Anda di halaman 1dari 19

ASAL USUL KEJADIAN AL-BASYAR (KEMANUSIAAN)

DALAM ISLAM

Mata Kuliah: Seminar Pendidikan Agama Islam

Disusun Oleh:
Kelompok 3

EVI YANTI (11202273)


NUR KAMARIAH (11202292)

Mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu:

Hamizan, S. Pd.I

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR’AN
(STAI-PTIQ) ACEH
2023/1444 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga


makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman untuk para pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini


karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Banda Aceh, Februari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 2

BAB II PEMBAHASA

2.1 Pengertian Manusia............................................................................ 3


2.2 Pengertian Al-Basyar......................................................................... 8
2.3 Asal Kejadian Manusia...................................................................... 8
2.4 Tugas, Fungsi dan Peran Manusia..................................................... 11
2.5 Manusia Dari Alam Ke Alam............................................................ 12

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan........................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 

Manusia merupakan makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT. Tidak


terlepas dari sejarahnya manusia, menurut dunia barat manusia merupakan nenek
moyang dari monyet/kera dan semacamnya. Namun jika dari kacamata Islam
sendiri manusia adalah nenek moyang dari Adam dan Hawa yang mana mereka
berdua-lah manusia pertama yang turun ke bumi. Karena itu kita sebagai umat
islam harus mengetahui sejarah manusia menurut kacamata Islam dan darimana
manusia berasal hingga untuk apa manusia itu diciptakan dan hidup di bumi ini.

Dari sekian banyak penemuan manusia dalam bidang ilmu pengetahuan


dan teknologi yang sedemikian canggih, masih ada satu permasalahan yang
hingga kini belum mampu dijawab dan dijabarkan oleh manusia secara eksak dan
ilmiah. Masalah itu ialah masalah tentang asal usul kejadian manusia. Banyak ahli
ilmu pengetahuan mendukung teori evolusi yang mengatakan bahwa makhluk
hidup (manusia) berasal dari makhluk yang mempunyai bentuk maupun
kemampuan yang sederhana kemudian mengalami evolusi dan kemudian menjadi
manusia seperti sekarang ini. Hal ini diperkuat dengan adanya penemuan-
penemuan ilmiah berupa fosil seperti jenis Pitheccanthropus dan Meghanthropus.1

Di lain pihak, banyak intelktual muslim dan agamawan yang menentang


adanya proses evolusi manusia tersebut. Hal ini didasarkan pada berita-berita dan
informasi-informasi yang terdapat pada kitab suci masing-masing agama yang
mengatakan bahwa Adam adalah manusia pertama. Sebenarnya manusia telah
mencurahkan perhatian dan usaha yang sangat besar untuk mengetahui dirinya

1M. Noor Matdawam, Manusia, Agama dan Kebatinan (Cet. V; Yogyakarta: Bina Karier, 1999),
h. 10

3
termasuk proses penciptaannya akan tetapi hanya mampu mengetahui dari aspek
tertentu manusia. Dari penjelasan singkat ini, agamawan memberikan komentar
bahwa pengetahuan tentang manusia sedemikian sulit karena manusia merupakan
satu-satunya makhluk yang dalam unsur penciptaannya terdapat ruh ilahi. 2 Sedang
manusia tidak diberi pengetahuan yang banyak tentang ruh seperti yang terdapat
dalam Q.S. al-Isra’/17: 85 yang artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang
roh. Katakanlah: Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi
pengetahuan melainkan sedikit.” 3

1.2 Rumusan Masalah

1. Siapakah yang menciptakan manusia?


2. Dari apa manusia diciptakan?
3. Bagaimana asal kejadian manusia?
4. Untuk apa manusia diciptakan?

2M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Cet. XVI; Jakarta: Mizan, 2005), h. 278.
3Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (al-Madinah alMunawwarah: Mujamma’ al-
Malik Fahd, 1418 H.), h.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Manusia

Definisi manusia yang dikemukakan ilmuan sangat beragam tergantung


dari aspek mana ia meneliti dan mengkajinya. Sebagian ilmuan berpendapat
bahwa manusia adalah makhluk sosial karena ia melihat dari aspek sosialnya.
Sebagian lagi berkomentar bahwa manusia adalah binatang cerdas yang menyusui
atau makhluk yang bertanggung jawab atau makhluk membaca dan tertawa,4 dan
lain-lain sebagainya.

