Anda di halaman 1dari 22

HAKIKAT MANUSIA DALAM

PENDIDIKAN ISLAM

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi tugas Perkuliahan
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

FERI IRAWAN
NIM 2020090014

DOSEN PEMBIMBING:
Prof. Dr. Zulmuqim, M.A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM


PASCASARJANA UIN IMAM BONJOL
PADANG
2020

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang telah memberi
kita rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan tepat
pada waktunya.
Makalah ini disusun dengan telaah kritis mengenai “Hakikat Manusia
dalam Pendidikan Islam”. Dalam penyajiannya penulis berusaha untuk
mengkajinya secara sistematis dan terurut serta dalam kajian pustaka. Hal ini
penulis maksudkan agar makalah ini tetap relevan dengan perkuliahan Filsafat
Pendidikan Islam. Pemenuhan tugas ini, sangat penting artinya mengingat
pendidikan merupakan jalan utama bagi pengembangan pendidikan Islam yang
berkualitas.
Namun demikian, penulis sadar bahwa dalam makalah ini mungkin akan
banyak ditemukan kesalahan dan kekurangan di sana-sini setelah dibahas dalam
diskusi. Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca sangat penulis nantikan demi
perbaikan makalah penulis pada masa-masa yang akan datang.
Besar harapan penulis, makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian
terutama bagi sendiri penulis. Amin.

Padang, 26 September 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………...i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
I. PENDAHULUAN …………………………………………………………1
II. PEMBAHASAN …………………………………………………………...2
a. Istilah- istilah Manusia dalam al-Qur‟an ……………………………….2
b. Asal-usul Kejadian Manusia ……………………………………………8
c. Tujuan Hidup Manusia serta Implikasinya dalam Pendidikan Islam …13
1. Tujuan Hidup Manusia …………………………………………….13
2. Implikasi Tujuan Hidup Manusia dalam Pendidikan Islam ……….14
III. KESIMPULAN ……………………………………………………………16
IV. DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………...17

ii
iii
I. PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna. Manusia dalam
redaksi ayat al-Quran mempunyai beberapa term atau penyebutan, seperti al-
basyar, al nas, al ins, al insan, Abdullah, khalifah dan bani adam. Term-term
tersebut sebagian dapat memberikan pemahaman tentang asal penciptaan
manusia dan perilakunya. Eksistensi manusia secara umum berperan sebagai
hamba Allah (Abd.Allah) dan sebagai pengayom atau pemakmur di
permukaan bumi (khalifah Allah).
Sebagai khalifah manusia dianugerahi akal pikiran (homo sapiens), yang
dengannya manusia dapat memikirkan apa saja kapanpun dan dimanapun,
tentang segala sesuatu atau realitas baik berupa alam semesta atau jagat raya
(the universe) sebagai mikrokosmos, maupun diri manusia sendiri (human
being) sebagai mikrokosmos, serta Tuhan (God, the creator) yang telah
menciptakannya.
Terkait asal-usul dan perkembangan manusia sudah lahir berbagai teori,
diantaranya teori evolusi oleh Charles Darwin, perjalanan Darwin dilanjutkan
oleh Sigmund Freud1. Manusia sebagai makhluk Allah diberikan kewajiban.
Kewajiban manusia adalah beribadah kepada Allah SWT dan merupakan
tugas pokok dalam kehidupan manusia hingga apapun yang dilakukan
manusia harus sesuai dengan perintah Allah SWT.
Al Quran dibidang ilmu pengetahuan mendorong manusia supaya
berpikir. Tidak ada ketetapan dalam al-Qur‟an yang sifatnya mematikan akal
untuk memikirkan kandungannya akan tetapi adalah menambah pengetahuan
sedalam-dalamnya. Manusia juga berfungsi sebagai makhluk paedagogik,
yaitu makhluk Allah yang dilahirkan dengan membawa potensi yang dapat
dididik dan mendidik.
Al-Quran memiliki pengetahuan yang amat luas serta banyak berbicara
tentang manusia, kodrat dan kedudukannya dengan kedalaman dan
kepekaan cita rasa bahasa Arab sehingga dalam setiap pernyataannya
mengundang para pembacanya untuk bertadabbur, tabashur, tadzakkur dan
tafakkur.
1
M.Quraish Shihab, Membumikan Al Quran (Bandung: Mizan, 1992), h.67

