1
Dr. H. Abd. Rozak A. Sastra, M.A. Tafsir ayat-ayat pilihan, Pustaka One Indonesia.
2
Humaniora.Kompasiana
kemuliaan dan semua sifat insaniah yang ada dengan kekurangan dan keterbatasan, Allah SWT
menugaskan misi khusus kepada umat manusia untuk menguji dan mengetahui mana yang jujur,
beriman dan dusta dalam beragama. Oleh karena itu, manusia haruslah mampu
mengimplementasikan kehendak Allah dalam setiap risalah dan misi yang diembannya.
1. Tugas Manusia
Manusia, di muka bumi ini mengemban tugas utama, yaitu beribadah dan mengabdi
kepada Allah SWT. Beribadah baik ibadah mahdoh yaitu menjaga hubungan manusia dengan
sang Maha Pencipta Allah SWT sedangkan ibadah ghaoiru mahdoh, merupakan usaha sadar
yang harus dilakukan oleh manusia sebagai makhluk sosial yaitu menjaga hubungan baik dengan
sesama manusia. Karena setiap ibadah yang dilakukan manusia baik ibadah yang langsung
berkaitan dengan Allah atau ibadah yang berkaitan dengan sesama manusia dan alam, pastilah
mengandung makna filosofi yang mendalam dan mendasar untuk dipahami oleh manusia,
sebagai bekal untuk mempermudah menjalankan misi mulia yang diemban oleh manusia.
Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai khalifah di bumi disamping untuk
beribadah, juga harus mampu memelihara dan memakmurkan alam (Hud: 61). Kerusakan yang
ada di dunia, dan kerusakan di darat, maupun yang ada di lautan, tetapi oleh tangan-tangan
manusia yang keluar dari rambu-rambu yang sudah ditetapkan oleh Allah. Benar, semua isi yang
ada di muka bumi ini diciptakan oleh Allah SWT. untuk manusia, namun tentunya menggunakan
aturan main yang sudah Allah tetapkan, tidak bebas sekehendak manusia. Kajian tentang
manusia merupakan kajian yang sangat menarik, karena selain dapat didekati dari berbagai
aspek, juga menyangkut kita sebagai manusia. Studi tentang manusia ini telah dilakukan sejak
lama sejak zaman para filsuf kuno di Yunani. Mereka sudah mulai berbicara tentang manusia,
selain berbicara tentang Tuhan dan alam semesta. Kajian terhadap manusia ini juga akhirnya
melahirkan berbagai disiplin ilmu, seperti sosiologi, antropologi, biologi, psikologi, dan ilmu
lainnya. sebenarnya telah dilengkapi dengan agama. Untuk itu, hubungan antara manusia dan
agama merupakan kebutuhan yang mutlak bagi manusia dan manusia tidak dapat hidup tertib
dan sejahtera di dunia ini tanpa agama. Dengan kata lain, fitrah manusia adalah religius,
sehingga ketika manusia mengaku non-religius berarti ia telah berbohong kepada dirinya sendiri
dan pada saat yang sama telah berbuat salah terhadap Tuhannya.
2. Kodrat Manusia Beragama
Untuk mengetahui kodrat manusia beragama ini dapat dilihat pada beberapa
fenomena berikut :
Setiap orang pasti ingin mendapatkan keselamatan. Ia merasa dirinya selalu terancam.
Makin serius ancamannya, doanya akan makin serius pula. Ia merasa kecil hidup di jagat raya ini
seperti perahu kecil yang terapung di samudra yang amat luas. Karena ancaman tersebut ia ingin
berpegangan dan menyandarkan diri kepada sesuatu yang ia anggap sebagai yang Maha Ghaib
dan Maha Kuasa.
Apabila kita merenungkan dan memperhatikan tubuh kita sendiri sebagai manusia dengan
kerangka dan susunan badan yang indah dan serasi. Dengan indra hati dan otak yang cerdas
untuk menanggapi segala sesuatu di kanan kiri kita, akan sadar bahwa kita bukan ciptaan
manusia, tetapi ciptaan Sang Maha Pencipta, Zat Yang Maha Ghaib dan Mahakuasa.
Dalam kehidupan sehari-hari orang sering dihadapkan pada persoalan yang sulit. Ia
dihadapkan pada berbagai pilihan. Ia harus memeras otak, memperimbangkan untung-rugi, plus-
minus, dan aspek-aspek lain yang akhirnya dapat menentukan keputusannya.
Dari ayat di atas Allah mempersaksikan diri-Nya di hadapan jiwa-jiwa manusia dan jiwa-
jiwaitu mengakui eksistensi-Nya. Jadi, sebelum manusia lahir ke muka bumi Allah telah
membekali manusia dengan keyakinan akan adanya Tuhan (agama), sehingga ketika manusia
akhirnya mengingkari fitrah kejadiannya ini, manusia akan menanggung resiko akibat
kelalaiannya. Dengan demikian, jelaslah bahwa keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan
dengan agama.
Hakikat agama adalah keimanan. Menurut Muhammad Iqbal seorang Filsuf Barat dalam
mendefenisikan agama Islam tidak terbatas pada struktur eksistensial agama, tetapi secara
mendalam agama Islam didefenisikan berdasar struktur intelektual dan struktur etika. Agama
Islam didefenisikan dari doktrin dan implimentasinya terhadap kehidupan manusia. Agama Islam
dipahami tidak semata-mata dalam tataran normatif, tetapi juga dalam tataran praktis-fungsional.
Agama Islam dalam tataran normatif mempunyai nilai kognitif. Agama Islam memberikan
pengetahuan tentang norma-norma sebagai suatu kebenaran. Norma yang diyakini sebagai
kebenaran mempunyai implikasi terhadap sikap dan perilaku. Agama Islam sebagai upaya yang
penuh dengan pertimbangan paripurna dalam menetapkan prinsip dari nilai adalah fenomena
dalam kehidupan manusia. Catatan tentang agama Islam dan pengalaman-pengalamannya adalah
bukti hidup tentang eksistensi agama Islam tersebut. Menurut Muhammad Iqbal Pengalaman
agama sebagai salah satu inti agama adalah sesuatu yang wajar sebagaimana pengalaman biasa.
Terdapat bentuk-bentuk potensial dari kesadaran yang terletak berdekatan dengan kesadaran kita
yang biasa. Kesadaran ini membuka kemungkinan pengalaman yang memberi hidup dan
pengetahuan. Masalah kemungkinan agama sebagai suatu bentuk pengalaman yang lebih tinggi
adalah sesuatu yang benar sepenuhnya.3
3
Juanidi. Relasi Agama dan Manusia dalam Pemikiran Muhammad Iqbal. STMIK AMIKOM Yogyakarta.