Anda di halaman 1dari 21

A.

LATAR BELAKANG

Sesungguhnya Allah telah mewahyukan Islam sebagai ajaran yang hak dan sempurna untuk
mengatur kehidupan umat manusia sesuai dengan fitrahnya sebagai khalifah di muka bumi. Kata
“Islam” berasal dari: salima yang artinya selamat. Dari kata itu terbentuk aslama yang artinya
menyerahkan diri atau tunduk dan patuh. Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada
Rasulrasul-Nya guna diajarkan kepada manusia. Ia dibawa secara kontinium dari suatu generasi
ke generasi selanjutnya. Islam adalah rahmat, hidayah dan petunjuk bagi manusia yang berkelana
dalam kehidupan duniawi, sebagai perwujudan dari sifat rahman dan rahim Allah. Ia juga
merupakan agama yang telah sempuma (penyempuma) terhadap agama (syari'at-syari'at) yang
ada sebelumnya. Sebagaimana tertulis dalam Q.S Al – Maidah : 3 ataupun dalam Q - S Ali Imran
: 19.

Orang yang melakukan aslama atau masuk Islam dinamakan Muslim. Berarti orang itu telah
menyatakan dirinya telah taat, menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah SWT. Sebagai umat
Muslim kita memiliki kewajiban untuk meganbdikan diri semata-mata kehadirat-Nya. Selain hal
tersebut, selaku umat Muslim wajib menjalankan hal – hal yang dianjurkan oleh agama Islam.
Umat Muslim juga mengemban tugas suci dan punya beban moril yang harus kita kerjakan yaitu
mengajak Umat Islam dalam menciptakan Ukhuwah Islamiyah antar umat muslim sedunia.
Kewajiban tersebut tertuang sebagaimana dalam Q.S Al - Anfaal ; 61, yang memiliki arti “Dan
jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Mahasiswa merupakan garda terdepan dari suatu bangsa yang memiliki nilai-nilai
keIndonesiaan yang tertanam dalam jiwanya. Berbicara tentang mahasiswa, kita tahu bahwa
mahasiswa memiliki 4 peran penting, yakni sebagai Agent of Change (perubahan), Agent of
Social Control, Moral Force dan Iron Stock. Maka dalam penerapannya dalam masyrakat,
seorang mahasiswa perlu memiliki daya kreatifitas, intelektual dan inovasi yang cukup baik, agar
menunjang peran yang dimiliki mahasiswa.

Himpunan Mahasiswa Islam atau yang biasa dikenal dengan singkatan HMI merupakan
organisasi mahasiswa Islam tertua dan terbesar dalam sejarah gerakan sosial mahasiswa Islam di
Indoensia dan sejarah bangsa Indonesia. HMI tidak akan terpisahkan dari sejarah Indonesia dan
umat Islam Indonesia. HMI dari awal terbentuknya memiliki dua komitmen utama yaitu,
Keummatan dan KeIndonesiaan yang bersatu secara integral dan menjadi dasar. Dua visi diatas
adalah penajabaran dari dua komitmen yang diemban oleh setiap kader HMI. Spirit nilai – nilai
ajaran agama Islam yang selalu ditekankan merupakan kekuatan bagi kader HMI dalam
melaksanakan peran dalam berkehidupan di masyarakat, bangsa dan negara. Sebagai organisasi
perjuangan (sebagaimana dalam AD HMI pasal 9), HMI dan kader HMI juga memiliki tugas
dalam membebaskan kaum tertindas (mustadh’afin). Tugas ini lah yang senantiasa konsisten
dijalankan oleh kader Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fisip Cabang Kabupaten
Bandung.

Namun, permasalahan saat ini dunia termasuk juga Indonesia sedang menghadapi pandemi
Covid-19. Hal tersebut memberikan dampak yang besar terhadap seluruh aspek kehidupan
manusia termasuk pada aspek pendidikan dan kemahasiswaan, pandemi ini menyebabkan
kualitas dunia pendidikan mahasiswa menurun, karena setelah adanya pandemi ini semua
kegiatan hanya boleh dilakukan dari rumah termasuk juga pendidikan. Pendidikan yang
dilakukan secara daring melatar belakangi fenomena-fenomena seperti kuliah hanya sebatas
menggugurkan kewajiban, mengikuti perkuliahan namun tidak mendengarkan materi secara baik
dan benar, kendala teknis, penjelasan materi pembelajaran yang disampaikan kurang efektik,
menurunnya budaya literasi dan lain-lain.

Kemudia selain daripada itu, dunia termasuk juga Indonesia sedang pada arus Globalisasi
yang pada dasarnya merupakan keadaan yang sangat tidak dapat dihindari oleh semua kalangan.
Globalisasi bukan sekedar tetang derasnya informasi dan mudahnya mendapatkan informasi
namun juga mudahnya terjerumus ke dalam hal yang kurang baik. Karena secara teoritis, ketika
semakin banyaknya informasi yang didapat oleh manusia, manusia tersebut cenderung
mengalami gangguan logika atau ilusi pengetahuan. Hal ini pun berlaku pada lingkup UIN Sunan
Gunung Djati Bandung khususnya FISIP. Dampak Globalisasi dan Pandemi Covid-19 sangat
berpengaruh. Semua kegiatan akademik menggunakan sistem daring yang menyebabkan
mengurangnya kualitas pendidikan. Dimulai dari melunturnya budaya akademik, miminya
literasi, terkikisnya indentitas kefisipan, tidak menyadari dirininya sebagai mahasiswa, muslim
dan insan yang mempunyai hak dan kewajiban berbangsa dan bernegara.

Dari uraian-urairan yang telah dikemukakan, muncul pertanyaan bagaimana bisa usia
produktif (mahasiswa) bangsa kita mampu menopang bonus demografi jika mereka dibenturkan
dengan era pandemi Covid-19 yang menyebabkan kualitas pendidikannya menurut dan arus
Globalisasi yang memberikan dampak gangguan logika atau ilusi pengetahuan dimana ketika
manusia merima terlalu banyak informasi ia cenderung terjerumus kepada hal kurang baik.

