Oleh:
1. Rixy Gita Permana (12422052)
2. Nela Az-zahra (1242100)
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat,
makalah ini tepat pada waktunya. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi pembaca untuk
Penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
sadar bahwa masih banyak kekurangan terhadap makalah ini. Oleh kerena itu,
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini agar dapat diperbaiki
bentuk maupun isi makalah sehingga kedepannya dapat menjadi lebih baik.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................3
3.1 Kesimpulan.............................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
Kajian tentang manusia telah banyak dilakukan para ahli, yang selanjutnya
dikaitkan dengan berbagai kegiatan, seperti politik, ekonomi, sosial, budaya,
pendidikan, agama dan lain sebagainya. Hal tersebut dilakukan karena manusia
selain sebagai subjek (pelaku), juga sebagai objek (sasaran) dari berbagai kegiatan
tersebut, dari pemikiran ini selanjutnya memunculkan banyak sebutan atau
predikat untuk manusia yang dikemukakan para ahli filsafat, misalnya; homo
sapiens, (makhluk yang mempunyai budi pekerti/berakal), animal rational atau
hayawan nathiq (binatang yang dapat berpikir), homo laquen (makhluk yang
pandai menciptakan bahasa), zoon politicoi (makhluk yang pandai bekerja sama),
homo economicus (makhluk yang tunduk kepada prinsip-prinsip ekonomi), homo
religious (makhluk yang beragama), homo planemanet (makhluk ruhaniah-
spiritual), homo educandum (makhluk yang dapat dididik/educable), serta homo
faber (makhluk yang selalu membuat bentuk-bentuk baru).
Dalam konsepsi Islam, manusia merupakan satu hakikat yang mempunyai dua
dimensi, yaitu dimensi material (jasad) dan dimensi immaterial (ruh, jiwa, akal
dan sebagainya). Unsur jasad akan hancur dengan kematian, sedangkan unsur jiwa
akan tetap dan bangkit kembali pada hari kiamat. (QS. Yasin, 36: 78-79). Manusia
adalah makhluk yang mulia, bahkan lebih mulia dari malaikat (QS. al-Hijr, 15:
29). Bahkan manusia adalah satu-satunya mahluk yang mendapat perhatian besar
dari Al-Qur’an, terbukti dengan begitu banyaknya ayat al-Qur‟an yang
membicarakan hal ikhwal manusia dalam berbagai aspek-nya, termasuk pula
dengan nama-nama yang diberikan al-Qur’an untuk menyebut manusia,
setidaknya terdapat lima kata yang sering digunakan Al-Qur’an untuk merujuk
3
kepada arti manusia, yaitu insan atau ins atau al-nas atau unas, dan kata basyar
serta kata bani adam atau durriyat adam.
mencakup aspek tentang konsep dan pengertian manusia, eksistensi dan martabat
manusia serta tanggung jawab manusia sebagai hamba Allah dan khalifah di muka
bumi.
I.3 Tujuan
4
BAB II
PEMBAHASAN
Hakikat manusia sebagai makhluk yang mulia ciptaan Allah memberikan makna
bahwa penciptaan merupakan pihak penentu dan yang diciptakan adalah pihak
yang ditentukan, baik mengenai kondisi maupun makna penciptaannya. Manusia
tidak mempunyai peranan apapun dalam proses dan hasil penciptaan dirinya. Oleh
karena itu ketidakmampuan manusia itu merupakan peringatan bagi manusia.
Seperti halnya manusia tidak ikut menentukan atau memilih orang tuanya, suku
atau bangsa dan lain-lain. Oleh karenanya manusia harus menyadari atas
ketentuan – ketentuan yang telah diberikan oleh Allah SWT. Sebagai makhluk
yang mulia, manusia dapat dilihat dari beberapa hal diantaranya :
5
hidupnya. Misalnya dalam salah satu wujud kesadaran religius, bahwa manusia
harus mempertanggungjawabkan perbuatannya pada ilahi.
Kelima hal tersebut merupakan perincian dari kehidupan manusia dalam islam
sebagai makhluk yang istimewa.
