Anda di halaman 1dari 21

Makalah LK II Peran Dan Perjuangan HMI di Indonesia

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Esa Yang senantiasa memberikan rahmat,
taufiq dan hidayah-Nya kepada kita sekalian sehingga kita dapat menjalankan aktivitas
sehari-hari. Shalawat serta salam selalu terhatur kepada Nabi dan Rasul kita, Rasul yang
menjadi panutan semua ummat, yakni Nabi Besar Muhammad SAW serta keluarga dan
sahabat beliau yang telah membawa kita dari jurang yang penuh kesesataan menuju sebuah
kehidupan yang penuh kebahagiaan dan kedamaian.
Suatu rahmat yang besar dari Allah SWT yang selanjutnya penulis syukuri, karena
dengan kehendaknya, taufiq dan rahmatnya pulalah akhirnya penulis dapat menyelasaikan
makalah ini guna persyaratan untuk mengikuti Intermediate Training (LK II) Tingkat
Nasional Yang dilaksanakan oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Jakarta timur
pada tanggal 21 Februari s/d 28 Februari 2011 di Graha Insan Cita. Adapun judul makalah ini
adalah:

(Peran dan Perjuangan HMI di Indonesia)


Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada HMI
Cabang Banda Aceh dan juga rekan-rekan kader-kader HMI yang selalu berjuang, yang selalu
memberikan saran, koreksi dan motivasi yang sangat membangun. Dan juga tidak lupa
penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepada Kanda-Kanda Alumni (KAHMI) yang juga
tidak luput memberi bantuan kepada penulis, dari segi moril maupun materil serta ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan untuk semua kader HMI Cabang Jakarta timur yang
telah berjuang untuk mengadakan Latihan Kader (LK II) ini dengan harapan dan tujuan yang
sangat mulia.
Makalah ini merupakan hasil jerih payah penulis yang sangat maksimal sebagai
manusia yang tidak lepas dari salah dan khilaf. Namun penulis menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Jadi saran, kritik dan koreksi yang
membangun sangat penulis harapkan dari rekan-rekan semua.

Akhirnya, kepada Allah jualah kita memohon. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita sebagai penambah wawasan dan cakrawala pengetahuan. Dan dengan memanjatkan doa
dan harapan semoga apa yang kita lakukan ini menjadi amal dan mendapat ridha dan balasan
serta ganjaran yang berlipat ganda dari Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang.
Billahittaufiq Wal Hidayah

Banda Aceh, 14 Februari 2011

Penulis

DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR
. i
DAFTAR
ISI
ii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Masalah. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................... 2
C. Tujuan
Penulisan
.. 2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Peran HMI di
Indonesia.
. 3
1. Partisipasi Politik HMI periode 1947 -
1960 4
2. Perjuangan HMI Masa Orde Lama Dan Orde
Baru 5
HMI Masa Orde
Lama.. 5
Peran HMI di Era Orde
Baru.. 6

B. Perjuangan HMI di
Indonesia.. 7
1. Kondisi Islam Di Negara Indonesia Sebelum Terbentuknya HMI.. .. 7
2. Kondisi Perguruan Tinggi Dan Mahasiswa Islam .
9
3. Saat Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)..
.. 9
4. Gagasan Pembaharuan Pemikiran KeIslaman
.10
5. Gagasan Dan Visi Perjuangan Sosial Budaya...
10
6. Komitmen Ke-Islaman Dan Ke-Bangsaan Sebagai Dasar Perjuangan HMI... 11

C. HMI Solusi Kesejahteraan Umat .


12
1. HMI Menjawab Tantangan Umat Di Zaman Modern.
12
2. Islam Tidak Ketinggalan Zaman Dan Menjawab Tantangan Zaman.. 15
BAB III : PENUTUP
A.
Kesimpulan
18
B.
Sasaran
. 19
DAFTAR
PUSTAKA... 20

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Ketika kita berbicara HMI dulu dan masa datang, maka kita tidak akan terlepas
dengan sejarah berdirinya HMI. Seorang mahasiswa, Lafran Pane, mendirikan Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) pada tahun 1947 bersama rekan-rekan perjuangannya. Mereka
mendirikan HMI, antara lain karena ingin belajar tentang keislaman. Keberadaannya terus
tumbuh dan berkembang di basis-basis perguruan tinggi Islam, seperti UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta hingga menghasilkan kader-kader yang berkualitas seperti, Nurcholis
Madjid, Azyumardi Azra, Komarudin Hidayat, Fachri Ali, Abudin Nata dan kader-kader
terbaik lainnya. Oleh karenanya, peran organisasi Islam ini bukan hanya menawarkan
pengajaran Islam secara khusus, tapi lebih jauh dari itu HMI ingin memberikan pencerahan
intelektual politik serta pemberdayaan potensi kader secara menyeluruh.
Harapan Organisasi HMI dideklarasikan (antara lain) sebagai organisasi mahasiswa
yang independen, kader Umat dan Bangsa, dan tidak menjadi underbouw sebuah partai
politik, termasuk partai politik Islam. Wajar jika Jenderal (Besar) Sudirman saat itu
menyambut HMI sebagai Harapan Masyarakat Indonesia karena dalam HMI berkumpul
orang terpelajar, yang tentunya diharapkan dapat memberi manfaat bagi masa depan
bangsanya. Ada warna ke-Islaman dan ke-Bangsaan sejak kelahirannya. Tidak
mengherankan, ketika RI menghadapi perang kemerdekaan melawan Belanda, mereka juga
mendirikan pasukan bersenjata yang dikenal sebagai Corp Mahasiswa. Dengan cita-cita
pendirian HMI seperti itu, harus diakui, tidaklah mudah memegang khittah HMI di tengah
lingkungan keumatan dan kebangsaan selama ini. Pluralism yang mewarnai umat dan bangsa
tentu menyulitkan formula HMI sebagai kader umat dan bangsa.
Dalam perjalanannya, HMI selalu ditarik ke kanan dan ke kiri untuk berpihak kepada
salah satu kekuatan umat dan bangsa. Sikap independen sering menjadi pertaruhan tidak
mudah. Tidak jarang HMI dikesankan sebagai tidak independen lagi.
Oleh karena itu merujuk kondisi ulyang telah penulis paparkan diatas maka penulis
ingin membahas denganlebih rinci tentang persoalan-persoalan tersebut dalam makalah ini
yang berjudul Peran dan Perjuangan HMI di Indonesia
B. Rumusan Masalah
Dinamika gerakan mahasiswa, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) memang tidak bisa
dilepaskan begitu saja dari perannya sebagai gerakan pembaharuan. Sifat, bentuk dan
problematika yang dihadapinya sangat bercorak. Tentunya dengan ciri khas tersendiri HMI
menanggapi problematika Ke-Islaman dan Ke-Bangsaan dalam menjawab tantangan zaman.
Oleh karena itu permasalahan rumusan masalah yang ingin penulis kaji adalah berkaitan
dengan:
1. Peran HMI Di Indonesia
2. Perjuangan HMI di Indonesia
3. HMI Solusi Kesejahteraan Umat
Seperti telah disinggung di atas, bahwasanya HMI tidak bisa pisah dari dari perannya
begitu saja, dengan kekuatan retorika yang dimainkan dan menjawab problematika Ke-
Islaman dan Ke-Bangsaan dalam menjawab tantangan zaman yang maju. Oleh karena itu,
kajian ini untuk melihat dinamika seajarah gerakan dan peran Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI) sangat perlu di kaji.

C. Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk menganalisa dan mengungkap efek positif dan negatif
sejarah dan peran HMI di Indonesia untuk kemajuan Islam dalam beragama dan bernegara,
penulisan ingin mencoba merealisasikan peran HMI dalam Kemajuan Islam di Indonesia dan
mengungkap dinamika dalam beragama dan berbangsa sehingga dapat direspon untuk
mahasiswa atau masyarakat dan mempraktekkannya serta menjaga perdamaian Indonesia
dalam garis Ke-Islaman.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Peran HMI Di Indonesia
Karakteristik khas pola gerakan HMI sejak awal berdirinya adalah tidak memisahkan
gerakan politik dengan gerakan keagamaan. Berpolitik bagi HMI adalah suatu keharusan,
sebab untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan HMI haruslah dilakukan secara politis. Hal ini
dikuatkan pula oleh pendiri HMI Lafran Pane, bahwa bidang politik tidak akan mungkin
dipisahkan dari HMI, sebab itu merupakan watak asli HMI semenjak lahir.1[1] Namun hal itu
bukan berarti HMI menjadi organisasi politik, sebab HMI lahir sebagai organisasi
kemahasiswaan dan kepemudaan, yang menjadikan nila-nilai Islam sebagai landasan
teologisnya, kampus sebagai wahana aktivitasnya, mahasiswa Islam sebagai anggotanya.
Background kampus dan idealisme mahasiswa merupakan faktor penyebab HMI senantiasa
berpartisipasi aktif dalam merespon problematika yang dihadapai umat dan bangsa, jadi wajar
jika HMI tetap memainkan peran politiknya dalam kancah bangsa ini. Selain itu, argumentasi
lain dikemukakan oleh Rusli karim2[2] dalam tulisannya;
Walaupun HMI bukan organisasi politik, tetapi ia peka dengan permasalahan politik.
Bahkan kadang-kadang karena keterlibatannya yang sangat tinggi dalam aktivitas politik ia
dituduh sebagai kelompok penekan (pressure group).
Watak khas pola gerakan politik HMI ini yang terinternalisasi sejak kelahirannya ini
menjadikan HMI senantiasa bersikap lebih berhati-hati dalam melakukan aktivitas
organisasinya, sehingga kehati-hatian inilah yang melahirkan sikap moderat dalam aktivitas
politik HMI. Lahirnya sikap moderat ini sebagai konsekuensi logis dari kebijakan HMI
memposisikan dirinya harus senantiasa berada diantara berbagai kekuatan kepentingan agar
HMI bisa lebih leluasa untuk melakukan respon serta kritisismenya dalam mencari alternatif
dan solusi dari problematika yang terjadi disekitarnya. Namun sebagai konsekuensi logis pula

1[1] Saleh, Hasanuddin M. 1996. HMI dan Rekayasa Azas Tunggal


Pancasila. Yogyakarta : Kelompok Studi Lingkaran
2[2] Karim, M. Rusli. 1997. HMI MPO ; Dalam Kemelut Modernisasi
Politik di Indonesia. Bandung : Mizan.
bagi HMI, dengan sikap moderat dalam aktivitas politiknya ini, munculnya kecenderungan
sikap akomodatif3[3] dan kompromis dengan kekuatan kepentingan tertentu, dalam hal ini
penguasa. Sikap politik HMI dalam proses kesejarahannya memperlihatkan dinamika yang
cukup menarik untuk dikaji lebih dalam, terutama kaitannya antara sikap politik HMI dengan
konsisi sosial politik yang terjadi pada masa tertentu. Sedikitnya ada dua faktor yang
mempengaruhi pola gerakan HMI, yaitu;
Faktor internal, faktor ini berupa corak pemikiran keIslaman-keIndonesiaan yang
dipahami HMI dan kultur gerakan HMI yang dibentuk sejak kelahirannya
Faktor eksternal. HMI yang menegaskan dirinya sebagai organisasi berbasis Islam
dengan ajaran Islam sebagai landasan nilai dalam gerakannya, tentunya tidak bisa
dilepaskan dari komunitas Islam. HMI pun menegaskan dirinya sebagai anak
kandung umat Islam yang senantiasa akan berjuang bersama-sama umat dan
ditengah-tengah umat dalam memperjuangkan terciptanya masyarakat adil
makmur yang diridhai Allah SWT (baldatun toyyibatun warabbun ghafur).
Oleh karena itu, pola gerakan HMI akan banyak sekali dipengaruhi oleh kondisi
sosio-aspiratif umat Islam. Karena sosio-aspiratif ini pasti berbeda-beda sesuai
dengan perkembangan jaman, maka pola gerakan HMI dalam konteks ini pun
akan berubah sesuai dengan kondisi sosio - aspiratif umat Islam

1. Partisipasi Politik HMI periode 1947 - 1960


Rumusan pemikiran politik HMI sudah ditegaskan secara jelas sejak kelahiran HMI
pada 05 Februari 1947 di Yogyakarta, yaitu dalam rumusan tujuan awal berdirinya HMI.
Dalam tujuan awal pembentukan HMI disebutkan;
Mempertahankan Kemerdekaan Negara Republlik Indonesia dan mempertinggi
derajat rakyat Indonesia
Menegakkan dan mengembangkan ajaran Agama Islam4[4]
Dari akar sejarahnya itu kelihatan bahwa HMI memainkan sekaligus dua fungsi dan
perannya, gerakan keIslaman dan gerakan keIndonesiaan, yang dimanifestasikan dalam

