HAKIKAT MANUSIA
Disusun oleh :
Kelompok 1 :
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan segala limpahan rahmat,
nikmat, taufik, dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana, semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai suatu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Makalah ini disusun dalam
rangka untuk melaksanakan tugas dari Dosen kami, Nurul Huda, M.Fil.I. sebagai pengampu
materi dalam Studi Filasafat Pendidikan Islam Universitas Nurul Jadid Paiton Probolinggo.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi dari makalah ini
sehingga kedepannya lebih baik.
Makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dikarenakan pengalaman yang kami miliki
sangat kurang, oleh karena itu, harapan kami kepada para pembaca untuk memberikan
masukan maupun pendapat yang bersifat membangun kesempurnaan makalah ini.
II
DAFTAR ISI
Cover .............................................................................................................................i
BAB I ...........................................................................................................................4
PENDAHULUAN ......................................................................................................4
BAB II ........................................................................................................................6
PEMBAHASAN ........................................................................................................6
PENUTUP ...............................................................................................................11
III
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam al-Quran seringkali ditemukan gambaran terkait manusia dan makna filosofis
dari tuhannya. Manusia merupakan makhluk paling sempurna dan termasuk sebaik-baik
ciptaan yang dilengkapi dengan akal pikiran. Dalam hal ini Ibn’Arabi misalnya melukiskan
hakikat manusia dengan mengatakan bahwa, “Tidak ada makhluk Allah yang paling bagus
dari pada manusia, yang memiliki daya hidup, mengetahui, berkehendak, berbicara,
melihat,mendengar, berpikir dan memutuskan.
Pengertian manusia dalam pandangan Islam adalah sebagi makhluk ciptaan yang
mulia yang memiliki kepribadian ilmu sosial kemanusiaan sehingga menjadikan manusia
sebagai objek formal dan materialnya. Oleh karena itu, tulisan ini akan mencoba
memperbincangkan hakikat manusia dalam ajaran Islam yang nantinya berkolaborasi
pengertian hakikat mausia dalam pandangan lainnya yang bertujuan mengupas pengertian
hakikat manusia pada setiap pandangan dan pengertian.
4
1.2 Rumusan Masalah
Makalah hakikat manusia ini akan bertujuan untuk memahami dan menganalisa
sesuai pendapat beberapa tokoh sebagaimana berikut:
5
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologi istilah manusia di dalam al-Qur’an ada lima kata yang dipergunakan,
seperti Penggunaan kata al-Insan yang pertama pada umumnya digunakan untuk
menggambarkan keistimewaan manusia penyandang predikat khalifah dimuka bumi.
Yang kedua adalah penggunaan kata al-Basyar hal ini menyatakan bahwa sifat dasar
manusia adalah fitri yang terpancar dari alam rohaninya, yaitu gemar bersahabat, ramah,
lemah lembut, dan sopan santun serta taat kepada Allah Ta’ala. Secara etimologi al-Basyar
merupakan bentuk jamak dari kata al-Basyarat yng berarti kulit kepala wajah dan tubuh
menjadi tempat tumbuhnya rambut.Pemaknaan manusia dengan al-Basyar memberikan
pengertian bahwa manusia adalah makhluk biologis serta memiliki sifat-sifat yang ada
didalamnya, seperti membutuhkan makan, minum, perlu hiburan, hubungan seks, dan lain
sebagainya.
Penggunaan kata yang ketiga adalah Bani Adam, Kata Bani Adam terdiri dari dua
kata, Bani dan Adam. Bani artinya anak keturunan Nabi Adam as, artinya tampak dari segala
manusia yang ada baik yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal, umat terdahulu dan
umat yang terakhir adalah berasal dari dirinya. Bani Adam menunjukkan bahwa manusia itu
keturunan dari Nabi Adam as dan pengakuannya kepada Tuhan. Dan manusia diistimewakan
dari makhluk lain dan dijamin Keselamatannya.
Penggunaan kata yang keempat adalah Dzurriyat Adam dalam Firman Allah pada
QS. Maryam, 19:58:” Artinya: mereka itu adalah orangorang yang telah diberi nikmat oleh
Allah, Yaitu Para Nabi dari keturunan Adam, dan dari orangorang yang Kami angkat
bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami
beri petunjuk dan telah Kami pilih. apabila dibacakan ayatayat Allah yang Maha Pemurah
kepada mereka, Maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis”. Ayat di atas
menjelaskan baahwa Orang-orang yang Kami berikan berbagai kenikmatan dunia dan akhirat
yang telah disebutkan tadi, yaitu para nabi dari keturunan Adam dan keturunan orang-orang
yang telah diselamatkan melalui bahtera Nûh, keturunan Ibrâhîm seperti Ismâ'îl, keturunan
Ya'qûb seperti nabi-nabi Bani Isrâ'îl, dan orang-orang yang Kami beri petunjuk kepada
kebenaran dan Kami pilih untuk meninggikan kalimat Allâh, adalah orang-orang yang
apabila mendengar ayat-ayat Allah yang dibacakan kepada mereka, mereka segera sujud dan
tunduk kepada Allah dengan penuh kekhusyukan.
Kata yang terakhir adalah al-Nas Kata ini dinyatakan dalam alQuran sebanyak 240
kali yang tersebar dalam 53 surat. Kata al-Nas, 32 menunjukkan pada hakikat manusia
sebagai makhluk sosial dan ditunjukkan kepada seluruh manusia secara umum tanpa melihat
statusnya apakah beriman atau kafir. Kata al-Nas juga dipakai dalam al-Quran untuk
menunjukkan bahwa karakteristik manusia senantiasa berada dalam keadaan labil.Meskipun
telah dianugerahkan untuk mengenal tuhannya, namun hanya sebagian manusia yang mau
menggunakannya sesuai dengan ajaran tuhannya.