Jika diamati lebih mendalam sifat-sifat dan karakter manusia, khususnya


bahwa manusia itu mempunyai bahasa yang teratur, mempunyai keahlian untuk
berbicara, berfikir, mamiliki kepekaan sosial, mempunyai apresiasi estetika dan
rasa yang tinggi serta mampu melakukan ritual ibadah kepada sang pencipta maka
wajarlah jika para filosof agama (Yahudi, Kristen dan Islam) mendefinisikan
manusia sebagai makhluk yang unik dari asal yang suci, bebas dan dapat
memilih.5

Namun selaku umat Islam yang menjadikan al-Qur’an dan hadis sebagai
sumber ajaran perlu mengkaji dan meneliti apa dan bagaimana manusia dalam
gambaran keduanya dengan pendekatan istilah yang digunakan untuk manusia.
Menurut M. Dawam Raharjo istilah manusia yang diungkapkan dalam al-Qur’an
seperti basyar, insan, unas, ins, ‘imru’ atau yang mengandung pengertian
perempuan seperti imra’ah, nisa’ atau niswah atau dalam ciri personalitas, seperti
al-atqa, al-abrar, atau ulu al-albab, juga sebagai bagian kelompok sosial seperti al-
asyqa, zu alqurba, al-du‘afa atau al-mustad‘afin yang semuanya mengandung

4M. Quraish Shihab, Dia Ada Dimana-mana (Cet. IV; Jakarta: Lentera Hati, 2006), h. 111.
5H.M. Rasjidi, Persoalan-Persoalan Filsafat (Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 54.

5
petunjuk sebagai manusia dalam hakekatnya dan manusia dalam bentuk kongkrit. 6
Meskipun demikian untuk memahami secara mendasar dan pada umumnya ada
tiga kata yang sering digunakan al-Qur’an untuk merujuk kepada arti manusia,
yaitu insan dengan segala modelnya, yaitu ins, al-nas, unas atau insan, dan kata
basyar serta kata bani Adam atau zurriyat Adam.7

2.2 Pengertian Al-Basyar

Kata al-basyar dipakai untuk menyebut semua makhluk manusia baik laki-
laki maupun perempuan, satu maupun banyak. Kata basyar adalah jamak dari kata
basyarah yang berarti permukaan kulit muka, wajah dan tubuh yang menjadi
tempat tumbuhnya rambut. Ibn Barjah mengartikannya sebagai kulit luar. Al-Laits
mengartikannya sebagai permukaan kulit pada wajah dan tubuh manusia, karena
itu kata mubasyarah diartikan mulamasah yang berarti persentuhan antara kulit
laki-laki dan kulit perempuan, disamping itu kata mubasyarah diartikan sebagai
al-wath’ atau al-jima` yang berarti persetubuhan. Pemakaian kata basyar di
beberapa tempat dalam Alquran memberikan pengertian bahwa yang dimaksud
adalah anak adam yang biasa makan dan berjalan di pasar-pasar, dan di dalam
pasar itu mereka saling bertemu atas dasar persamaan.8

Jadi basyar untuk menyebut pada semua makhluk, mempunyai pengertian

adanya persamaan umum yang selalu menjadi ciri pokok. Ciri pokok itu adalah

kenyataan lahiriah yang menempati ruang dan waktu, serta terikat oleh hukum-

hukum alamiahnya. Manusia dalam pengertian basyar mempunyai bangunan

tubuh yang sama, makan dan minum dari bahan yang sama yang ada dalam alam

6Lihat Dawam Raharjo, Pandangan al-Qur’an Tentang Manusia Dalam Pendidikan Dan Perspektif
al-Qur’an (Yogyakarta : LPPI, 1999), h. 18.
7Lihat: Rif’at Syauqi Nawawi, Konsep Manusia Menurut al-Qur’an dalam Metodologi Psikologi
Islami, Ed. Rendra (Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2000), h. 5.
8Usman, M Ali, Manusia Menurut Islam, Bandung: Mawar, 1970, h. 49

