Disusun Oleh:
RICKY ANZURI BRAHMANA
i
ii
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
iii
DAFTAR ISI
Kata pengantar..................................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Bali telah menjadi titik vital dalam kelangsungan hidup bangsa Indonesia.
Yang nama besarnya tetap tegak dengan tegar di telinga wisatawan-wisatawan asing
tiap periodenya. The Lost Paradise menjadi istilah yang memantik semangat
wisatawan asing untuk membelanjakan dollar demi dollarnya di Pulau Bali,
Indonesia. Dimana kenyamanan para wisatawan juga ditentukan dari keharmonisan
dan keramahan masyarakat lokalnya yang seakan tidak menjadi penghalang, bahkan
melayani tiap wisatawan yang hadir. Segala kenyamanan itu makin tergambar ketika
daerah-daerah lain di Indonesia sedang melanda krisis, maka masyarakat di Bali tetap
merasa bahwa Bali merupakan plesetan dari singkatan “Ba(-nyak) li(-bur)”.
Bali dalam angka terbitan Badan Pusat Statistik pada tahun 2000 telah
menyebut angka 180.401 bagi jumlah penduduk muslim di Bali dari 2.998.770 total
jumlah pemeluk agama di Bali. Hanya sekitar 6% dari total jumlah penduduk. Namun
dengan jumlah yang tidak banyak tersebut, tidak tertampik bahwa pengaruh pemuda
Islam cukup terangkat ke permukaan. Seakan telah tergambarkan karena Pemuda
Islam sebagai kelompok sosial politik selalu memiliki peranan yang menonjol
mewakili golongan Islam.1
Dari keseluruhan sejarah bangsa Indonesia, peranan pemuda islam tak bisa
dilepaskan dari kebangkitan Nasionalisme di Indonesia yang diukur sejak munculnya
Boedi Oetomo tahun 1908.2 Bukti yang tertampik hingga saat ini ialah kokohnya
Sarekat Islam mulai tahun 1911, Muhammadiyah tahun 1912, serta Nahdlatul Ulama’
1
Ridwan Saidi, Pemuda Islam Dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1985, (Bandung: Alumni,
1985), p. 1-2
2
Akira Nagazumi, Bangkitnya Nasionalisme Indonesia: Budi Utomo 1908-1918, (Jakarta:
Grafitipers, 1989)., p.22.
tahun 1926.3 Tak terkecuali munculnya organisasi pemuda Islam pertama di
Nusantara yang dikenal bernama Jong Islamieten Bond pada tahun 1925 yang gairah
kepemudaannya menjawab tantangan-tantangan Islam. Pasca Proklamasi, berdirilah
sebuah organisasi pemuda Islam yang pertama dengan nama Himpunan Mahasiswa
Islam pada tanggal 5 Februari 1947.4
Pergerakan kemajuan organisasi semenjak Himpunan Mahasiswa Islam
berdiri berkembang pesat diikuti dengan banyaknya embrio-embrio organisasi baru
pula yang makin beragam dan berwarna. Hingga gerakan tersebut bisa sampai ke kota
Denpasar, Bali.
Organisasi kemahasiswaan dan pemuda lintas ideologi di Kota Denpasar
dimulai dengan berdirinya Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia tahun 1958,
Pelajar Islam Indonesia (PII) tahun 1963, Pemuda Muhammadiyah tahun 1963 yang
nyaris bersamaan dengan berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam di Denpasar. Seta
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia di Denpasar pada tahun 1998. Hingga
diikuti dengan berbagai macam organisasi lainnya lintas generasi. Perbedaan ideologi
antar kesemua organisasi tersebut membawa perbedaan cara pandang pula dalam
melihat dan menyelesaikan problematika yang ada di Denpasar.
