Segala puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Esa Yang senantiasa
memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada kita sekalian sehingga kita
dapat menjalankan aktivitas sehari-hari. Shalawat serta salam selalu terhatur
kepada Nabi dan Rasul kita, Rasul yang menjadi panutan semua ummat, yakni
Nabi Besar Muhammad SAW serta keluarga dan sahabat beliau yang telah
membawa kita dari jurang yang penuh kesesataan menuju sebuah kehidupan yang
penuh kebahagiaan dan kedamaian.
Suatu rahmat yang besar dari Allah SWT yang selanjutnya penulis
syukuri, karena dengan kehendaknya, taufiq dan rahmatnya pulalah akhirnya
penulis dapat menyelasaikan makalah ini guna persyaratan untuk mengikuti
Intermediate Training (LK II) Tingkat Nasional Yang dilaksanakan oleh
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Jakarta timur pada tanggal 21
Februari s/d 28 Februari 2011 di Graha Insan Cita. Adapun judul makalah ini
adalah: (Peran Perjuangan HMI Dari Gerakan Islam ke Tauhid Sosial)
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya
kepada HMI Cabang Ambon dan juga rekan-rekan kader-kader HMI yang selalu
berjuang, yang selalu memberikan saran, koreksi dan motivasi yang sangat
membangun. Dan juga tidak lupa penulis mengucapkan ribuan terima kasih
kepada Kanda-Kanda Alumni (KAHMI) yang juga tidak luput memberi bantuan
kepada penulis, dari segi moril maupun materil serta ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan untuk semua kader HMI Cabang Jakarta pusat utara yang telah
berjuang untuk mengadakan Latihan Kader (LK II) ini dengan harapan dan tujuan
yang sangat mulia.
Makalah ini merupakan hasil jerih payah penulis yang sangat maksimal
sebagai manusia yang tidak lepas dari salah dan khilaf. Namun penulis menyadari
bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Jadi
saran, kritik dan koreksi yang membangun sangat penulis harapkan dari rekan-
rekan semua.
Akhirnya, kepada Allah jualah kita memohon. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita sebagai penambah wawasan dan cakrawala pengetahuan.
Dan dengan memanjatkan do’a dan harapan semoga apa yang kita lakukan ini
menjadi amal dan mendapat ridha dan balasan serta ganjaran yang berlipat ganda
dari Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………… ii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah………….………………………………. 1
B. Rumusan Masalah……,............................................................... 2
C. Tujuan Penulisan……..………………………………………….. 2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Peran HMI di Indonesia………………………………………….. 3
1. Partisipasi Politik HMI periode 1947 - 196……………..…… 4
2. Perjuangan HMI Masa Orde Lama Dan Orde Baru……..…..… 5
HMI Masa Orde Lama……………………………………………. 5
Peran HMI di Era Orde Baru……………………………………… 6
B. Gerakan Islam dan perjuanga HMI diIndonesia…………………... 7
1. Kondisi Islam Di Negara Indonesia
Sebelum Terbentuknya HMI……………………………………… 7
2. Kondisi Perguruan Tinggi Dan Mahasiswa Islam …………………. 9
3. Saat Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)……....……. 9
4. Gagasan Pembaharuan Pemikiran KeIslaman…………….……… 10
5. Gagasan Dan Visi Perjuangan Sosial Budaya……………………….
6. Komitmen Ke-Islaman Dan Ke-Bangsaan
Sebagai Dasar Perjuangan HMI………………………...……..…… 11
C. HMI Solusi Kesejahteraan Umat ………………………..……..….. 12
1. HMI Menjawab Tantangan Umat Di Zaman Modern...…...……… 12
2. Islam Tidak Ketinggalan Zaman Dan
Menjawab Tantangan Zaman.………………………………..…….. 15
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………….………… 18
B. Sasaran………………………………………………………………. 19
DAFTAR PUSTAKA…..……………………………………………... 20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Berbicara HMI dulu dan masa mendatang, maka kita tidak akan terlepas
dengan sejarah berdirinya HMI. Seorang mahasiswa, Lafran Pane, mendirikan
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada tahun 1947 bersama rekan-rekan
perjuangannya. Mereka mendirikan HMI, antara lain karena ingin belajar tentang
keislaman. Keberadaannya terus tumbuh dan berkembang di basis-basis perguruan
tinggi Islam, seperti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hingga menghasilkan kader-
kader yang berkualitas seperti, Nurcholis Madjid, Azyumardi Azra, Komarudin
Hidayat, Fachri Ali, Abudin Nata dan kader-kader terbaik lainnya.