1
II. PEMBAHASAN
A. Istilah- istilah Manusia dalam al-Qur’an
Diantara sekian banyak ilmuan, ada yang berpendapat bahwa manusia
berasal dari dua suku kata. Manus dan ia. Manus artinya jiwa, ia artinya
raga, tubuh kasar atau jisim. Jadi manusia adalah tubuh kasar atau
kerangka jasmani yang berjiwa. Atau manusia adalah benda hidup yang
berjiwa raga2.
1. Ibnu sina berpendapat sebenarnya telah diketahui bahwa manusia
berbeda dengan hewan manapun. Binatang tidak bisa hidup dengan
cara yang baik, binatang hidup sendirian mengurus segala
keperluannya tanpa ada teman bersekutu yang membantu segala
kebutuhannya.
2. Syekh Nurrudin Ar-Raniri berpendapat bahwa manusia adalah
makhluk Tuhan yang paling sempurna didunia ini. Tuan menciptakan
manusia sesuai dengan citra-Nya (Shurah Tuhan), agar manusia dapat
berperan sebagai khalifah dimuka bumi, sebab tanpa citra-Nya,
mustahil manusia dapat berperan sebagai wakil Tuhan.
3. Dr. Muhammad Iqbal menyebutkan, Al-Qur‟an dengan cara
sederjana, penuh dengan gaya individualism dan keunikan manusia,
dan menurut pandangan saya, sebagai konsekuensi dari tinjuan
manusia itu sendiri, yakni sebagai makhluk induvidu yang unik yang
tidak mungkin seorang individu memikul kesalahan individu yang
lainnya dan hanya berhak atas hasil kerjanya sendiri.
Banyaknya definisi yang ditawarkan ilmuan, mendorong pada
kesimpulan bahwa definisi tentang manusia yang dapat disepakati dan
diterima secara menyuluruh dan dapat menggambarkan manusia secara
utuh hingga saat ini belum ada. Namun selaku umat Islam yang
menjadikan al-Qur‟an dan hadis sebagai sumber ajaran perlu mengkaji
dan meneliti apa dan bagaimana manusia dalam gambaran keduanya
dengan pendekatan istilah yang digunakan untuk manusia. Dengan

2
Nurdin dkk Pendidikan Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum (Bogor, Ghalia Indonesia,
2015) h 15

2
demikian, penting kiranya mengkaji manusia dan segala yang terkait
dalam sumber ajaran Islam yaitu al-Qur‟an dan hadits.
Al-Quran dengan wawasannya yang luas banyak berbicara tentang
manusia, kodrat dan kedudukannya3 dengan kedalaman dan kepekaan
cita rasa bahasa Arab yang tinggi sehingga dalam setiap pernyataannya
mengundang para pembacanya untuk bertadabbur, tabashur, tadzakkur
dan tafakkur4.
Manusia dalam Al-Quran ditunjuk dengan dengan berbagai istilah
diantaranya al-basyar, al-insan dan al-nas. Meskipun ketiga kata tersebut
menunjuk arti yang sama sebagai manusia, tetapi memiliki penekanan
yang berbeda. Di samping tiga kata tersebut, juga ada kata-kata lain yang
menunjuk manusia yakni bani Adam, Khalifah, dan „Abd.
1. Abd Allah
Teori evolusi Darwin berbeda dengan al-Qur‟an, Allah dengan
tegas menyatakan bahwa manusia adalah ciptaan Allah. Dalam hal
ini manusia dipossikan sesuai dengan hakikat penciptaanya yakni
terdapat dalam surat QS. 51:56 yang berbunyi :

Artinya : Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan


supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Secara hierarkis, kata abd atau abdi berada dalam kedudukan
yang rendah. Ia menjadi milik dan hamba “Tuan” nya. Sikap seorang
hamba kepada tuannya, adalah sikap tunduk, patuh dan taat dan
semuanya tanpa pamrih. Sikap seperti menjadi indikator utama dalam
penilaian tuan terhadap hambanya. Apakah ia termasuk seorang
hamba yang taat dan setia atau menentang.
Oleh karena itu sebagai hamba Allah, manusia merupakan
makhluk ciptaan Allah SWT yang kecil dan tak memiliki kekuasaan.