6
ini, dan oleh bertambahnya usia, kondisi tubuhnya akan menurun, menjadi tua dan

akhirnya ajal pun menjemputnya. Oleh karena itu, manusia dalam pengertian

basyar tergantung sepenuhnya kepada alam, pertumbuhan dan perkembangan


fisiknya tergantung pada apa yang dimakan dan diminumnya. Dengan demikian,

pemakaian basyar untuk merujuk dimensi alamiahnya yang menjadi ciri pokok

manusia pada umumnya, makan, minum dan meninggal dunia.

Dengan memahami konsep manusia dari sudut pandang Penciptanya,

diharapkan dapat diambil manfaat yaitu munculnya kesadaran terhadap kebenaran


firman-firman Tuhan, yang pada gilirannya membentuk pandangan teosentris.

Dalam Alquran, kata basyar (tanpa menggunakan alif-lam) sebanyak 31 kali, al-

basyar (dengan menggunakan alif-lam) sebanyak 5 kali dan basyarain (tanpa alif-

lam dalam bentuk dual) sebanyak 1 kali (al-Hasani, t.t.: 52-53). Dari semua ayat

tersebut, khususnya basyar dan al-basyar dapat diklasifikasikan menjadi 6 bagian, 9


yaitu:

1. Menggambarkan dimensi fisik manusia

Ada satu ayat yang menyebutkan basyar dalam pengertian kulit manusia,

yaitu (Neraka Saqar) akan membakar kulit manusia/lawwahah li al-basyar (lihat

Al-quran Surat 74: 27-29).

2. Menyatakan Seorang Nabi adalah Basyar

Ada 23 ayat yang menyatakan bahwa kata basyar dipakai oleh Alquran

yang berhubungan dengan dengan Nabi dan kenabian, dan 12 diantaranya

9Hasan Langgulung, Manusia Dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1984., h. 107

7
menyatakan bahwa seorang nabi adalah basyar, yaitu secara lahiriah mempunyai

ciri yang sama yaitu makan dan minum dari bahan yang sama. Antara lain

dinyatakan, bahwa para pemuka orang-orang yang kafir dan mendustakan akan

menemui hari akhirat: Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu/basyar

mitslukum Lihat Alquran Surat 23: 33-34. Lihat juga 14: 10-11, 18: 110, 21: 3,

23: 24, 26: 154 dan 186, 36: 15, 41: 6 dan 11: 27.

Basyar mitslukum di atas ditafsirkan oleh al-Naisaburi sebagai Adami atau

anak keturunan Adam yang tidak punya kelebihan apapun atas anak Adam

(manusia) lainnya. Namun ayat ini jelas hanyalah klaim orang-orang kafir.

3. Menyatakan tentang kenabian

Ayat yang menyatakan kata basyar dipakai oleh Alquran dalam kaitannya

dengan kenabian sebanyak 11 buah, antara lain: Tidak wajar bagi seorang

manusia (basyar) yang Allah berikan kepadanya al-Kitab, hikmah dan kenabian,

lalu ia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-

penyembahku bukan penyembah Allah” (Alquran Surat 3: 79. Lihat juga 6: 91,

42: 51, 74: 31, 12: 31, 17: 93-94, 23: 34, dan 54: 24). al-Thabathaba’i (1972: 275)

menafsirkan, tidak patut bagi seorang manusia (dalam hal ini Nabi) yang

diberikan Tuhan karunia yang berlimpah, lalu memproklamirkan dirinya agar

disembah, hanya karena ia diberikan al-Kitab, hikmah dan kenabian.

