Anda di halaman 1dari 129

MAKALAH PENGANTAR PENDIDIKAN

HAKIKAT MANUSIA DAN PENDIDIKAN

DI SUSUN OLEH :

 MUHIMAH
 MAULINDAYANDI
 NURVILIA AGUSTININGIH
 SARIPA HADIJATUL HALIMA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2014
A. Hakikat Manusia

Menurut bahasa hakikat berarti kebenaran atau sesuatu yang sebenar-benarnya atau asal
dari segala sesuatu. Dapat juga dikatakan, hakikat itu adalah inti dari segala sesuatu atau
yang menjadi jiwa sesuatu.
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna yang memilki
kemampuan intelektual dan daya nalar sehingga manusia mampu berfikir, berbuat, dan
bertindak untuk membuat perubahan dengan maksud pengembangan sebagai manusia yang
utuh.
Hakikat manusia yaitu seperangkat gagasan atau konsep yang mendasar tentang
manusia dan makna eksistensi manusia di dunia. Artinya berbagai kesamaan yang menjadi
karakteristik setiap manusia disebut sebagai hakikat manusia, karena dengan
keanekaragaman itu terdapat satu hal yang menunjukan kesamaan di antara semua manusia,
yaitu bahwa semua manusia adalah manusia.
Hakikat manusia pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Manusia atau hakikat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan
2. Hakikat manusia berdasarkan sifat manusia dan karakteristik yang menjadi ciri
khususnya, serta hubungannya dengan fitrah manusia
Kemudian dari ragam pemahaman tentang hakikat manusia tersebut manusia dapat
dibedakan menjadi 5, yaitu:
1. Homo Religius
Manusia sebagai homo religius maksudnya ,yaitu pandangan tentang sosok manusia
dan hakikat manusia sebagai makhluk yang beragama. Manusia yakin adanya kekuatan
lain yaitu Tuhan Sang Maha Pencipta dan sudah menjadi fitrah manusia mampercayai
adanya Sang Maha pencipta yang mengatur seluruh kehidupan di muka bumi ini.
2. Homo Sapiens
Manusia sebagai homo sapiens maksudnya yaitu pemahaman hakikat manusia
sebagai makhluk yang bijaksana dan dapat berpikir atau sebagai animal rationale.Dengan
kemampuan manusia yang memiliki akal, pikiran, rasio, daya, nalar, cipta dan karsa
tersebut, maka manusia mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia seutuhnya
dalam menjalankan kehidupannya yang lebih baik.

3. Homo Faber
Homo faber maksudnya yaitu pemahaman tentang hakikat manusia sebagai makhluk
yang berpiranti (perkakas). Dengan akal dan keterampilan tangannya, manusia dapat
menciptakan atau mengahasilkan sesuatu (sebagai Produsen) dan menggunakan karya
dari manusia lain (sebagai konsumen) untuk kesejahteraan dan kemakmuran hidupnya.
4. Homo bomini socius
Kendati sosok manusia sebagai makhluk individu yang memiliki jati diri sebagai
pembeda dengan manusia lainnya, namun tak dipungkuri manusia juga dikelompokkan
sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk berinteraksi untuk
membentuk suatu masyarakat tertentu.
5. Manusia sebagai Makhluk etis dan Estetis
Hakikat manusia pada dasarnya sebagai makhluk yang memiliki kesadaran
susila(etika) dalm arti ia dapat memahami norma-norma sosial dan kaidah etika yang
diyakininya. Sedangkan makna estetis yaitu pemahaman tentang hakikat manusia sebagai
makhluk yang memiliki rasa keindahan (sense of beauty) dan rasa estetika (sense of
estetics).
Dari deskripsi di atas, jelaslah terdapat ragam pemahaman tentang manusia yang
bersendi pada karakteristik atau ciri manusia itu sendiri. Begitu kompleksnya hakikat
manusia dan kemanusiaan, serta tak hanya terbatas pada dimensi ragawi atau dimensi
kejiwaan, terlontar pemahaman lain tentang hakikat manusia dan kemanusiaan, yaitu:
1. Manusia sebagai makhluk yang monodualis
Manusia sebagai makhluk yang monodualis memberi makna bahwa sosok
manusia terdiri dari dua segi yang tak terpisahkan satu sama lain, yaitu hakikat manusia
yang ditilik dari segi jiwa dan raga, atau dari segi individu dan sosial yang merupakan
satu kesatuan yang merefleksikan gambaran utuh tentang manusia dengan segala
dimensi kemanusiaannya.
2. Manusia sebagai makhluk yang monopluralis
Artinya aspek manusia dengan kemanusiaannya terdiri dari banyak segi dan ragam
dimensi, tetapi merupakan suatu kesatuan. Langreveld Misalnya, menyebut tiga inti
hakiki kemanusiaan yaitu manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan
makhluk susila. Ketiga aspek tersebut merupakan kesatuan, dan tak dapat dipisahkan
satu sama lain.

B. Kodrat Manusia

Salah satu kodrat manusia adalah memiliki keinginan untuk senantiasa berhubungan
dengan manusia lain. Karena manusia hanya dapat hidup dengan sebaik-baiknya dan hanya
memiliki arti serta makna yang mendalam apabila manusia hidup bersama manusia lainnya
dan saling berkontribusi dalam suatu tatanan kemasyarakatan.Tidak dapat dibayangkan
manusia yang hidup menyendiri dalam suasana keterasingan tanpa berhubungan dan bergaul
dengan manusia lainnya. Apabila manusia terpaksa harus hidup menyendiri, sifat
kesendirian itu tidaklah mutlak dan langgeng, tetapi cenderung lebih bersifat sementara atau
temporal saja.
Manusia dilahirkan dengan susunan tubuh yang tidak dapat begitu saja dapat
melakukan fungsinya, tetapi dituntut untuk memanfaatkan daya pikirnya dan berbuat
sesuatu untuk kehidupannya yang lebih baik atau melakukan penyesuaian dengan
lingkungan alam sekitar. Misalnya tubuh manusia tidak dapat begitu saja dapat bertahan
hidup pada daerah bersalju sehingga manusia membuat pakaian tebal untuk bertahan hidup.
Kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan, makhluk pribadi ataupun manusia sebagai
makhluk sosial merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan serta dikembangkan
secara selaras, serasi dan seimbang. Oleh sebab itu, harus diyakini bahwa manusia akan
lebih bermakna dan memilki arti manakala ia hidup bersama orang lain dalam suatu tatanan
kemasyarakatan dalam upaya untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Walaupun
terkadang ditemukan kendala dan permasalahan, untuk memecahkan masalah tersebut
dibutuhkan keterampilan dan kemampuan manusia baik bersifat pengetahuan, keterampilan,
atau sikap. Hal ini mebuktikan bahwa terdapat hubungan antara hakikat manusia yang
kaitannya dengan interaksi sosial dan pendidikan guna lebih memanusiakan manusia.
C. Struktur fisik manusia

Manusia memiliki perbedaan bentuk fisik yang paling sempurna dibandingkan makhluk
Tuhan yang lainnya, perbedaan itu antara lain:
1. Manusia bisa berjalan tegak.
2. Manusia memiliki otak yang lebih tinggi perkembangannya dibandingkan dengan otak
hewan manapun.
3. Manusia memilki ibu jari yang dapat diletakkan secara bertentangan, hal ini
memungkinkan manusia menggunakan alat-alat atau peranti guna menghasilkan atau
menciptakan sesuatu dan selanjutnya menggunakan hasil tadi.
4. Manusia umumnya dilengkapi dengan organ vokal yang memungkinkan bisa berbicara
dengan nyaring dan memilki artikulasi yang jelas.
5. Manusia pada saat bayi relatif lama tak berdaya, yaitu mereka pada waktu lahir tidak
mempunyai kemampuan reflektif atau naluriah, akan tetapi mereka memiliki potensi
yang bisa dikembangkan lebih jauh.
D. Karakteristik manusia

Beberapa ahli ada yang mengatakan bahwa manusia sebagai”hewan yang rasional”.
Artinya, manusia memiliki daya nalar, ia dapat berpikir dalam bentuk yang logis,
menghubungkan ide-ide secara sadar dan memiliki tujuan tentang apa yang akan
dilakukannya. Kemampuan bernalar ini sering juga disebut sebagai intelegensia.
Manusia sering disebut juga sebagai makhluk sosial, dimana manusia membentuk
komuniti atau perkumpulan dalam bentuk organisasi atau masyarakat yang dalam
mengkomunikasikan pemikiran dengan menggunakan simbol tidak hanya dari tindakan,
tetapi juga dari pemikiran dan perasaan. Oleh karena manusia menggunakan simbol-simbol
untuk mengekspresikan ide-ide dan bukan hanya untuk mengekspresikan perasaan saja,
tetapi ia mampu berpikir dan berkomunikasi.
E. Hubungan Hakikat Manusia Dengan Pendidikan
Ada ahli yang mengatakan bahwa manusia sebagai animal educable, artinya pada
hakikatnya manusia adalah makhluk yang dapat dididik. Di samping itu, menurut
Langreveld, manusia disebut juga sebagai animal educandum yang artinya manusia pada
hakikatnya adalah makhluk yang harus dididik, dan homo educandus yang bermakna
bahwa manusia merupakan makhluk yang bukan hanya harus dan dapat dididik tetapi juga
harus dapat mendidik. Garapan pendidikan merupakan suatu keharusan mutlak bagi
manusia. Malahan pendidikan telah dianggap sebagai salah satu hak asasi manusia yang
harus dipenuhi. Persoalannya adalah mengapa garapan pendidikan merupakan suatu
keharusan bagi manusia, mengapa manusia harus dididik dan harus mendidik. Hal tersebut
dapat ditinjau dari beberapa segi,antara lain:
1. Hakikat anak sebagai manusia
Ada empat pandangan yang bisa mempengaruhi perkembangan anak, yaitu:
a. Pandangan Nativisme, yang berpendapat bahwa perkembangan individu semata-mata
ditentukan oleh faktor yang dibawa sejak lahir. Menurut pandangan ini, hasil
pendidikan ditentukan oleh anak itu sendiri. Oleh karena semenjak lahir sudah
membawa pembawaan sendiri, entah itu pembawaan baik atau jelek, sehingga
lingkungan tidak memberikan pengaruh yang besar. Teori ini, awalnya diperkenalkan
oleh seorang filsof Jerman Schopenhauer (1788-1880).
b. Pandangan yang berpendapat bahwa semua anak lahir dengan pembawaan baik, dan
tak ada seseorang anakpun yang memiliki pembawaan jelek. Malahan sebaliknya,
anak yang memiliki pembawaan baik menjadi rusak karena pengaruh lingkungannya.
Pandangan ini kurang memandang penting artinya pendidikan bagi perkembangan
anak. Dalam perkembangan selanjutnya, pandangan ini banyak ditinggal orang,
sebab pada kenyataannya pendidikan justru memberikan kontribusi pokok
pendewasaan manusia. tokoh pandangan ini adalah J.J.Rousseau, filsuf prancis yang
hidup tahun 1712-1778.
c. Pandangan Environtalisme, yang berpendapat bahwa perkembangan anak sangat
bergantung pada lingkungannya. Orang pertama yang mengemukakan pendapat ini
adalah Jhon Locke, seorang filsuf inggris yang hidup tahun 1632-1704. Pandangan ini
memberi penekanan bahwa lingkungan memberikan kontribusi bagi pembentukan
pribadi anak. anak ibarat kertas putih yang bisa ditulis dengan berbagai warna. Oleh
sebab itu, hasil pendidikan dianggap sebagai campur tangan lingkungan terhadapnya.
d. Pandangan konvergensi, yang berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak,
faktor bawaan ataupun faktor lingkungan memberikan kontribusi yang sepadan.
Pandangan ini pada awalnya dikembangkan oleh William Stem seorang ahli
pendidikan Jerman yang hidup pada tahun 1871-1939. Pendapat pandangan ini tidak
memisahkan secara terkotak-kotak antara faktor bawaan dengan faktor lingkungan.
Faktor bawaan, misalnya bawaan seseorang, bisa tidak akan berkembang manakala
tidak ada yang mendukungnya. Sebaliknya lingkungan yang baik akan kurang
bermakna apa-apa manakala anak sendiri tidak menunjukkan bakat atau
kemampuannya untuk mengembangkan diri. Ini mengandung maksud bahwa anak
dengan segala potensi yang dimilikinya adalah makhluk yang memerlukan bantuan
untuk berkembang ke arah kedewasaan. oleh karena itu dalam tahapan selanjutnya, ia
perlu dibimbing dan diberi pendidikan ke arah pendewasaan dirinya. Pandangan ini
meyakini bahwa perkembangan anak adalah hasil perpaduan antara pembawaan dan
lingkungan. Aliran ini mengakui akan kodrat manusia yang memiliki potensi sejak
lahir, namun potensi ini akan berkembang menjadi baik manakala mendapat
sentuhan pengaruh lingkungan yang menopang perkembangan dirinya.
2. Manusia dengan Sifat kemanusiaannya
Kegiatan mendidik adalah sifat yang khas yang dimiliki manusia. Imanuel kant
mengatakan, ”manusia hanya dapat menjadi manusia karena pendidikan” ,jadi jika
manusia tak dididik maka ia tidak akan menjadi manusia dalam arti yang sebenarnya.
Hal ini telah terkenal luas dan dibenarkan oleh hasil penelitian terhadap anak
terlantar yang dalam perkembangannya menjadi anak liar. Misalnya, dilukiskan dalam
cerita anak liar di India yang dalam sejarah pendidikan terkenal dengan nama Ramu dan
diasuh oleh seorang dokter bernama Shorma.
Konsepsi tersebut memberi penekanan bahwa lingkungan pendidikan memberikan
kontribusi bagi pembentukan pribadi anak. Sehingga anak mempunyai potensi untuk
menjadi dewasa, baik secara fisik maupun psikis.
Konsepsi hakikat anak sebagai manusia, mencerminkan setiap individu memiliki
berbagai kemungkinan dalam perkembangannya. Seorang individu dapat berkembang
menjadi warga yang baik atau mungkin dalam perkembangannya menjadi warga yang
tidak baik. Tugas dan garapan pendidikan adalah antara lain untuk mendidik setiap
individu untuk mengembangkan potensinya secara optimal sesuai dengan kemampuan
dan potensi yang dimilikinya.
3. Manusia sebagai Makhluk Budaya
Manusia dengan budi,rasa,dan karsanya menciptakan kebudayaan. Agar manusia
dapat hidup dan menghayati dunia kebudayaan tadi, manusia patut dilengkapi dengan
nilai-nilai atau norma kebudayaan yang sepatutnya disampaikan dalam garapan
pendidikan.
Dengan demikian pendidikan pada hakikatnya adalah proses kebudayaan yaitu suatu
proses yang mengangkat harkat dan martabat manusia dari dunia alam (the world of
nature) menuju kehidupan yang bercirikan dunia kebudayaan (the world of culture).
Aliran kebudayaan dalam pendidikan ini dipelopori oleh Spranger,yang mengutamakan
masalah penyampaian norma,nilai kebudayaan dan peradaban manusia dalam bentuk
nilai politik, sosial, ekonomi, keagamaan, ilmu pengetahuan, serta kesenian. Hal senada
dikemukakan Kluckhom seperti dikutip Nana Sudjana (1989:12-13) yang membagi tujuh
kategori produk kebudayaan secara umum yaitu: (a). Bahasa, (b). Sistem ilmu
pengetahuan,(c). Organisasi sosial, (d). Sistem peralatan dan teknologi, (e). Sistem mata
pencaharian, (f).sistem religi, dan(g). Kesenian.
Berdasarkan konsep yang dikemukakan di atas,pendidikan sebagai proses budaya
guna meningkatkan harkat dan martabat manusia, merupakan proses yang panjang dan
berlangsung sepanjang hayat melalui interaksi tanpa batas dan waktu,baik di lingkungan
keluarga, sekolah maupun masyarakat yang hasil-hasilnya dapat digunakan dalam
membangun kehidupan pribadi, agama, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara untuk
meningkatkan derajat peradaban manusia.
F. Hubungan Hakikat Manusia dan Hak Asasi Manusia dengan Harkat dan Martabat
Manusia
Hak asasi manusia pada hakikatnya merupakan hak dasar yang patut dimiliki pribadi
manusia secara kodrati .Hal tersebut merefleksikan bahwa hak dilimpahkan kepada umat
manusia . Hak asasi manusia tersebut terutama meliputi hak hidup, hak kemerdekaan dan
kebebasan , dan hak memiliki sesuatu. Hak ini kemudian berkembang sesuai dengan tingkat
kemajuan dan kebudayaan umat manusia. Hingga dewasa ini, hak-hak asasi manusia
meliputi berbagai bidang, yaitu:
1. Hak asai pribadi meliputi hak kemerdekaan, hak memeluk agama dan beribadah sesuai
dengan keyakinannya, hak mengemukakan pendapat, dan hak kebebasan berorganisasi.
2. Hak asasi ekonomi meliputi hak memiliki sesuatu, hak membeli dan menjual sesuatu, hak
mengadakan suatu perjanjian atau kontrak, dan hak memilih pekerjaan.
3. Hak asasi mendapatkan pengayoman dan perlakuan sama dalam keadilan dan
pemerintahan atau sering disebut hak persamaan hokum.
4. Hak asasi politik meliputi hak untuk diakui sebagai warga negara yang sederajat. Oleh
karena itu, setiap warga negara wajar mendapat hak itu dalam mengolah dan menata serta
dalam menentukan warna politik dalam kemajuan Negara.
5. Hak asasi sosial dan kebudayaan meliputi hak kebebasan mendapat pengajaran atau hak
pendidikan serta hak pembangunan kebudayaan.
6. Hak asasi perlakuan yang sama dalam tata cara peradilan dan perlindungan hukum
meliputi hak perlakuan yang wajar dan adil dalam penggeladahan.

