Oleh:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya, shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
baginda Rasulullah SAW, kepada para sahabat-sahabatnya, dan kepada kita selaku
umatnya. Berkat limpahan dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul "KONSEP MANUSIA DAN PROSES
PENCIPTAANNYA".Makalah ini, kami susun untuk memenuhi salah satu Tugas
Mata Kuliah Agama.
Kami berharap makalah ini dapat berguna untuk mahasiswa/l pada khususnya dan
dunia pendidikan pada umumnya.Mungkin ucapan terima kasih.tak dapat
membalas semua hal yang telah diberikan kepada kami. Semoga segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini mendapat balasan
berlipat dari Allah SWT, aamiin.Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih terdapat kesalahan serta berbagai kekurangan.Oleh karena
itu, kami mengharapkan saran dan kritikan untuk perbaikan sehingga kami dapat
menulis karya ilmiah selanjutnya dengan lebih baik.Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat untuk berbagai pihak yang terkait.
Makassar
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................
Latar Belakang........................................................................
Tujuan.....................................................................................
BAB II PEMBAHASAN......................................................................
A. Konsep Manusia………………………………..…………………..
B. Proses Penciptaan Manusia…………………………………….
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sejarah kehidupan, manusia terus senantiasa berusaha
memahami hakikat dirinya. Dinamika perkembangan manusia dalam
pergumulan mencari hakikat jati dirinya telah banyak melahirkan berbagai
teori dari banyak aliran filsafat. Tidak ada satupun dari teori itu yang dapat
memuaskan pencarian manusia, karena keterbatasan yang dimiliki
manusia itu sendiri. Teori yang telah diterima di lingkungan suatu aliran
filsafat, dalam kenyataannya bersamaan dengan berjalannya waktu,
kerapkali dirasakan belum memadai.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa hakikat manusia yang
ditemukannya itu,tidak lebih dari wacana kebenaran kodrati yang bersifat
nisbi. Kebenaran demikian cepat atau lambat akan selalu diragukan,
karena sumbernya hanya pemikiran manusia yang sedang meragukan
kemanusiaannya.
Dalam perspektif Islam pencarian jati diri manusia melalui
kemampuan berpikirnya menjadi keharusan. Beberapa penegasan Al-
Qur’an mengisyaratkan agar manusia selalu memikirkan hakikat dirinya.
Tentu saja karena keterbatasannya, manusia diharuskan untuk berupaya
mencari dan menggali sumber kebenaran yang lebih valid dibanding
dengan kemampuan berpikirnya saja, yakni dengan mengacu pada al-
Qur’an sebagai kerangka dasar pemikiran Islam.
Manusia adalah makhluk biologis, yang dijelaskan dalam Al-
Qur'an Surah Al-Rum/30:20, Allah. berfirman, "Dan di antara ayat-ayat-
Nya adalah ia menciptakan kamu dari tanah (turab) kemudian kamu
menjadi manusia (basyar) yang bersebar.". Ayat tersebut menyatakan
bahwa, tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah., Dia menciptakan
bapak kalian (Adam) dari tanah. Kemudian tiba-tiba kalian menjadi
manusia yang berkembang biak dengan turun temurun dan menyebar ke
bumi.
Konsep manusia dalam pandangan ajaran Islam disebutkan dalam
Al-Qur'an surah At-Tin/95:4, Allah. berfirman, "Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya.". Maksud ayat
tersebut menjelaskan bahwa Allah. telah menciptakan manusia dengan
sebaik-baiknya ciptaan dan seindah-indahnya rupa. Pandangan manusia
tentang dirinya akan memberikan dampak yang sangat kuat terhadap
sistem Pendidikan; Bahwa teori dalam pendidikan akan sangat dipengaruhi
oleh pandangan manusia tentang dirinya.
