawatiran. Lebih lanjut dikatakan bahwa ruang publik secara
teoritis diartikan sebagai wilayah di mana masyarakat sebagai warga
negara memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik. Warga
negara berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan
pendapat, berserikat, berkumpul serta mempublikasikan informasi kepada
publik. Sebagai sebuah prasyarat, maka untuk mengembangkan dan
mewujudkan civil sociey dalam sebuah tatanan masyarakat, maka free
public sphere menjadi salah satu bagian yang harus diperhatikan. Karena
dengan menafikan adanya ruang publik yang bebas dalam tatanan civil
sociey, maka akan memungkinkan terjadinya pembungkaman kebebasan
warga negara dalam menyalurkan aspirasinya yang berkenaan dengan
kepentingan umum oleh penguasa yang tiranik dan otoriter.
ii. Demokratis

9
Ibid. 192-194
10
Ibid. 7
15
Demokratis merupakan satu entitas yang menjadi penegak wacana
civil society, di mana dalam menjalani kehidupan, warga negara memiliki
kebabasan penuh untuk menjalankan aktivitas keseharian, termasuk dalam
berinteraksi dengan lingkungan. Prasyarat demokratis ini banyak di
kemukakan oleh para pakar yang mengkaji fenomena civil society, bahkan
demoksari merupkan salah satu syarat mutlak bagi penegakan civil society.
Penekanan demokrasi di sini dapat mencangkup sebagai aspek kehidupan
seperti politik, sosial, budaya pendidikan, ekonomi.
iii. Toleran

Toleran merupakan sikap yang dikembangkan dalam civil society


untuk menunjukkan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas
yang dilakukan oleh orang lain. Toleransi ini memungkinkan akan adanya
kesadaran masingmasing individu untuk menghargai dan menghormati
pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh kelompok masyarakat lain
yang berbeda. Toleransi menurut Nurcholish Madjid, merupakan persoalan
ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran itu. Jika toleransi menghasilkan
adanya tata cara pergaulan yang enak antara berbagai kelompok yang
berbeda-beda, maka hasil itu harus dipahami sebagai hikmah atau manfaat
dari pelaksanaan ajaran yang benar.
Azyumardi azara pun juga penyebut bahwa masyarakat madani
lebih dari sekedar gerakan-gerakan prodemokrasi.masyarakat madani juga
mengacu pada kehidupan yang berkualitas dan bertamaddun atau (civillity).
Civilitas meniscayakan bahwa toleransi, yaitu kesediaan antara
individuuntuk menerima pandangan pandangan politik dan sikap sosial
yang berbeda.
iv. Pluralisme

Sebagai sebuah prasyarat penegakan civil society, maka pluralisme


harus dipahami secara mengakar dengan menciptakan sebuah tatanan
kehidupan yang menghargai dan menerima kemajemukan dalam konteks
kehidupan sehari-hari. Pluralisme tidak bisa dipahami hanya dengan sikap
mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk, tetapi harus
disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan pluralisme itu
sebagai bernilai positif, merupakan rahmat Tuhan.

Menurut Nurcholis Madjid, konsep pluralisme ini merupakan


prasyarat bagi tegaknya masyarakat madani. Pluralisme menurutnya adalah
pertalian sejati kebhinkekaan dalam ikatan-ikatan keadaban (genuine
engagement of diversities withinthe bonds of civility). Bahkan pluralisme
16
adalah juga suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia antara lain
melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan (check and balance).
Lebih lanjut Nurcholish mengatakan bahwa sikap penuh pengertian kepada
orang lain itu diperlukan dalam masyarakat yang majemuk, yakni
masyarakat yang tidak monolitik. Apalagi sesungguhnya kemajemukan
masyarakat itu sudah merupakan dekrit Allah dan design-Nya untuk umat
manusia. Jadi tidak ada masyarakat yang tunggal, monolitik, sama dan
sebangun dalam segala segi.

v. Keadilan Sosial (social justice)

Keadilan dimaksudkan untuk menyebutkan keseimbangan dan


pembagian yang proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap warga
negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Hal ini memungkinkan
tidak adanya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan pada satu
kelompok masyarakat. Secara esensial, masyarakat memiliki hak yang sama
dalam memperoleh kebijakankebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah
(penguasa).

