Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ILMU PENDIDIKAN ISLAM

Tentang
Pandangan Islam Terhadap Manusia dan Implikasinya Terhadap
Pendidikan

Disusun Oleh :
KELOMPOK 1

1.Nurul Ashiqin (2214010205)


2.Fathimah Raniyah (2214010211)

3.Dori Juli Andra (2214010184)

Dosen Pengampu :
Dr.Gusmaneli,S.Ag,M.Pd

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG
2023M/1445H
KATA PENGANTAR

Puji syukur yang sedalam-dalamnya kami panjatkan kehadirat Allah Yang


Maha Pengasih dan Penyayang, atas limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga
penyusunan Makalah Ilmu Pendidikan Islam yang berjudul “ Pandangan Islam
Terhadap Manusia dan Implikasinya“ ini dapat di selesaikan. Makalah ini
merupakan wujud dari gagasan perlunya referensi untuk mata kuliah Filsafat
Pendidikan Islam. Kemudian makalah ini diintergrasikan dengan pemikiran-
pemikiran dari ahli lain dan konsep-konsep yang baru berkembang. Makalah ini
mendapat banyak tambahan materi yang disesuaikan dengan sistematiika
pemikiran dari sisi prosedur. Akhirnya, Semoga penyusunan makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak dan para pembaca, oleh karena itu kritik dan saran
sangat penulis harapkan sehingga terdapat kesempurnaan pada makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan arti dalam pengembangan pendidikan
yang akan datang.

Padang, 22 Febuari 2023

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................. iii

PENDAHULUAN .......................................................................... 2

A.Latar Belakang ........................................................................... 2


B.Rumusan Masalah ...................................................................... 2
C.Tujuan Penulisan ....................................................................... 2

PEMBAHASAN ............................................................................. 3
A.Manusia dalam Pandangan Islam ........................................... 3
1. Hakikat Manusia dalam Islam ................................................. 3-5
2. Kedudukan Manusia dalam Islam ........................................... 6-7
3. Potensi Manusia dalam Islam ................................................... 7-8

B. Implikasinya Terhadap Pendidikan ....................................... 8-14

PENUTUP ....................................................................................... 15

Kesimpulan ..................................................................................... 15

Saran ............................................................................................... 15

Daftar Pustaka................................................................................ 16

iii
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Al-Qur’an, manusia berulang kali diangkat derajatnya, dan berulang


kali juga direndahkan. Manusia dihargai sebagai khalifah dan makhluk yang
mampu menaklukan alam (taskhir). Namun, posisi ini bisa merosot ke tingkat
“yang paling rendah dari segala yang rendah” (asfala safilin). Gambaran
menyangkut keberadaan manusia itu menandakan bahwa makhluk yang namanya
manusia itu unik, makhluk yang serba dimensi, ada di antara predisposisi negative
dan positif. Penciptaan manusia sebagai mahluk yang tertinggi sesuai dengan
maksud dan tujuan terciptanya manusia, yaitu untuk menjadi khalifah.

Dalam memahami manusia tentu harus dipedomani dengan pandangan islam


sebagai tolak ukur yang mendasar untuk mengetahui sesungguhnya apa hakikat
manusia. Dalam pandangan Islam manusia tercipta dari dua unsur yaitu unsur
materi dan non materi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa manusia secara hakikatnya
yang ditinjau dari kualitas dan kuantitas dalam pandangan pendidikan islam
merupakan gabungan dua unsur yang terdiri dari unsur jasmani dan unsur rohani.
Adapun salah satu kemampuan yang dimiliki manusia yakni kemampuan menalar.
Kemampuan menalar inilah yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan
pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaan-Nya. Secara simbolik
manusia memakan buah pengetahuan lewat Adam dan Hawa, dan setelah itu
manusia harus hidup berbekal pengetahuan.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah itu pandangan islam terhadap manusia ?

2. Bagaimana implikasinya terhadap pendidikan Islam ?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu agar para pembaca dapat mengetahui
apa sebenarnya hakikat seorang, serta pandangan dari sisi ilmu pengetahuan dan
implikasinya terhadap pendidikan islam.

