Anda di halaman 1dari 15

Rekonstruksi Ideologi Cak Nur di HMI Februari 5, 2009

HANYA dengan Al-Quran dan terjemahnya kita sudah dapat memakai dan
‘memelintir’ ayat-ayat suci dengan bebasnya. Masalah kemampuan bahasa arab, asbab al-
nuzul dan tetek bengek lainnya ‘tidak dipentingkan’. Memang lazimnya demikian. Toh,
semuanya akan berpusing-pusing pada tafsir. Itu bahasa sadisnya saat kita berhadapan dengan
majlis pengajian pada umumnya.

Praktik tadi sungguh berbeda saat kita berhadapan dengan naskah Nilai-nilai Dasar
Perjuangan/Nilai Identitas Kader (selanjutnya ditulis NDP), sebuah rumusan Islam yang khas
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang didirikan pada 5 Februari 1947. Naskah NDP itu
sendiri baru disahkan pada Kongres HMI IX di Malang (Mei 1969).
Untuk memahami, apalagi mengajarkan, NDP kita harus menjalani praktik-praktik
ritual tertentu yang tidak sembarang orang dapat melakukannya, mulai dari Basic Training
(Latihan Kader I/LK I), pendalaman NDP Pasca LK, Training Up Grading NDP, Senior
Course sampai Training Instruktur NDP. Kita juga tidak boleh meninggalkan wirid intensif
dengan membaca karya-karya Nurcholish Madjid (Cak Nur).

Pembalseman Cak Nur

Mengapa hal ini dapat terjadi? Banyak alasan dapat dikemukakan. Pertama,
Pembalseman Cak Nur secara sistematis. Pengaguman terhadap Cak Nur membuat semua
orang merasa rendah diri ketika berhadapan dengan pemikiran-pemikirannya. Penjara
imajinasi ini mengkondisikan Cak Nur laksana Tuhan bagi agama HMI. Ia bersabda di
puncak gunung dan umat di bawahnya cuma mengaminkannya. Fobia kritik dijadikan alasan
utama melarang dan menghakimi orang agar berbuat hal yang sama sebagaimana dirinya.

Padahal, NDP bukan tafsir kitab suci, juga bukan kumpulan hadis. Orang lupa, Cak
Nur yang membuat draft NDP di periode 69-an berbeda dengan Cak Nur millenium baik dari
sisi usia, intelektualitas, pengalaman dan lain-lain. NDP merupakan sebuah cara pandang
Islam ala Cak Nur muda, yang ekstremnya, belum tentu benar. Repotnya, kader HMI sulit
memahami evolusi pemikiran seseorang yang dapat berubah seiring waktu, kontemplasi, dan
kedewasaan. Adalah hal biasa pemikiran masa lalu tidak lagi sesuai dengan pemikiran masa
kini. Tidak ada alasan untuk takut mengkritik Cak Nur muda.

Mengkritisi NDP tidak ada hubungannya sama sekali dengan penghormatan kepada
Cak Nur. Cak Nur tetap kita hormati dan terhormat dengan sendirinya ketika pemikiran-
pemikirannya turut memperkaya khazanah pemikiran Islam Indonesia. Cak Nur adalah
sedikit tokoh yang pemikiran brilyannya didengar betul oleh paling tidak 4 presiden mulai
dari Suharto sampai Gus Dur.

Bias Figur dalam Kerja Kolektif

Kedua, bias personalisasi dalam realitas kolektif. Sesungguhnya perumusan NDP


dihasilkan dari kerja kolektif, bukan individual. Beberapa bagian NDP jelas dikerjakan oleh
kader muda HMI lainnya, seperti Endang Saefuddin Anshari, Saqib Mahmud, M Dawam
Rahardjo dan yang lain. Bukan tidak mungkin terjadi benturan ide dan paradigma satu sama
lain. Penguapan konsistensi ideologi dapat berbanding lurus pada wilayah ini.
Ketiga, pada saat itu, arus pemikiran keislaman disemarakkan oleh pertentangan
yurisprudensi simbolis antara berbagai organisasi Islam tradisional dan modernis; di sisi lain,
terbatasnya wacana keislaman alternatif dan referensi-ditandai dengan sangat minimalnya
peredaran buku-buku pemikiran keislaman berbahasa Indonesia-turut memainkan peranan
yang tidak sedikit pada gaya bahasa, kedalaman bahasan dan kelengkapan tema NDP. Apalagi
saat itu HMI sedang berada pada dua arus besar konflik politis-ideologis, dengan CGMI, dan
rezim transisional dari Orla ke Orba.

Dengan seluruh fenomena di atas, wacana-wacana keagamaan alternatif-yang


mungkin bukan sesuatu yang “luar biasa” di masa kini-seperti mendapat momentum.
Pemikiran-pemikiran radikal, Ahmad Wahib misalnya, menjadi sesuatu yang wah
diperhadapkan dengan pemikiran keislaman konvensional saat itu.

