Disusun oleh:
Kelompok 7
1 Aldi Heriyan 2214010219
2. Andryan Lesmana 2214010239
3. Rizky Rahmad 2214010249
4. Ahmad Zaki Ramadhan 2214010250
Dosen Pengampu:
Webrizal S.Fil, M.Ag
Puji serta syukur marilah kita panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan begitu banyak nikmat yang mana makhluk-Nya pun tidak akan menyadari
begitu banyak nikmat yang telah didapatkan dari Allah SWT. Selain itu, penulis juga
merasa sangat bersyukur karena telah mendapatkan hidayah-Nya baik iman maupun
islam.
Shalawat serta salam senantiasa dicurahkan kepada Rasulullah SAW, Nabi dan
Rasul terakhir yang telah membimbing umatnya ke jalan yang benar dan sekaligus
menyempurnakan akhlak melalui petunjuk wahyu illahi.
Dengan nikmat dan hidayah-Nya pula kami dapat menyelesaikan penulisan
makalah ini yang merupakan tugas mata kuliah Filsafat Ilmu Penulis sampaikan
terimakasih sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing kepada Bapak, Webrizal S.
Fil, M. Ag dan semua pihak yang turut membantu proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari dalam makalah ini masih begitu banyak kekurangan dan
kesalahan baik dari isinya maupun struktur penulisannya, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran positif untuk perbaikan dikemudian hari. Demikian
semoga makalah ini memberikan manfaat umumnya pada para pembaca dan khususnya
bagi penulis sendiri. Aamiin.
Tim Penyusu
3
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apa defenisi hakikat manusia dan ilmu?
2. Apa itu manusia sebagai penerima dan pengembang ilmu?
3. Apa itu manusia sebagai Pencari Ilmu?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui defenisi hakikat manusia dan ilmu
2. Untuk mengetahui manusia sebagai penerima dan pengembang ilmu
3. Untuk mengetahui manusia sebagai pencari ilmu
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
Khalifah Allah. (Amin, 2021).
Konsep Abd Allah menunjukkan bahwa manusia adalah hamba yang segala
bentuk kehidupannya mengabdi kepada Allah. Konsep Bani Adam mengandung arti
bahwa manusia berasal dari nenek moyang yang sama, yaitu Adam dan Hawa, yang
berbeda ras. Konsep Bani Hashr menampilkan manusia sebagai makhluk biologis yang
terdiri dari unsur-unsur material yang perlu makan dan minum, bukan sebagai keturunan
bukan manusia. Konsep Al-Insan mengandung arti bahwa manusia diciptakan sebagai
makhluk penjelajah dengan keseimbangan antara tumbuh dan berkembang. Konsep Al-
Ins menunjukkan bahwa manusia memiliki potensi untuk menjadi makhluk yang
beradab dengan kemampuan berkreasi dan berinovasi. Istilah al-Nas merujuk pada
manusia sebagai makhluk sosial yang hidup bermasyarakat. Konsep Khalifah Allah
menegaskan bahwa tugas manusia adalah melaksanakan dan memajukan tatanan
kehidupan yang serasi di muka bumi (Jaluddin 2011:79-95).
Menurut Al-Qur'an, fitrah manusia adalah bahwa manusia terdiri dari unsur
fisik, intelektual dan spiritual. Sifat manusia adalah hamba dan khalifah Allah di muka
bumi, yang terdiri dari tiga unsur yaitu: unsur jasmani, unsur intelektual dan unsur
rohani. Jadi, hakekat manusia adalah hamba dan khalifah Allah di muka bumi, yang
terdiri dari tiga unsur, yaitu:jasmani (jasmani, nafsu), ruh (hubungan) dan rohani (jiwa,
ruh). Akibat menjadi hamba dan khalifah Allah di muka bumi, manusia adalah Makhluk
yang diciptakan oleh Tuhan, makhluk yang lahir dalam keadaan tidak berdaya (dari
awal yang bersih) yang membutuhkan bantuan orang lain, makhluk dengan kemampuan
berpikir, makhluk dengan otak, makhluk yang selalu ingin tahu tentang segala hal,
makhluk dengan kemampuan berpikir. makhluk yang mampu membuat alat, makhluk
sosial yang mampu bertindak secara kolektif, makhluk yang mampu mengatur dirinya
sendiri sesuai dengan kebutuhannya, makhluk yang hidup menurut prinsip ekonomi,
makhluk yang religius, makhluk yang berakal yang berhak bertindak atas dasar moral,
makhluk dengan kontrak sosial untuk menghormati dan melindungi hak orang lain.