Fokus penelitian ini adalah gerakan mahasiswa Islam, khususnya HMI
Cabang Denpasar. Gerakan pemuda Islam di Kota Denpasar dimulai dengan usaha
menggalang persatuan di masing-masing unsur pemuda islam, hingga munculnya
pula organisasi-organisasi Islam lainnya, (PII, Pemuda Muhammadiyah, IPNU, GP
Ansor, dan HMI) yang mencoba melakukan intervensi terhadap kaum komunis yang
diwakili oleh organisasi pemudanya juga.5 Tujuan dan sifat asli kader-kader
organisasi tersebut adalah untuk menciptakan kader-kader bangsa yang berwawasan
keislaman. Namun, jika kondisi menginginkan mereka melakukan aktivitas politik
3
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam 1900-1918, (Jakarta: LP3ES, 1991), passim
4
Asep Sholahudin, Naskah-Naskah Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam, (Jakarta: PB
HMI, 2016), p.6-7.
5
Hasil wawancara dengan K.H Muhammad Taufiq Asy’adi (66 Tahun), Pekerjaan: Ketua MUI
Provinsi Bali, alamat: Jalan Gunung Bromo no. 54, Denpasar pada 19 April 2018.
2
praktis itu karena tantangan-tantangan zaman yang dihadapi pada masa itu.
Kesadaran pemuda islam akan ancaman Partai Komunis Indonesia pada masa
tersebut melahirkan suatu ukhuwah (Persatuan) dan kebersamaan untuk melawan PKI
dan underbouw-nya.
Munculnya Orde Baru yang dimulai tahun 1968 dengan modernisasi
politiknya membawa pengaruh perubahan terhadap pola gerakan pemuda Islam.
Pengebirian hak-hak politik yang diperkenalkan oleh pemerintah orde baru
bersentuhan langsung dengan aktivitas kepemudaan, seperti: 1) Dibentuknya Komite
Nasional Pemuda Indonesia tahun 1973; 2) Pemberlakuan kebijakan Normalisasi
Kehidupan Kampus tahun 1978 lewat Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan; dan 3) Pemberlakuan asas tunggal Pancasila melalui undang-undang
nomer 8 tahun 1985. Berbagai kebijakan tersebut membuat gerakan politik Islam di
tindas keras oleh rezim otoriter tersebut.6
Dalam lingkungan politik yang seperti itu, para aktivis mahasiswa Islam
mencari solusi selain jalur politik atau pemerintahan untuk memperkuat posisi Islam
dalam masyarakat. Selain dengan munculnya HMI - Majelis Penyelamat Organisasi
(MPO) yang di nahkodai Eggy Sudjana, masuk pengaruh aktivis Dewan Dakwah
Islam Indonesia (DDII) yang rata-rata didirikan oleh mantan aktivis Masjumi ke
Denpasar. Ideologi teologi yang dibawa oleh mereka kebanyakan terpengaruh politik
Ikhwanul Muslimin di Mesir yang menerapkan sistem pendidikan Tarbiyah di
kampus-kampus, salah satunya Universitas Udayana, Denpasar.7
Hingga pada awal tahun 1998, di akhir masa jabatan Presiden Soeharto,
kekuatan ideologi tarbiyah makin menunjukkan eksistensinya dengan lahirnya
KAMMI sebagai organisasi pro-reformasi. Bersatu dalam upaya penggiringan massa
dan memobilisir demonstrasi besar-besaran yang mendorong pengunduran diri
6
Syawal Prasetyana, “Gerakan Pemuda Islam di Bali 1962-1990” (Skripsi S1) (Denpasar:
Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Udayana, 1997), Passim.
7
Ibid.
3
Presiden Soeharto.8 Pasca reformasi, keran kebebasan terbuka dengan kencang, hal
itu mengembalikan ghirrah perjuangan mahasiswa Islam meningkat kembali.
Bangkitnya ditandai dengan beraninya aktivis muslim melakukan pembelaan
terhadap penindasan hak-hak pedagang pantai Sanur dan pedagang bakso di Sesetan,
Denpasar karena kebijakan Perda Kota Denpasar pada tahun 2000, mengecam
tindakan terorisme yang berlandaskan agama kepada Amerika, serta melakukan
kecaman terhadap aksi sebaliknya dari Amerika terhadap negara-negara Islam. Serta
merebut kekuasaan-kekuasaan eksekutif-legislatif kampus dengan melakukan koalisi-
koalisi politik demi diakuinya umat Islam sebagai pembaharu vital atas
pembangunann di Kota Denpasar.
