Anda di halaman 1dari 48

HEPATITIS KRONIK

Definisi : adalah hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan


Artinya dalam kurun waktu 6 bulan kelainan fisik dan
biokimiawi belum kembali normal.
Gejala yang menjadi keluhan utamanya adalah lemah badan, mual,
nafsu makan menurun, rasa tidak enak pada perut kanan atas. Kencing
yang seperti warna teh. Kadang-kadang gejala yang merupakan
komplikasi hepatitis kronik bisa dijumpai antara lain : perut yang
membuncit, kaki yang bengkak, pernah muntah darah.
Namun, banyak penderita yang tidak menunjukkan keluhan
(asimptomatis).

Kelainan fisik dapat berupa pembesaran organ hati dan atau limpa, hati
yang teraba berbenjol-benjol, ikterik/jaundice pada sklera, abnormalitas
di kulit dan telapak tangan (palmar eritema).
Ikterik pada sklera
 Pada pemeriksaan laboratorik dijumpai kenaikan enzim
transaminase (AST/Aspartate Aminotransferase=SGOT atau
ALT/Alanine Aminotransferase=SGPT). Pemeriksaan bilirubin
serum yang meningkat pada tanda ikterus. Disamping itu
sering dijumpai sero-marker virus hepatitis misalnya HBsAg
atau anti HCV.
 Pemeriksaan USG dapat membantu diagnosis yaitu dengan
gambaran sonografi penyakit hati kronik. Tetapi tidak
jarang didapatkan kasus HK secara histologik meskipun
tidak didapatkan kelainan USG yang khas.
 Pemeriksaan histologis hati invasif seperti biopsi hati
maupun non invasif seperti liver stiffness measurement
dengan elstografi transien.
 Pemeriksaan penanda tumor seperti alfa fetoprotein/AFP
bila hepatitis kronik yang menjadi sirosis dan atau KHS.
Klasifikasi Hepatitis Kronik berdasarkan pemeriksaan histopatologi.
Pembagian secara klasik dibagi menjadi :
I . Hepatitis Kronik Persisten (HKP)
II . Hepatitis Kronik Aktif (HKA)
Pembagian terbaru ditambahkan III. Hepatitis Kronik Lobular (HKL).
Hepatitis Kronik Persisten (HKP) ditandai adanya peradangan yang
terbatas di daerah segi tiga portal tanpa adanya peradangan periportal
maupun nekrosis.
Hepatitis kronik Aktif (HKA) ditandai dengan adanya peradangan,
nekrosis dan fibrosis
Hepatitis Kronik Lobularis (HKL) ditandai adanya nekrosis dan
peradangan minimal diluar segi tiga portal yang bersifat fokal.
HKP mempunyai prognosis yang baik, sedang HKA cenderung untuk
menjadi cirrhosis hepatis.
Pembagian HK menjadi tiga kelompok lebih sesuai untuk evaluasi
penderita dengan penyakit hati auto imun, dan pembagian HK secara
klasik lebih sesuai untuk evaluasi penderita Hepatitis Kronik akibat
Hepatitis virus B dan Hepatitis virus C.
Overview HBV
HBV has a complex structure
DNA polymerase HBV DNA

Outer lipid envelope


containing surface
antigen (HBsAg)
Inner protein
core (HBcAg)

HBsAg

HBeAg
HBcAg = hepatitis B core antigen Howard C. J Gen Virol 1986; WHO 2002:
HBeAg = hepatitis B ‘e’ antigen http://www.who.int/csr/disease/hepatitis/whocdscsrlyo20022/en/index2.html
HBsAg = hepatitis B surface antigen (accessed February 2013)
Infeksi Virus Hepatitis B Kronik