Manusia harus senantiasa mejalankan Dimensi Ubudiyah dalam arti seluruh aspek
kehiduan dan kegiatan manusia itu harus bernuansa ibadah (dilandaskan kepada
Allah SWT).
6
Istilah modern yang merujuk pada segala hal yang baru, berbau
“Modernus” yang dibentuk dari dua kata “modo dan ernus” yang menunjuk
kebaikan dan keutamaan yang tidak akan lekang di makan zaman. Prinsip
nilai Islam tidak akan mengantarkan umat pada jalan kesesatan selama setiap
“Aku telah meninggalkan pada kamu sekalian dua perkara yang kamu tidak akan
sesat selama kamu berpegang teguh kepada keduaya, yaitu : Kitab Allah dan
sunnah RasulNya”. [HR. Malik]
Dalam Q.S. Al-Anbiya [21:107] yang artinya “Dan tiadalah kami mengutus kamu,
melainkan untuk Rahmat bagi semesta alam” Ayat ini menerangkan tujuan
manusia diciptakan oleh Allah SWT dan berada didunia ini adalah untuk menjadi
rahmat bagi alam semesta. Arti kata rahmat adalah karunia, kasih sayang dan
belas kasih. Jadi manusia sebagai rahmat merupakan manusia yang diciptakan
7
oleh Allah SWT untuk menebar dan memberikan kasih saying kepada alam
semesta.
Manusia di dunia adalah sukses dunia dan akhirat dengan cara melaksanakan amal
shaleh yang merupakan investasi pribadi manusia sebagai individu. Allah
berfirman dalam Q.S. An-Nahl ayat [16:97] yang artinya “Barang siapa
mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya Allah SWT akan memberikan kepadanya kehidupan
yang baik dan akan diberi balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dengan apa yang telah mereka kerjakan”.
Secara garis besar, peran dan tanggungjawab manusia dapat dibagi kepada tiga
peran utama. Pertama, Manusia sebagai hamba Allah SWT. Barometer peran ini
adalah Tauhid. Kedua, Manusia sebagai makhluk sosial. Barometer peran ini
adalah sikap egalitarianisme, tolong menolong, dan toleransi. Ketiga, peran
sebagai khalifah fil-ardl yang merupakan pengejawantahan dari peran profetik
manusia. Untuk menjalankan kedua peran di atas bukanlah hal yang mudah.
Untuk itu Allah membekali manusia dengan potensi. Dengan bekal potensi itu
manusia bersedia menerima amanat tersebut, sehingga memungkin-kannya
mampu mengemban amanat itu. Lebih jaun lagi, potensi yang dimaksud bukan
saja potensi untuk dapat menunaikan amanat tersebut, tetapi potensi yang dapat
menunaikan amanat dengan baik dan bertanggungjawab. Potensi itu diwujudkan
melalui pemahaman serta penguasaan terhadap hukum-hukum kebenaran yang
terkandung dalam ciptaan-Nya, kemudian menyusun konsep-konsep serta
melakukan rekayasa untuk membentuk wujud baru dalam alam kebudayaan untuk
kemaslahatan umat manusia.
8
Dari beberapa pendapat ahli tafsir tersebut dapat difahami bahwa tugas hidup
manusia – yang merupakan amanah dari Allah – itu pada intinya ada dua macam,
yaitu : ’Abdullah (menyembah atau mengabdi kepada Allah), dan Khalifah Allah,
yang keduanya harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab.
Tugas hidup manusia sebagai ’abdullah bisa difahami dari firman Allah dalam
Q.S. Adz-Dzariyat ayat 56: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
Mengapa manusia bertugas sebagai ‘abdullah? Untuk menjawab masalah ini bisa
dikaitkan dengan proses kejadian manusia yang telah dikemukakan terdahulu.
