Anda di halaman 1dari 10

TUGAS AGAMA ISLAM

MANUSIA DAN AGAMA

OLEH

NAMA : DIAZ PURNAMA PUTRA

NIM : F1A222057

KELAS. : A

PROGRAM STUDI S1 STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2022
PENGERTIAN MANUSIA DAN AGAMA
1. Manusia
Menurut beberapa filsuf dan salah satunya adalah Descartes yang membahas
tentang manusia, menurut Descartes yang dipaparkan pada teorinya yakni "Cogito
Ergo Sum" yakni "aku berfikir maka aku ada". Dan mengutip dari pernyataan imam
besar Abu Hamid Muhammad Al- Ghazali yang mengatakan bahwa manusia adalah
"Al-insanu hayawanun nathiq" yakni manusia adalah hewan yang berakal, dan
menurut Descatres manusia memiliki kelibihan yang sudah ada sedari lahir yakni akal
yang itu membedakan manusia dengan makluk lainnya, menurut Descartes Manusia
memiliki akal yang membuatnya berbeda dan hal itu membuat manusia dapat
memperoleh dan menuju kebenaran yang hakiki.
Begitupula menutut filsuf islam salah satunya Al farabi, menurut Al farabi
manusia adalah makluk terahir dan termulia yang diciptakan Allah S.W.T diatas muka
bumi ini, menurutnya manusia memiliki dua unsur yakni Jiwa dan Jasad yang
keduanya memiliki kedudukan yang berbeda Menurutnya jiwalah yang memiliki
perannan yang paling dominan karna menurutnya matinya jasad tidak berpengaruh
terhadap jiwa.

* FUNGSI MANUSIA
Di bumi inilah manusia dapat berperan sesuai dengan bidangnya masing-
masing. Peran apa saja yang dimainkan manusia di bumi ini, alQuran menggariskan
jangan sampai manusia keluar dari dua fungsi pokoknya, yakni: Pertama, fungsi
kekhalifahan (khalifah Allah). Kehadiran manusia di bumi ini adalah sebagai khalifah
atau wakil Allah di bumi. Khalifah bisa juga diartikan sebagai pemimpin. Karena itu,
manusia harus dapat memerankan dirinya sebagai pemimpin di muka bumi ini. Fungsi
kepemimpinan ini harus diperankan manusia sesuai dengan kapasitasnya masing-
masing yang banyak didukung oleh potensi kecerdasannya. Kedua, fungsi ibadah
(hamba Allah). Di samping manusia harus menjadi khalifah di bumi, manusia juga
harus melakukan fungsi utamanya, yakni beribadah kepada Allah. Fungsi ibadah ini
dapatdijalankan manusia sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Allah
melalui al-Quran dan juga yang dijelaskan oleh Nabi melalui hadisnya. Fungsi ini
sangat didukung oleh potensi agama yang dimiliki manusia. Semakin tinggi potensi
keagamaan manusia, maka akan semakin maksimal dia dapat beribadah kepada Allah.

Dua fungsi di atas harus berjalan bersama-sama dan tidak boleh manusia
hanya menjalankan satu fungsi saja serta meninggalkan fungsi yang lain. Sebagai
teladan manusia, Nabi Muhammad saw. menyontohkan bagaimana melakukan kedua
fungsi itu dalam kehidupan beliau, baik sebagai kepala negara maupun sebagai nabi,
yang dua-duanya dijalankan dengan sebaik mungkin. Sebagai umatnya kita pun harus
meneladaninya dengan berusaha memaksimalkan kedua fungsi itu dalam kehidupan
kita.
 Konsep dan Pengertian Manusia dalam Al Quran

Dalam Al Qur’an, ada beberapa konsep berkenaan dengan manusia. Dari ayat-
ayat yang berkenaan dengan manusia, Al-Qur’an menyebut manusia dalam beberapa
nama, berikut adalah penjelasannya:

a. Konsep al-Basyr
Penelitian terhadap kata manusia yang disebut al-Qur’an dengan
menggunakan kata basyar menyebutkan, bahwa yang dimaksud manusia basyar
adalah anak turunan Adam, makhluk fisik yang suka makan dan berjalan ke pasar.
Aspek fisik itulah yang membuat pengertian basyar mencakup anak turun Adam
secara keseluruhan. Berdasarkan konsep basyr, manusia tidak jauh berbeda dengan
makhluk biologis lainnya. Dengan demikian kehidupan manusia terikat kepada kaidah
prinsip kehidupan biologis seperti berkembang biak. Sebagaimana halnya dengan
makhluk biologis lain, seperti binatang. Mengenai proses dan fase perkembangan
manusia sebagai makhluk biologis.
Secara sederhana, Quraish Shihab menyatakan bahwa manusia dinamai basyar
karena kulitnya yang tampak jelas dan berbeda dengan kulit-kulit binatang yang lain.
Dengan kata lain, kata basyar senantiasa mengacu pada manusia dari aspek
lahiriahnya, mempunyai bentuk tubuh yang sama, makan dan minum dari bahan yang
sama yang ada di dunia ini. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manusia dalam
konsep al-Basyr ini dapat berubah fisik, yaitu semakin tua fisiknya akan semakin
lemah dan akhirnya meninggal dunia. Dan dalam konsep al-Basyr ini juga dapat
tergambar tentang bagaimana seharusnya peran manusia sebagai makhluk biologis.
Bagaimana dia berupaya untuk memenuhi kebutuhannya secara benar Yakni dalam
memenuhi kebutuhan primer, sekunder dan tersier
b. Konsep Al-Insan
Kata insan bila dilihat dari asal kata al-nas, berarti melihat, mengetahui, dan
minta izin. Atas dasar ini, kata tersebut mengandung petunjuk adanya kaitan
substansial antara manusia dengan kemampuan penalarannya. Manusia dapat
mengambil pelajaran dari hal-hal yang dilihatnya, dapat mengetahui apa yang benar
dan apa yang salah, serta dapat meminta izin ketika akan menggunakan sesuatu yang
bukan miliknya. Berdasarkan pengertian ini, tampak bahwa manusia mampunyai
potensi untuk dididik. Potensi manusia menurut konsep al-Insan diarahkan pada
upaya mendorong manusia untuk berkreasi dan berinovasi. Jelas sekali bahwa dari
kreativitasnya, manusia dapat menghasilkan sejumlah kegiatan berupa pemikiran
(ilmu pengetahuan), kesenian, ataupun benda-benda ciptaan. Kemudian melalui
kemampuan berinovasi, manusia mampu merekayasa temuan-temuan baru dalam
berbagai bidang. Dengan demikian manusia dapat menjadikan dirinya makhluk yang
berbudaya dan berperadaban. Dengan potensi-potensi ini manusia siap dan mampu
menghadapi segala permasalahan sekaligus mengantisipasinya. Di samping itu,
manusia juga dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai makhluk yang mulia dan
memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari makhluk lain dengan berbekal potensi-
potensi yang dimilikinya.

c. Konsep Al-Naas
Dalam konsep an-naas pada umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia
sebagai makhluk social. Tentunya sebagai makhluk sosial manusia harus
mengutamakan keharmonisan bermasyarakat. Penyebutan manusia dengan nas lebih
menonjolkan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup
sendiri tanpa bantuan dan tanpa bersama-sama manusia lainnya.
Al-Quran menginformasikan bahwa penciptaan manusia menjadi berbagai
suku dan bangsa bertujuan untuk bergaul dan berhubungan antar sesamanya (ta’aruf),
saling membantu dalam melaksanakan kebajikan, saling menasihati agar selalu dalam
kebenaran dan kesabaran, serta menanamkan kesadaran bahwa kebahagiaan manusia
hanya mungkin terwujud bila mereka mampu membina hubungan antar sesamanya.
d. Konsep Bani Adam
Adapun kata bani adam dan zurriyat Adam, yang berarti anak Adam atau
keturunan Adam, digunakan untuk menyatakan manusia bila dilihat dari asal
keturunannya. Dalam hal ini setidaknya ada tiga aspek yang dikaji, yaitu :
1. Anjuran untuk berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah, di antaranya adalah
dengan berpakaian guna manutup auratnya.
2. Mengingatkan pada keturunan Adam agar jangan terjerumus pada bujuk rayu
setan yang mengajak kepada keingkaran.
3. Memanfaatkan semua yang ada di alam semesta dalam rangka ibadah dan
mentauhidkanNya.

