Anda di halaman 1dari 19

PERTANYAAN:

Terdapat beberapa tema kajian Pendidikan. Paparkan tema kajian tersebut dalam bentuk narasi atau
essay dari tema kajian yang meliputi konsep dasar, isu implementasi, dan analisis solusi tentang
persoalan pendidikan pada *

JAWABAN:

1. Hakikat manusia, hakikat Pendidikan dan tujuan Pendidikan


HAKIKAT MANUSIA
Pertanyaan filosofis atau mendasar tentang sosok manusia adalah “What
is man , and what of is man made?”Apa dan terbuat dari apa manusia itu. Untuk
menjawab pertanyaan tersebut banyak filosuf dengan pandangan filsafatnya yang
memberikan batasan atau definisi tentang manusia. Sigmund Freud misalnya
berpandangan bahwa hakikat manusia sebenarnya bisa ditinjau dari struktur jiwa
yang dimiliki yang terdiri dari tiga hal yaitu: das Es, das Ich dan das Uber Ich.
Das Es bagian dasar (the Id) yang sama sekali terisolasi dari dunia luar, hanya
mementingkan masalah kesenangan dan kepuasan (lust principle) yang
merupakan sumber nafsu kehidupan, yakni hasrat-hasrat biologis(libido-sexualis)
dan bersifat a-sadar, a-moral a-sosial dan egoistis. Das Ich (aku=ego), sifatnya
lebih baik dari pada das Es, das Ich dapat mengerti dunia a- sadar, a-sosial dan a-
moral ,lebih realistis tapi belum ethis.Yang ketiga das Uber Ich (superego), ini
adalah bagian jiwa yang paling tinggi dan paling sadar norma dan paling luhur,
bagian ini sering dinamakan budinurani (consciencia). Superego atau das Uber
Ich ini selalu menjunjung tinggi nilai-nilai moral, ethika dan religious.
(Muhammad, 1986)
Faham monoisme atau yang terkenal juga dengan faham materialisme
memandang manusia hanya dari segi materi. Manusia tidak ada bedanya dengan
alam semesta yang serba materi, manusia ialah apa yang nampak sebagai
wujudnya. Sedangkan faham idealisme yang sering juga disebut dengan faham
rasionalisme atau spiritualisme memandang manusia dari aspek mentalnya,
jasmani atau tubuh hanya merupakan alat jiwa untuk melaksanakn tujuan,
keinginan dan dorongan jiwa (rohani, spirit dan rasio) manusia.
Selanjutnya faham Dualisme atau realisme yang melihat realita sebagai
sintesa dua kategori animate dan inanimate, makhluk hidup dan makhluk mati.
Manusia menurut faham ini adalah kesatuan antara rohani dan jasmani, jiwa dan
raga. Faham ini juga berpendapat bahwa manusia adalah satu totalitas, sebagai
satu individu dengan kepribadian yang unik baik sebagai ummat manusia
keseluruhan maupun sebagai satu pribadi. Lebih lanjut faham ini mengakuiadanya
potensi hereditas di samping realita lingkungan yang sebagai faktor luar.
((Muhammad, 1986)
Anthropologi metafisika berkesimpulan bahwa hakikat manusia
merupakan integritas antara kesadaran-kesadaran:
a. Manusia sebagai makhluk individu yang memiliki keunikan tersendiri, jadi
setiap manusia mempunyai cirri khas masing-masing yang membedakan
dari manusia yang lainnya,
b. Manusia sebagai makhluk sosial, yang berarti bahwa manusia tidak bisa
hidup tanpa bantuan dari orang lain. Orang lain di sini minimal adalah
orang tuanya atau keluarganya sendiri, dan
c. Manusia sebagai makhluk susila maksudnya adalah bahwa manusia
adalah makhluk yang bermoral dan sadar akan norma dan nilai-nilai.
Menurut pandangan Islam Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling
sempurna dibanding dengan makhluk-makhluk lain. Kelebihan manusia
dibanding makhluk lain adalah karena mereka diberi akal sekali gus nafsu oleh
Allah, jika manusia mampu memanfaatkan dua hal ini dengan baik dan optimal
maka akan membuatnya menjadi sosok yang hebat dan luar biasa. “Sungguh aku
telah jadikan manusia sebaik-baik kejadian.(QS. 95 : 4)
Secara fisik manusia jelas sangat sempurna dan lebih baik apabila
dibandingkan dengan makhluk lain dari kelompok manapun. Sehebat-hebatnya
binatang keadaan fisiknya akan di bawah manusia dari kelas yang paling rendah.
Secara mental manusia jelas berada di atas derajat semua makhluk yang ada,
termasuk malaikat sekalipun yang notabene mereka diciptakan dari ruh dan selalu
taat dan patuh kepada Tuhan dan tidak pernah sedikitpun membangkang kepada-
Nya. Hal ini terbukti ketika penciptaan manusia pertama yang bernama Adam,
para malaikat protes kepada Allah, karena menurut prediksi mereka manusia
hanya akan membuat kerusakan dan pertumpahan darah di muka bumi. Maka
Allah mengajarkan nama-nama barang kepada Adam bukan kepada malaikat,
karena mereka tidak memiliki nafsu yang bisa mendorong keilmuannya
berkembang dan maju, ilmu mereka hanya sebatas yang diberikan oleh Allah dan
tidak akan tumbuh dan berkembang , sehingga ketika Allah memberitahu Adam
untuk meminta para malaikat menyebutkan nama barang- barang yang ada,
merekapun tidak bisa menyebutkannya, Di sinilah bukti kelebihan manusia
dibanding malaikat.
Sedangkan, Hakikat manusia dari sundut pandang psikologi pendidikan
adalah sebagai berikut :
a. Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b. Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku
intelektual dan sosial.
c. yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur
dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
d. Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang
tidakpernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
e. Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk
mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih
baik untuk ditempati
f. Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya
merupakanketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
g. Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung
kemungkinan baik dan jahat.
h. Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan
sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan
martabatkemanusaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
(pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_12.html)
Dari uaraian di atas dapat disimpulkan bahwa manusia dari sisi
penciptaannya ialah makhluk Tuhan yang paling sempurna bila dibandingkan
dengan makhluk lain yang secara individu ia memiliki keunikan tersendiri,
manusia juga sebagai makhluk sosial sekaligus makhluk susila. Manusia terdiri
dari dua komponen yaitu jasmani dan ruhani yang tidak bisa dipisahkan satu sama
lain. Manusia memiliki hasrat biologis (libido sexualis) yang hanya menuntut
kepuasan, mempunyai ego atau ‘aku’ yang lebih bersifat realistis, dan superego
yang sangat besifat ethis. Sedangkan dari sisi ilmu psikologi pendidikan bahwa
manusia itu mendidik, memerlukan pendidikan sebagai bukti eksistensi dan upaya
mempertahankan dan mengembangkan sekaligus meneruskan keberadaannya.
Apapun dan bagaimanapun kesimpulan ilmu pengetahuan dan filsafat tentang
hakikat manusia, namun pengertian atau kesimpulan tersebut bertujuan untuk
dijadikan sebagai dasar dalam pembinaan kepribadian manusia. Dengan
memahami dan mengerti hakikat manusia pembinaan aspek-aspek kepribadian
menjadi lebih terarah pada sasaran yang tepat.