(Abdullah, 2017).1
Ilmu yang mempelajari tentang hakikat manusia disebut Antropogi filsafat.
Berbicara hakikat manusia berarti berbicara mengenai apa manusia itu, ada empat aliran
yang dikemukakan yaitu: Aliran serba zat, aliran serba ruh, aliran dualisme, aliran
eksistensialisme.
1. Aliran Serba Zat
Aliran serba zat ini mengatakan yang sungguh-sungguh ada itu
hanyalah zat atau materi. alam ini adalah zat atau materi dan manusia
adalah unsur alam, maka dari itu manusia adalah zat atau materi.
2. Aliran Serba Ruh
Aliran ini berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di
dunia ini ialah ruh, juga hakikat manusia adalah ruh, adapun zat itu
adalah manifestasi dari pada ruh di atas dunia ini. Fitche mengemukakan
bahwa segala sesuatu yang lain (selain ruh) yang rupanya ada dan hidup
hanyalah suatu jenisperumpamaan, perubahan atau penjelmaan dari ruh.
Dasar pikiran aliran ini ialah bahwa roh itu lebih berharga, lebih tinggi
1
Fadhilah , Yeni Erita, Desyandri (Jurnal Ilmiah PGSD FKIP Universitas Mandiri ISSN Cetak : 2477-
5673 ISSN Online : 2614-722X Volume 08 Nomor 02, Desember 2022) Hal. 2484-2486
6
nilainya daripada materi. Hal ini mereka buktikan dalam kehidupan
sehari-hari, yang mana betapapun kita mencintai seseorang jika ruhnya
pisah dengan badannya, maka materi/jasadnya tidak ada artinya. Dengan
demikian aliran ini menganggap ruh itu ialah hakikat sedangkan badan
ialah penjelmaan atau bayangan.
3. Aliran Dualisme
Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakikatnya terdiri
dari dua substansi yaitu jasmani dan rohani. Kedua substansi ini masing-
masing merupakan unsur asal, yang adanya tidak tergantung satu sama
lain. Jadi badan tidak berasal dari ruh dan ruh tidak berasal dari badan.
Perwujudannya manusia adalah gabungan dari dua unsur, jasad dan ruh.
Antara badan dan ruh terjadi sebab akibat yang mana keduanya saling
mempengaruhi.
4. Aliran Eksistensialisme
Aliran filsafat modern berpikir tentang hakikat manusia
merupakan eksistensi atau perwujudan sesungguhnya dari manusia. Jadi
intinya hakikat manusia itu yaitu apa yang menguasai manusia secara
menyeluruh. Disini manusia dipandang tidak dari sudut serba zat atau
serba ruh atau dualisme dari dua aliran itu, tetapi memandangnya dari
segi eksistensi manusia itu sendiri didunia ini (Jalaluddin &. Abdullah
Idi,1997:107-108).
Aliran-aliran tentang manusia di atas tentunya, belum memiliki pengertian yang
seimbang dengan konsepsi manusia dalam Islam. Aliran tentang manusia tersebut
memberikan pandangan yang berbeda tentang hakikat manusia.
Paling tidak, manusia dalam pemikiran manusia atau manusia menurut manusia
memiliki perbedaan, belum kalau hal ini dikaji dari perspektif manusia menurut Tuhan.2
2. Ilmu
Asal kata ilmu adalah dari bahasa Arab, ‘alama. Arti dari kata ini adalah
pengetahuan. Dalam bahasa Indo-nesia, ilmu sering disamakan dengan sains yang
berasal dari bahasa Inggris “science”. Kata “science” itu sendiri berasal dari bahasa
Yunani yaitu “scio”, “scire” yang artinya pengetahuan. “Science”dari bahasa Latin
“scientia”, yang berarti “pengetahuan” adalah aktivitas yang sistematis yang
membangun dan mengatur penge-tahuan dalam bentuk penjelasan dan prediksi tentang
alam semesta. Berdasarkan Oxford Dictionary, ilmu didefinisikan sebagai aktivitas
intelektual dan praktis yang meliputi studi sistematis tentang struktur dan perilaku dari
dunia fisik dan alam melalui pengamatan dan percobaan”.
