Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kajian tentang manusia merupakan kajian yang sangat menarik, karena manusia
merupakan makhluk hidup yang paling sempurna bila di bandingkan dengan makhluk hidup
yang lainnya (Abu: 2018, 19). Manusia telah dibahas berabad-abad yang lalu sejak manusia
itu sendiri wujud di muka bumi, (Mubarok: 2018, 1), para filosof kuno di Yunani sudah
mulai berbicara tentang manusia, di samping itu juga bersamaan berbicara tentang Tuhan
dan alam semesta. kajian tentang manusia ini juga pada akhirnya melahirkan berbagai
disiplin ilmu, seperti sosiologi, antropologi, biologi, psikologi, dan ilmu-ilmu yang lain
termasuk di dalamnya adalah berbicara mengenai kebutuhan manusia terhadap wahyu
Ilahi/agama. A Carrel berpendapat bahwa satu satunya jalan untuk mengenal dengan baik
sikap manusia adalah merujuk kepada wahyu Ilahi, agar dapat menemukan jawabannya
Quraish Shihab: 1198, 367 (dalam Sunardin, 2021:3).
Manusia, pada hakikatnya sebagai salah satu makhluk ciptaan Allah SWT, menurut
kisah yang diterangkan dalam sumber utama ajaran Islam yaitu Al-Quran, bahwa Allah
menciptakan manusia berikut dengan tugas-tugas mulia yang diembanya. Islam
menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan manusia berasal dari tanah, kemudian menjadi
nutfah, alaqah, dan mudgah sehingga akhirnya menjadi makhluk Allah SWT yang paling
sempurna dan memiliki berbagai kemampuan. Allah SWT sudah menciptakan manusia
ahsanu taqwim, yaitu sebaik-baik cipta dan menundukkan alam beserta isinya bagi manusia
agar manusia dapat memelihara dan mengelola serta melestarikan kelangsungan hidup di
alam semesta ini (Heru Juabdin Sada, 2016:130).
Agama merupakan suatu ajaran yang datangnya dari Tuhan yang diyakini
kebenarannya oleh setiap pemeluknya (Baharun, 2011). Setiap Pemeluk agama mesti akan
berusaha memahami dan mengamalkan isi ajaran agama yang dianutnya itu. Pengamalan
ajaran agama yang dijalaninya merupakan pengejawantahan dari pemahaman/pemaknaan
orang tersebut terhadap ajaran/nilai-nilai ajaran agama yang diyakininya. Bahkan menurut
Weber (dalam Johnson, 1990: 237), Ide-ide agama dapat mempunyai pengaruh yang
independent sifatnya terhadap prilaku manusia. Sebagaimana juga dinyatakan Durkheim;
bahwa agama sebagai sistem keyakinan yang utuh serta praktik-praktik kehidupan yang
mampu mempersatukan kedalam kesatuan moralitas masyarakat. (dalam Maliki, 2004: 94).

1
Sedangkan menurut Parsons (dalam Ali, 2003: 39) Bahwa agama sebagai penyedia norma-
norma dan nilai-nilai masyarakat, Dan menurut Huntington (dalam Thoha, 2005: 130)
Agama adalah Konstituen atau pembentuk asazi jati diri dan identititas peradaban.
Dari uraian di atas, jelas bahwa agama merupakan ajaran atau sistem keyakinan
yang menyediakan norma-norma dan nilai-nilai yang memberikan pengaruh terhadap
prilaku manusia dalam bentuk praktik-praktik kehidupan nyata. Praktik-praktik kehidupan
yang mewujud berupa pengamalan ajaran/sistem keyakinan, norma-norma dan nilai-nilai
tersebut tentu akan sejalan dengan pengetahuan, pemahaman, penafsiran atau pemaknaan
orang tersebut terhadap ajaran/norma-norma, nilai-nilai agama yang diyakininya itu (Moh.
Fachri, 2017:121).

B. Rumusan Masalah
 Bagaimana hubungan manusia dengan agama islam dalam konteks kehidupan
bermasyarakat?.

C. Tujuan
 Ingin mengetahui hubungan manusia dengan agama islam dalam konteks kehidupan
bermasyarakat.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Manusia

Manusia merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa sebagai khalifah dibumi dengan
dibekali akal pikiran untuk berkarya dimuka bumi, Manusia adalah makhluk mukallaf, yang
dibebani kewajiban dan tanggung jawab. Dengan akal pikirannya ia mampu menciptakan
kreasi spektakuler berupa sains dan teknologi. Manusia juga bagian dari realitas kosmos yang
menurut para ahli pikir disebut sebagai al-kain an-natiq, (Zainuddin: 2020).

Ada beberapa istilah yang digunakan al-Quran untuk menyebut manusia, yaitu insan,
basyar, bani Adam, dan dzurriyyati Adam (Quraish Shihab: 1998, 367). Kata insan dijumpai
dalam Al-Quran sebanyak 65 kali. Penekanan kata insan ini adalah lebih mengacu pada
peningkatan manusia ke derajat yang dapat memberinya potensi dan kemampuan untuk
memangku jabatan khalifah dan memikul tanggung jawab dan amanat manusia di muka
bumi. Al-Quran menyebutkan kata nas sebanyak 240 kali. Penyebutan manusia dengan nas
lebih menonjolkan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa
bantuan dan bersama-sama manusia lainnya.