HAKIKAT PENDIDIKAN
Pendidikan ada seiring dengan sejarah adanya manusia. karena pada
dasarnya pendidikan adalah upaya alami mempertahankan kelangsungan dan
keberlanjutan kehidupan. Secara alamiah sejak pertama manusia yang berstatus
orang tua akan mendidik anaknya agar bertahan hidup sehingga kehidupannya dan
keturunannya terus berlangsung. Nabi Adam sebagai manusia pertama
mendidik qabil dan habil untuk bercocok tanam dan beternak. Demikian
juga dengan manusia-manusia berikutnya, baik manusia-manusia yang berkumpul
dalam komunitas masyarakat primitif hingga modern.
Sebuah pernyataan yang melandasi pendapat tersebut adalah :
Di lingkungan masyarakat primitif (berbudaya asli), misalnya pendidikan
dilakukan oleh dan atas tanggung jawab kedua orangtua terhadap anak-anak
mereka. Masyarakat suku Anak Dalam_(Kubu) yang menghuni wilayah hutan,
sesuai dengan lingkungan hidupnya akan berupaya mendidik putra-putri mereka.
Paling tidak secara sederhana, sang Bapak akan membimbing dan melatih
putranya mengenal kehidupan hutan seperti; mengenal buah-buahan yang layak
makan, membuat alat perangkap binatang dan sebagainya. (Jalaludin, 2001 : 67)