2
PEMBAHASAN

A. Manusia dalam Pandangan Islam


Secara etimologi atau bahasa manusia berarti makhluk yang berakal budi
(mampu menguasai makhluk lain): insan: atau orang."Makhluk berarti: sesuatu
yang dijadikan atau diciptakan Tuhan (seperti: manusia, binatang dan tumbuh-
tumbuhan)”. Makna pengertian manusia secara bahasa ini memberikan
pemahaman bahwa manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah dengan
diberikan kelebihan akal sehingga adanya akal tersebut memungkinkan baginya
untuk menguasai makhluk yang lain seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan..
Secara terminologi pengertian manusia dapat dilihat dari beberapa pendapat
para ahli. Sastraprateja, misalnya mengatakan bahwaManusia adalah makhluk
historis. Hakikat manusia sendiri adalah suatu sejarah, suatu peristiwa yang bukan
semata-mata datum (tanggal, hari, bulan). Hakikat manusia hanya dapat dilihat
dalam perjalanan sejarah yaitu sejarah perjalanan manusia. Sastraprateja lebih
lanjut mengatakan bahwa apa yang diperoleh dari pengamatan kita atas
pengalaman manusia adalah suatu rangkaian dorongan-dorongan dan orientasi
yang tetap dimiliki manusia. Ada dorongan-dorongan dan orientasi yang dapat
ditarik dalam sejarah perjalanan umat manusia, yaitu: relasi manusia dengan
kejasmanian, alam sekitar dan lingkungan ekologis, keterlibatan dengan sesama,
keterkaitan dengan struktur sosial dan institusional.
Manusia adalah makhluk yang memiliki kelengkapan jasmani dan rohani,
dengan kelengkapan jasmani, ia dapat melakukan tugas yang memerlukan
dukungan fisik dan dengan kelengkapan rohaninya ia dapat melaksanakan tugas-
tugas yang memerlukan dukungan mental, selanjutnya agar kedua unsur tersebut
dapat berfungsi dengan baik dan produktif maka perlu dibina dan diberikan
bimbingan. Dalam hubungan ni pendidikan amal memegang peranan yang amat
penting.1

1 Halid Hanafi, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta:Deepublish,2019)hlm.11

3
1. Hakikat Manusia dalam Islam

Manusia dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia bermakna makhluk yang


berakal budi. Kata “manusia” dalam bahasa Arab disebut dengan al-basyar, al-
insan, an-nas dan bani adam.2

a) Kata Al-Basyar disebut dalam Al-qur'an sebanyak 36 kali dan terdapat dalam
26 surah. Secara etimologi Al-Basyar berarti kulit kepala, wajah, atau tubuh
yang menjadi tempat tumbuhnya rambut. Penggunaan istilah “basyar” dalam
Al-qur'an lebih cenderung digunakan pada hal-hal yang berkaitan dengan
aspek fisik yang tampak pada manusia secara umum seperti kulit, rambut,
bentuk fisik secara umum, kebutuhan biologis yang tidak berbeda antara
manusia satu dengan yang lainnya.
b) Kata insan menurut Ibnu Manzhur berasal dari kata “insiyan” yang berarti
manusia (kecil). Sedangkan menurut M. Quraish Shihab istilah insan terambil
dari kata “uns” yang berarti jinak, harmonis, dan tampak. Jinaknya manusia
(normal) ini lebih tampak manakala dibandingkan dengan binatang. Kata
insan dalam Al-qur'an, pertama yaitu digunakan untuk menunjuk manusia
dengan seluruh totalitasnya, yaitu jiwa dan raganya. Perbedaan manusia antara
satu dengan lainnya adalah karena perbedaan fisik, dan kecerdasan. Kedua
yaitu menggambarkan perbedaan-perbedaan dalam aspek kerohanian,
keimanan, dan akhlak. Dengan kata lain, kata insan disamping digunakan
untuk menunjuk manusia secara utuh, juga menggambarkan perbedaan antara
seseorang dengan lainnya. Dan kata al-insan dinyatakan dalam Al-qur'an
sebanyak 73 kali dan tersebar dalam 43 surah.
c) Kata An-Nas dinyatakan dalam Al-qur'an sebanyak 240 kali dan terdapat
dalam 53 surah. Kata an-nas menunjukkan pada eksistensi manusia sebagai
makhluk sosial secara keseluruhan tanpa melihat status keimanan atau
kekufurannya. Dalam menunjuk makna manusia, kata an-nas lebih bersifat
umum apabila dibandingkan dengan kata al-insan. Kata an-nas menunjuk
manusia sebagai makhluk sosial dan kebanyakan digambarkan sebagai