Kata basyar yang berarti sesuatu yang tampak baik dan indah, bergembira,
menggembirakan, menguliti/mengupas (buah), atau memperhatikan dan mengurus suatu.
Adapun kata banu atau bani Adam atau dzurriyatu Adam maksudnya adalah anak cucu atau
keturunan Adam. Kedua istilah itu digunakan untuk menyebut manusia karena dikaitkan
dengan kata Adam, yakni sebagai bapak manusia atau manusia pertama yang diciptakan
Allah dan mendapatkan penghormatan dari makhluk lainnya selain iblis (QS. Al-Baqarah [2]:
34), yang artinya : Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah
kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah
ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir .QS.Al-Baqarah [2]: 34). Sujud di sini berarti
menghormati dan memuliakan Adam, bukanlah berarti sujud memperhambakan diri, karena
sujud memperhambakan diri itu hanyalah semata-mata kepada Allah. Tujuan penciptaan
manusia adalah untuk menyembah kepada Allah dan menjadi khalifah fil ardi. Agama
memiliki tujuan untuk menjadikan manusia melakasankan segala peran yang diperintahkan
Allah. Sehingga agama mengatur segala sendi kehidupan manusia dan dapat dikatakan agama
merupakan pengatur manusia untuk menjalankan perannya di muka bumi (Q.S. Al-Baqarah

3
[2]: 30), yang artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata:
"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui (Q.S. Al-Baqarah [2]: 30). (Sunardin, 2021:5-7)

B. Hakikat Manusia

Manusia adalah keyword yang harus dipahami terlebih dahulu bila kita ingin
memahami pendidikan. Untuk itu perlu kiranya melihat secara lebih rinci tentang beberapa
pandangan mengenai hakikat manusia yakni:

1) Pandangan Psikoanalitik

Dalam pandangan psikoanalitik diyakini bahwa pada hakikatnya manusia


digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat instingtif. Hal ini
menyebabkan tingkah laku seorang manusia diatur dan dikontrol oleh kekuatan psikologis
yang memang ada dalam diri manusia. Terkait hal ini diri manusia tidak memegang kendali
atau tidak menentukan atas nasibnya seseorang tapi tingkah laku seseorang itu semata-mata
diarahkan untuk mememuaskan kebuTuhan dan insting biologisnya.

2) Pandangan Humanistik

Para humanis menyatakan bahwa manusia memiliki dorongan-dorongan dari dalam


dirinya untuk mengarahkan dirinya mencapai tujuan yang positif. Mereka menganggap
manusia itu rasional dan dapat menentukan nasibnya sendiri. Hal ini membuat manusia itu
terus berubah dan berkembang untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih sempurna.
Manusia dapat pula menjadi anggota kelompok masyarakat dengan tingkah laku yang baik.
Dalam hal ini manusia dianggap sebagai makhluk individu dan juga sebagai makhluk sosial.

3) Pandangan Martin Buber

Martin Buber mengatakan bahwa pada hakikatnya manusia tidak bisa disebut ‘ini’
atau ‘itu’. Menurutnya manusia adalah sebuah eksistensi atau keberadaan yang memiliki

4
potensi namun dibatasi oleh kesemestaan alam. Namun keterbatasan ini hanya bersifat
faktual bukan esensial sehingga apa yang akan dilakukannya tidak dapat diprediksi. Dalam
pandangan ini manusia berpotensi utuk menjadi ‘baik’ atau ‘jahat’, tergantung
kecenderungan mana yang lebih besar dalam diri manusia. Hal ini memungkinkan manusia
yang ‘baik’ kadang-kadang juga melakukan ‘kesalahan’.

4) Pandangan Behavioristik

Pada dasarnya kelompok Behavioristik menganggap manusia sebagai makhluk yang


reaktif dan tingkah lakunya dikendalikan oleh faktor-faktor dari luar dirinya, yaitu
lingkungannya. Lingkungan merupakan faktor dominan yang mengikat hubungan individu.
Hubungan ini diatur oleh hukum-hukum belajar, seperti adanya teori conditioning atau teori
pembiasaan dan keteladanan. Mereka juga meyakini bahwa baik dan buruk itu adalah
karena pengaruh lingkungan.

Dari uraian di atas bisa diambil beberapa kesimpulan yaitu;

a. Manusia pada dasarnya memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan


hidupnya. Dalam diri manusia ada fungsi yang bersifat rasional yang
bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial individu.
b. Manusia pada hakikatnya dalam proses ‘menjadi’, dan terus berkembang.
c. Manusia mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif, mampu mengatur
dan mengendalikan dirinya dan mampu menentukan nasibnya sendiri.
d. Dalam dinamika kehidupan individu selalu melibatkan dirinya dalam usaha
untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain, dan membuat dunia
menjadi lebih baik.
e. Manusia merupakan suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudannya
merupakan ketakterdugaan. Namun potensi itu bersifat terbatas.
f. Manusia adalah makhluk Tuhan, yang yang kemungkinan menjadi ‘baik’
atau’buruk’.
g. Lingkungan adalah penentu tingkah laku manusia dan tingkah-laku itu
merupakan kemampuan yang dipelajari.

Manusia Menurut Pandangan Islam.

Ada beberapa dimensi manusia dalam pandangan Islam, yaitu:

5
1) Manusia Sebagai Hamba Allah (Abd Allah) Sebagai hamba Allah

Manusia wajib mengabdi dan taat kepada Allah selaku Pencipta karena adalah
hak Allah untuk disembah dan tidak disekutukan. Bentuk pengabdian manusia
sebagai hamba Allah tidak terbatas hanya pada ucapan dan perbuatan saja,
melainkan juga harus dengan keikhlasan hati. Dalam surah adz- Dzariyat Allah
menjelaskan: “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka
menyembah Aku.” (QS51:56). Dengan demikian manusia sebagai hamba Allah akan
menjadi manusia yang taat, patuh dan mampu melakoni perannya sebagai hamba
yang hanya mengharapkan ridha Allah.

