Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

HAKIKAT MANUSIA DALAM ISLAM

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam
yang diampu oleh Bapak Ahmad Arfin Lubis, M.Sy

Disusun oleh : Kelompok 3

Anggota :

Ananda Suci Hartalena (227310517)

Dina Putri Fadila (227310534)

Mita Satrika (227310538)

ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
rahmat, inayah, taufik dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini tepat pada waktunya. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi pembaca
untuk memperdalam ilmu agama.

Penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan terhadap makalah ini.
Oleh kerena itu, penulis meminta kepada para pembaca untuk memberikan
masukan bermanfaat yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini
agar dapat diperbaiki bentuk maupun isi makalah sehingga kedepannya dapat
menjadi lebih baik.

Pekanbaru, 25 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................1

C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2

BAB II......................................................................................................................3

A. Hakikat Manusia dalam Islam 3

B. Persamaan dan Perbedaan Manusia dengan Makhluk Lain 5

C. Eksistensi Dari Martabat Manusia 7

D. Fungsi Dan Peran Yang Diberikan Allah Swt Kepada Manusia 10

E. Tanggung Jawab Manusia Sebagai Hamba Dan Khalifah Allah Swt. 12

BAB III..................................................................................................................16

A. Simpulan 16

B. Saran 16

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbicara tentang manusia dan agama dalam Islam adalah membicarakan


sesuatu yang sangat klasik namun senantiasa aktual. Berbicara tentang
kedua hal tersebut sama saja dengan berbicara tentang kita sendiri dan
keyakinan asasi kita sebagai makhluk Tuhan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘manusia’ diartikan sebagai
makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain); insan;
orang (1989:558). Menurut pengertian ini manusia adalah makhluk Tuhan
yang diberi potensi akal dan budi, nalar dan moral untuk dapat menguasai
makhluk lainnya demi kemakmuran dan kemaslahatannya. Dalam bahasa
Arab, kata ‘manusia’ ini bersepadan dengan kata-kata nâs, basyar, insân,
mar’u, ins dan lain-lain. Meskipun bersinonim, namun kata-kata tersebut
memiliki perbedaan dalam hal makna spesifiknya. Kata nâs misalnya lebih
merujuk pada makna manusia sebagai makhluk sosial. Sedangkan kata
basyar lebih menunjuk pada makna manusia sebagai makhluk biologis.
Begitu juga dengan kata-kata lainnya. Oleh karena itu, untuk lebih
memahami makna dari manusia menurut pandangan islam, maka
tersusunnya makalah ini.

B. Rumusan Masalah

1) Apa konsep manusia dan siapa manusia?


2) Apa persamaan dan perbedaan manusia dengan makhluk lain?
3) Apa eksistensi dari martabat manusia ?
4) Apa fungsi dan peran yang diberikan Allah Swt kepada manusia
5) Apa tanggung jawab manusia sebagai hamba dan khalifah Allah Swt.

1
C. Tujuan Penulisan

1) Untuk mengetahui konsep manusia, siapa manusia, persamaan dan


perbedaan manusia dengan makhluk lain
2) Untuk mengetahui eksistensi dari martabat manusia, fungsi dan peran
yang diberikan Allah Swt kepada manusia
3) Untuk mengetahui tanggung jawab manusia sebagai hamba dan
khalifah Allah Swt.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Manusia dalam Islam

Pemikiran tentang hakikat manusia, sejak zaman dahulu sampai zaman


modern ini juga belum berakhir dan tak akan berakhir. Ternyata orang
menyelidiki manusia dari berbagai sudut pandang, ada yang memandang manusia
dari sudut pandang budaya disebut Antropologi Budaya, ada juga yang
memandang dari segi hakikatnya disebut Antropologi Filsafat. Memikirkan dan
membicarakan mengenai hakikat manusia inilah, yang menyebabkan orang tidak
henti-hentinya berusaha mencari jawaban yang memuaskan tentang pertanyaan
yang mendasar tentang manusia yaitu apa, bagaimana, dan kemana manusia itu
nantinya. Berbicara mengenai apa itu manusia, ada beberapa aliran yang
mendasari yaitu :