Pendapat lain menyatakan bahwa, “pendidikan secara sederhana dapat


diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan
nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya. Dengan demikian
bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi
atau berlangsung suatu proses pendidikan.” (file.upi.edu). Dalam dokumen
unduhan yang sama, juga mengutip pendapat ahli yaitu, “Ki Hajar Dewantoro
mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran
serta jasmani anak agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan
menghidupakn anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.” (file.upi.edu).
Serta dalam bukunya “Landasan Kependidikan” Made Pidarta menyimpulkan
bahwa, “mendidik bermaksud membuat manusia menjadi lebih sempurna,
membuat manusia meningkat hidupnya dari kehidupan alamiah menjadi
berbudaya. Mendidik adalah membudayakan manusia.” (2003 ; 2)
Dari beberapa pernyataan tersebut, masih menyimpulkan makna atau
hakikat pendidikan secara umum dari sudut pandang sejarah peradaban manusia
sejak awal. Lebih lanjut, seiring dengan perkembangan peradaban manusia hingga
pada masa manusia modern maka pendidikan menjadi lebih terorganisir dari yang
awalnya sebatas individual orang tua mendidik anak ataupun masyarakat
melestarikan budayanya.
Untuk mendukung pendapat ini, Jalaludin menyebutkan,
Proses yang tak jauh berbeda terjadi dan berlangsung pula di masyarakat
yang sudah maju (modern). Para orang tua juga memberi perhatian terhadap putra-
putri, generasi muda masyarakatnya. Tujuan dan misi pendidikan yang
dilaksanakan, pada prinsipnya sama, yaitu memberi bimbingan agar dapat hidup
mandiri. Bimbingan diberikan oleh generasi tua (orang tua atau guru) kepada
generasi muda (putera-puteri atau peserta didik) agar dapat meneruskan dan
melestarikan tradisi yang hidup di masyarakat.
Perbedaannya terletak pada sistem dan pola pelaksanaanya. Di masyarakat
modern pendidikan sudah menjadi potensi yang terorganisasi dengan baik.
Penyelenggaraannya dilakukan oleh institusi yang artifisial, yang secara formal
disebut sekolah.” (2001 : 68)

Pendapat yang lain disampaikan Made Pidarta yang mengutip


Langeveld, “Beliau mengatakan bahwa mendidik adalah memberi pertolongan
secara sadar dan sengaja kepada seorang anak (yang belum dewasa) dalam
pertumbuhannya menuju ke arah kedewasaan dalam arti dapat berdiri sendiri dan
bertanggungjawab susila atas segala tindakannya menurut pilihannya sendiri.
(2003 ; 10)
Definisi lebih spesifik dalam arti pendidikan di sekolah dirumuskan
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 bahwa, “pendidikan sebagai usaha
sadar dan terencana mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
sehingga peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan, masyarakat, bangsa
dan negara.” (2003 : 11)
Dari beberapa pendapat yang mendefinisikan pendidikan secara lintas
masa tersebut, dapat disimpulkan bahwa hakikat pendidikan pada dasarnya adalah
upaya manusia untuk mempertahankan keberlanjutan kehidupannya yang tidak
hanya keberlanjutan keberadaan fisik atau raganya akan tetapi juga keberlanjutan
kualitas jiwa dan peradabannya dalam arti terjadi peningkatankualitas budayanya,
baik melalui pendidikan yang dilaksanakan secara alami oleh orang tua kepada
anak atau masyarakat kepada generasinya hingga
pendidikan yang yang diselenggarakan oleh organisasi-organisasi
pendidikanyang lebih mudah dikenal dengan istilah sekolah, baik formal maupun
nonformal. Sehingga pendidikan itu berlangsung seumur hidup atau lebih dikenal
dengan sebutan long-life education.
Kesimpulan ini, sesuai pendapat Prof. Richy dalam buku “Planing for
Teaching and Introduction to Education” yang sudah diterjemahkan dan di unggah
di http://file.upi.edu/ yang menyatakan bahwa:

Istilah pendidikan berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan


dan perbaikan kehidupan suatu bangsa (masyarakat) terutama membawa warga
masyarakat yang baru (generasi muda) bagi penuaian kewajiban dan
tanggungjwabnya di dalam masyarakat. Jadi pendidikan adalah suatu prosesyang
lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja. Pendidikan
adalah suatu aktifitas sosial yang esensial yang memungkinkan masyarakat yang
kompleks dan modern. Fungsi pendidikan ini mengalami proses spesialisasi dan
melembaga dengan pendidikan formal, yang tetap berhubungan dengan proses
pendidikan formal di luar sekolah.

TUJUAN PENDIDIKAN
Tujuan pedidikan biasanya dirumuskan dalam bentuk tujuan akhir
(ultimate aims of education). Secara umum tujuan pendidikan ialah kematangan
dan integritas pribadi. Ada pula yang merumuskan dengan kata kesempurnaan
(perfection). Bagi kaum Naturalis, dengan tokohnya JJ. Rousseau, menyatakan
bahwa tujuan akhir pendidikan adalah self-realisasi potensi-potensi manusia
menjadi kenyataan di dalam tindakan yang nyata. Seperti dikatakan Rousseau :
... education should aim to perfect the individual in all his powers ..., theeducation
is not to make a soldier, magistrate, or priest, but to make a man. (5: 114).
Maksudnya pendidikan harus bertujuan untuk menyempurnakan semua potensi
individu..., pendidikan bukan bertujuan untuk membina manusia menjadi
prajurit, seorang hakim, melainkan untuk membina seseorang menjadi manusia.
(google search)
Pada dasarnya, pendidikan di semua institusi dan tingkat pendidikan
mempunyai muara tujuan yang sama, yaitu ingin mengantarkan anak manusia
menjadi manusia paripurna yang mandiri dan dapat bertanggung jawab atas
dirinya sendiri dan lingkungannya. Dalam sistem pendidikan di Indonesia, tujuan
pendidikan tersebut secara eksplisit dapat dilihat pada Undang-undang RI Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturan- peraturan
pemerintah yang berkaitan dengan undang-undang tersebut.
Dalam UU Sisdiknas tersebut dinyatakan bahwa,
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Secara umum tujuan pendidikan di Indonesia sudah mencakup tigaranah