2 Anwar Sutoyo,Manusia Dalam Perspektif Al-Qur’an,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2015),hlm.36

4
kelompok manusia tertentu yang sering melakukan mafsadah dan merupakan
pengisi neraka disamping iblis. Kata an-nas juga dinyatakan Allah dalam Al-
qur'an untuk menunjuk bahwa sebagian besar manusia tidak memiliki
ketetapan keimanan yang kuat.
d) Penggunaan kata Bani Adam menurut Ath-Thabathaba'i menunjuk pada arti
manusia secara umum. Dalam hal ini setidaknya ada tiga aspek yang dikaji.
Pertama, anjuran untuk berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah, diantaranya
adalah dengan berpakaian guna menutup auratnya. Kedua, mengingatkan pada
keturunan Adam agar jangan terjerumus pada bujuk rayu syaitan yang
mengajak pada keingkaran. Ketiga, memanfaatkan semua yang ada di alam
semesta dalam rangka ibadah dan mentauhidkan-Nya. Semua itu merupakan
anjuran sekaligus peringatan Allah dalam rangka memuliakan keturunan
Adam dibanding makhluk-Nya yang lain.

Dilihat dari proses penciptaannya, Al-Qur'an menyatakan proses penciptaan


manusia dalam dua tahapan yang berbeda. Pertama disebut dengan tahapan
primordial. Kedua disebut dengan tahapan biologi. Manusia pertama yaitu Nabi
Adam diciptakan dari at-tin (tanah), at-turab (tanah debu), minshal (tanah liat),
min hamain (tanah lumpur hitam yang busuk) yang dibentuk Allah dengan
seindah-indahnya kemudian Allah meniupkan ruh dari-Nya ke dalam diri
(manusia) tersebut. Firman Allah SWT :

٢: ( ‫تمترون )االنعام‬
ُ ‫هُو الَّذِي خلقكُم مِن طِ ين ث ُ َّم قضى أجال وأجل ُمس ًّمى عِندهُ ثم أثم‬

"Dialah yang menciptakan kumua dari tauh, kemudian Dia menetapkan ajal
(kemmiamma), dan batas waktu tertentu yang hanya diketahui oleh-Nya. Namun
demikian kamu masih meragukannya." (QS. Al-An'an 2)"

Selanjutnya proses penciptaan manusia berlangsung melalui proses biologi


yang dapat dipahami secara sains-empirik. Firman Allah SWT:

5
ْ ‫ث ُ َّم جع ْل َٰنهُ ن‬. ١٢ ‫نسن مِن س َُٰللة مِن طِ ين‬
‫ُطفة فِى قرار َّمكِين‬ ِ ْ ‫ولقدْ خل ْقنا‬
َٰ ‫ٱْل‬

ۚ ‫طفة علق ًۭة فخل ْقنا ْٱلعلقة ُمضْغ ًۭة فخل ْقنا ْٱل ُمضْغة عِظ َٰـ ًۭما فكس ْونا ْٱلعِظ َٰـم لحْ ًۭما ث ُ َّم أنشأْن َٰـهُ خ ْلقا ءاخر‬
ْ ُّ‫ث ُ َّم خل ْقنا ٱلن‬
١٤ ‫ٱّلل أحْ سنُ ْٱلخ َٰـ ِلقِين‬
ُ َّ ‫فتبارك‬

"Dan sungguh. Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal dari tanah.
Kemudian kami jadikan saripati itu air muni (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim). Kemudian air mani ini kami jadikan sesuatu yang melekat itu
kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging ini kami jadikan tulang belulang lah melang
belulang itu kami bungkus dengan daging kemudian kami jadikan dia makhluk
yang (berbentuk) lain. Maka Maha suci Allah, pencipta yang paling baik." (QS.
Al-Mukminum: 12-14).3

2. Kedudukan Manusia dalam Islam

Di dunia bukanlah secara kebetulan. Bukan pula sebagai benda hidup lalu
mati kembali ke benda lagi dan selesai tanpa tanggung jawab. Islam memberikan
garis dasar yang jelas tentang maksud penciptaan manusia. Di dunia ini, manusia
mengemban fungsi dan tugas hidup. Kata fungsi diartikan sebagai jabatan,
kedudukan, dan status.