3
9 Dudung Abdullah, Konsep Manusia Dalam Al-Qur‟an (UIN Alauddin Makasar, al-daulah
vol. 6/No 2 Desember 2017) h 331
4
10ibid

3
Tugas Abd Allah hanya menyembah kepada-Nya dan berpasrah diri
kepada Allah Swt.
Maka berdasarkan pendapat di atas tugas manusia sebagai abd
Allah adalah hanya menyembah kepada-Nya dan berpasrah diri
kepada-Nya. Menyembah Allah Swt dengan arti sempit mengerjakan
salat, puasa, zakat dll. Namun, dalam arti luas sebagai hamba
mempunyai kewajiban atas hablu minannas (hubungan muamalat atau
sosial antar manusia) dan hablu mina Allah (hubungan baik antara
hamba dengan Allah SWT).
2. Bani Adam
Al-Qur'an menggunakan kalimat Bani Adam dalam rangka
mengingatkan asal-usulnya yang berkaitan dengan kisah Adam yang
pernah dijerumuskan oleh setan ke dalam tindakan yang dilarang
Tuhan dalam QS. al-A‟raaf:27 yang berbunyi :

Artinya : Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu


oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu
bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya
pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya
auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya
melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa
melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan
syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang
yang tidak beriman.
Berdasarkan ayat di atas bahwa ungkapan Bani Adam lebih
menekankan pada peringatan terhadap manusia agar memegang
nikmat yang telah diberikan kepada Allah, apakah nikmat itu berupa

4
pemberian kemuliaan, penghidupan di darat dan laut, pemberian rizki
ataupun kedudukan di atas makhluk lainnya.
3. Al-Basyar
Kata al-Basyar dari akar kata yang pada mulanya berarti
penampakkan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata tersebut
maka lahir kata basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamai basyar
karena kulitnya tampak dan jelas, dan berbeda dengan kulit binatang
lainnya. Al-Qur‟an menngunakan kata ini untuk menunjukkan manusia
dari sudut lahiriyah serta persamaannya dengan manusia secara
keseluruahnnya5.
Sebagaimana terdapat dalam al-Qur‟an Surat Ar-Rum Ayat 20 yang
berbunyi :

Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia


menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu
(menjadi) manusia yang berkembang biak”.
Marzuki dalam bukunya Pembinaan Karakter Mahasiswa Melalui
Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum mengatakan bahwa.
Kata al-Basyar juga selalu dihubungkan dengan sifat-sifat biologis
manusia, seperti asalnya dari tanah yang selanjutnya dari sperma dan
berkembang menjadi manusia utuh (QS al-Mu‟minun/23:12-14), manusia
makan minum (QS al-Mu‟minun/23:33; QS. Al-Furqon/25:20 dan
seterusnya. Marzuki juga mengutip pendapat Quraish Shihap mengatakan
bahwa kata al-Basyar disebutkan dalam al-Quran disebutkan sebanyak 36
kali6. Jadi berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka dapat dikatan

5
Ajad Sudrajat dkk, Al-Islam Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi,
(Yogyakarta, UNY Pres, 2013) h 1
6
Marzuki, Pembinaan Karakter Mahasiswa Melalui Pendidikan Agama Islam di Perguruan
Tinggi Umum, (Yogyakarta, Ombak 2016) h 15

5
bahwa manusia disebut al-Basyar di dalam al-Qur‟an berarti Allah
menyebut manusia dari sisi lahiriyah atau fisiknya.
4. Al-Insan
Kata al-Insan digunakan dalam al-Qur‟an untuk menunjuk manusia
dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia berbeda antara satu
dengan yang lainnya akibat perbedaan fisik, mental, dan kecerdasan 7.
Sebagaimana terdapat didalam al-Qur‟an al-Alaq ayat 5 yang berbunyi :

Artinya : “Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.