Tidak lagi diartikan pada tataran formalitas ritual belaka Hassan Hanafi,
salah satu tokoh kontemporer yang dikenal dengan Kiri Islamnya, menganjurkan
agar Islam menjadi agama yang transformatif dan memiliki manfaat praksis bagi
peradaban manusia. Menurutnya, Islam bukan sebagai institusi penyerahan diri
yang membuat kaum muslimin menjadi tidak berdaya dalam menghadapi
kekuatan arus perkembangan masyarakat, tetapi Islam merupakan sebuah basis
gerakan ideologis populistik yang mampu membebaskan manusia dari belenggu-
belenggu penindasan.
Pembebasan kaum tertindas merupakan wujud perjuangan kemanusiaan
yang tertinggi dalam Islam. Ia menjadi ukuran nilai kehidupan manusia atau
setidaknya usaha menjalani hidup didunia untuk semakin menjadi manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
2[2] Karim, M. Rusli. 1997. HMI MPO ; Dalam Kemelut Modernisasi Politik di Indonesia.
Bandung : Mizan.
kecenderungan sikap akomodatif3[3] dan kompromis dengan kekuatan
kepentingan tertentu, dalam hal ini penguasa. Sikap politik HMI dalam proses
kesejarahannya memperlihatkan dinamika yang cukup menarik untuk dikaji lebih
dalam, terutama kaitannya antara sikap politik HMI dengan konsisi sosial politik
yang terjadi pada masa tertentu. Sedikitnya ada dua faktor yang mempengaruhi
pola gerakan HMI, yaitu;
Faktor internal, faktor ini berupa corak pemikiran keIslaman-keIndonesiaan
yang dipahami HMI dan kultur gerakan HMI yang dibentuk sejak
kelahirannya
Faktor eksternal. HMI yang menegaskan dirinya sebagai organisasi berbasis
Islam dengan ajaran Islam sebagai landasan nilai dalam gerakannya, tentunya
tidak bisa dilepaskan dari komunitas Islam. HMI pun menegaskan dirinya
sebagai anak kandung umat Islam yang senantiasa akan berjuang bersama-
sama umat dan ditengah-tengah umat dalam memperjuangkan terciptanya
masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT (baldatun toyyibatun
warabbun ghafur). Oleh karena itu, pola gerakan HMI akan banyak sekali
dipengaruhi oleh kondisi sosio-aspiratif umat Islam. Karena sosio-aspiratif ini
pasti berbeda-beda sesuai dengan perkembangan jaman, maka pola gerakan
HMI dalam konteks ini pun akan berubah sesuai dengan kondisi sosio -
aspiratif umat Islam
3[3] Mengenai sikap akomodasionis HMI ini, Lafran Pane (pendiri HMI) dalam majalah
Forum Pemuda no. 41, Mei 1983, mengatakan bahwa sikap akomodasionis HMI ini
sudah merupakan kodrat HMI dalam aktivitas organisasinya. (Ibid.)
4[4] Sitompul, Agussalim. 1997. Pemikiran HMI dan Relevansinya dengan Sejarah
Perjuangan Bangsa Indonesia. Jakarta : Integrita Press.
Dari akar sejarahnya itu kelihatan bahwa HMI memainkan sekaligus dua
fungsi dan perannya, gerakan keIslaman dan gerakan keIndonesiaan, yang
dimanifestasikan dalam bentuk gerakan politik. Perjuangan penegakan ajaran
Islam dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia mustahil terwujud bila HMI
tidak berpolitik. Pemaknaan yang lebih dalam terhadap tujuan HMI dikemukakan
oleh Eggi Sudjana5[5] dalam tulisannya; Kedua anak kalimat tersebut
mengandung dua makna tentang peranan HMI sejak kehadirannya di Indonesia.
Makna strategis, yaitu bahwa Islam adalah agama dakwah yang harus
disampaikan pada seluruh umat manusia.