Berdasarkan ursaian diatas salah satu solusi dari permasalahan yang ada yaitu dengan
Latihan Kader 1 (LK I) karena kegiatan tersebut memiliki tujuan “membentuk karakter kader
guna tercapainya mission HMI”. Dan LK I Merupakan pondasi awal bagi seorang kader untuk
menempa diri di organisasi karena tujuan LK I agar memiliki kesadaran menjalankan ajaran
islam dalam kehidupan sehari-hari, mampu meningkatkan kemampuan akademis, memiliki
kesadaran akan tanggung jawab keumatan dan kebangsaan serta memiliki kesadaran semangat
untuk menghidupkan berorganisasi, selain itu juga para kader baru akan dibekali dengan nilai –
nilai ke-Islaman, ke-Indonesiaan dan ke-HMIan sebagai peningkatan kualitas intelektual agar
siap dan mampu menyongsong wacana Indonesia emas, bonus demografi dan perubahan ke arah
yang lebih baik.
HMI yang berfungsi sebagai organisasi perjuagan dan kader (AD HMI pasal 8,9) serta
mengingat AD HMI pasal 6,7. Dapat kita cermati bersama makna yang terkandung dalam
kalimat tersebut adalah setiap proses yang di jalani oleh HMI menitik beratkan pada masalah
pengkaderan dengan berorientasi pada AD HMI pasal 4 yaitu terbinanya insan akademis,
pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat
adil makmur yang di ridhoi Allah SWT.
.
B. LANDASAN PERKADERAN

Tujuan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah “Terbinanya insan akademis, pencipta,
pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil
makmur yang diridhoi oleh Allah subhanahu wa ta'ala”. Berdasarkan tujuan tersebut, maka pada
hakikatnya seluruh aktivitas HMI merupakan proses pembinaan terhadap kader HMI agar setiap
individu kader memiliki kualitas insan cita. Dengan demikian dapat dipahami bahwa tugas
pokok HMI secara organisatoris adalah menyediakan sumberdaya manusia yang akan berperan
aktif dalam kehidupan umat dan bangsa untuk mewujudkan masyarakat adil makmur yang
diridhoi oleh Allah subhanahu wa ta'ala tersebut.

Penyediaan sumberdaya manusia yang berkualitas, hanya dapat dicapai melalui serangkaian
usaha sistematis, terarah, dan utuh-mensyeluruh, diistilahkan dengan perkaderan. Secara
sederhana pengertian dari perkaderan adalah serangkaian usaha organisasi yang dilakukan secara
sadar, sistematis, dan terus-menerus untuk pembentukan dan pengembangan diri dan karakter
kader, supaya memiliki kepribadian kader sebagaimana yang diharapkan, yaitu Insan Cita. Dan
yang dimaksud dengan kader adalah sekelompok orang yang terorganisasir secara terus menerus
dan akan menjadi tulang punggung bagi kelompok yang lebih besar.

Untuk memberikan acuan dan arahan dalam pelaksanaan perkaderan agar sistematis,
diperlukan suatu pedoman yang memuat konsep perkaderan untuk mengatur dan memberikan
arahan yang jelas dalam pelaksanaan perkaderan secara komprehensif, diantaranya meliputi:
landasan/dasar, prinsip, ruang lingkup, pola, pengelolaan, dan monitoring evaluasi. Pedoman ini
merupakan acuan umum dan arah perkaderan bagi seluruh elemen HMI dalam pelaksanaan
perkaderan guna membentuk kepribadian kader sesuai yang dicita-citakan.

Landasan perkaderan merupakan pijakan dasar bagi aktivitas HMI di dalam menjalankan
fungsinya sebagai organisasi perkaderan. Nilai-nilai yang termaktub di dalam landasan ini tiada
lain merupakan spirit yang harus dijiwai baik oleh HMI secara kolektif maupun kader HMI
secara individual. Dengan demikian, aktivitas kaderisasi di HMI tidak akan keluar dari nilai-nilai
yang dimaksud, agar setiap aktivitasnya selalu mengarahkan pada tujuan-tujuan yang bersifat
jangka panjang dan terarah. Maka landasan-landasan yang dimaksud, terbagi menjadi lima
pokok landasan:

1. Landasan Teologis
Sesungguhnya ketauhidan manusia adalah fitrah. “maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus
kepada agama Allah; (tetaplah atas) atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. “(itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui, (Q.S. Ar-Rum : 30). Yang diawali dengan perjanjian primordial
dalam bentuk pengakuan kepada tuhan sebagai dzat pencipta “dan ingatlah, ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari sulbi mereka dan allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka seraya berfirman:”bukankah aku ini tuhanmu? “mereka menjawab: “betul
(engkau tuhan kami), kami menjadi saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar dihari kiamat
kamu tidak mengatakan: “sesungguhnya kami (bani adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan allah)”, (Q.S. Al-A’raf: 172) bentuk pengakuan tersebut merupakan
penggambaran ketaklukan manusia kepada dzat yang lebih tinggi.

Kesanggupan menerima kontrak primordial tersebut mendapat konsekuensi logis dengan


peniupan ruh tuhan kedalam jasad manusia yang pada akhirnya harus dipertanggung jawabkan
terhadap apa yang dilakukannya didunia kepada pemberi mandat kehidupan.

ُ ‫سبِّ ُح بِ َح ْم ِدكَ َونُقَد‬


‫ِّس‬ َ ُ‫سفِ ُك ال ِّد َما َء َونَ ْحنُ ن‬
ْ َ‫س ُد فِي َها َوي‬ ِ ‫َوِإ ْذ قَا َل َربُّكَ لِ ْل َماَل ِئ َك ِة ِإنِّي َجا ِع ٌل فِي اَأْل ْر‬
ِ ‫ض َخلِيفَةً ۖ قَالُوا َأت َْج َع ُل فِي َها َمنْ يُ ْف‬

َ‫لَكَ ۖ قَا َل ِإنِّي َأ ْعلَ ُم َما اَل تَ ْعلَ ُمون‬

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
(Q.S. Al-Baqarah: 30)

Dalam tafsir Q.S. Al-Baqarah: 30 menurut Quraish Shihab, Allah Swt. telah menerangkan
bahwa Dialah yang menghidupkan manusia dan menempatkannya di bumi. Lalu Dia
menerangkan asal penciptaan manusia dan apa-apa yang diberikan kepadanya berupa
pengetahuan tentang berbagai hal. Maka ingatlah, hai Muhammad, nikmat lain dari Tuhanmu
yang diberikan kepada manusia. Nikmat itu adalah firman Allah kepada malaikat-Nya,
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan makhluk yang akan Aku tempatkan di bumi sebagai
penguasa. Ia adalah Adam beserta anak- cucunya. Allah menjadikan mereka sebagai khalifah
untuk membangun bumi." Dan ingatlah perkataan malaikat, "Apakah Engkau hendak
menciptakan orang yang menumpahkan darah dengan permusuhan dan pembunuhan akibat nafsu
yang merupakan tabiatnya? Padahal, kami selalu menyucikan-Mu dari apa-apa yang tidak sesuai
dengan keagungan-Mu, dan juga selalu berzikir dan mengagungkan-Mu." Tuhan menjawab,
"Sesungguhnya Aku mengetahui maslahat yang tidak kalian ketahui."
Peniupan ruh tuhan sekaligus menggambarkan refleksi sifat-sifat tuhan kepada manusia.
Maka seluruh potensi ilahiyah secara ideal dimiliki oleh manusia. Prasyarat inilah yang
memungkinkan manusia menjadi khalifah dimuka bumi. Seyogyanya tugas kehalifahan manusia
dimuka bumi berarti menyebarkan nilai-nilai ilahiyah dan sekaligus menginterpretasikan realitas
sesuai dengan persfektif ilahiyah tersebut.