Secara filosofis, konsep manusia seperti dalam QS. Al-Tin:4 dalam
al Qur’an merupakan suatu ideologi yang universal. QS. Al-Tin:4 telah
menjelaskan bagaimana cara kita memahami dan menerima persepsi
tertentu tentang manusia. Tentu saja ideologi tentang manusia ini sangat
bermakna bagi pendidikan Islam, terutama sekali untuk dijadikan sebagai
model ideal manusia sebagai tujuan pendidikan Islam secara umum.
Ungkapan al-Insan yang dipergunakan dalam QS. Al-Tin:4 yang
merefleksikan konsep manusia sebagai makhluk sosial dan kultural
memberikan tugas bagi Pendidikan Islam untuk membantu manusia
mencapai kondisi tersebut. QS. Al-Tin:4 telah menempatkan manusia
secara simplikatif tidak hanya sebagai bagian sistematik dari realitas
makro-kosmos (Alam, lingkungan sosial). Lebih jauh, menuntut peranan
kreatif manusia untuk mengelola alam sebagai sumber daya material
(material resource), dalam kerangka misi produktif dan inovatif untuk
selalu menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran di muka bumi.
Pendidikan Islam harus diorientasikan pada Upaya pemeliharaan sebaik-
baiknya bentuk manusia dan terus mengembangkan dan meningkatkan
potensi dan kemampuan yang dimiliki manusia.
A. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini ialah untuk mengetahuai
Bagaimana konsep Manusia menurut Islam dan Proses Pembuatan
manusia itu sendiri. Juga sebagai bahan pembelajaran bagi penulis dan
pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
Artinya: Dan tidak Aku jadikan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi
kepadaku”.
Secara hierarkis, abd atau abdi berada dalam kedudukan yang
paling rendah. Ia menjadi milik dan hamba “Tuan” nya. Di antara sikap
seorang hamba yang harus diperlihatkan kepada tuannya, adalah sikap
tunduk, patuh dan taat. Semuanya tanpa pamrih. Sikap seperti menjadi
indikator utama dalam penilaian tuan terhadap hambanya. Apakah ia
termasuk seorang hamba yang taat dan setia atau menentang. Sebagai
hamba Allah, manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang kecil
dan tak memiliki kekuasaan.Tugas Abdullah hanya menyembah kepada-
Nya dan berpasrah diri kepada-Nya.Menyembah Allah Swt dengan arti
sempit mengerjakan salat, puasa, zakat dll. Namun, dalam arti luas sebagai
hamba mempunyai kewajiban atas hablu minannas (hubungan muamalat
atau sosial antar manusia) dan hablu mina Allah (hubungan baik antara
hamba dengan Allah SWT Khalifah kedudukan dimuka bumi sangatlah
besar tanggungjawabnya dan otoritas yang sangat besar. Sebagai khalifah,
manusia diberi tangung jawab terhadap alam dan umat.
Sebagai wakil Tuhan manusia juga diberi otoritas ketuhanan;
menyebarkan rahmat Tuhan, menegakkan kebenaran, membasmi
kebatilan, menegakkan keadilan, dan bahkan diberi otoritas untuk
menghukum mati manusia.Sebagai hamba manusia adalah kecil, tetapi
sebagai khalifah Allah, manusia memiliki tugas yang sangat besar dalam
menegakkan sendi-sendi kehidupan di muka bumi.
Oleh karena itu, manusia diberikan kelebihan berupa psikologis
yang sangat sempurna, akal, hati, syahwat dan hawa nafsu, yang
keseluruhan sangat cukup bagi manusia agar dapat menjadi mahkluk
ciptaan Allah yang mulia, disamping juga sangat potensil untuk terjerumus
hingga pada posisi lebih rendah dibanding binatang.