Di Negara kita, hak asasi manusia telah mendapat tempat yang sangat terhormat, yaitu
antara lain terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945. Hak asasi manusia dalam UUD
1945 ini dapat ditemukan dalam pembukaan dan batang tubuhnya.
1. Pembukaan UUD 1945, alinea keempat yang menyatakan, “….melindungi segenap
bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdsarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial….”. Adanya pernyataan ini, menunjukkan bahwa
pemerintah menjamin secara penuh hak-hak asasi manusia warganya, meningkatkan
martabat bangsanya.
2. Pasal 27, Ayat (2), menyatakan, “ tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Karenanya setiap warga Negara berhak
mendapat pekerjaan untuk mencapai penghidupan yang layak sebagai manusia.
3. Pasal 29 Ayat(2), menyatakan , “ Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu”. Pasal ini merupakan pengakuan hak asasi yang sangat pribadi dalam
memilih dan memeluk atau menerima suatu agama, serta kebebasan baik secara pribadi
maupun bersama-sama anggota masyarakat lingkungannya serta secara terbuka maupun
tertutup menyatakan agama melalui ibadah, ketaatan tindakan, dan ajaran masing-masing.
Tindakan yang menghargai hak-hak asasi manusia, pada hakikatnya secara langsung
ataupun tak langsung akan menghindarkan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan
orang lain. Dengan mengakui bahwa setiap manusia mempunyai hak asasi yang kodrati,
terkandung nilai-nilai luhur yang bias meningkatkan martabat dan harkat manusia , yaitu:
a. Manusia dengan sendirinya diakui keberadaannya, serta hak dan kewajibannya dilindungi
secara hukum.
b. Manusia tidak akan memperlakukan manusia lainnya secara sewenang-wenang.
c. Pemerintah atau pihak lain, tidak akan melakukan kegiatan yang merugikan pihak lain,
misalnya melaksanakan homo homini lupus ( penindasan oleh manusia atas manusia
lainnya ).
Dengan demikian, ada mata rantai yang jelas antara hak asasi manusia, khususnya hak
asasi untuk memperoleh pendidikan, dengan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat
manusia itu sendiri, baik bersifat material maupun nonmaterial.

Peningkatan martabat manusia secara material, antara lain terefleksikan pada hak asasi
ekonomi, yaitu hak memiliki sesuatu, hak membeli dan menjual sesuatu, serta hak unuk
memilih pekerjaan. Misalnya, seseorang mendapat hak yang penuh untuk berusaha dan dan
mencari nafkah sendiri untuk kehidupan dan peningkatan martabat serta derajat
kesejahteraan yang lebih baik. Melalui hak asasi memperoleh kesempatan mengikuti jenjang
pendidikan, manusia diberi kesempatan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan,
meningkatkan kemampuan dan ketrampilannya yang pada gilirannya akan meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dan meningkatkan martabat manusia yang bersangkuan.
Sedangkan peningkatan martabat secara nonmaterial, antara lain terefleksikan pada
perolehan hak asasi pribadi, berupa hak asasi politik, hak asasi mendapat perlakuan yang
sama didepan hukum, serta hak asasi social dan kebudayaan. Sebagai conoh, perolehan hak
asasi pribadi berupa hak memeluk agama sesuai dengan keyakinannya masing-masing.
Adanya kebebasan secar pribadi maupun kelompok untuk menjalankan ibadah dan ketaatan
tindakan, serta ajaran sesuai dengan agama yang dianutnya merupakan upaya meningkatkan
martabat manusia yang sifatnya nonmaterial dan lebih bersifat agama religious.

G. Pendidikan sebagai hak asasi manusia


Hak memperoleh pengajaran dan pendidikan merupakan salah satu hak asasi yang patut
diperoleh manusia. Ini berarti hak memperoleh pendidikan dalam arti yang seluas-luasnya
merupakan hak setiap individu yang dijamin olehundang-undang dan dilindungi hukum.
Di Indonesia, secara yuridis formal perolehan hak asasi manusia dibidang layanan
pendidikan telah termuat dalam UUD 1945, Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, ataupun GBHN 1993.Berikut dokumen formal yang memuat
garapan pendidikan sebagai hak asasi segenap bangsa Indonesia, yaitu:
1. Pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang menyatakan,” ….melindungi segenap
bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum , mencerdaskan
kehidupan bangsa ,….”. Semenjak Republik Indonesia diproklamasikan tanggal 17
Agustus 1945, unsur “memajukan kesejahteraan umum” dan “mencerdaskan bangsa”
telah merupakan komitmen pokok sebagai pintu gerbang utama untuk meningkatkan
martabat dan harkat bangsa Indonesia.
2. Dalam bagian lain UUD 1945, yaitu pasal 31 ayat (1) , dinyatakan bahwa , “tiap warga
Negara berhak mendapat pengajaran” . Pasal ini merupakan jaminan atas hak segenap
bangsa Indonesia untuk mendapatkan pengajaran dan pendidikan.
3. GBHN1993, antara lain mengungkapkan bahwa pembangunan pendidikan dan
pengembangan generasi muda merupakan bagian integral dari upaya pengembangan
sumber daya manusia di berbagai bidang yang pada hakikatnya bertujuan
meningkatkan kualitas hidup manusia dan kehidupan masyarakat yang utuh
menyeluruh. Sedangkan “ Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas,
kreatif, professional, bertanggung jaeab, dan produktif secara sehat jasmani dan
rohani….”.
4. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional ( UUSPN ) Nomor 2 tahun 1989 :
a. Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
( Bab III Pasal 5 )
b. Setiap warga Negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti
pendidikan agar memperoleh pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang
sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan
tamatan pendidikan dasar ( Bab III Pasal )
c. Warga Negara yang memiliki kelainan fisik dan atau mental berhak memperoleh
pendidikan luar biasa ( Bab III Pasal 8 )
d. Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan
serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk
hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi
persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah (Bab V Pasal 13)

Demikianlah hak-hak asasi manusia dalam memperoleh kesempatan pendidikan, secara


yuridis formal telah terlindungi. Malahan dengan diberlakukannya UUSPN tahun 1989 ,
dengan program wajib belajar Sembilan tahun (wajar dikdas 9 tahun), segenap bangsa
Indonesia usia sekolah 7-15 tahun berhak mengikuti pendidikan dasar (setingkat SD dan
SLTP). Untuk warga masyarakat lainnya, terbuka kesempatan untuk mengikuti pendidikan
setara pendidikan dasar, antara lain melalui program pendidikan luar sekolah (PLS).
Selanjutnya, UUSPN ini menggariskan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan, meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia
Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan nasional.
Dari kutipan di atas, jelas bahwa hakikat pembangunan di bidang pendidikan
nasional adalah:
a. Mercerdaskan kehidupan bangsa,
b. Meningkatkat kualitas manusia Indonesia,
c. Mengembangkan kemampuan potensi bangsa,
d. Meningkatkan mutu kehidupan dan harkat serta martabat bangsa,
e. Mewujudkan tujuan nasional yaitu masyarakat Indonesia yang adil dan makmur
berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila .
H. Karakteristik Sosok Manusia Indonesia
Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting
untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup bangsa yang bersangkutan.
Perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia yang telah mengantarkan pembentukan suatu
pemerintahan Negara Indonesia untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia” serta “memajukan kesejahteraan umum , mencerdaskan
kehidupan bangsa,….” Menurut penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan yang
dapat menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup bangsa Indonesia.
Dalam kerangka pelaksanaan pembangunan nasional di bidang pendidikan, maka
pendidikan nasional mengusahakan usaha-usaha berikut. Pertama, membenuk manusia
seutuhnya sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan mampu mandiri.
Kedua, memberikan dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa dan Negara
Indonesia yang terwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh dan mengandung makna
terwujudnya kemampuan bangasa. Ketiga, mencerdaskan bangsa dan meningkatkan kualitas
hidup bangsa Indonesia. Keempat, meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia
Indonesia serta mewujudkan tujuan pembangunan nasional.
Dengan demikian, sistem pendidikan nasional adalah wahana untuk mencapai cita-cita
tujuan nasional. Sedangkan sistem pendidikan nasional dilaksanakan secara semesta,
menyeluruh, terpadu. Semesta, dalam arti terbuka bagi segenap bangsa Indonesia, lebih-
lebih dengan diberlakukannya wajib belajar pendidikan dasar Sembilan tahun (wajar dikdas)
bagi bangsa Indonesia usia 7-15 tahun. Menyeluruh, dalam arti mencangkup semua jalur ,
jenjang, dan jenis pendidikan. Sedangkan terpadu, dalam arti adanya saling keterkaitan
antara pendidikan nasional dengan seluruh kegiatan dalam kerangka pembangunan nasional.

I. Sosok manusia indonesia


Sejak tahun 1989, dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Tujuan Pendidikan Nasional (TPN) dirumuskan
sebagai berikut: Pendidikan Nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa , berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan
dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri
serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. (Bab II Pasal 4) . sedangkan
dalam GBHN 1993, ditetapkan Tujuan Pendidikan Nasional yang lebih rinci sebagai
berikut: Pendidikan Nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia,
yaitu manusia yangberiman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
luhur, berkepribadian , mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin,
beretos kerja, professional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan
rohani, menumbuhkan jiwa patriotic, dan mempertebal rasa cinta tanah air,
meningkatkan semangat kebangsaan, dan kesetiakawanan sosial serta kesadaran pada
sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan, serta berorientasi ke masa
depan….., (TAP MPR Nomor I/MPR/1993).
Deskripsi di atas, secara yuridis formal mengilustrasikan kea rah mana sosok
masyarakat Indonesia seutuhnya yang akan dibentuk sebagai sumber daya manusia
Indonesia yang siap untuk dipartisipasikan dalam pembangunan bangsa. Secara lebih
rinci, bila dirujuk dari GBHN 1993dan UUSPN No. 2 Tahun1989, karakteristik manusia
Indonesia seutuhnya, berdasarkan pandangan hidup Pancasila terdiri dari:
1. Karakteristik manusia berkualitas, yang bercirikan antara lain: beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Ynag Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, memiliki ilmu
pengetahuan, maju, tangguh dan cerdas.
2. Karakteristik manusia yang kompetitif, yang bercirikan antara lain: beretos kerja,
professional, bertanggung jawab, produktif, sehat jasmani dan sehat rohani, berjiwa
patriotic, meningkatkan kebangsaan dan kesetiakawanan sosial, serta berorientasi ke
masa depan.
Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia merupakan kerangka acuan
mendasar dalam menetapkan Tujuan Pendidikan Nasional. Mengkaji konsep Pancasila
sebagai dasar Negara serta rumusan TPN di atas, secara tersirat ada tiga hal yang cukup
mendasar sebagai cirri sosok manisia Indonesia, yaitu berkaitan dengan tiga hal: moral,
ilmu, dan amal. Sosok manusia Indonesia sepatutnya memiliki moral dan berbudi pekerti
luhur, memiliki ilmu pengetahuan yang memadai sesuai dengan tuntutan kebutuhan
terutama menghadapi Abad XXI yang penuh persaingan ini. Kemudian dari moral yang
luhur dan ilmu yang memadai tersebut, sosok manusia Indonesia harus mampu
mengamalkan ilmu dan mendarmabaktikan segala kemampuannya untuk kesejahteraan
nusa, bangsa, dan Negara. Ilmu bukan hanya untuk kepentingan subjektif, tetapi harus
diamalkan untuk pembangunan bangsa. Oleh sebab itu Pancasila sebagai falsafah
aabangsa yang mewarnai garapan pendidikan nasional dan dasar bagi pembentukan
manusia Indonesia seutuhnya, sepatutnya dilihat dari 4 dimensi, yaitu: dimensi
intelektual, social, personal, dan produktivitas. (Nana sudjana, 1989: 67).
Rincian keempat dimensi tersebut dapat dijelaskan sebagai beriut.
1. Dimensi intelektual, yaitu sosok manusia Indonesia yang memiliki pandangan wawsan
ilmu pengetahuan, terampil dalam mengkomunikasikan pengetahuan, dan kemampuan
memecahkan masalah yang dihadapi, serta tidak apriori terhadap pengetahuan orang
lain.
2. Dimensi social, yaitu sosok manusia Indonesia yang memiliki hubungan antar
manusia, hubungan manusia dengan lingkungannya, tahu hak dan kewajiban sebagai
warga Negara, kesetiaan kepada Negara, serta keanggotaan dalam organisasi yang
produktif.
3. Dimensi personal, yaitu sosok manusia Indonesia yang memiliki pertumbuhan fisik
dan kesehatan (kualitas fisik), stabilitas emosional, kesehatan mental, mempunyai
nilai- nilai moral religius , mempunyai nilai dan rasa estetis, adanya kemampuan untuk
mengembangkan diri.
4. Dimensi produktivitas, yaitu sosok manusia Indonesia yang memiliki kesanggupan
memilih keahlian/pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya, kemampuan untuk
mempertinggi keterampilan, keserasian hidup berkeluarga, mampu menempatkan diri
sebagai konsumen dan produsen yang baik, kreatif dan berkarya.

