Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM”

Dosen Pengampu :

Dr.Hj.Ai Surtika Dewi,MM

Disusun oleh :

Anugrah Taufik Firmansyah (1201423014)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


STIE WIBAWA KARTA RAHARJA
PURWAKARTA (2023)
KATA PENGANTAR
‫يم‬
ِ ‫لر ِح‬
َ ‫لرحْ َم ٰـ ِن ٱ‬
َ ‫ّلل ٱ‬
ِ َ ‫س ِم ٱ‬
ْ ‫ِب‬

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
rahmat, inayah, taufik dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini tepat pada waktunya. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi pembaca
untuk memperdalam ilmu agama.
Penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan terhadap makalah ini.
Oleh kerena itu, penulis meminta kepada para pembaca untuk memberikan
masukan bermanfaat yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini
agar dapat diperbaiki bentuk maupun isi makalah sehingga kedepannya dapat
menjadi lebih baik.

Purwakarta, 1 November 2023

Anugrah T F

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................... ii


Daftar Isi ............................................................................................................ iii
Bab I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2
C. Ruang Lingkup ......................................................................................... 2
D. Metode Penulisan ..................................................................................... 2
Bab II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3
A. Konsep Manusia........................................................................................ 3
B. Eksistensi dan Martabat Manusia ............................................................ 5
C. Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba Allah dan Khalifatullah ....... 7
D. Landasan Teoritis ...................................................................................... 7
E. Landasan Teologis .................................................................................... 8
Bab III PENUTUP ........................................................................................... 10
A. Simpulan .................................................................................................. 10
B. Saran ........................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Makalah ini kami tujukan untuk masyarakat umum khususnya di kalangan remaja,
pelajar dan generasi muda yang tidak lain adalah sebagai generasi penerus bangsa agar kita
semua memahami konsep manusia dalam dunia islam serta memahami tanggung jawab
manusia sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi. Kajian tentang manusia telah banyak
dilakukan para ahli, yang selanjutnya dikaitkan dengan berbagai kegiatan, seperti politik,
ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, agama dan lain sebagainya. Hal tersebut dilakukan karena
manusia selain sebagai subjek (pelaku), juga sebagai objek (sasaran) dari berbagai kegiatan
tersebut, dari pemikiran ini selanjutnya memunculkan banyak sebutan atau predikat untuk
manusia yang dikemukakan para ahli filsafat, misalnya; homo sapiens, (makhluk yang
mempunyai budi pekerti/berakal), animal rational atau hayawan nathiq (binatang yang dapat
berpikir), homo laquen (makhluk yang pandai menciptakan bahasa), zoon politicoi (makhluk
yang pandai bekerja sama), homo economicus (makhluk yang tunduk kepada prinsip-prinsip
ekonomi), homo religious (makhluk yang beragama), homo planemanet (makhluk ruhaniah-
spiritual), homo educandum (makhluk yang dapat dididik/educable), serta homo faber
(makhluk yang selalu membuat bentuk-bentuk baru).
Dalam konsepsi Islam, manusia merupakan satu hakikat yang mempunyai dua dimensi,
yaitu dimensi material (jasad) dan dimensi immaterial (ruh, jiwa, akal dan sebagainya). Unsur
jasad akan hancur dengan kematian, sedangkan unsur jiwa akan tetap dan bangkit kembali pada
hari kiamat. (QS. Yasin, 36: 78-79). Manusia adalah makhluk yang mulia, bahkan lebih mulia
dari malaikat (QS. al-Hijr, 15: 29). Bahkan manusia adalah satu-satunya mahluk yang mendapat
perhatian besar dari Al-Qur’an, terbukti dengan begitu banyaknya ayat al-Qur‟an yang
membicarakan hal ikhwal manusia dalam berbagai aspek-nya, termasuk pula dengan nama-
nama yang diberikan al-Qur’an untuk menyebut manusia, setidaknya terdapat lima kata yang
sering digunakan Al-Qur’an untuk merujuk kepada arti manusia, yaitu insan atau ins atau al-
nas atau unas, dan kata basyar serta kata bani adam atau durriyat adam.
Berbicara dan berdiskusi tentang manusia memang menarik dan tidak pernah tuntas.
Pembicaraan mengenai makhluk psikofisik ini laksana suatu permainan yang tidak pernah
selesai. Selalu ada saja pertanyaan mengenai manusia. Para ahli telah mencetuskan pengertian
manusia sejak dahulu kala, namun sampai saat ini pun belum ada kata sepakat tentang
pengertian manusia yang sebenarnya.
Oleh karena itu kami sebagai penulis melalui makalah ini ingin mengingatkan kembali
kepada para pembaca mengenai eksistensi dan manusia dalam pandangan islam serta tanggung
jawab manusia sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi.