perkembangan manusia, yaitu perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor.
Tiga ranah ini harus dikembangkan secara seimbang, optimal, dan integratif.
Seimbang artinya ketiga ranah tersebut dikembangkan dengan intensitas yang
sama, proporsional dan tidak berat sebelah. Optimal maksudnya dikembangkan
secara maksimal sesuai dengan potensinya. Integratif artinya pengembangan
ketiga ranah tersebut dilakukan secara terpadu.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan cita-cita
mencerdaskan kehidupan bangsa yang sejalan dengan visi pendidikan nasional,
Kemendiknas mempunyai visi 2025 untuk menghasilkan Insan Indonesia Cerdas
dan Kompetitif (Insan Kamil/Insan Paripurna). Yang dimaksud dengan insan
Indonesia cerdas adalah insan yang cerdas secara komprehensif, yaitu cerdas
spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual, dan cerdas kinestetis.
IMPLIKASI TERHADAP DUNIA PENDIDIKAN
Pertanyaan mendasarnya adalah mengapa ketiga hal tersebut di atas;
Hakikat Manusia, Hakikat Pendidikan dan Tujuan Pendidikan perlu dipelajari ?
Jawaban yang mendasar pula adalah karena berdasarkan pembahasan di
atas jelaslah bahwa bicara masalah hakikat manusia maka tidak bisa terlepas dari
masalah pendidikan ataupun sebaliknya, bicara hakikat pendidikan seharusnyalah
tidak bisa dilepaskan dari pemahaman hakikat manusia.Keduanya ibarat dua sisi
mata uang, saling melengkapi menjadi satu kesatuan yang utuh. Manusia adalah
sebagai subjek sekaligus disaat yang sama juga bisa sebagai objek dari pendidikan.
Sebagai subyek pendidikan, seorang manusia (secara formal; guru, dosen,
instruktur) membantu manusia obyek pendidikan (peserta didik) mengembangkan
potensi dirinya. Maka keduanya, baik guru,dosen, instruktur ataupun peserta didik
semestinya memahami hakikat manusia sebagai modal dasar menjalani proses
pendidikan yang ideal.
Secara teknis, implikasinya terhadap pendidikan (formal) kita demi
mencapai tujuan pendidikan yang telah dirumuskan dan ditetapkan secara
nasional, adalah :
2. Perlu adanya pemahaman yang komprehensif dari para stake holderpendidikan
(guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, orang tua, masyarakat dan
pemerintah) tentang hakikat manusia, sehingga dengan bekal pemahaman yang
komprehensif, mereka tidak akan salah arah dalam melaksanakan tugasnya
dalam menyelenggarakan proses pendidikan yang diharapkan. Maka dari itu
pertemuan-pertemuan koordinasi dan komunikasi antara pihak sekolah dan
wali murid khususnya penting untuk dilaksanakan secara rutin.
3. Kurikulum yang disusun sudah seharusnya didasari oleh pemahaman dan
pengertian manusia secara filosofis, dalam arti di dalamnya sudah memuat
aspek-aspek ideal yang diharapkan, selain aspek praktis berupa kompetensi
khusus yang ingin dicapai dari masing-masing mata pelajaran yang diajarkan.
Untuk itu fungsi Bimbingan Konseling perlu dioptimalkan termasuk dalam
rancangan dan pengembangan kurikulum dibanding saat ini yang lebih banyak
dimarjinalkan; hanya digunakan setelah terjadi masalah.
4. Kompetensi para guru perlu selalu ditingkatkan yang meliputi empat
kompetensi yaitu: peadagogik, kepribadian, sosial dan profesional, khususnya
guru yang mengajar di pendidikan dasar, sebab merekalah yang akan berperan
meletakkan dasar atau pondasi pada peserta didik untuk menempuh pendidikan
yang harus dilaluinnya. Para guru sebagai ujung tombak keberhasilan
pendidikan perlu selalu belajar untuk meningkatkan kualifikasi pendidikan.
Maka pelatihan-pelatihan untuk peningkatan kualitas guru harus terus
ditingkatkan baik dari sisi kuantitas terlebih lagi kualitasnya.
5. Sudah saatnya Pemerintah memikirkan perlunya menempatkan guru lulusan S2
bahkan kalau perlu S3 pada institusi pendidikan dasar, karena dengan keahlian
dan kompetensi yang mereka miliki maka upaya untuk memberikan pendidikan
dasar kepada peserta didik akan lebih mengena sasaran
6. Rekruitmen tenaga-tenaga pendidik, guru, khususnya untuk berstatus PNS
harus lebih diperbaiki, mengingat selama ini banyak indikasi ketika seseorang
mengikuti seleksi GURU PNS adalah berorientasi pada status PNS-nya dari
sudut pandang ekonomi, sehingga menomorduakan status GURU yang
merupakan amanah berat memanusiakan manusia.
7. Mengingat Pemerintah telah menetapkan tujuan pendidikan secara konstitusi
beserta regulasi pendukung lain termasuk program sertifikasi guru, maka
pengawasan dan kontrol atas program sertifikasi guru agar benar-benar
mengarah pada upaya peningkatan kualitas guru sebagai ujung tombak proses
pendidikan di lapangan.
8. Serta dari sisi obyek pendidikan, peserta didik kiranya juga perlu dibekali atau
membekali diri dengan pengetahuan dan ketrampilan mengenali potensi
dirinya sehingga bisa dimanfaatkan dalam mengoptimalkan cara maupun hasil
belajarnya mengingat belajar bisa dengan siapa saja, kapan saja dan di mana
saja. Pembelajaran yang maksimal tentunya yang sesuai dengan kebutuhan dan
ditempuh dengan cara-cara yang sesuai dengan potensi setiap peserta didik.
Jawaban Tugas Akhir Landasan Ilmu Pendidikan_ Heni Purwo Astuti