Pada posisi inilah kita dapat mencoba memahami mengapa dalam suatu kurun waktu
yang panjang, NDP menjadi sesuatu yang khas dan sulit untuk dikoreksi. Keterjagaan
momentum ini, secara alamiah, terus “dilestarikan” dengan semakin gemilangnya tokoh-
tokoh perumus NDP dalam konstelasi pemikiran sosial keagamaan di Indonesia. Hal berbeda
mungkin akan kita temukan seandainya para perumus NDP berevolusi sebagai orang-orang
kebanyakan sehingga tidak populer.

Akhirnya, kita juga paham mengapa banyak kader tidak memahami naskah NDP,
meskipun membaca berulang kali. Ketidakmengertian dinisbahkan pada kebekuan intelektual
mereka dan bukan pada naskahnya. Setiap kali selesai membaca yang berakhir dengan
kebingungan, setiap kali itu pula kader seakan berkata bahwa ia ternyata begitu bodoh. Dan
masih saja bodoh meskipun telah membaca referensi-referensi lainnya.

Pengapuran Intelektualisme

Keempat, pengapuran intelektualisme, akibat semakin menggejalanya wacana politis


praktis ketimbang intelektualisme. HMI yang menang perang bharatayudha melawan
PKI/CGMI dan anasir Orla lainnya seperti ketiban pulung. Gelombang besar mahasiswa yang
mendaftar sebagai kader HMI baru pasca Orla ternyata tidak berdampak signifikan pada
pembaruan dan pematangan teologis. Memang format dan materi perkaderan senantiasa terus
berkembang, tapi semua itu tidak dibarengi dengan peninjauan ulang seluruh nilai yang
menjadi landasan ideologis HMI.
Perkembangan struktural konstelasi politik dan kesibukan lainnya membuat kader-
alumni HMI boleh dikata tidak dapat lagi mencurahkan sedikit perhatian kepada materi-
materi utama perkaderan yang mendasar. Bahkan fenomena bombastis di atas dijadikan salah
satu alasan untuk tidak menoreh tinta merah pada materi ideologi. Apalagi yang harus diutak-
atik, kalau dengan keadaan sekarang saja HMI sudah dapat besar, kader-kadernya banyak
yang sudah jadi orang dan menjadi motor di banyak wilayah strategis?

Alih-alih memperbarui, keberadaan NDP diperkokoh dengan polesan dalil-dalil ayat


suci sebagai lampiran untuk mencuatkan dimensi keagamaan naskah tersebut. Kongres
diadakan sebagai legitimasi naskah. Padahal, perangkat hukum yang menopang bagi
kemungkinan diadakannnya sebuah rekonstruksi naskah ideologi sudah cukup memadai.

Lengkaplah sudah mistifikasi NDP. Ia merupakan naskah suci, sakral sehingga anti
kritik. Padahal, sakralisasi pada segala sesuatu selain Allah adalah praktik kemusyrikan.

Mengawali Rekonstruksi

Sebagai nilai dasar perjuangan, NDP membutuhkan unsur-unsur penyempurna bagi


tumbuhnya sebuah ideologi/paradigma/filsafat hidup/pandangan dunia: Sistematika yang
jelas dalam penalaran rasional (filosofis), kemudahan aplikasi teori praktis (sosiologis), efek
perubahan individu dan masyarakat.

Penguatan dimensi kemanusiaan yang ada di NDP jelas membawa dampak signifikan.
Di satu sisi ia membawa dengan genial pesan-pesan peradaban, agar kader HMI tidak
gamang dan takut menghadapi perubahan zaman. Di sisi lain, materi NDP menjauh dari
pendekatan filosofis, sesuatu yang selayaknya menjadi titik sentral ideologi. Pendekatan
sosiologis membuat Islam ditampilkan sebagai ‘Kehadiran’ yang mendahului ‘Kebenaran’,
dasar teologi Kristen, bukan ‘Kebenaran’ mendahului ‘Kehadiran’.

Aspek filosofis di NDP, kalaulah ada, juga berputar-putar pada paradigma Calvinian.
Kerancuan aspek filosofis dan sosiologis ketika berhadapan dengan teologi membuat kader
semakin percaya bahwa tiada keterkaitan sama sekali antara ruang publik (rasionalisme) dan
ruang privat (keimanan). Alih-alih mewartakan kebenaran Islam, pemberian materi NDP
menggiring kader pada paradigma Kristen (pada Bab Ketuhanan, Bab Kemanusiaan dan Bab
Ilmu Pengetahuan) dan Marxian (pada Bab Individu-Masyarakat dan Bab Keadilan Sosial
Ekonomi).

Kesenjangan inilah yang menyebabkan mengapa instruktur NDP cenderung berbeda


visi dan pemahaman satu sama lain. Ketidakmampuan memahami konteks historis yang
melatarbelakangi perumusan NDP; ketidakmampuan memahami paradigma yang dipakai
para perumus; ketidaktahuan batasan liberalisasi NDP; kurangnya referensi perbandingan
dalam memahami NDP; dan kurangnya ilmu alat yang dimiliki pemateri NDP dapat dijadikan
kambing hitam susulan.