Hal-hal tersebut adalah anjuran sekaligus peringatan Allah dalam rangka


memuliakan keturunan Adam dibanding makhluk-Nya yang lain. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa manusia dalam konsep Bani Adam adalah sebuah usaha
pemersatu (persatuan dan kesatuan) tidak ada perbedaan sesamanya, yang juga
mengacu pada nilai penghormatan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian serta
mengedepankan HAM karena yang membedakan hanyalah ketaqwaannya kepada
Pencipta. Sebagaimana yang diutarakan dalam QS. Al-Hujarat: 13): “Hai manusia,

e. Konsep Al-Ins
Pada konsep Al-Ins mengatakan bahwa dalam kaitannya dengan jin, maka
manusia adalah makhluk yang kasab mata. Sedangkan jin adalah makhluk halus yang
tidak tampak. Sisi kemanusiaan pada manusia yang disebut dalam al-Qur’an dengan
kata al-Ins dalam arti “tidak liar” atau “tidak biadab”, merupakan kesimpulan yang
jelas bahwa manusia yang insia itu merupakan kebalikan dari jin yang menurut dalil
aslinya bersifat metafisik yang identik dengan liar atau bebas. Sehingga, dapat
dikatakan bahwa dalam konsep al-ins manusia selalu di posisikan sebagai lawan dari
kata jin yang bebas, bersifat halus dan tidak biadab. Jin adalah makhluk bukan
manusia yang hidup di alam “antah berantah” dan alam yang tak terinderakan.
Sedangkan manusia jelas dan dapat menyesuaikan diri dengan realitas hidup dan
lingkungan yang ada.
f. Konsep Abdu Allah (Hamba Allah)
Seluruh makhluk yang memiliki potensi berperasaan dan berkehendak adalah
Abd Allah dalam arti dimiliki Allah. Selain itu kata Abd juga bermakna ibadah,
sebagai pernyataan kerendahan diri. Ibadah sebagai pengabdian kepada Allah baru
dapat terwujud bila seseorang dapat memenuhi tiga hal, yaitu:
1. Menyadari bahwa yang dimiliki termasuk dirinya adalah milik Allah dan berada
di bawah kekuasaan Allah.
2. Menjadikan segala bentuk sikap dan aktivitas selalu mengarah pada usaha untuk
memenuhi perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
3. Dalam mngambil keputusan selalu mengaitkan dengan restu dan izin Allah.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam konsep Abd Allah, manusia
merupakan hamba yang merendahkan diri kepada Allah, yaitu dengan mentaati
segala aturan-aturan Allah SWT.

2. Agama
Secara etimologis kata ‘agama’ berasal dari bahasa Sangskerta, yakni a dan
gama. A berarti tidak dan gama berarti kocar-kacir atau berantakan. Jadiagama berarti
tidak berantakan atau teratur. Dengan makna ini, dapat dipahamibahwa agama
memberikan serangkaian aturan kepada para penganutnya sehinggahidupnya tidak
berantakan. Agama menyampaikan para pemeluknya kepada suatucara hidup yang
teratur. Dari makna etimologis ini, agama dapat didefinisikan sebagai seperangkat
aturan atau ketentuan hidup yang melekat dalam diri manusia agar hidupnya teratur
yang merupakan cara menuju suatu kehidupan yang selamat. Yang harus juga
ditegaskan di sini adalah bahwa aturan dalam agama ini harus bersumber dari sesuatu
yang dipandang melebihi kekuasaan manusia, yakni Tuhan atau yang dianggap seperti
Tuhan.
Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa kata religion berasal dari kata
kerja dalam bahasa Latin religere yang menunjukkan arti ibadah yang berasaskan
pada ketundukan, rasa takut, dan rasa hormat. Namun, gambaran keagamaan seperti
ini hanya bisa dipakai dalam mengartikan agama Samawi.
Dalam bahasa Arab agama dikenal dengan sebutan ‘din’ dan ‘millah’. Kedua istilah
ini bisa ditemukan dalam al-Qur’an maupun Sunnah Nabi. Penggunaan istilah ‘din’
lebih populer daripada ‘millah’. Kata ‘din’ sendiri dalam bahasa Arab berasal dari
kata ‘dana’ yang sebenarnya memiliki beberapa arti, di antaranya cara atau adat
istiadat, peraturan, undang-undang, taat atau patuh, pembalasan, menunggalkan
ketuhanan, perhitungan, hari kiamat, nasihat, dan agama Din juga bisa berarti aqidah,
syari’ah, dan millah.
Dari makna-makna tersebut, maka sebenarnya kata din-lah yang paling tepat
untuk menyebut agama Islam, sehingga menjadi Din al-Islam. Sementara itu, Harun
Nasution mengidentifikasi beberapa definisi tentang agama dari para ahli. Agama
didefinisikan sebagai berikut: a. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia
dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi. b. Pengakuan terhadap adanya kekuatan
gaib yang menguasai manusia. c. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang
mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang
mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia. d. Kepercayaan pada suatu kekuatan
gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu. e. Suatu sistem tingkah laku (code of
conduct) yang berasal dari suatu kekuatan gaib. f. Pengakuan terhadap adanya
kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib. g. Pemujaan
terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap
kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia. h. Ajaran-ajaran yang
diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul.