MAKALAH PENGANTAR PENDIDIKAN

LANDASAN DAN ASAS-ASAS


PENDIDIKAN
OLEH :

MUSHAWWIR FIKRI (E1R013030)

ARIF RAMDHANI (E1R013002)

HERI AMSYARI (E1R013018)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2014
BAB I
Landasan Dan Asas-Asas Pendidikan
Landasan dan Asas pendidikan sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar utama
terhadap pengembangan manusia dan masyarakat suatu bangsa tertentu. Landasan pendidikan
akan memberi pijakan dan arah terhadap pembentukan manusia Indonesia. Sedangkan asas –
asas pokok pendidikan akan memberi corak khusus dalam penyelenggaraan pendidikan dan
pada gilirannya memberi corak pada hasil-hasil pendidikan itu yakni manusia dan masyarakat
Indonesia.

A. Landasan Pendidikan

Berikut Beberapa diantara Landasan pendidikan

1. Landasan Filosofis

Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat (falsafah).
Driyakara (1987) menyatakakan bahwa filsafat adalah perenungan yang sedalam-dalamnya
tentang sebab “ada” dan “berbuat”. Filsafat menelaah secara radikal dan menyeluruh dan
konseptual yang menghasilkan konsepsi-konsepsi mengenai kehidupan dan dunia.
Tinjauan filosofis tentang sesuatu, termasuk pendidikan. Filsafat dan pendidikan
mempunyai kaitan yang erat satu dengan yang lainnya. Filasaf mencoba merumuskan citra
tentang manusia dan masyarakat. Sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra itu.
Landasan filsafat pendidikan merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau  hakikat
pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok, seperti  : apakah pendidikan itu,
mengapa pendidikan itu diperlukan, apa yang seharusnya menjadi tujuan, dan sebagainya.

Peranan filsafat pendidikan dalam bidang pendidikan yang berkaitan dengan hasil kajian
antara lain :

a. Keberadaan dan kedudukan manusia sebagai makhluk di dunia ini, seperti sebagaizoon
politicon, homo sapiens, animal educandum dan sebagainya.
b. Masyarakat dan kebudayaannya
c. Keterbatasan manusia sebagai makhluk hidup yang banyak menghadapi tantangan.
d. Perlunya landasan pemikiran dalam pekerjaan pendidikan utamnya filsafat pendidikan.

Wayan Ardhana, dkk (dalam Tirtarahardja, 2000) mengemukakan  bahwa aliran-aliran


filsafat bukan hanya mempengaruhi pendidikan, tetapi juga melahirkan aliran filsafat pendidikan,
seperti :
a. Idealisme
b. Realisme
c. Perenialisme
d. Esensialisme
e. Pragmatisme
f. Eksistensialisme

2. Landasan Sosiologis

Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu, bahkan dua
generasi, yang memungkinkan generasi muda memperkembangkan diri. Kegiatan pendidikan
yang sistematis terjadi di lembaga sekolah yang sengaja dibentuk oleh masyarakat. Dengan
meningkatkan perhatian sosiologi pada kegaitan pendidikan tersebut, maka lahirlah cabang
sosiologi pendidikan.

Sosiologi pendidikan merupakan analisa ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola


interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi
pendidikan meliputi 4 bidang :

1. Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain, yang mempelajari :


a. Fungsi pendidikan dalam kebudayaan
b. Hubungan sistem pendidikan dan proses kontrol sosial dan sistem kekuasaan
c. Fungsi sistem pendidikan dalam memeliharan dan mendorong proses sosial dan perubahan
kebudayaan.
d. Hubungan pendidikan dan kelas sosial.
e. Fungsionalisasi sitem pendidikan formal dalam hubungannya dengan ras, kebudayaan atau
kelompok-kelompok dalam masyarakat.
2. Hubungan kemanusiaan di sekolah :
a.Sifat kebudayaaan sekolah khususnya yang berbeda dengan kebudayaan di luar sekolah.
b. Pola interaksi sosial atau struktur masyarakat sekolah.
3. Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya, yang mempelajari :
a. Peranan sosial guru
b. Sifat kepribadian guru
c. Pengaruh kepribadian guru terhadap tingkah laku siswa.
d. Fungsi sekolah dalam sosialisasi anak-anak.
4. Sekolah dalam komunitas, yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok
sosial lain di dalam komunitasnya, yang meliputi :
a. Pelukisan tentang komunitas seperti tampak dalam pengaruhnya terhadap organisasi
sekolah.
b. Analisis tentang proses pendidikan seperti tampak terjadi pada sistem sosial komunitas
kaum tidak terpelajar.
c. Hubungan antara sekolah dan komunitas dalam fungsi kependidikannya.
d. Faktor-faktor demografi dan ekologi dalam hubungannya dengan organisasi sekolah.
Kajian sosiologi tentang pendidikan pada prinsipnya mencakup semua jalur pendidikan,
baik pendidikan sekolah, maupun luar sekolah. Khusus untuk jalur pendidikan luar sekolah,
terutama bila ditinjau dari sosiologi maka pendidikan keluarga sangat penting.

3. Landasan  Kultural

Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu menjadi anggota
masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Kebudayaan dan pendidikan mempunyai
hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan /dikembangkan dengan jalan
mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara
formal maupun informal. Sebaliknya bentuk, ciri-ciri dan pelaksanaan pendidikan itu ikut
ditentukan oleh kebudyaaan di tempat proses pendidikan berlangsung.

4. Landasan Psikologis

Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasaan psikologi


merupakan salah satu landasan penting dalam bidang pendidikan .Pada umumnya landasan
psikologi dari pendidikan tersebut terutama tertuju pada pemahaman manusia, khususnya proses
perkembangan manusia dan proses belajar
5. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Pendidikan dan Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat erat kaitannya, seiring dengan
kemajuan IPTEK maka pendidikan juga akan mengalami kemajuan yang sangat pesat, begitu
juga kemajuan cabang-cabang ilmu akan menyebabkan tersedianya informasi empiris yang cepat
dan tepat yang akan bermuara pada kemajuan teknologi pendidikan.
Dengan adanya perkembangan IPTEK dan kebutuhan masyarakat yang semkin kompleks,
maka pendidikan mau tidak mau harus mengakomodasi perkembangan , yaitu : dengan cara
memperbanyak teknologi dari berbagai bidang ilmu dan mengadopsinya untu penyelenggaraan
pendidikan sehingga akan terjadi kemajuan pendidikan.
Langkah-langkah  pengembangan dan pemanfaatan IPTEK antara lain : penelitian dasar,
penelitian terapan, pengembangan dan penerapan teknologi serta akhirnya diikuti evaluasi .
Manfaat IPTEK yang melandasi pendidikan menurut Dosen FIP (1995) harus mampu :
a. Memberikan kesejahteraan lahir dan batin
b. Mendorong pemanfaatan pengembangan sesuai tuntutan zaman.
c. Menjamin penggunaannya secara bertanggung jawab.
d. Memberi dukungan nilai-nilai agama dan nilai luhur budaya bangsa.
e.Mencerdaskan kehidupan bangsa.
f. Meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektifitas sumber daya manusia.
B. Asas – Asas Pendidikan

Asas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik
pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan.

Khusus di Indonesia , terdapat sejumlah asas yang memberi arah dalam merancang dan
melaksanakan pendidikan itu. Asas-asas tersebut antara lain:

1. Asas Tut wuri Handayani

Asas tut wuri handayani, yang kini menjadi semboyan Diknas pada awalnya merupakan
salah satu dari asas 1922 yakni : tujuh buah asas dari Perguruan Nasional Taman Siswa (didirikan
3 Juli 1922).. Asas atau semboyan ini dikumandangkan oleh Ki Hadjar Dewantara. dan mendapat
dukungan dari positif dari Drs. RMP Sosrokartono dengan menambahkan dua semboyan yaitu :
Ing Ngarso Sung Tuladha dan Ing Madya Mangun Karsa. Ketiga semboyan itu telah menyatu
menjadi satu kesatuan asas.

Asas tut wuri handayani merupakan inti dari asas 1922 yang menegaskan bahwa setiap
orang mempunyai hak mengatur dirinya dengan mengingat tertibnya persatuan dalam peri
kehidupan umum.

Keadaan yang dapat ditemukan dalam pendidikan berkaitan dengan asas ini antara lain :

a. Peserta didik mendapat kebebasan dalam memilih pendidikan dan keterampilan yang diminati
di semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan yang disediakan sesuai potensi, bakat, dan
kemampuan yang dimiliki.
b. Peserta didik mendapat kebebasan memilih pendidikan kejuruan yang diminati agar
mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja dan bidang yang diinginkan.
c. Peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa mendapat kesempatan untuk memasuki
program pendidikan dan keterampilan yang diminati sesuai dengan gaya dan irama belajarnya.
d. Peserta didik yang memiliki keistimewaan atau kekurangan dalam fisik dan mental
memperoleh kesempatan untuk memilih pendidikan dan keterampilan yang sesuai dengan
keadaanya.
e. Peserta didik di daerah terpencil mendapat kesempatan memperoleh pendidikan keterampilan
yang sesuai dengan kondisi daerahnya.
f. Peserta didik dari keluarga tidak mampu mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan dan
keterampilan sesuai dengan minat dan kemampuanya dengan bantuan dan dari pemerintah
masyarakat.
2. Asas Belajar sepanjang hayat

Istilah belajar sepanjang hayat erat kaitannya dengan istilah “pendidikan seumur hidup”.
UNESCO Institute for Education menetapkan suatu definisi kerja yakni pendidikan seumur hidup
adalah pendidikan yang harus :
a) Meliputi seluruh hidup setiap individu.
b) Mengarah kepada pembentukan, pembaharuan, peningkatan dan penyempurnaan secara
sistematis pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat meningkatkan kondisi hidupnya.
c) Tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri (self fulfilment) setiap individu.
d) Meningkatkan kemampuan dan motivasi utnuk belajar mandiri.
e) Mengakui kontribusi dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin terjadi, termasuk yang
formal, non formal dan informal.

Ada 2 misi yang diemban dalam proses belajar mengajar berdasarkan latar pendidikan
seumur hidup yaitu :: membelajarkan peserta didik dengan efisien dan efektif dan serentak
dengan itu, meningkatkan kemauan dan kemampuan belajar mandiri sebagai basis belajar
sepanjang hayat.

3. Azas Kemandirian dalam Belajar

Asas ini tidak dapat dipisahkan dari 2 asas tut wuri handayani dan belajar sepanjang hayat.
Implikasi dari asas ini adalah pendidik harus menjalankan peran komunikator, fasiltator,
organisator, dsb. Pendidik diharapkan dapat menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar
sedemikian rupa sehingga memudahkan peserta didik berinteraksi dengan sumber belajar
tersebut. 

BAB II
HUBUNGAN PENDIDIKAN DENGAN KEHIDUPAN
BERMASYARAKAT, BERBANGSA, DAN BERNEGARA
Jelas dipahami bahwa manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Sebab,
MJ. Langeveld mengatakan tentang manusia dan pendidikan sebagai berikut:

Homo Educable (manusia itu dapat dididik), Homo Educandum (manusia itu dapat
mendidik) dan Homo Educandus (manusia itu dapat dididik dan dapat mendidik). Sehingga
pada dasarnya manusia untuk pertamakalinya menjadi insan yang dididik, untuk kemudian
mendidik dan titik akhirnya mampu mensinergikan diri menjadi makhluk yang bisa dididik dan
mampu mendidik. Seirama pendapat Langeveld di atas, Imannuel Kant menyampaikan
”Manusia dapat menjadi manusia hanya karena pendidikan, ia tidak lain daripada hasil
pendidikan”. (Ghozi Yusuf, 1977, 40-41).

Di sinilah penempatan subjek pendidikan sebagai manusia yang holistik dan eklektik,
artinya pendidikan menempatkan manusia menjadi makhluk yang lebih utuh baik mental dan
moralnya, fisik dan psikisnya. Esensinya pendidikan memanusiakan manusia menjadi makhluk
yang bermartabat dan beradab serta berbudaya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia
dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang
dikenal dan diakui oleh masyarakat.

Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 Bab XIII
Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 31 mennyebutkan Ayat 1 Bahwa setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan, dan Ayat 3 ”Pemerintah Mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang” dan Ayat
5 ”Pemerintah memajukan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-
nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia”. Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang
merupakan salah satu tujuan negara Indonesia. Di sinilah letak hubungan pendidikan dengan
kehidupan bermasyarakat. 

Apalagi Pendidikan keagamaan pada umumnya diselenggarakan oleh masyarakat


sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Jauh sebelum Indonesia
merdeka, perguruan-perguruan keagamaan sudah lebih dulu berkembang. Selain menjadi akar
budaya bangsa, agama disadari merupakan bagian tak terpisahkan dalam pendidikan.
Pendidikan keagamaan juga berkembang akibat mata pelajaran/kuliah pendidikan agama yang
dinilai menghadapi berbagai keterbatasan. Sebagian masyarakat mengatasinya dengan
tambahan pendidikan agama di rumah, rumah ibadah, atau di perkumpulan-perkumpulan yang
kemudian berkembang menjadi satuan atau program pendidikan keagamaan formal, nonformal
atau informal.

Secara historis, keberadaan pendidikan keagamaan berbasis masyarakat menjadi sangat


penting dalam upaya pembangunan masyarakat belajar, terlebih lagi karena bersumber dari
aspirasi masyarakat yang sekaligus mencerminkan kebutuhan masyarakat sesungguhnya akan
jenis layanan pendidikan. Dalam kenyataan terdapat kesenjangan sumber daya yang besar antar
satuan pendidikan keagamaan. Sebagai komponen Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan
keagamaan perlu diberi kesempatan untuk berkembang, dibina dan ditingkatkan mutunya oleh
semua komponen bangsa, termasuk Pemerintah dan pemerintah daerah. Rancangan Peraturan
Pemerintah tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan merupakan kesepakatan
bersama pihak-pihak yang mewakili umat Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan
Khonghucu. Masing-masing telah memvalidasi rumusan norma hukum secara optimal sesuai
karakteristik agama masing-masing.

Selain peran serta masyarkat melalui pendidikan berbasis masyarkaat, maka


pengelolaan pendidikan jelas menjadi tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah,
sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Dasar tahun 1945 Bab XIII Pendidikan dan
Kebudayaan Pasal 31 Ayat 3. Sehingga, pendidikan itu sendiri sangat erat hubungannya dengan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab, negara wajib menyelenggarakan pendidikan untuk
seluruh warganya, membiayai pendidikan dasarnya dan mendanai penyelenggaraan pendidikan
sebagaimana dimandatkan Undang-undang Dasar tahun 1945 sebanyak 20 % dari total APBN
dan APBD. Sehingga, pemenuhan suprastruktur dan infrastruktur pendidikan menjadi tanggung
jawab resmi pemerintah. Karenanya, tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan bukan
sekedar ada di pundak pemerintah semata, namun peran serta masyarakat dan seluruh
komponen bangsa dan pelaku pendidikanlah yang wajib memikulnya. Kesemua itu dalam
upaya mewujudkan cita-cita dan tujuan pendidikan, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa
yang berdasarkan Pancasila serta sesuai dengan tujuan pendidikan yang termaktub dalam
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Dasar,
Fungsi dan Tujuan, Pasal 3;

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak


serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. 
Dengan demikian, maka misi pendidikan nasional yang terdiri dari:

1) Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang


bernutu bagi seluruh rakyat Indonesia
2) Membantu memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia
dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar
3) Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk
mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral
4) Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat
pembudayaan ilmu pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, sikap, dan nilai
berdasarkan standar nasional dan global, dan
5) Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat
diwujudkan.