Efeknya, sebagian pemateri NDP, terutama pada LK I, membawa materi seperti


pengajian yang monolitik dan dogmatik. Alih-alih menggiring kader menuju kesadaran
teologis, instruktur malah membuat kader terhalusinasi pada ghirah kebablasan.

Pemateri NDP cenderung membawa materi dengan paradigmanya masing-masing.


Cak Nur difitnah untuk membenarkan keyakinan pemateri. Perlu dicurigai bahwa banyak
pemateri yang belum bersentuhan dengan pemikiran-pemikiran Cak Nur dan studi banding
dengan referensi lain yang berhubungan. Di sisi lain, studi kritis NDP dimentahkan oleh
alasan bahwa segala penjelasan tentang nasklah ideologi tahun 1969 telah ada di buku-buku
Cak Nur yang baru beredar tahun 1990an. Ini tidak logis. Tiada relevansi apa pun antara buku
Cak Nur dengan NDP qua NDP.

Nampaknya banyak pihak yang tidak bisa membedakan dengan jernih antara
rekonstruksi dan dekonstruksi. Sedari awal tulisan ini hanyalah kritik terhadap pondasi
bangunan NDP Cak Nur yang lebih nampak sebagai ‘Natsir Muda’. Namun penulis tetap
yakin bahwa nilai-nilai pengubah/perbaikannya masih dapat dilihat pada evolusi pemikiran
Cak Nur setelah ia semakin kosmopolit dan universal.

Pada tingkat struktural, bias ideologi berkembang semakin kompleks ketika organisasi
dituntut agar memberikan kejelasan arah kaderisasi. Pada satu aspek HMI telah berhasil
membentuk kader yang mempunyai karakter ideologis tertentu. Namun pada aspek lain,
sebagaimana telah diterangkan di atas, HMI boleh dikata telah gagal membentuk format
keislaman yang utuh.

Menjawab keparsialan NDP, instruktur yang mempunyai dalil kuat untuk menolak isi
materi NDP Cak Nur bermain dengan kerangkanya sendiri. Pada aspek dinamika intelektual,
ia layak diacungi jempol karena mampu membuat sebuah konsep alternatif. Pada aspek
struktural, ia dikategorikan menyimpang dari kurikulum baku dan melanggar aturan main
organisasi. Apalagi yang ‘didekonstruksi’ adalah materi ideologi.

Menyusun Agenda Rekonstruksi

Niat awal yang melandasi pembuatan rekonstruksi ini adalah bagaimana kita melihat
wacana perubahan dalam menatap (naskah) ideologi. Biarkanlah semua pihak menimbang
NDP dengan sudut pandangnya masing-masing. Toh semuanya akan dinilai secara objektif
lagi proporsional untuk mencari yang terbaik. Dari mana pun datangnya hikmah itu. Yang
penting, tidak boleh ada satu pun wilayah yang bebas kritik. Namun hendaknya perlu diingat
bahwa sebuah rumusan ideologi senantiasa berisi konsep-konsep umum, bukan semacam
juklak atau juknis.

Sudah barang tentu setiap draft tidak boleh disebut sempurna. Masih banyak hal yang
perlu dikoreksi, diperjelas dan disempurnakan. Masih banyak tema dan bahasan yang perlu
ditambah. Draft rekonstruksi ini juga tidak menafikan keberadaan draft lain yang dibuat oleh
perorangan dan/atau institusi lain. Semakin banyak konseptor akan semakin baik. Maka dari
itu, sangat disayangkan apabila ada pihak yang menganggap rekonstruksi diarahkan atau
dimonopoli oleh seseorang/kelompok tertentu.

Satu hal lain yang perlu dicermati adalah keberadaan senior/instruktur ideologi di
daerah masing-masing. Lepas dari kadar keilmuan masing-masing, menurut penulis, mereka
layak dikunjungi untuk dimintakan urun rembuknya. Biar bagaimana pun, mereka punya
kontribusi tak ternilai bagi perkaderan HMI secara nasional.

Dengan iklim politis HMI yang kental, keterlibatan mereka akan menguatkan
rekonstruksi secara konseptual dan faktual, sehingga tidak akan ada ungkapan sinis kepada
perekonstruksi, “Anak kemarin mau menandingi Cak Nur?” tentu kita sudah tahu kesalahan
logika dari ungkapan melankolis tersebut. Namun dalam ‘dunia politik’ HMI, ketidaksetujuan
sebagian kalangan bisa menjadi duri. Alih-alih bicara ideologi, praktiknya adalah saling jegal
setiap ide baru. Bukan rahasia, banyak pihak yang tidak setuju atas ide rekonstruksi NDP
hanya karena dirinya tidak merasa dilibatkan dalam perumusannya.