Manusia yang “menjadi” adalah manusia yang mempunyai kesadaran akan aspek transendent
sebagai realitas tertinggi dalam hal ini konsepsi syahadat akan ditafsirkan sebagai monotheisme
radikal. Kalimat pertama merupakan negasi yang seolah meniadakan semua yang berbentuk
tuhan. Kalimat kedua lalu menjadi afirmasi sekaligus penegasan atas dzat yang maha tunggal
(Allah). Menjiwai konsepsi diatas maka perjuangan kemanusian adalah melawan segala sesuatu
yang membelenggu manusia dari yang dituhankan. Itulah thougut dalam perspektif qur’an.

Dalam menjalankan fungsi kekhalifahannya maka internalisasi sifat allah dalam diri manusia
harus menjadi sumber inspirasi. Dalam konteks ini tauhid menjadi aspek progresif dalam
menyikapi persoalan-persoalan mendasar manusia. Karena tuhan adalah pemelihara kaum yang
lemah (rabbulmustadafin); maka meneladani tuhan juga berarti keberpihakan kepada kaum
mustadafiin. Pemahaman ini akan mengarahkan pada pandangan bahwa ketauhidan adalah nilai-
nilai yang bersifat transformatif, nilai-nilai yang membebeaskan, nilai yang berpihak dan nilai
nilai yang bersifat revolusioner. Spirit inilah yang harus menjadi paradigma dalam sistem
perkaderan HMI.

2. Landasan Ideologis

Islam sebagai landasan nilai transformatif yang secara sadar dipilih untuk memenuhi
kebutuhan dan menjawab persoalan yang terjadi dalam masyarakat. Islam mengarahkan manusia
untuk mencapai tujuan dan idealisme yang dicita-citakan, yang untuk tujuan itu dan idealisme
tersebut maka umat Islam akan iklas berjuang dan berkorban demi keyakinannya. Ideologi Islam
senantiasa mengilhami, memimpin, mengorganisir perjuangan, perlawanan dan pengorbanan
yang luar biasa untuk melawan status quo, belenggu dan penindasan terhadap ummat manusia.

Dalam sejarah Islam nabi muhammad telah memperkenalkan Islam sebagai ideologi
perjuangan dan mengubahnya menjadi keyakinan yang tinggi, serta memimpin rakyat melawan
kaum penindas.

Cita-cita Islam adalah adanya transformatif terhadap ajaran dasar Islam tentang persaudaraan
universal (universal brotherhood), kesetaraan (equality) keadilan sosial (sosial justice), dan
keadilan ekonomi (economical justice), ini adalah cita-cita yang memiliki aspek liberatif
sehingga dalam usaha untuk mewujudkannya tentu membutuhkan keyakinan, tanggung jawab,
keterlibatan dan komitmen. Hal ini disebabkan sebuah ideologi menuntut penganutnya bersifat
setia (commited).
Dalam usaha untuk mewujudkan cita-cita Islam, pertama, persaudaraan universal dan kesetaraan
(equality), Islam telah menekankan kesatuan manusia yang di tegaskan dalam al-quran :

ُ ‫اس ِإنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِمنْ َذ َك ٍر َوُأ ْنثَ ٰى َو َج َع ْلنَا ُك ْم‬


‫ش ُعوبًا َوقَبَاِئ َل لِتَ َعا َرفُوا ۚ ِإنَّ َأ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هَّللا ِ َأ ْتقَا ُك ْم ۚ ِإنَّ هَّللا َ َعلِي ٌم َخبِي ٌر‬ ُ َّ‫يَا َأيُّ َها الن‬

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
(Q.S. Al Hujarat : 13)

Penjelasan mengenai ayat diatas penulis kutip tafsir jalalayn. (Hai manusia, sesungguhnya
Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan) yakni dari Adam dan
Hawa (dan Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa) lafal Syu'uuban adalah bentuk jamak dari
lafal Sya'bun, yang artinya tingkatan nasab keturunan yang paling tinggi (dan bersuku-suku)
kedudukan suku berada di bawah bangsa, setelah suku atau kabilah disebut Imarah, lalu Bathn,
sesudah Bathn adalah Fakhdz dan yang paling bawah adalah Fashilah.

Siapakah yang harus menegakkan keadilan, dalam masyarakat? Sudah barang pasti ialah
masyarakat sendiri, tetapi dalam prakteknya diperlukan adanya satu kelompok dalam masyarakat
yang karena kualitas-kualitas yang dimilikinya senantiasa mengadakan usaha-usaha menegakkan
keadilan itu dengan jalan selalu menganjurkan sesuatu yang bersifat kemanusiaan serta
mencegah terjadinya sesuatu yang berlawanan dengan kemanusiaan (2:104). Kualitas terpenting
yang harus dipunyainya, ialah rasa kemanusiaan yang tinggi sebagai pancaran kecintaan yang tak
terbatas pada Tuhan. Di samping itu diperlukan kecakapan yang cukup. Kelompok orang-orang
itu adalah pimpinan masyarakat; atau setidak-tidaknya mereka adalah orang- orang yang
seharusnya memimpin masyarakat. Memimpin adalah menegakkan keadilan, menjaga agar
setiap orang memperoleh hak asasinya, dan dalam jangka waktu yang sama menghormati
kemerdekaan orang lain dan martabat kemanusiaannya sebagai manifestasi kesadarannya akan
tanggung jawab sosial.(NDP Bab 6)

Maka dalam masyarakat itulah kemerdekaan asasi diwujudkan. Justru karena adanya
kemerdekaan pribadi itu maka timbul perbedaan-perbedaan antara suatu pribadi dengan lainnya
(43:32). Sebenarnya perbedaan- perbedaan itu adalah untuk kebaikannya sendiri: sebab
kenyataan yangpenting dan prinsipil, ialah bahwa kehidupan ekonomi, sosial, dan kultural
menghendaki pembagian kerja yang berbeda-beda (5:48).Pemenuhan suatu bidang kegiatan guna
kepentingan masyarakat adalah suatu keharusan, sekalipun hanya oleh sebagian anggotanya saja
(92:4). Namun sejalan dengan prinsip kemanusiaan dan kemerdekaan, dalam kehidupan yang
teratur tiap-tiap orang harus diberi kesempatan untuk memilih dari beberapa kemungkinan dan
untuk berpindah dari satu lingkungan ke lingkungan lainnya (17:84, 39:39). Peningkatan
kemanusiaan tidak dapat terjadi tanpa memberikan kepada setiap orang keleluasaan untuk
mengembangkan kecakapannya melalui aktifitas dan kerja yang sesuai dengan
kecenderungannya dan bakatnya. (NDP Bab 5)