Ketika memerankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka
bumi, ada dua peranan penting yang diamanahkan dan dilaksanakan
manusia sampai hari kiamat. Pertama, memakmurkan bumi (al
‘imarah).Kedua, memelihara bumi dari upaya-upaya perusakan yang
datang dari pihak manapun (ar ri’ayah). Sebagai Khalifah dimuka bumi
Allah berfirman QS. Al-Baqarah: 30 :
ۡۡل
ل ِفي ٱ َۡر ِض َخ ِليَفةِٞئَك ِة ِإن ي َج اِع
َو ِإۡذ َقاَل َر ُّبَك ِلۡل َم ل
َٰٓا
َأَتۡج َع ُل ِفيَها َم ن ُيۡف ِس ُد ِفيَها َو َيۡس ِفُك ٱلِد َم َء َو َنۡح ُن ُنَس ب ُح
َۖٗك
٣٠ ِبَح ۡم ِد َك َو ُنَقِد ُس َل َقاَل ِإن َٰٓي َأۡع َلُم َم ا ََّل َتۡع َلُم وَن
2. Konsep al-Basyar
Kata al-Basyar dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 36 kali dan
tersebar dalam 26 surat. Secara etimologi al-Basyar juga artikan
mulamasah, yaitu persentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan.
Makna ini dapat dipahami bahwa manusia merupakan makhluk yang
memiliki segala sifat kemanusiaan yang terbatas, seperti makan, minum,
seks, keamanan, kebahagiaan, dan lain sebagainya.Penunjukkan kata al-
Basyar ditunjukan Allah kepada seluruh manusia tanpa kecuali.Demikian
pula halnya dengan para rasul-rasul-Nya.Hanya saja kepada mereka
diberikan wahyu, sedangkan kepada manusia umumnya tidak diberikan.3
Berdasarkan konsep al- Basyar, manusia tak jauh berbeda dengan makhluk
biologis lainnya. Dengan demikian kehidupan manusia terikat kepada
kaidah-kaidah prinsip kehidupan biologis lain seperti berkembang biak,
mengalami fase pertumbuhan dan perkembangan dalam mencapai tingkat
kematangan serta kedewasaan. Manusia dalam pengertian basyar ini
banyak juga dijelaskan dalam Al-Qur‟an, diantaranya dalam surat Ibrahim
ayat 10,
ك َفاِط ِر ٱلَّس َم َو ِت َو ٱۡل ۡر ِض َيۡد ُعوُك ۡمٞ َقاَلۡت ُرُس ُلُهۡم َأِفي ٱلَّل َش
ِلَيۡغ ِفَر َلُك م من ُذ ُنوِبُك ۡم َو ُيَؤ خَر ُك ۡم ِإَل َٰٓى َأَج ٖل ُّمَس مۚى َقاُلَٰٓو ْا ِإۡن
ر مۡث ُلَنا ُتِر يُد وَن َأن َتُص ُّد وَنا َع َّم ا َك اَن َيۡع ُبُد َء اَبَٰٓا ُؤَناٞ َأنُتۡم ِإَّل َبَش
١٠ َفۡأ ُتوَنا ِبُس ۡل َطٖن ُّم ِبيٖن
3. Konsep al-Insan
Kata al-Insan yang berasal dari kata al-uns, dinyatakan dalam al-
Qur’an sebanyak 73 kali dan tersebar dalam 43 surat. Secara etimologi, al-
Insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut, tampak, atau pelupa. Dan
ada juga dari akar kata Naus yang mengandung arti “pergerakan atau
dinamisme”. Merujuk pada asal kata al- Insan dapat kita pahami bahwa
manusia pada dasarnya memiliki potensi yang positif untuk tumbuh serta
berkembang secara fisik maupun mental spiritual. Di samping itu, manusia
juga dibekali dengan sejumlah potensi lain, yang berpeluang untuk
mendorong ia ke arah tindakan, sikap, serta perilaku negatif dan
merugikan.
Al-Insan dihubungkan dengan keistimewaan manusia sebagai
khalifah dan pemikul amanah, yang dapat dipahami melalui:
Pertama, Manusia dipandang sebagai makhluk unggulan atau
puncak penciptaan Tuhan. Keunggulannya terletak pada wujud
kejadiannya sebagai makhluk yang diciptakan dengan sebaik-baik
penciptaan yang berbeda dengan hewani.