1
B. Tujuan Penulisan
1. Dapat Memberikan Pemahaman mengenai pengertian dan konsep manusia dalam
pandangan islam
2. Dapat Memberikan Pemahaman mengenai eksistensi dan martabat manusia dalam
pandangan islam
3. Dapat Memberikan Pemahaman mengenai tanggung jawab manusia sebagai hamba Allah
dan khalifah di muka bumi

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari penulisan makalah ini adalah mencakup aspek tentang konsep dan
pengertian manusia, eksistensi dan martabat manusia serta tanggung jawab manusia sebagai
hamba Allah dan khalifah di muka bumi.

D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan menggunakan
metode pustaka yaitu beupa mencari dan mengumpulkan beberapa sumber dari internet maupun
buku yang mengenai informasi seputar konsep manusia dalam pandangan islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Manusia
Pemikiran tentang hakikat manusia, sejak zaman dahulu sampai zaman modern ini juga
belum berakhir dan tak akan berakhir. Ternyata orang menyelidiki manusia dari berbagai sudut
pandang, ada yang memandang manusia dari sudut pandang budaya disebut Antropologi
Budaya, ada juga yang memandang dari segi hakikatnya disebut Antropologi Filsafat.
Memikirkan dan membicarakan mengenai hakikat manusia inilah, yang menyebabkan orang
tidak henti-hentinya berusaha mencari jawaban yang memuaskan tentang pertanyaan yang
mendasar tentang manusia yaitu apa, bagaimana, dan kemana manusia itu nantinya. Berbicara
mengenai apa itu manusia, ada beberapa aliran yang mendasari yaitu :
1. Aliran serba zat, mengatakan bahwa yang sungguh-sungguh ada hanyalah zat atau materi.
Zat atau materi itulah hakekat dari sesuatu. Alam ini adalah materi dan manusia adalah
unsur dari alam maka dari itu hakikat dari manusia itu adalah zat atau materi.
2. Aliran serba roh, berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia ini adalah
roh, begitu juga hakikat manusia adalah roh. Adapun zat itu adalah manifestasi daripada roh
di dunia ini.
3. Aliran dualisme, mencoba untuk meyakinkan kedua aliran di atas. Aliran ini menganggap
bahwa manusia itu pada hakikatnya terdiri dari dua substansi yaitu jasmani dan rohani.
Kedua substansi ini masing-masing merupakan unsur asalnya, tidak tergantung satu sama
lain. Jadi badan tidak berasal dari roh, juga sebaliknya. Hanya dalam perwujudannya
manusia itu ada dua, jasad dan roh, yang keduanya berintegrasi membentuk yang disebut
manusia.
4. Aliran eksistensialisme, yang memandang manusia secara menyeluruh, artinya aliran ini
memandang manusia tidak dari sudut zat atau serba roh atau dualisme, tetapi
memandangnya dari segi eksistensi manusia itu sendiri yaitu cara beradanya manusia itu
sendiri di dunia ini.
Dari keempat aliran tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa hakikat manusia
yang sebenarnya adalah sesuatu yang melatar belakangi keberadaanya di dunia ini sebagai
manusia yang terdiri dari jasmani dan rohani. Sedangkan dalam Islam sendiri, hakikat manusia
didasarkan pada apa yang diterangkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunah, atau melalui
pengenalan asal kejadian manusia itu sendiri. Hakikat manusia dalam Islam merupakan suatu
keberadaan yang mendasari diciptakannya manusia yang telah diberi amanat untuk mengatur
bumi (Khalifah) yaitu untuk mengabdi atau beribadah kepada Allah SWT sebagaimana firman
Allah SWT dalam Q.S.Adh-Dhariyat [51:56] yang artinya “Dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Hakikat manusia sebagai makhluk yang mulia ciptaan Allah memberikan makna bahwa
penciptaan merupakan pihak penentu dan yang diciptakan adalah pihak yang ditentukan, baik
mengenai kondisi maupun makna penciptaannya. Manusia tidak mempunya peranan apapun
dalam proses dan hasil penciptaan dirinya. Oleh karena itu ketidakmampuan manusia itu
merupakan peringatan bagi manusia. Seperti halnya manusia tidak ikut menentukan atau
memilih orang tuanya, suku atau bangsa dan lain-lain. Oleh karenanya manusia harus
menyadari atas ketentuan – ketentuan yang telah diberikan oleh Allah SWT. Sebagai makhluk
yang mulia, manusia dapat dilihat dari beberapa hal diantaranya :
1. Manusia adalah makhluk yang keberadaanya di dunia ini untuk mengadakan sesuatu,
artinya seorang manusia mempunyai tugas bekerja dalam hidupnya.
3
2. Manusia ada untuk berbuat yang baik dan membahagiakan manusia, artinya manusia ada
untuk mengadakan sesuatu yang benar serta bermanfaat, dari sanalah muncul segala bentuk
karya manusia meliputi kreatifitas dan dinamika di dalam kehidupanya.
3. Manusia adalah makhluk yang memiliki kebebasan dalam hidup, artinya kebebasan
manusia nampak melalui aneka kreasi dalam segala segi kehidupan dan melalui kebebasan
itulah muncul berbagai kegiatan.
4. Manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab. Dalam diri manusia ada kesadaran untuk
mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan dalam hidupnya. Misalnya dalam salah satu
wujud kesadaran religius, bahwa manusia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya
pada ilahi.
5. Manusia adalah makhluk yang mempunyai keterbatasan, walaupun manusia adalah
makhluk mulia.
Kelima hal tersebut merupakan perincian dari kehidupan manusia dalam islam sebagai makhluk
yang istimewa.