2) Manusia Sebagai an- Nas

Manusia, di dalam al- Qur’an juga disebut dengan an- nas. Konsep an- nas
ini cenderung mengacu pada status manusia dalam kaitannya dengan lingkungan
masyarakat di sekitarnya. Berdasarkan fitrahnya manusia memang makhluk sosial.
Dalam hidupnya manusia membutuhkan pasangan, dan memang diciptakan
berpasang-pasangan seperti dijelaskan dalam surah an- Nisa’, “Hai sekalian
manusia, bertaqwalaha kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
seorangdiri, dan dari padanya Allah menciptakan istirinya, dan dari pada keduanya
Alah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah dengan (mempergunakan) namanya kamu saling meminta
satu sama lain dan peliharalah hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan mengawasi kamu.” (QS:4:1). Selanjutnya dalam surah al- Hujurat
dijelaskan: “Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorng laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di
antara kamu disisi Allah adalah yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS: 49:13). Dari dalil di atas bisa
dijelaskan bahwa manusia adalah makhluk sosial, yang dalam hidupnya
membutuhkan manusia dan hal lain di luar dirinya untuk mengembangkan potensi
yang ada dalam dirinya agar dapat menjadi bagian dari lingkungan soisal dan
masyarakatnya.

3) Manusia Sebagai khalifah Allah

6
Hakikat manusia sebagai khalifah Allah di bumi dijelaskan dalam surah Al-
Baqarah ayat 30: “Ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka
berkata:”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman:
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.” (QS:2: 30), dan
surah Shad ayat 26,“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah
(peguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan di antara manusia dengan adil dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu. Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan
Allah.” (QS:38:26). Dari kedua ayat di atas dapat dijelaskan bahwa sebutan khalifah
itu merupakan anugerah dari Allah kepada manusia, dan selanjutnya manusia
diberikan beban untuk menjalankan fungsi khalifah tersebut sebagai amanah yang
harus dipertanggungjawabkan.10 Sebagai khalifah di bumi manusia
mempunyaiwewenang untuk memanfaatkan alam (bumi) ini untuk memenuhi
Kebutuhan hidupnya sekaligus bertanggung jawab terhadap kelestarian alam ini.
seperti dijelaskan dalam surah al- Jumu’ah, “Maka apabila telah selesai shalat,
hendaklah kamu bertebaran di muka bumi ini dan carilah karunia Allah, dan
ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.”(QS:62:10), selanjutnya dalam
surah Al-Baqarah disebutkan: “Makan dan minumlah kamu dari rezeki yang telah
diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu berbuat bencana di atas bumi.” (QS:
2 : 60).

4) Manusia Sebagai Bani Adam

Sebutan manusia sebagai bani Adam merujuk kepada berbagai keterangan


dalam al- Qur’an yang menjelaskan bahwa manusia adalah keturunan Adam dan
bukan berasal dari hasil evolusi dari makhluk lain seperti yang dikemukakan oleh
Charles Darwin. Konsep bani Adam mengacu pada penghormatan kepada nilainilai
kemanusiaan. Konsep ini menitikbertakan pembinaan hubungan persaudaraan antar
sesama manusia dan menyatakan bahwa semua manusia berasal dari keturunan yang
sama. Dengan demikian manusia dengan latar belakang sosia kultural, agama,
bangsa dan bahasa yang berbeda tetaplah bernilai sama, dan harus diperlakukan
dengan sama. Dalam surah al- A’raf dijelaskan: “Hai anak Adam, sesungguhnya

7
Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian
indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian
itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, semoga mereka selalu ingat.
Hai anak Adam janganlah kamu ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah
mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga”. (QS : 7; 26-27).

5) Manusia Sebagai al- Insan

Manusia disebut al- insan dalam al- Qur’an mengacu pada potensi yang
diberikan Tuhan kepadanya. Potensi antara lain adalah kemampuan berbicara
(QS:55:4), kemampuan menguasai ilmu pengetahuan melalui proses tertentu
(QS:6:4-5), dan lain-lain. Namun selain memiliki potensi positif ini, manusia
sebagai al- insan juga mempunyai kecenderungan berprilaku negatif (lupa).
Misalnya dijelaskan dalam surah Hud: “Dan jika Kami rasakan kepada manusia
suatu rahmat, kemudian rahmat itu kami cabut dari padanya, pastilah ia menjadi
putus asa lagi tidak berterima kasih.” (QS: 11:9).

6) Manusia Sebagai Makhluk Biologis (al-Basyar)

Hasan Langgulung mengatakan bahwa sebagai makhluk biologis manusia


terdiri atas unsur materi, sehingga memiliki bentuk fisik berupa tubuh kasar
(ragawi). Dengan kata lain manusia adalah makhluk jasmaniah yang secara umum
terikat kepada kaedah umum makhluk biologis seperti berkembang biak, mengalami
fase pertumbuhan dan perkembangan, serta memerlukan makanan untuk hidup, dan
pada akhirnya mengalami kematian. Dalam Al-Qur’an surah Al-Mu’minūn
dijelaskan: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari sari pati
tanah. Lalu Kami jadikan saripati itu air mani yang disimpan dalam tempat yang
kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu menjadi
segumpal daging, dan segumpal daging itu kemudian Kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia
makhluk berbentuk lain, maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling
baik.”(QS: 23: 12-14). (Siti Khasinah, 2013:299-305).