2.2 Hakikat Manusia Dengan Karakteristik Dan Dimensi Kemanusiaan
A. Karakteristik Manusia
Dalam kondisi manusia ditimpa musibah, manusia akan mengingat dan menyebut
asma Allah, serta memohon ampun kepada Allah dalam kondisi apapun dan bagaimana pun
dia melakukan. Yang ada dalam pikirannya adalah, agar kondisi buruk tadi lepas dari
pundaknya. Kedua, keadaan berikutnya justru berbalik. Ketaatan sementara tadi menjadi
keadaan semula. Keadaan dimana ia berada diposisi nyaman tanpa ada beban. Kalaupun ia
masih mengingat Allah SWT, namun tentunya akan berkurang jika dibandingkan keadaan
pertama tadi.
B. Dimensi Kemanusiaan
Kedua, keadaan berikutnya justru berbalik. Ketaatan sementara tadi menjadi keadaan
semula. Keadaan dimana ia berada diposisi nyaman tanpa ada beban. Kalaupun ia masih
mengingat Allah SWT, namun tentunya akan berkurang jika dibandingkan keadaan pertama
tadi. Sebagai makhluk yang memiliki dua unsur yang utama, jasad dan roh, menjadikan
manusia dikenal dengan makhluk dua dimensi. Dimensi pertama, jasmani/tubuh kasar,
menjalani perubahan dan pertumbuhan secara biologis. Secara normal pertumbuhan embrio
manusia dimulai dari sel kelamin pria (spermatozoa) dan sel kelamin wanita (ovum), menjadi
segumpal darah, segumpal daging, tulang yang dibungkus daging hingga sempurna bentuk,
lahir, anak-anak, remaja, dewasa, tua dan wafat.
2.3 Hakikat Manusia menurut Pandangan Manusia
Socrates (470-399 SM), orang Athena, mengungkapkan pemikirannya tentang
manusia. Sarlito (1978:30) mencatat sebagian pendapat Socrates terkait pengertiannya
tentang manusia. Dikatakan bahwasannya manusia bertanya-tanya tentang dunia dan masing-
masing memiliki definisinya sendiri persoalan dunia. Dan menurut Socrates salah satu
hakikat (essence) manusia ialah ia ingin tahu dan itu harus ada orang yang membantunya
yang diibaratkan selayaknya bidan yang membantu persalinan bayi keluar dari rahimnya.
Rene Descrates (1596-1650) adalah filosof perancis, ia amat menekankan rasio pada
manusia. Ia berpendapat bahwa hakikat manusia terdapat dua unsur yaitu, tingkah laku
mekanis dan rasional. Diibaratkan seperti hewan yang memiliki tingkah laku mekanis namun
dibedakan sebab rasional yang dimiliki oleh manusia. Ciri rasional pada manusia dilihat
dengan bebasnya memilih sedangkan hewan tidak dapat melakukannya, ssebab rasional
tersebut manusia bebas memilih dan memiliki tingkah laku mandiri.
Dan masih banyak lagi pendapat yang lain terkait hakikat manusia, namun dapat
disimpulkan manusia adalah seseorang yang memiliki hak penuh atas jiwa nya sendiri dan
bertanggung jawab atas tingkah lakunya sendiri, hal ini disebabkan manusia yang memiliki
rasionalisme dalam diri mereka sehingga mereka dapat menilai diri sendiri dengan apa yang
mereka rasakan dan mereka fikirkan. Dan itu mencakup segala aspek pada dirinya baik itu
secara jasmani maupun rohani.
2.4 Aspek Manusia Dengan Hakikat Manusia
1. Mencari kebenran
2. Moral (akhlak)
3. Estetika
Dalam diri manusia juga terdapat dorongan untuk membuat sesuatu yang
baru.sesuatu yang belum ada atau belum pernah di but orang lain.manusia
senantiasa terdorong untuk berkreasi guna memenuhi kebutuhan
hidupnya.dorongan kreasi dan penciptaan yang ada dalam diri manusia ini
diperkarya oleh adanya fantasi .dengan bantuan fantasi,manusia mampu
membuat kreasi dan ciptaan yang sama sekali baru.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara etimologi istilah manusia di dalam al-Qur’an ada lima kata yang dipergunakan,
seperti Penggunaan kata al-Insan, al-Basyar,Bani Adam, Dzurriyat Adam, al-Nas.
Dalam surat AnNisa’: 142: “Artinya : Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu
Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. dan apabila mereka berdiri untuk shalat
mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia.
dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali”. Ayat di atas menjelaskan bahwa
Allah membiarkan mereka dalam pengakuan beriman, sebab itu mereka dilayani sebagai
melayani Para mukmin. dalam pada itu Allah telah menyediakan neraka buat mereka sebagai
pembalasan tipuan mereka itu. Selain karakteristik dan dimensi kemanusiaan, hakikat
manusia juga di jelaskan oleh beberapa filosof.
Dan masih banyak lagi pendapat yang lain terkait hakikat manusia, namun dapat
disimpulkan manusia adalah seseorang yang memiliki hak penuh atas jiwa nya sendiri dan
bertanggung jawab atas tingkah lakunya sendiri, hal ini disebabkan manusia yang memiliki
rasionalisme dalam diri mereka sehingga mereka dapat menilai diri sendiri dengan apa yang
mereka rasakan dan mereka fikirkan. Dan itu mencakup segala aspek pada dirinya baik itu
secara jasmani maupun rohani.
Prof. Dr. H. Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam Telaah Sejarah dan Pemikiran,
cetakan kedua oktober 2012.
Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam integrasi jasmani,rohani dan
kalbu memanusiakan manusia, cetakan pertama 2006.