Kata insan dijumpai dalam al-Qur‟an sebanyak 65 kali. Marzuki
mengutip pendapat Aflatun Muktar mengatakan bahwa penekanan kata
insan ini lebih mengacu pada peningkatan manusia ke derrajat yang dapat
memberinya potensi dan kemampuan untuk memangku jabatan khalifah
dan memikul tanggung jawab dan amanat manusia dimuka bumi, karena
manusia sebagai khalifah dibekali dengan berbagai potensi seperti ilmu,
persepsi akal dan nurani. Dengan potensi-potensi ini manusia siap dan
mampu menghadapi segala permasalahan sekaligus antisipasinya.
Disamping itu, manusia juga dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai
makhluk yang mulia dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari
makhluk lain dengan berbekal potensi-potensi tadi8.
Jadi konsep manusia dikatakan al-Insan dalam al-Qur‟an berarti
bahwa manusia dihubungkan pada sifat biologis atau spiritual manusia
sebagai makhluk yang berfikir, diberi ilmu dan memikul amanah.
5. Al-Nas
Kata al-Nas dalam Al-Qur‟an umumnya dihubungkan dengan fungsi
manusia sebagai makhluk sosial. Manusia diciptakan sebagai makhluk
bermasyarakat, yang berawal dari pasangan laki-laki dan wanita
kemudian berkembang menjadi suku dan bangsa untuk saling kenal
mengenal “berinterksi”

7
Dadang Sudrajat dkk Loc-cit
8
Marzuki, Op cit h 13

6
Hal ini sejalan dengan teori “strukturalisme” Giddens yang
mengatakan bahwa manusia merupakan individu yang mempunyai
karakter serta prinsip berbeda antara yang lainnya tetapi manusia juga
merupakan agen social yang bisa mempengaruhi atau bahkan di bentuk
oleh masyarakat dan kebudayaan di mana ia berada dalam konteks sosial9.
Kata al-Nas dinyatakan dalm Al-Quran sebanyak 240 kali dan
tersebar dalam 53 surat10. Kata al-Nas menunjukkan pada eksistensi
manusia sebagai makhluk sosial secara keseluruhan, tanpa melihat status
keimanan atau kekafirannya. Dalam menunjuk makna manusia, kata al-
Nas lebih bersifat umum bila dibandingkan dengan kata al-Insan.
Keumuman tersebut dapat dilihat dari penekanan makna yang
dikandungnya. Kata al-Nas menunjuk manusia sebagai makhluk sosial
dan kebanyakan digambarkan sebagai kelompok manusia tertentu yang
sering melakukan mafsadah dan merupakan pengisi neraka, di samping
iblis.
Hal ini terlihat dalam firman Allah;

Artinya: “Maka jika kamu tidak dapat membuat (nya) dan pasti kamu
tidak akan dapat membuat (nya), peliharalah dirimu dari neraka
yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi
orang-orang kafir”. (Q.S. Al Baqarah 2:24).

Artinya:“Dan sekiranya Allah menyegerakan kejahatan bagi manusia


seperti permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan,
pastilah diakhiri umur mereka. Maka kami biarkan orang-orang
9
Brian Fay, Filsafat Ilmu Sosial Kontemporer, Cet. I, (Yogyakarta: Jendela, 2002), h. 69
10
Rusyja Rustam, Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi,(Padang, UNAND, 2010) h
50

7
yang tidak mengharapkan pertemuan dengan kami, bergelimang
di dalamkesesatan mereka.” (Q.S. Yunus 10:11).
Manusia disebut al-Nas didalam al-Qur‟an berarti Allah secara
maknanya menyebut manusia sebagai makhluk sosial. Oleh karena itu
sebagai makhluk sosial manusia harus mengutamakan keharmonisan
hidup bermasyarakat. Manusia harus hidup bersosial, manusia tidak boleh
sendiri, karena manusia tidak bisa hidup tanpa ada makhluk lainnya. Jika
kita kembali ke asal mula terjadinya manusia yang bermula dari pasangan
laki-laki dan wanita (Adam dan Hawa), dan berkembang menjadi
masyarakat, ini menunjukkan bahwa manusia harus hidup bersaudara dan
tidak boleh saling menjatuhkan. Inilah sebenarnya fungsi manusia dalam
konsep al-Nas.