3[3] Mengenai sikap akomodasionis HMI ini, Lafran Pane (pendiri


HMI) dalam majalah Forum Pemuda no. 41, Mei 1983, mengatakan
bahwa sikap akomodasionis HMI ini sudah merupakan kodrat HMI dalam
aktivitas organisasinya. (Ibid.)
4[4] Sitompul, Agussalim. 1997. Pemikiran HMI dan Relevansinya
dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia. Jakarta : Integrita Press.
bentuk gerakan politik. Perjuangan penegakan ajaran Islam dan mempertahankan
kemerdekaan Indonesia mustahil terwujud bila HMI tidak berpolitik. Pemaknaan yang lebih
dalam terhadap tujuan HMI dikemukakan oleh Eggi Sudjana5[5] dalam tulisannya; Kedua
anak kalimat tersebut mengandung dua makna tentang peranan HMI sejak kehadirannya di
Indonesia. Makna strategis, yaitu bahwa Islam adalah agama dakwah yang harus disampaikan
pada seluruh umat manusia. Merujuk pada makna ini, tentu dakwah tidak akan berjalan
lancar tanpa adanya stabilitas politik serta keteraturan wilayah. Untuk itu langkah yang amat
strategis bagi realisasi dakwah islamiah adalah melalui perjuangan pertahanan Indonesia
sebagai tanah air yang merdeka dan bebas dari penjajahan. sedangkan makna sosiologis
adalah bahwa mahasiswa muslim yang mencintai, memiliki dan memihak serta memaknai
keberlangsungan eksistensi negara Indonesia dengan spirit atau ruhul Islam, pada gilirannya
akan melahirkan peradaban masyarakat muslim yang tipikal keIndonesiaan.6[6]
Walaupun pola gerakannya tidak bisa dipisahkan dari politik, bukan berarti HMI
terlibat secara aktif dalam politik praktis atau bahkan berafiliasi dengan partai politik.
Kesalahan memahami pola gerakan HMI ini terjadi pada masa ini (Orla), dimana HMI
dianggap anak kandung (underbow) partai Masyumi, padahal HMI dengan independensinya
tidak terikat secara formal (organisatoris) dengan partai politik manapun. Kedekatan dengan
partai politik atau ormas hanyalah karena HMI memiliki persamaan aspirasi keIslaman dan
semangat modernis dengan organisasi tersebut. Inilah yang dimaknai oleh HMI sebagai
independensi etis.7[7]

2. Perjuangan HMI Masa Orde Lama Dan Orde Baru


5[5] Tokoh sentral HMI pada peristiwa penolakan azas tunggal
Pancasila. Dia adalah founding father dari HMI MPO, sekaligus ketua
umum pertama HMI MPO periode 1986-1998.
6[6] Karim, M. Rusli. 1997. HMI MPO ; Dalam Kemelut Modernisasi
Politik di Indonesia. Bandung : Mizan
7[7] Sifat independen HMI sudah ditegaskan sejak HMI berdiri dan
itu dilegalisasi dalam konstitusinya. Independensi oleh HMI punya dua
pemaknaan; pertama independensi organisatoris, HMI tidak berafiliasi
(bukan bagian) dengan parpol atau ormas manapun tapi berdiri sendiri;
kedua independensi etis, HMI akan bekerja sama dengan pihak manapun
dalam memperjuangkan kebenaran (hanief) karena HMI meyakini
kebenaran itu hak mutlak dan bersumber dari Allah yang dijabarkan
dalam ajaran Islam. (PB HMI, 1986).
HMI Masa Orde Lama
HMI pada Orde Lama berasaskan Islam, namun tidak berencana mendirikan negara
Islam. Bahkan, salah satu tokoh HMI, Dahlan Ranuwihardjo (ketua umum PB HMI 1951-
1953) pernah berdebat dan mengusulkan kepada presiden Soekarno untuk menolak negara
Islam dan menerima negara nasional atau NKRI. Sikap intelektual HMI ini bersifat
independen.
Menjelang pemilu 1955 gerakan mahasiswa terbagi menjadi kiri (isu utama anti-
kapitalisme, anti-nekolim dan anti-fasisme) dan kanan (isu anti-komunis & anti kediktatoran).
Gerakan kiri misalnya GMNI dan CGMI yang berafiliasi dengan PNI dan PKI, sedangkan
gerakan kanan misalnya HMI yang diindikasikan berafiliasi dengan Masyumi. Menjelang
demokrasi terpimpin, bandul kekuasaan di bawah Soekarno semakin di sebelah kiri sehingga
kelompok mahasiswa kanan mengalami kekalahan. Padahal, sejak diberlakukannya
demokrasi terpimpin, gerakan mahasiswa mengalami ideologisasi yang juga terjadi pada
semua organisasi pergerakan. Organisasi yang sesuai dengan ideologi negara dapat
berkembang, sedangkan organisasi mahasiswa yang berseberangan dengan ideologi negara
terkucilkan atau bahkan dicap (kontrarevolusi). Presiden Soekarno sempat akan
membubarkan HMI karena menilai HMI melakukan tindakan anti revolusi, reaksioner, aneh,
menjadi tukang kritik, liberal dan terpengaruh oleh cara berpikir Barat.
Pertentangan semakin tajam hingga menjelang peristiwa Gestok (Gerakan Satu
Oktober) 1965, di mana kekuasaan Soekarno mulai goyah. HMI terlibat bersama kelompok
yang banyak berasal dari kaum kanan berkongsi dengan militer mulai mengorganisasi diri
untuk menggulingkan presiden. Pertarungan ini akhirnya dapat dimenangkan dengan
tergulingnya Soekarno berikut gerakan mahasiswa dan partai politik yang mendukung
ideologi Bung Karno.8[8]

