Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KONSEP MANUSIA DAN PROSES PENCIPTAANNYA

Oleh:

CICI PARAMIDA (202301012)


NURUL SRI SULFITRA (202301044)
ANANDA ANGGIANI SAPUTRI (202301006)
FITRIANI (202301020)
ANIS SAPIKA (202301008)

Dosen pengampuh : Syahruddin, S.Pd., M.Pd.

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN PELAMONIA MAKASSAR

TAHUN AJARAN 2023/2024


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya, shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
baginda Rasulullah SAW, kepada para sahabat-sahabatnya, dan kepada kita selaku
umatnya. Berkat limpahan dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul "KONSEP MANUSIA DAN PROSES
PENCIPTAANNYA".Makalah ini, kami susun untuk memenuhi salah satu Tugas
Mata Kuliah Agama.

Kami berharap makalah ini dapat berguna untuk mahasiswa/l pada khususnya dan
dunia pendidikan pada umumnya.Mungkin ucapan terima kasih.tak dapat
membalas semua hal yang telah diberikan kepada kami. Semoga segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini mendapat balasan
berlipat dari Allah SWT, aamiin.Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih terdapat kesalahan serta berbagai kekurangan.Oleh karena
itu, kami mengharapkan saran dan kritikan untuk perbaikan sehingga kami dapat
menulis karya ilmiah selanjutnya dengan lebih baik.Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat untuk berbagai pihak yang terkait.

Makassar
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................

DAFTAR ISI.........................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..................................................................

Latar Belakang........................................................................

Tujuan.....................................................................................

BAB II PEMBAHASAN......................................................................

A. Konsep Manusia………………………………..…………………..
B. Proses Penciptaan Manusia…………………………………….

BAB III PENUTUP.............................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sejarah kehidupan, manusia terus senantiasa berusaha
memahami hakikat dirinya. Dinamika perkembangan manusia dalam
pergumulan mencari hakikat jati dirinya telah banyak melahirkan berbagai
teori dari banyak aliran filsafat. Tidak ada satupun dari teori itu yang dapat
memuaskan pencarian manusia, karena keterbatasan yang dimiliki
manusia itu sendiri. Teori yang telah diterima di lingkungan suatu aliran
filsafat, dalam kenyataannya bersamaan dengan berjalannya waktu,
kerapkali dirasakan belum memadai.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa hakikat manusia yang
ditemukannya itu,tidak lebih dari wacana kebenaran kodrati yang bersifat
nisbi. Kebenaran demikian cepat atau lambat akan selalu diragukan,
karena sumbernya hanya pemikiran manusia yang sedang meragukan
kemanusiaannya.
Dalam perspektif Islam pencarian jati diri manusia melalui
kemampuan berpikirnya menjadi keharusan. Beberapa penegasan Al-
Qur’an mengisyaratkan agar manusia selalu memikirkan hakikat dirinya.
Tentu saja karena keterbatasannya, manusia diharuskan untuk berupaya
mencari dan menggali sumber kebenaran yang lebih valid dibanding
dengan kemampuan berpikirnya saja, yakni dengan mengacu pada al-
Qur’an sebagai kerangka dasar pemikiran Islam.
Manusia adalah makhluk biologis, yang dijelaskan dalam Al-
Qur'an Surah Al-Rum/30:20, Allah. berfirman, "Dan di antara ayat-ayat-
Nya adalah ia menciptakan kamu dari tanah (turab) kemudian kamu
menjadi manusia (basyar) yang bersebar.". Ayat tersebut menyatakan
bahwa, tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah., Dia menciptakan
bapak kalian (Adam) dari tanah. Kemudian tiba-tiba kalian menjadi
manusia yang berkembang biak dengan turun temurun dan menyebar ke
bumi.
Konsep manusia dalam pandangan ajaran Islam disebutkan dalam
Al-Qur'an surah At-Tin/95:4, Allah. berfirman, "Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya.". Maksud ayat
tersebut menjelaskan bahwa Allah. telah menciptakan manusia dengan
sebaik-baiknya ciptaan dan seindah-indahnya rupa. Pandangan manusia
tentang dirinya akan memberikan dampak yang sangat kuat terhadap
sistem Pendidikan; Bahwa teori dalam pendidikan akan sangat dipengaruhi
oleh pandangan manusia tentang dirinya.
Secara filosofis, konsep manusia seperti dalam QS. Al-Tin:4 dalam
al Qur’an merupakan suatu ideologi yang universal. QS. Al-Tin:4 telah
menjelaskan bagaimana cara kita memahami dan menerima persepsi
tertentu tentang manusia. Tentu saja ideologi tentang manusia ini sangat
bermakna bagi pendidikan Islam, terutama sekali untuk dijadikan sebagai
model ideal manusia sebagai tujuan pendidikan Islam secara umum.
Ungkapan al-Insan yang dipergunakan dalam QS. Al-Tin:4 yang
merefleksikan konsep manusia sebagai makhluk sosial dan kultural
memberikan tugas bagi Pendidikan Islam untuk membantu manusia
mencapai kondisi tersebut. QS. Al-Tin:4 telah menempatkan manusia
secara simplikatif tidak hanya sebagai bagian sistematik dari realitas
makro-kosmos (Alam, lingkungan sosial). Lebih jauh, menuntut peranan
kreatif manusia untuk mengelola alam sebagai sumber daya material
(material resource), dalam kerangka misi produktif dan inovatif untuk
selalu menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran di muka bumi.
Pendidikan Islam harus diorientasikan pada Upaya pemeliharaan sebaik-
baiknya bentuk manusia dan terus mengembangkan dan meningkatkan
potensi dan kemampuan yang dimiliki manusia.

A. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini ialah untuk mengetahuai
Bagaimana konsep Manusia menurut Islam dan Proses Pembuatan
manusia itu sendiri. Juga sebagai bahan pembelajaran bagi penulis dan
pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Manusia dalam perspektif Al-Qur’an


Gambaran Tentang Manusia
Manusia adalah subyek pendidikan, sekaligus juga obyek
pendidikan. Manusia dalam proses perkembangan kepribadiannya, baik
menuju pembudayaan maupun proses kematangan dan intregitas
merupakan objek pendidikan Dimana dapat diartikan mereka adalah
sasaran atau bahan yang dibina. Meskipun kita sadari bahwa
perkembangan kepribadian adalah self development melalui self actifities,
jadi sebagai subjek yang sadar mengembangkan diri sendiri.
Dalam Al-Qur’an banyak ditemukan gambaran yang membahas
tentang manusia dan makna filosofis dari penciptaannya. Manusia
merupakan makhluk yang paling sempurna dan sebaik-baik ciptaan yang
dilengkapi dengan akal pikiran. Dalam hal ini Ibn ‘Arabi menggambarkan
hakikat manusia dengan mengatakan bahwa,”tak ada makhluk Allah yang
lebih sempurna kecuali manusia, yang memiliki daya hidup, mengetahui,
berkehendak, berbicara, melihat, mendengar, berfikir, dan memutuskan.
Manusia adalah makhluk kosmis yang sangat penting, karena dilengkapi
dengan semua pembawaan atau fitrahnya dan syarat-syarat yang
diperlukan untuk melaksanakan tugasnya sebagai makhluk ciptaan Allah
di muka bumi.
Ada enam konsep yang digunakan Al-Qur’an untuk menjelaskan
makna manusia, namun secara khusus memiliki penekanan pengertian
yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada konsep berikut :
1. Konsep Abd Alla
Beda dari Darwinisme, al-Qur’an dengan tegas menyatakan bahwa
manusia adalah ciptaan Allah. Dalam kontek ini manusia dipossikan sesuai
dengan hakikat penciptaanya dalam surat 51:56
‫ِۡۡل‬
٥٦ ‫َو َم ا َخ َلۡق ُت ٱۡل ِج َّن َو ٱ نَس ِإََّّل ِلَيۡع ُبُدوِن‬

Artinya: Dan tidak Aku jadikan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi
kepadaku”.
Secara hierarkis, abd atau abdi berada dalam kedudukan yang
paling rendah. Ia menjadi milik dan hamba “Tuan” nya. Di antara sikap
seorang hamba yang harus diperlihatkan kepada tuannya, adalah sikap
tunduk, patuh dan taat. Semuanya tanpa pamrih. Sikap seperti menjadi
indikator utama dalam penilaian tuan terhadap hambanya. Apakah ia
termasuk seorang hamba yang taat dan setia atau menentang. Sebagai
hamba Allah, manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang kecil
dan tak memiliki kekuasaan.Tugas Abdullah hanya menyembah kepada-
Nya dan berpasrah diri kepada-Nya.Menyembah Allah Swt dengan arti
sempit mengerjakan salat, puasa, zakat dll. Namun, dalam arti luas sebagai
hamba mempunyai kewajiban atas hablu minannas (hubungan muamalat
atau sosial antar manusia) dan hablu mina Allah (hubungan baik antara
hamba dengan Allah SWT Khalifah kedudukan dimuka bumi sangatlah
besar tanggungjawabnya dan otoritas yang sangat besar. Sebagai khalifah,
manusia diberi tangung jawab terhadap alam dan umat.
Sebagai wakil Tuhan manusia juga diberi otoritas ketuhanan;
menyebarkan rahmat Tuhan, menegakkan kebenaran, membasmi
kebatilan, menegakkan keadilan, dan bahkan diberi otoritas untuk
menghukum mati manusia.Sebagai hamba manusia adalah kecil, tetapi
sebagai khalifah Allah, manusia memiliki tugas yang sangat besar dalam
menegakkan sendi-sendi kehidupan di muka bumi.
Oleh karena itu, manusia diberikan kelebihan berupa psikologis
yang sangat sempurna, akal, hati, syahwat dan hawa nafsu, yang
keseluruhan sangat cukup bagi manusia agar dapat menjadi mahkluk
ciptaan Allah yang mulia, disamping juga sangat potensil untuk terjerumus
hingga pada posisi lebih rendah dibanding binatang.
Ketika memerankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka
bumi, ada dua peranan penting yang diamanahkan dan dilaksanakan
manusia sampai hari kiamat. Pertama, memakmurkan bumi (al
‘imarah).Kedua, memelihara bumi dari upaya-upaya perusakan yang
datang dari pihak manapun (ar ri’ayah). Sebagai Khalifah dimuka bumi
Allah berfirman QS. Al-Baqarah: 30 :
‫ۡۡل‬
‫ ل ِفي ٱ َۡر ِض َخ ِليَفة‬ٞ‫ِئَك ِة ِإن ي َج اِع‬
‫َو ِإۡذ َقاَل َر ُّبَك ِلۡل َم ل‬
‫َٰٓا‬
‫َأَتۡج َع ُل ِفيَها َم ن ُيۡف ِس ُد ِفيَها َو َيۡس ِفُك ٱلِد َم َء َو َنۡح ُن ُنَس ب ُح‬
‫َۖٗك‬
٣٠ ‫ِبَح ۡم ِد َك َو ُنَقِد ُس َل َقاَل ِإن َٰٓي َأۡع َلُم َم ا ََّل َتۡع َلُم وَن‬

Artinya "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:


"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi
itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui."

2. Konsep al-Basyar
Kata al-Basyar dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 36 kali dan
tersebar dalam 26 surat. Secara etimologi al-Basyar juga artikan
mulamasah, yaitu persentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan.
Makna ini dapat dipahami bahwa manusia merupakan makhluk yang
memiliki segala sifat kemanusiaan yang terbatas, seperti makan, minum,
seks, keamanan, kebahagiaan, dan lain sebagainya.Penunjukkan kata al-
Basyar ditunjukan Allah kepada seluruh manusia tanpa kecuali.Demikian
pula halnya dengan para rasul-rasul-Nya.Hanya saja kepada mereka
diberikan wahyu, sedangkan kepada manusia umumnya tidak diberikan.3
Berdasarkan konsep al- Basyar, manusia tak jauh berbeda dengan makhluk
biologis lainnya. Dengan demikian kehidupan manusia terikat kepada
kaidah-kaidah prinsip kehidupan biologis lain seperti berkembang biak,
mengalami fase pertumbuhan dan perkembangan dalam mencapai tingkat
kematangan serta kedewasaan. Manusia dalam pengertian basyar ini
banyak juga dijelaskan dalam Al-Qur‟an, diantaranya dalam surat Ibrahim
ayat 10,

‫ ك َفاِط ِر ٱلَّس َم َو ِت َو ٱۡل ۡر ِض َيۡد ُعوُك ۡم‬ٞ ‫َقاَلۡت ُرُس ُلُهۡم َأِفي ٱلَّل َش‬
‫ِلَيۡغ ِفَر َلُك م من ُذ ُنوِبُك ۡم َو ُيَؤ خَر ُك ۡم ِإَل َٰٓى َأَج ٖل ُّمَس مۚى َقاُلَٰٓو ْا ِإۡن‬
‫ ر مۡث ُلَنا ُتِر يُد وَن َأن َتُص ُّد وَنا َع َّم ا َك اَن َيۡع ُبُد َء اَبَٰٓا ُؤَنا‬ٞ ‫َأنُتۡم ِإَّل َبَش‬
١٠ ‫َفۡأ ُتوَنا ِبُس ۡل َطٖن ُّم ِبيٖن‬