ِۡۡل
٤ َلَقۡد َخ َلۡق َنا ٱ ن َس َن ِفَٰٓي َأۡح َس ِن َتۡق ِو يٖم
Ketiga, karena manusia memikul amanah, maka insan dalam alQur'an juga
dihubungkan dengan konsep tanggung jawab (75: 36; 75:3; 50:16). Ia
diwasiatkan untuk berbuat baik (29:8; 31:14; 46:15); amalnya dicatat
dengan cermat untuk diberi balasan sesuai dengan apa yang dikerjakannya
(53: 39).
Karena itu, insanlah yang dimusuhi setan (17:53; 59:16) dan ditentukan
nasibnya di hari Qiyamat (75:10, 13, 14; 79:35; 80:17; 89:23).
َو ُقل ِل ِعَباِد ي َيُقوُلوْا ٱَّلِتي ِه َي َأۡح َس ُۚن ِإَّن ٱلَّش ۡي َطَن َينَز ُغ َبۡي َنُهۚۡم
٥٣ ِإَّن ٱلَّش ۡي َطَن َك اَن ِلِلن َس ِن َع ُد وا ُّم ِبي نا
ِۡۡل
ََِإَذ ا َم َّس ٱ ن َس َن ٱلُّض ُّر َدَعاَنا ِلَج ۢن ِبهَِٰٓۦ َأۡو َقاِع ًدا َأۡو َقَٰٓا ِئ ما َفَلَّم ا
َكَش ۡف َنا َع ۡن ُه ُضَّر هُۥ َّر َك أَن َّلۡم َيۡد ُعَنَٰٓا ِإَل ى ُض ر َّم ُۚۥ
َّسه َك َذ ِلَك ُز ي َن َم
١٢ ِلۡل ُم ۡس ِرِفيَن َم ا َك اُنوْا َيۡع َم ُلوَن
Artinya: Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam
keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu
daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak
pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah
menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik
apa yang selalu mereka kerjakan
4. Konsep an-Nas
Kata an-Nas dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 240 kali dan tersebar
dalam 53 surat. Kosa kata An- Nas dalam Al- Qur’an umumnya dihubungkan
dengan fungsi manusia sebagai makhluk sosial. Manusia diciptakan sebagai
makhluk bermasyarakat, yang berawal dari pasangan laki-laki dan wanita
kemudian berkembang menjadi suku dan bangsa untuk saling kenal mengenal
“berinterksi” . Hal ini sejalan dengan teori “strukturalisme” Giddens yang
mengatakan bahwa manusia merupakan individu yang mempunyai karakter serta
prinsip berbeda antara yang lainnya tetapi manusia juga merupakan agen social
yang bisa mempengaruhi atau bahkan di bentuk oleh masyarakat dan kebudayaan
di mana ia berada dalam konteks sosial.
Yang lain mengakarkan pada kata nasa-yanusu artinya bergoncang.
Sementara dzu nawwas artinya yang memiliki keilmuan.Konsep al-Nas pada
umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai makhluk sosial, Dalam
alQur‟an kata al-Nas dipakai untuk menyatakan adanya sekelompok orang atau
masyarakat yang mempunyai berbagai kegiatan (aktivitas) untuk mengembangkan
kehidupannya. Penyebutan manusia dengan kata Al-Nas tampak lebih
menonjolkan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup
tanpa bantuan dan bersama-sama manusia lainnya.