Peran HMI di Era Orde Baru


HMI DIPO Pada masa Orba, ada kecenderungan yang amat kuat dari alumni HMI
DIPO yang berpengaruh untuk masuk dalam lingkup kekuasaan. Jabatan menteri menjadi
mudah diraih bagi orang yang pernah menakodai HMI. HMI yang menjadi bagian pendiri
Orde Baru mengambil peran secara efektif sebagai sumber rekruitmen kepemimpinan
nasional yang kemudian dikenal dalam doktrin organisasi; HMI sebagai sumber insani
pembangunan. Banyak ditemui tokoh HMI yang mengisi birokrasi kekuasaan sehingga
HMI ini tidak lagi menampilkan sosok herois yang terlibat penuh dalam pergerakan
8[8] Alfaqirillahrisalah pergerakan mahasiswa2007 lingkar pena
mahasiswa seperti ditunjukkan oleh para pendahulunya. Kolaborasi penguasa Orde Baru
dengan mantan aktivis mahasiswa, termasuk alumni HMI, berdampak besar terhadap peran
HMI yang hampir-hampir absen dalam setiap momentum kebangkitan gerakan mahasiswa.
Gerakan HMI-DIPO pun senada dan seirama dengan penguasa. Jadi, sulit untuk
menemukan hal-hal yang menonjol dari HMI DIPO. Kritik terhadap pemerintahan nyaris
tidak ada. Dan kegiatan yang dilaksanakan DIPO cenderung normatif, seakan menjauh dari
idealisme seperti pada 20 tahun awal berdirinya.
HMI-MPO adalah sempalan HMI yang dianggap ilegal oleh pemerintah. Di masa
Orba, organisasi ini ditekan dan dianggap sebagai "organisasi terlarang". Sekretariatnya terus
dipantau oleh intelejen, kegiatannya direpresi, pendapatnya dipendam secara paksa. Dalam
kasus ini, cukup sulit untuk mengatakan sejauh mana peranan HMI-MPO pada masa Orba.
Kegiatan mereka berkisar di masalah dakwah secara sembunyi-sembunyi di mushala-mushala
kampus dan kampung yang menjadi konsentrasi pondokan mahasiswa. Yang mereka lakukan
selama itu adalah membangun opini internal turun temurun mengenai kebobrokan orde baru.
Selain itu juga ada fungsi regenerasi dengan menanamkan semangat dan cita-cita HMI pada
saat awal didirikan, garis perjuangan organisasi, dan lain sebagainya. Bisa disimpulkan, dari
kegiatan HMI-MPO di masa orde baru terdapat usaha untuk mempertahankan idealisme dan
semangat organisasi ditengah paksaan untuk mengakui asas tunggal Pancasila dan represifitas
sebagai akibat pembangkangan mereka. Mereka tidak melakukan kegiatan yang menonjol
bukan karena mereka tidak mau, tetapi karena mereka tidak memiliki sumber daya dan
kesempatan untuk melakukan hal itu. Bergerak sedikit saja, bisa-bisa salah satu aktivis
mereka hilang tak jelas keberadaannya. Ini yang diwaspadai untuk menghindari pembubaran
secara paksa oleh pemerintah.
B. Perjuangan HMI di Indonesia
1. Kondisi Islam Di Negara Indonesia Sebelum Terbentuknya HMI
Himpunan Mahasiswa Islam atau HMI merupakan suatu organisasi yang bernafaskan
Islam dan bersifat independen atau bebas dan merdeka tidak tergantung dan memihak dengan
kelompok atau golongan tertentu. HMI telah berdiri sejak 5 februari 1947 dan sampai
sekarang organisasi ini masih berkiprah dan terus berkembang ke berbagai Universitas yang
dimana suatu Universitas tersebut terdapat mahasiswa Islam maka di Universitas tersebut
terdapat organisasi HMI ini, organisasi ini sangatlah luas seiring dengan banyaknya
Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta yang ada di Indonesia. Organisasi ini
merupakan suatu organisasi pengkaderan dimana bertujuan terbinanya insan akademis,
pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya
masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.
Secara garis besar sebelum terbentukya organisasi ini, terjadinya kemunduran umat
Islam pada waktu itu baik dari segi pemikiran dll, di Indonesia, dan hal itulah yang membuat
organisasi HMI ini terbentuk yang diprakarsai oleh Lafran Pane, ia seorang mahasiswa STI
(Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam Indonesia) yang masih duduk ditingkat I
yang ketika itu genap berusia 25 tahun dan untuk melakukan suatu gerakan pembaharuan
ketika itu. Seiring dengan berjalannya waktu dimulai sebelum terbentuknya HMI sampai era
reformasi sekarang, HMI telah melewati banyak fase atau tahap dalam perkembangannya
seperti di jelaskan di atas sehingga kini HMI tetap dan terus menjalankan syariat
organisasinya yang nasionalis dan tetap bernuansa Islam, sehingga kader-kader HMI
sekarang menjadi seorang muslim yang nasionalis, berintelektual yang sekaligus menjunjung
tinggi asas-asas keIslaman di Indonesia agar membuat Negara ini bangkit dan terus maju
dalam pembangunan baik dalam segala aspek manapun, dan untuk menunjukkan kepada
Negara luar khususnya Negara non-muslim bahwa Indonesia sebagai Negara dengan umat
muslim terbanyak di dunia bisa membuat rakyat dan negaranya maju dalam segala bidang
dan tetap menjunjung tinggi asas-asas keislaman.
Sebagai Mahasiswa atau kaum intelektual di masa sekarang, dengan sifat
keindependen dari HMI ini kita harus selalu dituntut untuk mengambil sikap berani, kritis,
adil, jujur dan selalu berpikir obyektif dan rasional. Dengan sifat independen inilah
Mahasiswa harus mampu mencari, memilih dan menempuh jalan atas dasar keyakinan dan
kebenaran, maka kader-kader HMI haruslah berkualitas karena itu merupakan suatu modal
untuk meningkatkan mutu dari kader HMI sehingga mampu berperan aktif pada masa
sekarang dan mendatang. Dengan mengetahui sejarah terbentuknya organisasi ini pada masa
lalu, kita dapat mengetahui semangat juang HMI. Merupakan sebuah tonggak bagi HMI
untuk meneruskan perjuangan pencipta dan para pendahulu di HMI agar selalu terciptanya
hari esok yang lebih baik. Tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di dunia saat itu, umat
Islam berada dalam cengkaraman nekolim barat. Penjajah memperlakukan umat Islam
sebagai masyarakat kelas bawah dan diperlakukan tidak adil, serta hanya menguntungkan
kelompok mereka sendiri atau rakyat yang sudah seideologi dengan mereka.
Umat Islam Indonesia hanya mementingkan kehidupan akhirat, dengan penonjolan
simbolisasi Islam dalam ubudiyah, sebagai upaya kompensasi atas ketidakberdayaan untuk
melawan nekolim, sehingga pemahaman umat tidak secara benar dan kaffah. Bahkan ada
sebagian ulama yang menyatakan bahwa pintu ijtihad telah ditutup, hal ini menyebabkan
umat hidup dalam suasana taqlid dan jumud. Selain itu umat Islam Indonesia berada dalam
perpecahan berbagai macam aliran/firqah dan masing-masing golongan melakukan truth
claim, hal ini menyebabkan umat Islam Indonesia tidak kuat akibat kurang persatuan di
kalangan umat Islam di Indonesia.
2. Kondisi Perguruan Tinggi Dan Mahasiswa Islam
Perguruan tinggi adalah tempat untuk menuntut ilmu yang akan menghasilkan para
pemimpin untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Selain itu perguruan tinggi
adalah motor penggerak perubahan, dan perubahan tersebut diharapkan menuju sesuatu yang
lebih baik. Begitu pentingnya perguruan tinggi, maka banyak golongan yang ingin
menguasainya demi untuk kepentingan golongan tersebut.
Sejalan dengan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang strategis tersebut,
ada beberapa faktor dominan yang menguasai dan mewarnai perguruan tinggi dan dunia
kemahasiswaan, antara lain sistem yang diterapkan khususnya di perguruan tinggi adalah
sistem pendidikan barat yang mengarah pada sekularisme dan dapat menyebabkan
dangkalnya agama atau aqidah dalam kehidupan. Selain itu adanya organisasi
kemahasiswaan yang berhaluan komunis dan ini menyebabkan aspirasi Islam dan umat Islam
kurang terakomodir.
Faktor-faktor di atas adalah ancaman yang serius, karena menyebabkan masalah
dalam hidup dan kehidupan serta keberadaan Islam dan umat Islam. Mahasiswa Islam kurang
memiliki ruang gerak karena berada dalam sistem yang sekuler dan tidak sesuai dengan
ajaran Islam, dan harus menghadapi tantangan dari mahasiswa komunis yang sangat
bertentangan dengan fitrah manusia dan bertentangan pula dengan ajaran Islam. Jelas sudah
bahwa mahasiswa Islam sangat sulit untuk bergerak memperjuangkan aspirasi umat Islam.