 UNSUR UTAMA DALAM BERAGAMA


Unsur utama dalam beragama adalah Iman atau percaya kepada keberadaan
Allah dengan sifat-sifat, antara lain: Maha Pemurah, Maha Pengasih, Maha
Penyayang, Maha Pengampun, Maha Pemberi, Maha Melihat, Maha Mendengar,
Maha Kuasa, Maha Besar, Maha Suci serta nilainilai lebih/Maha yang lainnya. Oleh
karena itu, orang yang merasa dirinya dekat dengan Allah, diharapkan akan timbul
rasa tenang dan aman yang merupakan salah satu ciri sehat mental.
Setiap orang hendaknya menjalankan perintah agama dengan penuh tanggung
jawab dan meninggalkan larangan. Dengan melaksanakan kehidupan beragama dan
menjalankan ibadah, seseorang yang memiliki kesadaran agama secara matang dan
melaksanakan ibadahnya dengan penuh konsisten, stabil, mantap, dan penuh tanggung
jawab dan dilandasi wawasan agama yang luas.
Satu kenyataan yang tampak jelas yang telah modern telah maju atau yang
sedang berkembang ini, ialah adanya kontradiksi-kontradiksi yang mengganggu
kebahagian orang dalam hidup. Kesulitan-kesulitan dan bahaya–bahaya alamiyah
yang dahulu yang menyulitkan dan menghambat perhubungan.sekarang tidak menjadi
sosial lagi. Kemajuan industri telah dapat menghasilkan alat-alat yang memudahkan
hidup, memberikan kesenangan dalam hidup, sehingga kebutuhan-kebutuhan jasmani
tidak sukar lagi untuk memenuhinya.
Seharusnya kondisi dan hasil kemajuan untuk membawa kebahagian yang
lebih banyak terhadap Manusia dalam hidup. Tetapi suatu kenyataan yang
menyedihkan ialah bahwa kebahagian itu ternyata semakin jauh, hidup semakin sukar
dan kesukaran-kesukaran material berganti dengan kesukaran mental (psychis) atau
beban jiwa semakin berat, kegelisahan dan ketenangan serta tekanan perasaan lebih
sering terasa dan lebih menekan sehingga mengurangi kebahagian.
Kebutuhan-kebutuhan primer menjadi skunder tetapi kebutuhan skunder itulah
yang menguasainya. Akibat meningkatnya kebutuhan kebutuhan pada masyarakat
moderen itu maka dalam kehidupannya selalu mengejar waktu, mengejar benda,
mengejar prestise. Semuanya ini akan membawa hidup seperti mesin, tidak mengenl
istirahat dan ketentraman, hidupnya di penuhi oleh ketegangan perasaan (tension),
karena keinginananya untuk menghidari perasaan tertekan, jika tidak tercapai semua
yang tampaknya menggembirakan. Akibat lebih lanjut ialah timbulnya kegelisahan-
gelisah (anxiety) itu akan menghilangkan kemampuan untuk merasa bahagia didalam
hidup.
Dari sinilah orang semakin merasa semakin jauh dari kegembiraan dan
kebahagian, karena ketegangan dan kegelisahan batin yang selalu menghinggapinya
dalam kehidupannya sehari-sehari. Oleh karna itu akan timbullah pula perubahan
dalam cara-cara pergaulan hidupnya selama ini.
Berdasar pada fenomena-fenomena keagamaan dan kebudayaan yang ada
di tengah-tengah masyarakat dan juga dalam kajian antropologi dapat ditemukan
adanya lima unsur atau komponen pokok dalam agama, yaitu:
a. Emosi keagaman (religious emotion/getaran jiwa) yang menyebabkan bahwa
manusia didorong untuk berperilaku keagamaan.
b. Sistem kepercayaan atau bayangan-bayangan manusia tentang dunia, alam, alam
gaib, hidup, mati, dan sebagainya. Sistem kepercayaan ini dalam Islam dikenal
dengan aqidah atau iman.
c. Sistem ritus dan upacara keagamaan terwujud dalam aktivitas dan tindakan manusia
dalam melaksanakan pengabdian dan kebaktiannya kepada Tuhan dan dalam
usahanya untuk berkomunikasi dengan-Nya. Dalam Islam sistem ritus ini dikenal
dengan ibadah dan muamalah
d. Kelompok keagamaan atau kesatuan-kesatuan sosial yang mengkonsepsikan dan
mengaktifkan agama berikut upacaya-upacara keagamaannya. Kelompok inilah yang
biasa disebut pemeluk agama atau umat beragama.
e. Alat-alat fisik yang digunakan dalam ritus dan upacara keagamaan yang
berujud tempat-tempat ibadah dan sarana prasarana untuk melakukan aktivitas
keagamaan.