4. Menunjukkan Persentuhan Laki-laki dan Perempuan

Ada 2 ayat yang menyebutkan kata basyar dalam kaitannya dengan per-

sentuhan antara laki-laki dan perempuan. Maryam berkata: “Bagaimana mung-kin

8
akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusia (wa

lam yamsasni basyar) pun menyentuhku, dan akan bukan pula seorang pezina”

(lihat Alquran Surat 19: 20, lihat juga 3: 47) Lam yamsasni basyar, ditafsirkan

oleh al-Naisaburi dengan tidak pernah seorang suami pun mendekatiku, wa lam

aku baghiyya, bukan pula seorang lacur (mendekatiku), dan aku sendiri bukan

seorang pezina. Seorang anak tidak mungkin ada kecuali dari (hubungan) suami

isteri atau berzina.10

5. Menggambarkan Manusia pada umumnya

Alquran yang menggunakan kata basyar dalam pengertian manusia pada

umumnya sebanyak 5 ayat, antara lain: “Ini tidak lain hanyalah perkataan

manusia” (In hadza illa qawl al-basyar (Alquran Surat 74: 25, lihat juga 19: 17,

74: 36, 19: 26). Kebanyakan mufassir tidak mengomentari lagi ayat ini karena

sudah sangat jelas kandungannya, namun al-Sayuthi dan al-Mahalli sedikit

memberikan penjelasan bahwa ini merupakan rekaman perkataan orang-orang

kafir dimana mereka mengatakan sesungguhnya Alquran itu hanya ajaran yang

disampaikan oleh manusia  biasa  menambahkan, bahwa orang-orang kafir

mengatakan Alquran itu hanya dikutip dari perkataan orang lain (ma-nusia biasa)

saja, bukan kalam Allah sebagaimana dakwaannya (Muhammad).11

10Usman, M Ali, Manusia Menurut Islam, Bandung: Mawar, 1970, h. 109


11Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, Jakarta
Gema Insani Press, 1995, h. 152

9
6. Menyatakan proses penciptaan dari tanah

Yang menyatakan arti basyar sebagai proses penciptaan manusia dari

tanah ada 4 ayat, antara lain: Di antara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah Dia

menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang

berkem-bang biak/basyar tantasyirun (Alquran Surat 30: 29. Lihat juga 38: 71,
dan 15: 28). Dia menciptakan kamu dari tanah, dimaksud adalah basyar

(manusia), kemudian menjadi manusia yang terdiri dari daging dan darah yaitu

keturunannya yang tersebar di permukaan bumi (al-Naisaburi, 1994: 431)

Menunjukkan manusia akan menemui kematian.

Bani Adam, menunjukkan asal-usul kejadian manusia, yaitu dari Adam.

Dia memuliakan anak-anak Adam dengan memberi mereka akal, bias berbicara,

bias menulis, bias membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, bentuk

tubuh yang baik, bias berdiri tegak serta bias mengatur kehidupan, baik sekarang

di dunia maupun untuk nanti di akhirat.


2.3 Asal Kejadian Manusia

Asal usul manusia dalam pandangan Islam tidak terlepas dari figur Adam
sebagai manusia pertama. Adam merupakan manusia pertama yang diciptakan
Allah di muka bumi dengan segala karakter kemanusiaannya, yang memiliki sifat
kesempurnaan lengkap dengan kebudayaannya sehingga diangkat menjadi
khalifah di muka bumi, sesuai dengan firman Allah:

10
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat
“Sesungguhya Akuhendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi.” Mereka
berkata: “Mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
engkau?” Tuhan berfirman: “sesungguhnya aku mengetahui apa yan tidak kamu
ketahu”. (QS.al-Baqarah: 30).

Manusia yang baru diciptakan Allah itu adalah Adam yang memiliki
intelegensi yang paling tinggi dibandingkan dengan makhluk Allah lainnya dan
memiliki nilai-nilai kemanusiaan. Sehingga manusia dapat membentuk
kebudayaannya. Dalam al-Qur’an dijelaskan tentang proses penciptaan manusia
yang berawal dari percampuran antara laki-laki dengan perempuan yang tahapan
pembuahan sperma dalam janin melalui lima tahap: al-nutfah3, al-‘alaqah 4, al-
mudhgah 5, al-‘idham 6, dan al-lahm 7. Sesuai dengan firman Allah dalam al-
Qur’an surat al-Mu’minun ayat 12-14,

Artinya: “Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu


saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan
segumpal darah, dan segumpal darah itu kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu kami jadikan segumpal daging. Kemudian kami jadikan dia
makhluk yang(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, pencipta yang paling
baik”. (QS. al-Mu’minun ayat 12-14)