Dalam keseluruhan proses aktivitas manusia didunia ini, Islam selalu mendesak manusia
untuk terus menerus memperjuangkan harkat kemanusiaan,menghapuskan kejahatan, melawan
penindasan dan eksploitasi. Demikianlah cita-cita Islam, yang senan tiasa harus selalu
diperjuangkan dan ditegaskan, sehingga dapat mewujudkan suatu tatanan masyarakat yang adil,
demokratis, egaliter dan berperadaban dalam memperjuangkan cita-cita tersebut manusia dituntut
untuk selalu setia (commited) terhadap ajaran Islam seraya memohon petunjuk Allah SWT, iklas,
rela berkorban sepanjang hidupnya dan senantiasa terlibat dalam setiap pembebeasan kaum
tertindas (Mustad’afiin).

3. Landasan Sosio-Historis

Islam yang masuk di kepulauan Nusantara telah berhasil merubah kultur masyarakat terutama
di daerah sentral ekonomi dan politik menjadi kultur Islam. Keberhasilan Islam yang secara
dramatik telah berhasil menguasai hampir seluruh kepulauan nusantara. Tentunya hal tersebut
dikarenakan agama Islam memiliki nilai-nilai universal yang tidak mengenal batas-batas sosio-
kultural, geografis dan etnis manusia. Sifat Islam ini termanifestasikan dalam cara penyebaran
Islam oleh para pedagang dan para wali dengan pendekatan sosio-kultural yang bersifat
persuasif.

Masuknya Islam secara damai berhasil mendamaikan kultur Islam dengan kultur masyarakat
nusantara. Dalam proses sejarahnya, budaya sinkretisme penduduk pribumi ataupun masyarakat,
ekonomi dan politik yang didominasi oleh kultur tradisional, feodalisme, hinduisme dan
budhaisme mampu dijinakkan dengan pendekatan Islam kultural ini. Pada perkembangan
selanjutnya, Islam tumbuh seiring dengan karakter keindonesiaan dan secara tidak langsung telah
mempengaruhi kultur Indonesia yang dari waktu ke waktu semakin modern.

Karena mayoritas bangsa Indonesia adalah beragama Islam, maka kultur Islam telah menjadi
realitas sekaligus memperoleh legitimasi social dari bangsa Indonesia yang pluralistik. Dengan
demikian wacana kebangsaan di seluruh aspek kehidupan ekonomi, politik, dan sosial budaya
Indonesia meniscayakan transformasi total nilai- nilai universal Islam menuju cita- cita
mewujudkan peradaban Islam.

Secara sosiologis dan historis, kelahiran HMI pada tanggal 5 Februari 1947 tidak terlepas
dari permasalahan bangsa yang di dalamnya mencakup umat Islam sebagai satu kesatuan
dinamis dari bangsa Indonesia yang sedang mempertahankan kemerdekaan yang baru
diproklamirkan. Kenyataan itu merupakan motivasi kelahiran HMI sekaligus dituangkan dalam
rumusan tujuan berdirinya, yaitu: pertama, mempertahankan negara Republik Indonesia dan
mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Kedua, menegakkan dan mengembangkan syiar ajaran
Islam. Ini menunjukkan bahwa HMI bertanggung jawab terhadap permasalahan bangsa dan
negara Indonesia serta bertekad mewujudkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan manusia secara
total.

Makna rumusan tujuan itu akhirnya membentuk wawasan dan langkah perjuangan HMI ke
depan yang terintegrasi dalam dua aspek keislaman dan aspek kebangsaan. Aspek keislaman
tercerminmelalui komitmen HMI untuk selalu mewujudkan nilai-nilai ajaran Islam secara utuh
dalam kehidupan berbangsa sebagai pertanggungjawaban peran kekhalifahan manusia,
sedangkan aspek kebangsaan adalah komitmen HMI untuk senantiasa bersama-sama seluruh
rakyat Indonesia merealisasikan cita-cita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia demi
terwujudnya cita-cita masyarakat yang demokratis, berkeadilan sosial dan berkeadaban. Dalam
sejarah perjalanan HMI, pelaksanaan komitmen keislaman dan kebangsaan merupakan garis
perjuangan dan misi HMI yang pada akhirnya akan membentuk kepribadian HMI dalam totalitas
perjuangan bangsa Indonesia ke depan.

Melihat komitmen HMI dalam wawasan sosiologis dan historis berdirinya pada tahun 1947
tersebut, yang juga telah dibuktikan dalam sejarah perkembangnnya, maka pada hakikatnya
segala bentuk pembinaan kader HMI harus pula tetap diarahkan dalam rangka pembentukan
pribadi kader yang sadar akan keberadaannya sebagai pribadi muslim, khalifah di muka bumi
dan pada saat yang sama kader tersebut harus menyadari pula keberadannya sebagai kader
bangsa Indonesia yang bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita bangsa ke depan.

4. Landasan Konstitusi

Dalam rangka mewujudkan cita- cita perjuangan HMI di masa depan, HMI harus
mempertegas posisinya dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara demi
melaksanakan tanggung jawabnya bersama seluruh rakyat Indonesia dalam mewujudkan
masyarakat adil dan makmur yang diridhoi oleh Allah SWT. Dalam pasal tiga (3) tentang azas
ditegaskan bahwa HMI adalah organisasi berazaskan Islam dan bersumber kepada Al-Qur'an dan
As-Sunnah. Penegasan pasal ini memberikan cerminan bahwa di dalam dinamikanya, HMI
senantiasa mengemban tugas dan tanggung jawab dengan semangat keislaman yang tidak
mengesampingkan semangat kebangsaan. Dalam dinamika tersebut, HMI sebagai organisasi
kepemudaan menegaskan sifatnya sebagai organisasi mahasiswa yang independen (Pasal 6 AD
HMI), berstatus sebagai organisasi mahasiswa (Pasal 7 AD HMI), memiliki fungsi sebagai
organisasi kader (Pasal 8 AD HMI) serta berperan sebagai organisasi perjuangan (Pasal 9 AD
HMI).

Dalam rangka melaksanakan fungsi dan peranannya secara berkelanjutan yang berorientasi
futuristik maka HMI menetapkan tujuannya dalam pasal empat (4) AD HMI, yaitu terbinanya
insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam serta bertanggung jawab atas
terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT. Kualitas kader yang akan
dibentuk ini kemudian dirumuskan dalam tafsir tujuan HMI. Oleh karena itu, tugas pokok HMI
adalah perkaderan yang diarahkan kepada perwujudan kualitas insan cita yakni dalam pribadi
yang beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan kerja- kerja kemanusiaan
sebagai amal saleh.

