Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM

Dosen Pengampu: Suparno, S.Ag., M.S.I.

Disusun oleh:

1. Dwi Rahma Arista (24010122140096)


2. Raena Rafa Sasmitha Putri (24010122140114)
3. Anggi Mutiara Sani (24010122140138)
4. Satrio Sandy Elanoputra (24010122140142)
5. Afra Nurulhida Maharani (24010122140146)
6. Khayla Elisya Azzahra (24010122140152)
7. Yosi Risti Putika Sari (24010123120030)
8. Naella Eka Zakiyya (24010123140168)

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2024
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik dan tepat
pada waktunya.

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Pendidikan Agama Islam. Selain itu, makalah ini juga menambah wawasan
tentang hakikat manusia menurut Islam bagi para pembaca maupun penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Suparno, S.Ag., M.S.I.


selaku dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan sesuai bidang yang kami
tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagikan sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 8 Maret 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1

C. Tujuan dan Manfaat .................................................................................. 2

BAB II. PEMBAHASAN ................................................................................... 3

A. Konsep Manusia ........................................................................................ 3

B. Eksistensi dan Martabat Manusia............................................................... 7

C. Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba Allah dan Khalifah Allah ....... 10

BAB III. PENUTUP ......................................................................................... 15

A. Kesimpulan ............................................................................................. 15

B. Saran ....................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Makalah ini kami tujukan untuk masyarakat khususnya di kalangan


remaja. Banyaknya remaja sekarang yang kurang mengetahui pentingnya
eksistensi dan martabat kita sebagai manusia terutama dalam pandangan islam.
Pemahaman tentang tanggung jawab manusia sebagai hamba Allah dan khalifah
Allah. Pada aspek ini manusia adalah makhluk yang memiliki kemanusiaan
(hakikat, dimensi, dan potensi kemanusiaan) yang dapat menjadi objek dan
subjek pendidikan serta sumber pendidikan itu sendiri bagi pengembangan diri.
Dewasa ini kajian tentang manusia dengan segala hakikat, dimensi dan
potensinya penting serta menarik untuk dilakukan dan dikembangan. Para ahli
yang telah melakukan banyak kajian tentang manusia yang dikaitkan dengan
berbagai kegiatan seperti ekonomi, politik, sosial dan budaya, pendidikan,
agama dan lainnya.

Konsep Manusia dalam Islam terletak pada harkat dan martabat manusia
dalam islam dapat pula dilihat dari hakikat manusia, dimensi dan potensi yang
dimiliki oleh manusia itu sendiri. Manusia sebagai makhluk Allah SWT
dianugerahkan-Nya potensi yang banyak sekali jumlahnya. Potensi baik itu
dalam bentuk akhlak dan sifat sifat Allah yang agung sebagai yang terkandung
dalam asmaul husna.
Oleh karena itu, kami sebagai penulis, melalui makalah ini ingin
mengingatkan kembali kepada para pembaca khususnya untuk para remaja
mengenai hakikat manusia menurut pandangan islam.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian konsep manusia ?


2. Bagaimana eksistensi dan martabat manusia dalam pandangan islam ?
3. Bagaimana tanggung jawab manusia sebagai hamba Allah ?
4. Bagaimana tanggung jawab manusia sebagai khalifah Allah ?

1
C. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain:


a. Mendeskripsikan konsep manusia.
b. Mendeskripsikan eksistensi manusia.
c. Mendeskripsikan martabat manusia.
d. Menjelaskan tanggung jawab manusia sebagai hamba Allah.
e. Menjelaskan tanggung jawab manusia sebagai khalifah Allah.

2. Adapun manfaat dari makalah ini adalah sebagai berikut:


a. Memberikan gambaran seputar hakikat manusia dalam Islam.
b. Memberikan penjelasan tentang konsep manusia.
c. Memberikan penjelasan tentang eksistensi dan martabat manusia.
d. Memberikan penjelasan mengenai tanggung jawab manusia sebagai
hamba Allah dan khalifah Allah disertai contoh-contoh amalannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Manusia

1. Pengertian Konsep Manusia


Konsep manusia dalam Islam terletak pada harkat dan martabat
manusia dalam Islam. Harkat dan martabat manusia dalam Islam dapat pula
dilihat dari hakikat manusia, dimensi dan potensi yang dimiliki oleh
manusia itu sendiri. Dalam perspektif Islam hakikat manusia dipandang
sebagai kedudukan manusia di mata Allah SWT dan di alam jagad yang
sangatlah mulia dan tinggi. (Hassan Shadily, 1983: 2139).