Dalam kamus bahasa Indonesia ilmu didefinisikan sebagai pengetahuan tentang
suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang pengetahuan. Pengertian ilmu
pengetahuan adalah sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang
diterjemahkan kedalam bahasa yang bisa dimengerti oleh manusia sebagai usaha untuk
mengetahui dan mengingat tentang sesuatu. dalam kata lain dapat kita ketahui definisi
2
Zulkifli Dkk “Pengantar Pendidikan” (Padang: PT. Global Eksekutif Teknologi,2023) Hal 49-50
7
arti ilmu yaitu sesuatu yang didapat dari kegiatan membaca dan memahami benda-
benda maupun peristiwa, diwaktu kecil kita belajar membaca huruf abjad, lalu berlanjut
menelaah kata-kata dan seiring bertambahnya usia secara sadar atau tidak sadar
sebenarnya kita terus belajar membaca, hanya saja yang dibaca sudah berkembang
bukan hanya dalam bentuk bahasa tulis namun membaca alam semesta seisinya sebagai
usaha dalam menemukan kebenaran. Dengan ilmu maka hidup menjadi mudah, karena
ilmu juga merupakan alat untuk menjalani kehidupan.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu bukan sekedar
pengetahuan (knowledge), tetapi merupakan rangkuman dari sekumpulan pengetahuan
berdasarkan teori-teori yang disepakati / berlaku umum dan diperoleh melalui
serangkaian prosedur sistematik, diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam
bidang ilmu tertentu. Ilmu adalah merupakan suatu pengetahuan, sedangkan
pengetahuan merupakan informasi yang didapatkan dan segala sesuatu yang diketahui
manusia. Itulah bedanya dengan ilmu, karena ilmu itu sendiri merupakan pengetahuan
yang berupa informasi yang didalami sehingga menguasai pengetahuan tersebut yang
menjadi suatu ilmu.
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli seperti yang dikutip oleh
Bakhtiar tahun 2005 diantaranya adalah:
a. Mohamad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang
pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya,
maupun itu menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut
bangunannya dari dalam.
b. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang empiris,
rasional, umum dan sistematik, dan ke empatnya serentak.
c. Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang
komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang
sederhana.
d. Ashley Montagu, menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun
dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk
menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
e. Harsojo menerangkan bahwa ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang
disistemasikan dan suatu pendekatan terhadap seluruh dunia empiris yaitu dunia
yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat
diamati oleh pancaindrea manusia. Lebih lanjut ilmu didefinisikan sebagai suatu
cara menganalisis yang mengijinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan
suatu proposisi dalam bentuk: “jika… maka”.
f. Afanasyef, menyatakan ilmu adalah manusia tentang alam, masyarakat dan
pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, kategori dan hokum-hukum,
yang ketetapannya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis.
Dari beberapa definisi ilmu yang dijelaskan para ahli diatas dapat disimpulkan
bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang rasional, sistematik, konfrehensif,
konsisten, dan bersifat umum tentang fakta dari pengamatan yang telah dilakukan.
Dan berdasarkan definisi di atas terlihat jelas ada hal prinsip yang berbeda antara ilmu
dengan pengetahuan. Pengetahuan adalah keseluruhan ilmu pengetahuan yang belum
8
tersusun, baik mengenai matafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan pengetahuan
adalah informasi yang ada dan berupa common sense, tanpa memiliki metode, dan
mekanisme tertentu. Pengetahuan berakar pada adat dan tradisi yang menjadi
kebiasaan dan pengulangan-pengulangan. Dalam hal ini landasan pengetahuan kurang
kuat cenderung kabur dan samarsamar. Pengetahuan tidak teruji karena kesimpulan
ditarik berdasarkan asumsi yang tidak teruji lebih dahulu. Pencarian pengetahuan lebih
cendrung trial and error dan berdasarkan pengalaman belaka.