Artinya: Berkata rasul-rasul mereka: "Apakah ada keragu-raguan


terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi? Dia menyeru kamu untuk
memberi ampunan kepadamu dari dosa-dosamu dan menangguhkan
(siksaan)mu sampai masa yang ditentukan?" Mereka berkata: "Kamu
tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga. Kamu menghendaki untuk
menghalang-halangi (membelokkan) kami dari apa yang selalu disembah
nenek moyang kami, karena itu datangkanlah kepada kami, bukti yang
nyata"

3. Konsep al-Insan
Kata al-Insan yang berasal dari kata al-uns, dinyatakan dalam al-
Qur’an sebanyak 73 kali dan tersebar dalam 43 surat. Secara etimologi, al-
Insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut, tampak, atau pelupa. Dan
ada juga dari akar kata Naus yang mengandung arti “pergerakan atau
dinamisme”. Merujuk pada asal kata al- Insan dapat kita pahami bahwa
manusia pada dasarnya memiliki potensi yang positif untuk tumbuh serta
berkembang secara fisik maupun mental spiritual. Di samping itu, manusia
juga dibekali dengan sejumlah potensi lain, yang berpeluang untuk
mendorong ia ke arah tindakan, sikap, serta perilaku negatif dan
merugikan.
Al-Insan dihubungkan dengan keistimewaan manusia sebagai
khalifah dan pemikul amanah, yang dapat dipahami melalui:
Pertama, Manusia dipandang sebagai makhluk unggulan atau
puncak penciptaan Tuhan. Keunggulannya terletak pada wujud
kejadiannya sebagai makhluk yang diciptakan dengan sebaik-baik
penciptaan yang berbeda dengan hewani.
‫ِۡۡل‬
٤ ‫َلَقۡد َخ َلۡق َنا ٱ ن َس َن ِفَٰٓي َأۡح َس ِن َتۡق ِو يٖم‬

Artinya: sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk


yang sebaik-baiknya
Kedua, manusia adalah makhluk yang memikul amanah (33: 72), amanah
adalah menemukan hukum alam, menguasainya atau dalam istilah al-
Qur'an "mengetahui nama-nama semuanya" dan kemudian
menggunakannya dengan inisiatif moral insani, untuk menciptakan tatanan
dunia yang baik. Mengutip berbagai pendapat para mufassir tentang makna
amanah dan memilih makna amanah sebagai predisposisi (isti'dad) untuk
beriman dan mentaati Allah.
‫ۡۡل‬ ‫ۡۡل‬
‫ِإَّنا َع َر ۡض َنا ٱ ََم اَنَة َع َلى ٱلَّس َم َو ِت َو ٱ َۡر ُۖٗنِض َو ٱۡل ِج َباِل َفأََبۡي َن‬
‫ِۡۡل‬
‫َأن َيۡح ِم ۡل َنَها َو َأۡش َفۡق َن ِم ۡن َها َو َح َم َلَها ٱ ن َس ِإَّنهُۥ َك اَن َظُلو ما‬
٧٢ ‫َج ُهو َّل‬
Artinya: Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit,
bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat
itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu
oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.

Ketiga, karena manusia memikul amanah, maka insan dalam alQur'an juga
dihubungkan dengan konsep tanggung jawab (75: 36; 75:3; 50:16). Ia
diwasiatkan untuk berbuat baik (29:8; 31:14; 46:15); amalnya dicatat
dengan cermat untuk diberi balasan sesuai dengan apa yang dikerjakannya
(53: 39).

٣٦ ‫َأَيۡح َس ُب ٱِلن َس ُن َأن ُيۡت َر َك ُسًدى‬

Artinya: Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja


(tanpa pertanggung jawaban)

Karena itu, insanlah yang dimusuhi setan (17:53; 59:16) dan ditentukan
nasibnya di hari Qiyamat (75:10, 13, 14; 79:35; 80:17; 89:23).

‫َو ُقل ِل ِعَباِد ي َيُقوُلوْا ٱَّلِتي ِه َي َأۡح َس ُۚن ِإَّن ٱلَّش ۡي َطَن َينَز ُغ َبۡي َنُهۚۡم‬
٥٣ ‫ِإَّن ٱلَّش ۡي َطَن َك اَن ِلِلن َس ِن َع ُد وا ُّم ِبي نا‬

Artinya: Dan katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: "Hendaklah mereka


mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan
itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan
itu adalah musuh yang nyata bagi manusia
Keempat, dalam menyembah Allah, insan sangat dipengaruhi
lingkungannya. Bila ia ditimpa musibah, ia cenderung menyembah Allah
dengan ikhlas; bila ia mendapat keberuntungan ia cenderung sombong,
takabur, dan bahkan musyrik (10:12; 11:9; 17:67; 17:83; 39:8, 49; 41:49,
51; 42:48; 89:15). Dalam al-Qur’an surat 10 : 12 :

‫ِۡۡل‬
‫ََِإَذ ا َم َّس ٱ ن َس َن ٱلُّض ُّر َدَعاَنا ِلَج ۢن ِبهَِٰٓۦ َأۡو َقاِع ًدا َأۡو َقَٰٓا ِئ ما َفَلَّم ا‬
‫َكَش ۡف َنا َع ۡن ُه ُضَّر هُۥ َّر َك أَن َّلۡم َيۡد ُعَنَٰٓا ِإَل ى ُض ر َّم ُۚۥ‬
‫َّسه َك َذ ِلَك ُز ي َن‬ ‫َم‬
١٢ ‫ِلۡل ُم ۡس ِرِفيَن َم ا َك اُنوْا َيۡع َم ُلوَن‬

Artinya: Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam
keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu
daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak
pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah
menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik
apa yang selalu mereka kerjakan

