Anda di halaman 1dari 3

Seorang gadis peraih beasiswa pabrik semen merayakan keperantauannya ke Jakarta.

Ia besar di
Randu Alas, desa fiksi yang terletak di kota imajiner bernama Kabupaten Jawa Pegunungan. Dengan
meninggalkan desanya, ibu, bapak, lingkungannya, ia sedang membebaskan diri dari kungkungan
moral, adat, norma, standar kebenaran masyarakatnya.

Gadis cantik itu pendebat ulung. Keras. Selama kuliah, ia gabung organisasi HMI dan terlibat aksi
berbahaya menentang dekan mesum dan kekuasaan yang sewenang-wenang. Sikap keras menolak
segala bentuk hegemoni cuci otak patriarki yang dilancarkan melalui mulut dosen, membuatnya
selalu berkelahi dengan pengajar di kelas.

Muak dengan budaya patronase yang memperbudak kaumnya, ia memilih jalan sunyi seorang aktivis
idealis yang tak bisa dibeli. Ia terus menentang, maju, mendobrak, menerjang tirani.
Ia tak berjilbab, tapi peka sosial. Untuk menuntut balas rasa sakit hati rakyat yang kena banjir dan
musibah kerusakan alam, Roro Lanjar, nama Si Gadis Pembangkang, mengacak-acak panggung
pernikahan anak Bupati korup. Ia nekad melempar telor busuk ke jidat bupati saat semua kamera
wartawan sedang meliput pentas seni di balai kota. Aksi inspiratifnya (red; nekad) sungguh berani,
viral di media sosial hingga tersebar ke seantero negeri.

Bupati yang sok terhormat tak terima, ia dendam pada calon mantu kurang ajar itu. Akhirnya si
kepala daerah korup memenjarakannya karena dianggap memfitnah dan menganiaya martabat
penguasa. Bukannya melemah, Sang Pembangkang malah makin menantang dan melawan. Ia benar,
maka ia tak mundur.

Bila yang benar mengalah, bumi akan jatuh dipimpin para bandit. Ia merasa dilahirkan ke dunia
semata-mata untuk berperang melawan koruptor dan lelaki bajingan otak mesum.

Karena sikap kritis dan kokohnya melawan pejabat korup, nyawanya terancam. Ia diburu intel.
Kematiannya dinantikan banyak elit. Hingga akhirnya ia ditabrak mobil hitam di suatu malam yang
hampir melenyapkan jiwanya. Babak belur, patah tulang, sekarat.

Ia diincar celaka agar cepat mati. Ia dikeroyok The invisible hand yang terganggu sikap kritisnya.
Merasa akan dibunuh, ia bertekad menuliskan kronologi perjuangan hidupnya dengan segala
pemikiran dan pesannya untuk kemerdekaan kaum perempuan Indonesia.

Tak sampai di situ, di atas ranjang rumah sakit pun, ia masih diburu pembunuh bayaran. Hingga
akhirnya kejahatan benar benar menang dan berhasil menghabisinya. Kematiannya membuat
Indonesia berduka. Semua aktivis HAM menangis mendengar ia dibunuh di atas bangsal. Penulisnya
yang juga Aktivis frontal, cerdik menyelipkan pesan-pesan perlawanan pada tiap momen. Membaca
novel ‘Gadis Pembangkang’ membuat kita paham makna sejati anarkisme.

Iya, Mualimin nama pengarangnya. Saya kenal dan menjadi sahabatnya sudah lebih dari tiga tahun.
Sejak pertama berjumpa hingga hari ini, dia tidak berubah. Tetap sederhana, kalau bicara
provokatif, berani, dan sikap blak-blakan membuatnya rawan konflik dengan senior yang terkenal
punya pengaruh kuat di HMI.

Saya bangga punya kawan seorang penulis produktif dan selalu memikirkan arah gerak roda sejarah
bangsanya. Saya pertama mengenal Master Mualimin dalam sebuah training dan sejak itu kami
menjadi kawan yang akrab. Meski sifat kita berbeda jauh, perbedaan pandangan tidak menjadikan
itu tembok pembatas.

Dia adalah anak Tuban pengelana, para cucu pewaris karakter keras Adipati Ronggolawe,
pengusung gigih berdirinya Majapahit yang mati nahas sebagai pemberontak pertama.

Buku baru itu berjudul Gadis Pembangkang. Terbit di Jakarta pada tahun ini, 2020. Penulisnya
terkenal di dunia pergerakan dengan nama Mualimin Melawan alias Muhammad Mualimin.

Bergenre Novel Realist-Fiction (Re-Fi), novel itu akan memprovokasi tiap pembaca agar melawan
dosen dan kampus. Itu novel yang sangat berbahaya bagi lelaki brengsek, dan setiap rektor harus
hati-hati bila mahasiswanya membaca bukunya Mualimin.

Dengan tebal lebih dari 260 halaman, novel pergerakan itu sangat berat, isinya penuh ajakan
berpikir keras, namun akan memuaskan untuk nutrisi otak aktivis. Terus berkarya kawan. Aku
mendukung setiap gagasanmu memerangi patriarki di Indonesia.

(Review ditulis oleh Ketua Umum HMI Cabang Tangerang, Tibayuda Laksana)

Anda mungkin juga menyukai