Dari uraian terdahulu dapat difahami bahwa pada dasarnya manusia terdiri atas
dua substansi, yaitu jasad/materi dan roh/immateri. Jasad manusia berasal dari
alam materi (saripati yang berasal dari tanah), sehingga eksistensinya mesti
tunduk kepada aturan-aturan atau hukum Allah yang berlaku di alam materi
(Sunnatullah). Sedangkan roh-roh manusia, sejak berada di alam arwah, sudah
mengambil kesaksian di hadapan Tuhannya, bahwa mereka mengakui Allah
sebagai Tuhannya dan bersedia tunduk dan patuh kepadaNya (Q.S. al-A’raf: 172).
Karena itulah, kalau manusia mau konsisten terhadap eksistensi dirinya atau
naturnya, maka salah satu tugas hidup yang harus dilaksanakannya adalah
9
’abdullah (hamba Allah yang senantiasa tunduk dan patuh kepada aturan dan
KehendakNya serta hanya mengabdi kepadaNya).
Hanya saja diri manusia juga telah dianugerahi kemampuan dasar untuk memilih
atau mempunyai “kebebasan” (Q.S. al-Syams: 7-10), sehingga walaupun roh Ilahi
yang melekat pada tubuh material manusia telah melakukan perjanjian dengan
Tuhannya (untuk bersedia tunduk dan taat kepadaNya), tetapi ketundukannya
kepada Tuhan tidaklah terjadi secara otomatis dan pasti sebagaimana robot,
melainkan karena pilihan dan keputusannya sendiri. Dan manusia itu dalam
perkembangannya dari waktu ke waktu suka melupakan perjanjian tersebut,
sehingga pilihannya ada yang mengarah kepada pilihan baiknya (jalan ketaqwaan)
dan ada pula yang mengarah kepada pilihan buruknya (jalan kefasikan). Karena
itu Allah selalu mengingatkan kepada manusia, melalui para Nabi atau Rasul-
rasulNya sampai dengan Nabi Muhammad SAW. sebagai nabi/rasul terakhir, agar
manusia senantiasa tetap berada pada naturnya sendiri, yaitu taat, patuh dan
tunduk kepada Allah SWT. (’abdullah). Setelah rasulullah SAW. wafat, maka
tugas memperingatkan manusia itu diteruskan oleh para shahabat, dan para
pengikut Nabi SAW. (dulu sampai sekarang) yang setia terhadap ajaran-ajaran
Allah dan rasulNya, termasuk di dalamnya adalah para pendidik muslim.
Tugas hidup manusia juga sebagai khalifah Allah di muka bumi. Hal ini dapat
difahami dari firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah: 30:
10
Apa yang dimaksud dengan khalifah? Kata khalifah berasal dari kata “khalf”
(menggantikan, mengganti), atau kata “khalaf” (orang yang datang kemudian)
sebagai lawan dari kata “salaf” (orang yang terdahulu). Sedangkan arti khilafah
adalah menggantikan yang lain, adakalanya karena tidak adanya (tidak hadirnya)
orang yang diganti, atau karena kematian orang yang diganti, atau karena
kelemahan/tidak berfungsinya yang diganti, misalnya Abu Bakar ditunjuk oleh
umat Islam sebagai khalifah pengganti Nabi SAW, yakni penerus dari perjuangan
beliau dan pemimpin umat yang menggantikan Nabi SAW. setelah beliau wafat,
atau Umar bin Khattab sebagai pengganti dari Abu Bakar dan seterusnya; dan
adakalanya karena memuliakan (memberi penghargaan) atau mengangkat
kedudukan orang yang dijadikan pengganti. Pengertian terakhir inilah yang
dimaksud dengan “Allah mengangkat manusia sebagai khalifah di muka bumi”,
sebagaimana firmanNya dalam Q.S. Fathir ayat 39, Q.S. al-An’am ayat 165.
Tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi antara lain menyangkut
tugas mewujudkan kemakmuran di muka bumi (Q.S. Hud : 61), serta mewujudkan
keselamatan dan kebahagiaan hidup di muka bumi (Q.S. al-Maidah : 16), dengan
cara beriman dan beramal saleh (Q.S. al-Ra’d : 29), bekerjasama dalam
menegakkan kebenaran dan bekerjasama dalam menegakkan kesabaran (Q.S.
al-’Ashr : 1-3). Karena itu tugas kekhalifahan merupakan tugas suci dan amanah
dari Allah sejak manusia pertama hingga manusia pada akhir zaman yang akan
datang, dan merupakan perwujudan dari pelaksanaan pengabdian kepadaNya
(’abdullah).