C. Karakter Manusia dalam Pandangan Islam

8
Dalam pandangan Islam terhadap manusia menjadi dasar filsafat pendidikan Islam
karena berhubungan dengan wujud insan dan ciri-cirinya menurut Islam. Al-Syaibany
(1979:101) mengemukakan: “Bagi falsafah pendidikan khasnya, menentukan sikap dan
tanggapan tentang insan merupakan hal yang amat penting dan fital. Sebab insan unsur
terpenting dalam tiap usaha mendidik. Tanpa tanggapan dan sikap yang jelas tentang insan
pendidikan akan meraba-raba itu. Usaha itu berakhir dengan berlakunya perubahan yang
dikehendaki dari segi sosial dan psikologis serta sikap untuk menempuh hidup yang lebih
berbahagia dan berarti”.

1. Manusia Yang Termulia Dalam Jagat Raya

Keyakinan bahwa manusia adalah mahluk termulia dari segenap mahluk dan
wujud lain yang ada di alam jagat ini. Allah SWT mengkaruniakan keutamaan yang
membedakannya dari mahluk lain. Dalam hal Islam memberikan perhatian yang berat
terhadap insan. Al-Syaibany (1979:104) Perkataan insan telah disebutkan tiga kali dalam
ayat yang mula-mula sekali turun dalam Al-Qur’an surah Al-Alaq yang menerangkan
pertama, menerangkan bahwa insan itu dijadikan dari ‘alaq (segumpal darah), kedua,
menerangkan ciri atau dayanya untuk berilmu dan ketiga, mengingatkan bahwa insan itu
boleh menjadi diktator apabila ia bersifat congkak dan merasa tidak perlu lagi dengan
penciptaannya atau menurut ajaran penciptaannya. Semuanya itu ada dalam firman Allah
Qs. Al-Alaq (96):1-8: (3) yang artinya: (1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
yang Menciptakan; (2) Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah; (3)
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah; (4) Yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam; (5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya; (6)
Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas; (7) Karena dia
melihat dirinya serba cukup; (8) Sesungguhnya Hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu).
Ayat yang menjelaskan tentang kejadian manusia umumnya adalah dalam konteks
memberi penghormatan atau supaya diambil i’tibar dari kejadian itu. Antaranya ada yang
melukiskan tentang kekuasaan Allah untuk membangkit atau menghidupkan kembali insan
itu dari kuburnya maka hendaklah manusia memperhatikan dari dia diciptakan.

2. Kepercayaan Akan Kemuliaan Manusia

Keutamaan lebih yang dimiliki oleh manusia dari mahluk lain. Manusia dilantik
menjadi khalifah di bumi untuk memakmurkannya. Qs. Al-Baqarah (2):30 yang artinya:

9
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhanberfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui.".

Untuk itu Al-Syaibany (1979:146) dibebankan kepada manusia amanah Attaktif.


Diberikan pula kebebasan dan tanggug jawab memiliki serta memelihara nilai-nilai
keutamaan. Selain itu karena kesediaan insan menimba ilmu pengetahuan yang berbagai
jenis. Karena keahlian mencipta serta kemampuan melaksanakan kerja-kerja akal dalam
berbagai bidang.

3. Manusia Adalah Hewan Yang Berpikir

Dari pengertian tentang prinsip ini maka dikatakan bahwa manusia adalah mahluk
yang berkata-kata, perumpamaan itu oleh Al-Syaibany (1979:104) didefinisikan sebagai
ciri manusia yang yang asasi berdasarkan tanggapan Islam, maka kita akan dapati manusia
yang mempunyai ciri-ciri berikut:

 Daya untuk bertutur

Daya ini menyatakan kemampuan insan untuk berinteraksi dengan simbol,


kata-kata atau bahasa yang punya arti. Ia menunjukan kemampuan manusia untuk
berfikir sendiri secara sadar, kemampuan mempersoalkan status dan nasib diri-sendiri.
Kemampuan belajar terus menerus. Suatu ciri yang berkaitan paling erat dengan
kemampuan berbahasa ialah kemampuan menjelaskan atau menerangkan akan
maksud yang tersemat dalam hati atau fikiran. Seperti yang ditegaskan oleh Al-
Qur’an Qs. Ar-Rahman (55):4 Artinya: Mengajarnya pandai berbicara.

 Kecendrungan Insan Beragama

Sebagaimana yang lumrah diketahui bahwa di samping manusia mempunyai


kemampuan bertutur dengan lambang lafal dan berfikir, maka insan juga mempunyai
kecendrungan beragama. Di sini jelas kalau diperhatikan perasaan keagamaannya
yang tertanam dalam lubuk hatinya. Kelihatan dengan kecendrungannya beriman

10
kepada kekuasaan tertinggi dan paling unggul yang menguasai alam jagat. Perasaan
keagamaan ini adalah naluri yang dibawa bersama ketika manusia lahir. Dalam waktu
yang sama hal ini juga membayangkan kebutuhan insan yang pokok untuk mencapai
ketentraman dan kebahagiaan.

Islam menekankan soal penghambaan manusia kepada Allah. Dalam waktu


yang sama Islam membebaskan manusia dari segala jenis penghambaan kepada
mahluk yang lain. Baik manusia memperhamba atau rela menjadi hamba sesama
manusia atau manusia menjadi hamba nafsu kelezatan atau benda semuanya sangat
tercela menurut Islam. Islam bertujuan merealisasikan penghambaan sang hamba
kepada Tuhannya saja. Memberantas penghambaan sesama hamba Tuhan. Manusia
dibawa menyembah kehadirat Allah penciptanya dengan tulus ikhlas tersisih dari
syirik atau sembahan penyekutuan. Sebagaimana Firman Allah Qs. Adz-Dzariyat
(51):56 Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku.