Definisi : bila pada seorang individu didapatkan HBsAg positif selama 6


bulan maka dikatakan individu tersebut menderita infeksi virus hepatitis
B kronik. Definisi ini didasarkan atas fakta bahwa pada Hepatitis B akut
HBsAg paling lama positif selama 6 bulan (Nielson, 1971)
Faktor resiko terpenting untuk terjadinya infeksi HBV kronik adalah
umur penderita pada waktu terkena infeksi. Bila infeksi terjadi pada
waktu neonatus maka 90% bayi tersebut akan mengalami infeksi kronik.
Bila infeksi terjadi pada umur 1-5 tahun maka infeksi kronik akan terjadi
pada 25-50%. Sedangkan kronisitas hanya terjadi pada 5-10% individu
yang terkena infeksi pada usia dewasa (Mc Mahon, 1985).
Gambaran histologi :
 Gambaran histologi hepatitis B kronik sama dengan
hepatitis kronik pada umumnya. Untuk menilai derajad
keparahan penyakit harus dilihat tingkat replikasi virus.
Secara histologik tingkat replikasi HBV dapat dilihat dari
banyaknya partikel HBcAg dalam jaringan hati. Karena
itu pengecatan immunohistokimia untuk melihat HBcAg
dalam jaringan hati penting artinya. HBcAg dapat dilihat
dalam inti sel hati.
HBsAg Healthy Carrier = Pengidap HBsAg Sehat.
Definisi : adalah individu yang HBsAg positif yang tidak menunjukkan
keluhan dan gejala penyakit hati, serta test fungsi liver yang normal.
Sebagian dari pengidap HBsAg sehat pada biopsi hati menunjukkan
kelainan hati (Sherlock dan Dooley,1997). Gambaran histologik
pengidap HBsAg sehat tampak adanya jaringan hati yang relatif sehat
dengan kerusakan minimal, dan sering tampak sel2 dengan gambaran
“ground glass” (Hadziyannis et.al, 1973). Sel2 tersebut ternyata banyak
mengandung partikel HBsAg dalam sitoplasmanya. Partikel HBsAg
tersebut dapat dilihat dengan pengecatan ORCEIN atau VICTORIA –
BLUE.
EPIDEMIOLOGI.
Infeksi hepatitis B kronik sedikitnya diderita oleh 300 juta orang
diseluruh dunia. Di Amerika dan Eropa 15-25% dari penderita infeksi
hepatitis B kronik akan meninggal karena sirosis atau hepatoma.
Penelitian di Taiwan pria Cina dengan HBsAg positif antara 40-50% (
Beasley, 1982)
WHO membagi daerah menurut tingginya prevalensi infeksi HBV, men-
jadi 3 kelompok : daerah dengan prevalensi tinggi, sedang dan rendah (
Kane et al,1990).
Daerah dengan endemisitas tinggi : penularan utama terjadi pada masa
perinatal dan masa anak2. Batas terendah frekwensi HBsAg 10-15%.
Daerah2 tersebut : Afrika, Asia timur, India, Cina, pulau2 dilautan Pacifik
lembah Amazone, pesisir artik, sebagian negara2 timur tengah dan Asia
kecil serta kepulauan Karibia.
 Daerah endemis sedang : penularan pada masa
perinatal dan masa anak2 jarang. Frekwensi HBsAg
dalam populasi 2-10%. Daerah2 tersebut antara lain :
Eropa Selatan, Eropa Timur, sebagian Rusia, sebagian
negara Timur Tengah, Asia Barat sampai India, Jepang,
Amerika Tengah dan Amerika Selatan.
 Daerah endemisitas rendah :
Frekwensi HBsAg dalam populasi kurang dari 2%.
Penularan utama terjadi pada masa dewasa, penularan
pada masa perinatal dan masa anak2 sangat jarang.
Daerah-daerah endemisitas tersebut : Amerika Utara,
Eropa Barat, sebagian Rusia, Amerika Selatan, Australia
dan Selandia Baru.
Cara Penularan Infeksi HBV :
- penularan melalui kulit : melalui tusukan yang jelas misalnya : sunti-
kan, transfusi darah atau produk dari darah, tatoo dll.
: melalui kulit tanpa tusukan yang jelas, mi –
salnya melalui goresan atau abrasi kulit, peradangan kulit dll.
- penularan melalui selaput lendir : selaput lendir mulut, mata, hidung
saluran makan bagian bawah dan selaput lendir genitalia. -
penularan perinatal : dari ibu hamil yang mengidap infeksi HBV ke -
pada bayi yang dilahirkannya.
- penularan infeksi HBV vertikal : dari ibu hamil HBsAg positif kepada
bayi yang dikandungnya, dapat terjadi sebelum kelahiran atau prena
tal (in utero), selama persalinan (perinatal) atau setelah persalinan
(post natal)
Hepatitis B Virus Infection by
Duration of High-Risk Behavior
IV drug user HCWs
Homosexual men Heterosexual