Selaian itu, dalam persoalan kurikulum juga tak lepas dari faktor sosial
kemasyarakatan. Hal ini sebagaimana dijelaskan Syaiful Sagala dalam bukunya Konsep dan
Makna Pembelajaran (2008). Dia menyebutkan bahwa, strategi perubahan dan pengembangan
kurikulum, konteks sosial tidak dapat terlepas, artinya sistem sosial yang ada di masyarakat
berpengaruh langsung dalam perubahan kurikulum. Sistem sosial tersebut mengandung konsep
eksistensi individu di masyarakat dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat
sekitarnya. Sejalan dengan hal itu John Dewey memandang pendidikan sebagai alat
rekonstruksi sosial yang paling efektif, dengan membentuk individu dapat membentuk
masyarakat. Pendidikan merupakan badan yang konstruktif untuk memperbaiki masyarakat dan
membina masa depan yang lebih baik. Jadi kurikulum sebagai rekonstruksi sosial
mengutamakan kepentingan sosial di atas kepentingan individu. Utamanya menurut Nasution
(1990:24) ialah perubahan sosial atas tanggung jawab tentang masa depan masyarakat. (Syaiful
Sagala, 2008:257). 

Di sinilah eratnya hubungan pendidikan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa


dan bernegara, sebab antara pendidikan dan masyarakat terjadi simbiosis mutualisme,
hubungan saling menguntungkan dan saling mempengaruhi. 

Lebih jauh Dewan Konsorsium Pendidikan Indonesia (DKPI) menyebutkan komponen


pelaksana kurikulum yang salah satunya adalah Masyarakat. DKPI menyebutkan bahwa
Masyarakat adalah:
1) Kehidupan bermasyarakat berlandaskan nilai-nilai keagamaan, sosial, dan budaya. Sebagian
nilai-nilai tersebut lestari, sebagian lagi terus berubah sesuai dengan perkembangan IPTEK
2) Masyarakat merupakan sumber nilai yang memberikan arah normatif terhadap dunia
pendidikan, dan 
3) Kehidupan berrmasyarakat ditingkatkan mutunya oleh individu yang telah mampu
mengembangkan dirinya melalui pendidikan. (Syaiful Sagala, 2008:258) 

Dari uraian di atas begitu jelas dan gamblang bahwa peran serta masyarakat melalui
pendidikan berbasis masyarakat dan segala pertimbangan dan kebijakan pendidikan termasuk
pengembangan kurikulum juga di dasarkan pada masyarakat, menunjukkan antara dunia
pendidikan dengan kehidupan bermasyarkat, berbangsa dan bernegara tidak dapat dipisahkan.
Keduanya setali tiga uang yang saling sinergi dan sama-sama memberikan pengaruh positif.

BAB III
PENDIDIKAN DALAM MENGGAPAI GLOBALISASI DAN
ABAD XXI
A. Pengaruh Globalisasi Dalam Pendidikan

Dalam hembusan era globalisasi, gemanya tak hanya menerpa bidang ekonomi dan
informasi/telekomunikasi saja, tetapi menyentuh hampir semua tatanan kehidupan umat manusia.
Esensinya adalah bahwa kerja sama internasional antar negara merupakan prasyarat dalam
menata kehidupan global yang lebih baik.globalisasi bukan berarti persaingan antar bangsa dalam
arti sempit. Globalisasi bukan pula penindasan si kuat kepada si lemah, tetapi lebih merupakan
pranata baru antar bangsa yang berpijak pada semangat kebersamaan guna kehidupan masyarakat
yang lebih baik.
Naisbitt dan Patricia (1990: 38-39, 244-245) merinci beberapa konsekuensi logis adanya
globalisasi dibidang pendidikan, antara lain :
Pertama, dalam globalisasi, sistem nilai dan filsafat merupakan posisi kunci dalam garapan
pendidikan nasional. Semua negara menempatkan sistem nilai dan etika sebagai landasan utama
dalam merancang kurikulum nasionalnya.
Kedua, globalisasi menuntut adanya angkatan kerja yang berkualifikasi dan berpendidikan
(skilled and educated employees). Dalam masyarakat informasi, lapangan kerja dialamatkan pada
mereka yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang berlatar pendidikan yang memadai.
Sebaliknya mereka yang miskin keterampilan dan tuna pendidikan, akan berderet mengisi barisan
pengangguran atau sekelompok pekerja dengan gaji yang sangat minim.
Ketiga, kerja sama pendidikan mutlak diperlukan. Kerja sama internasional di bidang
pendidikan adalah sisi lain daripada konsekuensi globalisasi. Bantuan dana, pengiriman tenaga
ahli, maupun pemberian beasiswa dan pengiriman siswa tugas belajar ke luar negeri merupakan
salah satu bentuk kerja sama internasional di bidang pendidikan.
Ihwal globalisasi di bidang pendidikan ini sebenarnya telah dirintis badan dunia PBB
semenjak dua dasawarsa yang lalu. Lewat “Trlogi Pendidikan Global” misalnya, badan dunia
PBB di bidang pengembangan (UNDP) telah mencanangkan tiga kebutuhan mendesak bagi
pendidikan global, terutama bagi negara berkembang, yaitu :
1. Demokratisasi pendidikan,
Di bidang demokrasi pendidikan, tercuat nilai hakiki tentang pendidikan itu sendiri
bahwa melalui pendidikan yang ditempuhdimaksudkan untuk masyarakat menuju
kemandirian, kenuju ke suatu wujud pemerataan untuk memperoleh pendidikan seluas-
luasnya. Pendidikan adalah universal dan hak semua orang atau lazim juga disebut
sebagai education universal and for all.
2. Modernisasi pendidikan
Modernisasi pendidikan mencakup antara lain keragaman alternatif dalam pelayanan dan
proses belajar-mengajar. Beberapa bentuk modernisasi pendidikan antara lain pendidikan jarak
jauh, pendidikan dengan multimedia, cara belajar tuntas, atau dengan pendekatan non
konvensional lainnya dalam bidang pendidikan.semuanya bermuara sama ke arah globalisasi
pendidikan, serta pemerataan perolehan pendidikan untuk semua orang tanpa rintanganatau
hambatan, baik secara geografis, psikis, fisik, finansial maupun halangan yang sifatnya
dukungan kultural.
3. Adaptasi pendidikan
Adaptasi pendidikan merupakan hakikat usaha ke arah menjembatani kesenjangan antara
angkatan kerja yang dihasilkan lembaga pendidikan dengan lapangan kerja yang
tersedia.kesenjangan ini bisa bersifat kesenjangan okupasional, kesenjangan akademik,
ataupun mungkin kesenjangan kultural/budaya, karena masyarakat belum siap secara
kulturdalam mengantisipasi gejolak perkembangan yang ada.
B. Pendidikan abad XXI

Dalam konteks nasional, antisipasi garapan pendidikan nasional menghadapi kehidupan


abad mendatang, secara yuridis formal telah tersurat pada Undang-undang nomor 2 tahun 1989
tentang system pendidikan nasional. Salah satu kebijakan politis yang perlu dilaksanakan adalah
“wajib belajar pendidikan dasar” Sembilan tahun (wajardikdas Sembilan tahun). Ini satu
kebijakan politis dan langkah antisipasi pendidikan nasional yang sangat mendasar dalam
menghadapi tuntutan global pada masa mendatang. Dalam GBHN 1993 disebutkan bahwa:
“pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu
manusia yang berimandan bertakwa terhadap tuhan yang maha esa, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja,
professional, bertanggung jawab dan produktifserta sehat jasmani dan rohani, menumbuhkan
jiwa patriotik dan mempertebal rasa cinta terhadap tanah air, meningkatkan semangat
kebangsaan dan kesetiakawanan social serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap
menghargai jasa para pahlawan, serta berorientasi ke masa depan”.
Ada beberapa gagasan yang mungkin dapat dipertimbangkan dalam menyiapkan garapan
pendidikan nasional, khususnya dalam antisipasi menghadapi kehidupan abad 21 mendatang.
Seperti yanf disarankan Deliar Noer dan Iskandar Alisyahbana (1988 : 376 – 389).
1. Pendidikan bukan hanya berurusan dengan transmisi pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga
dengan preferensi lain. Itu berarti bahwa pendidikan berhubungan erat dengan nilai-nilai, dan
sebagian nilai-nilai itu adalah berkenaan dengan nasionalisme.
2. Negara kita adalah Negara kepulauan. Secara potensional, sumber-sumber kita ada di darat dan
di perairan. Kita bertanggung jawab untuk melindungi sumber alam tersebut dan
memanfaatkannya sebaik-baiknya untuk kemaslahatan
3. Di masa depan mungkin sekali ada perubahan dan flukutasi yang berarti dalam penyebaran
penduduk. Oleh sebab itu, perlu dikembangkan system pendidikan yang cukup luwes yang
mampu secara cepat menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.
4.  Tuntutan belajar seumur hidup (long life education) tampaknya harus mendapat perhatian
yang lebih memadai di masa mendatang.
5.  Pentingnya media elektronik dalam penyebarluasan pendidikan, termasuk pengembangan
system belajar jarak jauh dan pemanfaatan computer untuk pendidikan.
6.  Publikasi dan penelitian serta pengembangan pendidikan merupakan hal yang sangat mendasar
bagi setiap masyarakat yang ingin maju.

MAKALAH PENGANTAR PENDIDIKAN


“LINGKUNGAN PENDIDIKAN”
OLEH :

BAIQ ROZITA RIZKY YULIANA (E1R013007)

KUSUMA KOMALA SARI (E1R013021)

NI PUTU ARDIANI PUTRI (E1R013035)

RIRIN RIPMIANI (E1R013046)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FKIP UNIVERSITAS MATARAM
2014
LINGKUNGAN PENDIDIKAN

Lingkungan Pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri anak dalam
alam semesta ini yang menjadi wadah atau wahana, badan atau lembaga
berlangsungnya proses pendidikan yang merupakan bagian dari lingkungan sosial.

Secara umum fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik dalam
berinteraksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya (fisik, sosial, dan budaya), dan utamanya
berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia agar dapat dicapai tujuan pendidikan yang
optimal. Penataan lingkungan pendidikan itu terutama dimaksudkan agar proses pendidikan
dapat berkembang secara efisien dan efektif. Seperti diketahui, proses pertumbuhan dan
perkembangan manusia sebagai akibat interaksi dengan lingkungannya akan berlangsung secara
alamiah dengan konsekuensi bahwa tumbuh kembang itu mungkin berlangsung lambat dan
menyimpan dari tujuan pendidikan.

Oleh karena itu, diperlukan berbagai usaha sadar untuk mengatur dan mengendalikan
lingkungan itu sedemikian rupa agar dapat diperoleh peluang pencapaian tujuan secara optimal,
dan dalam waktu serta dengan daya/dana yang seminimal mungkin. Dengan demikian
diharapkan mutu sumber daya manusia makin lama semakin meningkat. Hal itu hanya dapat
diwujudkan apabila setiap lingkungan pendidikan tersebut dapat melaksanakan fungsinya
sebagaimana mestinya.

Lingkungan pendidikan memiliki 3 pembahasan pokok yaitu : Proses Pendidikan,


Pendidikan Sebagai Sistem, dan Situasi Pendidikan.
1) Proses Pendidikan

Proses pendidikan merupakan kegiatan memobilisasi segenap komponen pendidikan


oleh pendidik terarh kepada pencapain tujuan pendidkan. Bagi mana proses pendidikan itu
dilaksanakan sangat menentukan kualitas hasil pencapai tujuan pendidikan. Kualitas
komponen pendidikan menggejala pada 2 segi, yaitu kualitas komponen dan kualitas
penggelolaannya. Kedua segi tersebut satu sama lain saling bergantung. Walaupun
komponen-komponennya cukup baik, seperti tersediannya prasarana dan sarana serta biaya
yang cukup, jika tidak ditunjang dengan penggelolaan yang andal maka pencapaian tujuan
tidak akan tercapai secara optimal. Demikian pula bila penggelolaan baik tetapi didalam
kondisi yang serba kekurangan, akan mengakibatkan hasil yang tidak optimal.

Pendidikan Sebagai Proses

Pendidikan sebagai proses memberi makna bahwa pendidikan akan senantiasa


dinamis,sistemik(berdasarkan system tertentu),sistematis(berdasarkan cara tertentu),serta
berkelanjutan seirama dan sejalan,dengan dinamika dan perubahan masyarakat yang di
jalaninya. Tujuan pendidikan berkaitan erat dengan hal yang ingin di capai dalam program
pendidikan.tujuan pendidikan nasional berkaitan erat dengan filsapat yang di anutnya.
Materi program pendidikan pada dasarnya lebih merupakan sebaran kurikulum yang
akan dilaksanakan dalam proses pendidikan.sedangkan sebaran isi kurikulum lebih
merupakan pengorganisasian pengalaman belajar.salah satu cara untuk membagi rumusan
pengalaman belajar adalah dengan menggunakantaksonomi bloom.Taksonomi itu
mengandung tiga ranah pengalaman belajar,yaitu:

a. Ranah kognitif atau pengetahuan


b. Ranah afektif atau sikap
c. Ranah psikomotorik atau keterampilan
Metode adalah cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam
upaya mencapai tujuan instruksional yang di tetapkan. Sedangkan strategi lebih merupakan
perencanaan atau taktik yang dirancang sedemikian rupa untuk tujuan pembelajaran yang
lebih khusus. Metode dan strategi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
implementasi program pendidikan. Kedua memuat tugas2 atau kegiatan yang perlu
dilakukan guru atau peserta didik. Dalam hal ini, umar hamalik(11995:27) mengajukan tiga
alternatif pendekatan yang bisa digunakan dalam menyusun strategi pembelajaran yaitu:
a. Pendekatan yang terpusat pada mata pelajaran.Artinya materi atau topik pembelajaran
bersumber dari mata pelajaran tersebut.Posisi guru merupakan sebagai penyampai
pesan dan siswa sebagai penerima.Sedangkan bahan pelajaran adalah isi pesan itu
sandiri
b. Pendekatan yang terpusat pada siswa pembalajaran tersebut dilaksanakan berdasarkan
kebutuhan,minat dan kemampuan siswa. Contoh pendekatan ini antara lain : belajar
mandiri,belajar melalui modul,paket belajar dsb.
c. Pendekatan yang berorientasi pada kehidupan masyarakat. Pendekatan ini dapat
menintegrasikan sekolah dan masyarakat. Prosedur yang di tempuh ialah
mengundang masyarakat ke sekolah. Metode yang digunakan antara lain :
Karyawisata, narasumber, survey, praktek kerja.
Komponen evaluasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam pendidikan.Hasil
evaluasi dapat dipandang sebagi penunjuk apakah sasaran yang ingin dituju itu tercapai atau
tidak.Oleh sebab itu,sasaran evaluasi pada dasarnya ditujukan pada tiga hal:
a. Peserta didik, sejauh mana siswa dapat mencapai prestasi belajar
b. Guru, sejauh mana guru melakukan tugasnya sebagai pengajar dalam mengantarkan anak
didiknya kearah yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
c. Program, sampai sejauh mana program yang telah disiapkan cukup andal dan relavan
guna mencapai tujuan pendidikan.Kegiatan evaluasi juga berguna untuk mengetahui
keseluruhan kegiatan optimal atau tidak.Melalui kajian evaluasi yang ada sehubungan
dengan hal itu,maka ada dua sasaran pokok evaluasi dalam kaitannya dengan pendidikan
yaitu:
1. Evaluasi terhadap hasil artinya evaluasi ini menilai sampai sejauh mana
keberhasilan garapan pendidikan telah dilaksanakan guna mengantarkan peserta
didik dalam mencapai tujuan pendidikan.
2. Evaluasi terhadap proses,artinya kegiatan evaluasi yang menitik beratkan kepada
penilaian apakah proses pelaksanaan pendidikan ini efektif atau tidak, apakah
“cost” dan pengeluaran lainnya selama proses pendidikan berlangsung sepadan
dengan “benefit” dan hasil pendidikan yang diraih.
Dengan kata lain, evaluasi merupakan bagian penting dalam implementasikan
pendidikan di sekolah. Keberadaannya merupakan petunjuk apakah keseluruhan program
yang sudah dirancang dapat berjalan baik atau tidak dalam upaya mencapai tujuan
pendidikan.
Deskripsi di atas menggambarkan komponen komponen pendidikan saling
berinteraksi satu sama lain dan saling mempengaruhi. Audrey dan nicholls (1982 : 48 )
menyebut ke empat komponaen tersebut sbagai berikut :
1. Tujuan (objectives)
2. Isi (contents)
3. Metode (metbodh,strategies)
4. Evaluasi (evaluation)
Keempat komponen tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi.adanya
kelemahan pada salah satu komponen,maka akan mempengaruhi komponen lainnya,yang
pada gilirannya akan mempengaruhi pada garapan pendidikan secara keseluruhan.
Pendidikan sebagai proses pendewasaan
Pada dasarnya pendidikan adalah proses transformasi atau peruses perubahan tingkah
laku peseerta didik.perubahan yang d maksud bukan sekedar penambahan tingkah lakunya,
tetapi di harapkan terjadi perubahan struktual yang berkenaan dengan perubahan tingkah
laku,menuju ke derajat kemapanan tertentu.artinya,dalam garapan pendidikan akan terjadi
peroses perubahan tingkah laku mennuju kepada kedewasaan(maturity).
Pendidikan merupakan suatu peruses yang berdimensi luas,dari segi tujuan yang akan
d capai ,baik pendidikan maupun peserta didik memiliki tujuan tersendiri. Berikut ini,ciri
umum unsur unsur pendidikan sebagai proses interaksi yang meliputi antara lain :
a. Pelaku, para pelaku utama pendidikan adalah para pendidik sebagai pelaku mendidik
dan para peserta didik.
b. Tujuan, secara umum tujuan pendidikan adalah membantu peserta didik untuk menjadi
pribadi yang mandiri dan utuh menuju kedewasaan.
c. Tempat, garapan pendidikan di laksanakan oleh lembaga pendidikan sekkolah ataupun
luar sekolah (UUSPN pasal 10).tempat belajarnya bisa di sembarang tempat.misalnya
di sekolah melalui suatu kegiatan belajar mengajar yang berjenjang dan
berkesinambungan.sedangkan pendidikan di luar sekolah (termasuk pendidikan
keluarga)merupakan pendidikan yang terjadi di luar sekolah melalui kegiatan belajar
mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan.
d. Jenjang waktu, prosespendidikan secara umum di lakukan sepanjang hayat,walaupun
dalam lembaga pendidikan formal,jenjang waktunya di sesuaikan dengan cirri lembaga.
e. Ukuran keberhasilan, dalam garapan pendidikan ukuran keberhasilan secara umum di
lihat pada sampai sejauh mana terbentuknya pribadi yang terpelajar,mandiri dan utuh
menuju kedewasaan.
f. Output (hasil), hasil yang di capai dalam garapan pendidikan adalah terbionanya
manusia yang utuh dan dewasa,baek secara mental dan jasmani dan perolehan hasil
belajar merupakan kemajuan ranah kognitif (pengetahuan), ranah afektif (sikap) serta
ranah psikomotorik (keterampilan sesuai dengan tujuan pendidikan yang di tetapkan).
2) Pendidikan Sebagai Sistem
Pendidikan merupakan kegiatan yang kompleks , dan meliputi berbagai komponen
yang berkaitan erat satu sama lain. Sedangkan Sistem didefinisikan sebagai suatu kesatuan
dari berbagai elemen atau bagian-bagian yang mempunyai hubungan fungsional dan
berinteraksi secara dinamis untuk mencapai hasil yang diharapkan (Mudyahardjo, 1993).
A. Tri Pusat pendidikan
Istilah “tri pusat pendidikan” merupakan penyelenggaraan pendidikan yang di
lakukan oleh tiga pihak secara berhubungan dan saling berkaitan. Ketiga pihak itu adalah
keluarga, lembaga pendidikan, dan masyarakat. Istilah tri pusat pendidikan pertama di
kemukakan sebagai buah pandangan Ki hajar Dewantara dengan dua teori :
1. Teori tri KON
Ki Hajar Dewantara menekankan bahwa aktivitas pendidikan dan pengajaran
sebagai tempat “persemain” benih-benih kebudayaan bangsa. Benih- benih tersebut
mengandung unsure-unsur kebudayaan nasional. Oleh sebab itu, sebelum para siswa
diberi informasi dan mengenal budaya asing dan budaya internasional, mereka harus
sudah mendalami karakteristik kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional.
Untuk ,memudahkan menerima unsure budaya asing secara selektif, Ki Hajar
Dawantara mengemukakan teori Tri-kon yaitu :
a. Kontinuitas berarti bahwa garis hidup kita sekarang harus merupakan lanjutan
dari kehidupan kita pada zaman lampau berikut penguasaan unsur tiruan dari
kehidupan dan kebudayaan bangsa lain.
b. Konvergensi berarti kita harus menghindari hidup sendiri, terisolasi dan mampu
menuju kearah pertemuan antar bangsa dan komunikasi antar Negara menuju
kemakmuran bersama atas dasar saling menghormati , persamaan hak dan
kemerdekaan masing- masing.
c. Konsentris berarti setelah kita bersatu dan berkomunikasi dengan bangsa – bangsa
lain di dunia , kita jangan kehilangan kepribadian sendiri . Bangsa Indonesia
adalah masyarakat yang memiliki adat istiadat dan kepribadian sendiri.

2. Tri Pusat Pendidikan


Ada tiga lingkungan pendidikan :
 Keluarga (lingkungan rumah), termasuk didalamnya peran ayah , ibu sebagai
orang tua yang berkewajiban mendidik putra – putrinya dalam kehidupan
keluarga.
 Perguruan (lembaga pendidikan) lingkungan sekolah dengan struktur dan system
kelembagaan yang khas sebagai tempat persemain anak bangsa.
 Masyarakat , lingkungan masyarakat sekitar dengan segala dinamika dan
karakteristiknya yang secara langsung ataupun tak langsung mempengaruhi
perkembangan anak didik sebagai anggota masyarakat.

LINGKUNGAN KELUARGA

Penyelenggaraan pendidikan di laksanakan melalui 2 jalur yaitu jalur pendidikan


sekolah dan luar sekolah. Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan
luar sekolah yang di selenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan
agama, nilai budaya , nilai moral dan keterampilan. Dalam kehidupan mausia, kita
mengenal suatu persekutuan hidup yang terkecil yang di sebut keluarga. Keluarga ini
dapat kita bedakan menjadi dua kelompok, yaitu keluarga inti dan keluarga besar.
Keluarga inti terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Sedangkan keluarga besar terdiri selai dari
ayah, ibu , dan anak juga anggota keluarga lainnya yang masih sangat erat hubungan
kekeluargaannya baik berasal dari keluarga ayah maupun ibu. Dalam keluarga ayah
berperan sebagai kepala rumah tangga. Pengakuan kewibawaan dan panutan harus
tumbuh dan berkembang pada figure ayah dalam pergaulan antara ayah dengan anggota
keluarga lainnya yaitu ibu dan anak. Keluarga merupakan wadaha atau tempat situasi
pergaulan antar anggota keluarga yang pada kondisi ini akan berkembang menjadi
pendidikan dalam keluarga. Ibu berperan sebagai figure kedua dari setelah ayah dalam
proses pendidikan anak- anak di rumah.ibu dalam keluarga lebih merupakan tokoh sumbr
kasih sayang yang syarat dengan sentuhan cinta. Kecintaan seorang ibu terhadap anaknya
tidak dapat tergantikan oleh belaian pembantu rumah tangga.

Hubungan antar ayah-ibu-anak tersebut merupakan pergaulan dalam keluarga yang


harus terus terbina. Semaikin harmonis hubungan ketiganya , semakin mengukuhkan
pendidikan anak dalam keluarga. Anak dapat belajar banyak dari apa yang di tampilkan
ayah dan ibu dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sangat penting di alami anak dalam
keluarga sebagai bekal dan persiapannya kelak pada partumbuhan dan pergaulannya
denagn komunitas yang lebih besar.

LINGKUNGAN SEKOLAH

Lingkungan sekolah menjadi 3 jenjang pendidikan sebagai berikut:


a. Pendidikan dasar yaitu suatu lembaga pendidikan yang di selenggarakan untuk
mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan
keterampilan dasar yang di perlukan untuk hidup dalam masyarakat serta
mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti
pendidikan menengah, contohnya SD dan SMP.
b. Pendidikan menengah yaitu suatu lembaga pendidikan yang di selenggarakan untuk
melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbale balik
denagn lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan
kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. Contohnya SMU
dan SMK.
c. Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang di selenggarakan
untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan akademik atau professional yang dapat menerapkan, mengembankan
dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan,teknologi,dan atau kesenian. Sedangkan
satuan pendidikan yang menyelenggarakn pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi,
yang dapat berbentuk akademik, politeknik,sekolah tinggi, institute, atau universitas.

LINGKUNGAN MASYARAKAT DAN FUNGSI SEKOLAH

Manusia dalam bekerja dan hidup sehari-hari akan selalu berupaya memperoleh manfaat dari
pengalaman hidupnya itu untuk meningkatkan dirinya. Dengan kata lain, manusia
berusaha mendidik dirinya sendiri dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang
tersedia di masyarakatnya dalam bekerja, bergaul, dan sebagainya. Ada 5 pranata sosial
(social institutions) yang terdapat di dalam lingkungan social atau masyarakat yaitu :
1. Pranata pendidikan bertugas dalam upaya sosialisasi
2. Pranata ekonomi bertugas mengatur upaya pemenuhan Kemakmuran
3. Pranata politik bertugas menciptakan integritas dan stabilitas masyarakat
4. Pranata teknologi bertugas menciptakan teknik untuk mempermudah manusia
5. Pranata moral dan etika bertugas mengurusi nilai dan penyikapan dalam pergaulan
masyarakat

Fungsi sekolah adalah memajukan masyarakat dan bertindak sebagai agent of change. John
Daway memandang sekolah sebagai alat yang paling efektif untuk merekonstruksi dan
memperbaiki masyarakat melalui individu. Sekolah yang didirikan merupakan model
masyarakat kecil tempat anak- anak belajar dengan melakukan berbagai kegiatan yang
sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Peran evaluative di maksudkan bahwa anak-
anak seyogianya tak hanya menerima begitu saja apa yang mereka peroleh dari generasi
pendahulunya. Mereka di beri kesempatan untuk menilai secara keritis segala hal yang
terjadi di masyarakat. Ini tidak berarti tidak selalu semua tradisi lama itu tidak baik dan
kurang sesuai denagn perkembangan zaman. Atau sebaliknya , segala sesuatu yang baru
itu lantas di anggap benar dan cocok dengan budaya bangsa .Di sinilah peranan sekolah
harus memberikan kesempatan seluas-luasnya agar mampu menilai secara kritis dan
kreatif sehingga produk budaya senantiasa berkembang sesuai denagn tuntutan zaman
dan member manfaat bagi umat manusia dari generasi ke generasi berikutnya. Dengan
demikian, sekolah tidak hanya menstransmisi generasi tua ke generasi berikutnya, tetapi
sekolah juga berfungsi untuk menstranformasikan kebudayaan. Artinya, sekolah berperan
mampu merekayasa dan mengubah bentuk produk budaya agar tidak using dan relevan
denagn dinamika masyarakat dan tuntutan perkembangan masyarakat yang kian cepat
berubah.

Pengaruh Timbal Balik antara Tripusat Pendidikan Terhadap Perkembangan Peserta
Didik

Setiap pusat pendidikan dapat berpeluang memberikan kontribusi yang besar dalam ketiga
kegiatan pendidikan, yakni:
1.     Pembimbingan dalam upaya pemantapan pribadi yang berbudaya.
2.     Pengajaran dalam upaya penguasaan pengetahuan.
3.     Pelatihan dalam upaya pemahiran keterampilan.
Disamping peningkatan kontribusi setiap pusat pendidikan terhadap perkembangan peserta
didik, diprasyaratkanpula keserasian kontribusi itu, serta kerja sama yang erat dan
harmonis antar tripusat tersebut berbagai upaya dilakukan agar program-program
pendidikan dan setiap pusat pendidikan tersebut saling mendukung dan memperkuat
antara satu dengan lainnya. Di lingkungan keluarga telah diupayakan berbagai hal
(perbaikan gizi, permainan edukatif, dan sebagainya) yang dapat menjadi landasan
pengembangan selanjutnya disekolah dan masyarakat. Di lingkungan sekolah diupayakan
berbagi hal yang lebih mendekatkan sekolah dengan orang tua siswa (organisasi orang tua
siswa, kunjungan rumah oleh personil sekolah, dan sebagainya). Selanjutnya sekolah juga
mengupayakan agar programnya berkaitan erat dengan masyarakat di sekitarnya (siswa
ke masyarakat, narasumber dari masyarakat ke sekolah, dan sebagainya). Akhirnya
lingkungan masyarakat mengusahakan berbagai kegiatan/program yang menunjang atau
melengkapi program keluarga dan sekolah.
Dengan kontribusi tripusat pendidikan yang saling memperkuat dan saling melengkapi itu
akan memberi peluang mewujudkan sumber daya manusia terdidik yang bermutu. Titik
kulminasi dari pemikiran tersebut di atas akhirnya dituangkan dalam Kep. Men. Dikbud
RI No. 0412/U/1987 tanggal 11Juli 1987 tentang penerapan muatan lokal kurikulum
sekolah dasar. Kemudian dikukuhkan oleh UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas
(umpamanya pasal 37, 38 ayat 1 ) Jo. PP RI No. 28 Tahun 1990 tentang Dikdas (Pasal 14
ayat 3 dan 4). Muatan nasional kurikulum dilakukan dengan mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan Nasional, dan berlaku sama di
seluruh Indonesia (UU RI Tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003 Pasal 26
ayat 1), beberapa tujuan yang lebih rinci dari muatan lokal tersebut yang dapat
dikategorikan dalam dua kelompok, sebagai berikut :
1. Tujuan-tujuan yang segera dapat dicapai, yakni:
a. Bahan pengajaran lebih mudah diserap oleh murid.
b. Sumber belajar di daerah dapat lebih dimanfaatkan untuk kepentingan
    pendidikan.
c. Murid dapat menerapkan pengetahuan untuk memecahkan masalah yang
ditemukan di sekitarnya.
d. Murid lebih mengenal kondisi alam, lingkungan sosial, dan lingkungan
    budaya yang terdapat di daerahnya.
2. Tujuan-tujuan yang memerlukan waktu yang relatif lama untuk mencapainya yakni:
a. Murid dapat meningkatkan pengetahuan mengenai daerahnya. 
b. Murid diharapkan dapat menolong orangtuanya dan menolong dirinya sendiri
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
c. Murid menjadi akrab dengan lingkungannya dan terhindar dari keterasingan
terhadap lingkungannya sendiri.