3. Saat Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)


HMI lahir pada saat umat Islam Indonesia berada dalam kondisi yang
memprihatinkan, yaitu terjadinya kesenjangan dan kejumudan pengetahuan, pemahaman,
penghayatan ajaran Islam sehingga tidak tercermin dalam kehidupan nyata. Pada saat HMI
berdiri, sudah ada organisasi kemahasiswaan, yaitu Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta
(PMY), namun PMY didominasi oleh partai sosialis yang berpaham komunis. Akibat
didominasi oleh partai sosialis maka PMY tidak independen untuk memperjuangkan aspirasi
mahasiswa, maka banyak mahasiswa yang tidak sepakat dan tidak bisa membiarkan
mahasiswa terlibat dalam polarisasi politik. Sebagai realisasi dari keinginan tersebut maka di
Yogyakarta pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan tanggal 5 Februari 1947
sebuah organisasi kemahasiswaan, yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai
organisasi independen dan sebagai anak umat dan anak bangsa.
4. Gagasan Pembaharuan Pemikiran KeIslaman
Untuk melakukan pembaharuan dalam Islam, maka pengetahuan, pemahaman,
penghayatan dan pengamalan umat Islam akan agamanya harus ditingkatkan, sehingga dapat
mengetahui dan memahami ajaran Islam secara benar dan utuh. Kebenaran Islam memiliki
jaminan kesempurnaannya sebagai peraturan untuk kehidupan yang dapat menghantarkan
manusia kepada kebahagian dunia dan akhirat.
Tugas suci umat Islam dalah mengajak umat manusia kepada kebenaran Illahi dan
kewajiban umat Islam adalah menciptakan masyarakat adil makmur material dan spiritual.
Dengan adanya gagasan pembaharuan pemikiran keislaman, diharapkan kesenjangan dan
kejumudan pengetahuan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran Islam dalpat
dilakukan dan dilaksanakan sesuai dengan ajaran Islam. Kebekuan pemikiran umat Islam
telah membawa pada arti agama yang kaku dan sempit, tidak lebih dari agama yang hanya
melakukan peribadatan. Al-Quran hanya dijadikan sebatas bahan bacaan, Islam tidak
ditempatkan sebagai agama universal. Gagasan pembaharuan pemikiran Islam ini pun
hendaknya dapat menyadarkan umat Islam yang terlena dengan kebesaran dan kejayaan masa
lalu.