8
Yon Machmudi, “Islamising Indonesia: The Rise of Jemaah Tarbiyah and the Prospereous
Justice Party (PKS)” (Canberra: Australia National University, 2008) p. 40-45.
4
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat secara teoritis sebagai sumbangan baru bagi
khazanah keilmuan dalam bidang politik, intelektual, atau studi gerakan Islam
minoritas. Secara praktis, makalah ini bermanfaat dalam memberikan sumbangsih
pemikiran baru kepada penentu kebijakan dalam mengatasi masalah kepemudaan,
khususnya pemuda Islam.
9
A. Daliman. “Metode Penelitian Sejarah”. (Yogyakarta: Penulis Ombal, 2015). P.p 51-99.
5
BAB II
PEMBAHASAN
10
Asep Sholahudin, “Naskah-Naskah Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam”, (Jakarta: PB
HMI, 2016), p.6-7.
11
Sulastomo. “Hari-Hari Yang Panjang, 1963-1966”, (Jakarta: CV Haji Masagung, 1989),
passim.
6
awal 1950-an. Partai-partai tersebut tentu mencoba meluaskan sayap juangnya
dengan membentuk organisasi-organisasi asuhannya di beberapa lini masyarakat.
Salah satunya pada gerakan pemuda, sebagai pemerkuat sekaligus menciptakan
calon-calon penerus ideologi partainya. Pengaruh terhadap pemuda mulai menyentuh
mahasiswa semenjak didiraknnya Fakultas Sastra Udayana Cabang Airlangga pada
29 September 1958, semua organisasi lantas saling berebut pengaruh di kalangan
mahasiswa hingga terlahirlah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI),
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia
(CGMI), Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan
Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Gerakan Mahasiswa Indonesia
(GERMINDO), dan Gerakan Mahasiswa Hindu Bali (GMHB).12
Lahirnya Fakultas Sastra Udayana pada tahun 1958 memberikan corak dan
perkembangan baru dalam bidang pendidikan di Bali, khususnya Denpasar. Para
pemuda lulusan Sekolah Menengah berlomba-lomba melanjutkan mimpi
pendidikannya di kampus negeri pertama di Bali dan diresmikan langsung oleh
Paduka Jang Mulia Dr. Ir. Soekarno pada 29 September 1958.13 Mahasiswa Sastra
Udayana berusaha mengembangkan dirinya dengan aktif berorganisasi. Sebuah
kondisi timbal balik antara semangat pelajar yang tinggi dengan wadah ideologi yang
juga sedang terbangun rapi.
12
Ragil Armando, “Dinamika HMI Dan KAMMI Di Kota Denpasar 1990-2014” (Skripsi S1)
(Denpasar: Fakultas Sastra dan Budaya, 2015), pp. 31-40.
13
Anonim, “Dies Natalis Ke-I Fakultas Sastra Udayana Denpasar: Diperlukan Suasana Tenang
dan Bantuan Moril Masjarakat” dalam Harian Pagi Suara Indonesia, Edisi Rebo, 30 September 1959
tahun ke-XI nomer 37, (Denpasar: Suara Indonesia NV), p.1 kolom 1-3.
7
dengan berdirinya Fakultas Kedokteran (FK), Fakultas Kedokteran Hewan (FKH),
dan Peternakan.14 Jumlah mahasiswa yang beragama Islam saat itu berjumbah 13
orang. Walau sedikit namun progresifitasnya tetap terlihat. Sekedar melakukan
pertemuan rutin di masjid-masjid sekitar kampus dan sering berkomunikasi dengan
umat non-muslim lainnya menciptakan rasa solidaritas senasib-sepenanggungan
diantara mereka. Sebagian muslim Unud (Universitas Udayana) yang sebelumnya
sudah menjadi Kader GMNI mencoba menginisiasi strategi baru dalam berorganisasi,
mereka menghimpun seluruh mahasiswa Muslim yang tersisa di Unud.
14
Ibid Suara Indonesia
15
Muhammadiyah di Bali telah berdiri sejak 19 November 1934, Lihat I Ketut Ardhana,
“Perkembangan Muhammadiyah Di Bali (1934-1968)” (Skripsi S1) (Yogyakarta: Jurusan Ilmu Sejarah
Universitas Gadjah Mada, 1985), pp. 33-43.