B. Pendidikan sebagai Sistem

Sistem adalah suatu kumpulan elemen yang bisa di kenali seperti objek, orang, kegiatan ,
rekaman informasi, dsb. Yang saling berhungan dan berkaitan erat satu sama lain dalam
suatu proses atau struktur yang memiliki funfsi organisasi guna membuahkan hasil.
Dengan demikin, dapat di definisikan bahwa system mengandung komponen yang
berkaitan, merupakan satu kesatuan, dan bertujuan.

Garapan pendidikan sebagai suatu system yang di lihat dari 2 hal yaitu ;

a. Sistem pendidikan secara mikro


b. Sistem pendidikan secara makro

Secara mikro pendidikan memiliki beberapa komponen pokok yaitu:

1. Tujuan
2. Bahan
3. Pendidik
4. Peserta didik
5. Proses
6. Hasil
7. Balikan

Dalam kajian mikro ini, unsur pendidik dan peserta didik, serta interaksi keduanya
merupakan isi utama dalam suatu program pendidikan. Polanya lebih mrupakan
pendidikan, sebagai upaya mencerdaskan peserta didik melalui prose interaksi dan
komunikasi, yaitu pesan (message) yang akan di sampaikan dalam bentuk bahan belajar.
Isi pesan tersebut di rancang sedemikina rupa sesuai denagn tujuan (objectives) yang di
harapkan. Kemudian fungsi pendidikan lebih merupakan sebagai pengirim pesan
(senders) melalui kegiatan permbelajaran di kelas ataupun di luar kelas. Sedangkan
peserta didik lebih merupakan penerima pesan (receivers) mengenai bahan belajar yang
sudah di rancang sejak awal. Proses pembelajaran ini bisa di rasakan efektif bila terjadi
proses komunikasi 2 arah melalui berbagai saluran dalam bentuk ragam sunber belajar
dan media belajar yang di gunakan.

Dalam kajian makro, system pendidikan menyangkut berbagai hal atau komponen yang
lebih luas lagi, yaitu :

1. Masukan (input). Ada 4 jenis masukkan pendidikan , yaitu terdiri dari


 System nilai dan pengetahuan, misalnya falsafah Negara, tujuan pendidikan
nasional, dsb.
 Sumber daya manusia, termasuk didalamnya masyarakat, peserta didik, pendidik,
dsb.
 Masukan instrumenral seperti : perangkat kurikulum, panduan, silabi, dsb.
 Masukan sarana termaksuk di dalamnya fasilitas dan sarana pendidikan yang
harus disiapkan.
2. Proses yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan proses belajar mengajar atau
proses pembelajaran di sekolah ataupun diluar sekolah. Dalam komponen ini
termaksuk di dalamnya kegiatan belajar dengan segala dinamika dan unsur yang
mempengaruhinya serta kegiatan pembelajaran yang dilakukan pendidik dalam
kerangka memberi kemudahan kepada peserta didik untuk terjadinya proses
pembelajaran.
3. Keluarga (output). Hasil yang diperoleh pendidikan bukan hanya terbentuknya
pribadi lulusan atau peserta didik yang memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan
sesuai dengan yang diharapkan dalam tujuan yang ingin dicapai. Namun juga
keluaran pendidikan mencangkup segala hal yang dihasilkan oleh garapan pendidikan
berupa : kemampuan peserta didik, produk jasa dalam pendidikan seperti hasil
penelitian, serta produki barang berupa karya intelektual ataupun karya yang sifatnya
fisik material.

1. SITUASI PENDIDIKAN

A. Situasi Pendidikan
 Situasi pendidikan merupakan kondisi yang ditandai dengan adanya sejumlah
kandungan pokok yang terdapat pada kegiatan pendidikan yaitu adanya peserta didik,
pendidik, dan tujuan pendidikan, yang ketiganya terintegrasi melalui proses
pembelajaran.
 Dari makna situasi pendidikan tersebut, akan timbul peristiwa pendidikan. Peristiwa
pendidikan hanya akan terjadi apabila situasi itu tumbuh dan berkembang melalui
teraktualisasikannya kondisi tertentu di dalam relasi kedua belah pihak yang
berhubungan itu. Relasi kedua belah pihak itu adalah antara pendidik dan peserta
didik. Kondisi ini terjadi baik pada kondisi formal maupun non formal.

B. Situasi Lainnya

 Pada situasi permainan, konteks seorang pendidik dan peserta didik itu juga sering
muncul, karena di antara kedua belah pihak teraktualisasi kondisi satu pihak belum
bisa dan pihak lain mengajarinya.
 Demikian juga pada situasi pertemanan. Namun dalam situasi pertengkaran sering
dijumpai konteks hubungan antara dua pihak manusia yang justru menimbulkan situasi
yang bertentangan atau menyimpang dengan makna tujuan pendidikan itu sendiri,
sekali pun kadang-kadang dari situasi pertengkaran itu, kedua-belah pihak yang
terlibat dapat mengambil pendidikan seperti perlunya saling menghargai, kerjasama,
dan lain-lain.

C. Karakteristik Situasi Pendidikan di luar sekolah/keluarga


Dalam lingkungan Keluarga;
Ayah dan ibu berperan sebagai pendidik, dalam hal ini anaklah sebagai peserta didiknya.
Sedangkan di lingkungan Masyarakat:
 Individu bisa berperan sebagai pendidik ataupun peserta didik
 Para pendidik adalah orang-orang dewasa, orang-orang yang mempunyai
kelebihan yang dibutuhkan, tokoh masyarakat dan para pemimpin formal maupun
informal.
 Indiividu-individu sebagai anggota dalam lingkungan masyarakat.

D. Ciri - ciri Situasi Pendidikan


Ciri dari situasi pendidikan ialah adanya suuatu sistematika yang jelas dari sistem pendidikan
itu sendiri. Disini dapat kita lihat bentuk dari satuan pendidikan yang dikelompokkan
menjadi :
1.    Jalur Pendidikan Formal
Terdiri atas pendidikan yang diselenggarakan di sebuah lembaga yang terikat suatu
bentuk peraturan. Seperti sekolah-sekolah negeri yang dibangun oleh pemerintah
ataupun sekola-sekolah swasta yang resmi.

3) Jalur Pendidikan Non-formal


Terdiri atas pendidikan yang penyelenggaraannya bukan dilakukan sebuah lembaga.
Seperti tempat-tempat kursus.
4) Jalur Pendidikan In-formal
Terdiri atas pendidikan yang diselenggarakan dikeluarga dan lingkungan .

Ciri – ciri Belajar


Pengertian belajar menurut beberapa ahli :
a. Belajar menurut pandangan Skinner
Pandangan Skinner ini terkenal dengan teori Skinner yaitu “conditioning operant”. , Ada
dua hal penting yang menjadi cirri teori ini, yaitu : pertama, pemilihan stimulus yang
diskriminatif, dan kedua yaitu penggunaan penguatan.
Langkah – Langkah pembelajaran teori kondisioning adalah sebagai berikut
1.Pendidik mempelajari keadaan kelas dengan lingkungannya.
2.Pendidik membuat penguatan positif, yaitu antara lain perilaku yang disukai peserta
didik.
3.Pendidik melakukan pemilihan dan menentukan urutan tingkah laku serta jenis
penguatanya.
4.Pendidik membuat / menyusun program pembelajaran, termasuk di dalamnya
penguatan yang mungkin bias dilakukan.

b. Belajar menurut pandangan Piaget


Piaget berpendapat bahwa belajar sifatnya individual. Artinya, proses belajar merupakn
interaksi individu dengan lingkungannya. Perkembangan indiviu tersebut dilaksanakan
secara bertahap sesuai dengan perkembangan intelektual dan usia yang bersangkuatan.
Secara umum , perkembangan intelektual seseorang melalui 4 tahap utama yaitu:
1. Sensori motorik/ Sensori motor (usia 0 -2 tahun)
2. Praoperasional (2 -7 tahun)
3. Operasional konkrit (7 -11 tahun)
4. Operasional formal (11 tahun keatas).
Menurut Piaget pada tahap pertama atau sensori motor, seseorang mengenal lingkungan
melalui sensori motornya. Anak mengenal lingkungan dengan lima indranya kemudian
melalui gerakan motoriknya. Pada tahap praoperasional, anak mulai menggunakan
bahasa dan symbol yang paling sederhana. Ia sudah mulai melakukan operasinal dan
gerakan dan membuat sesuatu misalnya menggambar, dan sebagainya. Pada tahap ketiga
anak telah mampu mengembangkan fikirannya secara logis dan sistematis pada tahap
yang paling awal berdasarkan respon yang ada pada lingkungannya. Ia sudah mulai
berpikir konkret. Pada tahap terakhir, melalui daya pikir logisnya seseorang sudah mulai
berpikir abstrak, dan melakukan analisis seperti lazimnya manusia dewasa.

c. Belajar menurut Rogers


Rogers berpendapat bahwa belajar harus memiliki makana bagi peserta didik.
Pengorganisasian bahan dan ide baru harus dalam kerangka memberi makna kepada
peserta didik. Langkah pembelajaran yang disarankan Rogers adalah sebagai berikut :
1. Peserta didik diberi kesempatan untuk belajar secara terstruktur.
2. Peserta didik membuat kontrak belajar.
3. Guru menggunakan metode inkuiri atau belajar menemukan.
4. Guru umumnya menggunakan metode simulasi sedangkan peranannya lebih sebagai
fasilitator.
5. Pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga kreativitas peserta didik dapat
terus dikembangkan.

Ciri – ciri Pembelajaran


Pembelajaran adalah kombinasi yang tersusun meliputi unsure manusia, material, fasilitas,
perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pendidikan.
Kegiatan belajar mengajar merupakan tindak pembelajaran pendidik terhadap peserta didik.
Acara pembelajaran yang dapat berpengaruh pada proses belajar antara lain sangat
ditentukan oleh pendidik. Kondisi eksternal yang berpengaruh pada belajar sebagai berikut :
1. Bahan belajar, yaitu materi yang secara langsung menjadi acuan bagi proses belajar
mengajar. Kategori bahan utama adalah buku teks utama yang menjadi acuan pokok
dalam mata pelajaran tertentu. Bahan lainnya adalah buku teks penunjang.
2. Suasana belajar, yaitu kondisi lingkungan baik secara fisik ataupun nonfisik yang
memberikan pengaruh pada proses pembelajaran. Guru bisa menciptakan suasana yang
kondusif agar pembelajaran yang efektif dan efisien tercapai kendati alat bantu
pembelajaran yang tersedia terbatas.
3. Media dan sumber belajar, yaitu segala sesuatu yang memfasilitasi seseorang untuk
belajar.
4. Figur pendidik. Guru atau pendidik merupakan subjek pembelajar siswa. Ia merupakan
orang pertama dan utama yang secara langsung mengajar dan berinteraksi dengan peserta
didik di kelas. Oleh sebab itu, figur pendidik merupakan ujung tombak bagi keberhasilan
proses pembelajaran. Ada tiga kompetensi utama yang patut dimiliki seorang pendidik,
yaitu :
a. Kompetensi propesional, misalnya kemampuan menguasai materi bahan yang akan
diajarkan.
b. Kompetensi pribadi, misalnya pribadi yang menggambarkan sikap, dan prilaku positif
yang patut ditampilkan oleh seorang pendidik.
c. Kompetensi social antara lain digambarkan oleh kemampuan pendidik untuk
berinteraksi dan berkomunikasi secara lancar dengan pihak lain.

KESIMPULAN

         Pendidikan adalah usaha setiap bangsa yang dilakukan sepanjang masa. Melalui
pendidikan ini diusahakan oleh setiap bangsa agar tercapainya cita-cita yang
didambakan oelh generasi yang satu generasi berikutnya.

         Proses pendidikan individu dapat berfungsi dua macam, yaitu dapat dilihat daris
segi :
1. Sebagai suatu cara yang melanjutkan warisan kebudayaan ataupun warisan sosial
2. sebagai usaha mengembangkan anak didik / individu

         Tri Pusat Pendidikan


1.    Keluarga
2.    Sekolah
3.    Masyarakat (lingkungan sekitar)

         Bentuk dari satuan pendidikan yang dikelompokkan menjadi :


1.    Jalur Pendidikan Formal
2.    Jalur Pendidikan Non-formal
3.    Jalur Pendidikan In-formal
DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak,Ishak dkk.2003.Pengantar Pendidikan.Jakarta : Universitas Terbuka.


Munib, Achmad.2011. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang : Pusat Pengembangan MKU &
MKDK LP3 Universitas Negeri Semarang.
Norman M.Goble.1983. Perubahan Peranan Guru. Jakarta: PT. Gunung Agung.
Prof.Dr. Sudarwan Danim.2002. Inovasi Pendidikan.Bandung: CV. Pustaka Setia.

Sejarah Pendidikan di Indonesia


Sejarah pendidikan di Indonesia meliputi :

1. Pendidikan di Indonesia sebelum kemerdekaan;


2. Aliran-aliran pokok pendidikan di Indonesia;
3. Pendidikan di Indonesia setelah kemerdekaan (1945-1969);
4. Pendidikan di Indonesia selama pembangunan Jangka Panjang Tahap I (1969-1993);
5. Pendidikan di Indonesia dewasa ini.