4. Konsep an-Nas
Kata an-Nas dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 240 kali dan tersebar
dalam 53 surat. Kosa kata An- Nas dalam Al- Qur’an umumnya dihubungkan
dengan fungsi manusia sebagai makhluk sosial. Manusia diciptakan sebagai
makhluk bermasyarakat, yang berawal dari pasangan laki-laki dan wanita
kemudian berkembang menjadi suku dan bangsa untuk saling kenal mengenal
“berinterksi” . Hal ini sejalan dengan teori “strukturalisme” Giddens yang
mengatakan bahwa manusia merupakan individu yang mempunyai karakter serta
prinsip berbeda antara yang lainnya tetapi manusia juga merupakan agen social
yang bisa mempengaruhi atau bahkan di bentuk oleh masyarakat dan kebudayaan
di mana ia berada dalam konteks sosial.
Yang lain mengakarkan pada kata nasa-yanusu artinya bergoncang.
Sementara dzu nawwas artinya yang memiliki keilmuan.Konsep al-Nas pada
umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai makhluk sosial, Dalam
alQur‟an kata al-Nas dipakai untuk menyatakan adanya sekelompok orang atau
masyarakat yang mempunyai berbagai kegiatan (aktivitas) untuk mengembangkan
kehidupannya. Penyebutan manusia dengan kata Al-Nas tampak lebih
menonjolkan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup
tanpa bantuan dan bersama-sama manusia lainnya.
Tentunya sebagai makhluk sosial manusia harus mengutamakan
keharmonisan bermasyarakat. Manusia harus hidup ber-sosial artinya tidak boleh
sendiri-sendiri, karena manusia tidak bisa hidup sendiri. Jika kita kembali ke asal
mula terjadinya manusia yang bermula dari pasangan laki-laki dan wanita (Adam
dan Hawa), dan berkembang menjadi masyarakat, ini menunjukkan bahwa
manusia harus hidup bersaudara dan tidak boleh saling menjatuhkan. Inilah
sebenarnya fungsi manusia dalam konsep an-Naas. Mengenai asal kejadian
keturunan umat manusia, dijelaskan dalam surat QS. an-Nisa‟ ayat 1, Allah SWT,
berfirman:

‫َٓأُّيَها ٱلَّناُس ٱَّتُقوْا َر َّبُك ُم ٱَّلِذ ي َخ َلَقُك م من َّنۡف ٖس َو ِح َد ٖة‬


‫َو َخ َلَق ِم ۡن َها َزۡو َج َها َو َبَّث ِم ۡن ُهَم ا ِر َج ا َّل َك ِثي را َو ِنَس َٰٓا ۚء َو ٱَّتُقوْا‬
١ ‫ٱلَّل ٱَّلِذ ي َتَس َٰٓا َء ُلوَن ِبِۦه َو ٱۡل ۡر َح اَۚم ِإَّن ٱلَّل َك اَن َع َلۡي ُك ۡم َر ِقي با‬

Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah


menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan
isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu. (QS. an-Nisa‟ : 1)

Manusia dalam pengertian An-Nas ini banyak juga dijelaskan dalam


AlQur‟an, diantaranya dalam surah alMaidah, ayat 2. Ayat ini menjelaskan bahwa
penciptaan manusia menjadi berbagai suku dan bangsa bertujuan untuk bergaul
dan berhubungan antar sesamanya (ta‟aruf ). Kemudian surat alhujurat: 13, al-
Maidah :3, al-Ashr: 3, alimran: 112. Berikut argument yang memperkuat
pernyataan bahwa al-Nas menunjuk pada manusia sebagai makhluk sosial.
Pertama, Banyak ayat yang menunjukkan kelompok-kelompok sosial
dengan karakteristiknya. Ayat-ayat itu lazimnya dikenal dengan ungkapan wa min
al-Nas (dan diantara sebagian manusia). Dengan memperhatikan ungkapan ini,
kita menemukan kelompok manusia yang menyatakan beriman, tapi sebetulnya
tidak beriman (2:8), yang mengambil sekutu terhadap Allah (2:165), yang hanya
memikirkan kehidupan dunia (2:200), yang mempesonakan orang dalam
pembicaraan tentang kehidupan dunia, tetapi memusuhi kebenaran (2:204), yang
berdebat dengan Allah tanpa ilmu, petunjuk, dan al-Kitab (22:3,8; 31:20), yang
menyembah Allah dengan iman yang lemah (22:11; 29:10), yang menjual
pembicaraan yang menyesatkan (31:6); di samping ada sebagian orang yang rela
mengorbankan dirinya untuk mencari kerelaan Allah.
Kedua, dengan memperhatikan ungkapan aktsar al-Nas, dapat
disimpulkan, sebagian besar manusia mempunyaikwalitas rendah, baik dari segi
ilmu maupun dari segi iman. Menurut alQur'an sebagian manusia itu tidak berilmu
(7:187; 12:21; 28,68; 30:6, 30; 45:26; 34:28,36; 40:57), tidak bersyukur (40:61;
2:243; 12:38), tidak beriman (11:17; 12:103; 13:1), fasiq (5:49), melalaikan ayat-
ayat Allah (10:92), kafir (17:89;25:50), dan kebanyakan harus menanggung azab
(22:18). Ayat-ayat ini dipertegas dengan ayat-ayat yang menunjukkan sedikitnya
kelompok manusia yang beriman (4:66; 38:24; 2:88; 4:46; 4:155), yang berilmu
atau dapat mengambil pelajaran (18:22; 7:3; 27:62; 40:58; 69:42), yang bersyukur
(34:13; 7:10; 23:78; 67:23; 32:9), yang selamat dari azab Allah (11:116), yang
tidak diperdayakan syetan (4:83). Surat 6116 menyimpulkan bukti kedua ini, Jika
kamu ikuti kebanyakan yang ada di bumi, mereka akan menyesatkanmu dari jolan
Allah.
Ketiga, al-Qur'an menegaskan bahwa petunjuk al-Qur'an bukanlah hanya
dimaksudkan pada manusia secara individual, tapi juga manusia secara sosial. Al-
Nas sering dihubungkan alQur'an dengan petunjuk atau al-Kitab (57:25; 4:170;
14:1; 24:35; 39:27; dan sebagainya). Adapun secara umum, penggunaan kata al-
nas memiliki arti peringatan Allah kepada manusia akan semua tindakannya,
seperti: jangan bertindak kikir dan ingkar nikmat(Q.S. An Nissa‟/4:37, riya (Q.S
An Nissa/4:38), tidak menyembah dan meminta pertolongan selain pada-Nya
(Q.S. Al Maidah/5:44), larangan berbuat zalim (Q.S. Al A‟raaf/7:85), kewajiban
menjaga keharmonisan sosial antar sesamanya (Q.S. Al Maidah/5:32 dan
Huud/11:85), agar manusia bias mengambil pelajaran dan menambah
keimanannya pada Khaliqnya (Q.S. Yunus/10:2 dan Huud/11:17).
B. Proses penciptaan manusia
pada hakikatnya yang lebih masuk akal yaitu yang tertera dalam kitab
suci umat Islam yaitu Al-Qur’an. Manusia tercipta dari setetes mani yang
tersimpan didalam rahim wanita kemudian menjadi segumpal darah dan
segumpal daging kemudian tumbuhlah tulang-tulang yang dibalut oleh daging
tersebut lalu ditiupkanlah ruh. banyak Istilah dalam penyebutan manusia seperti
al-basyar, al-Insan, al-Ins, an-Nas, al-Unas dan Bani Adam. Namun, hal itu tidak
mengurangi sedikitpun dari eksistensi manusia itu sendiri.
Al-Qur’an menyatakan dalam proses penciptaan manusia mempunyai
dua jenis yang berbeda, yaitu: Pertama, dari benda padat. Manusia pertama,
Adam a.s. diciptakan dari al-tin (tanah), al-turob (tanah debu), min shal (tanah
liat), min hamain masnun (tanah lumpur hitam yang busuk) yang dibentuk Allah
Swt dengan seindah-indahnya, kemudian Allah Swt, meniupkan ruh dari-Nya ke
dalam diri (manusia) tersebut. Kedua, dari benda cair. Penciptaan manusia
selanjutnya adalah melalui proses biologis yang dapat dipahami secara sains-
empirik. Di dalam proses ini, manusia diciptakan dari inti sari tanah yang
dijadikan air mani (nuthfah) yang tersimpan dalam tempat yang kokoh (rahim).