8
4. Komisariat Sospol Universitas Marhaen
6. Komisariat AKOP.
Pendirian HMI pada masa itu memiliki landasan untuk memberikan wadah
bagi pengembangan dakwah dan pengkajian Islam, ketika itu potensinya memang
tidak terlalu besar, namun memberikan andil perjuangan yang positif kepada
masyarakat. HMI diharapkan menjadi inisiator gerakan dan aktifitas yang berupaya
memperjuangkan nilai-nilai dannnorma-norma (jihad fisabililah) dalam berorganisasi
yang berlandaskan keagamaan.17
16
M. Rizani Karnanda, “Sedjarah Berdirinya HMI Di Bali”, dalam “Hasil-Hasil Musjawarah
Daerah (MUSDA) HMI Bali Nusra Tahun 1974” (Denpasar: Panitya Musda HMI Bali-Nusra, 1974)
17
Sa’id Hawwa. “Jundullah: Jihad Total” (Jakarta: Al –Ishlaly Press, 2005) p.40
18
Sarlito WirawanSarwono, “Perbendaan Antara Pemimpin dan Aktifis dalam Gerakan
Protes Mahasiswa”, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), pp. 46-47.
9
Tensi politik era Orde Lama dirasa makin meningkat dan pengaruhnya makin
terasa di kalangan Civitas Akademika. Perkembangan politik kearah “Progresif
Revolusioner” mendorong mahasiswa pada pemikiran yang memiliki kesadaran
berpolitik dan bermasyarakat tinggi. Oleh karena itu, kampus menjadi sasaran empuk
politik praktis. Kampus juga menjelma menjadi arena konflik pada mahasiswa yang
tak jarang berujung fisik.
19
“Pernyataan PPMI Konsulat Bali: Tuntut Prof. Dr. Mantra di Retool” dalam Harian Pagi
Suara Indonesia Edisi Bali, Selasa 24 Agustus 1965, (Denpasar: Suara Indonesia NV, 1965). P.1
20
Syawal Prasetyana, “Gerakan Pemuda Islam di Bali 1962-1990” (Skripsi S1), (Denpasar:
Tidak Dipublikasikan, 1997), passim.
10
Kuatnya pengaruh politik pada masa orde lama memaksa pengurus HMI
sekelas Ketua Umum dibekali senjata api jenis FN dari militer untuk melindungi diri,
walau akhirnya senjata tersebut tidak pernah ditembakkan. Semua memuncak saat
Coup d’etat G30S/PKI dilancarkan dan gagal. Hingga akhirnya mengakibatkan
perubahan politik drastis dari rezim Orde Lama menuju Orde Baru. Lambatnya PPMI
dalam mengambil sikap atas kasus yang terjadi membuat para aktifis anti-komunis
membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia secara nasional. Di Bali sendiri
KAMI wilayah Bali dilahirkan tanggal 25 Oktober 1966 yang diresmikan di SMA
Swastiastu Denpasar beranggotakan HMI, GMNI, PMKRI, GMKI, dan GMHB.
Hingga menjadikan Rizani Idza Karnanda selaku Ketua Umum HMI Cabang
Denpasar 1965-1966 menjadi ketua periodiknya. Pada masa ini HMI Cabang
Denpasar meraih masa kokohnya berdiri, ditandai dengan diprcayainya Rizani Idza
Karnanda menjadi anggota DPRD-GR (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah – Gotong
Royong) pada tahun 1967 sebagai perwakilan mahasiswa.21
21
Hasil wawancara dengan Widminarko (72 Tahun), pekerjaan: Pimred Tokoh, Rumah:
Green Kori Sading, Badung
22
Marwati Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, “Sejarah Nasional Indonesia Jilid IV”,
(Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Balai Pustaka, 1984), p.406.