2. Landasan Filosofis Pendidikan


Bangsa Indonesia memiliki filsafat umum atau filsafat negara ialah Pancasila sebagai
falsafah Negara, Pancasila patut menjadi jiwa bangsa Indonesia, menjadi semangat dalam
berkarya pada segala bidang. Pasal 2 UURI No. 2 Tahun 1989 menetapkan bahwa
pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Rincian
selanjutnya tentang hal itu tercantum dalam penjelasan UU-RI No. 2 Tahun 1989, yang
menegaskan bahwa pembangunan nasional termasuk dibidang pendidikan adalah
pengamalan pancasila, dan untuk itu pendidikan nasional mengusahakan antara lain:
“Pembentukan manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya
dan mampu mandiri”. Sedangkan ketetapan MPR-RI No.II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan Pengamalan Pancasila menegaskan pula bahwa pancasila itu adalah jiwa
seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia,
dan dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai sumber dari segala gagasan
mengenai wujud bangsa manusia dan masyarakat yang dianggap baik, sumber dari segala
sumber nilai yang menjadi pangkal serta muara dari setiap keputusan dan tindakan dalam
pendidikan dengan kata lain : Pancasila sebagai sumber sistem nilai dalam pendidikan.
Setiap butir Pancasila memiliki tujuan yang sesuai sebagai dasar pelaksanaan pendidikan
yang berkarakter dan berkualitas secara kognitif maupun moralnya

Isu Implementasi
Sejauh ini belum ada upaya mengoperasionalkan Pancasila agar mudah diterapkan dalam
kegiatan-kegiatan di masyarakat, termasuk penerapanya dalam dunia pendidikan. Kalaupun
ada bidang studi menyangkut moral Pancasila, sebagian besar diterapkan seperti
melaksanakan bidang-bidang studi lain. Pendidik mengajarkannya kemudian peserta didik
berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan pendidik dalam ujian-ujian. Sementara itu dunia
pendidikan di Indonesia nampaknya belum punya konsep atau teori-teori sendiri yang cocok
dengan kondisi, kebiasaan atau budaya Indonesia tentang pengertian dan cara-cara mencapai
tujuan pendidikan.
Sebagian dari konsep atau teori pendidikan diimpor dari luar negeri sehingga belum tentu
valid untuk diterapkan di Indonesia. Teori-teori biasa didapat dengan cara belajar diluar
negeri, atau dengan cara melakukan studi banding, dan yang paling banyak dilakukan adalah
dengan mendatangkan buku atau membeli buku dari negara lain. Inilah sumber konsep
Jawaban Tugas Akhir Landasan Ilmu Pendidikan_ Heni Purwo Astuti

pendidikan di Indonesia. Kalaupun ada usaha menyusun sendiri konsep pendidikan sebagian
besar juga bersumber dari buku-buku ini. Begitu pula tentang konsep-konsep pendidikan
yang ditatarkan dalam penataran-penataran pendidikan juga bersumber dari buku-buku.
Dengan demikian dapat diibaratkan membuat manusia Indonesia yang dicita-citakan seperti
menerpa patung dengan cetakan luar negeri. Hasilnya tentu tidak sama persis seperti
manusia yang dicita-citakan, karena cetakan itu sendiri belum ada di Indonesia.
Pendidikan di Indonesia baru dalam tahap perhatian. Perhatian terhadap perlunya filsafat
pendidikan itupun baru muncul disanasini belum terkoordinasi menjadi suatu perhatian
besar untuk segera