a. Manusia Sebagai Khalifah Allah

Khalifah berarti pengganti, penguasa, pengelola, atau pemakmur. Menurut


Islam manusia diciptakan oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi. Allah
memberitahukan kepada para malaikat bahwa Dia akan menciptakan manusia
yang diserahi tugas menjadi khalifah di bumi. Kedudukan manusia sebagai
khalifah ini dipertegas dengan ayat AlQur‟an:

َ ‫ض ِم ْن ب َ ع ْ دِ هِ مْ ل ِ ن َ ن ْ ظ ُ َر ك َ ي‬
‫ْف ت َ ع ْ مَ ل ُ و َن‬ ِ ْ‫اْل َ ر‬ َ ‫ث ُم َّ جَ ع َ ل ْ ن َا ك ُ مْ خَ ََل ئ‬
ْ ‫ِف ف ِي‬

3 Ibid.hlm.37

6
Artinya: Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka
bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu
berbuat.(QS.Yunus:14)

Setelah bumi ini diciptakan, Allah memandang perlu bumi didiami, diurus,
dan diolah. Untuk itu Ia menciptakan manusia yang diserahi tugas dan jabatan
khalifah. Kemampuan bertugas ini adalah suatu anugerah Allah dan sekaligus
merupakan amanat yang dibimbing dengan suatu ajaran yang pelaksanaannya
merupakan tanggungjawab manusia yang bernama khalifah itu.

b. Manusia Sebagai Hamba Allah

Maksud diciptakannya manusia antara lain agar ia mengabdi (beribadah)


kepada Allah. Oleh karena itu fungsi manusia yang kedua adalah selaku hamba
Allah. Firman Allah SWT:

ْ ‫ت ال ْ ِج َّن و‬
‫اْلِ ن ْ س إ ِ َّال ل ِي ع ْ ب ُ د ُو ِن‬ ُ ْ‫و م ا خ ل ق‬

Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepadaKu.

3. Potensi Manusia dalam Islam

Agar manusia mampu melaksanakan tugas dan fungsi penciptaannya, maka


manusia dibekali Allah dengan berbagai potensi atau kemampuan. Potensi atau
kemampuan tersebut dalam Al-Qur‟an disebut juga sebagai fitrah. Fitrah juga
dapat berarti potensi dasar manusia sebagai alat untuk mengabdi dan berma‟rifat
kepada Allah SWT. Fitrah merupakan potensi untuk menjadi baik dan sekaligus
potensi untuk menjadi buruk, potensi untuk menjadi muslim dan untuk menjadi
musyrik. Fitrah manusia ini dibawa sejak lahir da terus mengalami perkembangan
seiring dengan semakin berkembangnya akal manusia dan pada akhirnya manusia
akanmengakui bahwa Tuhan itu ada sehingga mereka akan kembali kepada
Tuhannya.4

4 Ahmad Ali Riyadi,Filsafat Pendidikan Islam,(Yogyakarta:Teras,2017),hlm.171

7
Menurut Ibnu Taimiyah, dalam diri manusia setidaknya terdapat tiga potensi
(fitrah), yaitu:

a. Daya intelektual (quwwat al-„aql), yaitu potensi dasar yang

memungkinkan manusia dapat membedakan nilai baik dan buruk. Dengan daya
intelektualnya, manusia dapat mengetahui dan mengEsakan Tuhannya.

b. Daya ofensif (quwwat al-syahwat), yaitu potensi dasar yang mampu


menginduksi obyek-obyek yang menyenangkan dan bermanfaat bagi
kehidupannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah secara serasi dan
seimbang.

c. Daya defensif (quwwat al-ghadhab) yaitu potensi dasar yang dapat


menghindarkan manusia dari segala perbuatan yang membahayakan dirinya.
Namun demikian, diantara ketiga potensi tersebut, disamping agama-potensi akal
menduduki posisi sentral sebagai alat kendali (kontrol) dua potensi lainnya.5