1. Dalam Perspektif Al-Qur’an


Pada penciptaan manusia, ada orientalitas yang bingung mengenai
sejumlah rumusan yang berbeda-beda menyangkut penciptaan manusia didalam
Al-Qur’an. Ada ayat yang menyatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah liat,
tembikar, saripati tanah, saripati air yang hina, air yang tertumpah dan mani yang
terpancar.
Bila diamati lebih dalam dapat disimpulkan bahwa manusia berasal dari
dua jenis yaitu dari benda padat dan benda cair. Benda padat berbentuk tanah
(turab), tanah yang sudah mengandung air (thin), tanah liat (hama’), dan
tembikar (shalshal). Benda cair berbentuk air mani.

1) Penciptaan manusia dari tanah


 surat Ali Imran: 59

‫ِاَّن َم َثَل ِع ْيٰس ى ِع ْنَد ِهّٰللا َك َم َثِل ٰا َد َم ۗ َخ َلَقٗه ِم ْن ُتَر اٍب ُثَّم َقاَل َلٗه ُك ْن َفَيُك ْو ُن‬

“Sesungguhnya perumpamaan (penciptaan) ‘Isa bagi Allah, seperti


(penciptaan) Adam. Dia menciptakannya dari tanah, kemudian Dia berkata
kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu”.

Pada ayat tersebut, Allah SWT menyatakan kepada nabi Muhammad Saw
bahwa penciptaan nabi Isa a.s. sama dengan penciptaan nabi Adam a.s yaitu
sama-sama dari tanah. Penciptaan nabi Isa a.s memang dari unsur sel telur yang
berasal dari ibunya. Tetapi perlu diingat bahwa sel telur itu berasal dari darah,
sedangkan darah dari makanan, dan makanan tumbuh dari tanah. Maka, nabi isa
a.s juga berasal dari tanah. (Salman Harun 2016).

 Surat al-Kahfi: 37

‫َقاَل َلٗه َص اِح ُبٗه َو ُهَو ُيَح اِو ُر ٓٗه َاَكَفْر َت ِباَّلِذ ْي َخ َلَقَك ِم ْن ُتَر اٍب ُثَّم ِم ْن ُّنْطَفٍة ُثَّم َس ّٰو ىَك َر ُج ۗاًل‬

“Kawannya (yang beriman) berkata kepadanya sambil bercakap-cakap


dengannya, Apakah engkau ingkar kepada (Tuhan) yang menciptakan engkau
dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan engkau
seorang laki-laki yang sempurna?”

Allah memerintahkan kepada nabi Muhammad Saw untuk menceritakan


kepada kaum muslimin tentang kisah seorang yang sombong, pemilik pertanian
yang hasilnya melimpah ruah. Orang tersebut telah ditegur oleh kawannya dan
diingatkan bahwa dia diciptakan dari tanah dan pasti akan kembali kepadanya.
Tetapi ia terus saja membangkang. Dia baru sadar setelah seluruh kekayaannya
sirna.

 Surat al-Hajj: 5

‫ٰٓيَاُّيَها الَّناُس ِاْن ُكْنُتْم ِفْي َر ْيٍب ِّم َن اْلَبْع ِث َفِاَّنا َخ َلْقٰن ُك ْم ِّم ْن ُتَر اٍب ُثَّم ِم ْن ُّنْطَفٍة ُثَّم ِم ْن َع َلَقٍة ُثَّم ِم ْن‬
‫ُّم ْض َغ ٍة ُّم َخ َّلَقٍة َّو َغْيِر ُم َخ َّلَقٍة ِّلُنَبِّيَن َلُك ْۗم َو ُنِقُّر ِفى اَاْلْر َح اِم َم ا َنَش ۤا ُء ِآٰلى َاَج ٍل ُّمَس ًّمى ُثَّم ُنْخ ِر ُج ُك ْم ِط ْفاًل ُثَّم ِلَتْبُلُغْٓو ا‬
‫َاُش َّد ُك ْۚم َوِم ْنُك ْم َّم ْن ُّيَتَو ّٰف ى َوِم ْنُك ْم َّم ْن ُّيَر ُّد ِآٰلى َاْر َذ ِل اْلُع ُم ِر ِلَكْياَل َيْع َلَم ِم ْۢن َبْع ِد ِع ْلٍم َش ْئًـۗا َو َتَر ى اَاْلْر َض َهاِم َد ًة‬
‫ْۢن‬ ‫ۤا‬
‫َفِاَذ ٓا َاْنَز ْلَنا َع َلْيَها اْلَم َء اْهَتَّزْت َو َرَبْت َو َا َبَتْت ِم ْن ُك ِّل َز ْو ٍۢج َبِهْيٍج‬

“Wahai manusia! Jika kamu meragukan (hari) Kebangkitan, maka


sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes
mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang
sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna agar Kami jelaskan kepada
kamu; dan Kami tetapkan dalam rahim menurut kehendak Kami sampai waktu
yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian
(dengan berangsur-angsur) kamu sampai kepada usia dewasa, dan di antara
kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dikembalikan
sampai usia sangat tua (pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu
yang telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila
telah Kami turunkan air (hujan) di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi
subur dan menumbuhkan berbagai jenis pasangan tetumbuhan yang indah”.