Membentuk Tim

Sebuah usulan konseptual cenderung mudah diterima ketika hadir sebagai sebuah
kebutuhan kolektif dalam suasana yang kondusif. Pada kondisi yang tidak tepat sebuah
tawaran alternatif dari segelintir individu dan/atau institusi, misalnya menjelang suksesi,
dapat didramatisasi-dipolitisasi-dinilai secara a priori.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, sebuah tim yang mengakomodasi seluruh perumus
dari level komisariat hingga PB perlu dibentuk. Rumusan-rumusan yang terseleksi secara
konseptual ini (seleksi I) sebaiknya diuji coba dalam sebuah pilot project yang akan
dievaluasi dalam forum khusus (seleksi II) dan diuji kembali (seleksi III). Setelah konsep ini
utuh, draft rekonstruksi NDP dapat diajukan dalam Kongres mendatang.
Dengan demikian, gerakan rekonstruksi NDP dapat dilakukan dengan gerakan
kultural dan struktural. Pada satu sisi kita mengikuti ketentuan dan hierarki organisasi dengan
keputusan akhir tetap di Kongres. Di sisi lain penguatan basis (komisariat/korkom/cabang)
tetap dilakukan. Tanpa basa-basi birokrasi, internalisasi NDP dapat dilakukan sedini
mungkin. Praktik ini secara alamiah pula dapat dianggap sebagai proses pembentukan
Lembaga Pengelola Latihan (LPL) di setiap insitusi cabang, kalau memang belum ada.

Pasca rekonstruksi ideologi, kita perlu juga memikirkan rekonstruksi perkaderan


mengingat perubahan materi berimplikasi signifikan pada pembumian materi. NDP yang
selama ini diformat dalam satu naskah dapat dikembangkan menjadi tiga naskah dengan titik
fokus dan berat yang berbeda mengikuti tingkatan perkaderan formal: basic (LK I),
intermediate (LK II) dan advance (LK III).

Merangkai Mimpi

Itu harapan idealnya. Jangan berharap banyak bahwa pada akhir pelaksanaan
rekonstruksi berikut segala pelatihan percontohannya akan menghasilkan kader-kader yang
menjadi pemikir tercerahkan (rausyan fikr). Eksplorasi wacana ini bukanlah indoktrinasi
mekanis seperti yang dilakukan banyak harakah, yang mengalami split personality,
menuhankan dirinya karena bingung membedakan pendapatnya dengan ayat-ayat Tuhan yang
ditentengnya ke sana ke mari. Juga bukan seperti kebanyakan aktivis rasialis himpunan
mahasiswa yang mengalami post-power syndrome, menganggap kebenaran hanya datang dari
duli senior.

Pada dirinya sendiri, NDP bukanlah himpunan peraturan operasional yang


menawarkan tindakan praktis. Tidak seperti materi-materi informatif lainnya, materi NDP
kering dan abstrak sehingga tidak menarik minat banyak kader untuk mengkajinya. Dengan
demikian, adalah hal wajar kalau hanya ada segelintir orang yang berhasil tersaring, syukur-
syukur menjadi pemateri, dari ramaian peserta kajian atau pelatihan.

Setelah seluruh aktivitas rekonstruksi ini berjalan, boleh kita bermimpi tentang
terbentuknya kader yang dapat menggabungkan pengetahuan tradisional dan modern; yang
menghimpun nilai-nilai kebijakan secara harmonis. Kader seperti ini tiada pernah
meninggalkan dan melupakan dimensi transenden; mempunyai pemahaman yang integral
seputar diri/manusia-alam-Tuhan; tidak mudah terseret pada paradigma politis, serta tidak
mudah terhegemoni oleh negara. Boleh kita mengharap kader yang menjadi cahaya, yang
terang dengan sendirinya dan menerangi segala sesuatu di luar dirinya. Rekonstruksi ideologi
adalah sebuah tindakan wajar sebuah organisasi kader ketika ingin mereposisi diri pada dunia
yang terus berubah. [andito]

Jakarta, 5 Februari 2001.

1. dudinov - Februari 6, 2009

secara umum, anak HMI dah ketinggalan sama anak NU dalam mengkritik cak nur.
bacalah PLURALISME BORJUIS karya nur khalik ridwan. Kamarana budak HMI
teh, ngurus politik praktis wae nya…harudang euy, dunia tak sesempit politik praktis.
salam

Balas
2. Arif Giyanto - Februari 7, 2009

Bukan pesimis pada kemampuan generasi setelah Cak Nur. Pada kenyataannya, di
berbagai tempat, NDP hasil Kongres tidak disampaikan. Banyak dari mereka yang
tetap berpatok pada NDP zaman Cak Nur muda.

Atau, kita amini saja, bahwa generasi HMI memang tak sepantar lagi dengan Cak Nur
muda, bahkan hanya untuk mengkritisi pemikirannya.

Balas
3. Mohammad - Februari 8, 2009

Banyak juga yang gak bisa ngaji sich di HMI, tapi belaga tafsir kanan-kiri, jadinya,
HMI benar-benar jadi relativis..

