Kelainan fisik dapat berupa pembesaran organ hati dan atau limpa, hati
yang teraba berbenjol-benjol, ikterik/jaundice pada sklera, abnormalitas
di kulit dan telapak tangan (palmar eritema).
Ikterik pada sklera
Pada pemeriksaan laboratorik dijumpai kenaikan enzim
transaminase (AST/Aspartate Aminotransferase=SGOT atau
ALT/Alanine Aminotransferase=SGPT). Pemeriksaan bilirubin
serum yang meningkat pada tanda ikterus. Disamping itu
sering dijumpai sero-marker virus hepatitis misalnya HBsAg
atau anti HCV.
Pemeriksaan USG dapat membantu diagnosis yaitu dengan
gambaran sonografi penyakit hati kronik. Tetapi tidak
jarang didapatkan kasus HK secara histologik meskipun
tidak didapatkan kelainan USG yang khas.
Pemeriksaan histologis hati invasif seperti biopsi hati
maupun non invasif seperti liver stiffness measurement
dengan elstografi transien.
Pemeriksaan penanda tumor seperti alfa fetoprotein/AFP
bila hepatitis kronik yang menjadi sirosis dan atau KHS.
Klasifikasi Hepatitis Kronik berdasarkan pemeriksaan histopatologi.
Pembagian secara klasik dibagi menjadi :
I . Hepatitis Kronik Persisten (HKP)
II . Hepatitis Kronik Aktif (HKA)
Pembagian terbaru ditambahkan III. Hepatitis Kronik Lobular (HKL).
Hepatitis Kronik Persisten (HKP) ditandai adanya peradangan yang
terbatas di daerah segi tiga portal tanpa adanya peradangan periportal
maupun nekrosis.
Hepatitis kronik Aktif (HKA) ditandai dengan adanya peradangan,
nekrosis dan fibrosis
Hepatitis Kronik Lobularis (HKL) ditandai adanya nekrosis dan
peradangan minimal diluar segi tiga portal yang bersifat fokal.
HKP mempunyai prognosis yang baik, sedang HKA cenderung untuk
menjadi cirrhosis hepatis.
Pembagian HK menjadi tiga kelompok lebih sesuai untuk evaluasi
penderita dengan penyakit hati auto imun, dan pembagian HK secara
klasik lebih sesuai untuk evaluasi penderita Hepatitis Kronik akibat
Hepatitis virus B dan Hepatitis virus C.
Overview HBV
HBV has a complex structure
DNA polymerase HBV DNA
HBsAg
HBeAg
HBcAg = hepatitis B core antigen Howard C. J Gen Virol 1986; WHO 2002:
HBeAg = hepatitis B ‘e’ antigen http://www.who.int/csr/disease/hepatitis/whocdscsrlyo20022/en/index2.html
HBsAg = hepatitis B surface antigen (accessed February 2013)
Infeksi Virus Hepatitis B Kronik
100
Percent infected
80
60
40
20
0
0 3 6 9 12 15
Years at Risk
The HBV disease spectrum
Acute HBV infection
90% neonates 30–50% children
1% <10% adults
Chronic infection
Cirrhosis ≈33%
Decompensated Hepatocellular
Death
cirrhosis carcinoma (HCC)
WHO CDS/CSR/LYO2002.2: Hepatitis; WHO Fact Sheet 204, July 2012;
EASL Clinical Practice Guidelines. J Hepatol 2012; Lok ASF, McMahon BJ. Hepatology 2009
Gejala dan perjalanan klinik (Natural History) infeksi HBV
kronik.
Sebagian besar penderita infeksi HBV kronik tidak
mengalami keluhan, keluhan2 yang kadang2 ada misalnya
lemah, lelah, anoreksia.
Ada tiga fase perjalanan klinik infeksi HBV kronik, yaitu :
1. Fase immune tolerance
2. Fase immune clearance
3. Fase residual HBV integration
(sumber dari : Guan and YU, 1997 ; Chen, 1997)
1. Pada fase immune tolerance replikasi virus masih tinggi yang tampak
dari tingginya titer HBsAg, HBeAg yang positif dan HBV DNA dalam
titer yang tinggi, dengan parameter biokimia yang normal. Perubahan
histologik minimal atau dalam bentuk Hepatitis Kronik Persisten.
2. Pada fase immune clearance replikasi virus menurun, titer HBsAg
rendah HBeAg masih positif dan anti HBe bisa sudah positif atau
masih negatif. Pemeriksaan biokimia menunjukkan gejala hepatitis,
sedang histologik menunjukkan tanda2 Hepatitis Kronik Aktif.
3. Pada fase residual HBV integration sudah tidak ada tanda2
replikasi HBV. HBsAg positif titer rendah, HBeAg negatif, anti HBe
positif. Biokimia normal atau bila ada berupa kadar albumin yang
rendah. Histologik perubahan minimal atau sirosis. Bisa didapatkan
hepatoma.