Pembentukan kualitas dimaksud diaktualisasikan dalam fase- fase perkaderan HMI, yakni
fase rekruitmen kader yang berkualitas, fase pembentukan kader agar memiliki kualitas pribadi
Muslim, kualitas intelektual serta mampu melaksanakan kerja-kerja kemanusiaan secara
profesional dalam segala segi kehidupan, dan fase pengabdian kader, dimana sebagai output
maka kader HMI harus mampu berkiprah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara
dan berjuang bersama-sama dalam mewujudkan cita-cita masyarakat adil dan makmur yang
diridhoi Allah SWT.

C. POLA UMUM PERKADERAN

Menurut AS Hornby (dalam kamusnya Oxford Advanced Learner's Dictionary) dikatakan


bahwa "Cadre is a small group of People who are specially chosen and trained for a particular
purpose, atau “cadre is a member of this kind of group; they were to become the cadres of the
new community party". Jadi pengertian kader adalah "sekelompok orang yang terorganisasir
secara terus menerus dan akan menjadi tulang punggung bagi kelompok yang lebih besar". Hal
ini dapat dijelaskan:

Pertama, seorang kader bergerak dan terbentuk dalam organisasi, mengenal aturan-aturan
permainan organisasi dan tidak bermain sendiri sesuai dengan selera pribadi. Bagi HMI aturan-
aturan itu sendiri dari segi nilai adalah Nilai Dasar Perjuangan (NDP) dalam pemahaman
memaknai perjuangan sebagai alat untuk mentransformasikan nilai-nilai ke-Islam-an yang
membebaskan (Liberation force), dan memiliki kerberpihakan yang jelas terhadap kaum
tertindas (mustadhafin). Sedangkan dari segi operasionalisasi organisasi adalah AD/ART HMI,
pedoman perkaderan dan pedoman serta ketentuan organisasi lainnya.

Kedua, seorang kader mempunyai komitmen yang terus menerus (permanen), tidak mengenal
semangat musiman, tapi utuh dan istiqomah (konsisten) dalam memperjuangkan dan
melaksanakan kebenaran.

Ketiga, seorang kader memiliki bobot dan kualitas sebagai tulang punggung atau kerangka
yang mampu menyangga kesatuan komunitas manusia yang lebih besar. Jadi fokus penekanan
kaderisasi adalah pada aspek kualitas.

Keempat, seorang Kader rnemiliki visi dan perhatian yang serius dalam merespon dinamika
sosial lingkungannya dan mampu melakukan "social engineering".

Kader HMI adalah anggota HMI yang telah melalui proses perkaderan sehingga memiliki ciri
kader sebagaimana dikemukakan di atas dan memiliki integritas kepribadian yang utuh :
Beriman, Berilmu dan Beramal Shaleh sehingga siap mengemban tugas dan amanah kehidupan
beragama, bermasyarakat,berbangsa dan bernegara. Perkaderan adalah usaha organisasi yang
dilaksanakan secara sadar dan sisternatis selaras dengan pedoman perkaderan HMI, sehingga
memungkinkan seorang anggota HMI mengaktualisasikan potensi dirinya menjadi seorang kader
Muslim - Intelektual - Profesional, yang memiliki kualitas insan cita.

Berdasarkan pola dasar perkaderan, maka tahapan dalam sistem perkaderan yang dilakukan
meliputi rekrutmen, pembentukan, dan pengabdian kader.Dalam proses pembentukan kader,
secara formal dibagi menjadi tiga fase,masing-masing fase ini dimulai dengan suatu training
formal. Training formal inidilakukan secara berjenjang, jenjang pertama merupakan prasyarat
untukmengikuti jenjang berikutnya, sampai pada jenjang terakhir. Jenjang trainingformal yang
dapat dilalui dalam proses pembentukan kader adalah Latihan KaderI (Basic Training) sebagai
jenjang pertama, Latihan Kader II (IntermediateTraining) sebagai jenjang menengah, dan
Latihan Kader III (Advance Training)sebagai jenjang terakhir. Masing-masing jenjang memiliki
tujuan tersendiri yangmerupakan tahap dalam pembentukan kader umat dan kader bangsa.
Selaintraining formal yang bertujuan untuk menstandarisasi kader, terdapat jugatraining informal
yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan kaderdalam bidang tertentu secara
professional. Dalam training informal ini dapatdisesuaikan dengan kebutuhan kader dan trend
saat ini.Jadi training formal merupakan upaya untuk memberikan kemampuan standaranggota
HMI secara kualitatif, sedangkan training informal memberikan kemampuan khusus pada kader.

D. RUMUSAN MASALAH

Penyebab permasalahan yang ada pada mahasiswa pada umum nya saat ini, seperti; salah
satunya adalah mahasiswa tidak sadar akan peranan dan fungsinya, lalu kuliah hanya sebatas
menggugurkan kewajiban, budaya akademik meluntur dll. oleh karena itu mahasiswa butuh yang
namanya organisasi sebagai salah satu bentuk penyandaran. Maka dari itu kami menganalisis
masalah yang ada di mahasiswa pada umum nya yang akan segera direalisasikan.

Masalah-masalah mahasiswa yang ada di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik saat ini,
Tidak ada keinginan untuk menambah wawasan lain diluar kelas maupun kegiatan yang lebih
bermanfaat bagi dirinya untuk mengaktualisasikan potensi diri. Apa lagi dalam realita sekarang
negara kita bahkan diseluruh dunia sedang menghadapi arus globalisasi yang memberikan
dampak gangguan logika atau ilusi pengetahuan dimana ketika manusia merima terlalu banyak
informasi ia cenderung terjerumus kepada hal kurang baik. Dan pandemi covid-19 yang dimana
semua segala bentuk aktifitas di hentikan atau dirumahkan, begitupun dalam kehidupan di
lingkungan civitas akademika kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung semua aktifitas belajar
mengajar di hentikan dan berpindah belajar secara daring (online) di rumahnya masing masing.
Dampak dari pemberhentian sementara Kehidupan civitas akademika dikampus menyebabkan
mahasiswa tidak bolehkan untuk mengadakan perkuliahan dan kegiatan kemahasiswaan lainya di
dalam kampus yang berdampak pada terhambatnya kegiatan akademik, tidak bisa memakai
fasilitas sarana/prasarana dikampus, dan terhambatnya kaderisasi/perkaderan di seluruh
organisasi mahasiswa. Banyak mahasiswa yang kebingunguan karena tidak bisa
mengaktualisasikan potensi akdemis dan potensi organisatoris.