 Kecendrungan Moral

Kecendrungan ini mempunyai kaitan dengan ciri tentang beragama. Pada


hakikatnya manusia disamping mempunyai kecendrungan beragama, juga mempunyai
kecendrungan berakhlak. Ia mampu untuk membedakanyang baik dan yang buruk.
Fikirannya dapat menjangkau cara dan jalan mencapai tujuan-tujuan tersebut. Fikiran
dapat menjangkau cara dan jalan mencapai tujuan-tujuan tersebut. Ia boleh menguasai
dorongan dalam dirinya, baik dengan meningkatkan karakternya atau mengarahkan
dorongan tersebut kebidang-bidang lain.

 Kcendrungan bermasyarakat.

Kecendrungan ini yang mendorong para ahli sosiologi menyifatkan manusia


sebagai mahluk sosial yang berperadaban. Sebab itu manusia tidak dapat hidup sendiri
dan selalu menerjunkan dirinya dalam kehidupan bermasyarakat. Manusia selalu
menjalin hubungan baru dengan setiap pribadi kelompok. Kekayaan sebenarnya ialah
hasil suatu interaksi yang rasional antara insan dan alam sekitar. Produksi pertanian
adalah hasil interaksi antara insan dengan mesin pembajak, melalui pembajakan
tanah. Telaga minyak atau tambang batu arang tidak akan merupakan kekayaan
kecuali setelah ditemui oleh manusia, diusahakan dan diperas titik peluh serta ilmu

11
pengetahuan untuk memprosesnya. Insan adalah unsur produksi yang terpenting.
Daya produksinya terletak kepada kuantitas dan kualitas pengetahuan sains dan
tehnologi. Dalam firman Allah:Qs. Al-Qashash: 77 Artinya: “Dan carilah pada apa
yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.

4. Manusia Mempunyai Tiga Dimensi

Kepercayaan bahwa manusia memiliki tiga dimensi yaitu badan, akal dan ruh. Ini
adalah dimensi pokok dalam kepribadian insan. Kemajuan, kebahagiaan dan
kesempurnaan kepribadian manusia banyak tergantung pada keselarasan dan
keharmonisan antara ketiga dimensi pokok tersebut. Apa jua kepincangan dan ketidak
serasian yang berlaku yang merugikan pribadi dan masyarakat sekaligus.

Islam tidak dapat membenarkan akal merajalela. Atau ilmu-ilmu melulu menguasai
kehidupan tanpa kecuali, atau berkembangnya faham kebendaan yang sempit. Islam
berpendapat bahwa manusia hanya akan maju dengan adanya iringan akal dan ruh atau
ilmu dan iman sesuai firman Allah Qs. Al-A’raf (7):31-32 Artinya: (31) Hai anak Adam,
pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan
janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan. (32) Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah
yang Telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang
mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-
orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat."
Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang Mengetahui.

5. Dalam Pertumbuhan Manusia Dipengaruhi Oleh Faktor-Faktor Warisan dan Alam

Lingkungan Yang dimaksud dengan lingkungan ialah ruang lingkup luar yang
berinteraksi dengan insan yang menjadi medan aneka bentuk kegiaatannya. Keadaan
sekitar itu benda-benda seperti air, udara, bumi, langit, mataharidan sebagainya maupun
masyarakat yang merangkumi insan pribadi dan kelompok, institusi, sistem, undang-
undang, adat kebiasaan dan sebagainya. Dan yang dimaksud dengan keturunan adalah ciri

12
dan sifat yang diwarisi dari bapak, kakek, menurut kadar yang berlainan.umumnya
setengahnya diwarisi dari ciri-ciri atau sifat bapak, seperempat dari datuk tingkat
pertamaa, seperdelapan dari datuk tingkat kedua dan seperenam belas dari datuk tingkat
ketiga dan seterusnya.

6. Manusia Mempunyai Motifasi Dan Kebutuhan

Menurut Al-Syaibany (1979:146) menginsafi manusia mempunyai motifasi,


kecendrungan dan kebutuhan permulaan baik yang diwarisi atau yang diperoleh dalam
proses sosialisasi. Yaitu yang diperoleh ketika berinteraksi dengan elemen lingkungan
yang bersifat benda, manusia atau kebudayaan. Prinsip ini ada berkaitan erat dengan
prinsip dahulu yang menandaskan soal pengaruh lingkungan dalam tingkah laku manusia.
Prinsip ini juga merupakan hasil yang logik dari prinsip sebelumnya. Apabila kita akui
tentang pengaruh faktor lingkungan, maka artinya kita juga harus mengakui adanya dua
sifat pertama yang bersifat warisan dan yang kedua yang dipelajari atau diperoleh.
Dibawah ini dijelaskan ayat Al-Qur’an yang mencerminkan watak manusia.