B. Implikasinya Terhadap Pendidikan

Dalam rangka membina dan mengembangkan seluruh potensi, baik


potensi jasmani maupun potensi rohani, secara efektif dapat dilakukan melalui
pendidikan. Dengan proses pendidikan, manusia mampu
membentuk kepribadiannya, mentranfer kebudayaan dari suatu komunitas kepada
komunitas lain, mengetahu nilai baik dan , buruk, dan lain sebagainya. Untuk
menciptakan Suasana konduktif bagi terlaksananya proses tersebut,diperlukan
bentuk interaksi PBM yang mampu menyentuh dan mengembangkan seluruh
aspek manusia (peserta didik). Ketersentuhan seluruh aspek diri manusia akan
mempermudah terangsangnya reaksi dan perhatian, serta keinginan peserta didik
untuk melaksanakan PBM secara aktif.

Namun demikian, bila dilihat secara obyektif bentuk interaksi pendidikan


yang dikembangkan akhir akhir in terkesan mengalami kegagalan dalam

5 Heri Gunawan,Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi,(Bandung:Alfabeta,2017),hlm.49

8
melaksanakan visinya yang ideal.hal ini dapat dilihat dari ketimpangan
kepribadian peserta didik di era ini. Ketika mereka mampu mengembangkan
aspek intelektualitasnya, pada waktu bersamaan mereka telah kehilangan aspek
social dan relgiusitasnya, atau sebaliknya.

Hal ini disebabkan berbagai factor, diantara factor itu adalah bahwa bentuk
interaksi pendidikan yang ditawarkan masih bersifat parsial dan belum mampu
mengembangkan seluruh aspek peserta didik secara integral Pelaksanaan
kebijakannya masih terkesan “paket khusus” dan kurang demokratis. Akibatnya
interaksi yang ditawarkan kurang menarik dan bahkan membosankan. Bila ini
terjadi, maka proses pendidikan tidak akan mampu berjalan secara efektif dan
efisien. Fenomena ini terjadi karena pendidik belum mampu mengenal pribadi
peserta didiknya secara utuh dan belum terakumulasi pada suatu system yang
kondusif bagi pengembangan kepribadian peserta didik.

Bila makna manusia yang ditunjukkan Allah dalam Al-quran dicermati secara
seksama, sesungguhnya akan dapat dijadikan pedoman bagi upaya meformat
interaksi pendidikan yang proposional dan ideal para pakar pendidikan sepakat
bahwa teori kependidikan harus didasarkan pada konsepsi dasar tentang manusia.
Pembicaraan yang berkaitan dengan hal ini dirasakan sangat mendasar dan perlu
dijadikan pijakan dalam melakukan aktivitas pendidikan. Tanpa adanya kejelasan
mengenai konsep manusia, pendidikan akan berjalan tanpa arah yang jelas,
bahkan pendidikan tidak akan dapat dipahami secara jelas tanpa terlebih dahulu
memahami hakikat manusia seutuhnya. 6

Baharudin berpendapat bahwa pendidikan Islam berpandangan bahwa pada


dasarnya potensi dasar manusia adalah baik dan sekaligus juga buruk. Potensi
manusia dalam pandangan pendidikan Islam beragam jenisnya, berupa fitrah, ruh,
dan kalbu adalah baik. Sementara potensi yang berupa akal adalah netral dan yang
berbentuk nafsu dan jasad bersifat buruk.

6Al Furqan, https://ejurnal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/educative/index,Vol2,No2,(


2017)hlm.139

9
Berdasarkan pandangan di atas, berikut Ini akan dijelaskan implikasi potensi dasar
manusia dalam Proses pendidikan.

1. Implikasi Potensi Jasmani (fisik) dalam Proses Pendidikan dan Aspek jasmani
(fisik) merupakan sesuatu yang hakiki untuk manusia. Hal ini menunjukkan
bahwa dalam pendidikan Islam jasmani adalah bagian penting dalam proses
pendidikan manusia untuk menjadi pribadi yang utuh. Perhatian pendidikan pada
aspek jasmani ini membawa dampak bahwa dalam proses belajar mengajar dan
mencari pengetahuan, pancaindra perlu dilatih untuk peka, teliti dan terintegrasi
dengan kegiatan akal budi. Penghargaan terhadap pentingnya jasmani
mengakibatkan penghargaan terhadap pekerjaan tangan sebagai bagian integral
dari pendidikan. Abdurrahman Abdullah menyatakan bahwa aspek jasmani harus
dikembangkan menjadi manusia yang memiliki jasmani yang sehat dan kuat serta
berketerampilan melalui pendidikan.