B. Asal-usul Kejadian Manusia


Manusia dalam perspektif Al-Quran dilihat sebagai makhluk jasmani
dan rohani (raga dan jiwa). Keduanya bersatu dan saling melengkapi.
Sebagai konsekuensi logis dari proses penciptaan itulah sehingga manusia
memiliki peran dan tanggung jawab sebagai khalifah dan „abd di muka
bumi.
Manusia makhluk Allah Swt yang paling istimewa jika dibandingkan
dengan makhluk-makhluk-Nya yang lain, baik dari fisik maupun dari
beban dan tanggung jawab yang diamanahkan kepadanya. Manusia
sebagai makhluk fisika berbeda dengan jin sebagai makhluk
metafisika, dalam kehidupannya mendapat predikat “ahsan al taqwim”
(dalam bentuk yang sebaik-baiknya) dengan sebutan “Al Hayawan al-
Natiq” manusia memiliki keterampilan berpikir dan berbicara yang
mampu mengekspresikan dirinya dalam mempertahankan hidup dalam
pergaulan11.
Afifuddin mengutip pendapat Al-Faruqi mengatakan bahwa manusia
adalah makhluk kosmis yang sangat penting, karena dilengkapi dengan

11
Dudung Abdullah, Op Cit h 331

8
semua pembawaan dan syarat-syarat yang diperlukan12. Di samping itu
ada unsur lain, yang membuat dirinya dapat mengatasi pengaruh dunia
sekitarnya serta problema dirinya, yaitu unsur jasmani dan unsur rohani.
Kedua unsur ini sebenarnya sudah tampak pada berbagai makhluk lain
yang diberi nama jiwa, atau soul, anima dan psyche, Tetapi pada kedua
unsur itu, manusia dianugerahi nilai lebih, hingga kualitasnya berada di
atas kemampuan yang dimiliki makhluk-makhluk lain itu13.
Dengan bekal yang istimewa tersebut, manusia mampu menopang
keselamatan, keamanan, kesejahteraan, dan kualitas hidupnya. Selain itu
manusia juga merupakan makhluk berperadaban yang mampu membuat
sejarah generasinya. Hal tersebut karena Allah melengkapi kesempurnaan
manusia dengan memberinya daya hidup, mengetahui, berkehendak,
berbicara, melihat, mendengar, berfikir dan memutuskan.
Manusia sebagai makhluk yang berakal diberi sebutan yang bergengsi
yaitu ulu al-albab. “Sebagai penyandang ulu al-albab manusia tidak
hanya memiliki sikap ontologis tetapi juga sikap aksiologis14. Manusia
yang tersusun dari dua unsur, materi dan immateri, jasmani dan rohani.
Tubuh manusia berasal dari tanah dan ruh atau jiwa berasal dari substansi
immateri di alam gaib. Eksistensi manusia dewasa ditantang
kemampuannya untuk merenungkan dan berpikir tentang dirinya, orang
lain dan juga jagat raya, untuk menjadikan semua itu bermakna dan
bermanfaat.
Potensi yang dimiliki oleh manusia tersebut membuat para malaikat
cemas yang dinyatakan Allah kepada kita, bahwa malaikat itu takut jika
manusia nantinya menjadi hamba Allah yang suka melakukan
kemaksiatan. Kekhawatiran malaikat itu menjadi hilang, setelah mendapat
penjelasan dari Allah, bahwa Allah yang lebih mengetahui dari apa yang
tidak diketahui oleh hamba-Nya Protes yang dilontarkan para Malaikat
disebutkan dalam al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 30 yang berbunyi :

12
Afifuddin Harisah, Filsafat Pendidikan Islam (Yoyakarta, Deepublish 2018) h. 12
13
Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2003), h. 12-13
14
Dawam Raharjo, Paradigma Al Quran, Metodologi Tafsir & Kritik Sosial (Jakarta:
PSAP Muhammadiyah, 2005), h.9