D. Pentingnya Pesantren Dalam Membentuk Pemimpin Profetik Dalam


Masyarakat Madani
Bagi masyarakat Islam pedesaan, pesantren memegang peranan untuk
membentengi umat dan cita-cita Islam terhadap ancaman kekuatan-kekuatan
struktural dari luar. Disini dapat terlihat bahwasanya masyarakat Islam di
Indonesia hanya bisa terwujud dalam konteks kesadaran atashak hak individu
kemandirian relatif dari negara, kebebasan berpendapat, kesederajatan di
dalam konteks masyarakat Indonesia yang religius untuk pewujudan civil
society hanya memungkinkan terjadi pada pijakan normatif. Untuk memegan
sebuah aturan yang pertama tama harus melakukan reformasi, transformasi
teologis dan idiologis secara internal, dan di jumput dengan reformasi dan
transformasi kehidupan di masyarakat.
Lebih penting lagi, menurut penulis, seperti halnya Nabi Muhammad
saw. melakukan reformasi dan transformasi individual yang berdimensi
akidah, syari’ah dan akhlak terhadap masyarakat Madinah untuk
membangun iman dan moralitas sebagai pijakan bagi pembumian Piagam
Madinah, maka pesantren juga bisa memainkan peran yang sama dalam
konteks masyarakat Indonesia. Dengan kata lain, agar civil society bisa
terwujud, diperlukan pijakan atau landasan imaniah dan komitmen moral dari

17
tiap warganya untuk mewujudkan kehidupan yang demokratis, egaliter,
toleran, inklusif dan menghargai pluralitas11.
Dalam konteks masyarakat muslim Indonesia, pesantren mempunyai peran
dalam menyamaikan nilai-nilai civil society yang berdasarkan ajaran Islam
yang menjadi panutan mayoritas masyarakat Indonesia. Penting sekali dalam
penataan masyarakat madani. Hal ini di kuatkan kembali oleh K.H Adib
Amrullah,L.c untuk menjadi suri tauladan harus memiliki sifat di antaranya
shidiq, amannah, tabligh, dan fathanah, istiqomah, mahabbah, shaleh di dalam
jiwa kepemimpinan. Dalam nilai tersebut merupakan sifat yang paling utama
dalam menjalam kan sebuah kepemimpinan. Nilai tersebut diwujudkan di
dalam kepemimpinan profetik seperti yang ditafsirkan oleh kuntowijoyo di
surah Ali Imron ayat 110:

ِۗ ‫ّٰللا‬ َّ ‫ص ٰلوة َ َو ٰاتُوا‬


ِ ّٰ َ‫الز ٰكوة َ ِۗ َو َما تُقَ ِد ُم ْوا ِْلَ ْنفُ ِسكُ ْم ِم ْن َخي ٍْر ت َِجد ُْوهُ ِع ْند‬ َّ ‫َٗ اَقِ ْي ُموا ال‬
ِ ‫ّٰللا ِب َما ت َ ْع َملُ ْونَ َب‬
‫صيْر‬ َ ّٰ ‫ا َِّن‬

Artinya: Dan laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat. Dan segala kebaikan
yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala) di sisi
Allah. Sungguh, Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan12.

Ayat tersebut menganduh sebuah nilai humanisasi, liberasi dan


transedensi. Ketiga ini memiliki unsur yang tepat dalam mewujudkan
masyarakat madani. Kepemimpinan profetik yang di anggap sebagai unsur
ketuhanan sebagai unsur utama. Di negara muslim sendiri, penting sekali
dengan kepemimpinan profetik namun juga tidak bisa di jadikan sebagai
model. Sehingga semakin sulit untuk di implementasikan dalam kehidupan
masyarakat dan bernegara. Model kepemimpinan yang dicetuskan merupakan
rumusan nyata terhadap perwujudan dari masyarakat madani itu sendiri. Pada
masa Muhammad konsep masyarakat madani ini terwujud. Sehingga tidak
mungkin keberadaan sebuah sistem yang dijalankan oleh nabi Muhammad
hanya ditujukan di zamannya saja.Dengan model kepemimpinan madani
profetik ini belum di jadikan senjata utama. Disisi lain etika dan moral dari
pemimpim semakin jauh dari nilai-nilai yang di tanamkan oleh rasulullah
sebagai rujukan yang paling utama. Terutama di negara indonesia ini sendiri.
Seperti halnya berbagai masalah terkait dengan masalah KKN

11
Wahyudin Halim, Peran Pesantren Dalam Wacana Dan Pemberdayaan Masyarakat Madani.
Akademika: Jurnal Pemikiran Islam. Vol. 22, No. 2 (2017). hal. 203
12
Kuntowijoyo. Paradigma Islam; Interpretasi untuk Aksi. Bandung (1991): Mizan.