Tentunya sebagai makhluk sosial manusia harus mengutamakan
keharmonisan bermasyarakat. Manusia harus hidup ber-sosial artinya tidak boleh
sendiri-sendiri, karena manusia tidak bisa hidup sendiri. Jika kita kembali ke asal
mula terjadinya manusia yang bermula dari pasangan laki-laki dan wanita (Adam
dan Hawa), dan berkembang menjadi masyarakat, ini menunjukkan bahwa
manusia harus hidup bersaudara dan tidak boleh saling menjatuhkan. Inilah
sebenarnya fungsi manusia dalam konsep an-Naas. Mengenai asal kejadian
keturunan umat manusia, dijelaskan dalam surat QS. an-Nisa‟ ayat 1, Allah SWT,
berfirman:
ِاَّن َم َثَل ِع ْيٰس ى ِع ْنَد ِهّٰللا َك َم َثِل ٰا َد َم ۗ َخ َلَقٗه ِم ْن ُتَر اٍب ُثَّم َقاَل َلٗه ُك ْن َفَيُك ْو ُن
Pada ayat tersebut, Allah SWT menyatakan kepada nabi Muhammad Saw
bahwa penciptaan nabi Isa a.s. sama dengan penciptaan nabi Adam a.s yaitu
sama-sama dari tanah. Penciptaan nabi Isa a.s memang dari unsur sel telur yang
berasal dari ibunya. Tetapi perlu diingat bahwa sel telur itu berasal dari darah,
sedangkan darah dari makanan, dan makanan tumbuh dari tanah. Maka, nabi isa
a.s juga berasal dari tanah. (Salman Harun 2016).
Surat al-Kahfi: 37
َقاَل َلٗه َص اِح ُبٗه َو ُهَو ُيَح اِو ُر ٓٗه َاَكَفْر َت ِباَّلِذ ْي َخ َلَقَك ِم ْن ُتَر اٍب ُثَّم ِم ْن ُّنْطَفٍة ُثَّم َس ّٰو ىَك َر ُج ۗاًل
Surat al-Hajj: 5
ٰٓيَاُّيَها الَّناُس ِاْن ُكْنُتْم ِفْي َر ْيٍب ِّم َن اْلَبْع ِث َفِاَّنا َخ َلْقٰن ُك ْم ِّم ْن ُتَر اٍب ُثَّم ِم ْن ُّنْطَفٍة ُثَّم ِم ْن َع َلَقٍة ُثَّم ِم ْن
ُّم ْض َغ ٍة ُّم َخ َّلَقٍة َّو َغْيِر ُم َخ َّلَقٍة ِّلُنَبِّيَن َلُك ْۗم َو ُنِقُّر ِفى اَاْلْر َح اِم َم ا َنَش ۤا ُء ِآٰلى َاَج ٍل ُّمَس ًّمى ُثَّم ُنْخ ِر ُج ُك ْم ِط ْفاًل ُثَّم ِلَتْبُلُغْٓو ا
َاُش َّد ُك ْۚم َوِم ْنُك ْم َّم ْن ُّيَتَو ّٰف ى َوِم ْنُك ْم َّم ْن ُّيَر ُّد ِآٰلى َاْر َذ ِل اْلُع ُم ِر ِلَكْياَل َيْع َلَم ِم ْۢن َبْع ِد ِع ْلٍم َش ْئًـۗا َو َتَر ى اَاْلْر َض َهاِم َد ًة
ْۢن ۤا
َفِاَذ ٓا َاْنَز ْلَنا َع َلْيَها اْلَم َء اْهَتَّزْت َو َرَبْت َو َا َبَتْت ِم ْن ُك ِّل َز ْو ٍۢج َبِهْيٍج
Dalam ayat ini Allah menyapa Manusia dan menerangkan bahwa mereka
diciptakan dari tanah, kemudian berproses dari zigot sampai janin. Lalu
Manusia lahir menjadi kanak-kanak dan dewasa. Ada yang kemudian meninggal
dan ada pula yang diberi usia lanjut.1
ُهَو اَّلِذ ْي َخ َلَقُك ْم ِّم ْن ِط ْيٍن ُثَّم َقٰٓض ى َاَج اًل ۗ َو َاَج ٌل ُّمَس ًّمى ِع ْنَدٗه ُثَّم َاْنُتْم َتْم َتُرْو َن
surat al-‘Araf: 12
َقاَل َم ا َم َنَع َك َااَّل َتْس ُجَد ِاْذ َاَم ْر ُتَك ۗ َقاَل َاَن۠ا َخْيٌر ِّم ْنُۚه َخ َلْقَتِنْي ِم ْن َّناٍر َّو َخ َلْقَتٗه ِم ْن ِط ْيٍن
surat as-Sajadah: 7
اَّلِذ ْٓي َاْح َس َن ُك َّل َش ْي ٍء َخ َلَقٗه َو َبَد َا َخ ْلَق اِاْل ْنَس اِن ِم ْن ِط ْيٍن
surat ash-Shaffat: 11
َفاْسَتْفِتِهْم َاُهْم َاَشُّد َخ ْلًقا َاْم َّم ْن َخ َلْقَناۗ ِاَّنا َخ َلْقٰن ُهْم ِّم ْن ِط ْيٍن اَّل ِز ٍب
َقاَل َاَن۠ا َخْيٌر ِّم ْنُه َخ َلْقَتِنْي ِم ْن َّناٍر َّو َخ َلْقَتٗه ِم ْن ِط ْيٍن
“(Iblis) berkata, “Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan
aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.”