9
Artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui".
Hal tersebut dikarenakan Allah sangat mencintai manusia, maka
sebagai gantinya manusia harus membalas cinta Allah tersebut dengan
berta‟abbud dan bertaqarrub kepada-Nya15.
Perbedaan manusia dengan makhluk lain itu sangat tampak dan jelas.
Manusia memiliki akal, berbudi luhur dan dapat memilih dan memilah
sesuatu yang ingin diperbuatnya. Akan tetapi asal usul manusia hingga
saat ini masih misteri bagi kalangan ilmuan sehingga Alexis Carrel
(1873-1944) seorang ilmuan dan dokter berkebangsaan Perancis dan telah
meraih dua kali nobel perdamaian menulis buku yang berjudul
Manusia adalah Makhluk yang Belum Dikenal16.
Asal-usul kejadian manusia dalam Al-Quran ada dua tahap, yakni
tahap ghaib (tidak terlihat) yang terjadi pada zaman primordial atau azali,
dan hanya dapat diketahui melalui pengetahuan wahyu. Pada tahapan
primodial, Nabi Adam sebagai manusia pertama diciptakan dari al-tin
(tanah) sebagaiman disebutkan dalam al-Qur‟an surat al-An‟am ayat 2
yang berbunyi :

15
Miftah Syarif, Hakikat Manusia dan Implikasinya Pada Pendidikan islam (Jurnal Al-
Thariqoh Vol 2, No 2, Desember 2017)
16
M. Quraish Shihab, Dia Ada Dimana-mana (Cet. IV; Jakarta: Lentera Hati, 2006), h. 111.

10
Artinya : “Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian Dia
menetapkan ajal (kematianmu)”
Asal-usul manusia dari al-Turab (tanah debu) dalam firman Allah Swt
Q.S Ali Imron ayat 59 yang berbunyi :

Artinya : Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi AllAh, adalah


seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari
tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah"
(seorang manusia), maka jadilah dia. (QS. Ali Imran : 59)
Asal-usul manusia dari shalshal (tanah liat), hama‟in masnun (tanah
lumpur yang busuk). Firman Allah Swt Q.S. al-Hijr ayat 26 :

Artinya : Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam)


dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang
diberi bentuk17.
Tahap kedua melalui proses biologis alami, dimana manusia dapat
mengetahuinya melalui pengalaman atau pengetahuan ilmiah. Asal-usul
kejadian manusia kedua diciptakan oleh Allah SWT dari sari pati tanah,
diterangkan dalam Al-Qur‟an surat Al–Mu‟minun ayat 12-14 :

Artinya :“Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu


saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati
itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).

17
Afifuddin Harisah op-cit h 14

11
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan
segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami
jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha
sucilah Allah, Pencipta yang paling baik”.
Imam Al-Ghazali mengungkapkan proses penciptaan manusia dalam
teori pembentukan (taswiyah) sebagai suatu proses yang timbul di dalam
materi yang membuatnya cocok untuk menerima ruh. Materi itu
merupakan sari pati tanah liat Nabi Adam A.S. yang merupakan cikal
bakal keturunannya. Cikal bakal atau sel benih (nuthfah) ini yang semula
adalah tanah liat setelah melewati berbagai proses akhirnya menjadi
bentuk lain (khalq akhar) yaitu manusia dalam bentuknya yang sempurna.
Tanah liat berubah menjadi makanan (melalui tanaman dan hewan),
makanan menjadi darah, kemudian menjadi sperma jantan dan indung
telur. Kedua unsur ini bersatu dalam satu wadah yaitu rahim dengan
transformasi panjang yang akhirnya menjadi tubuh harmonis (jibillah)
yang cocok untuk menerima ruh. Sampai di sini prosesnya murni bersifat
materi sebagai warisan dari leluhurnya. Kemudian setiap manusia
menerima ruhnya langsung dari Allah di saat embrio sudah siap dan
cocok menerimanya. Maka dari pertemuan antara ruh dan badan
terbentuklah makhluk baru manusia18.
Dengan demikian, manusia sudah pasti tercipta dari tanah. Ia adalah
putra bumi yang semua kebutuhannya berasal dari bumi, berkembang
juga di tanah mulai dari masa bayi, anak-anak, remaja hingga dewasa
bahkan sampai ia mati manusia tidak pernah berpisah dari tanah karena
memang dia berasal dari tanah. Bahkan tak satupun unsur dalam jasad
manusia yang tidak memiliki persamaan dengan unsur-unsur yang
terdapat dalam bumi mulai zat besi, zat gula dan sebagainya kecuali
rahasia yang sangat halus yaitu ruh ciptaan Allah Swt.

18
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,
(Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 1-2.