Immune control – inactive
disease
Immune Immune Immune Immune Escape/
Tolerant Clearance Control Reactivation
HBeAg+ HBeAg–
HBV DNA
ALT
60
HBeAg- HBV DNA+
or HBeAg reversion
40
HBeAg+
persistence
Good prognosis 20
0
0 5 10 15 20 25
Time (years)
Memiliki alasan sosial atau pribadi yang akan membuat penderita kesulitan
menyelesaikan pengobatan
Mengalami masalah kesehatan serius, seperti penyakit jantung atau gangguan
mental.
Berbeda dengan Hepatitis B akut, pada Hepatitis B kronik pengobatan diperlukan
dengan tujuan utama yaitu
Menghambat proses kerusakan hati agar tidak semakin parah.
Anda juga dapat berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan pilihan pengobatan
yang terbaik dan sesuai untuk Anda. Anda mungkin perlu juga membicarakan hal
ini dengan pasangan atau keluarga Anda.
Biasanya ada dua cara untuk mencapai tujuan tersebut, dengan menekan virus atau
dengan membuat penderita mengalami remisi (kondisi di mana jumlah virus turun
ke tingkat yang sangat rendah, pada kondisi ini proses kerusakan hati berhenti dan
kemungkinan terjadi kanker berkurang drastis). Pada kondisi remisi, sistem
kekebalan tubuh telah dapat terbentuk dan bekerja membasmi virus dengan
sendirinya, sehingga pengobatan lebih lanjut tidak diperlukan. Sedangkan usaha
menekan virus akan menghambat replikasi virus tanpa memicu remisi sehingga
harus menggunakan obat terus-menerus.
PENATALAKSANAAN INFEKSI HBV KRONIK.
Tujuan terapi :
1. Mengurangi kemungkinan penularan HBV
2. Eradikasi HBV.
3. Mencegah sirosis dan hepatoma.
4. Menghilangkan keluhan dan gejala, perbaikan faal hati
Beberapa pertimbangan pada pengelolaan HKB
1. Nilai HBV-DNA serum 105 copies/ml atau kira-kira
20.000 IU/ml merupakan batas terendah untuk
permulaan terapi. Pertimbangannya adalah HBV-DNA
di bawah nilai tersebut tidak berkorelasi dengan
progresifitas penyakit atau batas aman untuk tidak
berlanjut menjadi penyakit hati berat. Yang harus
diperhatikan adalah HKB dengan anti HBe positif
sering mempunyai nilai HBV-DNA yang berfluktuasi.
2. Nilai ALT sebaiknya dua kali atau lebih di atas nilai
normal.
Bila ALT normal sedangkan HBV-DNA dan HBeAg
positif, bisa kemungkinan :
a. Masih berada pada fase imunotoleran sehingga
tidak memerlukan terapi antivirus segera
b. Berada pada fase imunoaktif, sehingga terapi anti
viral harus diberikan.
Pengobatan untuk Hepatitis B
Saat ini tersedia dua jenis pengobatan yang berbeda untuk
Hepatitis B kronik, yaitu terapi berbasis interferon dan
terapi antivirus oral.
1. Terapi berbasis interferon
Interferon sebenarnya merupakan protein alami tubuh
untuk melawan infeksi virus, namun tubuh terkadang tidak
mampu membuat interferon yang cukup sehingga satu-
satunya jalan adalah dengan memberikan interferon dari
luar. Interferon bekerja dengan mekanisme kerja ganda
yaitu sebagai imunomodulator (pemacu sistem kekebalan)
dan antivirus. Interferon yang paling banyak dipakai saat ini
adalah interferon pegilasi (interferon yang telah dimodifikasi
dengan penambahan suatu molekul polyethylene glycol)
yang memiliki masa aktif lebih panjang dan bertahan lebih
lama dalam tubuh untuk melawan virus Hepatitis B.
Ada dua jenis interferon pegilasi yang disetujui oleh BPOM di
Indonesia untuk Hepatitis B yaitu interferon pegilasi alfa-2a dan
interferon pegilasi alfa-2b. Interferon pegilasi alfa-2a (40KD)
disetujui untuk Hepatitis B kronik oleh Badan POM Indonesia
dengan penyuntikan 1x seminggu selama 48 minggu. Berbagai
penelitian klinis menunjukkan bahwa interferon pegilasi
memberikan kesempatan tertinggi untuk remisi dan umumnya
pasien yang merespon interferon pegilasi dapat
mempertahankan remisi hingga jangka panjang walaupun terapi
telah dihentikan (selesai).
2. Terapi antivirus oral (analog nukleosida
ataupun nukleotida)
Pengobatan ini bekerja menekan replikasi virus
(supresi), berupa tablet yang dikonsumsi setiap
hari. Beberapa pasien mengalami kekambuhan
(relaps) setelah pengobatan dihentikan,
sehingga obat harus dikonsumsi hingga jangka
waktu yang panjang, bahkan seumur hidup.
Golongan analog nukleos(t)ida di Indonesia
adalah Lamivudin, Telbivudin, Adefovir,
Entecavir, dan Tenofovir.
Terapi Terkini Infeksi Hepatitis B
Interferon boleh digunakan untuk pasien :
1. Pasien muda yang telah memenuhi indikasi
terapi, tanpa penyakit penyerta, dan mampu
2. Pasien terinfeksi VHB genotip A atau B