 Pertama, dalam menyatakan kecendrungan insan yang kikir dalam Qs. Al-Isra
(17):100 Artinya: Katakanlah: "Kalau seandainya kamu menguasai
perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu
kamu tahan, Karena takut membelanjakannya". dan adalah manusia itu sangat
kikir.
 Kedua, dalam melukiskan watak penakut dan lemah pada diri manusia dalam Qs.
An-Nisa (4):28 Artinya: Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan
manusia dijadikan bersifat lemah.
 Ketiga, bahwa insan cenderung untuk dapat secara tepat akan harta dan kesenangan
dalam Qs. Al-Isra (17):11 Artinya: Dan manusia mendoa untuk kejahatan
sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.
 Keempat, Tentang kecendrungan insanuntuk membantah Qs. Al-Kahfi (18):54
Artinya: Dan Sesungguhnya kami Telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al
Quran Ini bermacam-macam perumpamaan. dan manusia adalah makhluk yang
paling banyak membantah.
 Kelima, tentang sifat manusia yang mudah gembira ria mendapat nikmat dan putus
asa ketika hilang nikmat Qs. Hud (11):9-10 Artinya: (9) Dan jika kami rasakan
kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari kami, Kemudian rahmat itu kami cabut

13
daripadanya, Pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih; (10) Dan
jika kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya,
niscaya dia akan berkata: "Telah hilang bencana-bencana itu daripadaku";
Sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga.
 Keenam, tentang perasaan kebapaan, keibuan, kasih sayang terhadap anak-anak dan
gundah karena nasib mereka Qs. Al-A’raf (7):189 Artinya: “Dialah yang
menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya dia menciptakan isterinya,
agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu
mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa
waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon
kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami
anak yang saleh, tentulah kami terraasuk orang-orang yang bersyukur”.
 Ketujuh, dalam menerangkan kecendrungan insan untuk berkeyakinan kepada Allah
Qs. Lukman (31):32 Artinya: “Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar
seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian
mereka tetap menempuh jalan yang lurus [1186]. dan tidak ada yang mengingkari
ayat-ayat kami selain orang-orang yang tidak setia lagi ingkar.

Dari penjelasan deretan ayat Al-Qur’an di atas dapat dipahami sifat-sifat atau karakter
manusiayang dijelaskan oleh Allah swt (M. Amin, 2021:73-82)

D. Pengertian Agama Islam

Pengertian Agama Di masyarakat Indonesia, selain kata agama, dikenal pula kata
din ( ‫ ( دِي ن‬religi dari bahasa Eropa. Kata agama mengatakan bahwa kata itu tersusun dari
dua kata, a yang berarti tidak, dan gam yang berarti pergi. Jadi, “Agama” berarti (tidak
pergi, tetap di tempat dandiwarisi secara turun- (Harun: 1985: 13). Jadi agama berarti tidak
berantakan atau teratur. Dengan makna ini, dapat dipahami bahwa agama memberikan
serangkaian aturan kepada para penganutnya sehingga hidupnya tidak berantakan. Agama
menyampaikan para pemeluknya kepada suatu cara hidup yang teratur.

Din dalam Bahasa semit berarti “undang-undang atau hukum”dalam Bahasa arab,
kata ini mengandung arti “menguasai, menun-dukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan -
peraturan yang merupakan hukum yang harus dipatuhi orang.

14
Religi berasal dari bahasa Latin. Ada sejumlah ahli yang berpendapat bahwa asal
kata religi adalah relegere, yang mengandung arti mengumpulkan, membaca. Agama
memang merupakan kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan yang tertuang dalam
kitab suci yang harus dibaca.

Selain itu, dikenal pula istilah religion bahasa Inggris, religion atau religi dalam
bahasa Latin, al-din dalam bahasa Arab, dan dien dalam bahasa Semit. Kata-kata itu
ditengarai memiliki kemiripan makna dengan kata “arab” yang berasal dari Bahasa
Sansekerta itu. Religious (Inggris) berarti kesalehan, ketakwaan, atau sesuatu yang sangat
mendalam dan berlebih-lebihan.yang lain menyatakan bahwa religion adalah: keyakinan
pada Tuhan atau kekuatan supramanusia untuk disembah sebagai pencipta dengan penguasa
alam semesta dan sistem kepercayaan dan peribadatan tertentu (Rahmat: 2012).

Agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang
terkandung dalam kitab suci yang turun temurun diwariskan oleh suatu generasi ke generasi
dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat yang di dalamnya mencakup unsur kepercayaan kepada
kekuatan gaib yang selanjutnya menimbulkan respon emosional dan keyakinan. bahwa
kebahagiaan hidup tersebut tergantung pada adanya hubungan yang baik dengan kekuatan
gaib tersebut. (Sunardin, 2021:8-9).

E. Peran Agama Islam dalam Kehidupan Masyarakat

Ahli-ahli sejarah agama berpendapat bahwa manusia itu menurut wataknya suka
beragama. Naluri suka beragama dan suka memikirkan Tuhan selalu kelihatan pada tiap-
tiap masyarakat manusia. Oleh karena itu, kalau dalam masyarakat ada oknum-oknum atau
kelompok-kelompok manusia yang mengingkari adanya Tuhan atau berusaha memberantas
agama, maka hal itu berarti bahwa mereka melawan naluri yang ada pada diri mereka
sendiri.

Jika mengacu kepada ajaran Islam, maka dalam beberapa ayat Alquran disebutkan
bahwa beragama itu merupakan fitrah manusia. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Ar-
Rum: 30-31 Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada

15
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui. Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta
dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan
Allah”.

Menurut para mufassir, yang dimaksud dengan fitrah Allah pada ayat di atas adalah
ciptaan Allah, yakni manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama
tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak
beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan. Adapun agama dalam
pengertian secara umum dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan berupa hukum yang
harus dipatuhi, baik dalam bentuk perintah yang wajib dilaksanakan maupun berupa
larangan yang harus ditinggalkan dan pembalasannya. Agama sebagai sistem keyakinan
dapat menjadi bagian dari sistem-sistem yang ada dalam kebudayaan dari masyarakat yang
bersangkutan, dan menjadipendorong atau penggerak serta pengontrol bagi tindakan-
tindakan para anggota masyarakat tersebut agar tetap sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan
dan ajaran agamanya.