Balas
4. asoy.. - Februari 11, 2009

Tidak Hanya HmI yang telat merekonstruksi gagasan pendahulu nya.. hampir disetiap
komponen muda anak bangsa, hal itu terjadi.. Klo cuma menyodorkan contoh anak2
NU yg berhasil mengkritisi gagasan Cak Nur sebagai bukti tanding, sangat tidak
nyambung sillogismenya, apalagi ditambah dengan menyalahkan kelakuan anak2
HmI yg melulu politik praktis, emang NU gk ? politik y harus dapat diterapkan secara
praktis.. yang patut untuk dicermati adalah semangat , semangat nya apa ? semangat
yang berada dibalik gagasan rekonstruksi NDP HmI tersebut.. klo cuma mau
gagah2an organisasi atau basis perjuangan, bwt apa ? uda gagah kok, apa nunggu
dadanya meledak.. klo demikian, bukan hal yang mustahil klo kita semua, teman2
pembaca, akan terarah pada eksklusifitas tertentu .. bahwa kita di dunia ini memiliki
kewajiban memakmurkan Bumi, membela yang tertindas, berbuat adil dan condong
pada kebenaran.. wallahu a’lam..bwt penulis, saya minta draft NDP hasil
rekonstruksinya y, bwt saya pelajari.. kirim ke

Balas
5. asoy.. - Februari 11, 2009
Tidak hanya HmI yang telat merekonstruksi gagasan pendahulu nya.. hampir disetiap
komponen muda anak bangsa, hal itu terjadi.. Klo cuma menyodorkan contoh anak2
NU yg berhasil mengkritisi gagasan Cak Nur sebagai bukti tanding, sangat tidak
nyambung sillogismenya, apalagi ditambah dengan menyalahkan kelakuan anak2
HmI yg melulu politik praktis, emang NU gk ? politik y harus dapat diterapkan secara
praktis.. yang patut untuk dicermati adalah semangat , semangat nya apa ? semangat
yang berada dibalik gagasan rekonstruksi NDP HmI tersebut.. klo cuma mau
gagah2an organisasi atau basis perjuangan, bwt apa ? uda gagah kok, apa nunggu
dadanya meledak.. klo demikian, bukan hal yang mustahil klo kita semua, teman2
pembaca, akan terarah pada eksklusifitas tertentu .. bahwa kita di dunia ini memiliki
kewajiban memakmurkan Bumi, membela yang tertindas, berbuat adil dan condong
pada kebenaran.. wallahu a’lam.. bwt penulis, saya minta draft NDP hasil
rekonstruksinya y, bwt saya pelajari, sekalian sama naskah awal NDPnya, numpang
copy tulisannya ye.. kirim ke maulanai8@gmail.com

Balas
6. rezandy - Februari 12, 2009

HMI, NU, Muhammadiyah, Syiah, Wahabbi, Ahmadiyah, ASWJ, JIL, semua


bingung…..Tanya kenapaaaaaaaaa…………??? ))

Balas
bust - Agustus 2, 2010

semua bingung ya karena organisasinya sudah sukses..

untuk memperthankan kesuksesan itu maka terjadilah suatu permasalahan untuk


mempertahankan keajayaan itu. gk usah pnjang lebar ea… ckup di pahami ni….
mohon maaf.

Balas
7. reza - Februari 12, 2009

very well explained! semua bingung dan tak pernah ada jawaban:))

Balas
8. dudinov - Februari 13, 2009

buat asoy: saya gak bilang anak2 NU, tp anak NU. ente dah tamat logika? anak HMI
mana karya utuh (buku) tentang kritik cak nur? plis dong ah

Balas
9. Mohammad Reza - Februari 13, 2009

yang jelas, semuanya harus dikritisi dech… kritisi aja dulu pikiran kita semua, kalo
perlu iman kita juga dikritisi

Balas
10. Pandji - Februari 18, 2009
Kang, sepertinya masih banyak tulisan / artikel senada berkaitan dengan aktivitas
training / NDP/ dkk yang belum di up load nih. mohon segera di upload agar kader
ideologis bisa mendapatkan sumber pencerahan. ( ini permohonan loh ………….
bukan instruksi )

Balas
11. asoy deui.. - Februari 18, 2009

buat Dudinov : Iya, maaf2, Soalnya saya cuma mengulang kesalahan yang bung
Dudinov lakukan di comment awal bung Dudinov.. isinya commentnya seperti ini :
” anak HMI dah ketinggalan sama anak NU dalam mengkritik cak nur, bacalah
PLURALISME BORJUIS karya Nur Khalik Ridwan “.. NU sebagai Institusi pastilah
terdiri dari lebih dari satu orang, sementara Nur Khalid Ridwan adalah salah satu anak
NU, bukankah itu terlalu generalisir klo kemudian mengatakan ” Kamarana budak
HMI teh, anak HMI dah ketinggalan sama anak NU “.. tanpa perlu make “anak2 NU”,
toh sama aja khan dengan “anak NU”.. menurut bung Dudinov beda y, antara “anak
NU” dengan “anak2 NU” ?! hehe.. klo perbedaan yg bung Dudinov akui yaitu dengan
alasan bahwa yg satu diucap/tulis secara berulang sedangkan yang satu lagi tidak
diikuti dengan pengulangan, yah, LemaHHH!!! 3x..