Dalam ayat ini Allah menyapa Manusia dan menerangkan bahwa mereka
diciptakan dari tanah, kemudian berproses dari zigot sampai janin. Lalu
Manusia lahir menjadi kanak-kanak dan dewasa. Ada yang kemudian meninggal
dan ada pula yang diberi usia lanjut.1

2) Penciptaan manusia dari thin

Menurut Al-Asfahani, kata thin bermakna tanah yang sudah


bercampur air atau tanah basah.
1
 surat al-An’am: 2

‫ُهَو اَّلِذ ْي َخ َلَقُك ْم ِّم ْن ِط ْيٍن ُثَّم َقٰٓض ى َاَج اًل ۗ َو َاَج ٌل ُّمَس ًّمى ِع ْنَدٗه ُثَّم َاْنُتْم َتْم َتُرْو َن‬

“Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian Dia menetapkan


ajal (kematianmu), dan batas waktu tertentu yang hanya diketahui oleh-Nya.
Namun demikian kamu masih meragukannya”.

 surat al-‘Araf: 12

‫َقاَل َم ا َم َنَع َك َااَّل َتْس ُجَد ِاْذ َاَم ْر ُتَك ۗ َقاَل َاَن۠ا َخْيٌر ِّم ْنُۚه َخ َلْقَتِنْي ِم ْن َّناٍر َّو َخ َلْقَتٗه ِم ْن ِط ْيٍن‬

(Allah) berfirman, “Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak


bersujud (kepada Adam) ketika Aku menyuruhmu?” (Iblis) menjawab, “Aku
lebih baik daripada dia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau
ciptakan dari tanah.”

 surat as-Sajadah: 7

‫اَّلِذ ْٓي َاْح َس َن ُك َّل َش ْي ٍء َخ َلَقٗه َو َبَد َا َخ ْلَق اِاْل ْنَس اِن ِم ْن ِط ْيٍن‬

“Yang memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan dan yang


memulai penciptaan manusia dari tanah”.

 surat ash-Shaffat: 11

‫َفاْسَتْفِتِهْم َاُهْم َاَشُّد َخ ْلًقا َاْم َّم ْن َخ َلْقَناۗ ِاَّنا َخ َلْقٰن ُهْم ِّم ْن ِط ْيٍن اَّل ِز ٍب‬

“Maka tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekah): ‘Apakah mereka


yang lebih kukuh kejadiannya ataukah apa yang telah Kami ciptakan itu?’
Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari tanah liat”.

 surat Shad: 71 dan 76


‫ٰۤل‬
‫ِاْذ َقاَل َر ُّبَك ِلْلَم ِٕىَك ِة ِاِّنْي َخ اِلٌۢق َبَش ًرا ِّم ْن ِط ْيٍن‬

“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, “Sesungguhnya


Aku akan menciptakan manusia dari tanah”.

‫َقاَل َاَن۠ا َخْيٌر ِّم ْنُه َخ َلْقَتِنْي ِم ْن َّناٍر َّو َخ َلْقَتٗه ِم ْن ِط ْيٍن‬
“(Iblis) berkata, “Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan
aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.”

3) Penciptaan manusia dari shalshal

Shalshal adalah tembikar kering yang berongga yang dibuat dari tanah.
Sehingga mengeluarkan bunyi bila ditiup atau diayunkan. Benda itu menurut Al-
Qur’an dibuat dari hama’ yaitu tanah liat yang sedikit berbau. Tanah itu dibentuk
(Masnun) menjadi shalshal tersebut. Kata tersebut diulang tiga kali didalam Al-
Qur’an.

 surat al-Hijr: 26, 28 dan 33

‫َو َلَقْد َخ َلْقَنا اِاْل ْنَس اَن ِم ْن َص ْلَص اٍل ِّم ْن َح َم ٍا َّم ْس ُنْو ٍۚن‬

“Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat
kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk”.

‫َو ِاْذ َقاَل َر ُّبَك ِلْلَم ٰۤل ِٕىَك ِة ِاِّنْي َخ اِلٌۢق َبَش ًرا ِّم ْن َص ْلَص اٍل ِّم ْن َح َم ٍا َّم ْس ُنْو ٍۚن‬

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,


“Sungguh, Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering dari
lumpur hitam yang diberi bentuk”.

‫َقاَل َلْم َاُك ْن َاِّلْس ُجَد ِلَبَش ٍر َخ َلْقَتٗه ِم ْن َص ْلَص اٍل ِّم ْن َح َم ٍا َّم ْس ُنْو ٍن‬

“Ia (Iblis) berkata, “Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia
yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering dari lumpur hitam
yang diberi bentuk.”

Isyarat tentang proses penciptaan manusia melalui satu tahapan ‘alaqah


lebih jauh dijabarkan dalam Q.S Al-Mu’minun ayat 12-14: 2

‫َو َلَقْد َخ َلْقَنا اِاْل ْنَس اَن ِم ْن ُس ٰل َلٍة ِّم ْن ِط ْيٍن ۚ ُثَّم َجَع ْلٰن ُه ُنْطَفًة ِفْي َقَر اٍر َّمِكْيٍن ۖ ُثَّم َخ َلْقَنا الُّنْطَفَة َع َلَقًة َفَخ َلْقَنا‬
‫اْلَع َلَقَة ُم ْض َغ ًة َفَخ َلْقَنا اْلُم ْض َغ َة ِع ٰظ ًم ا َفَك َس ْو َنا اْلِع ٰظ َم َلْح ًم ا ُثَّم َاْنَش ْأٰن ُه َخ ْلًقا ٰا َخ َۗر َفَتَباَر َك ُهّٰللا َاْح َس ُن اْلَخ اِلِقْيَۗن‬

2
“Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal)
dari tanah. Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kukuh (rahim). Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang
melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan
segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang
(berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik”.

Dalam ayat diatas jelas terlihat bagaimana proses penciptaan manusia


dimulai dari tahap sulalah (saripati makanan) kemudian nutfah (sperma) lalu
terjadi konsepsi (pembuahan) dan masuk kedalam rahim (menjadi embrio)
kemudian berkembang membentuk ‘alaqah kemudian berproses menjadi
mudhghah, ‘izaman (tumbuh tulang belulangnya) kemudian tulang-tulang itu
dibungkus dengan daging.

