Anda di halaman 1dari 15

“REALITAS KADER HMI DALAM MENEGUHKAN MISSION HMI SEBAGAI

SEMANGAT JUANG ORGANISASI”


Opini Ilmiah ini disusun sebagai salah satu pra syarat mengikuti Training Recruitment
Class, Master Assistant HMI Cabang Purwakarta

Disusun Oleh:
Fikri Haikal Maulana

Himpunan Mahasiswa Islam


Cabang Purwakarta
Komisariat Situ Buleud
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan opini ilmiah
yang berjudul “Realitas Kader HMI Dalam Meneguhkan Mission HMI Sebagai Semangat
Juang Organisasi"
Opini Ilmiah ini berisikan tentang informasi dan penjelasan umum tentang
Realitas Kader HMI Dalam Meneguhkan Mission HMI Sebagai Semangat Juang
Organisasi, dibuat sebagai pra syarat pendaftaran peserta Training Recruitment Class,
Master Assistant HMI Cabang Purwakarta. Diharapkan opini ilmiah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua dan dapat diterima sebagai opini ilmiah yang
lolos seleksi pendaftaran Training Recruitment Class, Master Assistant HMI Cabang
Purwakarta.
Saya menyadari bahwa opini ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu saya harapkan
demi kesempurnaan Opini Ilmiah ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan Opini Ilmiah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Purwakarta, 30 Juni 2020

Penyusun
Fikri Haikal Maulana

i
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Himpuan Mahasiswa Islam (HMI) adalah organisasi extra kampus yang
didirikan pada 14 Rabi’ul Awal 1366 H atau bertepatan dengan 5 Februari 1947 M.
Lafran Pane dan kawan – kawan sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (STI)
Yogyakarta/UII Yogyakarta pada zamannya muncul sebagai pelopor dalam berdirinya
HMI tepatnya Ketika itu Indonesia Mmasih belia dalam mencapai kemerdekaannya.
Dalam sejarah Islam Nabi Muhammad SAW menyendiri di gua Khiro karena
Melihat keadaan kaumnya maka turunlah malaikat Jibril membawa wahyu dan beliau
pun di utus sebagai nabi dan rasul. Kegelisahan memang menjadi tabiat manusia dalam
menghadapi kehidupannya, kegelisahan jika kita arahkan ke hal positif maka akan
menjadi sebuah hal yang sangat luar biasa, begitupun dengan Lafran Pane pria
kelahiran Padang Sidempuan Sumatra Utara itu memprakarsai HMI dimulai dari kisah
heroiknya dalam menghadapi kegelisahan perkembangan zaman pada masa itu.
Kegelisahan ini disebutkan di dalam latar belakang HMI yang tertulis di buku Sejarah
Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam (1947 – 1975) yaitu:
1. Melihat Situasi Negara Republik Indonesia
2. Situasi Umat Islam di Indonesia
3. Situasi Dunia Perguruan Tinggi dan Kemahasiswaan
Melihat daripada itu, karena melihat kegelisahan tersebut, justru Lafran Pane
melihat keadaan mahasiswa Islam yang berpotensi dan perlu di Organisasikan dengan
Baik, inilah kegelisahan yang ditunjukkan Lafran Pane kepada hal yang positif, maka
muncullah HMI di muka bumi sebagai organisasi yang melahirkan cendikiawan muslim
di Indonesia sebagai bentuk dari kegelisahan Lafran Pane pada saat itu.
Namun pada akhir – akhir ini banyak sekali goncangan yang dihadapi oleh
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), baik timbulnya dari dalam (intern) maupun
datangnya dari luar (extern). Tidak sedikit, HMI pun dihujani pertanyaan – pertanyaan
seperti:

1
1. Apa tujuan HMI saat ini?
2. Apakah tujuan HMI itu sekedar tertulis saja?
3. Kenapa Semangat Juang Kader HMI saat ini terlihat lesu?
4. Dimana semangat juang kader HMI saat ini?
Pertanyaan diatas hanya beberapa saja, sebetulnya masih banyak lagi
pertanyaan lainnya. pertanyaan tersebut muncul bukan karena banyak orang yang
benci atau tidak suka kepada HMI. Tetapi karena adanya kebutuhan masyarakat dan
kecintaan mereka pada HMI untuk membela kemudian menyuarakan aspires – aspirasi
mereka.
Tentunya setiap organisasi pasti memiliki misi atau tujuan yang ingin dicapai
dan dipertahankannya. Tujuan yang jelas sangat diperlukan oleh suatu organisasi,
sehingga setiap usaha yang dilakukan oleh organisasi tersebut dapat dilaksanakan
secara teratur.
Motivasi dasar atau faktor perumusan tujuan tersebut dapat berangkat dari
latar belakang yang dialami atau dihadapinya dan dapat pula berangkat dari cita – cita
yang ingin diwujudkan suatu organisasi itu.
HMI, jika kita melihat dari sejarah perjalanannya (1947 – 2020) dapat kita lihat tujuan
HMI berangkat dari dua faktor. Tujuan mula HMI, yaitu:
1. Mempertahankan Republik Indonesia dan Mempertinggi Derajat Rakyat
Indonesia.
2. Menegakkan dan Mengembangkan Ajaran Islam
Dari keluhuran tujuan HMI pada awal berdirinya sampai Misinya yang begitu
luar biasa dan kader yang militan. Namun apakah realitas kader HMI pada zaman
sekarang dapat meneguhkan Mission HMI sebagai semangat Juang Organisasi?
Sungguh menjadi tantangan besar bagi keberlangsungan HMI. Jika kita lihat sejarah
Panjang HMI, HMI mampu menjawab tantangan zaman dari sekian banyak tantangan
HMI mampu melewatinya seperti aksi PKI dalam usahanya membubarkan HMI,
kualitas kader HMI sudah terbukti dengan apa yang telah menjadi tujuan HMI itu
sendiri.

2
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa Permasalahan HMI dan Kadernya
2. Bagaimana Realitas kader HMI dulu, kini dan nanti?
3. Bagaimana cara mengaplikasikan Mission HMI bagi kadernya?

3
ISI
2.1. Permasalaha HMI dan Kadernya
Prof. Dr. H. Agussalim Sitompul dalam bukunya yang berjudul 44 Indikator
kemunduran HMI, Suatu Kritik dan Konteks Untuk Kebangkitan Kembali HMI. Sepuluh
indikator diantaranya adalah:
1) Menurunnya jumlah mahasiswabaru masuk HMI;
2) HMI semakin jauh dari mahasiswa, karena tidak dapat mengembangkan student
need dan student interest secara protesional;
3) Pola perkaderan HMI yang dirancang pertengahan abad XX sudah ketinggalan
zaman dan tidak sesuai lagi denga kebutuhan kontemporer;
4) HMI dan kader-kader penerus kurang mampu mengikuti jejak para
pendahulunya;
5) Kurang berfungsinya aparat HMI seperti badko, cabang, dan komisariat;
6) Lemahnya manajemen organisasi karena sudah ketinggalan zaman;
7) Kurangnya penegtahuan, pemahaman, penghayatan, dan pengalaman ajaran
agama Islam dari seorang anggota HMI sebelum dan sesudah masuk HMI;
8) Belum optimalnya pengetahuan, pemahaman, penghayatan anggota dan
pengurus HMI di hampir semua tingkatan kepengurusan tentang ke-HMI-an dan
keorganisasian;
9) follow up perkaderan tidak berjalan sebagai mana mestinya;
10) HMI jarang melakukan evaluasi terhadap perjalanan organisasi dengan segala
aktivitas sehingga tidak di ketahui secara pasti sampai sejauh mana
keberhasilan HMI dalam melaksanakan perjuangannya dan tidak diketahui
secara pasti faktor-faktor penghambatnya.
Permasalah yang disebutkan diatas merupakan kritik – kritik untuk
menyadarkan HMI agar bangkit Kembali guna merespons perkembangan zaman
sekaligus memberikan solusi atas problem zamannya guna mencapai masa depan yang
cerah. Namun itu semua Kembali lagi kepada bagaimana upaya – upaya kader untuk
tetap menjaga eksistensi dan kiprahnya. Eksistensi dan bertahan hidupnya HMI sebagai