B. Eksistensi dan Martabat Manusia


Manusia perlu mengenal dan memahami hakikat dirinya sendiri agar mampu
mewujudkan eksistensi yang ada dalam dirinya. Pemahaman dalam hidup akan mengantar
manusia pada kesediaan untuk mencari makna serta arti kehidupan agar hidupnya tidak sia-sia.
Eksistensi manusia di dunia merupakan tanda kekuasaan Allah SWT terhadap hamba-hamba-
Nya, bahwa Dialah yang menciptakan, menghidupkan dan menjaga kehidupan manusia.
Dengan demikian, tujuan diciptakannya manusia dalam konteks hubungan manusia dengan
Allah SWT adalah dengan mengimani Allah SWT serta memikirkan ciptaan-Nya untuk
menambah keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Sedangkan dalam konteks hubungan
manusia dengan manusia serta manusia dengan alam adalah untuk berbuat amal, yaitu
perbuatan baik dan tidak melakukan kejahatan terhadap sesama manusia, serta tidak merusak
alam. Terkait dengan tujuan hidup manusia dengan manusia lain dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Tujuan Umum Adanya Manusia di Dunia
Dalam Q.S. Al-Anbiya [21:107] yang artinya “Dan tiadalah kami mengutus kamu,
melainkan untuk Rahmat bagi semesta alam” Ayat ini menerangkan tujuan manusia diciptakan
oleh Allah SWT dan berada didunia ini adalah untuk menjadi rahmat bagi alam semesta. Arti
kata rahmat adalah karunia, kasih sayang dan belas kasih. Jadi manusia sebagai rahmat
merupakan manusia yang diciptakan oleh Allah SWT untuk menebar dan memberikan kasih
saying kepada alam semesta.
2. Tujuan Khusus Adanya Manusia di Dunia
Tujuan khusus adanya manusia di dunia adalah sukses dunia dan akhirat dengan cara
melaksanakan amal shaleh yang merupakan investasi pribadi manusia sebagai individu. Allah
berfirman dalam Q.S. An-Nahl ayat [16:97] yang artinya “Barang siapa mengerjakan amal
shaleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya Allah
SWT akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan diberi balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dengan apa yang telah mereka kerjakan”.
3. Tujuan Individu dalam Keluarga
Manusia di dunia tidak hidup sendirian. Manusia merupakan makhluk sosial yang
mempunyai sifat hidup berkelompok dan saling membutuhkan satu sama lain.. Hampir semua
manusia, pada awalnya merupakan bagian dari anggota kelompok sosial yang dinamakan
keluarga. Dalam ilmu komunukasi dan sosiologi, keluarga merupakan bagian dari klasifikasi
4
kelompok sosial dan termasuk dalam small group atau kelompok terkecil karena paling sedikit
anggotanya. Namun keberadaan keluarga sangat penting karena merupakan bentuk khusus
dalam kerangka sistem sosial secara keseluruhan. Small group seolah-olah merupakan miniatur
masyarakat yang juga memiliki pembagian kerja, kode etik pemerintahan, prestige, ideologi,
dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan tujuan individu dalam keluarga adalah agar individu
tersebut menemukan ketentraman, kebahagiaan dan membentuk keluarga sakinah, mawaddah
dan warahmah. Manusia diciptakan berpasang-pasangan. Oleh sebab itu, wajar bagi manusia
baik laki-laki dan perempuan membentuk keluarga.
Tujuan manusia berkeluraga menurut Q.S. Ar-Rum [30:21] yang artinya "Dan diantara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu merasa tentram, dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih sayang .
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaaum yang
mau berfikir."
Tujuan hidup berkeluarga dari setiap manusia supaya tentram. Untuk menjadi keluarga yang
tentram, Allah SWT memberikan rasa kasih sayang. Oleh sebab itu, dalam kelurga harus
dibangun rasa kasih sayang satu sama lain.
4. Tujuan Individu dalam Masyarakat
Setelah hidup berkeluarga, manusia mempunyai kebutuhan untuk bermasyarakat. Tujuan
hidup bermasyarakat yaitu mencari keberkahan yang melimpah dalam hidup. Kecukupan
kebutuhan hidup ini menyangkut kebutuhan fisik seperti perumahan, makan, pakaian,
kebutuhan sosial (bertetangga), kebutuhan rasa aman, dan kebutuhan aktualisasi
diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat mudah diperoleh apabila masyarakat beriman dan
bertakwa. Apabila masyarakat tidak beriman dan bertakwa, maka Allah akan memberikan siksa
dan jauh dari keberkahan. Oleh sebab itu, apabila dalam suatu masyarakat ingin hidup damai
dan serba kecukupan, maka kita harus mengajak setiap anggota masyarakat untuk memelihara
iman dan takwa. Allah berfirman dalam Q.S. Al-A’raf [7:96] yang artinya“Jikalau sekiranya
penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya”.
Pada dasarnya manusia memiliki dua hasrat atau keinginan pokok, yaitu:
a. Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya yaitu masyarakat.
b. Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam di sekelilingnya.