Secara lebih jelas, ilmu seperti sapu lidi, yakni sebagian lidi yang sudah diraut
dan dipotong ujung dan pangkalnya kemudian diikat, sehingga menjadi sapu lidi.
Sedangkan pengetahuan adalah lidilidi yang masih berserakan di pohon kelapa, di
pasar, dan tempat lainnya yang belum tersusun dengan baik. Jadi, dari asumsi-asumsi,
pendapat - pendapat yang telah dikumpulkan, maka ilmu pengetahua dapat
didefinisikan sebagai seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.
Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan
kepas-tian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu yang ada dan
diperoleh dari keterlibatannya.3
3
Ivan Eldes Dafrita “ILMU DAN HAKEKAT ILMU PENGETAHUAN DALAM NILAI AGAMA” Jurnal
Hal 159-162
9
benar-benar abstrak.
3. Intuisi
Menurut Henry Bergson (Amsal Bakhtiar, 2012:106) Intuisi adalah
hasil perkembangan pemahaman tertinggi, intuisi melampaui sifat eksternal
dari pengetahuan simbolik, yang analitis, lengkap, absolut dan tanpa bantuan
deskripsi simbolik, jadi intuisi adalah sarana pengetahuan langsung dan segera.
4. Wahyu
Wahyu adalah ilmu yang Allah berikan kepada manusia melalui
perantaraan para nabi. Nabi menerima ilmu dari Tuhan. Mengetahui dengan
cara ini merupakan ciri khusus nabi yang membedakan nabi dengan orang lain.
pengalaman serta yang mengandung pertanyaan transendental.
10
Fadhilah (kebajikan) yang diamalkan, dikenal juga dengan Raziilah (malu) atau yang
merusak untuk ditolak dan dilindungi.
Keempat, ilmu yang dapat mendisiplinkan perilaku seseorang terhadap dirinya
sendiri atau keluarganya atau masyarakat luas, baik penguasa maupun rakyat, muslim
maupun non muslim.
Dengan demikian manusia mengetahui hukum halal dan haram, wajib pilihan,
sesuai tidak sesuai, bermanfaat tidak bermanfaat. Keempat jenis ilmu itu wajib “aini”
(wajib individual) yang harus dipelajari seorang muslim. Jika salah satu dari mereka
terluka, nyawa mereka juga akan rusak. Seseorang yang tidak memiliki iman yang
murni dan langsung sesuai dengan ketentuan syara jatuh ke dalam kemusyrikan, yang
karenanya sangat fatal, seperti yang dialami oleh paham animisme, dinamisme, dan
kemusyrikan.4
4
Fadhilah , Yeni Erita, Desyandri (Jurnal Ilmiah PGSD FKIP Universitas Mandiri ISSN Cetak : 2477-
5673 ISSN Online : 2614-722X Volume 08 Nomor 02, Desember 2022) Hal 2486-2489
11
hal itu seperti itu, atau yang lebih dalam dari sekadar mengetahui bahwa suatu hal itu
seperti itu. Penuntut Ma’rifah ini diasosiasikan sebagai wujud individu yang mencari
dan menghendaki pada dirinya proses belajar dimana nantinya memperoleh kecerdasan,
akal budi, akal sehat, kecerdikan, dan dalam level tertinggi disebut individu yang
memiliki kebijaksanaan. Sebagaimana pengertian dasar tersebut penuntut ilmu tentulah
mempunyai kehendak yang kuat untuk belajar.