4
organisasi external yang diminati oleh kalangan mahasiswa Islam, serta mampu
mengadakan kegiatan - kegiatan yang aktual disertai dengan tampilnya kader – kader
yang benar benar memahami akan Mission HMI.
1.3. Realitas Kader HMI Dulu, Kini dan Nanti
Berdasarkan 10 indikator dari buku 44 Indikator Kemunduran HMI sepertinya
benar bahwasannya kualitas kader HMI saat ini sedang mengalami penurunan. Fakta
yang menunjukkan menurunnya kader HMI adalah semakin minimnya tokoh – tokoh
yang lahir dari Rahim HMI, juga kontribusi kader HMI secara organisatoris dalam upaya
mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini terbilang minim. Dulu kita
bangga dan besar hati sebab hampir semua tokoh yang tampil rata – rata berlatar
belakang HMI.
Harus diakui juga bahwa HMI secara organisatoris jarang tampil menyuarakan
aspirasi masyarakat dengan konsep – konsep yang jelas. Pada umumnya, HMI
belakangan tampir bersama – sama dengan organisasi lain dalam satu isu yang sama
meskipun hal ini dapat juga dipahami sebagai salah satu bentuk kemampuan HMI
dalam membangun solidaritas dengan organisasi lain.
Hal ini terjadi sebab 10 faktor yang disebutkan diatas, juga di karenakan
minimnya kader – kader HMI di kampus – kampus, sementara disisi lain HMI selalu
disibukan dan berasyik dengan suasana konflik Internal. HMI tengah terjerat pada hal
– hal yang tidak perlu, yang justru malah menghambat ruang gerak dan kiprahnya
sebagai organisasi mahasiswa tertua yang lahir dua tahun pasca kemerdekaan
Republik Indonesia ini.
Dampak dari menurunnya kualitas kader HMI berimbas juga kepada
menurunnya perhatian alumni dan juga apresiasi masyarakat terhadap HMI.
Akibatnya, Ketika para alumni membicarakan HMI, itu hanya sekedar sebagai ajang
nostalgia saja, karena keberadaannya kini kurang layak dibanggakan.
Namun dibalik redupnya HMI adalah bagian daripada dinamika, yaitu hidup
terkadang pasang surut. Yang jelas hingga saat ini, HMI masih hidup meskipun dengan
sisa – sisa tenaga. Tetapi keberadaan ini harus tetap disyukuri dan dijadikan sebagai

5
tantangan bagi kader – kader HMI untuk membangun Organisasi Tertua di Indonesia
ini menjadi organisasi yang lebih bertenaga dan lebih berdaya guna sebagai jalan untuk
menjalankan Mission HMI.
1.3. Cara Mengaplikasikan Mission HMI bagi kadernya
Ahmad Wahid dalam bukunya yang berjudul Pergolakan Pemikiran Islam
menjelaskan bahwasannya Insan Cita HMI sendiri merupakan Insan yang
berkemampuan akademis, bersikap hidup kreatif, berwatak pengabdi dan bernafaskan
Islam.
Jika dirumuskan berdasarkan tujuan HMI dalam pasal 4 AD HMI, adapun lima
kualitas Insan Cita (5 KIC) tersebut adalah:
a) Kualitas Insan Akademis
• Berpendidikan tinggi, berpengetahuan luas, berfikir rasional, obyektif, dan
kritis.
• Memiliki kemampuan teoritis, mampu memformulasikan apa yang diketahui
dan dirahasiakan. Dia selalu berlaku dan menghadapi segala sesuatu dengan
penuh kesadaran.
• Sanggup berdiri sendiri dengan lapangan ilmu pengetahuan sesuai dengan
ilmu yang dipilihnya, baik secara teoritis maupuan teknis dan sanggup
bekerja secara ilmiah yaitu secara bertahap, teratur, mengarah pada tujuan
sesuai dengan prinsip-prinsip perkembangan.
b) Kualitas Insan Pencipta; Insan Akademis, Pencipta
• Sanggup melihat kemungkinan-kemungkinan lain yang lebih dari sekedar
yang ada, dan bergairah besar untuk menciptakan bentuk-bentuk baru yang
lebih baik dan bersikap dengan bertolak dari apa yang ada (yaitu Allah).
Berjiwa penuh dengan gagasan-gagasan kemajuan, selalu mencari perbaikan
dan pembaharuan.
• Bersifat independen dan terbuka, tidak isolatif, insan yang menyadari
dengan sikap demikian potensi, kreatifnya dapat berkembang dan
menemukan bentuk yang indah-indah.