5. Tujuan Individu dalam Bernegara


Sebagai makhluk hidup yang selalu ingin berkembang untuk menemukan jati diri sebagai
pribadi yang utuh, maka manusia harus hidup bermasyarakat/bersentuhan dengan dunia sosial.
Lebih dari itu manusia sebagai individu dari masyarakat memiliki jangkauan yang lebih luas
lagi yakni dalam kehidupan bernegara. Maka, tujuan individu dalam bernegara adalah menjadi
warga negara yang baik di dalam lingkungan negara untuk mewujudkan negara yang aman,
nyaman serta makmur.
6. Tujuan Individu dalam Pergaulan Internasional
Setelah kehidupan bernegara, tidak dapat terlepas dari kehidupan internasional/dunia luar.
Dalam era globalisasi, kita sebagai makhluk hidup yang ingin tetap eksis, maka kita harus
bersaing dengan ketat untuk menemukan jati diri serta pengembangan kepribadian. Jadi tujuan
individu dalam pergaulan internasional adalah menjadi individu yang saling membantu dalam
kebaikan dan individu yang dapat membedakan mana yang baik dan buruk dalam dunia
globalisasi agar tidak kalah dan terlena dengan indahnya dunia.
5
C. Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba Allah dan Khalifatullah
Manusia diturunkan ke bumi ini bukanlah hanya sebagai penghias atau pelengkap di
bumi semata, tetapi manusia sesungguhnya mempunyai kedudukan, peran, dan tugas yang telah
melekat padanya yang terbawa sejak ia lahir ke dunia.
Manusia telah dipilih oleh Allah untuk melaksanakan tanggung jawab sebagai hamba
Allah dan seorang khalifah di bumi,karena manusia merupakan makhluk yang paling istimewa
dibanding dengan makhluk-makhluk yang lainnya. Mereka dipilih untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan yang ada dengan cara mereka sendiri dan tanpa melepas tanggung jawab.
1. Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba Allah
Ayat Al-Qur’an menyebutkan bahwa manusia merupakan makhluk yang diciptakan
oleh Allah dari tanah, kemudian berkembang biak melalui sperma dan ovum dalam suatu ikatan
pernikahan yang suci serta proses biologis produktivitas manusia (Q.S Al- Mukminun:12-16)
Dalam konteks ini, Nabi Muhammad SAW bersabda, "Bahwasanya seseorang kamu
dihimpunkan kejadiannya di dalam perut ibu selama 40 hari, kemudian berupa segumpal darah
seperti itu pula lamanya, kemudian berupa segumpal daging seperti itu pula lamanya. Kemudian
Allah mengutus seorang malaikat, maka diperintahkan kepada malaikat: engkau tuliskanlah
amalannya, rezekinya, ajalnya, dan celaka atau bahagianya. Kemudian ditiupkanlah roh kepada
makhluk tersebut" (HR. Bukhari).20
Kesadaran bahwa manusia hidup di dunia sebagai makhluk ciptaan Allah dapat
menumbuhkan sikap andap asor dan mawas diri bahwa dirinya bukanlah Tuhan. Oleh sebab
itu, ia melihat sesama manusia sebagai sesama makhluk, tidak ada perhambaan antar manusia.
Jadi, seorang istri tidak menghamba pada suami, seorang pegawai tidak menghamba pada
pengusaha, dan seorang rakyat tidak menghamba pada pemerintah. Bagi manusia, yang patut
menerima perhambaan dari manusia tak lain adalah Allah. Allah tidak menciptakan manusia
selain untuk menghamba atau beribadah kepada-Nya (Q.S. Adz-Dzariyat:56). Segala yang ada
di langit dan bumi, baik dengan suka maupun terpaksa, sesungguhnya pun berserah diri kepada
Allah (Q.S. Ali Imran:83). Oleh karena itu, tidak berlaku konsep manusia sebagai homo homoni
lopus atau manusia sebagai pemangsa bagi manusia yang lain. Tidak ada keistimewaan antara
satu manusia dengan manusia lain kecuali taqwanya kepada Allah. Eksistensi manusia bukan
untuk menjadi yang terkuat (struggle for the strongest and the fittest), melainkan untuk menjadi
yang paling bijak (struggle for the wisest).
Sebagai hamba Allah, manusia memikul tanggung jawab pribadi, orang yang berdosa
tidak akan memikul dosa orang lain (Q.S. Al-An'am:164) dan pada hari kiamat nanti mereka
datang kepada Allah dengan sendiri-sendiri (Q.S. Maryam:95). Ini membuktikan bahwa
manusia sebagai hamba Allah memiliki kebebasan individual atas dirinya sendiri namun tetap
bertanggung jawab atas lingkungan sekitarnya.
2. Tanggung Jawab Manusia sebagai Khalifah di Muka Bumi
Khalifah berasal dari kata “khalafa” yang berarti mengganti. Khalifah diartikan
pengganti karena ia menggantikan yang didepannya. Dalam bahasa Arab, kalimat “Allah