1. Aliran serba zat, mengatakan bahwa yang sungguh-sungguh ada hanyalah zat
atau materi. Zat atau materi itulah hakekat dari sesuatu. Alam ini adalah
materi dan manusia adalah unsur dari alam maka dari itu hakikat dari manusia
itu adalah zat atau materi.
2. Aliran serba roh, berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia
ini adalah roh, begitu juga hakikat manusia adalah roh. Adapun zat itu adalah
manifestasi daripada roh di dunia ini.
3. Aliran dualisme, mencoba untuk meyakinkan kedua aliran di atas. Aliran ini
menganggap bahwa manusia itu pada hakikatnya terdiri dari dua substansi
yaitu jasmani dan rohani. Kedua substansi ini masing-masing merupakan
unsur asalnya, tidak tergantung satu sama lain. Jadi badan tidak berasal dari
roh, juga sebaliknya. Hanya dalam perwujudannya manusia itu ada dua, jasad
dan roh, yang keduanya berintegrasi membentuk yang disebut manusia.
4. Aliran eksistensialisme, yang memandang manusia secara menyeluruh, artinya
aliran ini memandang manusia tidak dari sudut zat atau serba roh atau

3
dualisme, tetapi memandangnya dari segi eksistensi manusia itu sendiri yaitu
cara beradanya manusia itu sendiri di dunia ini.

Dari keempat aliran tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa hakikat
manusia yang sebenarnya adalah sesuatu yang melatar belakangi keberadaanya di
dunia ini sebagai manusia yang terdiri dari jasmani dan rohani. Sedangkan dalam
Islam sendiri, hakikat manusia didasarkan pada apa yang diterangkan dalam Al-
Qur’an dan As-Sunah, atau melalui pengenalan asal kejadian manusia itu sendiri.
Hakikat manusia dalam Islam merupakan suatu keberadaan yang mendasari
diciptakannya manusia yang telah diberi amanat untuk mengatur bumi (Khalifah)
yaitu untuk mengabdi atau beribadah kepada Allah SWT sebagaimana firman
Allah SWT dalam Q.S.Adh-Dhariyat [51:56] yang artinya “Dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”

Hakikat manusia sebagai makhluk yang mulia ciptaan Allah memberikan


makna bahwa penciptaan merupakan pihak penentu dan yang diciptakan adalah
pihak yang ditentukan, baik mengenai kondisi maupun makna penciptaannya.
Manusia tidak mempunya peranan apapun dalam proses dan hasil penciptaan
dirinya. Oleh karena itu ketidakmampuan manusia itu merupakan peringatan bagi
manusia. Seperti halnya manusia tidak ikut menentukan atau memilih orang
tuanya, suku atau bangsa dan lain-lain. Oleh karenanya manusia harus menyadari
atas ketentuan – ketentuan yang telah diberikan oleh Allah SWT. Sebagai
makhluk yang mulia, manusia dapat dilihat dari beberapa hal diantaranya :
1. Manusia adalah makhluk yang keberadaanya di dunia ini untuk mengadakan
sesuatu, artinya seorang manusia mempunyai tugas bekerja dalam hidupnya.
2. Manusia ada untuk berbuat yang baik dan membahagiakan manusia, artinya
manusia ada untuk mengadakan sesuatu yang benar serta bermanfaat, dari
sanalah muncul segala bentuk karya manusia meliputi kreatifitas dan dinamika
di dalam kehidupanya.
3. Manusia adalah makhluk yang memiliki kebebasan dalam hidup, artinya
kebebasan manusia nampak melalui aneka kreasi dalam segala segi kehidupan
dan melalui kebebasan itulah muncul berbagai kegiatan.