11
Bagi mahasiswa, Orde Baru membuat kebijakan usaha mempersatukan
organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan, sebagai stabilisasi politik dan
mahasiswa, dibentuklah KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) tanggal 27 Juli
1973. Imbas perubahan di Jakarta tersebut mempengaruhi Bali dimana HMI secara
tidak langsung dibatasi ruang geraknya oleh KNPI, sehingga tiap organisasi tidak bisa
berjalan sendiri melainkan harus bersama-sama dengan KNPI. Demi mengembalikan
marwah gerakan mahasiswa, muncul gerakan mahasiswa 1974 yang menggugat
kekuasaan mapan Orde Baru yang dikenal dengan peristiwa Malari (Malapetaka 15
Januari).23
23
Edy Budiarso, “Menentang Tirani: Aksi Mahasiswa ‘77/78’”, (Jakarta: Grasindo, 2000),
pp.42-51.
25
Laporan Pertanggung Jawaban Kerja Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam Cabang
Denpasar 1978-1980, (Denpasar: Panitia Konfercab, Maret 1980)
12
Penurunan aktivitas tersebut memberikan implikasi terhadap suasana antusiasme
dalam beragama di kalangan mahasiswa Islam.
Belum selesai dengan kebijakan NKK yang dilanjutkan dengan sistem Biro
Koordinasi Kampus. Pemerintah Orde Baru semakin menunjukkan sikap
depolitisasinya terhadap Islam pada tahun 1982 dengan mensosialisasikan sebuah
gagasan monolitisasi ideologi yang dikenal dengan Azas Tunggal Pancasila bagi
Organisasi Sosial Politik (ORSOSPOL). Dan Organisasi Masyarakat (ORMAS). Pro-
kontra pun terjadi secara masif dan besar-besaran di seluruh Indonesia. Berbagai
macam organisasi yang ada di Indonesia turut terguncang akibat kebijakan ini. Salah
satunya di tubuh HMI yang terbagi menjadi tiga respon, yaitu yang menerima
kebijakan tanpa perlawanan, yang menerima karena terpaksa, dan yang tidak
menerima dan menantang. HMI pun terpecah menjadi dua sisi.
HMI Cabang Denpasar pada masa itu menjadi sasaran empuk pengawasan
aparat. Hal tersebut memaksa HMI Cabang Denpasar untuk kreatif dalam mengolah
kegiatannya agar dapat diterima pemerintah dan dapat bekerja dengan baik.
Tindakan-tindakan represif dilakukan oleh aparat demi diakuinya Pancasila terhadap
azas tunggal bagi HMI. Dalam keadaan demikian, HMI Cabang Denpasar yang pada
awalnya berada pada posisi menentang terhadap asas tunggal akhirnya lunak dan
menerima aturan tersebut karena dianggap tidak akan menganggu aktivitas HMI
kedepannya.
Memasuki babak baru kembali awal tahun 1998. Gerakan mahasiswa Islam
maupun nasionalis membuat gebrakan baru dalam sejarahnya. HMI Cabang Denpasar
melakukan konsolidasi ke dalam, merapatkan barisan demi mendobrak kebuntuan
negara saat itu. Koalisi perjuangan dimunculkan di Denpasar denngan dibentuknya
13
Posperra (Posko Perjuamgan Rakyat Bali) pada Januari 1998. Keputusan beraliansi
tersebut digagas oleh berbagai macam organisasi intra maupun ekstra kampus yang
banyak juga dimotori oleh kader-kader HMI Cabang Denpasar di dalamnya. Posperra
menunjukkan eksistensinya pertama kali dengan membuat gerakan “Revolusi
Valentine” pada 14 Februari 1998, yaitu dengan melakukan aksi penyegelan
secretariat Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) Universitas Udayana.
14
Terpilihnya Presiden Soeharto kembali sebagai Presiden melalui Sidang Umum MPR
yang berlangsung tanggal 1 Maret 1998 ternyata menimbulkan dampak negatif yang
cukup berarti bagi pemulihan kondisi perekonomian Indonesia, parah Gejolak krisis
yang ada padahal sebelumnya sudah ada perkembangan pendapat dan juga ada
kepastian kepastian politik jika Presiden Soeharto kembali memimpin sebagai
presiden. Aksi aksi mahasiswa semakin merebak di seluruh Indonesia tidak terkecuali
di Denpasar, punya aksi keprihatinan yang dilakukan oleh mahasiswa dan dosen di
kampus Unud Sudirman pada hari Selasa 3 Maret 1908 guna menuntut adanya
reformasi pemberantasan korupsi kolusi nepotisme dan penurunan harga-harga
kebutuhan pokok. Selain itu juga 10 Maret 1998, ribuan mahasiswa yang tergabung
dalam civitas akademika Universitas Udayana termasuk para aktivis HMI cabang
Denpasar Jalan ldkm Unud, menyerukan gerakan untuk reformasi politik di kampus
Unud Sudirman.