Setelah terbentuk manusia yang utuh, kemudian Allah SWT meniupkan


(nafakha) kepadanya ruh nya kemudian jadilah ia makhluk yang unik (khalqan
Akhar). Disebut demikian karena manusia memiliki substansi psikis yang
berasal dari substansi tuhan sama sekali tidak dimiliki makhluk-makhluk lain.

Al-Qur’an menggunakan beberapa istilah dalam penyebutan manusia


yaitu meliputi al-basyar, al-Ins, al-Insan, an-Nas, al-Unas, Bani Adam, an-Nafs,
al-Anfus dan an-Nufus.

a) Al-basyar

Secara bahasa, berarti fisik manusia. Makna ini disimpulkan dari


berbagai uraian tentang al-basyar. Menurut Abu al-Husain Ahmad Ibnu Faris Ibn
Zakariya dalam Mu’jam al-Maqayis fi al-Lugah. Ia menjelaskan bahwa semua
kata yang huruf-huruf asalnya terdiri dari ba, syin dan ra’ berarti sesuatu yang
tampak jelas dan biasanya cantik dan indah. Dengan demikian, bahwa manusia
yang dijelaskan oleh al-basyar menekankan pada gejala umum yang melekat
pada fisik manusia yang secara umum relatif sama antara semua manusia.
Allah Swt, memakai konsep al-basyar dalam Al-Qur’an sebanyak 37 kali.
Salah satunya dalam surat al-Kahfi ayat 110.

‫ُقْل ِاَّنَم ٓا َاَن۠ا َبَش ٌر ِّم ْثُلُك ْم ُيْو ٰٓح ى ِاَلَّي َاَّنَم ٓا ِاٰل ُهُك ْم ِاٰل ٌه َّواِح ٌۚد َفَم ْن َك اَن َيْر ُجْو ا ِلَقۤا َء َر ِّبٖه َفْلَيْع َم ْل َع َم اًل‬
‫َص اِلًحا َّو اَل ُيْش ِر ْك ِبِعَباَد ِة َر ِّبٖٓه َاَح ًدا‬

“Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku ini hanya seorang


manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya
Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.” Maka barang siapa mengharap
pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan
janganlah dia menyekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada
Tuhannya”.

b) Al-Insan, al-Ins, an-Nas dan al-Unas

Kata al-Insan menurut Ibnu Mansur, mempunyai tiga asal kata. Pertama,
berasal dari kata anasa yang berarti abara yaitu melihat, ‘alima yaitu
mengetahui dan istilah “an” yang berarti meminta izin. Kedua, berasal dari kata
nasiya yang berarti lupa. Ketiga berasal dari kata an-nus yang berarti jinak lawan
dari kata al-wakhsyah yang berarti buas.

Menurut Ibnu Zakariya, semua kata yang asalnya dari huruf Alif , nun
dan sin mempunyai makna asli jinak, harmonis dan tampak dengan jelas. Dari
kedua uraian tersebut memiliki inti yang sama bahwa manusia yang diistilahkan
dengan al-Insan tampak pada ciri-ciri khasnya yaitu jinak, tampak jelas kulitnya
juga potensial untuk memelihara atau melanggar aturan sehingga ia dapat
menjadi makhluk yang harmonis atau kacau.

Kata al-Insan disebutkan didalam Al-Qur’an sebanyak 65 kali,


diantaranya;

surat al-Alaq ayat 5:

‫َع َّلَم اِاْل ْنَس اَن َم ا َلْم َيْع َلْۗم‬

Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.


Kata al-Ins selalu bergandengan dengan kata al-jinn karena kata tersebut
selalu jadi perbandingan.

Al-Ins dengan al-jinn adalah makhluk yang diciptakan Allah agar


senantiasa mengabdikan dirinya (beribadah) kepada Allah sepanjang hidupnya.

Al-Ins dan al-jinn juga makhluk pembangkang, sehingga mendapat


tantangan dari Allah agar mereka bekerjasama untuk membuat semacam Al-
Qur’an dan menjelajahi lapisan-lapisan langit.

Kata an-Nas didalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 240 kali,


sebagaimana dalam

surat az-Zumar ayat 27:

‫َو َلَقْد َضَر ْبَنا ِللَّناِس ِفْي ٰهَذ ا اْلُقْر ٰا ِن ِم ْن ُك ِّل َم َثٍل َّلَع َّلُهْم َيَتَذَّك ُرْو َۚن‬

Dan sungguh, telah Kami buatkan dalam Al-Qur’an ini segala macam
perumpamaan bagi manusia agar mereka mendapatkan pelajaran.

Konsep an-Nas merujuk pada manusia sebagai makhluk sosial atau


secara kolektif.

Dengan demikian, dalam hubungannya dengan penjelasan tentang


manusia, dapat dipahami bahwa manusia adalah makhluk yang berkelompok dan
ia akan selalu membentuk kelompoknya sesuai dengan ciri-ciri dan
persamaannya. Seperti persamaan biologis, kebutuhan, kepentingan, suku,
bangsa dan lainnya. Memang dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu
berhubungan dengan Kelompok. Mulai dari kelompok, suku, etnis, wilayah,
sosial politik, agama dan sebagainya.

c) Bani Adam

Secara bahasa, Bani adalah bentuk jamak dari kata ibnun yang berarti
anak. Bentuk dasarnya adalah banun atau banin. Tetapi karena berada pada
posisi muaf (diterangkan), huruf wawu dan nun pada kata banun tersebut harus
dihilangkan. Sehingga menjadi kata bani.

Penggunaan kata bani Adam dalam konteks ini sangat tepat bahwa semua
manusia tanpa kecuali telah diberi bekal potensial fitrah keagamaan yaitu
mengesakan tuhan. Manusia juga adalah makhluk yang diberikan kelebihan
yang dapat menguasai daratan dan lautan. Sebagaimana firman Allah Swt dalam

surat Al-Isra: 70.

‫َو َلَقْد َكَّر ْم َنا َبِنْٓي ٰا َد َم َو َح َم ْلٰن ُهْم ِفى اْلَبِّر َو اْلَبْح ِر َو َر َز ْقٰن ُهْم ِّم َن الَّطِّيٰب ِت َو َفَّض ْلٰن ُهْم َع ٰل ى َك ِثْيٍر ِّمَّم ْن‬
‫َخ َلْقَنا َتْفِض ْياًل‬

“Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak-cucu Adam, dan Kami


angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-
baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan
dengan kelebihan yang sempurna”.

Dari keseluruhan ayat yang menggunakan kata bani Adam dapat


dipahami bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki kelebihan dan
keistimewaan dibanding makhluk lainnya. Keistimewaan itu meliputi fitrah
keagamaan, peradaban, dan kemampuan memanfaatkan alam.