4
4. Manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab. Dalam diri manusia ada
kesadaran untuk mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan dalam
hidupnya. Misalnya dalam salah satu wujud kesadaran religius, bahwa
manusia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya pada ilahi.
5. Manusia adalah makhluk yang mempunyai keterbatasan, walaupun manusia
adalah makhluk mulia.
Kelima hal tersebut merupakan perincian dari kehidupan manusia dalam islam
sebagai makhluk yang istimewa.

B. Persamaan dan Perbedaan Manusia dengan Makhluk Lain

Manusia tidak berbeda dengan binatang dalam kaitan dengan fugsi tubuh dan
fisiologisnya. Fungsi kebinatangan di temukan oleh naluri, pola-pola tingkah laku
yang khas, yang pada gilirannya ditentukan oleh struktur susunan syaraf bawaan.
Semakin tinggi tingkat perkembangan binatang, semakin fleksibel pola
tindakannya. Pada primata (bangsa monyet) yang lebih tinggi dapat di temukan
intelegensi, yaitu penggunaan pikiran guna mencapai tujuan yang diinginkan,
sehinnag memungkinkan binatang melampaui pola kelakuan yang telah di
gariskan secara naluri. Namun setinggi-tingginya perkembangan binatang,
elemen-elemen dasar ekstensinya yang tertentu masih tetap sama.

Manusia pada hakikatnya sama saja dengan makhluk hidup lainnya, yaitu
memiliki hasrat dan tujuan. Ia berjuang untuk meraih tujuannya dengan di dukung
oleh pengetahuan dan kesadaran. Perbedaan di antara keduanya terletak pada
dimensi pengtahuan, kesadaran, dan tingkat tujuan. Di sinilah letak kelebihan dan
keunggulan yang di banding dengan makhluk lain.

Manusia sebagai salah satu makhluk yang hidup di muka bumi merupakan
makhluk yang memiliki karakter yang paling unik. Manusia secara fisik tidak
begitu berbeda dengan binatang, sehingga para pemikir menyamakan dengan
binatang. Letak perbedaan yang paling utama antara manusia dengan makhluk
yang lain adalah dalam kemampuannya melahirkan kebudayaan. Kebudayaan

5
hanya manusia saja yang memilikinya, sedangkan binatang hanya memiliki
kebiasaan-kebiasaan yang bersifat instinctif.

Di banding makhluk lainnya, manusia mempunyai kelebihan. Kelebihan itu


membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kelebihan menusia adalah
kemampuan untuk bergerak di darat, di laut maupun di udara. Sedan binatang
hanya mampu bergerak di ruang yang terbatas. Walaupun ada binatang yang dapat
hidup di darat dan di air, namun tetap saja mempunyai kterbatasan dan tidak bisa
melampaui manusia. Mengenai kelebihan manusia atau makhluk lain disurat al-
Isra ayat 70.

Di samping itu manusia memiliki akal dan hati sehingga dapat memahami
ilmu yang diturunkan Allah, berupa al-Quran. Dengan ilmu manusia mampu
berbudaya. Allah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya. Oleh
karena itu ilmunya manusia di lebihkan dari makhluk lainnya.

Manusia memiliki karakter yang khas, bahkan di bandingkan makhluk lain


yang paling mirip sekalipun. Kekhasan inilah yang menurut al-Quran
menyebabkan adanya konsekuensi kemanusiaan di antaranya kesadaran, tanggung
jawab, dan pembalasan. Diantara karakteristik manusia adalah:

- Aspek kreasi
Apapun yang ada pada tubuh manusia sudah di rakit dalam suatu tatanan
yang terbaik dan sempurna. Hal ini bisa di bandingkan dengan makhluk
lain dalam aspek penciptaannya. Mungkin banyak kesamaannya, tetapi
tangan manusia lebih fungsional dari tangan sinpanse, demikian pula
organ-organ lainnya.
- Aspek ilmu
Hanya manusia yang punya kesempatan memahami lebih jauh hakekat
alam semesta di sekelilingnya. Pengatahuan hewan hanya berbatas pasa
naluri dasar yang tidak bisa di kembangkan melalui pendidikan dan
pengajaran. Manusia menciptakan kebudayaan dan peradaban yang terus
berkembang.