11
Tugas-tugas kekhalifahan tersebut menyangkut: tugas kekhalifahan terhadap diri
sendiri; tugas kekhalifahan dalam keluarga/rumah tangga; tugas kekhalifahan
dalam masyarakat; dan tugas kekhalifahan terhadap alam.
Tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri meliputi tugas-tugas: (1) menuntut ilmu
pengetahuan (Q.S.al-Nahl: 43), karena manusia itu adalah makhluk yang dapat
dan harus dididik/diajar (Q.S. al-Baqarah: 31) dan yang mampu mendi-
dik/mengajar (Q.S. Ali Imran: 187, al-An’am: 51); (2) menjaga dan memelihara
diri dari segala sesuatu yang bisa menimbulkan bahaya dan kesengsaraan (Q.S. al-
Tahrim: 6) termasuk di dalamnya adalah menjaga dan memelihara kesehatan
fisiknya, memakan makanan yang halal dan sebagainya; dan (3) menghiasi diri
dengan akhlak yang mulia. Kata akhlaq berasal dari kata khuluq atau khalq.
Khuluq merupakan bentuk batin/rohani, dan khalq merupakan bentuk lahir/
jasmani. Keduanya tidak bisa dipisahkan, dan manusia terdiri atas gabungan dari
keduanya itu yakni jasmani (lahir) dan rohani (batin). Jasmani tanpa rohani adalah
benda mati, dan rohani tanpa jasmani adalah malaikat. Karena itu orang yang
tidak menghiasi diri dengan akhlak yang mulia sama halnya dengan jasmani tanpa
rohani atau disebut mayit (bangkai), yang tidak saja membusukkan dirinya,
bahkan juga membusukkan atau merusak lingkungannya.
12
cacat tubuh (Q.S. ’Abasa: 1-11), orang yang berada di bawah penguasaan orang
lain dan lain-lain.
Dari berbagai uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa manusia sebagai
makhluk Allah harus mampu mengemban amanah dari Allah, yaitu menjalankan
tugas-tugas hidupnya di muka bumi. Manusia sebagai makhluk Allah mempunyai
dua tugas utama, yaitu: (1) sebagai ’abdullah, yakni hamba Allah yang harus
tunduk dan taat terhadap segala aturan dan KehendakNya serta mengabdi hanya
kepadaNya; dan (2) sebagai khalifah Allah di muka bumi, yang meliputi
pelaksanaan tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri, dalam keluarga/rumah
tangga, dalam masyarakat, dan tugas kekhalifahan terhadap alam.
BAB III
PENUTUP
13
III.1 Kesimpulan
Hakikat manusia sebagai makhluk yang mulia ciptaan Allah memberikan makna
bahwa penciptaan merupakan pihak penentu dan yang diciptakan adalah pihak
pandangan Islam, Manusia terbagi mendjadi 2 peran yaitu sebagai makhluk religi
dan sosial. Adapun tujuan dan tanggung jawab manusia di bumi yaitu sebagai
rahmat bagi alam semesta sebagaimana firman Allah dan tanggung jawab sebagai
DAFTAR PUSTAKA
https://pasca.uin-malang.ac.id/tugas-manusia-di-bumi/#:~:text=Manusia
%20sebagai%20makhluk%20Allah%20mempunyai,tugas%20kekhalifahan
%20terhadap%20diri%20sendiri%2C
https://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/alfath/article/view/3253
https://aceh.kemenag.go.id/berita/465999/konsep-manusia-dalam-al-
quran#:~:text=Konsep%20manusia%20dalam%20perspektif
%20ajaran,melakukan%20kebaikan%20(amal%20Shaleh).
http://repository.uin-suska.ac.id/3973/2/BAB%20I.pdf
14
15