Selanjutnya hakikat manusia dalam Islam dapat dijelaskan sebagai berikut:


a. Manusia adalah makhluk yang paling baik.
Manusia adalah ciptaan Allah SWT yang baik bentuk kejadiannya di
antara makhluk-makhluk yang ada di alam semesta ini sehingga dijuluki
Al-Quran surat At-Tin dengan insan ahsani taqwiim dan tetapi bisa pula
jatuh kepada asfala safilin. Ahsani taqwiim artinya manusia memiliki
derajat yang lebih tinggi secara jasmani dan rohani bila dibanding
dengan makhluk lainnya. Sedangkan pengertian asfala safilin adalah
kesesatan dan orangnya bertempat di neraka kelak, karena ia tidak
beriman, ingkar dan tidak bersyukur kepada Allah SWT, tidak seperti
orang yang ahsani taqwiim.
b. Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna (insan kamil).
Manusia dalam Islam juga dikenal dengan sebutan insan kamil dengan
potensi jasmani, akal, kalbu, akhlak, sosial, dan seni serta dimensi
psikologikal yang dimilikinya.
c. Manusia sebagai makhluk khalifah di muka bumi.
Keberadaan manusia di bumi adalah sebagai khalifah yang bertugas
memakmurkan penduduknya.

3
d. Manusia sebagai makhluk yang paling bagus proses kejadiannya.
Allah Swt mendeskripsikan manusia yang tercipta dari tanah, kemudian
setelah berproses menuju kesempurnaannya, Tuhan menghembuskan
ruh (Q.S. Shad (38): 71-72). Kejadian manusia yang berawal dari tanah
sangat dipengaruhi oleh kekuatan alam seperti makhluk lainnya. Dengan
“ruh” manusia diarahkan ke tujuan yang immateri.
e. Makhluk yang bersifat ke-Tuhanan (rohani).
Selain kebutuhan jasmani, manusia juga memiliki kebutuhan rohani
yang harus dipenuhi. Cara paling ampuh untuk memenuhi kebutuhan
rohani manusia adalah dengan memperdalam ilmu agama.
f. Manusia sebagai makhluk yang mulia.
Dalam surat Al-Isra` (17) ayat 70 ditegaskan oleh Allah bahwa manusia
adalah makhluk yang mulia dengan kemuliaan berupa kemudahan
dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, rezeki, dan
kelebihan-kelebihan lain dari makhluk lain.

Jadi, menurut ajaran Islam, manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang
memiliki kedudukan yang istimewa di antara makhluk-Nya yang lain. Islam
juga mengajarkan bahwa manusia diciptakan untuk mengabdi kepada Allah
SWT, dan tujuan hidup manusia adalah untuk memenuhi perintah-Nya dan
menghindari larangan-Nya.
Konsepsi Islam tentang hakikat manusia kemudian berkembang dalam
sejarah pemikiran dan filsafat Islam. Misalnya dalam falsafat Islam dikenal
manusia itu sebagai makhluk multidimensional dan multipotensial. Manusia
sebagai makhluk multidimensional setidak-tidaknya memiliki tujuh dimensi
(aspek) dalam kehidupannya. Sedangkan manusia sebagai makhluk
multipotensial memiliki banyak potensi baik (fitrah) dalam kehidupannya.

2. Manusia sebagai Makhluk Multidimensional


Dalam Islam terdapat 7 dimensi dalam kehidupan, yaitu: jasmani,
rohani, akidah, sosial, akhlak, akal, dan estetika.