Merujuk pada makna ini, tentu dakwah tidak akan berjalan lancar tanpa
adanya stabilitas politik serta keteraturan wilayah. Untuk itu langkah yang amat
strategis bagi realisasi dakwah islamiah adalah melalui perjuangan pertahanan
Indonesia sebagai tanah air yang merdeka dan bebas dari penjajahan. sedangkan
makna sosiologis adalah bahwa mahasiswa muslim yang mencintai, memiliki dan
memihak serta memaknai keberlangsungan eksistensi negara Indonesia dengan
spirit atau ruhul Islam, pada gilirannya akan melahirkan peradaban masyarakat
muslim yang tipikal keIndonesiaan.6[6]
Walaupun pola gerakannya tidak bisa dipisahkan dari politik, bukan
berarti HMI terlibat secara aktif dalam politik praktis atau bahkan berafiliasi
dengan partai politik. Kesalahan memahami pola gerakan HMI ini terjadi pada
masa ini (Orla), dimana HMI dianggap anak kandung (underbow) partai
Masyumi, padahal HMI dengan independensinya tidak terikat secara formal
(organisatoris) dengan partai politik manapun. Kedekatan dengan partai politik
atau ormas hanyalah karena HMI memiliki persamaan aspirasi “keIslaman dan
semangat modernis” dengan organisasi tersebut. Inilah yang dimaknai oleh HMI
sebagai independensi etis.7[7]
5[5] Tokoh sentral HMI pada peristiwa penolakan azas tunggal Pancasila. Dia adalah
founding father dari HMI MPO, sekaligus ketua umum pertama HMI MPO periode 1986-
1998.
6[6] Karim, M. Rusli. 1997. HMI MPO ; Dalam Kemelut Modernisasi Politik di Indonesia.
Bandung : Mizan
7[7] Sifat independen HMI sudah ditegaskan sejak HMI berdiri dan itu dilegalisasi dalam
konstitusinya. Independensi oleh HMI punya dua pemaknaan; pertama independensi
organisatoris, HMI tidak berafiliasi (bukan bagian) dengan parpol atau ormas manapun
2. Perjuangan HMI Masa Orde Lama Dan Orde Baru
HMI Masa Orde Lama
HMI pada Orde Lama berasaskan Islam, namun tidak berencana
mendirikan negara Islam. Bahkan, salah satu tokoh HMI, Dahlan Ranuwihardjo
(ketua umum PB HMI 1951-1953) pernah berdebat dan mengusulkan kepada
presiden Soekarno untuk menolak negara Islam dan menerima negara nasional
atau NKRI. Sikap intelektual HMI ini bersifat independen.
Menjelang pemilu 1955 gerakan mahasiswa terbagi menjadi kiri (isu
utama anti-kapitalisme, anti-nekolim dan anti-fasisme) dan kanan (isu anti-
komunis & anti kediktatoran). Gerakan kiri misalnya GMNI dan CGMI yang
berafiliasi dengan PNI dan PKI, sedangkan gerakan kanan misalnya HMI yang
diindikasikan berafiliasi dengan Masyumi. Menjelang demokrasi terpimpin,
bandul kekuasaan di bawah Soekarno semakin di sebelah kiri sehingga kelompok
mahasiswa kanan mengalami kekalahan.
Padahal, sejak diberlakukannya demokrasi terpimpin, gerakan mahasiswa
mengalami ideologisasi yang juga terjadi pada semua organisasi pergerakan.
Organisasi yang sesuai dengan ideologi negara dapat berkembang, sedangkan
organisasi mahasiswa yang berseberangan dengan ideologi negara terkucilkan
atau bahkan dicap (kontrarevolusi). Presiden Soekarno sempat akan
membubarkan HMI karena menilai HMI melakukan tindakan anti revolusi,
reaksioner, aneh, menjadi tukang kritik, liberal dan terpengaruh oleh cara berpikir
Barat.