menjadi khalifah bagimu” berarti Allah menjadi pengganti bagimu dari orang tuamu yang
meninggal. Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi berarti Allah menyerahkan
pengolahan dan pemakmuran bumi bukan secara mutlak kepada manusia. Di samping arti ini
khalifah juga menunjukan arti pemimpin negara atau kaum. Kata khalifah dengan arti
pemimpin terdapat dalam Q.S. Shad [38 :26] dimana Allah mengangkat Nabi Daud As. sebagai
khalifah di bumi untuk memimpin manusia dengan adil dan tidak mengikuti hawa nafsu.
Allah SWT. Memberikan anugerah-Nya kepada Bani Adam sebagai makhluk yang
paling mulia; mereka disebutkan di kalangan makhluk yang tertinggi yaitu para malaikat,
6
sebelum mereka di ciptakan. Untuk itu, Allah Swt berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah [2:30]
yang artinya "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka
berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah”. Arti khalifah pada Q.S. Shad [38:26]
bertugas untuk menegakkan hukum Allah di bumi dan menciptakan kemaslahatan manusia
sedangkan arti khalifah pada Q.S. Al-Baqarah [2:30] bertugas untuk memakmurkan dan
mengelola bumi.
Setiap kebajikan yang dilakukan manusia atas kehendak dan pilihannya itu merupakan
kemuliaan, malaikat yang bertabiat tunduk tidak dapat mencapai kemuliaan itu. Untuk itu ada
dua argumentasi manusia dijadikan khalifah di muka bumi, yang dapat dikemukakan yaitu :
a. Kemuliaan manusia pertama (Nabi Adam As) yang dapat digambarkan adanya perintah
Allah, supaya malaikat bersujud kepada Nabi Adam As. karena kekhususan Nabi Adam As.
yang memiliki ilmu pengetahuan, yang berbeda dengan ilmu pengetahuan malaikat yang
tidak memungkinkan karena dari usaha sendiri sesuai firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah
[2:32] yang artinya “Mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui
selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang
Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana."
b. Kekhalifahan Nabi Adam As. di muka bumi ini adalah karena mempunyai kemungkinan
untuk dibebani amanat kemanusiaan, serta pertanggungjawaban dari amal usahanya, serta
rentetan-rentetan cobaan, berbeda dengan malaikat yang ditakdirkan dengan patuh dan
bebas dari godaan-godaan.
Ayat-ayat Al-Qur'an yang menerangkan tentang khalifah selalu berkaitan dengan tugas-tugas
dan tanggung jawab. Hal ini memberikan suatu peringatan serta pelajaran kepada manusia
sebagai khalifah agar mereka melihat dan memandang keadaan sebelum mereka sendiri serta
apa yang harus mereka lakukan sebagai khalifah sebab semua perbuatan yang dilakukan akan
ada pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.
D. Landasan Teoritis
1.Menurut Ibn Arabi
Menurut Ibn‘Arabi bahwa tidak ada mahluk Allah SWT yang lebih sempurna
dibandingkan dengan manusia. Allah memberikan sifat-sifat rahbaniyah yang menjadikan
manusia hidup, mampu mengetahui, berkuasa, memiliki kehendak, mampu berbicara, mampu
mendengar, mampu melihat, dan mampu memutuskan (Ibn Arabi dalam Jalaluddin Rahmat
dalam Ramayulis, 2008). Ibn Arabi menyebut manusia sebagai insan kamil karena manusia
sebagai mahluk yang sempurna dari segi wujud dan pengetahuannya. Kesempumaan dari segi
wujud,terbukti karena manusia itu merupakan manifestasi yang paling sempurna dari citra
(tajalli)Tuhan. Sementara kesempumaan dari segi pengetahuan, karena manusia itu telah
mencapai tingkat kesadaran tertinggi, yaitu menyadari kesatuan esensinya dengan
Tuhan,yang disebut makrifat (suatu tahapan puncak atau maqam pencarian kebenaran
hakiki dalam perjalan spiritual manusia).Makrifah ini dimulai dengan mengenal dan
menyadari jati diri karena dengan mengenal jati dirinya, maka manusia akan mengenal
Tuhannya (Kholil,2006)
Konsep insan kamil dari Ibn Arabi menurut Abdul Karim al-Jili Dibagi menjadi tiga
tingkatan, yakni:“(1) tingkat permulaan yang merealisasikan sifat-sifat dari Tuhan pada diri
manusia; (2) at-Tawasut tingkat menengah yang berkaitan dengan realitas kasih Tuhan, apabila
ditingkatan permulaan merealiasaikan sifat-sifat Tuhan dalam tingkatan ini lebih naik setingkat
seperti adanya pengetahuan yang lebih di berikan oleh Tuhan; (3) al-Khitam yaitu mampu
merealisasikan citra Tuhan secara utuh dan mampu mengetahui segala rahasia takdir yang akan
datang”(Ali dalam Rizal, 2020)