I. Pendidikan di Indonesia sebelum kemerdekaan


Pendidikan di Indonesia pada zaman sebelum kemerdekaan dapat digolongkan ke dalam tiga
periode, yaitu:
 Pendidikan yang berlandaskan ajaran agama;
 Pendidikan yang berlandaskan kepentingan penjajah;
 Pendidikan dalam rangka perjuangan kemerdekaan.
 Pendidikan yang berlandaskan ajaran keagamaan meliputi: (1) pendidikan pada zaman
Hindu-Budha yang berlangsung antara abad ke-4 hingga abad ke-16 Masehi; (2)
pendidikan pada masa berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara antara
abad ke-13 hingga masa penjajahan Belanda; dan (3) pendidikan Katolik yang dibawa
serta oleh penjajah Portugis pada abad ke-16 yang disusul dengan pendidikan Kristen-
Protestan yang dibawa oleh penjajah Belanda.Pendidikan yang berlandaskan agama
dapat diuraikan secara terperinci yaitu sebagai berikut :
1) Pendidikan Hindu-Budha
Ajaran Hindu dan Budha memberikan corak pada praktek pendidikan di Indonesia pada
zaman kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha di Kalimantan (Kutai), Pulau Jawa (Tarumanegara
hingga Majapahit), Bali, dan Sumatera (Sriwijaya).
Pada periode awal berkembangnya agama Hindu-Budha di Nusantara, sistem pendidikan
sepenuhnya bermuatan keagamaan yang dilaksanakan di biara-biara atau padepokan. Pada
perkembangan selanjutnya, muatan pendidikan bukan hanya berupa ajaran keagamaan,
melainkan ilmu pengetahuan yang meliputi sastra, bahasa, filsafat, ilmu pemerintahan, tata
negara, dan hukum. Pada masa itu, pendidikan mulai tingkat tinggi dikendalikan oleh para
pemuka agama. Pendidikan bercorak Hindu-Budha semakin pudar dengan jatuhnya kerajaan
Majapahit pada awal abad ke-16, dan pendidikan dengan corak Islam dalam kerajaan-kerajaan
Islam datang.

2) Pendidikan Islam
Pendidikan berlandaskan ajaran Islam dimulai sejak datangnya para saudagar asal Gujarat
India ke Nusantara pada abad ke-13. Ajaran Islam mula-mula berkembang di kawasan pesisir,
sementara di pedalaman agama Hindu masih kuat. Kerajaan islam pertama di Indonesia adalah
kerajaan Samudera-Pasai di Aceh, yang didirikan pada tahun 1927 oleh Sultan Malik Al-Saleh.
Di Pulau Jawa, pusat penyebaran Islam membentang mulai Banten, Cirebon, Demak, hingga ke
Gresik. Lama-kelamaan, bersamaan dengan pudarnya kerajaan-kerajaan Hindu, ajaran Islam
makin berkembang baik di pesisir maupundi pedalaman pulau-pulau Jawa dan Sumatera
Hampir di setiap desa di Jawa dan Sumatera (terutama Padang) ditemukan langgar, yang
kadang hanya terbuat dari bamboo atau kayu yang juga digunakan untuk keperluan lain. Proses
pendidikan yang lebih mendalam diselenggarakan di pesantern di bawah bimbingan kiyai yang
biasanya dibantu santri senior. Sifat khusus pengajaran di pesantren antara lain;
 Pelajaran bersifat keagamaan;
 Penghormatan yang tinggi kepada guru;
 Tidak ada gaji atau upah khusus untuk guru karena motivasinya semata-mata karena
Allah;
 Santri datang secara sukarela untuk menuntut ilmu.

3) Pendidikan Katolik dan Kristen-Protestan


Pendidikan Katolik berkembang mulai abad ke-16 melalui orang-orang Portugis yang
menguasai Malaka. Dalam usahanya mencari rempah-rempah untuk dijual di Eropa, mereka
menyusuri pulau-pulau Ternate, Tidore, Ambon, dan Bacan. Misi mereka yang dikenal
dengan misi suci (mission scare) dilaksanakan bersama-sama dengan misi pencarian rempah-
rempah. Segera setelah mereka menduduki suatu daerah atau pulau, usaha pertama yang
dilakukannya adalah menjadikan penduduk setempat sebagai pemeluk Katolik-Roma.
Kemudian di tempat itu didirikan seminari-seminari untuk mendidik anak-anak setempat.
Namun kekuasaan Portugis tidak berlangsung lama, hanya sekitar setengah abad, karena
diusir oleh Spanyol. Kemudian Belanda menyebarkan agama Kristen-Protestan dan
mengembangkan system pendidikannya sendiri yang bercorak Kristen-Protestan.

 Pendidikan yang berlandaskan kepentingan penjajah


1. Pendidikan pada zaman VOC
Sebagaimana bangsa Portugis sebelumnya, kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia
pada abad ke-16 mula-mula untuk tujuan dagang dengan mencari rempah-rempah dengan
mendirikan VOC. Misi dagang tersebut kemudian diikuti oleh misi penyebaran agama yang
terutama dilakukan dengan mendirikan sekolah-sekolah yang dilengkapi asrama untuk para
siswa. Disana diajarkan agama Kristen-Protestan dengan bahasa pengantar bahasa Belanda,
dan sebagian menggunakan bahasa Melayu. Pada awal abad ke-16, VOC mendirikan
sekolah di pulau-pulau Ambon, Banda, Lontar, dan Sangihe-Talaud. Pada periode
berikutnya, didirikan pula sekolah-sekolah dengan jenis dan tujuan yang lebih beragam,
meliputi sekolah-sekolah keterampilan, pendidikan dasar, sekolah Latin, seminari yang
mengajarkan teologi Kristen, akademi pelayaran, dan sekolah Cina. Pendirian sekolah-
sekolah tersebut terutama diarahkan untuk kepentingan mendukung misi VOC di Nusantara.
2. Pendidikan pada zaman colonial Belanda
Pudarnya VOC pada akhir abad ke-18 menandai masa datangnya zaman colonial
Belanda. Meskipun tetap berpihak pada kepentingan Belanda, system pendidikan pun
berubah menjadi lebih terbuka. Muatan keagamaan yang di masa-masa awal sangat kental,
diimbangi oleh muatan pengetahuan dan keterampilan yang mendukung kepentingan
Belanda. Sistem pendidikan diubah dengan menarik garis pemisah antara sekolah Eropa
dengan sekolah Bumiputera. Sekolah Eropa diperuntukkan bagi anak-anak Belanda dan
anak-anak Eropa di Indonesia. Sedangkan sekolah Bumiputera yang tingkatan dan
prestisenya lebih rendah di peruntukkan bagi anak-anak bumiputera yang terpilih. Ada lagi
sekolah Cina bagi anak-anak Cina. Mulai akhir abad ke -19 dan hingga dasawarsa awal abad
ke-20, lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia sangat beragam, meliputi sekolah dasar,
sekolah menengah, sekolah raja, sekolah pertukangan, sekolah kejuruan, sekolah-sekolah
khusus untuk perempuan Eropa dan pribumi, sekolah dokter, perguruan tinggi hukum, dan
perguruan tinggi teknik.
Ciri-ciri pendidikan kolonial Belanda:
 Diskriminatif.
 Menghalangi pertumbuhan pendidikan lokal masyarakat yang sudah ada.
 Tahun 1817 didirikan europeese lagere school untuk anak-anak dari golongan
bangsa Belanda.
 Membentuk perristeraden (1882) untuk mengawasi pengajaranagama di
pesantren-pesantren.
 Tahun 1892 dilakukan restruksi terhadap persekolahan karena kebutuhan yang
sangat besar terhadap pegawai rendahan yang bisa bahasa Belanda yaitu sbb:
 Sekolah kelas 1 (ongko sidji)/eerste klasse untuk golongan Priayi dengan
pelajaran bahasa Belanda.
 Sekolah kelas 2 (ongko loro)/ tweede klasse untuk rakyat kebanyakan
tanpa pelajaran bahasa Belanda.
 Tahun 1925, orang-orang yang akan memberikan pengajaran harus minta izin
dulu.
 Bahasa resmi yang digunakan adalah bahasa Belanda.

Prinsip kebijikan Kolonial Belanda

 Tidak memihak salah satu agama tertentu


 Bertujuan agar lulusannya menjadi pencari kerja
 Disusun berdasarkan strattifikasi sosial yang ada
 Membentuk golongan elite sosial
 Dasar pendidikannya adalah pendidikan Barat dan berorientasi pada pengetahuan dan
kebudayaan
3. Pendidikan pada masa pendudukan Jepang
Meskipun singkat, berlangsung pada tahun 1942-1945, masa pendudukan Jepang
memberikan corak yang berarti pada pendidikan di Indonesia. Tidak lama setelah berkuasa,
Jepang segera menghapus sistem pendidikan warisan Belanda yang didasarkan atas
penggolongan menurut bangsa dan status social. Tingkat sekolah terendah adalah Sekolah
Rakyat yang disebut dalam bahasa Jepang Kokumin Gakko,yang terbuka untuk semua golongan
masyarakat tanpa membedakan status social dan asal-usulnya. Kelanjutannya adalah Sekolah
Menengah Pertama (SMP) selama tiga tahun, Sekolah Menengah Tinggi (SMT) selama tiga
tahun. Sekolah kejuruan juga dikembangkan, yaitu Sekolah Pertukangan, Sekolah Teknik
Menengah, Sekolah Pelayaran, dan Sekolah Pelayaran Tinggi. Sekolah Hukum dan MOSVIA
yang didirikan oleh Belanda dihapuskan. Di tingkat pendidikan tinggi, pemerintah pendudukan
Jepang mendidirkan Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta dan Sekolah Tinggi Teknik di
Bandung. Tujuan pendidikan pada zaman Jepang diarahkan untuk mendukung pendudukan
Jepang dengan menyediakan tenaga kerja kasar yang cuma-cuma, dikenal dengan nama
ROMUSHA. Disekolah, para siswa mengikuti latihan fisik, baris berbaris meniru tentara Dai
Nippon, latihan kemiliteran disertai indoktrinasi yang intinya kesetiaan penuh pada Kaisar
Jepang. Penuda-pemuda yang menapak dewasa dijadikan romusha dan sebagian direkrut untuk
menjadi tentara.
Maret 1942 Jepang memaksa Belanda menyerah, sejak saat itu Jepana menerapkan
kebijakan dalam pendidikan, kebijakan-kebijakan tersebut adalah sbb:
 Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan bahasa
Belanda.
 Dihapusnya sisitem pendidikan kelas sosial.

Sistem pendidikan di Jepang

 Pendidikan Dasar (sekolah rakyat) 6 tahun.


 Pendidikan lanjut: SMP 3 tahun dan SMT 3 tahun
 Pendidikan kejuruan
 Pendidikan tinggi

Jepang mewajibkan setiap murid sekolah untuk rutin melakukan hal-hal sebagai berikut:

 Menyanyikan lagu kebangsaan Jepang setiap pagi


 Mengibari bendera Jepang daan menghormati kaisar Jepang setiap pagi
 Bersumpah setia pada cita-cita Asia Raya
 Senam Jepang setiap pagi
 Melakukan latihan fisik dan militer
 Bahasa Indonesia pengantar dalam pendidikan, bahasa Jepang menjadi yang wajib
diajarrkan.
II. Aliran-aliran pokok pendidikan di Indonesia

Ada empat aliran yang diangkat dalam makalah ini, yaitu Muhammadiyah,
Taman Siswa, INS Kayutanam, dan Ma’arrif. Keempat perguruan tersebut secara
kronologis yang pertama berdiri adalah Muhammadiyah, kemudian Taman Siswa,
Ma’arif dan terakhir INS Kayutanam. Meskipun masing-masing lembaga pendidikan
tersebut berdiri dengan dasar dan tujuan yang berbeda-beda, namun misi dan sifatnya
pedagogis, nasional, politis, keagamaan, nasional-pedagogis, nasional-religius, atau
nasional politis.

 Muhammadiyah

Muhammadiyah lahir di bawah pengaruh kebangkitan nasionalisme bangsa


Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia-Belanda, yang dimulai dengan
berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908. Muhammadiyah didirikan di Kampung
Kauman, Yogyakarta, pada tahun 18 November 1912. Sekolah Muhammadiya
pertama didirikan tahun 1911, satu tahun sebelum Muhammadiyah berdiri. Dalam
perkembangan kemudian, sekolah ini menjadi Volksschool (Sekolah Rakyat) tiga
tahun. Muhammadiyah juga kemudian mendirikan sekolah rakyat tiga tahun yang
diberi nama Sekolah Kesultanan (Sultanaatschool), kemudian menyusul HIS
Muhammadiyah, sekolah menengah yang dimulai dengan sebuah MULO yang diberi
subsidi oleh pemerintah Belanda, juga sebuah Algemene Middelbare School (AMS)
yang mendapat bantuan dari para intelektual Indonesia yang beraliran nasional dan
Holland Inlandse Kweekschool.

Dasar dari Muhammadiyah adalah pembaharuan dibidang agama yang pada


hakikatnya mengikuti jejak gerak hidup zaman dan mengeluarkan golongan Islam
dari isolasi sekaligus secara positif bergerak dibidang social dan pendidikan. Unsur
nasionalisnya jelas dalam sifat pendirinya, K.H Achmad Dahlan, sebagai seorang
nasionalis yang sikap hidupnya menjadi suri tauladan bagi anggota Muhammadiyah.
Dalam alam kemerdekaan, usaha-usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan ini
semakin luas dan meningkat, mulai tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan
tinggi. Selain dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah juga aktif dalam berbagai
kegiatan sosial.

 Taman Siswa

Taman Siswa secara jelas menunjukan sifatnya yang nasionalis dan pedagogis
secara cultural. Walaupun bukan suatu organisasi politik, Taman Siswa sejak
pendiriannya memiliki tujuan politik, yaitu kemerdekaan Indonesia. Tujuan ini jelas
dari pertimbangan pendirinya, yaitu Ki Hajar Dewantara, sewaktu berada di
pengasingan di Negeri Belanda untuk mendalami masalah pendidikan. Menurut Ki
Hajar Dewantara, rakyat Indonesia harus benar-benar menyadari arti kehidupan
berbangsa dan bertanah air melalui pendidikan. Pendidikan Taman Siswa selanjutnya
mengakui hak-hak anak untuk bebas yang dinyatakan tidak tanpa batas. Batas itu
antara lain adalah lingkungan dan kebudayaan. Pengakuan atas hak anak-anak untuk
kebebasan berarti anak diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang menurut
bakat dan pembawaannya, atau dalam istilah KH Dewantara, menurut kodratnya
sperti tersimpul dalam asas Taman Siswa “kodrat alam”. Pengakuan atas kebebasan
anak adalah suatu prinsip pendidikan yang sangat pokok pada Taman Siswa. Prinsip
demokrasi dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara dengan pengertian sebagai
berikut.

 Anak dalam pendidikan merupakan pusat perhatian pendidik


 Musyawarah sebagai prinsip demokrasi tetapi menghargai pimpinan
 Dasar demokrasi membawa kewajiban untuk memikul tanggung jawab.
 Pendidikan Ma’arif

Pendidikan Ma’arif saat ini merupakan bagian dari organisasi Nahdatul


Ulama.Cikal-bakal pendidikan Ma’arif mulai berkembang pada tahun1916 ketika dua
kiyai, K.H Abdul Wahab Hasbullah dan K.H Mas Mansur, mendirikan kursus debat
yang diberi nama Taswirul Afkar. Kurusus ini kemudian berkembang dengan
dibentuknya Jam’iyah Nahdatul Wathon yang bertujuan memperluas dan
meningkatkan mutu pendidikan madrasah. Lembaga pendidikan Ma’arif dalam
bentuk madrasah mula-mula berkembang di Jawa Timur, kemudian menyebar ke
daerah-daerah lain, dengan dipelopori oleh para ulama NU. Mula-mula, corak
pendidikannya adalah menyerupai pesantren yang diformalkan, dengan hanya
memuat pendidikan agama dalam kurikulumnya. Dalam perkembangannya,
sebagaimana halnya Muhammadiyah, Ma’arif memasukkan materi umum ke
kurikulumnya.