12
C. Tujuan Hidup Manusia serta Implikasinya dalam Pendidikan Islam
1. Tujuan Hidup Manusia
Pandangan Islam terhadap manusia adalah sebagai makhluk yang
memiliki derajat yang tinggi, bertanggung jawab atas segala yang
diperbuatnya, serta merupakan makhluk pemikul amanat yang berat.
Manusia diamanaatkan oleh Allah untuk memakmurkan bumi,
mendiami dan memelihara serta mengembangkannya demi
kemaslahatan hidup mereka sendiri, bukan mengadakan pengrusakan
di dalamnya. Peranan yang baik akan mendapat balasan yang
baik, sementara peranan yang buruk akan mendapatkan balasan yang
buruk pula.
Tujuan adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau
sekelompok orang dalam melakukan suatu kegiatan. tujuan hidup
dipengaruhi oleh hakekat pandangan hidup tentang hakekat manusia19.
Tujuan hidup manusia dalam Islam adalah beribadah kepada Allah
Swt. hal ini sesuai dengan al-Qur‟an surat al-Dzariyat (51:56) yang
berbunyi :

Artinya : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan


supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
Selain itu al-Qur‟an mengatakan bahwa manusia pertama (Adam
As dan Hawa) diturunkan Allah SWT ke muka bumi adalah untuk
mengemban tugas kekhalifahan. Tugas ini mencakup dua tugas
pokok, yang pertama yaitu mewujudkan kemakmuran di bumi
sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Hud (11:61) yang berbunyi :

Artinya : “Dia (Allah) telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan
menjadikan kamu pemakmurnya”.

19
Riyan Nuryadin dkk, Teologi Untuk Pendidikan Islam, (Yogyakarta, K-Media 2015) h 177

13
Tugas manusia yang kedua adalah mewujudkan kebahagiaan
hidupnya sebagaimana terdapat dalam QS. 13:29) :

Artinya : “Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi


mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik”.
Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa tujuan hidup
menurut Islam adalah beribadah kepada Allah Swt. Ibadah yang
dilakukan haruslah dengan ikhlas. Dengan mengetahui tujuan hidup
manusia akan menempuh hidupnya seperti nahkoda berlayar ditengah
lautan dengan kompas yang baik.
2. Implikasi Tujuan Hidup Manusia dalam Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Indonesia sebagaimana terdapat dalam
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, adalah berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwakepada Tuhan Yang maha Esa, berkhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang
demokratis dan bertanggung jawab20.
Peranan pendidikan dalam hidup dan kehidupan manusia, terlebih
dizaman modern sekarang ini, pendidikan diakui sebagai satu
kekuatan (education power) yang menentukan prestasi dan
produktivitas dibidang yang lain21.
Oleh karena seluruh aspek memerlukan proses pendidikan baik di
dalam maupun diluar lembaga formal. Hubungan dan interaksi social
yang terjadi dalam proses pendidikan di masyarakat memengaruhi
perkembangan kepribadian manusia.
Tujuan pendidikan harus sealur dengan tujuan hidup manusia22.
Manusia adalah subyek pendidikan, sekaligus juga obyek pendidikan.
Manusia dalam proses perkembangan kepribadiannya, baik menuju

20
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 200 (Jakarta: Sinar Grafika,
2008)
21
Muhammad Anwar, Filsafat Pendidikan, (Jakarta, Kencana 2017), h 123
22
Sehat Sultoni Dalimunthe, Filsafat Pendidikan Islam (Yoyakarta, Deepulish 2018), h 287

14
pembudayaan maupun proses kematangan dan intregitas, adalah obje
pendidikan Artinya mereka adalah sasaran atau bahan yang dibina.
Meskipun kita sadarai bahwa perkembangan kepribadian adalah self
developmentmelalui self actifities, jadi sebagai subjek yang sadar
mengembangkan diri sendiri23.
Tujuan Pendidikan islam perlu memperhatikan dimensi-dimensi
kehidupan ideal Islam, yaitu: (a) mengandung nilai yang berupaya
meningkatkan kesejahteraan hidup manusia dimuka bumi. (b)
mengandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk
meraih kehidupan yang baik, (c) mengandung nilai yang dapat
memadukan antara kepentingan kehidupan dunia dan akhirat24.
Tujuan pendidikan Islam menurut Rahman adalah menghasilkan
hamba-hamba yang taat berakhlak mulia mempunyai pikiran, rencana,
dan perbuatan sesuai dengan perintah Tuhannya. Dalam prakteknya
membentuk system kebaikan dan keadilan untuk seluruh umat
manusia, sehinga orang bahagia dan sejahtera25.