Ada cerita menarik tentang ini, dikisahkan pada masa filsafat kuno, seorang
pemuda pada suatu waktu mendatangi Sokrates (Seorang filsuf Yunani; 469-399 SM)
dan menanyakan perihal keinginannya menjadi seorang yang berilmu. “apa yang harus
aku lakukan?, tanyanya. Mendapati pertanyaan seorang anak muda ini Sokrates dengan
penuh tenang mengajaknya ke pinggir sebuah kolam “ kalau begitu ayo ikuti aku” ujar
Sokrates. Setibanya di pinggir kolam seketika itu juga Sokrates langsung mencelupkan
kepala pemuda itu ke dalam air untuk beberapa lama, sampai-sampai si pemuda itu
hampir pingsan. Anak muda itu penuh amarah atas tindakan Sokrates, tapi dengan tetap
tenang Sokrates bertanya kepadanya, “saat kepalamu berada di dalam air, apa yang
kamu inginkan?” Anak muda tersebut menjawab, “tentu saja aku ingin dapat bernafas”.
Mendengar jawaban ini Sokrates kemudian memberikan nasehatnya, “berhasratlah
untuk menjadi orang yang berilmu sebagaimana engkau ingin dapat bernafas saat
kepalamu berada di dalam air.”
Berdasarkan pembelajaran dengan sistem ‘dialektika-elenchos’nya tersebut
dapat difahami bahwa bijaksana dan atau menjadi ilmuwan haruslah memiliki hasrat
kuat dalam menuntut ilmu. Kemauan yang kuat dalam menuntut ilmu ini sangat
diapresiasi oleh Allah Swt, “Allah meninggikan baeberapa derajat (tingkatan) orang-
orang yang berirman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmu
pengetahuan) dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Mujadalah
58: 11) dan dalam hadis disebutkan bahwa menuntut ilmu adalah suatu kewajiban dan
malaikat diilustrasikan akan meletakkan sayapnya sebagai bentuk kerelaannya kepada
orang yang menuntut ilmu. Bahkan Rasulullah saw memberikan sabda agar diupayakan
semangat menuntut ilmu, meski jarak yang ditempuh jauh dari tempat tinggal, ke negeri
Cina misalnya yang memiliki historis tradisi literer, perpustakaan berjalan (puo che),
prestise literati dan intelektual dalam khazanah pengetahuan skriptural, tulisan suci,
ritual, astrologi, kalendar, sejarah, kesusastraan dan seni kaligrafi. “Carilah ilmu walau
sampai ke negeri cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap
muslim . sesungguhnya Malaikat akan meletakan sayapnya bagi penuntut ilmu karena
rela atas apa yang dia tuntut “(HR. Ibnu Abdil Bar).5
5
Kurdi Sulaiman Muqarramah “ Kearifan lebih cerdas dan pantas “ ( Banjarmasin: Universitas Islam
Negeri ANTASARI) Jurnal vol 106 .Hal 11-12
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia memiliki banyak keistimewaan atas makhluk lainnya, diantaranya
adalah kemampuan menerima akal sehingga menyebabkan manusia mengembangkan
pengetahuan yang ada. Manusia adalah makhluk yang memiliki kelebihan dan
keistimewaan dibandingkan dengan makhluk lainnya. Keunggulan tersebut antara lain
karakter religius, peradaban, dan kemampuan memanfaatkan alam. Dengan kata lain,
bahwa manusia adalah makhluk yang berhubungan dengan Tuhan (hablun min al-Allah)
dan dengan sesama manusia (hablun minannas) dan dengan alam (hablun min al-alam).
Tugas manusia adalah bertindak sebagai khalifah di muka bumi, yaitu sebagai pengelola
dan pemelihara amanah Allah. Manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman
(empirisme), manusia memperoleh pengetahuan dengan cara menangkap objek dengan
panca inderanya yaitu akal, yang dapat menghasilkan pengetahuan objek yang benar-
benar abstrak. (pemikiran). ), pengetahuan yang diperoleh melalui hati atau emosi tanpa
representasi simbolik, atau pengetahuan yang diperoleh secara langsung dan segera
(intuisi) dan pengetahuan yang diberikan Allah kepada manusia melalui para nabi.
B. Saran
Kami sebagai penyusun menyadari bahwa dalam makalah, masih terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami pemakalah meminta kritikan dan saran yang
mendukung dari pembaca. Saran kami dalam makalah ini adalah untuk dapat menambah ilmu
atau wawasan bagi pembaca tentang “Filsafat Ilmu”
13
DAFTAR PUSTAKA
14