7
2. Menurut al-Ghazali
Menurut al-Ghazali manusia merupakan ciptaan Allah SWT yang terdiri atas dua unsur
yakni jasmani dan rohani. Dianjurkan kepada manusia untuk dominan dalam mempergunakan
unsur rohani atau psikisnya jika manusia tersebut ingin hidup sesuai dengan fitrahnya. Hal
tersebut menjadi pembeda antara dirinya dengan makhluk lainnya. Namun jika unsur
jasmaninya yang dominan maka manusia akan kehilangan esensinya sebagai manusia (al-
Ghazali dalam Geffery Parinder (ed)dalam Ramayulis, 2008).
Al-Ghazali mengungkapkan bahwa akal merupakan salah satu dimensi terpenting pada diri
manusia karena akal sebagai alat berpikir telah memberi andil besar terhadap alur kehidupan
manusia Dilihat dari potensi dan kadar akal, menurut al-Ghazali bahwa terdapat dua klasifikasi
akal yaitu akal praktis dan akal teoritis. Akal praktis bertugas mengungkapkan gagasan akal
teoritis kepada daya penggerak (Almuharrikat) sekaligus merangsangnya menjadi aktual. Akal
praktis tersebut berfungsi untuk menggugah dan menggerakkan anggota tubuh dalam
melakukan aktivitas. Pengetahuan yang berasal dari akal praktis, biasanya hanya terbatas
dengan apa yang ada di hadapan kenyataan yang ada.Pengkajian lebih lanjut tentang hakikat
dari pengetahuan-pengetahuan itu sendiri menjadi tugas dari akal teoritis (Fuadi, 2013).
3.Menurut Hasan Al-Banna
Hasan Al-Banna mengungkapkan bahwa kajian tentang hakikat manusia merupakan
kajian yang paling menarik karena unik dan sulit dipahami oleh manusia itu sendiri. Manusia
terdiri tiga unsur pokok, yakni jasmani atau badan, akal dan hati (qalb). Pertama, jasmani atau
jazad atau badan yang terdiri atas tulang, kulit, daging, dll yang dimiliki manusia harus dirawat
dan digerakkan sesuai dengan fungsinya. Agar peserta didik terampil, cekatan, dan terhindar
dari berbagai kerusakan atau berbagai macam penyakit, maka diperlukan permberdayaan aspek
jasmani yang masuk dalam kategori domain psikomototrik.Kedua, akal berfungsi sebagai alat
untuk berfikir guna menyingkap rahasia alam dan pernak-pernik alam nyata. Penekanan dalam
penggunaan akal sesuai fungsinya dapat dilakukan melalui system pendidikan yang fokus pada
domain kognitif.Ketiga, hati atau qalb merupakan wadah dari pengajaran, kasih sayang, rasa
takut, dan keimanan. Hati manusia termuat hal yang dapat disadari oleh manusia itu sendiri.
Hati pada diri manusia dapat mendorong munculnya berbagai aktivitas sehingga jika hati baik
maka aktivitas manusia juga baik, begitu pula sebaliknya jika hati tidak baik maka aktivitas
yang dimunculkan pun tidak baik. Keberfungsian hati merupakan domain afektif (Susanto,
2009)