11
Menurut embriologi, proses kejadian manusia ini terbagi dalam tiga
periode:

1. Periode pertama, periode ovum. Periode ini dimulai dari fertilasi


(pembuahan) karena adanya pertemuan antara sel kelamin laki-laki
(sperma) dengan sel perempuan (ovum), yang kedua intinya bersatu
dan membentuk suatu zat yang baru disebut zygote. Setelah fertislasi
berlangsung, zygote membelah menjadi dua, empat, delapan, enam
belas sel dan seterusnya. Selama pembelahan ini, zygote bergerak
menuju ke kantong kehamilan kemudian melekat dan akhirnya masuk
ke dinding rahim. Peristiwa ini dikenal dengan istilah implantasi.
Nutfah yaitu tetesan cairan yang mengandung gamet pria dan wanita
kemudian tersimpan di dalam Rahim (Qararin Makin) atau uterus yaitu
suatu wadah untuk perkembangan embrio. Alaqah yaitu embrio
(segumpal darah) yang berumur 24-25 hari, Mudghah yaitu embrio
(segumpal daging) yang berumur 26-27 hari, Al-‘idham yaitu tulang
belulang dan Al-lahm yaitu daging untuk membungkus tulang.
2. Periode kedua, periode embrio yaitu periode pembentukan organ.
Terkadang organ tidak terbentuk dengan sempurna atau sama sekali
tidak terbentuk, misalnya jika hasil pembelahan zygote tidak
bergantung atau berdempet pada dinding rahim. Ini yang dapat
mengakibatkan keguguran atau kelahiran dengan cacat bawaan.
3. Periode ketiga periode foetus yaitu periode perkembangan dan
penyempurnaan organ,dengan pertumbuhan yang amat cepat dan
berakhir dengan kelahiran (Assegaf, 2005: 105).

Dengan demikian bahwa antara al-Qur’an surat al-Mukminun ayat 12-14


ada kesesuaian dengan embriologi dalam proses kejadian manusia, nyata bahwa
dalam periode ketiga yang disebut al-Qur’an sebagai al-mudghah merupakan

12
periode kedua menurut embriologi (periode embrio). Dalam periode inilah
terbentuknya organ-organ penting. Adapun periode keempat dan kelima menurut
al-Qur’an sama dengan periode ketiga atau foetus.

2.4 Tugas, Fungsi Dan Peran Manusia

Karena kita telah menerima dan meyakini sebagai hamba Allah yang
berkewajiban ibadah, maka Allah memberikan memberikan tuntunan bagaimana
cara merealisasikannya dengan benar sesuai kehendak-Nya. 

1. Manusia adalah hamba Allah yang wajib beribadah, ibadah adalah


kewajiban makhluk kepada sang Khaliq, ini adalah jalan satu-satunya
menggapai ridhanya sekaligus untuk membuktikan status sebagai
hamba. Ibadah dalam artian kita hanya menyembah Allah degan tidak
mempersekutukannya dengan apapun (tidak syirik).

a. Makna dan Ruang Lingkup Ibadah, Seperti yang kita ketahui


bahwa setiap aktivitas kita akan dimintai pertanggungjawabannya,
maka sudah selayaknya kita memaksimalkan seluruh potensi (akal,
jasad, dan jiwa) serta meniatkannya dan setiap aktivitas hidup kita
semata-mata dalam rangka ibadah kepada Allah. Ibadah bukan
hanya ritual dalam artian shalat wajib, zakat, sedekah, infaq, puasa,
membaca al-Quran, shalawat, haji, dan sebagainya, akan tetapi
ibadah melingkupi seluruh aspek hidup dan kehidupan kita baik
sebagai individu maupun dalam hal bermasyarakat.
b. Realisasi Ibadah sebagaimana di awal telah diterangkan bahwa
ibadah adalah perintah Allah kepada kita. Kita tidak bias mengada-
ada (bid’ah) atau berinisiatif. Ibadah hanya benar bila sesuai
dengan pedoman pelaksanaan yang benar, yakni al-Quran.