5. Gagasan Dan Visi Perjuangan Sosial Budaya


Ciri utama masyarakat Indonesia adalah kemajemukan sosial budaya, kemajemukan
tersebut merupakan sumber kekayaan bangsa yang tidak ternilai, tetapi keberagaman yang
tidak terorganisir akan mengakibatkan perpecahan dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Tujuan awal saat HMI berdiri juga tidak terlepas pada gagasan dan visi perjuangan
sosial budaya, yaitu:
Mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat
Indonesia
Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam
Dari tujuan tersebut jelaslah bahwa HMI ingin agar kehidupan sosial budaya yang ada
menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia guna mempertahankan
kemerdekaan yang baru diraih. Untuk menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam pun
harus dipelajari kondisi sosial budaya agar tidak terjadi benturan kultur.
Masyarakat muslim Indonesia yang hanya memahami ajaran Islam sebatas ritual
harus diubah pemahamannya dan keadaan sosial budaya yang telah mengakar ini tidak dapat
diubah serta merta, tetapi melalui proses panjang dan bertahap.
6. Komitmen Ke-Islaman Dan Ke-Bangsaan Sebagai Dasar Perjuangan HMI
Dari awal terbentuknya HMI telah ada komitmen keumatan dan kebangsaan yang
bersatu secara integral sebagai dasar perjuangan HMI yang dirumuskan dalam tujuan HMI
yaitu:
Mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat
Indonesia yang didalamnya terkandung wawasan atau pemikiran kebangsaan atau
ke-Indonesiaan
Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam yang didalamnya terkandung
pemikiran ke-Islaman
Komitmen tersebut menjadi dasar perjuangan HMI didalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Sebagai organisasi kader, wujud nyata perjuangan HMI dalam komitmen
keumatan dan kebangsaan adalah melakukan proses perkaderan yang ingin menciptakan
kader berkualitas insan cita yang mampu menjadi pemimpin yang amanah untuk membawa
bangsa Indonesia mencapai asanya. Komitmen keislaman dan kebangsaan sebagai dasar
perjuangan masih melekat dalam gerakan HMI. Kedua komitmen ini secara jelas tersurat
dalam rumusan tujuan HMI (hasil Kongres IX HMI di Malang tahun 1969) sampai sekarang,
Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertanggung
jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.
Namun kedua komitmen itu tidak dilakukan secara institusional, melainkan dampak
dari proses pembentukan kader yang dilakukan oleh HMI.
C. HMI Solusi Kesejahteraan Umat
1. HMI Menjawab Tantangan Umat Di Zaman Modern
Di Indonesia sendiri, Fachry Ali dan Bahtiar Effendy menyatakan tentang tipologi
gerakan intelektualisme Islam neo-modernisme. Gerakan pemikiran neo-modernisme
merupakan gerakan pemikiran Islam yang muncul di Indonesia sekitar tahun 1970-an.
Gerakan ini lahir dari tradisi modernisme Islam yang terdahulu dan telah cukup mapan di
Indonesia. Akan tetapi ia memakai pendekatan yang lebih khas dari sisi konsepsi maupun
aplikasi ide-ide
Nurcholish Madjid merupakan tokoh gerakan intelektual ini. Dengan cerdas ia
memadukan cita-cita liberal dan progresif dengan keimanan yang saleh. Melalui konsep
rasionalitas, Cak Nur, sapaan akrabnya, menyatakan arti pentingnya untuk menelusuri dan
memahami pengetahuan manusia yang relative dan terbatas. Hal ini menyangkut persoalan
hubungan kedudukan antara agama dan akal yang telah lama menjadi bahan perdebatan para
teolog sejak dulu. Karena pengetahuan manusia yang terbatas itulah maka kebenaran yang
bersifat mutlak tidak dapat dicapai oleh manusia. Selanjutnya Cak Nur menawarkan satu
bentuk teologi inklusif, dimana inti ketajaman teologi ini adalah kesadaran teologis yang
mensyaratkan adanya ruang kebebasan berpikir sebagai wujud komitmen ketauhidan
seseorang. Ruang kebebasan inilah yang menjadi substansi bagi pembaharuan dan kemajuan
dalam Islam. Sikap keterbukaan untuk mau menerima kebenaran dan perbedaan dari orang
lain.
HMI telah menjadikan pemikiran neo-modernisme ini sebagai referensi utama bagi
pemahaman teologinya. Lewat pemikiran-pemikiran Cak Nur yang juga mantan ketua PB
HMI inilah konsep Islam Keindonesiaan ditawarkan oleh kader-kader HMI.
Lain halnya dengan PMII, ormas mahasiswa Islam ini lebih mengembangkan teologi
yang lebih radikal bila dipandang oleh sebagian besar umat Islam pada umumnya. Pada
mulanya PMII memakai doktrin teologi Aswaja (ahlussunnah wal jamaah) sebagi doktrin
resmi yang dipakai NU dan masyarakat Islam Indonesia pada umumnya. Doktrin teologi
Aswaja lebih banyak berbicara mengenai takdir manusia yang telah ditentukan Allah, dan
kedudukan manusia sebagai makhluk. Namun akhir-akhir ini tradisi kritik yang berkembang
di PMII tidak hanya menggugat kemapanan struktur sosial, ekonomi dan politik yang ada,
tapi termasuk doktrin teologi Aswaja. PMII dengan berani menggulirkan perlunya pembacaan
kembali konsep Aswaja tersebut.
Dewasa ini terdapat loncatan perubahan yang cukup menyolok dikalangan kader-
kader PMII. Sebagai angkatan muda NU, mereka sebagian besar berasal dari kalangan
tradisional, kelompok masyarakat yang sering diidentikkan dengan konservatifisme sosial
lewat apresiasi yang rendah terhadap hal-hal baru. Mereka juga dikenal dengan
keterbelakangan kultural karena orientasi hidup mereka dipercayai hanya sebatas penerapan
dan pemeliharaan nilai-nilai lama yang teguh dipegangi dan diyakini. Pandangan ini mulai
bergeser ketika PMII kini memiliki pandangan intelektual yang lebih terbuka, peka dan
peduli terhadap masalah keagamaan dan kehidupan social. Konsekuensi dari keterbukaan ini
bagi PMII adalah sikap menerima perbedaan, akomodatif, dan toleran.
Tradisi berpikir kritis terhadap segala macam bentuk kemapanan yang ada, telah
membawa PMII untuk melakukan kajian terhadap kondisi kehidupan sosial, termasuk
kebekuan-kebekuan yang dialami agama. Doktrin-doktrin ajaran agama saat ini, menurut
PMII, sudah tidak relevan lagi dengan perubahan jaman. Karena ajaran agama yang ada telah
tercerabut dari keaslian akar tradisi masyarakat. Ajaran agama tidak tertanam dalam
kesadaran masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan tafsir ulang terhadap doktrin-doktrin ajaran
agama, bahkan sampai keakar-akarnya yaitu dimensi teologis.
Pada tataran teologis PMII lebih memandang bahwa semua agama akan bermuara
pada satu titik yang sama yakni Tuhan. Terdapatnya agama-agama yang berbeda merupakan
suatu bentuk keanekaragaman jalan atau cara yang mengandung makna kebenarannya
sendiri-sendiri, dan keanekaragaman ini merupakan fitrah yang dikehendaki Tuhan. Yang
terpenting bagi agama saat ini adalah harus membawa kemanfaatan nyata bagi kesejahteraan
manusia.
Ahmad Baso, salah seorang senior di PB PMII mengungkapkan suatu gagasan
mengenai kritik wacana agama. Kritik agama Baso adalah Islam sebagai sistem kultur dan
ideologi. Titik perhatiannya diarahkan pada kritik nalar atau cara-cara berpikir yang secara
sistemik membentuk pola pikir penganutnya secara sadar maupun tidak sadar. Lebih lanjut
Baso mencontohkan kebekuan tradisi pembaharuan dalam pemikiran tokoh-tokohnya, baik
itu pada diri Nurcholish Madjid, Dawam Rahardjo, maupun dalam pemikiran Abdurrahman
Wahid. Makna ISLAM LIBERAL dalam pemikiran Nurcholish Madjid, hanya berhenti
pada tingkat wacana. Gagasan tersebut tidak bisa diterjemahkan secara praksis dalam
kehidupan umat di lapisan bawah.
KAMMI yang dilahirkan oleh para aktivis Lembaga Dakwah Kampus memiliki corak
pergerakan yang khas. Jaringan mereka sangat luas dan telah ada hampir diseluruh
Perguruan Tinggi di Indonesia. Tidak mengherankan jika pada usia yang masih muda
KAMMI di puji banyak kalangan sebagai ormas mahasiswa Islam tersolid saat ini.
Kehadiran massa dalam jumlah besar di setiap aksinya, memperkuat daya tekan KAMMI
dalam mendukung gerakan reformasi.
Pada tataran teologis KAMMI memiliki doktrin pemahaman yang cukup kuat bahwa
Islam sebagai suatu sistem yang kaffah merupakan solusi terbaik dalam menjawab tantangan
kemanusian. Bagi KAMMI, Islam tidak hanya berbicara mengenai pribadi individu, tapi
Islam juga mengatur juga tentang hubungan sosial. Karena itu kemenangan Islam dalam
keyakinan KAMMI adalah suatu keniscayaan.
Tradisi pendekatan wacana yang berkembang di KAMMI adalah upaya pencarian
keabsahannya gerakannya melalui teks-teks suci. Hampir di setiap kali muncul wacana
pemikiran KAMMI akan selalu diikuti sumber pembenarannya dari teks Al Quran dan
Hadits. Pembacaan terhadap teks-teks suci tersebut telah memberikan semangat juang
(ghirah) tersendiri bagi KAMMI. Pada akhirnya, kontekstualisasi teks dengan realitas sosial
sekarang mendorong KAMMI berkiprah lebih banyak di bidang pelayanan sosial, pendidikan
politik, dan advokasi umat.
2. Islam Tidak Ketinggalan Zaman Dan Menjawab Tantangan Zaman
Tantangan zaman, dapat diartikan munculnya fakta, keadaan, atau problem baru
seiring dengan perkembangan waktu. Misalnya, Dulu tidak terbayang ada sarana komunikasi
dan informasi yang canggih seperti internet saat ini. Dengan adanya internet, berarti ada
tantangan zaman. pergaulan bebas yang liar di kalangan muda-mudi, sekarang makin
menggila. Ini tantangan zaman. Kita umat Islam dulu memiliki sistem Khilafah sebagai
institusi yang memungkinkan adanya kehidupan Islam, tetapi pada tahun 1924 Khilafah
diluluhlantakkan oleh Mustafa Kamal yang murtad. Tiadanya Khilafah, adalah tantangan
zaman. Sekarang penguasa negeri-negeri Islam telah mencampakkan ideologi Islam,
menganut dan menerapkan ideologi Kapitalisme, serta menjadi agen-agen yang setia bagi
negara-negara penjajah yang kafir. Ini semua tantangan zaman
Setiap tantangan, pasti butuh jawaban dan penyelesaian. Dalam hal ini, Islam sebagai
ideologi sempurna secara potensial menyediakan jawaban-jawaban bagi segala masalah atau
persoalan yang timbul di tengah manusia.9[9] menguraikan secara ringkas metode (thariqah)
Islam untuk memecahkan masalah, yaitu memahami fakta persoalan sebagaimana adanya,
lalu memberikan solusi padanya. Solusi ini bisa berupa Syariat Islam bila persoalannya
berkaitan dengan hukum-hukum syara, dan bisa pula berupa cara (uslub) dan sarana
(wasilah) tertentu jika persoalan yang dihadapi tidak secara langsung berhubungan dengan
hukum syara, misalnya teknik dalam pertanian, kedokteran, kesehatan, dan sebagainya.10[10]
Taqiyyuddin An Nabhani menjelaskan metode Islam yang harus ditempuh para mujtahidin
untuk memecahkan persoalan. Pertama, mempelajari dan memahami problem yang ada
(fahmul musykilah). Kedua, mengkaji nash-nash syara yang bertalian dengan problem
tersebut (dirasatun nushush). Ketiga, mengistinbath hukum syara dari dalil-dalil syara untuk
menyelesaikan persoalan yang ada.
Metode itulah yang dapat kita gunakan untuk menjawab setiap tantangan zaman.
Secara ringkas, Islam menjawab tantangan zaman dengan cara memberikan pemecahan
terhadap problem-problem baru yang muncul. Inilah pengertian yang benar mengenai
bagaimana Islam menjawab tantangan zaman yang terjadi. Dengan demikian, jelas tidak betul
pendapat yang mengatakan bahwa dalam menjawab tantangan zaman. Islam menempuhnya