6
• Dengan ditopang kemampuan akademisnya dia mampu melaksanakan kerja
kemanusiaan yang disemangati ajaran Islam.

6
c) Kualitas Insan Pengabdi; Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi
• Ikhlas dan sanggup berkarya demi kepentingan orang banyak atau untuk
sesama umat.
• Sadar membawa tugas insan pengabdi bukanya hanya membuat dirinya
baik, tetapi juga membuat kondisi sekelilingnya menjadi baik.
• Insan akademis, pencipta dan pengabdi adalah yang pasrah cita-citanya yang
ikhlas mengamalkan ilmunya untuk kepentingan sesamanya.
d) Kualitas Insan yang bernafaskan Islam: Insan Akademis, Pencipta dan
Pengabdi yang bernafaskan Islam
• Islam yang telah menjiwai dan memberi pedoman pola pikir dan pola
lakunya tanpa memakai merk Islam, sehingga Islam dapat menjadi dasar
dalam mencipta dan berkarya serta sejalan dengan Mission Islam. Dengan
demikian Islam telah menafasi dan menjiwai karyanya.
• Ajaran Islam telah berhasil membentuk “unity of personality” dalam dirinya.
Nafas Islam telah membentuk pribadinya yang utuh sehingga dapat tercegah
dari split personality. Jika hal ini terjadi maka tidak pernah ada dilema antara
dirinya sebagai warga negara dan dirinya sebagai muslim. Insan ini telah
mengintegrasikan masalah suksesnya dalam upaya pembangunan Nasional
bangsa ke dalam suksesnya perjuangan umat Islam Indonesia dan
sebaliknya.
e) Kualitas insan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil
makmur yang diridhoi Allah SWT:
• Insan akademis, Pencipta dan Pengabdi yang bernafaskan Islam dan
bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi
Allah SWT.
• Berwatak, sanggup memikul akibat-akibat yang dari perbuatannya sadar
bahwa menempuh jalan yang benar diperlukan adanya keberanian moral.
• Spontan dalam menghadapi tugas, responsif dalam menghadapi persoalan-
persoalan dan jauh dari sikap apatis.