4
a. Dimensi Jasmani (Fisik)
Dimensi fisik adalah dimensi yang terlihat dan dapat dirasakan oleh indra
manusia. Manusia memiliki tubuh yang berfungsi sebagai sarana untuk
melakukan kegiatan di dunia ini.
b. Dimensi Rohani (Spiritual)
Dimensi spiritual adalah dimensi yang tidak terlihat oleh mata, namun dapat
dirasakan oleh hati. Manusia memiliki jiwa yang merupakan sumber
kehidupannya dan dapat berkembang sesuai dengan iman dan amalnya.
c. Dimensi Akidah.
Pada hakikatnya tiada seorang pun manusia ini yang ateis, karena dimensi
akidah (agama, ketuhanan) sudah ada pada setiap manusia sebelum ia
dilahirkan ke bumi, sekalipun ia dilahirkan dari seorang ibu yang non-Islam.
Menurut Al Quran surat Al-A'raf (7) ayat 172: “Manusia sebelum dilahirkan
ke dunia telah mengucapkan sumpah setia (mitsaq) dengan Allah dan
mengakui Allah sebagai Tuhannya.”
d. Dimensi Sosial
Dimensi sosial adalah dimensi yang berkaitan dengan hubungan manusia
dengan sesama. Manusia memiliki tanggung jawab sosial untuk membantu
dan melayani sesama.
e. Dimensi Akhlak
Dimensi akhlak adalah dimensi yang berhubungan dengan budi pekerti yang
dimiliki oleh seseorang terkait dengan sifat-sifat yang ada pada dirinya.
Akhlak dalam Islam menjadi penentu kualitas, harkat, dan martabat
manusia. Semakin tinggi tingkatan akhlak manusia, semakin tinggi
tingkatan kualitas, kebahagiaan, dan kesempurnaan hidupnya, serta semakin
mulialah harkat dan martabatnya. Pengembangan dimensi akhlak ini
melukiskan konsep manusia sebagai sosok 'ibadullah.
f. Dimensi Akal
Dimensi akal adalah dimensi yang membedakan manusia dengan makhluk
lainnya di alam semesta. Manusia memiliki akal yang dapat digunakan
untuk berpikir, merenung, dan mengambil keputusan.

5
g. Dimensi Estetika
Ajaran Islam tidak membantah adanya dimensi estetika (seni) dalam
kehidupan manusia. Prinsip seni dalam Islam adalah untuk peningkatan
harkat, martabat, kebahagiaan, dan kualitas hidup manusia. Pengembangan
dimensi estetika ini melukiskan konsep manusia sebagai sosok yang indah
dan halus.

3. Manusia sebagai Makhluk Multipotensial


Islam mengajarkan bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia
di antara ciptaan Tuhan. Manusia diberikan potensi yang sangat besar oleh
Allah SWT, sehingga ia dapat berkembang dan mencapai keberhasilan di
banyak bidang kehidupan. Menurut pandangan Islam, manusia memiliki
potensi yang sangat luas, baik secara fisik maupun mental. Allah SWT telah
memberikan manusia akal, pikiran, dan kemampuan berpikir yang tajam. Selain
itu, manusia juga diberikan berbagai macam bakat, keterampilan, dan kelebihan
yang berbeda-beda.
Dalam Islam, manusia juga dianggap sebagai makhluk yang memiliki
banyak peran dan tugas dalam hidupnya. Manusia harus beribadah kepada Allah
SWT, berbuat kebaikan kepada sesama, dan juga mengelola dan memanfaatkan
sumber daya alam dengan bijak. Manusia diharapkan dapat menjadi pribadi
yang baik dan bermanfaat bagi dirinya sendiri, keluarga, dan masyarakat
sekitar. Oleh karena itu, manusia sebagai makhluk multipotensial menurut
Islam memiliki tanggung jawab besar untuk mengembangkan potensi-
potensinya secara optimal dan memanfaatkannya untuk kebaikan diri sendiri
dan juga orang lain. Manusia harus terus belajar, mengembangkan
keterampilannya, dan juga berusaha untuk meningkatkan kualitas hidupnya dan
orang-orang di sekitarnya.

6
B. Eksistensi dan Martabat Manusia

1. Pengertian Eksistensi dan Martabat Manusia


Pengertian dari eksistensi dan martabat manusia adalah
bahwasannya Allah SWT menciptakan manusia sebagai seorang pemimpin
(Khalifah) di bumi untuk senantiasa menyembah dan mengabdi kepada-
Nya. Selain itu, kita diciptakan dengan kelebihan yang tidak dimiliki oleh
makhluk lainnya agar bisa memanfaatkan bumi dan seisinya dengan
semaksimal mungkin untuk mengharapkan rida Allah SWT. Di dunia ini,
kita sebagai manusia diberikan potensi yang berbeda oleh Allah SWT agar
bisa menggunakan potensi tersebut untuk meningkatkan keimanan dan
ketakwaan sehingga manusia dapat selamat dunia dan akhirat.
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam Q.S Adz-Dzariyat ayat
56 yang berbunyi :

ِ ‫نس ِإ ََّّل ِليَ ْعبُد‬


‫ُون‬ ِ ْ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ْٱل ِج َّن َو‬
َ ‫ٱْل‬