18
(korupsi,kolusi,nipotisme) yang sampai saat ini belum mempu untuk diatasai
dengan tepat. Keberadaan kepemimpinan profetik sebagai jawaban dari
permasalahan yang di alami oleh negara atas permasalahan yang sangat urgent
ini. Apalagi negara ini sudah mencapai 77 tahun yang perlu mendapatkan
jawaban yang sangat tepat dan cermat. Model kepemimpinan saat ini belum
mampu untuk menjawabnya. Masih banyak hal yang perlu di benahi dan di
perbaiki. Adapun upaya yang nyata bahwa ada sebuah karakter keindonesaan
pa kepemimpinan proferik. Nilai profetik masih berlaku dan masih di terima
oleh masyarakat indonesia 13.
Berdasarkan pada model dari kepemimpinan profetik maka ditemukan
beberapa unsur kesamaan yang membuat kepemimpinan profetik yang mampu
dalam mewujudkan masyarakat madani. Masyarakat yang tercipta sebagai
manifestasi dari keberadaan kehidupan yang syaratdengan nilai-nilai agama.
Unsur kesamaan tersebut adalah:

(a) Secara konseptual istilah profetik menjadikan nabi Muhammad sebagai


referensi utama. Baik secara konsep maupun dalam konteks implementasi.
Dan masyarakat yang ada pada zaman tersebut disebut oleh sebagian dari
pemikir sebagai manifestasi nyata dari masyarakat madani. Sederhananya,
kedua konsep ini lahir di zaman yang sama dan diimpelentasikan oleh
pemimpin yang sama dan diterima oleh masyarakat yang sebagai bentuk
nyata sebuah masyarakat yang ideal. Dianugerahi berbagai potensi sosial,
ekonomi politik yang kondusif;

(b) Dalam konteks nilai yang diperjuangkan maka terlihat bahwa nilai
humanisasi, liberasi dan transendensi syarat dengan nilai yang melekat pada
penegakan HAM. Manusia tidak hanya berada pada ranah individual namun
juga berada pada ranah masyarakat. Keduanya memiliki peran sentral yang
saling berkait satu dengan yang lainnya. Nilai humanisasi misalkan yang
penuh dengan proses terjadinya pemanusiaan dari manusia yang satu
kemanusia yang lain;

(c) Istilah masyarakat madani dianggap lebih mengedepankan peran sentral


agama dalam mewujudkan masyarakat yang ideal. Dalam artian, pemimpin
dan masyarakat terdorong untuk menciptakan masyarakat ideal yang
mengandung unsur ketuhanan. Unsur ini yang sulit tercapai pada konsep
civil society. Jika konsep civil society cenderung lepas dari nilai ketuhanan,

13
Syahdara Anisa Makruf, “Urgensi Kepemimpinan Profetik Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani”.
Ta’dib: Jurnal Pendidikan Islam. Vol. 6 No. 2 (2017). Hal. 248
19
maka masyarakat madani secara implementatif harus menjadikan nilai
ketuhanan sebagai nilai utama;

(d) Pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam menjalankan aktivitasnya


tertuang dalam kedua konsep tersebut. Manusia bukan sebagai objek politik,
melainkan sebagai entitas yang harus mendapatkan perlindungan. Terutama
dalam pemenuhan kebutuhan dasar sebagai manusia yang tidak bisa ditawar
dengan apapun;

(e) Idealnya, kepemimpinan profetik berada pada level elit, meskipun elit tidak
bersifat elitis pada masyarakat. Tidak menggunakan kekuasaan sebagai nilai
prestesius untuk melakukan tekanan pada masyarakat. Sedangkan
masyarakat madani, meskipin juga menganut kepemimpinan demokratis,
pada faktanya masyarakat madani lebih diarahkan pada kondisi masyarakat
yang harus dijalankan oleh pemimpin. Kedua hal ini memiliki hubungan
yang saling berkaitan, tidak bisa dipisahkan. Akan sulit menciptakan
masyarakat madani tanpa kepemimpinan profetik 14.