klo tamat ato blm tamatnya sih gk tau, soalnya gk ada ujiannya, lagipula cuma blajar2
dikit doank.. klo adaa ujiannya kyknya gk lulus/tamat deh.. emang klo belajar logika
ada embel2 tamat atau belum/gk tamat, y ? buat sertifikat kyk gtu y..

paling tidak, ada dunk naskah/draft rekonstruksi NDP -nya Cak Nur, kalee aja mas yg
punya blog ini punya [ mas anditoaja ].. mas anditoaja punya naskahnya gk ? trus klo
bukan kader HMI bisa meng-aksesnya naskahnya gk ? ( ini permohonan loh…bkan
instruksi )

Balas
12. dudinov - Februari 19, 2009

buat asoy: okey, titik tekannya bahwa Cak nur tetap menjadi logosentrisme di HMI
bahkan mas andito sendiri tetap tak bisa memasukkan rekonstruksi NDP di kongres,
ini menunjukkan bahwa kader2 HMI secara organisatoris tak PD untuk kritis thd cak
nur. sanes kitu soy? ana dari cabang bandung, korkom UPI

Balas
13. asoy deui.. - Februari 21, 2009

O gtu, mas Andito nya cuma “sendirian” y, yg pgn masukin rekonstruksi NDP
dikongres, kasian bgt doi.. jadi inget judul lagu nih.. salutte lah klo gtu..
trus kongres itu khan moment politis, acara yg selalu dinanti2itu khan perihal siapa
mandat selanjutnya tongkat kepemimpinan.. klo emang pada mulanya naskah
rekonstruksi itu naskah ideologis, yg tdk mudah bgtu saja diketuk2 palu, berarti bukan
berhasil ato tdknya dia [ mas anditoaja ] memasukkan rekonstruksi NDP d kongres,
pastinya butuh waktu panjang khan, mungkin aja bisa dilakukan uji materil atasnya,
itu dilakuin gk ama kader HMI ? kyk mekanisme uji materil atas produk undang2
gtulah, harusnya [ saran sih ] itu yg dilakukan dong.. mungkin karena itu jug y, mas
anditonya curhat ditulisannya, yg dia bilang begini : ” Bukan rahasia, banyak pihak
yang tidak setuju atas ide rekonstruksi NDP hanya karena dirinya tidak merasa
dilibatkan dalam perumusannya “. siapa itu mas ? senior y, yg bilang : “Anak kemarin
mau menandingi Cak Nur?” ? wah3, HMI itu dipunyai/dimiliki ama seniorny y, tafsir
Independen-nya kyk gmana y.. gk sepakat sob, klo ente bilang bahwa kader2 HMI
secara organisatoris tak PD untuk kritis thd Cak Nur, itu mas anditoaja-nya khan ada,
dan bagi saya, klaim yg Bung Dudinov lakukan fallacy, karena terbukti ada
[ walaupun satu ] kader HMI yg coba mengkritisi Cak Nur.. klo tadi dibilangnya
sebagian sih gk apa2.. uda sebelumnya melakukan generalsasi, trus skarang tidak bisa
melakukan pembuktian terbalik pula.. Bung dudinov anak HMI jug y, trus korkom itu
apaan.. UPI sih tau, tap klo korkom apaan ya ? mirip sama nama musuhnya satria baja
hitam gtu namanya.. Trus klo Bung Dudinov anak HMI jug, apa urusannya, kyknya
maslh pribadi deh itu, org ngunjungi blog ini jug krn pgn baca2 doang, soalnya enak,
klo dijadikan sebagai awalan diskusi buat yg sesama pembaca maupun sesama penulis
dan pembaca, skalian comment dikit2lah, gk ada urusan mau ank HMI , mau gk.. trus,
klopun emang anak HMI, kok bisa y ?! jadi heran, jgn2 bung jug termasuk yg
dikategorikan ama mas anditoaja itu sebagai org yg tidak dilibatkan y.. kasian jug y..

Balas
14. syaiful - Maret 11, 2009

malam. berkunjung nih. baca-baca dulu ya

Balas
15. usang - Maret 13, 2009

hembuskan angin surga agar bara jadi nyala rekonstruksi ndp demi Islam hakiki tapi
“lungse” Bang |!!

Balas
16. rusi - Maret 24, 2009

bikin bahantayang dari materi abang donk… cz saya lebih bisa menyerap dengan
visual yang ada gmbarnya…

Balas
17. Helyanto - April 3, 2009

saya g tau harus berkomentar apa, karena barangkali saya baru masuk HMI cuman
yang jelas, para aktivis sekarang ini terlalu praktis dalam persoalan politik sementara
pemahaman terhadap ke HMIan yang misinya terbinamya insan akademis pencipta
dan pengabdi tidak lagu mewarnai terhada jiwa para kade, saya ingi pemahaman
bagaimana dengan perubahan girum aktivis HMI sekarang?