9[9].. Asy Syakshiyah Al Islamiyah. Juz I hal. 303

10[10]. Nizhamul Islam. hal. 69


dengan cara beradaptasi, menyesuaikan diri, atau mengubah hukum-hukumnya agar selaras
dengan tuntutan keadaan. Dalihnya, Islam itu luwes, fleksibel, tidak kaku, tidak ekstrem,
tetapi moderat, lunak, dan selalu bersikap kompromistis dengan realitas. Dalih batil itu
kadang juga dilengkapi dengan kaidah ushul fiqih yang fatal kekeliruannya:
Laa yunkaru taghayyurul ahkam bi taghayyuriz zaman wal makan.
(Tidak boleh diingkari, adanya perubahan hukum karena perubahan waktu dan tempat)11[11]
Berdasarkan argumen-argumen sesat itu akhirnya mereka membuang hukum-hukum
Islam yang dianggapnya biadab atau tidak sesuai dengan semangat orang zaman modern saat
ini. Hukum potong tangan bagi pencuri, hukum rajam bagi pezina, haramnya riba, hukuman
mati untuk orang murtad, harus dienyahkan dari muka bumi karena dianggap tidak
berperikemanusaan, sudah usang, kuno, dan ketinggalan zaman. Begitu pula kewajiban jihad
fi sabilillah dan kewajiban adanya Khilafah Islamiyah harus ditolak mentah-mentah atau
diselewengkan dari pengertiannya yang hakiki, karena dianggap sebagai kegiatan kaum
ekstremis, fundamentalis, serta tidak cocok dengan selera orang yang telah maju pikirannya.
Pendapat seperti ini, serta pola pikir yang melahirkan pendapat ini, sangat bertentangan
dengan Islam. Karena pola pikir yang dipakai oleh mereka yang berpendapat seperti itu,
adalah pola pikir khas Barat tatkala mereka berbicara tentang persoalan hukum dan kaitannya
dengan kenyataan masyarakat yang ada. Hukum, menurut Barat, haruslah lahir dari
masyarakat. Hukum adalah anak kandung, dan ibunya adalah masyarakat. Dengan kata lain,
yang sumber hukum, adalah keadaan masyarakat itu sendiri. Karenanya, jika keadaan
masyarakat berubah, berubah pulalah segala nilai, norma, dan pranata kehidupan12[12]
Pandangan ini adalah pandangan kufur, yang bertentangan dengan Islam. Sebab
dalam Islam sumber hukum adalah wahyu semata, bukan yang lain. Bukan kenyataan
masyarakat, bukan tuntutan keadaan, bukan semangat kemodernan, bukan pula hal-hal lain
yang sebenarnya merupakan alasan-alasan yang terlalu dicari-cari. Jika zina dan riba telah
haram menurut wahyu, maka sampai Hari Kiamat tetap haram. Jika hudud wajib
dilaksanakan menurut wahyu, maka statusnya tetap wajib sampai Hari Kiamat. Begitu pula
jihad dan Khilafah yang diwajibkan Allah dan Rasul-Nya, hukumnya tetap wajib dan tidak
boleh dianulir atau dibatalkan oleh siapa pun sampai Hari Kiamat.