Pertentangan semakin tajam hingga menjelang peristiwa Gestok (Gerakan
Satu Oktober) 1965, di mana kekuasaan Soekarno mulai goyah. HMI terlibat
bersama kelompok yang banyak berasal dari kaum kanan berkongsi dengan
militer mulai mengorganisasi diri untuk menggulingkan presiden. Pertarungan ini
tapi berdiri sendiri; kedua independensi etis, HMI akan bekerja sama dengan pihak
manapun dalam memperjuangkan kebenaran (hanief) karena HMI meyakini kebenaran
itu hak mutlak dan bersumber dari Allah yang dijabarkan dalam ajaran Islam. (PB HMI,
1986).
akhirnya dapat dimenangkan dengan tergulingnya Soekarno berikut gerakan
mahasiswa dan partai politik yang mendukung ideologi Bung Karno.8[8]
Gerakan HMI-DIPO pun senada dan seirama dengan penguasa. Jadi, sulit
untuk menemukan hal-hal yang menonjol dari HMI DIPO. Kritik terhadap
pemerintahan nyaris tidak ada. Dan kegiatan yang dilaksanakan DIPO cenderung
normatif, seakan menjauh dari idealisme seperti pada 20 tahun awal berdirinya.
HMI lahir pada saat umat Islam Indonesia berada dalam kondisi yang
memprihatinkan, yaitu terjadinya kesenjangan dan kejumudan pengetahuan,
pemahaman, penghayatan ajaran Islam sehingga tidak tercermin dalam kehidupan
nyata. Pada saat HMI berdiri, sudah ada organisasi kemahasiswaan, yaitu
Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY), namun PMY didominasi oleh partai
sosialis yang berpaham komunis. Akibat didominasi oleh partai sosialis maka
PMY tidak independen untuk memperjuangkan aspirasi mahasiswa, maka banyak
mahasiswa yang tidak sepakat dan tidak bisa membiarkan mahasiswa terlibat
dalam polarisasi politik. Sebagai realisasi dari keinginan tersebut maka di
Yogyakarta pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan tanggal 5
Februari 1947 sebuah organisasi kemahasiswaan, yaitu Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) sebagai organisasi independen dan sebagai anak umat dan anak
bangsa.
Konsep keadilan ekonomi, politik dan sosial Ibn Taymiyyah, seorang ahli
hukum abad pertengahan, berkali-kali dikutip oleh Engineer sebagai acuan. Ibn
Taymiyyah mengatkan bahwa “ Kehidupan manusia di muka bumi ini akan lebih
tertata dengan sistem yang berkeadilan walau disertai suatu perbutan dosa,
daripada dengan tirani yang alim”. Ekstrimnya dikatakan bahwa Alah
membenarkan negara yang berkeadilan walaupun dipimpin oleh orang kafir, dan
menyalahkan negara yang tidak menjamin keadilan meskipun dipimpin oleh
seorang Muslim. Juga disebutkan bahwa dunia akan bias bertahan dengan
keadilan dan kekafiran, namun tidak dengan ketidakadilan dan Islam.
Iqra’ sebagai ayat pertama yang turun bukanlah tanpa sebab yang jelas. Pada saat
itu, Arab tidak mengenal budaya menulis. Tetapi Al Qur’an menekankan pena
(menulis) sebagai alat untuk menyebarkan ilmu pengetahuan dari satu tempat ke
tempat lain. Hal ini memberi dampak liberatif bagi bangsa Arab, dari bangsa yang
membenci ilmu pengetahuan menjadi bangsa yang tekun belajar dan menemukan
rahasia alam selama berabad-abad. Cara pandang bangsa Arab pada Jahiliyah
yang bias gender dibongkar habis oleh Islam. Islam mendudukan laki-laki dan
perempuan sama derajatnya, hanyalah yang paling bertaqwa yang memiliki
derajat lebih dimata Allah. Dalam bidang ekonomi pun Al-Qur’an menekankan
pada keadilan. Al Qur’an memerintahkan kepada orang-orang
beriman untuk menyumbangkan kelebihan hartanya (Qs.2 :219). Toleransi
merupakan hal yang dijunjung tinggi dalam Islam. Al Qur’an menegaskan dengan
jelas, tidak ada paksaan dalam agama (QS.2: 256), dan bagimu agamamu, bagiku
agamaku (Qs. 190: 6).