100
Percent infected

80

60

40

20

0
0 3 6 9 12 15
Years at Risk
The HBV disease spectrum
Acute HBV infection
90% neonates 30–50% children
1% <10% adults

Chronic infection

Fulminant Progressive Inactive


hepatic failure chronic hepatitis carrier state

Cirrhosis ≈33%

Decompensated Hepatocellular
Death
cirrhosis carcinoma (HCC)
WHO CDS/CSR/LYO2002.2: Hepatitis; WHO Fact Sheet 204, July 2012;
EASL Clinical Practice Guidelines. J Hepatol 2012; Lok ASF, McMahon BJ. Hepatology 2009
Gejala dan perjalanan klinik (Natural History) infeksi HBV
kronik.
Sebagian besar penderita infeksi HBV kronik tidak
mengalami keluhan, keluhan2 yang kadang2 ada misalnya
lemah, lelah, anoreksia.
Ada tiga fase perjalanan klinik infeksi HBV kronik, yaitu :
1. Fase immune tolerance
2. Fase immune clearance
3. Fase residual HBV integration
(sumber dari : Guan and YU, 1997 ; Chen, 1997)
1. Pada fase immune tolerance replikasi virus masih tinggi yang tampak
dari tingginya titer HBsAg, HBeAg yang positif dan HBV DNA dalam
titer yang tinggi, dengan parameter biokimia yang normal. Perubahan
histologik minimal atau dalam bentuk Hepatitis Kronik Persisten.
2. Pada fase immune clearance replikasi virus menurun, titer HBsAg
rendah HBeAg masih positif dan anti HBe bisa sudah positif atau
masih negatif. Pemeriksaan biokimia menunjukkan gejala hepatitis,
sedang histologik menunjukkan tanda2 Hepatitis Kronik Aktif.
3. Pada fase residual HBV integration sudah tidak ada tanda2
replikasi HBV. HBsAg positif titer rendah, HBeAg negatif, anti HBe
positif. Biokimia normal atau bila ada berupa kadar albumin yang
rendah. Histologik perubahan minimal atau sirosis. Bisa didapatkan
hepatoma.
Immune control – inactive
disease
Immune Immune Immune Immune Escape/
Tolerant Clearance Control Reactivation
HBeAg+ HBeAg–
HBV DNA

ALT

HBeAg + Inactive Carrier HBeAg –


Chronic Hepatitis B Status Chronic HBV

Immune control – treatment not required


Algoritme Terapi HBeAg positif
Konsensus PPHI 2012
Jumlah virus dan
ALT sebagai acuan terapi
Algoritme Terapi HBeAg negatif
Konsensus PPHI 2012
Jumlah virus dan
ALT sebagai acuan terapi
Immune control
 Can be applied to HBeAg-positive and -
negative patients:
 HBeAg-positive – HBeAg seroconversion
 HBeAg-negative – HBV DNA ≤2,000 IU/mL
(<10,000 copies/mL) and normal ALT
Inactive carriers have immune control
and a good prognosis
Inactive status – with immune control –
Chronic hepatitis is not an indication for therapy
B inactive carrier 25-year survival rates in untreated
Caucasian patients
100
Inactive carrier
80
Survival (%)

60
HBeAg- HBV DNA+
or HBeAg reversion
40
HBeAg+
persistence
Good prognosis 20

0
0 5 10 15 20 25
Time (years)