Artinya : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar
mereka beribadah kepada-Ku.”
Ayat tersebut merupakan dalil yang berkenaan tentang keberadaan
manusia di dunia. Manusia dilahirkan ke dunia untuk mengabdi kepada
Allah SWT. Bentuk pengabdiannya tersebut berupa pengakuan atas
keberadaan Allah SWT, melaksanakan perintah-Nya, serta menjauhi
larangan-Nya. Sebagai bentuk mengakui keberadaan Allah adalah dengan
mengikuti rukun iman dan rukun islam. Rukun Iman terdiri dari enam
perkara, yakni percaya kepada Allah SWT, Malaikat, Kitab-kitab Allah,
Nabi-nabi Allah, percaya kepada Hari Kiamat, serta percaya terhadap
Takdir (Qadha dan Qadar) Allah SWT. Sebagai wujud keimanan terhadap
Allah SWT. Ia menyatakan bahwa manusia tidak cukup hanya meyakini di
dalam hati dan diucapkan secara lisan saja, tetapi manusia harus
melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.

7
2. Tujuan Diciptakannya Manusia
a. Tujuan Umum Adanya Manusia di Dunia
Dalam Q.S Al-Anbiya ayat 107 yang artinya “Dan tiadalah kami
mengutus kamu, melainkan untuk rahmat bagi semesta alam.” Ayat ini
menerangkan tujuan manusia diciptakan oleh Allah SWT dan berada di
dunia ini adalah untuk menjadi rahmat bagi alam semesta. Arti Rahmat
di sini adalah karunia, kasih sayang, dan belas kasih. Jadi, manusia
sebagai rahmat merupakan manusia yang diciptakan Allah SWT untuk
menabur dan memberikan kasih sayang kepada alam semesta.
b. Tujuan Khusus Adanya Manusia di Dunia
Tujuan khusus adanya manusia di dunia adalah sukses dunia dan
akhirat dengan cara melaksanakan amal saleh yang merupakan modal
pribadi manusia sebagai individu. Allah berfirman dalam Q.S An-Nahl
ayat 97 yang artinya “Barangsiapa mengerjakan amal saleh baik laki-
laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya
Allah SWT akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan
diberi balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dengan
apa yang telah mereka kerjakan”.
c. Tujuan Individu dalam Keluarga
Manusia di dunia tidak hidup sendirian. Manusia merupakan
makhluk sosial yang mempunyai sifat hidup berkelompok dan saling
membutuhkan satu sama lain. Hampir semua manusia, pada awalnya
merupakan bagian dari anggota kelompok sosial yang dinamakan
keluarga. Dalam kaitannya dengan tujuan individu dalam keluarga
adalah agar individu tersebut menemukan ketentraman, kebahagiaan
dan membentuk keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah. Manusia
diciptakan berpasang-pasangan. Oleh sebab itu, wajar bagi manusia baik
laki-laki dan perempuan membentuk keluarga.
Tujuan manusia berkeluarga menurut Q.S. Ar-Rum ayat 21 yang
artinya "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu
merasa tentram, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih sayang .

8
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda bagi kaum yang mau berfikir."
Tujuan hidup berkeluarga dari setiap manusia supaya tentram.
Untuk menjadi keluarga yang tentram, Allah SWT memberikan rasa
kasih sayang. Oleh sebab itu, dalam keluarga harus dibangun rasa kasih
sayang satu sama lain
d. Tujuan Individu dalam Masyarakat
Setelah hidup berkeluarga, manusia mempunyai kebutuhan untuk
bermasyarakat. Tujuan hidup bermasyarakat yaitu mencari keberkahan
yang melimpah dalam hidup. Kecukupan kebutuhan hidup ini
menyangkut kebutuhan fisik seperti perumahan, makan, pakaian,
kebutuhan sosial (bertetangga), kebutuhan rasa aman, dan kebutuhan
aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat mudah diperoleh
apabila masyarakat beriman dan bertakwa. Apabila masyarakat tidak
beriman dan bertakwa, maka Allah akan memberikan siksa dan jauh dari
keberkahan. Oleh sebab itu, apabila dalam suatu masyarakat ingin hidup
damai dan serba kecukupan, maka kita harus mengajak setiap anggota
masyarakat untuk memelihara iman dan takwa. Allah berfirman dalam
Q.S. Al-A’raf ayat 96 yang artinya“Jikalau sekiranya penduduk negeri-
negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan itu,
maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”.
Pada dasarnya manusia memiliki dua hasrat atau keinginan pokok,
yaitu:
1) Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya
yaitu masyarakat.
2) Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam disekelilingnya.
e. Tujuan Individu dalam Bernegara
Sebagai makhluk hidup yang selalu ingin berkembang untuk
menemukan jati diri sebagai pribadi yang utuh, maka manusia harus
hidup bermasyarakat/bersentuhan dengan dunia sosial. Lebih dari itu,