Analisis Solusi
Filsafat pendidikan dapat dikatakan sebagai usaha untuk mendalami segala aspek dalam
dunia pendidikan atau proses pendidikan. Demikian juga filsafat pendidikan adalah usaha
untuk mendalami konsep pendidikan, dan berusaha mencari yang hakiki dan hakikat serta
masalah yang berkaitan dengan proses pendidikan. Guru sangat perlu memahami dan tidak
boleh buta terhadap filsafat pendidikan sebagai tujuan dari pendidikan akan bersentuhan
langsung dengan tujuan dari kehidupan itu sendiri. Rumusan filsafat pendidikan nasional
bersifat perenialisme yang berpusat pada pelestarian dan pengembangan budaya dan sifat
pendidikan yang progresif yang berpusat pada pengembagan subjek didik perlu
disempurnakan. Filsafat pendidikan perenialisme yang progresif melihat subjek didik
sebagai bagian dari warga dunia, dan mengingatkan warga negara agar tidak didikte oleh
perubahan dan tetap mempertahankan akar budaya nasional

3. Landasan Filosofis Pendidikan

Sejarah atau history keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang
didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah penuh dengan informasi-informasi yang
mengandung kejadian, model, konsep, teori, praktik, moral, cita-cita, bentuk dan sebagainya
(Pidarta, 2007: 109).

Indonesia dan negara-negara lainnya pada tahap awal perkembangan ekonomi mereka telah
mengembangkan sistem pendidikan yang baik dan berdasarkan kebudayaan tradisional. Pada masa
Jawaban Tugas Akhir Landasan Ilmu Pendidikan_ Heni Purwo Astuti

kolonial, sistem pendidikan berkembang dengan berdasar pada sistem pendidikan sebelumnya ini.
Pada masa modern seperti sekarang, sistem pendidikan yang berlaku juga berdasarkan
pengembangan dari sistem pendidikan kolonial (Williams, 1977: 17).

Dengan kata lain, tinjauan landasan sejarah atau historis Pendidikan Nasional Indonesia
merupakan pandangan ke masa lalu atau pandangan retrospektif (Buchori, 1995: vii). Pandangan
ini melahirkan studi-studi historis tentang proses perjalanan pendidikan nasional Indonesia yang
terjadi pada periode tertentu di masa yang lampau.

Perjalanan sejarah pendidikan di tanah air yang sangat panjang, bahkan semenjak jauh sebelum
kita menacapai kemerdekaan pada tahun 1945, baik sebagai aktivitas intelektualisasi dan budaya
maupun sebagai alat perjuangan politik untuk membebaskan bangsa dari belenggu kolonialisme,
telah diwarnai oleh bermacam-macam corak (Sigit, 1992: xi) . Menjelang 64 tahun Indonesia
merdeka, dengan system politik sebagai penjabaran demokrasi Pancasila di Era Reformasi ini yang
telah mewujudkan pola Pendidikan Nasional seperti sekarang, kita mulai dapat melihat dengan ke
arah mana partisipasi masyarakat dalam ikut serta menyelenggarakan pendidikan itu. Semua corak
tersebut memiliki pandangan atau dasar pemikiran yang hampir sama tentang pendidikan;
pendidikan diarahkan pada optimasi upaya pendidikan sebagai bagian integral dari proses
pembangunan bangsa.

Di samping itu, pendidikan memiliki peranan strategis menyiapkam generasi berkualitas untuk
kepentingan masa depan. Pendidikan dijadikan sebagai institusi utama dalam upaya pembentuk
sumber daya manusia (SDM) berkualitas yang diharapkan suatu bangsa. Apalagi kini semakin
dirasakan bahwa SDM Indonesia masih lemah dalam hal daya saing (kemampuan kompetisi) dan
daya sanding (kemampuan kerja sama) dengan bangsa lain di dunia (Anzizhan, 2004: 1).

Dengan demikian, setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk maju, pada umumnya
dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa yang lampau (Pidarta, 2007: 110).
Demikian juga halnya dengan bidang pendidikan. Sejarah pendidikan merupakan bahan
pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa.
Jawaban Tugas Akhir Landasan Ilmu Pendidikan_ Heni Purwo Astuti

Implikasi Sejarah Terhadap Konsep Pendidikan Nasional Indonesia.