Fattovich et al. Gut 2008


Benefits of immune control

Control of viral replication

Potential for HBsAg clearance

Immune Reduced risk of HCC


control
Improved survival

No need for therapy


Indikasi terapi IHB
 Ditentukan berdasarkan kombinasi dari empat
kriteria antara lain :
a. Nilai DNA VHB serum
b. Status HBeAg
c. Nilai ALT
d. Gambaran histologis hati
Nilai DNA VHB
 Pasien dengan kadar DNA VHB antara 300-1000 kopi/ml
memiliki risiko relatif 1,4 kali lebih tinggi untuk terjadinya
sirosis pada 11,4 tahun.
 Pasien dengan DNA VHB antara 1000-10.000 kopi/ml
memiliki risiko relatif 2,4 kali.
 Pasien dengan DNA VHB antara 10.000-100.000 kopi/ml
memiliki risiko relatif 5,4 kali.
 Pasien dengan DNA VHB ≥ 100.000 kopi/ml memiliki risiko
relatif 6,7 kali.
Status HBeAg & nilai ALT
 Pasien dengan HBeAg positif memiliki risiko mortalitas dan
mortalitas yang lebih tinggi.
 Pada pasien dengan HBeAg positif, terapi dapat dimulai
pada DNA VHB diatas 2x104 IU/ml dengan ALT 2-5 x batas
atas normal yang menetap selama 3-6 bulan atau ALT
serum > 5 x batas atas normal, atau dengan gambaran
histologis fibrosis derajat sedang sampai berat.
 Pasien dengan HBeAg negatif, terapi dimulai pada DNA
VHB > 2x103 IU/ml dan kenaikan ALT > 2x batas atas normal
yang menetap selama 3-6 bulan.
Pemeriksaan histologis hati
 Tujuan : menilai derajat fibrosis hati karena hal
tsb merupakan faktor prognostik pada IHB
kronik.
 Indikasi :
a. Pasien yang tidak memenuhi kriteria
pengobatan dan berumur > 30 tahun atau
b. Pasien berumur < 30 tahun dengan riwayat
KHS dan sirosis dalam keluarga
 Pada pasien yang tidak termasuk dalam indikasi
terapi, maka pemantauan tiap tiga bulan bila
HBeAg positif dan tiap enam bulan bila HBeAg
negatif.
 Pada pasien hepatitis B, penapisan dan evaluasi
risiko KHS penting untuk dilakukan.
Pemeriksaan USG dan alfa fetoprotein tiap
enam bulan bagi pasien dengan risiko tinggi
(laki-laki Asia > 40 tahun, perempuan Asia > 50
tahun, pasien dengan sirosis hati, atau pasien
dengan riwayat penyakit hati lanjut di keluarga).
Pengobatan Hepatitis B
 Tanpa pengobatan, Hepatitis B dapat menjadi cikal bakal masalah kesehatan
serius, termasuk sirosis, kanker hati dan gagal hati yang sangat fatal akibatnya.
Namun tidak semua penderita Hepatitis B perlu memulai pengobatan dalam waktu
secepatnya. Anda perlu berkonsultasi dengan dokter untuk memastikan kapan saat
yang tepat untuk memulai pengobatan agar mencapai hasil yang optimal.
Seorang penderita terkadang dapat menunda pengobatan dengan beberapa
alasan, diantaranya:
 Mengalami Hepatitis B akut, dimana dokter mungkin menyarankan untuk
beristirahat dan hanya memberikan obat simtomatis untuk meredakan gejala
 Merupakan wanita yang sedang hamil atau menyusui

 Memiliki alasan sosial atau pribadi yang akan membuat penderita kesulitan
menyelesaikan pengobatan
 Mengalami masalah kesehatan serius, seperti penyakit jantung atau gangguan
mental.
Berbeda dengan Hepatitis B akut, pada Hepatitis B kronik pengobatan diperlukan
dengan tujuan utama yaitu
 Menghambat proses kerusakan hati agar tidak semakin parah.