Sementara itu proses perubahan sosial berjalan sangat kompleks. Perubahan sosial
dimotori oleh beberapa hal antara lain: ilmu pengetahuan dan teknologi, organisasi dan
ideologi atau keyakinan masyarakat. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
pada satu sisi juga menimbulkan goncangan sosial-budaya (cultural and sosial shock).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diikuti oleh revolusi industri dinegara-
negara barat dan dampaknya menyeluruh di seantero dunia, terutama pada bidang informasi
dan komunikasi yang sangat pesat. Batas-batas antar negara dan bangsa-bangsa seakan-akan
tidak ada gunanya lagi.

beberapa fungsi agama dalam kehidupan masyarakat di antaranya adalah sebagai


berikut:

o Agama mendorong terciptanya persetujuan mengenai sifat dan isi kewajiban-


kewajiban sosial dengan memberikan nilai-nilai yang berfungsi untuk menyalurkan
sikap anggota masyarakat, dan menetapkan isi kewajiban-kewajiabn sosial mereka.
o Dalam hirarki nilai, agama merupakan nilai tertinggi. Karena itu dengan pembatasan
nilainilai tertinggi, agama telah mengatur banyak nilai yang bermacam-macam.

16
o Agama memberi legitimasi terhadap tujuan dan prosedur dari masyarakat itu sendiri.
Agama membuat orang tetap setia pada komitmen-komitmen mereka, menguatkan
ketetapan hati dalam berjuang, menerangkan ketidakberuntungan dan memberi
petunjuk cara bertindak mereka.
o Agama memberikan sanksi norma tingkah laku dan menyediakan pembenaran
terakhir. Melalui sanksi agama memberikan dasar strategis bagi pengendalian sosial
dalam menghadapi kecenderungan penyimpangan yang berbahaya bagi stabilitas
masyarakat.
o Agama bertindak menguatkan kesatuan dan stabilitas masyarakat dengan mendukung
pengendalian sosial, menopang nilai-nilai dan tujuan yang mapan serta menyediakan
sarana untuk mengatasi kesalahan. Agama juga menangani keterasingan dan kesalahn
individu yang menyimpang (Ahmad Suheli).

F. Manusia dan Agama di Masyarakat

Manusia, Agama dan Islam merupakan masalah yang sangat penting, karena
ketiganya mempunyai pengaruh besar dalam pembinaan generasi yang akan datang, yang
tetap beriman kepada Allah dan tetap berpegang pada nila-nilai spiritual yang sesuai dengan
agama-agama samawi (agama yang datang dari langit atau agama wahyu). Agama
merupakan sarana yang menjamin kelapangan dada dalam individu dan menumbuhkan
ketenangan hati pemeluknya (Nurmadia: 2019, 30).

Agama akan memelihara manusia dari penyimpangan, kesalahan dan


menjauhkannya dari tingkah laku yang negatif. Bahkan agama akan membuat hati manusia
menjadi jernih, halus dan suci. Disamping itu, agama juga merupakan benteng pertahanan
bagi generasi muda muslim dalam menghadapi berbagai aliran sesat. Islam dengan berbagai
ketentuannya dapat menjamin bagi orang yang melaksanakan hukum-hukumnya akan
mencapai tujuan yang tinggi. Al-qur’an mengisayaratkan bahwa pada dasarnya manusia itu
secara naluri adalah beragama atau percaya pada Tuhan, Q.S. Al-A’raf :172, Artinya: Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka
dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku
ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi saksi".
(kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:

17
"Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan
Tuhan" (Q.S. Al-A’raf : 172).

Secara naluri, agama merupakan kebutuhan yang tidak dapat di pisahkan dari
kehidupan manusia, dalam perekembangan terakhir sering disebutkan adanya orang yang
tidak percaya pada Tuhan, sebut dengan Ateis. Hal ini sebetulnya pengakuan dalam lisan
saja, tapi Nurani mereka tetap mengakui adanya Tuhan.orang yang mengakui ateis itu pada
saat mereka sedang dalam kedaan ketakutan mereka tetap memanggil dan mengingat Tuhan
kembali (Mubarok, 2018:31).

Dalam sebuah agama terdapat beberapa unsur dan itu menjadi pedoman pokok bagi
agama tersebut antara lain adalah adanya keyakinan pada yang gaib, adanya kitab suci
sebagai pedoman, adanya rasul pembawanya, adanya ajaran yang bisa dipatuhi, adanya
upacara ibadah yang standar (Kamaruddin: 2012).

Berdasarkan hal itu dapatlah kita mendapat gambaran bahwa agama merupakan
teman hidup yang tidak dapat dipisahkan, bilamana manusia dapat memisahkan dari
kehidupan, manusia itu dalam dirinyan sendiri sudah tidak dapat mempertahankan nilai-
nilai kemanusiaanya.

Kefitrahan agama bagi manusia menunjukkan bahwa manusia tidak dapat


melepaskan diri dari agama, karena agama merupakan kebutuhan fitrah manusia. Selama
manusia memiliki perasaan takut dan cemas, selama itu pula manusia membutuhkan agama.
Kebutuhan manusia akan agama tidak dapat digantikan dengan kemampuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang juga dapat memenuhi kebutuhan manusia dalam aspek
material. Kebutuhan manusia akan materi tidak dapat menggantikan peran agama dalam
kehidupan manusia. Masyarakat Barat yang telah mencapai kemajuan material ternyata
masih belum mampu memenuhi kebutuhan spiritualnya.