2. Implikasi Potensi Rohani Manusia dalam Proses Pendidikan.

Rohani adalah aspek manusia yang bersifat spiritual dan trasendental. Potensi
rohani yang dimiliki manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan tertentu.
Oleh karena itu, tugas pendidikan adalah melestarikan, serta menyempurnakan
kecenderungan-kecenderungan yang baik dan menggantikan atau mengendalikan
kecenderungan-kecenderungan jahat menuju kecenderungan-kecenderungan
positif.

a. Dimensi An-Nafsu

Nafsiah dalam diri manusia memiliki beberapa dimensi diantaranya adalah


dimensi An-Nafsu. Dimensi An-Nafsu adalah termasuk salah satu potensi yang
dimiliki manusia dan berimplikasi dalam proses pendidikan yang harus
ditumbuhkembangkan. Agar potensi tersebut dapat ditumbuhkembangkan dan
diaktualisasikan dengan baik, maka perlu adanya upaya melaksanakan pendidikan
sebaik-baiknya dengan cara sebagai berikut:

10
1) Mengembangkan nafsu peserta didik pada aktivitas yang positif, misalnya
nafsu agresif, yaitu dengan memberikan sejumlah tugas harian yang dapat
memperoleh kesempatan berbuat yang berguna.
2) Menanamkan rasa keimanan yang kuat dan kokoh. Sehingga dimanapun
berada, pesrta didik tetap dapat menjaga diri dari perbuatan amoral.
3) Menghindarkan diri dari pendidikan yang bercorak materialistik, karena
nafsu mempunyai kecenderungan serba kenikmatan tanpa
mempertimbangkan potensi lainnya. Dengan demikian, dalam diri peserta
didik, terbentuk dengan sendirinya suatu kepribadiaan, atau setidak-
tidaknya dapat mengurangi dorongan nafsu serakah.7

b. Dimensi Al-Aql

Potensi akal merupakan karunia Allah untuk mengetahui hakikat segala sesuatu,
maka upaya pendidikan dalam mengembangkan potensi akal adalah sebagai
berikut:

1) Membawa dan mengajak peserta didik untuk menguak hukum alam


dengan dasar dan teori serta hipotesis ilmiah melalui kekuatan akal
pikiran.
2) Mengajar peserta didik untuk memikirkan ciptaan Allah sehingga
memperoleh kekuatan untuk membuat kesimpulan bahwa alam diciptakan
dengan tidak sia-sia.
3) Mengenalkan peserta didik dengan materi logika, filsafat, matematika,
kimia, fisika dan sebagainya serta materi-materi yang dapat menumbuhkan
daya krcativitas dan produktivitas daya nalar.
4) Memberikan ilmu pengetahuan menurut kadar kemampuan akalnya
dengan cara memberikan materi yang lebih mudah dahulu lalu beranjak
pada materi yang sulit, dari yang konkret menuju abstrak.
5) Melandasi pengctahuan agliah dengan jiwa agama dalam arti peserta didik
dibiasakan untuk menggunakan kemapuan akalnya semaksimal mungkin

7Muhaimin dan Abdu Mujid,Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar
Operasionalnya,(Bandung:Trigenda Karya,2019)hlm.16

11
sebagai upaya ijtihad dan bila ternyata akal belum mampu memberikan
konklusi tentang suatu masalah, masalah tersebut dikembalikan kepada
wahyu.
6) Berusaha mencetak peserta didik untuk menjadi seseorang yang
berpredikat "“ulul alba" yaitu seorang muslim yang cendikiawan dan
muslim intelektual dengan cara melatih daya intelek, daya pikir dan daya
nalar serta memiliki keterikatan moral.

c. Dimensi Al-Qalb

Al-Qalb adalah pusat aktivitas manusia sesuai yang diperintahkan olch


Allah. Gaib berpcran sebagai sentral kcbaikan dan kejahatan manusia, walaupun
pada hakikatnya cenderung kepada kebaikan. Sentral aktivitas manusia bukan
ditentukan oleh badan yang sehat. Upaya-upaya yang harus dilakukan dalam
pendidikan al-Qalb adalah:

1) Teknis pendidikan diarahkan agar menyentuh dan merasuk dalam kalbu


dan dapat memberikan bckas yang positif, misalnya dengan menggunakan
cara yang lazim digunakan Rasulullah saw. dalam berdakwah yang
didalam dirinya tercermin sifat lemah lembut, penuh kasih sayang dan
tidak kasar (QS. Ali Imran/3: 159).
2) Materi pendidikan Islam tidak hanya berisikan materi yang dapat
mengembangkan daya intelek peserta didik tetapi lebih dari itu, juga berisi
materi yang dapat mengembangkan daya intuisi atau daya perasaan
sehingga bentuk pendidikan Islam diarahkan pada pengembangan daya
pikir dan dzikir.
3) Aspek moralitas dalam pendidikan Islam tetap dikembangkan karena
aspek ini dapat menyuburkan perkembangan galb. Dengan demikian, akan
terbentuk suatu tingkah laku yang baik bagi anak.
4) Proses pendidikan Islam dilakukan dengan cara membiasakan peserta
didik untuk berkepribadian utuh, dengan cara menyadarkan akan peraturan
atau rasa hormat terhadap peraturan yang berlaku serta melaksanakan
peraturan tersebut

12
d. Dimensi al-Ruh

Al-Ruh (ruh) merupakan amanah Allah yang diberikan kepada manusia.


Selanjutnya, tugas manusia untuk memelihara dan mengembangkan ruhani
manusia tersebut dengan berbagai pendidikan ruhaniah. Pendidikan ruhaniah
adalah pendidikan yang dapat memenuhi ruhaniah sebagai substansi manusia,
agar manusia senantiasa berada di jalan Allah. Pendidikan ruhani juga dapat
mengantarkan manusia pada kesucian di hadapan Allah. Jalan yang harus
ditempuh pendidikan ruhani adalah sebagai berikut:

1. Memberikan pendidikan Islam untuk mengenal Allah Swt. dengan


berbagai pendekatan dan dimensi.
2. Kurikulum pendidikan Islam ditetapkan dengan mengacu pada petunjuk
Allah yang tertuang dalam Alquran dan As-Sunnah, schingga wahyu
merupakan sumber utama kurikulum pendidikan Islam.
3. Karena manusia ciptaan Allah yang terbesar dan diberikan berbagai
potensi ruhaniah, dan juga atribut baik, mengenal dan memahami tujuan
Allah menciptakannya, serta melaksanakan tugasnya sebagai hamba dan
khalifah Allah. Tugas itu pada akhirnya dibebankan pada pendidikan dan
bagaimana pendidikan Islam dapat menciptakan manusia ke arah yang
mampu melaksanakan tugasnya.
4. Pendidikan tidak akan berakhir sampai usia kapanpun, tetapi berakhir
setelah ruh meninggalkan jasad manusia. Untuk itu, pendidikan diarahkan
pada pendidikan seumur hidup.8

Hal ini dapat dilihat dari dua pendekatan, yaitu :

1. Pendekatan Perkata Ketika Allah menggunakan term al basyar dalam menunjuk


manusia sebagai makhluk biologis, maka interaksi pendidikan yang ditawarkan
harus pula mampu menyentuh perkembangan potensi biologis peserta didik.
Ketika Allah menggunakan term al insan, maka interaksi pendidikan harus pula
mampu mengembangkan aspek fisik dan psikis peserta didik. Demikian pula
8Rahmat Hidayat,Ilmu Pendidikan Konsep, Teori, dan Implikasinya,(Jakarta:Lembaga Peduli
Pengembangan Pendidikan Indonesia,2019)hlm.19

13
ketika Allah menggunakan term al nas, maka interaksi pendidikan harus pula
mampu menyentuh aspek kehidupan social peserta didik. Ketiga term tersebut
harus diformulasikan secara integral dan harmonis dalam setiap interaksi
pendidikan yang ditawarkan. Hanya saja mungkin dalam operasionalnya, proporsi
antara ketiga term tersebut sedikit berbeda penekanannya, sesuai dengan materi
dan tujuan yang ingin dicapai dari proses tersebut.