7
• Rasa tanggung jawab taqwa kepada Allah SWT, yang menggugah untuk
mengambil peran aktif dalam suatu bidang dalam mewujudkan masyarakat
yang adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.
• Korektif terhadap setiap langkah yang berlawanan dengan usaha
mewujudkan masyarakat yang adil dan Makmur
Setiap anggota HMI berkewajiban meningkatkan kualitas dirinya menuju
kualitas insan cita HMI. Untuk itu setiap anggota HMI harus mengembangkan sikap
mental pada dirinya yang independen untuk itu:
• Senantiasa memperdalam hidup kerohanian agar menjadi luhur dan
bertaqwa kepada Allah SWT.
• Selalu tidak puas dalam mencari kebenaran
• Teguh dalam pendirian dan obyektif rasional menghadapi pendirian yang
berbeda.
• Bersifat kritis dan berpikir bebas kreatif
• Selalu haus terhadap ilmu pengetahuan dan selalu mencari kebenaran
Hal tersebut akan diperoleh antara lain dengan jalan:
• Senantiasa meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam yang
dimilikinya dengan penuh gairah.
• Aktif berstudi dalam Fakultas yang dipilihnya.
• Mengadakan tentor club untuk studi ilmu jurusannya dan club studi untuk
masalah kesejahteraan dan kenegaraan
• Selalu hadir dan pro aktif dalam forum ilmiah
• Aktif dalam mengikuti karyaseni dan budaya
• Mengadakan kalaqah-kalaqah perkaderan dimasjid-masjid kampus
Dalam buku yang ditulis oleh Prof. Dr. H. Agussalim Sitompul, ada empat hal
yang mesti di lakukan HMI dan kadernya, yaitu melakukan koreksi total keberadaan
HMI saat ini untuk melihat dan mengevaluasi dimana kekurangan dan kelemahannya,
mengetahui faktor-faktor kemundurannya, melakukan dekonstruksi dan selanjutnya

8
rekonstruksi pemahaman ajaran Islam. Selain itu juga memperkokoh tradisi intelektual
dan kemauan untuk mereformasi diri.
HMI harus mampu mendeskripsikan lagi perjalanan reganisasinya agar dapat
meningkatkan keunggulan komparatif SDM yang dimilikinya sekaligus eksis di tengah
gerakan-gerakan sosial masyarakat. Karena itu HMI harus bekerja keras untuk kembali
memposisikan diri sebagai pemilik tradisi intelektualisme dan mampu mengambil
peran populis di tengah-tengah masyarakat. Dua langkah ini menunjukkan HMI sedang
kembali ke khittah-nya.
Para kader HMI harus mampu mengidentifikasi dan merumuskan berbagai
jawaban atas tantangan-tantangan yang ada; berorientasi jangaka panjang, senantiasa
meningkatkan kualitas SDM (dengan penguasaan atas iptek dan memiliki kualitas
imtak), sehingga peran para kader HMI betul-betul mampu dirasakan oleh segenap
bangsa yang lain. Para kader HMI harus tetap menjadi “manusia pembelajar”, rendah
hati dan sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu dan menguasai teknologi, senantiasa
cerdas dan mampu berbuat-sekecil apa pun bagi masa depan ummat dan bangsa
Indonesia secara lebih baik. Dengan demikian, diharapkan para aktivis/kader HMI
senantiasa memiliki wawasan yang luas, kemampuan dan kecakapan dalam
penguasaan iptek, sehingga mampu menjawab tantangan zaman.
Dari sekian banayak kritikan terhadap HMI dan kader-kadernya tapi tidak
sedikit juga yang menberikan solusi terhadap HMI dan kadernya supaya di jalankan dan
HMI bisa kembali pada Khittah-nya. Dalam catatan harian Ahmad Wahib yang berjudul
“Pergolakan Pemikiran Islam”, beliau mencoba menerjemahkan mission HMI
sebagai mana telah ditulis dalam BAB II Landasan Teori.
Kreatifitas adalah motor penggerak kebudayaan dan bagi organisasi dia
merupakan suatu yang sangat essensial bila organisasi tersebut ingin menjadi
angkatannya sejarah. Bagi manusia kreatifitas merupakan hakekat lanjut dari hakekat
eksistensinya yakni dalam kemerdekaan dalam rangka memecahkan masalah -
masalah hidupnya dalam pergulatan dengan situasinya. Creativity is the specipically
human element. Creative thougt is what a machine cannot yet do.