Dengan kata lain, manusia adalah makhluk yang berada dalam relasi
(Habl), dengan Tuhan (Habl min Allah), relasi dengan sesama manusia (Habl
min An-Nas) dan relasi dengan alam ( Habl min alam).

2. Dalam Perspektif Sains

Menurut perspektif sains modern, dijelaskan bahwa proses kejadian


manusia juga terjadi dalam tiga fase yaitu fase zigot yaitu sejak konsepsi hingga
akhir minggu ke 2. Fase embrio yaitu akhir minggu ke 2 hingga akhir bulan ke 2
dan fase janin yaitu akhir bulan ke 2 hingga kelahiran. Sains modern
mendapatkan informasi perkembangan manusia dalam rahim setelah melakukan
pengamatan dengan menggunakan peralatan modern.

Sedangkan menurut teori biologi yang dikembangkan oleh Charles


Robert Darwin (1800-1882) ia mengemukakan bahwa manusia adalah hasil
evolusi dari makhluk hidup yang sangat sederhana (satu sel organisme) pada
awal kehidupan di bumi yang secara perlahan-lahan melalui proses penurunan
dengan modifikasi yang akhirnya berkembang menjadi berbagai spesies
organisme di muka bumi sekarang ini termasuk kejadian manusia

Adapun teori menurut evolusi Darwin yaitu, manusia adalah hewan atau
binatang yang sudah lebih maju. Pokok pemikiran Darwin dan para pengikutnya
(Darwinian) mengemukakan bahwa ada sejumlah ras manusia yang berevolusi
lebih cepat dan ada ras yang lambat berevolusi. Ras yang cepat berevolusi akan
maju, sedangkan ras yang lambat berevolusi akan tertinggal jauh bahkan terlihat
masih primitif setingkat kera..

Namun dalam tulisan Harun Yahya berjudul “Runtuhnya Teori Evolusi


Darwin dalam 20 Pertanyaan” menjelaskan berbagai penemuan atau pendapat
ilmiah yang akurat merobohkan bangunan teori Darwinisme sampai ke akarnya
dengan berlandaskan sains yang bersesuaian dengan nilai-nilai agama.
Menurutnya tidak mungkin semua bagian penyusun sel itu berkembang secara
kebetulan dalam membentuk struktur yang kompleks dan rumit secara kebetulan
dalam jutaan tahun. Oleh sebab itu, rancangan yang begitu kompleks dan sistem
rumit dari sebuah sel saja, sudah jelas menunjukkan suatu proses penciptaan
yang cerdas, yaitu Tuhan yang menciptakan makhluk di alam semesta.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan

Berdasarkan beberapa penjelasan dan pembahasan dapat disimpulkan


bahwa Konsep Manusia menurut Islam ialah Manusia sebagai mahluk biologis,
Manusia adalah Khalifah/, dan Manusia adalah Mahluk sosial. Dalam
menjalankan kehidupan sehari-harinya, manusia memerlukan bantuan manusia
lainnya untuk bertahan hidup. Manusia ialah makhluk yang paling berharga
karena dibekali akal pikiran sehingga kedudukan manusia dimuka bumi
sangatlah mulia. Penciptaan manusia dalam perspektif Islam merujuk pada nash
Alquran, selalu bertitik tolak pada term khalaqa (menciptakan) dan atau ja’ala
(menjadikan). Dimana Allah-lah sebagai maha pencipta dan yang menjadikan
manusia ada di muka bumi ini.

Pada penciptaan manusia, mengenai dengan sejumlah rumusan yang


berbeda-beda menyangkut penciptaan manusia didalam Al-Qur’an. Ada ayat
yang menyatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah liat, tembikar, saripati
tanah, saripati air yang hina, air yang tertumpah dan mani yang terpancar..

Setelah terbentuk manusia yang utuh, kemudian Allah SWT meniupkan


(nafakha) kepadanya ruh nya kemudian jadilah ia makhluk yang unik (khalqan
Akhar). Disebut demikian karena manusia memiliki substansi psikis yang
berasal dari substansi tuhan sama sekali tidak dimiliki makhluk-makhluk lain.

Kemudian dalam perspektif sains modern, dijelaskan pula bahwa proses


kejadian manusia juga terjadi dalam tiga fase yaitu fase zigot yaitu sejak
konsepsi hingga akhir minggu ke 2. Fase embrio yaitu akhir minggu ke 2 hingga
akhir bulan ke 2 dan fase janin yaitu akhir bulan ke 2 hingga kelahiran.
Perbedaan pula diungkapkan oleh Charles Robert Darwin yang
mengatakan bahwa manusia adalah hewan atau binatang yang sudah lebih maju.
Kemudian menurut Harun Yahya dalam tulisannya yang berjudul “Runtuhnya
Teori Evolusi Darwin dalam 20 Pertanyaan” tidak sependapat dengan Darwin.
Menurut Harun sendiri tidak mungkin semua bagian penyusun sel itu
berkembang secara kebetulan dalam membentuk struktur yang kompleks dan
rumit secara kebetulan dalam jutaan tahun. Oleh sebab itu, rancangan yang
begitu kompleks dan sistem rumit dari sebuah sel saja, sudah jelas menunjukkan
suatu proses penciptaan yang cerdas, yaitu Tuhan yang menciptakan makhluk.
DAFTAR PUSTAKA

(Aliyah et al., 2023)Aliyah, A., Hambali, A., & Suhartini, A. (2023). Konsep
Penciptaan Manusia (Khaliqul Basyar) Sebagai Landasan Religious
Pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan Islam, 11(1), 188–205.
https://doi.org/10.21274/taalum.2023.11.1.188-205

Jurnal Islam dan Sains (1). (n.d.).

Muhlasin. (2019). Idarotuna,Vol. 1.No. 2.April2019. Konsep Manusia Dalam


Prespektif Al-Qur’an, 1(2), 46–60.

Priatna, T., & Ratnasih, T. (2017). Konsep Manusia Ahsani Taqwim Dan
Refleksinya Dalam Pendidikan Islam. Artikel Ilmiah, 16.

Raffie Rasyad, M., Reza Wiradhana, M., Muhammad Saomi Al -Aqsa, dan,
Sunan Gunung Djati Bandung Jl Soekarno-Hatta, U., & Bandung, K. (2023).
Conference Series Learning Class Tauhid and Akhlak Proses Penciptaan
Manusia. Gunung Djati Conference Series, 22, 198–214.

Anda mungkin juga menyukai