Balas
18. Diwz_Rebelz - April 12, 2009

jangankan cak nur…angkat kritik ke senior HMI lokal pun khan gag mampu…
haha…jadi bukan soal logosentrisme cak nur de es be semata… lebih jauh, boleh jadi
degradasi moral… Buat siapa donk kalo gitu HMI ada ?!… Buat ngatrol elit
alumninya-kah ?!… walah…teras palih mana atuh inklusifitas, progresifisme HMI teh
?!…
boa waduuul…

Balas
19. I- slam - April 14, 2009

itu NDP yang Cak Nur, coba baca NDP yang hasil kongres di makassar lebih jelimet
dan filosofis pisan malahan pas di HMI bandung ada materi ummah dan imamah yang
katanya jadi jenjang pemahaman NDP ,,,materi kontroversial sunni-syiah ko
pematerinya seolah2 dari salah satu sekte itu aja … saya dulu inget katanya di HMI
itu plural dari pelbagai mazhab, tapi pas materi2 tertentu dari dalam pemteri HMI
sendiri ngeritik mazhab lainnya. memang fikih nggak secara terang2ngan di bahas di
HMI tapi menurut saya ada sebagian materi yang justru mengarahkan pada suatu
sekte tertentu yang akhirnya ujung2nya ke fikih juga… ya semoga za anggapan saya
ini salah dan kurang pemahaman saya atas kondisi yang ada tapi ju2r saya kerap kali
berfikir seperti ini

Balas
20. ressay - April 22, 2009

Mengkritik mazhab qo ndak boleh.

Ummah dan imamah? Sepanjangan kegoblokan gw, kagak pernah yang namanya
imamah di NDP Makassar.

Mengenai fiqih, lebih baik mengajarkan fiqih tertentu selama yang mengajarkan
memberikan dasar hukumnya, ketimbang membiarkan kader HMI melakukan
rutinitas fiqihnya tanpa pernah mengetahui dasarnya. Bego tuh namanya.

Balas
21. Ishaq Mohamad - Mei 21, 2009

saya pikir rekotruksi NDP bukan berarti kita tidak menghargai pemikiran cak
Nur,saya pikir Cak Nur adalah seorang pemikir yang sudah sangat memberikan
sumbangsih pemikiran yang besar bagi organisasi ini.adapun rekontruksi ini adalah
bagaimana NDP lebih menambah day kritis para kader HMI tapi yang lebih penting
adalah ketika NDP yang baru ini dapat mepertajam nilai keIslaman para kader HMI
dalam arti para kader tidak berputar-putar pada hal yang bersifat teori saja tapi dapat
bersifat nyata (amal) maka merupakan suatu kemjauan besar bagi organisasi ini,Insya
Allah NDP baru ini lebih mendekatkan diri kita kepada Allah SWT sehingga ridho-
Nya dapat kita rasakan.YAKIN USAHA SAMPAI

Balas
22. I- slam - Mei 25, 2009

@ ressay: saya sepakat dengan anda ttg mengajarkan fikih dengan memberikan
dasarnya kalo ga mau disebut bego…(lucunya ngaji juga jarang) tapi kalo pemberian
materi2 yang penuh dengan pelbagai perspektif dan yang menyampaikan materi itu
hanya dari satu perspectif dan pemateri itu penganut salah satu perspective lah
bukannya itu “ngebodo-bodoin”, apalbagi sebagian kader yang baru masuk HMI itu
“baru” mengenal wacana keislaman….wah,,,di tempat anda menganut fikih apa nih?
btw. anda ko ngomongnya goblok bego…nyampaikannya yang rada sopan dikit dong,
walaupun kata itu menunjukkannya pada diri anda sendiri. ya, materi itu yg saya tau
ada di TRK 3 (metodologi memahami NDP) HMI Bdg, mungkin belum ada model
TRK di makassar, jadinya anda ngrasa masih panjang k********nnya (maaf)
intinya tuh materi diisi tentang sejarah kepemimpinan dalam Islam setelah
Muhammad saw. wafat dan ma’sum atau tidaknya penggantinya….masalah ada
penunjukkan dan tidak, yang konklusi dari materi itu adalah adanya penunjukkan dan
penggantinyaharus ma’sum…….khilafiah banget lah intinya isi materinya

Balas
23. bekti - Juni 3, 2009

era sekarang seharusnya lebih mampu mengkontekstualisasikan doktrin NDP, dan


perlunya kita sebagai insan kader untuk berbuat, demi kemajuan

Balas
24. ressay - Juni 13, 2009

@I-slam
1. Lebih baik mengetahui apa yang menjadi dasar dari keyakinan kita.
2. Masalah fiqih memang banyak perspektif, tetapi kalau berbicara masalah
pembodohan atau tidak, ah aku pikir itu bagaimana kita mendekonstruksikannya dan
bagaimana merekonstruksinya lagi.

3. ya aku mah goblok, ndak seperti Anda yang pintar.