Tugas suci umat Islam dalah mengajak umat manusia kepada kebenaran
Illahi dan kewajiban umat Islam adalah menciptakan masyarakat adil makmur
material dan spiritual. Dengan adanya gagasan pembaharuan pemikiran
keislaman, diharapkan kesenjangan dan kejumudan pengetahuan, pemahaman,
penghayatan dan pengamalan ajaran Islam dalpat dilakukan dan dilaksanakan
sesuai dengan ajaran Islam. Kebekuan pemikiran umat Islam telah membawa pada
arti agama yang kaku dan sempit, tidak lebih dari agama yang hanya melakukan
peribadatan. Al-Qur’an hanya dijadikan sebatas bahan bacaan, Islam tidak
ditempatkan sebagai agama universal. Gagasan pembaharuan pemikiran Islam ini
pun hendaknya dapat menyadarkan umat Islam yang terlena dengan kebesaran
dan kejayaan masa lalu.
Dari tujuan tersebut jelaslah bahwa HMI ingin agar kehidupan sosial
budaya yang ada menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia guna
mempertahankan kemerdekaan yang baru diraih. Untuk menegakkan dan
mengembangkan ajaran Islam pun harus dipelajari kondisi sosial budaya agar
tidak terjadi benturan kultur.
Tradisi berpikir kritis terhadap segala macam bentuk kemapanan yang ada,
telah membawa PMII untuk melakukan kajian terhadap kondisi kehidupan sosial,
termasuk kebekuan-kebekuan yang dialami agama. Doktrin-doktrin ajaran agama
saat ini, menurut PMII, sudah tidak relevan lagi dengan perubahan jaman. Karena
ajaran agama yang ada telah tercerabut dari keaslian akar tradisi masyarakat.
Ajaran agama tidak tertanam dalam kesadaran masyarakat. Untuk itu perlu
dilakukan tafsir ulang terhadap doktrin-doktrin ajaran agama, bahkan sampai
keakar-akarnya yaitu dimensi teologis.
Pada tataran teologis PMII lebih memandang bahwa semua agama akan
bermuara pada satu titik yang sama yakni Tuhan. Terdapatnya agama-agama
yang berbeda merupakan suatu bentuk keanekaragaman jalan atau cara yang
mengandung makna kebenarannya sendiri-sendiri, dan keanekaragaman ini
merupakan fitrah yang dikehendaki Tuhan. Yang terpenting bagi agama saat ini
adalah harus membawa kemanfaatan nyata bagi kesejahteraan manusia.
12[12] . Dr. M. Ahmad Mufti dan Dr. Sami Shalih Al Wakil, At Tasyri wa Sannul Qawanin
fi Ad Daulah Al Islamiyah, hal. 9-11
hukum dalam Islam adalah wahyu, bukan kenyataan masyarakat. Allah SWT
berfirman :
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu
mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil
pelajaran (daripadanya)”. (QS Al Araaf :3)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
HMI merupakan sebuah organisasi perjuangan yang telah lama hadir di
Indonesia dalam menciptakan kader-kader sebagai leader di bangsa ini, HMI telah
ikut berperan aktiv dalam kancah perpolitikan dan dimensi ruang social di bangsa
yang telah merdeka 66 tahun silam.
Tidak dapat dipungkiri setelah berdirinya HMI di tahun 1947, HMI
langsung memberi kontribusinya untuk mempertahankan dan mengisi
kemerdekaan bangsa ini, yang saat itu sedang mengalami degradasi moral setelah
dijajah ratusan tahun oleh bangsa luar. Ini juga dikarenakan alasan atau penyebab
Lefran Pane menagmabil inisiatif untuk mendekalrasikan HMI.
Tidak mudah bagi HMI saat itu untuk mengambil peran dalam
mempertahan NKRI dikarenakan tekanan-tekanan yang datang dari luar, bahkan
banyak kader-kader HMI disaat itu dibunuh dan dimarginalkan oleh oknum-
oknum yang bertentangan dengan HMI, terutama disebabkan oleh perbedaan
ideologi. Namun semangat kader-kader HMI di saat itu tidak mudah luntur oleh
ancaman dan tekanan, mereka terus mampu menunjukan eksistensinya dalam
mengisi kemerdekaan dan member andil dalam membangun sebuah peradaban
yang islami dan mampu membendung arus komunis yang saat sedang
berkembang pesat di tanah air ini.
Di era orde baru begitu banyak organisasi-organisasi yang di bubarkan
oleh pemerintah, namun HMI dengan berdasarkan keislamannya masih mampu
DAFTAR PUSTAKA