23
Noor Syam, Mohammad, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila,
(Surabaya: Usaha Nasional, 1986), h. 153
24
M. Arifin, Filsafat pendidikan Islam (Jakarta Bumi Aksara, 1996) h 20
25
Fazlul Rahman, al_Quran Sumber Ilmu Pengetahuan, terj, M Arifin, cet, 3 )Jakarta: Rineka
Cipta, 200), h 312-313

15
III. KESIMPULAN
Manusia adalah makhluk yang sangat sempurna dari makhluk-makhluk
lainya. Makhluk yang sangat spesial dan berbeda dari makhluk yang ada
sebelumnya. Makhluk yang bersifat nyata dan mempunyai akal fikiran dan
nafsu yang diberikan Tuhan untuk berfikir, mecari kebenaran. Pola dasar
pendidikan Islam yang dilaksanakan dalam suatu system memberikan
kemungkinan berprosesnya bagian-bagian menuju ke tujuan yang telah di
tetapkan sesuai ajaran islam.
Pendidikan Islam adalah kebutuhan untuk dapat melaksanakan Islam
sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT. Berdasarkan makna ini
maka tujuan pendidikan Islam mempersiapkan diri manusia guna
melaksanakan amanah yang dipikul oleh manuisa harus dilandasi Al-Qur'an
dan Al-Hadits sebagai sumber seluruh aspek hukum dengan menurut Islam.

16
IV. DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Dudung, Konsep Manusia Dalam Al-Qur‟an (UIN Alauddin
Makasar, al-daulah vol. 6/No 2 Desember 2017)
Anwar, Muhammad, 2017, Filsafat Pendidikan, Jakarta : Kencana
Arifin, M., 1996, Filsafat pendidikan Islam, Jakarta:Bumi Aksara
Dalimunthe, Sehat Sultoni, 2018, Filsafat Pendidikan Islam, Yoyakarta :
Deepulish
Fay, Brian, 2002, Filsafat Ilmu Sosial Kontemporer, Cet. I, Yogyakarta:
Jendela
Harisah, Afifuddin, 2018, Filsafat Pendidikan Islam, Yoyakarta : Deepublish
Jalaludin, 2013, Teologi Pendidikan, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada
Marzuki, 2016, Pembinaan Karakter Mahasiswa Melalui Pendidikan Agama
Islam di Perguruan Tinggi Umum, Yogyakarta : Ombak
Nizar, Samsul, 2002, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis
dan Praktis, Jakarta: Ciputat Pers
Noor Syam, Mohammad, 1986, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat
Pendidikan Pancasila, Surabaya:Usaha Nasional
Nurdin dkk, 2015, Pendidikan Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum, Bogor :
Ghalia Indonesia
Nuryadin, Riyan dkk, 2015, Teologi Untuk Pendidikan Islam, Yogyakarta :
K-Media
Raharjo, Dawam, 2005, Paradigma Al Quran, Metodologi Tafsir &
Kritik Sosial, Jakarta: PSAP Muhammadiyah
Rahman, Fazlul, 2005 al_Quran Sumber Ilmu Pengetahuan, terj, M Arifin,
cet, 3, Jakarta:Rineka Cipta
Rustam , Rusyja, 2010, Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi,
Padang : UNAND
Shihab, M. Quraish, 2006, Dia Ada Dimana-mana, Cet. IV; Jakarta: Lentera
Hati, 2006
------------------------, 1992 Membumikan Al Quran, Bandung: Mizan
Sudrajat, Ajad dkk, 2013, Al-Islam Pendidikan Agama Islam Untuk
Perguruan Tinggi, Yogyakarta : UNY Pres

17
Syarif, Miftah, Hakikat Manusia dan Implikasinya Pada Pendidikan Islam
(Jurnal Al-Thariqoh Vol 2, No 2, Desember 2017)
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 200, Jakarta: Sinar
Grafika, 2008

18

Anda mungkin juga menyukai