13
2. Fungsi Kekhalifahan Manusia‘Abid atau hamba adalah jabatan
tertinggi yang disematkan Allah kepada manusia. jabatan hamba disini
bisa juga bermakna pembantu, ajudan, mandataris, atau dengan kata
lain wakil. Dengan demikian, sebagai hamba Allah, manusia
berkewajiban mewakili “keberadaan” Allah di muka bumi.
3. Peran Pengemban Amanah Allah, Dalam rangka memenuhi tanggung
jawab sebagai khalifah, menusia diberikan amanah. Peran manusia
adalah sebagai pengemban amanah dari Allah, yaitu mengelola atau
memaksimalkan sumber daya yang tersedia di alam untuk kepentingan
penghambaan seluruh manusia kepada Allah dalam setiap individu
manusia dan dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga, keadilan
Allah di muka bumi dapat terwujud.

2.5 Manusia Dari Alam Ke Alam

Perjalanan hidup manusia sebenarnya sudah terperinci. Semua awal


kehidupan dimulai dari alam ruh, lalu kehidupan dunia, dan berakhr di surga atau
neraka. Ruh manusia itu berasal dari alam arwah (alam yang hakikatnya tidak
dapat diketahui oleh manusia di mana tempatnya), sedangkan jasmani berasal dari
tanah. Setelah keduanya digabung menjadi satu, manusia dimasukkan ke alam
yang kedua yaitu alam rahim (alam kandungan). Sebelum dilahirkan, manusia
melakukan perjanjian dengan Allah SWT. Jika manusia menyanggupi, maka ia
akan lahir dan hidup di dunia, namun jika tidak, Allah tidak akan menakdirkannya
menjalani kehidupan di muka bumi. Setelah terlahir dari perut ibunya, manusia
memasuki alam ketiga yaitu alam dunia (alam fana). Di alam dunia ini manusia
akan tinggal untuk sementara sesuai dengan jatah umur yang diberikan Allah
SWT.

14
Allah SWT. berfirman :

َ ‫ت َواَأْل ْر‬
‫ض َو َما‬ ِ ‫اوا‬ َّ ‫ق هَّللا ُ ال‬
َ ‫س َم‬ ِ ُ‫َأ َولَ ْم يَتَفَ َّك ُروا فِي َأ ْنف‬
َ َ‫س ِه ْم ۗ َما َخل‬
َ ‫ق َوَأ َج ٍل ُم‬
ِ ‫س ّمًى ۗ َوِإنَّ َكثِي ًرا ِم َن النَّا‬
‫س ِبلِقَا ِء َربِّ ِه ْم‬ ِّ ‫بَ ْينَ ُه َما ِإاَّل بِا ْل َح‬
‫ون‬ َ ‫لَ َكافِ ُر‬

Artinya: “Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri


mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara
keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan
sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan
pertemuan dengan Tuhannya.” (QS. Ar-Rum:8)

Kemudian setelah manusia mati, baik secara husnul khatimah maupun suul
khatimah, ia akan memasuki alam keempat, yaitu alam kubur (alam barzakh). Di
alam keempat ini manusia akan tinggal sampai hari kiamat atau hari kebangkitan
(yaumul ba’ts) tiba. Setelah dibangkitkan kembali, manusia akan memasuki alam
kelima yaitu Padang Mahsyar. Dan di Padang Mahsyar inilah semua manusia
akan mempertanggungjawabkan seluruh amal perbuatannya selama hidup di
dunia.
Nabi yang mulia Saw bersabda:

‫القب ُر ا ّما روضةُ من ریاض الجنّة او حفرة من ُحفَر النار‬

Kuburan (barzah) adalah kebun dari kebun-kebunnya surga atau jurang


dari jurang-jurangnya neraka.

15
Utsman bin Affan Radhiallahu’anhu berkata:

‫ « إن القبر أول منازل اآلخرة فمن‬: ‫سمعت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يقول‬
‫ فقال عثمان رضي‬: ‫ ومن لم ينج منه فما بعده أشد منه » قال‬، ‫نجا منه فما بعده أيسر منه‬
‫ ما رأيت منظرا قط إال والقبر أفظع منه‬: ‫هللا عنه‬

“Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Alam


kubur adalah awal perjalanan akhirat, barang siapa yang berhasil di alam kubur,
maka setelahnya lebih mudah. Barang siapa yang tidak berhasil, maka setelahnya
lebih berat’Apabila ia berbuat baik selama hidupnya, maka surgalah bagiannya,
dan apabila selama hidupnya banyak berbuat maksiat, maka nerakalah yang akan
menjadi tempat kedudukannya. Surga dan neraka adalah alam yang keenam
setelah alam Mahsyar.