 Menekan aktivitas virus Hepatitis B untuk menghentikan replikasi virus

Anda juga dapat berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan pilihan pengobatan
yang terbaik dan sesuai untuk Anda. Anda mungkin perlu juga membicarakan hal
ini dengan pasangan atau keluarga Anda.
Biasanya ada dua cara untuk mencapai tujuan tersebut, dengan menekan virus atau
dengan membuat penderita mengalami remisi (kondisi di mana jumlah virus turun
ke tingkat yang sangat rendah, pada kondisi ini proses kerusakan hati berhenti dan
kemungkinan terjadi kanker berkurang drastis). Pada kondisi remisi, sistem
kekebalan tubuh telah dapat terbentuk dan bekerja membasmi virus dengan
sendirinya, sehingga pengobatan lebih lanjut tidak diperlukan. Sedangkan usaha
menekan virus akan menghambat replikasi virus tanpa memicu remisi sehingga
harus menggunakan obat terus-menerus.
PENATALAKSANAAN INFEKSI HBV KRONIK.
Tujuan terapi :
1. Mengurangi kemungkinan penularan HBV
2. Eradikasi HBV.
3. Mencegah sirosis dan hepatoma.
4. Menghilangkan keluhan dan gejala, perbaikan faal hati
Beberapa pertimbangan pada pengelolaan HKB
1. Nilai HBV-DNA serum 105 copies/ml atau kira-kira
20.000 IU/ml merupakan batas terendah untuk
permulaan terapi. Pertimbangannya adalah HBV-DNA
di bawah nilai tersebut tidak berkorelasi dengan
progresifitas penyakit atau batas aman untuk tidak
berlanjut menjadi penyakit hati berat. Yang harus
diperhatikan adalah HKB dengan anti HBe positif
sering mempunyai nilai HBV-DNA yang berfluktuasi.
2. Nilai ALT sebaiknya dua kali atau lebih di atas nilai
normal.
Bila ALT normal sedangkan HBV-DNA dan HBeAg
positif, bisa kemungkinan :
a. Masih berada pada fase imunotoleran sehingga
tidak memerlukan terapi antivirus segera
b. Berada pada fase imunoaktif, sehingga terapi anti
viral harus diberikan.
Pengobatan untuk Hepatitis B
 Saat ini tersedia dua jenis pengobatan yang berbeda untuk
Hepatitis B kronik, yaitu terapi berbasis interferon dan
terapi antivirus oral.
1. Terapi berbasis interferon
 Interferon sebenarnya merupakan protein alami tubuh
untuk melawan infeksi virus, namun tubuh terkadang tidak
mampu membuat interferon yang cukup sehingga satu-
satunya jalan adalah dengan memberikan interferon dari
luar. Interferon bekerja dengan mekanisme kerja ganda
yaitu sebagai imunomodulator (pemacu sistem kekebalan)
dan antivirus. Interferon yang paling banyak dipakai saat ini
adalah interferon pegilasi (interferon yang telah dimodifikasi
dengan penambahan suatu molekul polyethylene glycol)
yang memiliki masa aktif lebih panjang dan bertahan lebih
lama dalam tubuh untuk melawan virus Hepatitis B.
 Ada dua jenis interferon pegilasi yang disetujui oleh BPOM di
Indonesia untuk Hepatitis B yaitu interferon pegilasi alfa-2a dan
interferon pegilasi alfa-2b. Interferon pegilasi alfa-2a (40KD)
disetujui untuk Hepatitis B kronik oleh Badan POM Indonesia
dengan penyuntikan 1x seminggu selama 48 minggu. Berbagai
penelitian klinis menunjukkan bahwa interferon pegilasi
memberikan kesempatan tertinggi untuk remisi dan umumnya
pasien yang merespon interferon pegilasi dapat
mempertahankan remisi hingga jangka panjang walaupun terapi
telah dihentikan (selesai).
2. Terapi antivirus oral (analog nukleosida
ataupun nukleotida)
 Pengobatan ini bekerja menekan replikasi virus
(supresi), berupa tablet yang dikonsumsi setiap
hari. Beberapa pasien mengalami kekambuhan
(relaps) setelah pengobatan dihentikan,
sehingga obat harus dikonsumsi hingga jangka
waktu yang panjang, bahkan seumur hidup.
 Golongan analog nukleos(t)ida di Indonesia
adalah Lamivudin, Telbivudin, Adefovir,
Entecavir, dan Tenofovir.
Terapi Terkini Infeksi Hepatitis B
 Interferon boleh digunakan untuk pasien :
1. Pasien muda yang telah memenuhi indikasi
terapi, tanpa penyakit penyerta, dan mampu
2. Pasien terinfeksi VHB genotip A atau B