9
manusia sebagai individu dari masyarakat memiliki jangkauan yang lebih
luas lagi yakni dalam kehidupan bernegara. Maka, tujuan individu dalam
bernegara adalah menjadi warga negara yang baik di dalam lingkungan
negara untuk mewujudkan negara yang aman, nyaman serta makmur.
f. Tujuan Individu dalam Pergaulan Internasional
Setelah kehidupan bernegara, tidak dapat terlepas dari kehidupan
internasional/dunia luar. Dalam era globalisasi, kita sebagai makhluk
hidup yang ingin tetap eksis, maka kita harus bersaing dengan ketat untuk
menemukan jati diri serta pengembangan kepribadian. Jadi tujuan
individu dalam pergaulan internasional adalah menjadi individu yang
saling membantu dalam kebaikan dan individu yang dapat membedakan
mana yang baik dan buruk dalam dunia globalisasi agar tidak kalah dan
terlena dengan indahnya dunia.

C. Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba Allah dan Khalifah Allah

Manusia sebagai makhluk Allah mempunyai dua tugas utama, yaitu


sebagai ’abdullah, yakni hamba Allah yang harus tunduk dan taat terhadap
segala aturan dan Kehendak-Nya serta mengabdi hanya kepada-Nya; dan
sebagai khalifah Allah di muka bumi, yang meliputi pelaksanaan tugas
kekhalifahan terhadap diri sendiri, keluarga/rumah tangga, masyarakat, dan
alam.
Dalam perjalanan hidup dan kehidupan sebagai manusia yang
merupakan makhluk Allah pada dasarnya mengemban amanah atau tugas-tugas
dan kewajiban serta tanggung jawab yang dibebankan Allah kepada manusia
untuk dipenuhi, dijaga, dan dipelihara dengan sebaik-baiknya. Ditafsirkan dari
Q.S. An-Nisa’ ayat 58, bahwasannya amanah tersebut ada bermacam-macam
bentuknya, di antaranya yaitu amanah hamba terhadap Tuhannya, amanah
hamba terhadap sesama manusia, dan amanah manusia terhadap dirinya sendiri.
Amanah seorang hamba terhadap Tuhannya adalah sesuatu yang harus
dipelihara dan dijaga oleh manusia, yaitu mengikuti segala perintah-Nya dan
menjauhi segala larangan-Nya, serta menggunakan potensi dan anggota

10
badannya dalam berbagai aktivitas yang dapat menimbulkan kemanfaatan bagi
dirinya serta dapat mendekatkan diri kepada Tuhannya, sehingga bila manusia
melanggarnya, maka berarti dia telah berkhianat kepada Tuhannya.
Amanah hamba terhadap sesama manusia misalnya mengembalikan
barang-barang titipan kepada pemiliknya dan tidak mau menipu, serta menjaga
rahasia seseorang yang tidak pantas dipublikasikan.
Amanah manusia terhadap dirinya sendiri, yakni berusaha melakukan
hal-hal yang lebih baik dan lebih bermanfaat bagi diri sendiri untuk kepentingan
agama dan dunianya, tidak melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri
baik untuk kepentingan akhirat maupun duniawi, serta berusaha menjaga dan
memelihara kesehatan diri sendiri.
Tugas hidup manusia juga sebagai khalifah Allah dapat dipahami dari
firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 30: ”Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para Malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata: ‘Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan berfirman: ‘Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’”

Kata khalifah berasal dari kata “khalf” yang artinya menggantikan,


mengganti; atau kata “khalaf” yang berarti orang yang datang kemudian;
sebagai lawan dari kata “salaf” yakni orang yang terdahulu. Sedangkan arti
khilafah adalah menggantikan yang lain, adakalanya karena tidak adanya (tidak
hadirnya) orang yang diganti, atau karena kematian orang yang diganti, atau
karena kelemahan/tidak berfungsinya yang diganti. Contohnya, Abu Bakar
ditunjuk oleh umat Islam sebagai khalifah pengganti Nabi SAW, yakni penerus
dari perjuangan beliau dan pemimpin umat yang menggantikan Nabi SAW
setelah beliau wafat, atau Umar bin Khattab sebagai pengganti dari Abu Bakar,
dan seterusnya. Adakalanya karena memuliakan (memberi penghargaan) atau
mengangkat kedudukan orang yang dijadikan pengganti.
Pengertian terakhir inilah yang dimaksud dengan Allah mengangkat
manusia sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana firman Allah dalam Q.S.