Ada pun masalah yang ada di kader HMI pada umum nya saat ini, masih banyak kader
terjebak dalam pragmatisme politik yang dilandasi oleh konflik kepentingan dan Perubahan
Orientasi cendikiawan islam ke orientasi calon politisi praktis lalu masih maraknya dualisme
kepemimpinan di tingkat Pengurus Besar (PB) yang berdampak pada hilangnya kepercayaan
kader dan berdampak sampai ke akar rumput.

Untuk permasalahan yang terjadi di lingkup HMI Cabang Kabupaten Bandung seperti
hilangnya militansi terhdap himpunan dan intensitas kehadiran di setiap kegiatan HmI.
Cenderung malah untuk lebih mengendepankan kesibukan pribadinya, yakni bergerombol atau
terlalu banyak berhimpun dibandingkan aksi nyata nya dengan tidak memiliki tujuan pasti yang
jelas pula berkurangnya budaya seperti membaca, menulis, dan aksi (demonstrasi). Masih
kentalnya egosentrisme komisariat bagi para pengurus cabang yang bisa menyebabkan ketidak
stabilan dalam kedinamisan organisasi, Cenderung Pragmatis, sudah tidak ada idealisme murni
Berkurang pula diskusi tentang kaderisasi sesama kader maupun mahasiswa umum, adapun
berkumpul atau berdiskusi hanya membicarakan Masalah politik (zone politicon) dan lebih
membahas kepentingan pribadi maupun kelompok.

Kemudian masalah-masalah yang ada di kader Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fisip
saat ini, yakni militansi terhadap himpunan, tanggung jawab sebagai kader HmI serta acuh tak
acuh dengan Fungsi dan Perananya sebagai Kader Himpunan Mahasiswa Islam. Dan kurangnya
kepercayaan pada diri sendiri untuk menyampaikan sebuah ide atau gagasan, pula kurangnya
kedekatan emosional atau saling mengenal sesama kader ditambah dengan kondisi pandemi
covid-19 ini berkumpul ,berdiskusi, silahturahmi menjadi semakin jarang adapun melaui online
(daring) di zoom meeting atau whatsapps grup dirasa kurang begitu efektif sama kurang
mengena esensial silahturahmi nya. dan berkurangnya rasa saling menghormati (saling
membesarkan) sesama kader komisariat fisip.

Semua uraian yang menjelaskan masalah-masalah yang sudah kami analisis diatas hasil dari
sebab realita yang ada di lapanan saat ini dan dari semua permasalahan yang ada.

E. ANALISIS MASALAH

Jenis Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field ressearch) yaitu pengamatan langsung
terhadap objek yang yang diteliti guna mendapatkan data yang relevan. Sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu data primer, Data primer adalah data yang didapat dari
sumber pertama baik individu atau perseorangan seperti hasil wawancara atau pengisian
kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti. Dalam penelitian ini metode pengumpulan data
yang digunakan adalah sebagai berikut:

 Metode Wawancara
Merupakan teknik pengambilan data dimana peneliti langsung berdialog dengan
responden untuk menggali informasi dari responden

1. Klasifikasi Masalah mahasiswa pada umum nya

 Manajemen waktu yang tidak mudah


 Masih banyak mahasisawa yang belum benar benar memahami fungsi dan peran
mereka sebagai mahasiswa
 Perkuliahan hanya menjadi sebuah formalitas untuk mendapatkan pekerjaan
 Sistem Kebut Semalam
 Dosen yang menguji Kesabaran
 Nilai Akademik

2. Klasifikasi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

 Kurangnya minat membaca, menulis dan diskusi


 Kurangnya kepedulian terhadap sesama
 Kurangnya keberanian dalam beragumentasi/berpendapat
 Acuh terhadap lingkungan sekitarnya
 Masih banyak mahasiswa yang meng kotak-kotakan organisasi ada yang bilang
organisasi ini baik dan ada yang bilang tidak baik
 Kurang minat beroganisasi (netralisme)
 Mementingkan diri sendiri/individualisme
 Kurangnya jiwa kepemimpinan

3. Klasifikasi Masalah Kader HMI Pada Umumnya

 Terjebak dalam pragmatisme politik yang dilandasi oleh konflik kepentingan


 Peubahan Orientasi cendikiawan islam ke orientasi calon politisi praktis
 Terlalu Banyak Berhimpun

4. Klasifikasi Masalah Kader HMI Cabang Kabupaten Bandung

 Kurangnya totalitas kader terhadap HMI khususnya kader yang jadi pengurus
 Kurangnya intensitas kader dalam mengikuti kegiatan HmI
 Masih kentalnya egosentrisme komisariat bagi para pengurus cabang yang bisa
menyebabkan ketidak stabilan dalam kedinamisan organisasi
 Cenderung Pragmatis, sudah tidak ada idealisme murni

5. Klasifikasi Masalah Kader HMI Komisariat FISIP

 Kurangnya militansi terhadap HmI


 Kurang nya kesadaran sebagai kader maupun sebagai pengurus
 Kurang Percaya diri dalam mengungkapkan ide atau gagasan
 Solidaritas dari setiap kader semakin menurun, dapat dibuktikan dalam tiap
momentum tertentu atau kegiatan komisariat
 Kedewasaan berorganisasi yang belum merata
 Hasrat kajian yang menurun
 Mentalitas kader dalam berdinamika yang masih rapuh

Jadi, Identifikasi masalahnya adalah sebagai berikut :

 Ahlak
 Moral
 Kesadaran
 Mental
 Intelektual
 Tanggung jawab

6. Solusi

Adapun solusi dari permasalahan yang telah diuraikan diatas yaitu:


1. dengan penanaman, penghayatan, pengamalan nilai-nilai ke-Islaman
2. dan penanaman, penghayatan, pengamalan nilai-nilai ke-HMI-an.

F. TUJUAN BASIC TRAINING ( LATIHAN KADER 1)


“Terbinanya kepribadian muslim yang berkualitas akademis, sadar akan fungsi dan perananya
dalam berorganisasi serta hak dan kewajibannya sebagai kader umat dan kader bangsa”.

G. TARGET

Target yang diharapkan pasca Latihan Kader I (Basic Training) dapat dilihat dengan indikator
sebagai berikut :

1. Memiliki kesadaran menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari


2. Mampu meningkatka kualitas akademis
3. Memiliki kesadaran akan tanggung jawab keumatan dan kebangsaan.
4. Memiliki kesadaran berorganisasi.