Dari lima tersebut dapat di lihat bahwa konsep pemimpin profetik berada
pada tataran implementatif seseorang penguasa. Sedangkan masyarakat
madani berada pada kondisi sosial masyarakat yang harus tercipta. Masyarakat
madani diarahkan pada cita-cita bersama dimana masyarakat dan pemimpin
mendapatkan jatah yang sama untuk mewujudkan masyarakat sesuai dengan
yang diekspektasikan oleh semua pihak.

14
Ibid. 250
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dengan memperhatikan uraian di atas, dapat diambil beberapa


kesimpulan. Pertama, pada dasarnya pesantren memiliki peran pokok
dalam mengembangkan pendidikan Islam (tafaqquh fi al-din) yang
bersumber dari Al-Qur’an, al-hadits dan ijtihad para ulama dengan merujuk
pada kitab-kitab kuning. Kedua, Pesantren memiliki potensi untuk
melakukan pengembangan pendidikan civil society di masyarakat dengan
melakukan berbagai upaya. Ketiga, langkah ideal bagi pesantren dalam
melakukan pengembangan pendidikan civil society di masyarakat secara
umum dapat ditempuh dengan dua cara: (1) melakukan berbagai akvititas
yang berguna dan bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya 2) dengan
membuat perencanaan pendidikan yang diarahkan pada kemampuan dan
ketrampilan para santri dalam merespon kebutuhan dan tuntutan
masyarakat asalnya. Keempat, salah satu upaya penguatan peran pesantren
dalam konteks civil society adalah peningkatan kualitas santri dalam hal
enterpreneurship (kewirausahaan). Langkah yang dapat ditempuh antara
lain: membentuk ketahanan mental kewirausahaan santri dari perspektif
keagamaan, memberi bekal tambahan pengetahuan dan pelatihan
kewirausahaan, dan kerjasama dengan beberapa pihak terkait.
Masyarakat madani sendiri, hanya sebuah ilustrasi bagaimana
seharusnya kondisi sosial masyarakat ideal. Sedangkan pilar penting dalam
mewujudkan diserahkan pada masyarakat itu sendiri. Maka dalam kondisi
zaman sekarang ini, Lembaga Swadaya Masyarakat dianggap sebagai
kompenen penting. Disamping itu juga peranan Pers juga dibutuhkan,
bahkan juga perguruan tinggi dan lembaga politik. Konsep masyarakat
madani sendiri, bukan sebuah kondisi yang muncul dengan sendirinya.
Namun harus di topang oleh sistem kepemimpinan yang kuat. Sistem
kepemimpinan itu sendiri adalah kepemimpinan profetik. Maka dari itu
dianggap sangat penting dikarenakan masyarakat madani dengan
kepemimpinan profetik mempunya esensi yang sama dan pesantren sebagai
jalannya.
Impelementasi masyarakat madani terjadi pada masa rasulullah
maka konsep kepemimpinannya juga harus merujuk pada masa rasulullah
itu sendiri. Dalam pelaksanaanya, masyarakat madani hanya akan terwujud
jika pemimpin memiliki nilainilai yang patut dijadikan sebagai rujukan dan
21
panutan. Nilai-nilai itu sendiri adalah, Shidiq, Amanah, Tabligh dan
Fathonah. Dalam ranah lain, keempat nilai tersebut dihubungkan langsung
dengan kepemimpinan yang mempunyai tujuan untuk humanisasi.
Memanusiakan manusia sesuai dengan kodratnya. Melakukan pembebasan
atau liberasi dengan menuntaskan masalah kebodohan dan kemiskinan.
Sedangkan transendensi merupakan dimensi yang kuat untuk menjadikan
kepemimpinan tidak hanya bersifat duniawi tapi juga ukhrowi. Manusia
berada pada tahapan yang tidak hanya berorentasi pada materi semata.
Urgensi dalam kontesk lain terlihat dari kondisi sosial masyarakat
Indonesia saat ini. Masih berkecimbung pada permasalahan Korupsi, kolusi
dan nepotisme yang sulit untuk diberantas. Masalah ketimpangan sosial
yang belum dapat diselesai dengan baik. Penegak dan penegakan hukum
yang tidak sesuai dengan harapan. Dan ditambah lagi sistem demokrasi
yang sangat transaksioanl. Tidak memberikan ruang yang cukup bagi
generasi muda untuk tetap tumbuh dan bergerak dengan nyata.