E. Landasan Teologis
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna yang Allah SWT ciptakan. Hal in
dikarenakan Allah SWT menciptakan manusia dengan akal dan fikiran, berbeda dengan
makhluk ciptaan Allah SWT lainnya. Allah SWT berfirman:
‫اْل ن ْ س َ ا َن ف ِ ي أ َ ْح س َ ِن ت َق ْ ِو يم‬
ِ ْ ‫خ ل َ قْ ن َ ا‬
َ ْ‫ل َ ق َ د‬
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya.”( QS. at-Tin [95]: 4)Surah at-Tin dimulai dengan sumpah Allah dengan at-Tin
(zatun)6yang kemudian Allah menjadikan ayat ini sebagai objek sumpah yaitu Allah
telah ciptakan dengan bentuk yang sebaik-baiknya. Allah SWT menjadikan bentuk fisik
dan lahir manusia sempurna, walaupun sebagian dari manusia memiliki kekurangan fisik,
namun itu tidak mengubah bahwa Allah menciptakan manusia itu indah dan sempurna
َ ٰ ‫ الن‬,َ ‫أَح ٰإ‬.Dan ada beberapa
terlepas keadaannya. Manusia di dalam ayat ini disebutkan dengan‫سان‬
kata lainnya yang diartikan sebagai manusia. Dalam bahasa Arab beda kata beda maksud
walaupun sama-sama dikatakan satu arti yakni manusia. Terdapat empat kata dalam Al-Qur’ān

8
yang akan dibahas pada kajian kali ini yaitu Al-Insān, al-Ins, an-Nāas, al-Basyar dan Bani
Adam.
1. Al-Insān
Kata Al-Insān disebutkan sebanyak 64 kali dalam al-Quran.8Kata ‫سان‬ َ ٰ ‫ الن‬berasal dari kata
‫سإا‬
َ ‫سن‬
ْ yang berarti manusia, kebalikan dari jin yang dalam arti bahasa Indonesi bermakna jinak
atau bersosial.9Secara bahasadiartikan harmonis,lemah lembut, tampak.10 Kata al-Insan
digunakan dalan al-Qur’an untuk menunjukan secara keseluruhan sebagai makhluk jasmani dan
rohani dan juga meletakan makna manusia secara umum. Ciri-ciri umum manusia yang
sudahkita ketahui sebelumnya seperti dapat berbicara, berfikir, mengembangkan diri,
ilmu, dan peradaban, mengetahui mana yang baik dan buruk dan lain sebagainya
menggambarkan makna al-Insan itu sendiri.
2. Al-Ins
Kata Al-Ins disebutkan sebanyak 18 kali dalam al-Qur’an.14Jika merujuk penggunaan al-
Qur’anterhadap kata al-insmaka yang dimaksudkan adalah jenis makhluk sehingga
diperhadapkan dengan jenis Jin.

ْ‫س أ َل َ ْم ي َ أ ْت ِ ك ُ ْم ُر س ُ ل ِم ن ْ ك ُ ْم ي َ ق ُ صُّ و َن ع َ ل َ ي ْ ك ُ ْم آ ي َ ا ت ِ ي َو ي ُ ن ْ ِذ ُر و ن َ ك ُ م‬ ِ ْ ‫اْل ن‬