Kesemua pendekatan tersebut harus berjalan secara berproses dan


berkesinambungan, sebagaimana proses kejadian manusia yang telah ditunjukkan
dan digambarkan Allah dalam Al-quran. Dengan bentuk interaksi yang demikian,
maka proses belajar yang ditawarkan akan mampu menarik dan mendapatkan
respon yang positif. Pendekatan yang demikian juga mampu menumbuhkan minat
peserta didik untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya, tanpa
melupakan visi sosio cultural dan normalitas kewahyuan.

2. Pendekatan Makna Substansi

Ketika Allah menunjuk ketiga term tersebut dalam memaknai manusia, Allah
secara implicit telah melakukan serangkaian interaksi edukatif pada manusia
secara proposional. Allah telah memberikan kelebihan pada manusia dengan
berbagai potensinya yang bersifat dinamis, disamping berbagai kelemahan dan
keterbatasan manusia dalam menjalankan kehidupannya dimuka bumi. Dengan
berbagai potensi tersebut, manusia lebih ungul dan sempurna sesuai dengan tujuan
penciptaannya, dibanding dengan makhluk yang paling hina, takkala seluruh
potensi tersebut tak mampu diaktualkan dan diarahkan secara maksimal, sesuai
dengan nilai nilai ajaran islam. Hanya saja, jika mereka ingin tetap dalam
keridhaan-Nya, maka mereka dituntut untuk mempergunkan seluruh potensinya
tersebut sesuai dengan batas batas kapasitas kebebasan yang diberikan padanya.
Untuk itu Allah memberikan rambu rambu dan berbagai konsekwensi atas
aktifitas yang dilakukan manusia.9

9Samsul Nizar,Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam,(Padang:IAIN Imam Bonjol


Press,2019)hlm.141

14
PENUTUP

A.Kesimpulan

Manusia adalah satu kata yang sangat bermakna dalam, dimana manusia
adalah makhluk yang sangat sempurna dari makhluk-makhluk lainya. Makhluk
yang sangat spesial dan berbeda dari makhluk yang ada sebelumnya. Makhluk
yang bersifat nyata dan mempunyai akal fikiran dan nafsu yang diberikan Tuhan
untuk berfikir, mecari kebenaran. Pola dasar pendidikan Islam yang dilaksanakan
dalam suatu system memberikan kemungkinan berprosesnya bagian-bagian
menuju ke tujuan yang telah di tetapkan sesuai ajaran islam.

Dengan demikian suatu system pendidikan islam harus berkembang dari


pola dasarnya yang akan membentuk menjadi pendidikan yang bercorak dan
berwatak serta berjiwa Islam. Sifat konsisten dan konstan dari proses pendidikan
tersebut tidak akan keluar dari pola dasarnya sehingga hasilnya juga sama
sebangun dengan dasar tersebut. Pendidikan Islam adalah kebutuhan untuk dapat
melaksanakan Islam sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT.
Berdasarkan makna ini maka tujuan pendidikan Islam mempersiapkan diri
manusia guna melaksanakan amanah yang dipikul oleh manuisa harus dilandasi
Al-Qur'an dan Al-Hadits sebagai sumber seluruh aspek hukum dengan menurut
Islam.

B.Saran

Demikianlah makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi kita
semua. Namun kami sangat menyadari banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan, oleh sebab itu kami mohon kepada pembaca dan dosen pembimbing
untuk dapat memberikan kritik dan saran demi terciptanya makalah yang lebih
baik untuk kedepannya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Hanafi Halid , 2019, Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta:Deepublish.

Sutoyo Anwar,2015 ,Manusia Dalam Perspektif Al-Qur’an,Yogyakarta:Pustaka


Pelajar.

Riyadi Ahmad Ali, 2017,Filsafat Pendidikan Islam,Yogyakarta:Teras.

Gunawan Heri, 2017,Pendidikan Karakter Konsep dan


Implementasi,Bandung:Alfabeta.

AlFurqan,2017,https://ejurnal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/educative/index,Vol
2,No2.

Muhaimin dan Abdu Mujid, 2019,Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis


dan Kerangka Dasar Operasionalnya, Bandung:Trigenda Karya.

Hidayat Rahmat,2019,Ilmu Pendidikan Konsep, Teori, dan


Implikasinya,Jakarta:Lembaga Peduli Pengembangan Pendidikan Indonesia.

Nizar Samsul , 2019,Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam,Padang:IAIN


Imam Bonjol Press.

16

Anda mungkin juga menyukai