B. Saran

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai roda organisasi


perjuangan yang harus bisa dan tetap memperjuangkan harkat dan
martabat Ummat bagi Agama Nusa dan Bangsa, Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) harus mampu menerapkan Nilai-Nilai Ajaran Islam dengan
sebaik-baiknya yang dapat menjadikan setiap kader Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) sebagai seorang berpendirian uswatun khasanah dalam artian
teladan di manapun kader itu berada.
Seorang kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) harus tetap
berusaha dalam berproses agar dapat meningkatkan kemampuan terkhusus
kesadaran dan rasa tanggung jawab di dalam masyarakat, meningkatkan
atau mematangkan tingkat intelektualnya agar menjadi sebuah tauladan di
dalam masyarakat ataupun lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Azyumardi, A. (2004). Menuju Masyarakat Madani. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Culla, A. S. (1999). Masyarakat madani: pemikiran, teori, dan relevansinya dengan cita-
cita reformasi. RajaGrafindo Persada.

Dhofier, Z. (1994). Tradisi Pesantren: Studi Tentang Paandangan Hidup Kiai. Jakarta:
LP3ES.

Farid Muhtadi, K. P.-H.-1. (2018). KEPEMIMPINAN PROFETIK DI LAMBAGA


PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN. Jurnal El-Hamra: kependidikan dan
22
kemasyarakatan, III, 9-17.

Halim, W. (2017). Peran Pesantren Dalam Wacana Dan Pemberdayaan Masyarakat


Madani. Akademika: Jurnal Pemikiran Islam., XXII, 203.

Kuntowijoyo. (1991). Paradigma Islam; Interpretasi untuk Aksi. Bandung: Mizan.

Ma’arif, S. (2015). Pesantren Inklusif Berbasis Kearifal Lokal. Yogyakarta: Kaukaba.

Makruf, S. A. (2017). Urgensi Kepemimpinan Profetik Dalam Mewujudkan Masyarakat


Madani. Ta’dib: Jurnal Pendidikan Islam., VI, 248.

Muhtadi, F. (2018). KEPEMIMPINAN PROFETIK DI LAMBAGA PENDIDIKAN


PONDOK PESANTREN. Jurnal El-Hamra: kependidikan dan kemasyarakatan,
9-17.

Nurkolis. (2003). Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model, dan Aplikasi. Jakarta: PT
Gramedia Widiasarana Indonesia.

Pfiffner, J. D. (1967). Public Administration. New York: The Ronald Press.

CURICULLUM VITAE

Nama : Moch Fathurrozzi Kurniansyah

Tempat / Tanggal Lahir : Grobogan, 31 Juli 2000

Asal Komisariat : HMI Komisariat Fasih UIN SATU

Asal Cabang : HMI Cabang Tulungagung


23
Alamat : Dsn. Ngino Ds. Ngino Kec. Plemahan Kab. Kediri

No. WA : 085856683525

Alamat Email : Kmochfathurrozzi3107002000@gmail.com

Jenjang Pendidikan
1. SDN Ngino
2. MTsN 3 Kab. Kediri
3. MAN. 2 Kab. Kediri
Jenjang Training
Di HMI
1. LK I HMI Komisariat Jendral Sudirman Cabang Tulungagung Tahun
2018

2. LKBHMI Cabang Ciputat Tahun 2019


E. Pengalaman Organisasi Di HMI
1. Dept. Perguruan Tinggi dan Kepemudaan HMI Komisariat Fasih
2. Kabit Kewirausahaan dan Pengembangan Profesi HMI Komisariat

Fasih

F. Di Luar HMI

1. Departemen Keagamaan Himpunan Mahasiswa Jurusan, Hukum


Keluarga Islam

2. Kabit Departemen Keagamaan Himpunan Mahasiswa Jurusan, Hukum


Keluarga Islam

24
Motto Hidup

‫سا ا َِّْل ُو ْسعَ َها‬


ً ‫ّٰللاُ نَ ْف‬
ّٰ ‫ف‬ُ ‫َْل يُ َك ِل‬
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”

Anda mungkin juga menyukai