6
- Aspek kehendak
Manusia memiliki kehendak yang menyebabkan bisa mengadakan pilihan
dalam hidup. Makhluk lain hidup dalam suatu pola yang telah baku dan
tak akan pernah berubah. Para malaikat yang mulia tak akan pernah
menjadi makhluk yang sombong atau maksiat.

- Pengarahan akhlak
Manusia adalah makhluk yang dapat di bentuk akhlaknya. Ada manusia
yang sebelulmnya baik, tetapi karena pengaruh lingkungan tertentu dapat
menjadi penjahat. Demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu lembaga
pendidikan diperlukan untuk mengarahkan kehidupan generasi yang akan
datang.

Jika manusia hidup dengan ilmu selain ilmu Allah, maka manusia tidak
bermartabat lagi. Dalam keadaan demikian manusia disamakan dengan binatang.
Seperti dalam surat al- A’raf ayat 129 dan at-Tin ayat 4

C. Eksistensi dari Martabat Manusia

Manusia perlu mengenal dan memahami hakikat dirinya sendiri agar


mampu mewujudkan eksistensi yang ada dalam dirinya. Pemahaman dalam hidup
akan mengantar manusia pada kesediaan untuk mencari makna serta arti
kehidupan agar hidupnya tidak sia-sia. Eksistensi manusia di dunia merupakan
tanda kekuasaan Allah SWT terhadap hamba-hamba-Nya, bahwa Dialah yang
menciptakan, menghidupkan dan menjaga kehidupan manusia. Dengan demikian,
tujuan diciptakannya manusia dalam konteks hubungan manusia dengan Allah
SWT adalah dengan mengimani Allah SWT serta memikirkan ciptaan-Nya untuk
menambah keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Sedangkan dalam
konteks hubungan manusia dengan manusia serta manusia dengan alam adalah
untuk berbuat amal, yaitu perbuatan baik dan tidak melakukan kejahatan terhadap

7
sesama manusia, serta tidak merusak alam. Terkait dengan tujuan hidup manusia
dengan manusia lain dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Tujuan Umum Adanya Manusia di Dunia

Dalam Q.S. Al-Anbiya [21:107] yang artinya “Dan tiadalah kami mengutus
kamu, melainkan untuk Rahmat bagi semesta alam” Ayat ini menerangkan tujuan
manusia diciptakan oleh Allah SWT dan berada didunia ini adalah untuk menjadi
rahmat bagi alam semesta. Arti kata rahmat adalah karunia, kasih sayang dan
belas kasih. Jadi manusia sebagai rahmat merupakan manusia yang diciptakan
oleh Allah SWT untuk menebar dan memberikan kasih saying kepada alam
semesta.  

b. Tujuan Khusus Adanya Manusia di Dunia

Tujuan khusus adanya manusia di dunia adalah sukses dunia dan akhirat dengan
cara melaksanakan amal shaleh yang merupakan investasi pribadi manusia
sebagai individu. Allah berfirman dalam Q.S. An-Nahl ayat [16:97] yang artinya
“Barang siapa mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya Allah SWT akan memberikan
kepadanya kehidupan yang baik dan akan diberi balasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dengan apa yang telah mereka kerjakan”. 

c. Tujuan Individu dalam Keluarga

Manusia di dunia tidak hidup sendirian. Manusia merupakan makhluk sosial yang
mempunyai sifat hidup berkelompok dan saling membutuhkan satu sama lain..
Hampir semua manusia, pada awalnya merupakan bagian dari anggota kelompok
sosial yang dinamakan keluarga. Dalam ilmu komunukasi dan sosiologi, keluarga
merupakan bagian dari klasifikasi kelompok sosial dan termasuk dalam small
group atau kelompok terkecil karena paling sedikit anggotanya. Namun
keberadaan keluarga sangat penting karena merupakan bentuk khusus dalam
kerangka sistem sosial secara keseluruhan. Small group seolah-olah merupakan
miniatur masyarakat yang juga memiliki pembagian kerja, kode etik