Masa lampau memperjelas pemahaman kita tentang masa kini. Sistem pendidikan yang kita miliki
sekarang adalah hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah pengalaman bangsa
kita pada masa yang telah lalu (Nasution, 2008: v).

Pembahasan tentang landasan sejarah di atas memberi implikasi konsep-konsep pendidikan


sebagai berikut:

a. Tujuan Pendidikan

Pendidikan diharapkan bertujuan dan mampu mengembangkan berbagai macam potensi peserta
didik serta mengembangkan kepribadian mereka secara lebih harmonis. Tujuan pendidikan juga
diarahkan untuk mengembangkan aspek keagamaan, kemanusiaan, kemanusiaan, serta
kemandirian peserta didik. Di samping itu, tujuan pendidikan harus diarahkan kepada hal-hal yang
praktis dan memiliki nilai guna yang tinggi yang dapat diaplikasikan dalam dunia kerja nyata.

b. Proses Pendidikan

Proses pendidikan terutama proses belajar-mengajar dan materi pelajaran harus disesuaikan
dengan tingkat perkembangan peserta didik, melaksanakan metode global untuk pelajaran bahasa,
mengembangkan kemandirian dan kerjasama siswa dalam pembelajaran, mengembangkan
pembelajaran lintas disiplin ilmu, demokratisasi dalam pendidikan, serta mengembangkan ilmu
dan teknologi.

c. Kebudayaan Nasional

Pendidikan harus juga memajukan kebudayaan nasional. Emil Salim dalam Pidarta (2008: 149)
mengatakan bahwa kebudayaan nasional merupakan puncak-puncak budaya daerah dan menjadi
identitas bangsa Indonesia agar tidak ditelan oleh budaya global.
Jawaban Tugas Akhir Landasan Ilmu Pendidikan_ Heni Purwo Astuti

d. Inovasi-inovasi Pendidikan

Inovasi-inovasi harus bersumber dari hasil-hasil penelitian pendidikan di Indonesia, bukan sekedar
konsep-konsep dari dunia Barat sehingga diharapkan pada akhirnya membentuk konsep-konsep
pendidikan yang bercirikan Indonesia.

4. Landasan Yuridis Pendidikan


Landasan yuridis (hukum) pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan perundang-
undangan yang berlaku, yang di jadikan pijakan dalam pendidikan, terutama adalah pendidikan nasional.
Landasan hukum juga dapat diartikan sebagai peraturan baku sebagai tempat berpijak dan titik tolak dalam
melaksanakan kegiatan tertentu dalam hal ini adalah kegiatan pendidikan.
Jadi, landasan hukun pendidikan adalah dasar perundang-undangan yang menjadi pijakan dalam
pelaksanaan pendidikan di suatu Negara. Dalam hal ini adalah aturan atau undang-undang yang menjadi
pegangan dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia.

Landasan Yuridis Penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional


a. Cita-cita Pendidikan dan Amanat UUD Negara R.I. Tahun 1945 (UUD 1945) Mengenai
Penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional
Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehari setelah itu, pada
tanggal 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Negara Indonesia (PPKI) menetapkan
UUD 1945 sebagai konstitusi negara. Pada alinea keempat pembukaan UUD 1945, disana tersurat
dan tersirat cita-cita nasional dibidang pendidikan, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sehubungan dengan ini, pasal 31 ayat (3) UUD 1945 mengamanatkan agar “Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”.
b. Definisi Pendidikan, Pendidikan Nasional dan Sistem Pendidikan Nasional
Pemerintah telah memberlakukan UU RI No.4 Tahun 1950 Tentang Dasar-dasar Pendidikan
dan Pengajaran di Sekolah yuncto UU RI No. 12 Tahun 1954. Sejak 27 Maret 1989 undang-undang
tersebut diganti dengan UU RI No.2 Tahun 1989 Tentang “Sistem Pendidikan Nasional”. Adapun
sejak tanggal 8 Juli 2003 Pemerintah memperbaharui dan menggantinya dengan Undang-undang
Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang “Sistem Pendidikan Nasional”.
Pendidikan. Pada Pasal 1 ayat 1 Undang-undang R.I. No.20 Tahun 2003 dinyatakan bahwa :
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Jawaban Tugas Akhir Landasan Ilmu Pendidikan_ Heni Purwo Astuti

Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap
tuntutan perubahan zaman (Pasal 1 ayat 2 UU R.I. Tahun 2003).
Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan nasional yang saling
terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (Pasal 1 ayat 3 UU R.I No.20
Tahun 2003).