Manusia dengan akalnya dapat melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi
akal saja tidak mampu menyelesaikan seluruh persoalan yang dihadapi manusia Dari
fenomena di atas dapat disimpulkan bahwa inti agama adalah kepercayaan adanya Zat Yang
Ghaib dan kepada-Nya manusia bergantung dan memohon pertolongan. Maka watak/kodrat
manusia itu beragama. Kalau manusia tidak beragama berarti ia melawan kodratnya sendiri
( Sunardin, 2021:10-13) .

18
G. Cara Manusia Memeluk Agama

Para agamawan berpendapat bahwa berdasarkan asal-usulnya seluruh agama yang


dianut manusia dapat dikelompokkan dalam dua kategori:

 Pertama, agama kebudayaan (cultural religions) atau disebut juga agama atau agama
ardli,
 Kedua, agama samawi atau agama wahyu (revealed religions), penerapan agama
wahyu ini dapat diberikan kepada agama yang mengajarkan wahyu, yaitu: Yahudi,
Nasrani, dan Islam (Al Qazwini: 2003).

Kemudian manusia dalam praktek beragama dan keberagamannya berbeda-beda


antara satu dengan yang lainnya. Hal ini disesuaikan dengan tingkat pengalaman
keberagaman masing-masing pemeluknya. Ada beberapa cara yang perlu diketahui,
Menurut Muniran yaitu:

a) Cara Mistik (esoterisme) dari agama yang mengabaikan aspek pengalaman formal,
structural dan lahiriah (eksoterisme).
b) Cara Penalaran adalah cara beragama dengan menekankan pada aspek rasionalitas
dari ajaran agama.
c) Cara Amal Sholih Cara ini lebih menekankan penghayatan dan pengalaman agama
pada aspek peribadatan, baik ritual formal maupun aspek pelayanan sosial keagamaan.
d) Cara Sinkretisme Sinketris cara beragama sinkretisme ini dapat terjadi pada bidang
kepercayaan (Muniron, dkk: 1985, 13). (dalam Sunardin, 2021:13-15)

H. Manfaat Agama untuk Kelangsungan Hidup Manusia

Secara umum keberadaan akan manfaat agama bagi individu pada dasarnya telah
banyak dijelaskan oleh para ahli menggambarkan bahwa keberadaan agama pada dasarnya
akan memberikan manfaat dalam 4 hal yaitu dalam kehidupan individu, dalam kehidupan
masyarakat, dalam menghadapi krisis modernisasi, serta dalam pembangunan (Ramayulis:
2007).

19
Manfaat agama bagi individu pada dasarnya terbagi atas 2 ranah yaitu individu dan
sosial. Dalam ranah individu keberadaan agama dapat mempengaruhi keberadaan kesehatan
mental pada seseorang dalam hal ini di antaranya dapat mereduksi stres. Dalam ranah sosial,
keberadaan agama memiliki keterkaitan dengan mereduksi perilaku-perilaku yang erat
dengan kejahatan maupun perilaku yang berisiko serta menjaga kestabilan dalam
pernikahan. gambaran manfaat akan agama dalam dua hal yaitu manfaat yang bersifat fisik
dan psikologis. Manfaat secara fisik dapat terlihat dari keberadaan praktik-praktik
keagaman yang mengarahkan pada hidup sehat maupun menghindari perilaku-perilaku yang
dapat merusak kesehatan tubuh. Manfaat secara psikologis dalam hal ini dapat memberikan
ketenangan dan kesejahteraan secara psikologis terkait dengan ritual maupun perilaku-
perilaku keagamaan yang dilakukan (Sunardin, 2021:17).

BAB III

PENUTUP

 Kesimpulan

Manusia merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa sebagai khalifah dibumi
dengan dibekali akal pikiran untuk berkarya dimuka bumi, Manusia adalah makhluk
mukallaf, yang dibebani kewajiban dan tanggung jawab. beberapa pandangan
mengenai hakikat manusia yakni Pandangan Psikoanalitik, Pandangan Humanistik,
Pandangan Martin Buber , Pandangan Behavioristik.
Agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia
yang terkandung dalam kitab suci yang turun temurun diwariskan oleh suatu generasi
ke generasi dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia
agar mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat yang di dalamnya mencakup unsur
kepercayaan kepada kekuatan gaib yang selanjutnya menimbulkan respon emosional
dan keyakinan.

20
Manusia, Agama dan Islam merupakan masalah yang sangat penting, karena
ketiganya mempunyai pengaruh besar dalam pembinaan generasi yang akan datang,
yang tetap beriman kepada Allah dan tetap berpegang pada nila-nilai spiritual yang
sesuai dengan agama-agama samawi (agama yang datang dari langit atau agama
wahyu).
Manfaat agama bagi individu pada dasarnya terbagi atas 2 ranah yaitu individu
dan sosial. Dalam ranah individu keberadaan agama dapat mempengaruhi keberadaan
kesehatan mental pada seseorang dalam hal ini di antaranya dapat mereduksi stres.
Dalam ranah sosial, keberadaan agama memiliki keterkaitan dengan mereduksi
perilaku-perilaku yang erat dengan kejahatan maupun perilaku yang berisiko serta
menjaga kestabilan dalam pernikahan. gambaran manfaat akan agama dalam dua hal
yaitu manfaat yang bersifat fisik dan psikologis.

 Saran

Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan memberikan manfaat bagi
pembaca. Lebih dan kurangnya mohon dimaafkan.

Wabillahi taufiek walhidayah wassalamu’alaikum wr.wb.

21

Anda mungkin juga menyukai