Shalshal adalah tembikar kering yang berongga yang dibuat dari tanah.
Sehingga mengeluarkan bunyi bila ditiup atau diayunkan. Benda itu menurut Al-
Qur’an dibuat dari hama’ yaitu tanah liat yang sedikit berbau. Tanah itu dibentuk
(Masnun) menjadi shalshal tersebut. Kata tersebut diulang tiga kali didalam Al-
Qur’an.
َو َلَقْد َخ َلْقَنا اِاْل ْنَس اَن ِم ْن َص ْلَص اٍل ِّم ْن َح َم ٍا َّم ْس ُنْو ٍۚن
“Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat
kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk”.
َو ِاْذ َقاَل َر ُّبَك ِلْلَم ٰۤل ِٕىَك ِة ِاِّنْي َخ اِلٌۢق َبَش ًرا ِّم ْن َص ْلَص اٍل ِّم ْن َح َم ٍا َّم ْس ُنْو ٍۚن
َقاَل َلْم َاُك ْن َاِّلْس ُجَد ِلَبَش ٍر َخ َلْقَتٗه ِم ْن َص ْلَص اٍل ِّم ْن َح َم ٍا َّم ْس ُنْو ٍن
“Ia (Iblis) berkata, “Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia
yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering dari lumpur hitam
yang diberi bentuk.”
َو َلَقْد َخ َلْقَنا اِاْل ْنَس اَن ِم ْن ُس ٰل َلٍة ِّم ْن ِط ْيٍن ۚ ُثَّم َجَع ْلٰن ُه ُنْطَفًة ِفْي َقَر اٍر َّمِكْيٍن ۖ ُثَّم َخ َلْقَنا الُّنْطَفَة َع َلَقًة َفَخ َلْقَنا
اْلَع َلَقَة ُم ْض َغ ًة َفَخ َلْقَنا اْلُم ْض َغ َة ِع ٰظ ًم ا َفَك َس ْو َنا اْلِع ٰظ َم َلْح ًم ا ُثَّم َاْنَش ْأٰن ُه َخ ْلًقا ٰا َخ َۗر َفَتَباَر َك ُهّٰللا َاْح َس ُن اْلَخ اِلِقْيَۗن
2
“Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal)
dari tanah. Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kukuh (rahim). Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang
melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan
segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang
(berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik”.
a) Al-basyar
ُقْل ِاَّنَم ٓا َاَن۠ا َبَش ٌر ِّم ْثُلُك ْم ُيْو ٰٓح ى ِاَلَّي َاَّنَم ٓا ِاٰل ُهُك ْم ِاٰل ٌه َّواِح ٌۚد َفَم ْن َك اَن َيْر ُجْو ا ِلَقۤا َء َر ِّبٖه َفْلَيْع َم ْل َع َم اًل
َص اِلًحا َّو اَل ُيْش ِر ْك ِبِعَباَد ِة َر ِّبٖٓه َاَح ًدا
Kata al-Insan menurut Ibnu Mansur, mempunyai tiga asal kata. Pertama,
berasal dari kata anasa yang berarti abara yaitu melihat, ‘alima yaitu
mengetahui dan istilah “an” yang berarti meminta izin. Kedua, berasal dari kata
nasiya yang berarti lupa. Ketiga berasal dari kata an-nus yang berarti jinak lawan
dari kata al-wakhsyah yang berarti buas.