ِ ْ ‫ن َو‬ ِ ‫ي َ ا َم ع ْ ش َ َر ا ل ْ ِج‬
‫س ن َ ا َو غ َ َر ت ْ هُ مُ ا ل ْ َح ي َ ا ة ُ ال دُّ ن ْ ي َ ا َو ش َِه دُوا‬ ِ ُ ‫لِ ق َ ا ءَ ي َ ْو ِم ك ُ مْ ٰه َ ذ َ ا ق َ ا ل ُ وا ش َِه ْد ن َ ا ع َ ل َ ٰى أ َن ْ ف‬
‫س ِه مْ أ َن َ هُ مْ ك َا ن ُ وا ك َا ف ِ ِر ي َن‬ِ ُ ‫ع َ ل َ ٰى أ َن ْ ف‬
“Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan
kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayat-Ku dan memberi peringatan
kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini? Mereka berkata: "Kami menjadi saksi atas
diri kami sendiri", kehidupandunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas
diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.”(QS. al-An’am [6]: 130)
3. Al-Nas
Kata al-Nas diartikan bahwa manusia adalah makhluk sosial dan memilki tabiat suka
bergaul. Manusia dalam kata al-nasadalah manusia yang tidak dapat melakukan semua hal
sendirian tanpa adanya bantuan orang lain. Terlepas apakah dia seorang muslim/muslimah
atau bukan.Makna al-nas bersifat lebih umum dibandingkan al-Insan.Penggunaan al-Naspada
al-Qur’an merujuk pada arti peringatan Allah kepada manusia, seperti:
‫ّللا ِ ي َ ْر ُز ق ُ ك ُ ْم ِم َن ال س َ َم ا ِء‬
َ ‫خ ا لِ ق غ َ ي ْ ُر‬
َ ‫ّللا ِ ع َ ل َ ي ْ ك ُ ْم ه َ ْل ِم ْن‬
َ ‫ت‬ َ ‫اس ا ذ ْ ك ُ ُر وا ن ِ ع ْ َم‬ ُ َ ‫ي َ ا أ َي ُّ هَ ا ال ن‬
ٰ
‫ض َّل إ ِ ل َ ه َ إ ِ َّل ه ُ َو ف َ أ َن َ ٰى ت ُ ْؤ ف َ ك ُو َن‬ ِ ‫اْل َ ْر‬ ْ ‫َو‬
“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang
dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan selain Dia;
maka mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)?” (QS. Fatir [35]: 3)Dalam ayat ini
manusia disuruh mengingat bagaimana besarnya nikmat Allah kepada kita manusia.
Nikmat itu diberikan Allah disertai dengan kasih-sayang. Nikmat itu ada dalam diri kita
sendiri dan ada di luar diri kita, tetapi berhubungan langsung dengan kita.16Allah
menggunakan

9
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Dapat disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk yang kompleks. Di ciptakannya
manusia di bumi oleh Sang Pencipta tidak hanya untuk diam saja, tetapi manusia dituntut untuk
selalu berperan aktif untuk berbuat kebaikan. Sebagai seorang manusia, kita juga harus menjadi
individu yang dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Manusia bukanlah makhluk yang sempurna, masih banyak kekurangan yang melekat
dalam diri manusia. Salah satu contohnya adalah kurangnya pemahaman manusia tentang
agama, oleh karena itu manusia dianjurkan untuk saling menghormati dan mengasihi satu sama
lain karena kita diciptakan tanpa adanya perbedaan. Selain itu, sebagai seorang manusia kita
harus mematuhi aturan yang ada.

B. Saran
Dari penulisan makalah ini, penulis menyarankan agar sebagai seorang manusia kita
harus menjadi individu yang dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Sebagai makhluk
sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri oleh karena itu kita harus saling tolong menolong
dalam kebaikan antar sesama.
Untuk kedepannya tugas dalam membuat makalah ini sangat dianjurkan untuk
dilanjutkan, karena bisa menambah wawasan manusia tentang pengetahuan Agama. Selain itu,
makalah ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk menggali lebih dalam Hakikat Manusia
menurut Islam.

10
DAFTAR PUSTAKA

IMM Tarbiyah. 2011. Tanggung Jawab Manusia sebagai Khilafah di


http://immdakwahpwt.blogspot.com/2011/09/babI-pendahuluan-manusiaadalah-makhluk.html
(diakses 3 April 2019)
Sayyida Ulya. 2014. Eksistensi dan Martabat Manusia di
https://saydaulya.blogspot.com/2014/12/makalah-eksistensi-dan-martabat-manusia.html
(diakses 27 Maret 2019)
Prasasti Lia. 2016. Eksistensi dan Martabat Manusia – Agama Islam di
http://lhialicious.blogspot.com/2016/03/eksistensi-dan-martabat-manusia-agama.html
(diakses 27 Maret 2019)
Finastri Annisa. 2016. Konsep Manusia dalam Islam di https://dalamislam.com/info-
islami/konsep-manusia-dalam-islam (diakses
2 April 2019)
Abdulmalik Abdulkarim (Hamka) Abdullah, Tafsir Al-Azhar, 8th ed.
http://www.jurnal.faiunwir.ac.id/index.php/Jurnal_Risalah/article/view/217/175 (singapura:
Pustaka Nasional Pte Ltd., 2001)

Syafei, I .Hakikat Manusia Menurut Islam. Psympathic : Jurnal Ilmiah Psikologi,


https://journal.uiad.ac.id/index.php/al-qalam/article/view/612/449 6(1), 743–756. doi:
10.15575/psy.v6i1.2132. . (2013).

11

Anda mungkin juga menyukai