11
Fathir ayat 39, Q.S. Al-An’am ayat 165. “Manusia adalah makhluk yang
termulia di antara makhluk-makhluk yang lain”, (Q.S. Al-Isra’: 70) “dan ia
dijadikan oleh Allah dalam sebaik-baik bentuk/kejadian, baik fisik maupun
psikisnya”, (Q.S. At-Tin: 5), serta dilengkapi dengan berbagai alat potensial dan
potensi-potensi dasar (fitrah) yang dapat dikembangkan dan diaktualisasikan
se-optimal mungkin melalui proses pendidikan. Oleh karena itulah, sudah
selayaknya manusia menyandang tugas sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi antara lain
menyangkut tugas mewujudkan kemakmuran di muka bumi (Q.S. Hud: 61),
serta mewujudkan keselamatan dan kebahagiaan hidup di muka bumi (Q.S. Al-
Maidah: 16), dengan cara beriman dan beramal saleh (Q.S. Al-Ra’d: 29),
bekerjasama dalam menegakkan kebenaran dan bekerjasama dalam mene-
gakkan kesabaran (Q.S. Al-’Ashr: 1-3). Dengan demikian, tugas kekhalifahan
merupakan tugas suci dan amanah dari Allah sejak manusia pertama hingga
manusia pada akhir zaman yang akan datang, dan merupakan perwujudan dari
pelaksanaan pengabdian kepada-Nya (’abdullah).
Tugas-tugas kekhalifahan tersebut menyangkut: tugas kekhalifahan
terhadap diri sendiri; tugas kekhalifahan dalam keluarga/rumah tangga; tugas
kekhalifahan dalam masyarakat; dan tugas kekhalifahan terhadap alam.

1. Tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri meliputi tugas-tugas sebagai


berikut:
a. Menuntut ilmu pengetahuan (Q.S.An-Nahl: 43), karena manusia itu
adalah makhluk yang dapat dan harus dididik/diajar (Q.S. Al-Baqarah:
31), dan yang mampu mendidik/mengajar (Q.S. Ali Imran: 187, Al-
An’am: 51);
b. Menjaga dan memelihara diri dari segala sesuatu yang bisa
menimbulkan bahaya dan kesengsaraan (Q.S. At-Tahrim: 6) termasuk
di dalamnya adalah menjaga dan memelihara kesehatan fisiknya,
memakan makanan yang halal dan sebagainya;
c. Menghiasi diri dengan akhlak yang mulia. Kata akhlak berasal dari kata
khuluq atau khalq. Khuluq merupakan bentuk batin/rohani, dan khalq
merupakan bentuk lahir/ jasmani. Keduanya tidak bisa dipisahkan, dan