5. Landasan Psikologis Pendidikan


Pengertian

Psikologi berasal dari kata Yunani “psyche” yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu pengetahuan.
Jadi secara etimologi psikologi berarti : “ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai
gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya”. Namun pengertian antara ilmu jiwa dan
psikologi sebenarnya berbeda atau tidak sama (menurut Gerungan dalam Khodijah : 2006) karena
Ilmu jiwa adalah ilmu jiwa secara luas termasuk khalayan dan spekulasi tentang jiwa itu. Ilmu
psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan
metode-metode ilmiah.

Landasan psikologis pendidikan adalah suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas
berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan
dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali
dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk
memudahkan proses pendidikan. Kajian psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan
adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikir, dan belajar (Tirtarahardja, 2005: 106).

Dengan demikian, psikologi adalah satu landasan pokok dari pendidikan. Antara psikologi dengan
pendidikan merupakan satu kesatuan yang sangat sulit dipisahkan. Subyek dan obyek pendidikan
adalah manusia, sedangkan psikologi menelaah gejala-gejala psikologis dari manusia. Dengan
demikian keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dalam proses dan pelaksanaan
kegiatan-kegiatan pendidikan peranan psikologi menjadi sangat mutlak. Analisis psikologi akan
membantu para pendidik memahami struktur psikologis anak didik dan kegiatan-kegiatannya,
sehingga kita dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan secara efektif
Jawaban Tugas Akhir Landasan Ilmu Pendidikan_ Heni Purwo Astuti

.
Implikasi Psikologi dalam Kegiatan Belajar
1. Implikasi Psikologi Pendidikan terhadap Pengembangan Kurikulum.
Kajian psikologi pendidikan dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum pendidikan
terutama berkenaan dengan pemahaman aspek-aspek perilaku dalam konteks belajar
mengajar. Pada intinya kajian psikologis ini memberikan perhatian terhadap bagaimana in put,
proses dan out put pendidikan dapat berjalan dengan tidak mengabaikan aspek perilaku dan
kepribadian peserta didik.
Secara psikologis, manusia merupakan individu yang unik. Dengan demikian, kajian psikologis
dalam pengembangan kurikulum seyogyanya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap
individu, baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaaan serta
karakterisktik-karakteristik individulainnya. Kurikulum pendidikan seyogyanya mampu
menyediakan kesempatan kepada setiap individu untuk dapat berkembang sesuai dengan potensi
yang dimilikinya.
2. Implikasi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Pembelajaran
Kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi
kegiatan pembelajaran Nasution (Daeng Sudirwo,2002) mengetengahkan tiga belas prinsip dalam
belajar, yakni (1) Agar seorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan, (2) Tujuan
itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksakan
oleh orang lain, (3) Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesulitan dan berusaha
dengan tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya, (4) Belajar itu harus terbukti dari
perubahan kelakuannya, (5) Selain tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil
sambilan, (6) Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan, (7) Seseorang belajar
sebagai keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual namun termasuk pula aspek emosional, sosial,
etis dan sebagainya, (8) Seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain, (9) Untuk
belajar diperlukan insight. Apa yang dipelajari harus benar-benar dipahami, (10) Disamping
mengejar tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering mengejar tujuan-tujuan lain,
(11) Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan, (12) Ulangan
dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman dan (13) Belajar hanya mungkin
kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar.
3. Implikasi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Penilaian
Penilaian pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan guna memahami
seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan. Melalui kajian psikologis kita dapat memahami
perkembangan perilaku apa saja yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan
pendidikan atau pembelajaran tertentu.
Di samping itu, kajian psikologis telah memberikan sumbangan nyata dalam pengukuran
potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik, terutama setelah dikembangkannya
berbagai tes psikologis, baik untuk mengukur tingkat kecerdasan, bakat maupun kepribadian
individu lainnya. Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui
Jawaban Tugas Akhir Landasan Ilmu Pendidikan_ Heni Purwo Astuti

pengukuran psikologis, memiliki arti penting bagi upaya pengembangan proses pendidikan
individu yang bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat dicapai perkembangan individu yang
optimal.
D. Guna Calon Guru Mempelajari Ilmu Psikologi Pendidikan
Manfaat mempelajari psikologi pendidikan bagi guru dan calon guru dapat dibagi menjadi dua
aspek, yaitu:
1. Untuk Mempelajari Situasi Dalam Proses Pembelajaran
Memahami perbedaan individu (peserta didik), penciptaan iklim belajar yang kondusif
dikelas, pemilihan strategi dan metode pembelajaran, memberikan bimbingan kepada peserta
didik dan mengevaluasi hasil pembelajaran
2. Untuk Penerapan Prinsip-prinsip Belajar Mengajar
Menetapkan tujuan pembelajaran, penggunaan media pembelajaran dan penyusunan jadwal
pelajaran

Anda mungkin juga menyukai