8
pemerintahan, prestige, ideologi, dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan tujuan
individu dalam keluarga adalah agar individu tersebut menemukan ketentraman,
kebahagiaan dan membentuk keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah.
Manusia diciptakan berpasang-pasangan. Oleh sebab itu, wajar bagi manusia baik
laki-laki dan perempuan membentuk keluarga.

Tujuan manusia berkeluraga menurut Q.S. Ar-Rum [30:21] yang artinya "Dan 
diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri
dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tentram, dan dijadikan-Nya diantara
kamu rasa kasih sayang . Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaaum yang mau berfikir."

Tujuan hidup berkeluarga dari setiap manusia supaya tentram. Untuk menjadi
keluarga yang tentram, Allah SWT memberikan rasa kasih sayang. Oleh sebab itu,
dalam kelurga harus dibangun rasa kasih sayang satu sama lain.  

d. Tujuan Individu dalam Masyarakat

Setelah hidup berkeluarga, manusia mempunyai kebutuhan untuk bermasyarakat.


Tujuan hidup bermasyarakat yaitu mencari keberkahan yang melimpah dalam
hidup. Kecukupan kebutuhan hidup ini menyangkut kebutuhan fisik seperti
perumahan, makan, pakaian, kebutuhan sosial (bertetangga), kebutuhan rasa
aman, dan kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat mudah
diperoleh apabila masyarakat beriman dan bertakwa. Apabila masyarakat tidak
beriman dan bertakwa, maka Allah akan memberikan siksa dan jauh dari
keberkahan. Oleh sebab itu, apabila dalam suatu masyarakat ingin hidup damai
dan serba kecukupan, maka kita harus mengajak setiap anggota masyarakat untuk
memelihara iman dan takwa. Allah berfirman dalam Q.S. Al-A’raf [7:96] yang
artinya“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa,
pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,
tetapi mereka mendustakan itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya”.

Pada dasarnya manusia memiliki dua hasrat atau keinginan pokok, yaitu:

9
a. Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya yaitu
masyarakat.
b. Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam di sekelilingnya.

e. Tujuan Individu dalam Bernegara

Sebagai makhluk hidup yang selalu ingin berkembang untuk menemukan jati diri
sebagai pribadi yang utuh, maka manusia harus hidup bermasyarakat/bersentuhan
dengan dunia sosial. Lebih dari itu manusia sebagai individu dari masyarakat
memiliki jangkauan yang lebih luas lagi yakni dalam kehidupan bernegara. Maka,
tujuan individu dalam bernegara adalah menjadi warga negara yang baik di dalam
lingkungan negara untuk mewujudkan negara yang aman, nyaman serta makmur.

f. Tujuan Individu dalam Pergaulan Internasional

Setelah kehidupan bernegara, tidak dapat terlepas dari kehidupan


internasional/dunia luar. Dalam era globalisasi, kita sebagai makhluk hidup yang
ingin tetap eksis, maka kita harus bersaing dengan ketat untuk menemukan jati
diri serta pengembangan kepribadian. Jadi tujuan individu dalam pergaulan
internasional adalah menjadi individu yang saling membantu dalam kebaikan dan
individu yang dapat membedakan mana yang baik dan buruk dalam dunia
globalisasi agar tidak kalah dan terlena dengan indahnya dunia.

D. Fungsi dan Peran yang diberikan Allah Swt Kepada Manusia

Berpedoman kepada QS Al Baqarah 30-36, maka peran yang dilakukan adalah


sebagai pelaku ajaran Allah dan sekaligus pelopor dalam membudayakan ajaran
Allah. Untuk menjadi pelaku ajaran Allah, apalagi menjadi pelopor pembudayaan
ajaran Allah, seseorang dituntut memulai dari diri dan keluarganya, baru setelah
itu kepada orang lain.