11[11]. Muhlish Usman, Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah,


hal. 145

12[12] . Dr. M. Ahmad Mufti dan Dr. Sami Shalih Al Wakil, At Tasyri
wa Sannul Qawanin fi Ad Daulah Al Islamiyah, hal. 9-11
Seorang muslim yang meyakini pola pikir itu secara jazim (membenarkannya dengan
pasti), sungguh dia telah murtad dan keluar dari agama Islam. Sebab, pandangan tersebut
berarti menolak nash-nash yang qathi tsubut (pasti sumbernya dari Rasulullah) dan qathi
dalalah (pasti pengertiannya) yang mewajibkan kita untuk terikat dengan hukum-hukum
syara dan menyumberkan hukum-hukum syara itu dari al wahyu semata, bukan yang
lainnya.13[13] Sumber hukum dalam Islam adalah wahyu, bukan kenyataan masyarakat. Allah
SWT berfirman :
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti
pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).
(QS Al Araaf :3)

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
HMI merupakan sebuah organisasi perjuangan yang telah lama hadir di
Indonesia dalam menciptakan kader-kader sebagai leader di bangsa ini,
HMI telah ikut berperan aktiv dalam kancah perpolitikan dan dimensi
ruang social di bangsa yang telah merdeka 66 tahun silam.
Tidak dapat dipungkiri setelah berdirinya HMI di tahun 1947, HMI
langsung memberi kontribusinya untuk mempertahankan dan mengisi
kemerdekaan bangsa ini, yang saat itu sedang mengalami degradasi
moral setelah dijajah ratusan tahun oleh bangsa luar. Ini juga dikarenakan
alasan atau penyebab Lefran Pane menagmabil inisiatif untuk
mendekalrasikan HMI.

13[13] Ahmad Jibraan


Tidak mudah bagi HMI saat itu untuk mengambil peran dalam
mempertahan NKRI dikarenakan tekanan-tekanan yang datang dari luar,
bahkan banyak kader-kader HMI disaat itu dibunuh dan dimarginalkan
oleh oknum-oknum yang bertentangan dengan HMI, terutama disebabkan
oleh perbedaan ideologi. Namun semangat kader-kader HMI di saat itu
tidak mudah luntur oleh ancaman dan tekanan, mereka terus mampu
menunjukan eksistensinya dalam mengisi kemerdekaan dan member
andil dalam membangun sebuah peradaban yang islami dan mampu
membendung arus komunis yang saat sedang berkembang pesat di tanah
air ini.
Di era orde baru begitu banyak organisasi-organisasi yang di bubarkan
oleh pemerintah, namun HMI dengan berdasarkan keislamannya masih
mampu mempertahankan diri hingga sampai era reformasi HMI terus
memberikan kontribusinya melalui kader-kader yang telah dihasilkannya
untuk mewarnai demokrasi di Indonesia.
Dalam perjalanannya HMI tidak selalu berjalan mulus, masih banyak
permasalahan yang terjadi dalam tubuh HMI untuk memberikan
kontribusinya kepada bangsa Indonesia. Bahkan tidak sedikit kader-kader
HMI yang mencoreng almamaternya sendiri dan harus diakui ini juga
merupakan sebuah peran kearah negative yang diberikan oleh HMI
kepada bangsa ini.
63 tahun memang belum waktunya untuk menikmati secara keseluruhan hasil-hasil dari

apa yang telah diperbuat selama waktu itu. Sebagai organisasi perjuangan maka kita harus

selalu berpandangan bahwa perjuangan ini masih jauh, dan kita harus meningkatkan amal dan

pengabdian kita untuk terwujudnya tujuan tersebut. Karena pada hakikatnya, hidup ini adalah

suatu perjuangan dan perjuangan itu adalah suatu proses panjang yang harus dilakukan setiap

saat.

HMI tidaklah boleh terus terlena dengan romantisme masa lalu, haruslah ada perubahan

di dalamtubuh HMI, dari semua lini, apakah secara struktural atau kultural di internal HMI

sendiri. Persatuan menjadi modal dasar bagi HMI agar terus eksis.
B. Saran- saran
HMI tidaklah boleh terus terlena dengan romantisme masa lalu, haruslah ada perubahan di
dalamtubuh HMI, dari semua lini, apakah secara struktural atau kultural di internal HMI
sendiri. Persatuan menjadi modal dasar bagi HMI agar terus eksis.
Hmi juga harus mengingat bahwa ini adalah organisasi pengkaderan, dan inilah kita harus
kembali kepada titah perjuangan yang sebenarnya. Tidak terus terseret ke arus politik, karena
HMI bukan hanya mengurusi bidang politik.
Peningkatan kapasitas setiap kader juga harus ditingkatkan, buat apa kita sebagai organisasi
besar tetapi kader yang kita miliki hanya penjadi pengekor tanpa kapasitas untuk diri sendiri.
Moral para kader juga harus diperhatikan kembali.
Melakukan reformasi keagamaan untuk meningkatkan dan memperbaharui pengetahuan,
pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama Islam bagi setiap individu anggota
HMI, memperkokoh kembali tradisi intelektual HMI yang pernah diraihnya, sebagai pewaris
dari generasisebelumnya, HMI harus menghindari kepentingan politik sesaat dan harus berani
untuk melakukan koreksi, kritikan terhadap alumni HMI dimanapun berada, sebagai
konsekuensi dari sifat indenpendensi HMI.
DAFTAR PUSTAKA

Saleh, Hasanuddin M. HMI dan Rekayasa Azas Tunggal Pancasila, Yogyakarta :


Kelompok Studi Lingkaran, 1996

Karim, M. Rusli. HMI MPO ; Dalam Kemelut Modernisasi Politik di Indonesia,


Bandung : Mizan, 1997
Sitompul, Agussalim. Pemikiran HMI dan Relevansinya dengan Sejarah Perjuangan
Bangsa Indonesia, Jakarta : Integrita Press, 1997

Mufti , M. Ahmad dan Al Wakil, Sami Shalih. At Tasyri wa Sannul Qawanin fi Ad


Daulah Al Islamiyah,
Alfaqirillah.risalah pergerakan mahasiswa Jakarta: lingkar pena, 2007
Muhlish, Usman. Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah, 2000
Aritonang, Diro. runtuhnya rezim soeharto, Bandung : Pustaka hidayah, 1999
Antonie, C.A. Dake, Soekarno File berkas-berkas Soekarni 1965-1967 kronologi
suatu keruntuhan ,Jakarta : Aksara Taruna, 2005
Tanja, Victor I. HMI, Sejarah dan Kedudukannya Ditengah Gerakan Muslim
Pembaharu Indonesia, Sinar Harapan, 1982

Anda mungkin juga menyukai