Interferon tidak boleh untuk pasien :


1. Pasien sirosis dekompensata

2. Pasien dengan gangguan psikiatri

3. Pasien sedang hamil

4. Pasien dengan penyakit autoimun aktif


 Lamivudin boleh digunakan untuk pasien :
1. Pasien naif dengan DNA VHB <2x108 IU/ml,
status HBeAg positif, ALT >2x batas atas
normal.
2. Obat diteruskan bila minggu ke-4 DNA VHB
tercapai <2x103 IU/ml, serta pada minggu ke-
24 DNA VHB tercapai <2x102 IU/ml.
Lamivudin tidak boleh digunakan pada pasien yang
resisten terhadap lamivudin, telbivudin, atau
entecavir.
 Adefovir boleh digunakan untuk pasien :
1. Pasien hepatitis B kronik HBeAg negatif,
dengan DNA VHB rendah, dan ALT tinggi.
2. Pasien dengan riwayat gagal terapi dengan
pemberian analog nukleosida.
Adefovir tidak disarankan pada pasien hepatitis B
kronik dengan gangguan ginjal, pasien hepatitis
B yang resisten terhadap adefovir.
 Entecavir boleh digunakan untuk pasien :
1. Pasien hepatitis B naif

2. Pasien dengan hepatitis B kronik dan sirosis

Entecavir tidak disarankan pada pasien hepatitis B


yang resisten terhadap entecavir.
 Telbivudin boleh digunakan untuk pasien :
1. Pasien hepatitis B naif dengan DNA VHB
<2x108 IU/ml, status HBeAg positif, ALT >2x
batas atas normal.
2. Diteruskan bila pada minggu ke-24 mencapai
DNA VHB tak terdeteksi.
Telbivudin tidak disarankan pada pasien yang
resisten lamivudin, telbivudin, atau entecavir.
 Tenofovir boleh digunakan untuk pasien :
1. Pasien hepatitis B naif

2. Pasien dengan hepatitis B kronik dan sirosis

Tenofovir tidak disarankan pada pasien yang


resisten terhadap tenofovir, pasien hepatitis B
dengan gangguan ginjal.
Respon penderita hepatitis B kronik terhadap terapi IFN alfa.
Berbagai macam respon hepatitis B kronik terhadap IFN alfa :
a. Respon komplit : replikasi HBV ditekan, HBsAg menghilang, dan
umumnya muncul anti-HBs.
b. Respon tidak komplit : replikasi HBV berhasil ditekan, HBV-DNA ne
gatif, HBeAg negatif, anti HBe positif tetapi HBsAg tetap positif. Hal
ini terjadi pada kasus dimana telah terjadi integrasi HBV-DNA da -
lam DNA hepatosit.
c. Tidak ada respon. Replikasi HBV tidak berhasil ditekan. Baik HBV-
DNA maupun HBeAg tetap positif.
Prediktor Respon Terapi
 Untuk terapi dengan interferon
Pasien dengan DNA VHB <2x108 IU/ml, ALT
>2-5 x batas atas normal, dan derajat fibrosis
minimal A2 adalah prediktor serokonversi HBeAg
yang baik.
Serokonversi HBeAg dan hilangnya HBsAg lebih
sering ditemukan pada pasien IHB genotip A atau
B daripada genotip yang lain.
 Untuk terapi dengan analog nukleos(t)ida
Pasien dengan DNA VHB < 2x109 IU/ml, ALT
>2-5 kali batas atas normal, derajat fibrosis
minimal A2 secara umum merupakan prediktor
respon yang baik.
Genotip virus tampaknya tidak memiliki pengaruh
terhadap hasil akhir terapi dengan analog
nukleos(t)ida.
Infeksi virus hepatitis C kronik