4. Oh masalah Imamah itu ada di TRK toh? ah semoga Anda tidak mengatakan bahwa
NDP HMI ini marxis abis, karena di TRK 2 ada materi MDH.

5. Ngomong-ngomong, masalah ketuhanan yang ada di NDP pun masih khilafiyah,


masalah konsep kenabian dalam NDP pun masih khilafiyah. Kok bisa?

Konsep ketuhanan, misalnya, khilafiyah pada persoalan Dimanakah Tuhan? Konsep


Kenabian, misalnya, khilafiyah pada persoalan konsep ma’shum Nabi. Kalau baca
buku Manusia dan Alam Semesta Murtadha Muthahhari, setidaknya ada 3 konsep
ma’shum yang berkembang dalam umat Islam. Bukannya itu khilafiyah cuy?

Balas
25. Tasropi - September 8, 2009

Makanya ganti aja ke KhithaH Perjuangan HMI. NDP udah uzur..

Balas
26. ozan - Oktober 10, 2009

Keputusan sudah di sebarkan ke seluruh cabang bahwa Kader HMI sekarang ‘harus’
memakai NDP cak nur, saatnya kader hmi untuk membuat terobosan baru dalam
memperbaiki ideologo hmi itu. tidak mengurangi rasa kritis kita, kader hmi akan
selalu mengikuti nilai nilai dalam naskah itu
Balas
27. Ahmad Baihaqie - November 16, 2009

Assalamu’alaikum Wr. Wb Salam kenal dari Ahamad Baihaqie_salah satu dari


sekiaaaaaaaaan buanyak kader HmI didikan Ciputat.

Jujur,, semenjak saya ikut LK-1 sampai sekarang saya belum menegrti apa sebenarnya
pesan yang ingin disampaikan dari Materi NDP tersebut. tapi saya tetap berusaha
mencapai tujuan dari kegiatan LK-1 yaitu diharapkan pasca mengikutinya dapat :

1. Menjalankan ajaran islam dalam kesehariannya secara benar menurut syari’at islam

2. Mampu meningkatkan prestasi secara akademis

3. Kesadaran dan tanggung jawab terhadap ummat

4. Kesadaran berorganisasi

Menurut yang saya lihat, memang point ke-4 Kesadaran berorganisasi (“Politik
Praktis Kampus”) ini terkadang jadi tujuan yang lebih diprioritaskan, padahal ketika
saya berdiskusi dengan para senior mereka selalu menyarankan mahasiswa untuk
lebih fokus pada pengembangan diri semisal meningkatkan intelektualitas.

Maaf sebelumnya saya nulisnya keluar dari konteks NDP yang sedang kawan-kawan,
kanda n’ yunda bicarakan,

Balas
28. hum - November 27, 2009

Jujur saya akui, NDP merupakan ruh bagi HMI,. jika diijinkan untuk mengomentari,
saya setuju…sudah saatnya NDP mulai di rekonstruksi,.. “Tidak ada nilai praksis
yang melekat pada kader pasca LK baik I, II, III” karena Nilai Dasar itu bukan
sekedar wacana tapi aktualisasi Nilai.

bahkan dalam pandangan ekstrim: “KENAPA TIDAK DI DEKONSTRUKSI AJA”


kita mulai hancurkan konsep lama NDP ambil sisa-sisa puing reruntuhan nilai yang
baik modifikasi tanpa logosentrisme..

Balas
29. JUSTDIDIN - Mei 25, 2010

Bahas NDP aja repot….

NDP bukan Qur’an……………..

ehmm… awas kebanyakan ngomong….. ntar kelakuannya gak selaras dengan


omongannya…

YA ALLAH..BERKATI BAHAGIA HMI….


Balas
bustanul - Agustus 2, 2010

josssssssssss…………

Balas
30. bustanul - Agustus 2, 2010

maju trus tidak usah banyak kritik law ngak memberikan perubahan or solusi bos…

sory………99x

Balas
31. w ubay kendok - Agustus 3, 2010

hmi selalu melahirkn pemimpin yg berkualitas, , itu adh fakta yg tidak bisa d pungkiri
kawan!!
HMI adh harapan masyarakat indonesia, , hmi bukan tempatnya para pecundang, ,
tapi tempatnya kader2 yg militan, kritis, dan inovatif. . maju teruzzzzzzz hijau hitam. .
go a head!!

Balas
32. insico - Agustus 12, 2010

NDP …… ?

NDP tetaplah Nilai Dasar Perjuangan. NDP tidak mengajarkan pada penganutnya
akan wacana kosong “Pepesan Kosong”, aktualisasi dan aplikasinya justru yang
menjadi titik tekan dari NDP itu sndiri. gak cuma terbatas sampai ILMU saja
(Wacana). tapi juga aplikasinya. Iman-Ilmu-Amal

Balas
33. nidafadlan - April 18, 2011

Download Lagu-lagu HMI di sini


http://nidafadlan.wordpress.com/category/himpunan-mahasiswa-islam/download-
lagu-hmi/

Salam

Anda mungkin juga menyukai