Peran yang hendaknya dilakukan seorang khalifah sebagaimana yang telah


ditetapkan Allah, diantaranya adalah :

10
1. Belajar (surat An naml : 15-16 dan Al Mukmin :54); Belajar yang
dinyatakan pada ayat pertama surat al Alaq adalah mempelajari ilmu Allah
yaitu Al Qur’an.
2. Mengajarkan ilmu (al Baqarah : 31-39); Khalifah yang telah diajarkan
ilmu Allah maka wajib untuk mengajarkannya kepada manusia lain.Yang
dimaksud dengan ilmu Allah adalah Al Quran dan juga Al Bayan
3. Membudayakan ilmu (al Mukmin : 35); Ilmu yang telah diketahui bukan
hanya untuk disampaikan kepada orang lain melainkan dipergunakan
untuk dirinya sendiri dahulu agar membudaya. Seperti apa yang telah
dicontohkan oleh Nabi SAW.

Di dalam Al Qur’an disebutkan fungsi dan peranan yang diberikan Allah kepada
manusia.

- Menjadi abdi Allah. Secara sederhana hal ini berarti hanya bersedia
mengabdi kepada Allah dan tidak mau mengabdi kepada selain Allah
termasuk tidak mengabdi kepada nafsu dan syahwat. Yang dimaksud
dengan abdi adalah makhluk yang mau melaksanakan apapun perintah
Allah meski terdapat resiko besar di dalam perintah Allah. Abdi juga tidak
akan pernah membangkang terhadap Allah. Hal ini tercantum dalam QS
Az Dzariyat : 56 “Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembahKu”
- Menjadi saksi Allah. Sebelum lahir ke dunia ini, manusia bersaksi kepada
Allah bahwa hanya Dialah Tuhannya.Yang demikian dilakukan agar
mereka tidak ingkar di hari akhir nanti. Sehingga manusia sesuai fitrahnya
adalah beriman kepada Allah tapi orang tuanya yang menjadikan manusia
sebagai Nasrani atau beragama selain Islam. Hal ini tercantum dalam QS
Al A’raf : 172 “Dan (ingatlah), keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman):”Bukankah Aku ini Tuhanmu?”. Mereka menjawab:”Betul
(Engkau Tuhan Kami),kami menjadi saksi”.(Kami lakukan yang demikian
itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:”Sesungguhnya kami

11
(Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini(keesaan
Tuhan)”
- Khalifah Allah sebenarnya adalah perwakilan Allah untuk berbuat sesuai
dengan misi yang telah ditentukan Allah sebelum manusia dilahirkan yaitu
untuk memakmurkan bumi. Khalifah yang dimaksud Allah bukanlah suatu
jabatan sebagai Raja atau Presiden tetapi yang dimaksud sebagai kholifah
di sini adalah seorang pemimpin Islam yang mampu memakmurkan alam
dengan syariah-syariah yang telah diajarkan Rosulullah kepada umat
manusia. Dan manusia yang beriman sejatilah yang mampu memikul
tanggung jawab ini. Karena kholifah adalah wali Allah yang mempusakai
dunia ini.

E. Tanggung jawab manusia sebagai hamba dan khalifah Allah Swt.

Manusia diturunkan ke bumi ini bukanlah hanya sebagai penghias atau


pelengkap di bumi semata, tetapi manusia sesungguhnya mempunyai kedudukan,
peran, dan tugas yang telah melekat padanya yang terbawa sejak ia lahir ke dunia.

Manusia telah dipilih oleh Allah untuk melaksanakan tanggung jawab


sebagai hamba Allah dan seorang khalifah di bumi,karena manusia merupakan
makhluk yang paling istimewa dibanding dengan makhluk-makhluk yang lainnya.
Mereka dipilih untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada dengan cara
mereka sendiri dan tanpa melepas tanggung jawab.

1. Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba Allah

Ayat Al-Qur’an menyebutkan bahwa manusia merupakan makhluk yang


diciptakan oleh Allah dari tanah, kemudian berkembang biak melalui sperma dan
ovum dalam suatu ikatan pernikahan yang suci serta proses biologis produktivitas
manusia (Q.S Al- Mukminun:12-16) Dalam konteks ini, Nabi Muhammad SAW
bersabda, "Bahwasanya seseorang kamu dihimpunkan kejadiannya di dalam perut
ibu selama 40 hari, kemudian berupa segumpal darah seperti itu pula lamanya,
kemudian berupa segumpal daging seperti itu pula lamanya. Kemudian Allah

12
mengutus seorang malaikat, maka diperintahkan kepada malaikat: engkau
tuliskanlah amalannya, rezekinya, ajalnya, dan celaka atau bahagianya. Kemudian
ditiupkanlah roh kepada makhluk tersebut" (HR. Bukhari).20

Kesadaran bahwa manusia hidup di dunia sebagai makhluk ciptaan Allah


dapat menumbuhkan sikap andap asor dan mawas diri bahwa dirinya bukanlah
Tuhan. Oleh sebab itu, ia melihat sesama manusia sebagai sesama makhluk, tidak
ada perhambaan antar manusia. Jadi, seorang istri tidak menghamba pada suami,
seorang pegawai tidak menghamba pada pengusaha, dan seorang rakyat tidak
menghamba pada pemerintah. Bagi manusia, yang patut menerima perhambaan
dari manusia tak lain adalah Allah. Allah tidak menciptakan manusia selain untuk
menghamba atau beribadah kepada-Nya (Q.S. Adz-Dzariyat:56). Segala yang ada
di langit dan bumi, baik dengan suka maupun terpaksa, sesungguhnya pun
berserah diri kepada Allah (Q.S. Ali Imran:83). Oleh karena itu, tidak berlaku
konsep manusia sebagai homo homoni lopus atau manusia sebagai pemangsa bagi
manusia yang lain. Tidak ada keistimewaan antara satu manusia dengan manusia
lain kecuali taqwanya kepada Allah. Eksistensi manusia bukan untuk menjadi
yang terkuat (struggle for the strongest and the fittest), melainkan untuk menjadi
yang paling bijak (struggle for the wisest).

Sebagai hamba Allah, manusia memikul tanggung jawab pribadi, orang


yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain (Q.S. Al-An'am:164) dan pada
hari kiamat nanti mereka datang kepada Allah dengan sendiri-sendiri (Q.S.
Maryam:95). Ini membuktikan bahwa manusia sebagai hamba Allah memiliki
kebebasan individual atas dirinya sendiri namun tetap bertanggung jawab atas
lingkungan sekitarnya.

2. Tanggung Jawab Manusia sebagai Khalifah di Muka Bumi


Khalifah berasal dari kata “khalafa” yang berarti mengganti. Khalifah
diartikan pengganti karena ia menggantikan yang didepannya. Dalam bahasa
Arab, kalimat “Allah menjadi khalifah bagimu” berarti Allah menjadi pengganti
bagimu dari orang tuamu yang meninggal. Allah menjadikan manusia sebagai