12
manusia terdiri atas gabungan dari keduanya, yakni jasmani (lahir) dan
rohani (batin). Jasmani tanpa rohani adalah benda mati, dan rohani tanpa
jasmani adalah malaikat. Maka dari itu, orang yang tidak menghiasi diri
dengan akhlak yang mulia sama halnya dengan jasmani tanpa rohani
atau disebut mayit (bangkai), yang tidak saja membusukkan dirinya,
bahkan juga membusukkan atau merusak lingkungannya.
2. Tugas kekhalifahan dalam keluarga/rumah tangga meliputi tugas
membentuk rumah tangga bahagia dan sejahtera atau keluarga sakinah
mawaddah wa rahmah/cinta kasih (Q.S. Ar-Rum: 21) dengan jalan
menyadari akan hak dan kewajibannya sebagai suami-istri atau ayah-ibu
dalam rumah tangga.
3. Tugas kekhalifahan dalam masyarakat meliputi tugas-tugas sebagai berikut:
a. Mewujudkan persatuan dan kesatuan umat (Q.S. Al-Hujurat: 10 dan 13,
Al-Anfal: 46);
b. Tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan (Q.S. Al-Maidah: 2);
c. Menegakkan keadilan dalam masyarakat (Q.S. An-Nisa’: 135);
d. Bertanggung jawab terhadap amar ma’ruf nahi munkar (Q.S. Ali Imran:
104 dan 110); dan
e. Berlaku baik terhadap golongan masyarakat yang lemah, termasuk di
dalamnya adalah para fakir dan miskin serta anak yatim (Q.S. At-
Taubah: 60, An-Nisa’: 2), orang yang cacat tubuh (Q.S. ’Abasa: 1-11),
orang yang berada di bawah penguasaan orang lain dan lain-lain.
4. Tugas kekhalifahan terhadap alam meliputi:
a. Mengkulturkan natur (membudayakan alam), yakni alam yang tersedia
ini agar dibudayakan sehingga menghasilkan karya-karya yang
bermanfaat bagi kemaslahatan hidup manusia;
b. Menaturkan kultur (mengalamkan budaya), yakni budaya atau hasil
karya manusia harus disesuaikan dengan kondisi alam, jangan sampai
merusak alam atau lingkungan hidup, agar tidak menimbulkan
malapetaka bagi manusia dan lingkungannya; dan
c. Mengislamkan kultur (mengislamkan budaya), yakni dalam berbudaya
harus tetap berkomitmen dengan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil-

13
’alamin, sehingga berbudaya berarti mengerahkan segala tenaga, cipta,
rasa dan karsa, serta bakat manusia untuk mencari dan menemukan
kebenaran ajaran Islam atau kebenaran ayat-ayat serta keagungan dan
kebesaran Ilahi.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada hakikatnya, manusia merupakan makhluk yang paling baik, makhluk


yang paling sempurna, khalifah di muka bumi, makhluk yang paling bagus
proses kejadiannya, makhluk yang bersifat ke-Tuhanan, serta makhluk yang
mulia. Manusia diberikan potensi yang sangat besar oleh Allah SWT, sehingga
ia dapat berkembang dan mencapai keberhasilan di banyak bidang kehidupan.
Menurut pandangan Islam, manusia memiliki potensi yang sangat luas, baik
secara fisik maupun mental. Allah SWT telah memberikan manusia akal,
pikiran, dan kemampuan berpikir yang tajam.
Dalam perjalanan hidup dan kehidupan sebagai manusia yang
merupakan makhluk Allah pada dasarnya mengemban amanah atau tugas-tugas
dan kewajiban serta tanggung jawab yang dibebankan Allah kepada manusia
untuk dipenuhi, dijaga, dan dipelihara dengan sebaik-baiknya. Salah satu
amanah yang Allah berikan kepada manusia adalah menjadi khalifah di bumi
yang merupakan tugas suci dan amanah dari Allah sejak manusia pertama
hingga manusia pada akhir zaman yang akan datang, dan merupakan
perwujudan dari pelaksanaan pengabdian kepada-Nya.

B. Saran

Sebagai umat manusia, kita memang diciptakan dengan kelebihan yang


tidak dimiliki oleh makhluk Allah yang lain untuk kita gunakan sebagai bekal
dalam menjadi khalifah di bumi. Namun, segala hal yang kita peroleh di dunia
ini merupakan titipan dari Allah SWT yang nantinya akan menjadi bekal kita di
akhirat kelak. Oleh karena itu, kita wajib untuk beribadah dan senantiasa
mengingat Allah SWT. Salah satu caranya adalah dengan mempelajari asal-usul
kita menurut ajaran agama Islam. Dengan mengetahui asal-usul manusia,
diharapkan kita dapat mempererat hubungan kita dengan Allah SWT dengan
cara memperbaiki ibadah kita kepada-Nya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Amir, Dinasril. 2012. Konsep Manusia dalam Sistem Pendidikan Islam. Jurnal Al-
Ta’lim, 1 (3), 190-197

Ulya, Sayyida. 2014. “Eksistensi dan Martabat Manusia”,


https://saydaulya.blogspot.com/2014/12/makalah-eksistensi -dan-martabat-
manusia.html, diakses pada 5 Maret 2023

Pascasarjana. 27 Januari 2013. “Tugas Manusia di Bumi”, https://pasca.uin-


malang.ac.id/tugas-manusia-di-bumi, diakses pada 27 Februari 2023

16

Anda mungkin juga menyukai