Menurut Ibnu Zakariya, semua kata yang asalnya dari huruf Alif , nun
dan sin mempunyai makna asli jinak, harmonis dan tampak dengan jelas. Dari
kedua uraian tersebut memiliki inti yang sama bahwa manusia yang diistilahkan
dengan al-Insan tampak pada ciri-ciri khasnya yaitu jinak, tampak jelas kulitnya
juga potensial untuk memelihara atau melanggar aturan sehingga ia dapat
menjadi makhluk yang harmonis atau kacau.
َو َلَقْد َضَر ْبَنا ِللَّناِس ِفْي ٰهَذ ا اْلُقْر ٰا ِن ِم ْن ُك ِّل َم َثٍل َّلَع َّلُهْم َيَتَذَّك ُرْو َۚن
Dan sungguh, telah Kami buatkan dalam Al-Qur’an ini segala macam
perumpamaan bagi manusia agar mereka mendapatkan pelajaran.
c) Bani Adam
Secara bahasa, Bani adalah bentuk jamak dari kata ibnun yang berarti
anak. Bentuk dasarnya adalah banun atau banin. Tetapi karena berada pada
posisi muaf (diterangkan), huruf wawu dan nun pada kata banun tersebut harus
dihilangkan. Sehingga menjadi kata bani.
Penggunaan kata bani Adam dalam konteks ini sangat tepat bahwa semua
manusia tanpa kecuali telah diberi bekal potensial fitrah keagamaan yaitu
mengesakan tuhan. Manusia juga adalah makhluk yang diberikan kelebihan
yang dapat menguasai daratan dan lautan. Sebagaimana firman Allah Swt dalam
َو َلَقْد َكَّر ْم َنا َبِنْٓي ٰا َد َم َو َح َم ْلٰن ُهْم ِفى اْلَبِّر َو اْلَبْح ِر َو َر َز ْقٰن ُهْم ِّم َن الَّطِّيٰب ِت َو َفَّض ْلٰن ُهْم َع ٰل ى َك ِثْيٍر ِّمَّم ْن
َخ َلْقَنا َتْفِض ْياًل
Dengan kata lain, manusia adalah makhluk yang berada dalam relasi
(Habl), dengan Tuhan (Habl min Allah), relasi dengan sesama manusia (Habl
min An-Nas) dan relasi dengan alam ( Habl min alam).
Adapun teori menurut evolusi Darwin yaitu, manusia adalah hewan atau
binatang yang sudah lebih maju. Pokok pemikiran Darwin dan para pengikutnya
(Darwinian) mengemukakan bahwa ada sejumlah ras manusia yang berevolusi
lebih cepat dan ada ras yang lambat berevolusi. Ras yang cepat berevolusi akan
maju, sedangkan ras yang lambat berevolusi akan tertinggal jauh bahkan terlihat
masih primitif setingkat kera..
(Aliyah et al., 2023)Aliyah, A., Hambali, A., & Suhartini, A. (2023). Konsep
Penciptaan Manusia (Khaliqul Basyar) Sebagai Landasan Religious
Pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan Islam, 11(1), 188–205.
https://doi.org/10.21274/taalum.2023.11.1.188-205
Priatna, T., & Ratnasih, T. (2017). Konsep Manusia Ahsani Taqwim Dan
Refleksinya Dalam Pendidikan Islam. Artikel Ilmiah, 16.
Raffie Rasyad, M., Reza Wiradhana, M., Muhammad Saomi Al -Aqsa, dan,
Sunan Gunung Djati Bandung Jl Soekarno-Hatta, U., & Bandung, K. (2023).
Conference Series Learning Class Tauhid and Akhlak Proses Penciptaan
Manusia. Gunung Djati Conference Series, 22, 198–214.