H. INDIKATOR UMUM

1. Memiliki kesadaran menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari

a. Kognitif
- Peserta mampu mengemukakan pendapat dan menjelaskan makna tentang Q.S. Al-
Baqarah:30
- Peserta dapat menjelaskan definisi khalifah
- Peserta mampu menjelaskan hakikat shalat
- Peserta mampu menjelaskan islam sebagai agama sosial
- Peserta mampu menjelaskan apa itu Islam

b. Afektif

- Peserta berani beragumentasi dan memngingatkan ketika waktu shalat telah tiba.
- Peserta mengingatkan peserta lainnya untuk berdoa sebelum dan sesudah makan.
- Peserta mampu menjaga persaudaraan dengan sesamanya.
- Peserta berani untuk memimpin saat membaca Al-Qur’an dan berani untuk menjadi
seorang imam saat shalat fardhu.
- Peserta mampu mengimplementasikan nilai nilai keIslaman dalam forum.

c. Psikomotorik

- Peserta berpartisipasi menjaga kebersihan selama Pelatihan.


- Peserta menjalankan ibadah shalat 5 waktu secara berjamaah.
- Peserta dapat mengaktualisasikan ajaran islam sebagai agama sosial dalam sehari-hari.
- Peserta menjalankan nilai-nilai keislaman sehari-hari
- Peserta berprilaku baik dan sopan dalam sehari-hari

2. Memiliki kesadaran dalam meningkatkan kemampuan akademis

a. Kognitif

- Peserta mampu menjelaskan dan memahami kembali materi yang telah disampaikan
- Peserta mampu memberi tanggapan tentang materi yang tengah dibahas
- Peserta mampu berargumentasi secara logis , Rasonal, dan Kritis
- Peserta mampu menjelaskan 5 materi wajib HMI.
- Peserta mampu berpikir secara universal.

b. Afektif

- Peserta sadar akan peran,fungsi,dan tanggung jawab dirinya sebagai mahasiswa.


- Peserta mampu menghargai pendapat orang lain dan berani mengkritisi hal-hal yang
dianggap janggal
- Peserta menyadari akan tugas yang diberikan selama latihan dan bertanggung jawab atas
apa yang dilakukannya
- Peserta berani berargumentasi secara logis,rasional,dan kritis
- Peserta menyadari persaudaran antar sesama peserta lainnya.
c. Psikomotorik

- Peserta berpenampilan rapih, dengan pakaian yang telah ditentukan.


- Peserta berpartisipasi membuat suasana kondusif selama pelatihan.
- Peserta mampu melaksanakan kontrak belajar.
- Peserta mampu melaksanakan tata tertib pelatihan.
- Peserta mampu mempertanggung jawabkan setiap apa yang dilakukanya.

3. Memiliki kesadaran akan tanggung jawab keumatan dan kebangsaan.

a. Kognitif

- Peserta mengetahui peran dan fungsi mahasiswa.


- Peserta mampu menganalisa permasalahan sosial.
- Peserta mampu memberi solusi terhadap permasalahan sosial.
- Peserta mampu memberikan argumen tentang persoalan permasalahan sosial.
- Peserta mampu menjelaskan hak dan kewajibanya sebagai kader umat dan kader bangsa.

b. Afektif

- Peserta berani memberikan solusi terhadap permasalahan umat dan bangsa.


- Peserta peka dan menyadari akan permasalahan sosial
- Peserta menyadari akan tugas sebagai kader umat dan kader Bangsa
- Peserta mampu menyadari nilai nilai kolektif, Toleransi, dan Egaliter
- Peserta sadar memiliki tenggang rasa dan dapat bersikap adil ketika ada sebuah
permasalahan dilingkungan pelatihan

c. Psikomotorik

- Peserta dapat bekerjasama secara terorganisir.


- Peserta membangun dan menjaga komitmen kebersamaan.
- Peserta mampu memimpin dirinya dan orang lain.
- Peserta dapat berinteraksi dengan baik antar peserta lainnya.
- Peserta Dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi selama pelatihan

4. Memiliki kesadaran berorganisasi

a.Kognitif

- Peserta mengetahui nama peserta lain.


- Peserta mampu menjelaskan definisi Kepemimpinan, Manajemen dan Organisasi.
- Peserta peduli terhadap kondisi lingkungan ditempat pelatihan.
- Peserta Mampu menjelaskan hakikat manusia sebagai mahluk sosial.
- Peserta mampu menjelaskan lima materi wajib.
b. Afektif

- Peserta dapat menjaga kedisplinan waktu dan Menjaga ketertiban forum.


- Peserta sadar pentingnya berorganisasi dan sadar dirinya sebagi mahluk sosial
- Peserta mampu berkomitmen menyelesaikan pelatihan
- Peserta harus peduli dan dapat mengorganisir peserta lainnya selama pelatihan
- Peserta siap di pimpin dan siap memimpin

c). Psikomotorik

- Peserta mengikuti pelatihan dari awal sampai akhir.


- Peserta melaksanakan peraturan pelatihan selama pelatihan.
- Peserta dapat mengingatkan satu sama lain.
- Peserta menghargai peserta lainnya.
- Peserta dapat menyelesaikan tugas yang diberikan selama pelatihan

I. ORGANISASI KERJA BASIC TRAINING LK-1

1. Master Of Training (MOT) Badan Pengelolaan Latihan (BPL)

Pemandu/Master of Training bertugas dan bertanggung jawab untuk memimpin, mengawasi,


dan mengarahkan latihan. Sejak dibukanya Latihan Kader I (Basic Training), tanggung jawab
pengelolaan latihan berada sepenuhnya dalam tanggung jawab pemandu/master of training,
sampai latihan dinyatakan ditutup.

Tugas-tugas pemandu/master of training secara garis besar sebagai berikut :

a) Memimpin latihan, baik di dalam forum ataupun di luar forum


b) Memberikan materi apabila pemateri/instruktur/fasilitator tidak dapat hadir
c) Melakukan penajaman pemahaman atas materi yang telah diberikan
d) Melakukan evaluasi terhadap peserta
e) Menentukan kelulusan peserta latihan
f) Mengadakan koordinasi diantara unsur yang terlibat langsung dalam latihan

2. Steering Commite (SC)

Steering Committee bertugas dan bertanggung jawab atas pengarahan dan pelaksanaan latihan.

Tugas-tugas SC secara garis besar sebagai berikut :

a) Menyiapkan perangkat lunak latihan


b) Mengarahkan OC dalam pelaksanaan latihan
c) Menentukan pemateri/instruktur/fasilitator
d) Menentukan pemandu/master of training
3. Organizing Commite (OC)

Organizing Committee bertugas dan bertanggung jawab terhadap segala sesuatu hal yang
berhubungan dengan teknis penyelenggaraan kegiatan. Tugas-tugas OC secara garis besar
sebagai berikut :

a) Mengusahakan tempat, akomodasi, konsumsi dan fasilitas lainnya.


b) Mengusahakan pembiayaan dan perijinan latihan.
c) Menjamin kenyamanan suasana dan keamanan latihan.
d) Mengusahakan ruangan, peralatan dan penerangan favourable.
e) Bekerja sama dengan unsur-unsur lainnya dalam rangka menyukseskan jalannya latihan.