Epidemiologi infeksi hepatitis C :


Menurut WHO kira2 1% penduduk dunia terinfeksi virus hepatitis C. Pre
valensi dari antibodi terhadap virus hepatitis C (VHC) pada donor darah
bervariasi dari sekitar 0.2% di Eropa utara sampai 1.5% di Jepang dan
Eropa selatan. Prevalensi 17.5% di Kamerun dan 6% di Afrika.
Prevalensi VHC pada penderita haemofilia dan penyalahgunaan obat
terlarang dapat mencapai 90%. Resiko terinfeksi VHC melalui
hubungan seksual rendah. Transmisi secara horisontal memegang
peranan penting dibandingkan dengan transmisi secara vertical.
Prevalensi infeksi VHC pada anak2 rendah. Transmisi infeksi VHC
adalah secara parenteral dan perkutan.
Infeksi hepatitis C 50-70% menjadi kronis. Kejadian sirosis hati dan
hepatoma pada penderita yang terinfeksi virus hepatitis C banyak
dilaporkan. Resiko kumulatif pertahun terhadap timbulnya hepatoma
kira kira sekitar 1% pada penderita tanpa sirosis dan 3-10% pada
penderita sirosis hati.
Pengobatan Hepatitis C kronik :
 Digunakan interferon alfa dan beta serta
kombinasi dengan Ribavirin. Keberhasilan
pengobatan dengan interferon bervariasi. Pada
umumnya 50% dari kasus ALT dapat menjadi
normal selama pengobatan. Setelah
pengobatan dihentikan, kurang lebih hanya 15-
25% yang berhasil. Keberhasilan terapi
dipengaruhi genotip virus, derajat viremia, umur
pejamu status immunologi serta adanya sirosis.
Pengobatan standar yang dianjurkan pada
penderita HCK adalah :
 Kombinasi Peg-IFN + RBV kecuali khusus
genotipe 2 dan 3 dapat digunakan kombinasi
IFN standar + RBV.
 Tujuan pengobatan pada penderita HCK :
1. Tujuan primer (sembuh): eradikasi virus,
proses nekroinflamasi dan fibrosis berhenti, dan
keluhan/gejala hilang.
2. Tujuan sekunder: menghambat/mencegah
progresifitas penyakit, yaitu fibrosis sirosis,
sirosis hati dekompensata, karsinoma hati.
 Ukuran keberhasilan pengobatan adalah :
Tercapainya respon virologik menetap, yaitu HCV-RNA
tidak terdeteksi dalam darah penderita setelah 6 bulan
berakhirnya terapi anti viral, perbaikan temuan
histopatologi (nekroinflamasi berhenti dan regresi
fibrosis hati), dan kualitas hidup penderita meningkat.
Syarat terapi anti viral :
1. Bersedia mematuhi program terapi
2. Hati kompensata
3. Tidak ada kontra indikasi obat
4. Tidak ada penyakit penyerta yang berat
5. Tidak hamil (bersedia tidak hamil selama terapi)
6. Berhenti minum alkohol dan narkoba
7. Usia 18-70 tahun (relatif)
8. Nilai ALT abnormal atau normal dengan pertimbangan
khusus
Obat anti viral
 Rekomendasi terapi HCK adalah kombinasi suntik
interferon (IFN) standar atau pegylated interferon
dengan ribavirin (RBV).
 Dosis yang dianjurkan :
1. Dosis IFN standar 3-5 juta unit, suntik seminggu 3 kali
2. Dosis Peg-IFN alfa-2a dosis 180 g (satu dosis); alfa-
2b 1,5 g/kgBB/kali suntik seminggu sekali
3. Dosis RBV berdasarkan berat badan (diberikan tiap
hari dengan dosis dua kali sehari):
BB < 55 kg : 800 mg/hari
BB 56-75 kg : 1000 mg/hari
BB > 75 kg : 1200 mg/hari
4. Jangka terapi: pada genotipe 1 & 4 selama 48
minggu; genotipe 2 & 3 : 24 minggu.
Thank You
for Listening!

Anda mungkin juga menyukai