13
khalifah di bumi berarti Allah menyerahkan pengolahan dan pemakmuran bumi
bukan secara mutlak kepada manusia. Di samping arti ini khalifah juga
menunjukan arti pemimpin negara atau kaum. Kata khalifah dengan arti pemimpin
terdapat dalam Q.S. Shad [38 :26] dimana Allah mengangkat Nabi Daud As.
sebagai khalifah di bumi untuk memimpin manusia dengan adil dan tidak
mengikuti hawa nafsu.
Allah SWT. Memberikan anugerah-Nya kepada Bani Adam sebagai
makhluk yang paling mulia; mereka disebutkan di kalangan makhluk yang
tertinggi yaitu para malaikat, sebelum mereka di ciptakan. Untuk itu, Allah Swt
berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah [2:30] yang artinya "Sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah”. Arti khalifah pada Q.S. Shad [38:26] bertugas
untuk menegakkan hukum Allah di bumi dan menciptakan kemaslahatan manusia
sedangkan arti khalifah pada Q.S. Al-Baqarah [2:30] bertugas untuk
memakmurkan dan mengelola bumi.
Setiap kebajikan yang dilakukan manusia atas kehendak dan pilihannya itu
merupakan kemuliaan, malaikat yang bertabiat tunduk tidak dapat mencapai
kemuliaan itu. Untuk itu ada dua argumentasi manusia dijadikan khalifah di muka
bumi, yang dapat dikemukakan yaitu :
a. Kemuliaan manusia pertama (Nabi Adam As) yang dapat digambarkan adanya
perintah Allah, supaya malaikat bersujud kepada Nabi Adam As. karena
kekhususan Nabi Adam As. yang memiliki ilmu pengetahuan, yang berbeda
dengan ilmu pengetahuan malaikat yang tidak memungkinkan karena dari
usaha sendiri sesuai firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah [2:32] yang artinya
“Mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain
dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah
yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana."
b. Kekhalifahan Nabi Adam As. di muka bumi ini adalah karena mempunyai
kemungkinan untuk dibebani amanat kemanusiaan, serta pertanggungjawaban

14
dari amal usahanya, serta rentetan-rentetan cobaan, berbeda dengan malaikat
yang ditakdirkan dengan patuh dan bebas dari godaan-godaan.

Ayat-ayat Al-Qur'an yang menerangkan tentang khalifah selalu berkaitan dengan


tugas-tugas dan tanggung jawab. Hal ini memberikan suatu peringatan serta
pelajaran kepada manusia sebagai khalifah agar mereka melihat dan memandang
keadaan sebelum mereka sendiri serta apa yang harus mereka lakukan sebagai
khalifah sebab semua perbuatan yang dilakukan akan ada pertanggungjawaban di
hadapan Allah SWT.

15
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Dapat disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk yang kompleks. Di


ciptakannya manusia di bumi oleh Sang Pencipta tidak hanya untuk diam saja,
tetapi manusia dituntut untuk selalu berperan aktif untuk berbuat kebaikan.
Sebagai seorang manusia, kita juga harus menjadi individu yang dapat bermanfaat
bagi diri sendiri dan orang lain.

Manusia bukanlah makhluk yang sempurna, masih banyak kekurangan


yang melekat dalam diri manusia. Salah satu contohnya adalah kurangnya
pemahaman manusia tentang agama, oleh karena itu manusia dianjurkan untuk
saling menghormati dan mengasihi satu sama lain karena kita diciptakan tanpa
adanya perbedaan. Selain itu, sebagai seorang manusia kita harus mematuhi aturan
yang ada.

B. Saran

Dari penulisan makalah ini, penulis menyarankan agar sebagai seorang


manusia kita harus menjadi individu yang dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan
orang lain. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri oleh karena
itu kita harus saling tolong menolong dalam kebaikan antar sesama.
Untuk kedepannya tugas dalam membuat makalah ini sangat dianjurkan
untuk dilanjutkan, karena bisa menambah wawasan manusia tentang pengetahuan
Agama. Selain itu, makalah ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk
menggali lebih dalam Hakikat Manusia menurut Islam.

16
DAFTAR PUSTAKA

Syarif, Mifta. (2017). Hakekat Manusia dan Implikasinya Pada Pendidikan


Islam : Jurnal Al-Thariqah. 2 (2) Hal. 136-144

Hasan, Ismail. (2013). Hakikat Manusia Menurut Islam.


https://www.academia.edu/8454535/Makalah_Hakikat_Manusia_Men
urut_Islam diakses pada 25 November 2022 pukul 13.54

17

Anda mungkin juga menyukai