J. FASE

A. FASE PELATIHAN
1. Pendobrakan (hari ke-1)
- Ekspektasi
- Metodologi diskusi
2. Internalisasi (hari ke 2-3)
- Sejarah Peradaban Islam Dan Sejarah Perjuangan HMI
- Fiqh Keperempuanan
- Mission HMI
- Konstitusi
- Filsafat Politik
- Ilmu logika
- Nilai-Nilai Dasar Perjuangan
- Menejemen, Kepemimpinan, Organisasi
- Teknis Sidang Dan Simulasi Sidang
3. Kristalisasi (hari ke 4)
- Analisis Sosial Politik dan Ekonomi
- Simulasi Aksi
B. FASE PENCAPAIAN

Q. LAMPIRAN-LAMPIRAN

a. Evaluasi
Tata cara Penilaian Peserta Latihan Kader 1

Aspek-Aspek Yang Dinilai

Selama berlangsungnya LK I, aspek-aspek yang dinilai dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1) Kuantitatif
Bentuk penilaian yang diberikan oleh pemandu terhadap peserta LK I dalam bentuk
angka-angka.Penilaian ini didapat dari hasil test (menjawab soal), penugasan, dan lain
sebagainya.
2) Kualitatif
Bentuk penilaian pemandu terhadap peserta yang diwujudkan dalam komentar atau
rekomendasi atau gambaran dekriptif terhadap peserta yang sifatnya kualitatif, misal baik,
buruk, dan lain sebagainya.

Ranah dan Persentase Nilai


Sesuai dengan pedoman perkaderan HMI, ranah yang dinilai meliputi :
1) Ranah afektif (sikap) dengan bobot sebesar 50%, dengan acuan pada sikap peserta
terhadap aturan main yang berlaku, misal taat atau melanggar atau terhadap pesan dari
sebuah materi berdampak atau tidak terhadap sikap, dapat diuji dengan pertanyaan yang
subyektif.
2) Ranah kognitif (pengetahuan) dengan bobot sebesar 30%, dengan melihat hasil test
terhadap peserta melalui pertanyaan yang sifatnya obyektif
3) Ranah psikomotorik (tindak) dengan bobot 20% dengan acuan pada prilaku peserta, misal
apakah dia mau membantu orang lain atau tidak dan lain sebagainya.

Teknik Penilaian
Untuk menilai peserta LK I sehingga dapat ditentukan kelulusannya adalah berdasarkan
akumulasi nilai dari semua ranah.Semua penilaian menggunakan penilaian kuantitatif. Standar
nilai menggunakan angka 0 – 100.
 Penilaian Afektif
Penilaian afektif harus dikonversi dari nilai yang sifatnya kualitatif menjadi kuantitatif
dengan cara memberikan nilai 100 kepada semua peserta di awal training. Penilaian tidak
mungkin bertambah tetapi akan berkurang jika terjadi pelanggaran interval 5, bobotnya
tergantung besarnya kesalahan yang dilakukan, misal terlambat akan berbeda bobotnya
dengan tidak hadir dalam satu session.
 Penilaian Kognitif
Penilaian kognitif dilakukan dengan mengakumulasikan jumlah nilai-nilai test dan tugas
yang sifatnya obyektif, dan diambil nilai rata-ratanya.
 Penilaian Psikomotorik
Hampir sama dengan afektif, maka nilai psikomotorik harus dikonversi menjadi
kuantitatif, caranya adalah memberikan nilai 50 kepada semua peserta di awal training, dan
mengalami penambahan dengan interval 5, jika peserta melakukan hal-hal baik secara sadar.

Penilaian Akhir
Nilai akhir adalah nilai akumulasi seluruh ranah. Untuk penilaian akhir ini menggunakan rumus :
NA = ((N afektif x 50%) + (N rata-rata kognitif x 30%) + (N psikomotorik x 20%))
Contoh :
Misalkan si A mendapatkan nilai rata-rata test dan tugas sebesar 75, dan beberapa kali
melakukan kesalahan sehingga mendapat pinalti sebesar 30, namun ia juga banyak membantu
orang lain dan banyak berbuat baik sehingga dia diberi tambahan nilai untuk perbuatan sebanyak
35.
Akumulasi nilai untuk Mokondo adalah :
Nilai afektif = (100 – 30) = 70
Nilai rata-rata kognitif = 75
Nilai psikomotorik = (50 + 35) = 85
Maka nilai akhirnya adalah :
NA = (70 x 50%) + (75 x 30%) + (85 x 20%)
NA = 35 + 22,5 + 17
NA = 74,5
Peserta dapat dinyatakan lulus apabila memiliki NA ≥ 60 dan Pemberian Predikat kepada
peserta:
Nilai Akhir 55 – 60 = Lulus Bersyarat
Nilai Akhir 60 – 70 = Cukup
Nilai Akhir 70 – 80 = Baik
Nilai Akhir 80 – 85 = Baik Plus
Nilai Akhir 85 – 90 = Terbaik

b. Evaluasi Keseluruhan Training


Hal-hal yang dievaluasi dalam pelaksanaan Latihan Kader I HMI meliputi evaluasi terhadap
peserta, pemandu, pemateri/instruktur dan manajemen training, serta kesesuaian pelaksanaan
dengan rencana training. Evaluasi selain terhadap peserta dilakukan oleh Pemandu dan Tim
Rekam jejak yang ditugaskan oleh Badan Pengelola Latihan.
Aspek yang dievaluasi terhadap pemandu meliputi :
1) Kemampuan memimpin training
2) Kemampuan mengendalikan forum
3) Kemampuan mengkoordinasi antar elemen yang terlibat dalam training
4) Kemampuan membangun suasana training
5) Kemampuan melakukan kontrol terhadap pelaksanaan training
6) Pencapaian tujuan Latihan Kader I
Aspek Yang Dievaluasi Terhadap Pemateri/Instruktur :
1) Kemampuan menyampaikan materi
2) Penguasaan materi
3) Kesesuaian materi yang disampaikan dengan silabus atau materi terurai
4) Penguasaan forum
5) Pencapaian target penyampaian materi
Aspek Yang Dievaluasi Dalam Manajemen Training Adalah :
1) Kesesuaian dengan tujuan Latihan Kader I
2) Kesesuaian dengan kurikulum training
3) Suasana training
4) Hubungan antar elemen dalam training
5) Kesesuaian dengan rencana
Evaluasi terhadap pelaksanaan training adalah akumulasi dari evaluasi-evaluasi
terhadap masing-masing aspek dalam evaluasi training.

Anda mungkin juga menyukai