 KOLERASI ANTARA MANUSIA DAN AGAMA


Seperti yang dipaparkan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa manusia
dengan agama adalah bentuk pengaplikasian dari akal manusia yang di mana agama
menjadi penyeimbang bagi manusia untuk memperoleh ketenangan jiwa dan menjadi
alat untuk memperoleh kebenaran, agama secara tidak langsunag mengikat dan
menjadi doktrin pada masyarakat yang di mana membuat manusia di tuntut untuk
mematuhi segala norma -- norma atau aturan yang ada di dalam agama yang di
ajarkan oleh kitap sucinya, secara tidak langsung agama juga dapat menjadi tali
penghubung komunikasi antar masyarakat yang di mana hal tersebut adalah hakikat
manusia itu sendiri sebagai makluk social.
Selain menjadi doktrin bagi masyarakat, agama juga menjadi salah satu hal
yang mempengaruhi psikologis manusia karna di dalamnya diajarkan norma -- norma
yang baik yang dapat menjadi pedoman bagi manusia untuk bersikap terhadap
dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. selain mempengaruhi psikologis manusia
agama juga menjadi salah satu timbulnya budaya yang ada di dalam masyarakat yang
di karnakan adanya aturan atau hal hal yang harus di patuhi oleh masyarakat yang
beragama.

 HUBUNGAN MANUSIA DAN AGAMA


Betapa besarnya pengaruh agama dalam kehidupan Manusia, baik bagi diri
sendiri maupun dalam lingkungan keluarga, ataupun di kalangan masyarakat umum.
Karena itu dapat pula dikatakan bahwa agama itu mempunyai fungsi yang amat
penting dalam kehidupan manusia, tanpa agama manusia tidak mungkin merasakan
kebahagian dan ketenangan hidup. Tanpa agama, mustahil dapat dibina suasana aman
dan tentram.
Keagamaan adalah perasaan berkaitan dengan Tuhan Yang Maha Kuasa,
antara lain takjub, kagum, percaya yakin keimanan, tawakal pasrah diri, rendah hati
ketergantungan pada Ilahi, merasa sangat kecil kesadaran akan dosa dan lain-lain.
Agama sebagai bentuk keyakinan Manusia terhadap sesuatu yang Maha Kuasa
(Adi Kodrati) menyertai seluruh ruang lingkup kehidupan Manusia baik kehidupan
Manusia individu maupun kehidupan masyarakat, baik kehidupan materil maupun
kehidupan spiritual, baik kehidupan duniawi maupun ukhrawi ,Agama (Islam)
merupakan a total way of life. Tidak ada satu ruangan pun dalam kehidupan Manusia
yang tidak di jamah oleh ajaran agama (Islam). Menurut Elizabeth K. Nottingham
meskipun perhatian manusia tertuju kepada adanya suatu dunia yang tak dapat dilihat
(akhirat) namun agama juga melibatkan dirinya dalam masalah-masalah kehidupan
sehari-hari.
Dalam pandangan positivism atau materialism, jika sains dan teknologi sudah
maju, masyarakat tidak membutuhkan agama lagi sebab semua kebutuhan dan
keinginan mereka sudah terpenuhi oleh sains dan teknologi. Sepintas pernyataan
tersebut ada benarnya, tetapi ketika direnungkan lebih dalam timbul persoalan.
Apakah keinginan manusia betul-betul mampu dipenuhi oleh sains dan teknologi?
Bagaimana ia mampu memenuhi keinginan yang tidak terbatas, seperti dia tidak
ingin mati. Apakah teknologi yang sangat canggih itu mampu mengatasi persoalan
tersebut? Kalau memang ada teknologi yang mampu mengatasi persoalan tersebut
akan dipastikan semua orang akan menganut faham ini. Ternyata pandangan
materialism tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan karena alur pikirannya tidak
logis. Kebanyakan ahli studi keagamaan sepakat bahwa agama sebagai sumber nilai,
sumber etika, dan pandangan hidup yang dapat diperankan dalam kehidupan
bermasyarakat dan berbangsa.

Anda mungkin juga menyukai