21 Mei 1998, menjadi hari penting bagi negara Indonesia. Presiden Soeharto
mengumumkan pengunduran dirinya sebagai presiden Republik Indonesia. Dengan
pengunduran dirinya sebagai Presiden Republik Indonesia. Dengan pengumuman itu
berakhirlah kekuasaan presiden Soeharto selama 32 tahun. Sekaligus mengumumkan
15
pengalihan kekuasaan secara konstitusional kepada Prof. Dr. BJ. Habibie.
Pengunduran diri Soeharto disambut suka cita oleh mahasiswa seluruh Indonesia,
termasuk para kader HMI di Denpasar.26
26
Adi Suryadi Cullah, “Patah Tumbuh Hilang Berganti: Sketsa Pergolakan Mahasiswa Dalam
Politik dan Sejarah 1908-1998” (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999) passim.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perkembangan dan peranan mahasiswa Islam di Denpasar dalam
dinamikanya, tidak dapat dilepaskan yang dipisahkan dari latar belakang kondisi
pergerakan nasional dan gerakan pembaharuan Islam di Indonesia. Mahasiswa Islam
di Denpasar dapat dilihat dari beberapa gejala dan peristiwa secara tidak langsung
telah membangkitkan semangat pola pikir dan sikap kaum intelektual muda Islam.
Dimulai dari berdirinya lembaga pendidikan tinggi pertama di Denpasar tahun 1958
sosial politik Denpasar sebelum tahun 1960 an.
Titik awal pergerakan mahasiswa Islam Denpasar dimulai pada tahun 1963
yaitu dengan berdirinya HMI cabang Denpasar yang didasari dari perasaan ingin
mempertahankan eksistensi Islam di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas non
muslim.? Pada dasarnya gerakan yang dilakukan oleh para mahasiswa Islam adalah
melakukan aktivitas guna memberikan wajah bagi pengemban dakwah dan
pengkajian Islam. Ketika itu potensinya memang tidak begitu besar namun dapat
memberikan andil perjuangan yang positif kepada masyarakat. Dengan terbentuknya
HMI sebagai organisasi mahasiswa Islam tersebut memungkinkan adanya aktivitas
aktivitas dan gerakan-gerakan yang dilakukan sebagai upaya memperjuangkan nilai-
nilai dan norma-norma jihad fisabilillah dalam berorganisasi yang berlandaskan
keagamaan.
3.2 Saran
Penelitian tentang gerakan Mahasiswa Islam di Bali terus masih banyak
kekurangan. Bahkan perkembangan pemuda Islam di Bali semakin hari makin
memiliki pengaruh yang setiap zaman memiliki keunikannya sendiri. Oleh karena itu,
penulis menyarankan kajian lebih lanjut terhadap pola gerakan mahasiswa Islam di
17
Kota Denpasar yang bisa berangkat dari organisasi keislaman lainnya selain HMI
Cabang Denpasar.
18
Daftar Pustaka
Sumber Buku:
Budiarso, Edy. 2000. Menentang Tirani: Aksi Mahasiswa ‘77/78. Jakarta: Grasindo.
Cullah, Adi Suryadi. 1999. Patah Tumbuh Hilang Berganti: Sketsa Pergolakan
Mahasiswa Dalam Politik dan Sejarah 1908-1998. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Machmudi, Yon. 2008. Islamising Indonesia: The Rise of Jemaah Tarbiyah and the
Prospereous Justice Party (PKS). Canberra: Australia National University.
Saidi, Ridwan. 1985. Pemuda Islam Dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1985.
Bandung: Alumni.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 1978. Perbendaan Antara Pemimpin dan Aktifis dalam
Gerakan Protes Mahasiswa. Jakarta: Bulan Bintang.
19