Allah berfirman tentang neraka:

ِ َّ‫ ) لِلط‬21(‫صادًا‬
) 22( ‫اغينَ َمآبًا‬ َ ‫ِإنَّ َج َهنَّ َم َكانَتْ ِم ْر‬

“Sesungguhnya neraka Jahanam itu ada tempat pengintaian. Sungguh


neraka Jahanam itu menjadi tempat tinggal bagi orang-orang yang melampaui
batas”. (QS. An-Naba’: 21-22).

Tentang surga, Allah ‘azzawajalla berfirman:

, َ‫ض ُأ ِعدَّتْ لِ ْل ُمتَّقِين‬


ُ ‫اواتُ َواَأْل ْر‬
َ ‫س َم‬ ُ ‫سا ِرعُوا ِإلَ ٰى َم ْغفِ َر ٍة ِمنْ َربِّ ُك ْم َو َجنَّ ٍة ع َْر‬
َّ ‫ض َها ال‬ َ ‫“و‬
َ

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada


surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Surga yang telah disediakan untuk
orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali-Imran: 133).

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan tujuan untuk bertaqwa


kepada Allah SWT dengan cara menjalankan perintahnya dan menjauhi larangan-
larangannya, seperti beribadah kepada Allah SWT, berbagi cinta dan kasih kepada
sesama makhluk-Nya. Sebagai makhluk yang sempurna dimata Allah SWT,
hendaknya manusia selalu mengingat Allah di setiap hembusan nafasnya.

Kata basyar dipakai dalam Alquran sangat terbatas, antara lain untuk
menunjukkan manusia pada umumnya seperti yang tampak pada fisiknya yang
bergantung sepenuhnya pada makan dan minum dari apa yang ada di bumi
(Alquran Surat 23:33). Dengan melihat konteks penggunaan kata basyar dalam
Alquran, maka dapat disimpulkan bahwa sebetulnya kata basyar menunjukkan
pengertian manusia dalam hubungannya dengan perbuatan yang melibatkan
tubuhnya, yang tampak pada luarnya, yang bergerak dan berjalan-jalan

17
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan


Masyarakat, Jakarta Gema Insani Press, 1995

Departemen Agama RI. al-Qur’an dan Terjemahnya. al-Madinah alMunawwarah:


Mujamma’ al-Malik Fahd, 1418 H.

Hidayatulloh, Deden Syarif. 2019. Islam Pedoman Hidup dan


Kehidupan. Bandung: ED Write Publishing

Kosim, Abdul. 2018. Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT REMAJA ROSDA


KARYA 3. Telkom Polytechnic, Agama Islam 

Matdawam, M. Noor. Manusia, Agama dan Kebatinan. Cet. V; Yogyakarta: Bina


Karier, 1999.

Nawawi, Rif’at Syauqi. Konsep Manusia Menurut al-Qur’an dalam Metodologi


Psikologi Islami, Ed. Rendra. Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2000.

Raharjo, Dawam. Pandangan al-Qur’an tentang Manusia Dalam Pendidikan Dan


Perspektif al-Qur’an. Yogyakarta: LPPI, 1999.

Rasjidi, H.M. Persoalan-Persoalan Filsafat. Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1984.

Shihab, M Quraish. Tafsir al-Mishbah. Cet. IV; Jakarta: Lentera Hati, 2005.

---------------, Dia Ada Dimana-mana. Cet. IV; Jakarta: Lentera Hati, 2006 Kosim,
Abdul. 2018. Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT REMAJA ROSDA
KARYA3. Telkom Polytechnic, Agama Islam 

Usman, M Ali, Manusia Menurut Islam, Bandung: Mawar, 1970.

18

Anda mungkin juga menyukai