9
Kader HMI harus selalu ingin menemukan hal-hal yang baru agar tidak
ketinggalan zaman dan mampu menjawab tantangan zaman. Setidaknya baru bagi
dirinya sesuai dengan cita rasanya. Dalam mencapai tingkat kreatifitas ini, ada suatu
bahaya yang perlu kita sadari yaitu penyakit “kreatifitas mekanis”, suatu istilah yang
sebetulnya mengandung kontradiksi. Istilah itu berarti selalu aktif mencari sesuatu
yang baru tapi tidak asal baru, tanpa mempertimbangkan benar atau salah, bermanfaat
atau tidak. Kreatif saja tidak cukup tanpa di tunjang oleh kemampuan akademis yang
memadai serta watak pengabdi yang agung. Emosi mencipta ini akan membuat kita
gelisah. Dan kegelisahan membuat kita bergerak. Kita tidak akan pernah puas dengan
situasi kegelisahan ini, kegelisahan yang memang kita cari sendiri.
Pembaharuan-pembaharuan dalam bidang pemikiran akan berlanjut terus
selama dunia masih berkembang. Karena itu tinggal memilih apakah kita ini
menjadi creative modernizer atau reactive modernizer.
Dalam sejarah HMI memang selalu menciptakan sesuatu hal yang baru yaitu
sebagai creative modernizer berbanding terbalik dalam realitanya sekarang kader HMI
cenderung menjadi reactive modernizer.
Maka tidak bisa dipungkiri dan bukan rahasia umum lagi dalam tujuan ber-HMI
haruslah setiap kader berpendidikan tinggi dan tuntutan untuk menjadi
pencipta/kreatif yang tinggi atau “developed creativity” maka apabila setiap kader HMI
bisa mencapai kedua-duanya insya Allah HMI tidak akan pernah mati di telan waktu.
Tentu saja kemampuan akademis dan sikap hidup kreatif saja tidak cukup.
Keduanya hanya menghasilkan kemampuan kreatif. untuk apa kemampuan kreatif itu
kita manifestasikan kalau bukan untuk sesama manusia? Untuk ini kita perlu
menghidupkan idealisme dalam diri kita yaitu watak pengabdi (dedikatif) yang dengan
ikhlas dan bersikap simpati karena sikap simpati adalah sikap yang inherent pada
seseorang yang bernama insan pengabdi. berkreasi untuk kepentingan bersama,
organisasi ataupun masyarakat.

10
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
HMI harus senantiasa memperbaiki diri organisasinya, karena mengacu kepada
10 indikator yang disebutkan diatas oleh Agussalim Sitompul dalam buku 44 Indikator
Kemunduran HMI, itu adalah permasalah yang dihadapi oleh HMI dan kadernya sendiri,
sehingga mengakibatkan realitas kader saat ini menurun kualitasnya, tidak seperti HMI
zaman dahulu yang kualitas keilmuan nya sangat luar biasa, namun sekarang
kualitasnya menurun.
Untuk meningkatkan kualitas kader HMI maka kita perlu menganalisis 10
indikator tersebut untuk kemudian dijadikan sebagai bahan evaluasi HMI kedepannya,
dan juga bagi kader HMI harus senantiasa mengedepankan ajaran Islam agar dalam
setiap Langkah – Langkah nya selalu disertai dengan nilai – nilai keIslaman dan
semangat kebangsaan yang tinggi.
Kader HMI sendiri harus selalu menjadi pribadi yang selalu gelisah. Karena
dengan kegelisahan apabila diarahkan ke hal yang positif maka akan menjadi hal yang
luar biasa, dengan begitu maka terbentuklah secara lami Insan akademis, pencipta,
pengabdi yang bernafaskan Islam dan diridhoi oleh Allah SWT.

11
DAFTAR PUSTAKA
Sitompul, Agussalim, 2005. 44 Indikator Kemunduran HMI Suatu Kritik dan Koreksi
Untuk Kebangkitan Kembali HMI, CV Misaka Galiza
Sitompul, Agussalim, 1976. Sejarah Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam (1947 –
1975), CV Misaka Galiza
Tariga, Azhari Akmal, 2018. Nilai – Nilai Dasar Perjuangan HMI Teks, Interpretasi, dan
Kontekstualisasi, Simbiosa Rekatama Media
Wahib, Ahmad, 2003. Pergolakan Pemikiran Islam Catatan Harian Ahmad Wahib, LP3ES

12

Anda mungkin juga menyukai