Meskipun perkembangan lembaga pendidikan Ma’arif tidak secepat dan


seluas Muhammadiyah, pendidikan ini ikut memberikan andil dalam pendidikan
nasional, baik melalui pemikiran-pemikiran para tokohnya maupun melalui lembaga-
lembaga pendidikan yang dimilikinya.

 INS Kayutanam

Kayutanam adalah suatu kota kecil dekat Padang Panjang. Disanalah pada
tahun 1926 didirikan Indosische Nederlandche School (INS), yang kemudian dikenal
dengan INS Kayutanam. Pendirinya adalah Muhammad Stafei (1896-1966) bersama
Marah Soetan. Sekolah tersebut semula di bawah pembinaan Organisasi Pegawai
Kereta Api dan Tambang Ombilin. Di INS, para siswa dididik untuk bekerja teratur
dan produktif agar dapat hidup mandiri. INS Kayutanam bertahan hingga masa
pendudukan Jepang, dan pada masa Perang Kemerdekaan (1949), INS Kayutanam
ditutup. Muhammad Sya’fei sendiri setelah tidak menangani INS, ia ditunjuk sebagai
Kepala Sekolah Guru Baintu (SGB). Pada dewasa ini, ada usaha yang sungguh-
sungguh dengan didukung oleh para pejabat dan tokoh yang peduli untuk
menghidupkan kembali nilai-nilai dan praktek pendidikan model INS Kayutanam
yang pernah berkembang di masa jayanya, dengan tetap menempatkannya dalam
sistem pendidikan nasional yang berlaku sekarang.

III. Pendidikan dii Indonesia Setelah Kemerdekaan (1945-1969)


Segera setelah diproklamirkannya kemerdekaan, pemerintah yang baru dibentuk
menunjuk Ki Hajar Dewantara, pendiri Taman Siswa, sebagai Menteri Pendidikan dan
Pengajaran mulai 19 Agustus sampai dengan 14 November 1945, kemudian digantikan oleh
Mr. Dr. T.G.S.G. Mulia dari tanggal 14 November 1945 sampai 12 Maret 1946. Tidak lama
kemudian Mr. Dr. T.G.S.G. Mulia digantikan oleh Muhammad Syafe’i dari 12 Maret 1946
sampai 2 Oktober 1946
Pada tanggal 19 Mei 1950 Perdana Menteri Republik Indonesia Serikat, Drs. Mohammad
Hatta, dan Perdana Menteri Republik Indonesia Dr. A. Halim menandatangani suatu piagam
persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia yang antara lain menyatakan:
 Menyetujui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya bersama-sama melaksanakan
Negara Kesatuan sebagai penjelmaan dari Republik Indonesia berdasarkan proklamasi
17 Agustus 1945. Sebelum perundang-undangan kesatuan maka undang-undang dan
peraturan yang ada tetap berlaku, akan tetapi sedapat mungkin diusahakan supaya
perundang-undangan Republik Indonesia (dahulu berlaku).
 Menyetujui pembentukan panitia yang bertugas menyelenggarakan segala persetujuan
untuk menyelesaikan kesukaran-kesukaran diberbagai lapangan dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya.
Untuk melaksanakan piagam persetujuan tersebut maka dibentuk Panitia bersama yang
melibatkan unsur-unsur Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Republik
Indonesia dengan Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan RIS. Atas usul
panitia bersama tersebut, maka pada tanggal 30 Juni 1950 dikeluarkan suatu pengumuman
bersama yang menyatakan bahwa untuk tahun pengajaran 1950/1951 sistem pengajaran yang
berlaku dalam RI dahulu dijalan di seluruh Indonesia dengan maksud dalam waktu yang
singkat sistem itu akan ditinjau kembali.

A. TUJUAN DAN KURIKULUM PENDIDIKAN

Dalam kurun waktu 1945-1969, tujuan pendidikan nasional Indonesia mengalami


beberapa kali perubahan, mengikuti perubahan dalam suasana kehidupan kebangsaan
kita. Tujuan pendidikan nasional pada awal kemerdekaan menekankan jiwa
patritisme. Sejalan dengan perubahan suasana kehidupan kebangsaan kita, Tujuan
pendidikan nasional Indonesiapun mengalami perluasan yang tidak hanya meneknkan
jiwa patriotisme. Dalam UU no. 4 thn 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan
Pengajaran di sekolah Bab II pasal 3 dinyatakan, “Tujuan pendidikan nasional dan
pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah
air”.

Perubahan tujuan nasional tersebut berimplikasi pada perubahan kurikulum yang saat
itu disebut rencana pelajaran. Kurikulum yang semula berorientasi pada kepentingan
Belanda diubah sesui kebutuhan Bangsa Indonesia yang sudah merdeka. Kurikulum
sekolah pada masa-masa awal kemerdekaan dan tahun 1950-an ditujukan untuk:

 Meningkatkan kesadaran bernegara dan bermasyarakat


 Meningkatkan pendidikan jasmani
 Peningkatkan pendidikan watak
 Memberikan perhatian pada kesenian
 Menghubungkan isi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari
 Mengurangi pendidikan pemikiran

B. SISTEM PERSEKOLAHAN

Sistem persekolahan di Indonesia sebenarnya melanjutkan apa yang telah dikembangkan


pada masa pendudukan Jepang yaitu pendidikan rendah, menengah, dan pendidikan
tinggi.

Pendidikan rendah adalah sekolah rakyat berlangsung 6 tahun. Pendidikan menengah


berlangsung 3 tahun, yang terdiri dari beberapa jenis yaitu Sekolah Menengah
Pertama (SMP), Sekolah Teknik Pertama (STP), Kursus Kerajinan Negeri (KKN),
Sekolah Dagang, Sekolah Kepandaian Putri (SKP), Sekolah Guru B (SGB), dan
Sekolah Guru C (SGC).

Sekolah menengah tinggi berlangsung 3 tahun, yang meliputi Sekolah Menengah Tinggi
(SMT), Sekolah Teknik Menengah (STM), Sekolah Teknik (ST), Sekolah Guru
Kepandaian Putri (SGKP), Sekolah guru A(SGA), dan kursus guru. Pada tingkat
perguruan tinggi terdapat universitas, institut, sekolah tinggi, dan akademi.

C. PERKEMBANGAN JUMLAH SISWA

Jumlah siswa dan guru meningkat tajam pada periode 1945-1969, antara lain
karena disebabkan oleh kehendak rakyat untuk memperoleh pendidikan setelah
mengalami pembatasan-pembatasan pada Zaman Kolonial Belanda dan masa
pendudukan Jeppang.
Untuk membelajarkan rakyat yang umumnya masih buta huruf pada masa-masa
awal kemerdekaan, pada tanggal 1 Juni 1946, dibentuk Badan Pendidikan Masyarakat
dan Kementrian Pendidikan yang bertugas: 1) memberantas buta huruf, 2)
menyelenggarakan kursus pengetahuan umum, dan 3) mengembangkan perpustakaan
rakyat.

IV. Pendidikan di Indonesia Selama PJP I (1969-1993)


Pembangunan Jangka Panjang Pertama meliputi lima pelita, yaitu Pelita I-V yang
dimulai pada tahun 1969/1970 hingga tahun 1993/1994, atau 25 tahun. Selama kurun
tersebut, pendidikan di Indonesia mengalami banyak perubahan dan kemajuan. Namun
demikian, hingga berakhirnya Pelita V, pendidikan nasional masih dihadapkan pada
berbagai tantangan, baik kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif, tantangan yang
dihadapi menyangkut pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan khususnya
pendidikan dasar, sementara secara kualitatif tantangan yang dihadapi berkenaan dengan
upaya peningkatan mutu pendidikan, peningkatan relevansi pendidikan dengan
pembangunan, serta efektivitas dan efisiensi pendidikan.
Selama PJP 1, pendidikan nasional mengalami banyak kemajuan pada semua jenis,
jenjang, dan jalur pendidikan. Kemajuan yang paling menonjol adalah pada tingkat SD
dengan dilaksanakannya wajib belajar 6 tahun bagi kelompok umur 7-12 tahun mulai tahun
1984.
a) UU Tentang Pendidikan Nasional
Keberadaan UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(UUSPN) yang disahkan pada tanggal 27 Maret 1989 merupakan kemajuan penting
yang patut dicatat.
Aspek dan bidang pendidikan yang diatur oleh UUSPN adalah: Dasar, fungsi, dan tujuan
pendidikan; Hak warga negara dalam pendidikan; Satuan jalur, jenis, dan jenjang
pendidikan; Peserta didik; Tenaga kependidikan; Sumber daya pendidikan; Kurikulum;
Hari belajar dan hari libur; Bahasa pengantar; Penilaian pendidikan;Peran serta
masyarakat; Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN); Pengelolaan;
Pengelolaan Pengawasan yang dilengkapi ketentuan pidana dan ketentuan peralihan.
b) Taman Kanak-Kanak
Sejak Pelita I hingga akhir Pelita V, pendidikan di TK mengalami
perkembangan yang cukup mengesankan yang ditandai oleh kenaikan jumlah anak
didik, guru, dan sekolah. Rara-rata kenaikan setiap tahun selama 25 tahun tersebut
masing-masing 3,83% untuk anak didik, 7,97% untuk guru, dan 6,63% untuk sekolah.
Hal ini menunjukkan bahwa masyarakan khususnya orang tua semakin menyadari akan
pentingnya pendidikan prasekolah sebagai wahana untuk menyiapkan anak dari segi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan guna memasuki sekolah dasar.
c) Pendidikan Dasar
Prestasi yang sangat mengesankan yang dicapai selama pembangunan PJP I
ialah melonjaknya jumlah peserta didik pada SD dan MI yang merupakan penggal
pertama pendidikan dasar 9 tahun. Jumlah kenaikan peserta didik mencapai 227%
Dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya, prestasi indonesia dalam
melaksanakan pemerataan kesempatan tingkat SD melalui jalur pendidikan sekolah dan
luar sekolah termasuk sangat cepat.
Keberhasilan yang dicapai tersebut masih dihadapkan pada berbagai kendala
dan kelemahan diantaranya sebagai berikut:
 Tingginya angka putus sekolah dan tinggal kelas
 Menurut perhitungan, biaya untuk meluluskan setiap 100 murid yang mengulang
sama dengan biaya yang diperlukan untuk 43 anak yang tidak mengulang.
 Mutu pendidikan tingkat SD belum begitu tinggi
d) Pendidikan Menengah
Persoalan yang menonjol pada SLTA umum selama Pelita V adalah tentang
mutu lulusan yang terutama diukur dari kesiapannya untuk memasuki jenjang
pendidikan tinggi. Nilai Ebtanas Murni dan skor Ujian Masuk Perguruan Tinggi
(UMPTN) menunjukkan adanya keragaman yang lebar dalam mutu SLTA antara
sekolah dan lokasi geografis yang berbeda-beda. Perbedaan ini mengakibatkan akses ke
perguruan tinggi, terutama perguruan tinggi yang memiliki reputasi yang baik, menjadi
tidak merata pula. Itulah sebabnya memperbanyak jumlah SLTA Umum yang bermutu
menjadi prioritas melalui pengembangan SMU plus yang dilakukan melalui pengerahan
peran serta masyarakat.
Di SMK, tantangan utama yang dihadapi hingga Pelita V adalah peningkatan
mutu dan relevansi pendidikan dengan kebutuhan pembangunan.
e) Pendidikan Tinggi
APK Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia pada akhir Pelita V baru mencapai
10%, yang masih jauh di bawah beberapa negara tetangga. Misalnya, pada tahun 1985
saja, APK PT Thailand telah mencapai 19,6% dan Filipina 26,5%. Keadaan APK PT
pada akhir Pelita V kira-kira setara dengan APK PT Korea Selatan pada tahun 1975
yang telah mencapai 9,5%. Hal ini menunjukkan bahwa upaya peningkatan APK
dengan memperluas pendidikan tinggi sangat diperlukan dengan tetap memperhatikan
pembinaan mutu dan relevansinya.
Baik PTN ataupun PTS sama-sama menghadapi tantangan mengenai masih
rendahnya proporsi mahasiswa yang mempelajari bidang teknologi dan MIPA,
sementara sebagian mahasiswa berada pada jurusan dan prodi ilmu sosial dan
pendidikan.
Masih tinggi jumlah mahasiswa yang lambat dalam menyelesaikan studi dan
rendahnya tingkat pendidikan dosen merupakan tantangan lain yang dihadapi yang
mengakibatkan tingkat produktivitas PT kita belum begitu tinggi. Mengingat dosen
memegang peranan kunci dalam peningkatan mutu, maka peningkatan kualifikasi dosen
merupakan prioritas dalam pengembangan pendidikan tinggi di Indonesia saat ini.
f) Pendidikan Luar Sekolah
Pembangunan pendidikan luar sekolah diprioritaskan pada pemberantasan buta
aksara melalui perluasan jangkauan Kejar paket A.
g) Tantangan, Kendala, dan Peluang
Berdasarkan perkembangan selama PJP I yang diakhiri pada Pelita V, ada sejumlah
tantangan yang harus dihadapi oleh pembangunan pendidikan Indonesia pada masa-
masa selanjutnya yaitu:
 Belum mampunya pendidikan mengimbangi perubahan struktur ekonomi dari
pertanian tradisional ke industri dan jasa.
 Masih rendahnya relevansi pendidikan
 Masih rendah dan belum meratanya mutu pendidikan
 Masih tingginya angka putus sekolah dan angka tinggal kelas
 Masih banyak kelompok umur 10 tahun ke atas yangbuta huruf
 Masih kurangnya peran serta dunia usaha dalam pendidikan

Kendala yang dihadapi dalam meningkatkan kinerja pendidikan nasional:


Rendahnya penghargaan akan pendidikan pada sebagian kelompok masyarakat

Terbatasnya jumlah guru yang bermutu dan penyebarannya yang tidak merata

Terbatasnya sarana dan prasarana

Manajemen sistem pendidikan yang belum secara terarah menuju peningkatan
mutu, relevansi, dan efisiansi pendidikan.
Peluang yang dimiliki oleh pendidikan nasional:
 Keberhasilan wajib belajar 6 tahun yang memberikan landasan bagi pelaksana
wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
 Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan
 Semakin luasnya sarana komunikasi
 Semakin tersebarluasnya lembaga pendidikan negeri maupun swasta
 Adanya UU No. 2/1989 tentang sistem Sistem Pendidikan Nasional yang
memberikan landasan yang kokoh bagi pendidikan nasional.

V. Pendidikan di Indonesia Dewasa Ini


Pendidikan nasional dewasa ini terus ditata dan dikembangkan dengan memberikan
prioritas pada aspek-aspek yang dipandang strategis bagi masa depan bangsa. Prioritas
tersebut adalah pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang
bersamaan dengan peningkatan mutu, relevansi, dan efisiansi pada semua jenis, jenjang,
dan jalur pendidikan.
a. Wajib Belajar Pendidikan Sembilan Tahun
Pada tanggal 2 Mei 1994 wajib belajar 9 tahun untuk tingkat SLTP dicanangkan.
Hal ini memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada peserta didik untuk
mendapat pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menepuh
studi lanjutan dan hidup dalam masyarakat.
Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun mempunyai dua tujuan utama
yang berkaitan satu sama lain. Pertama, meningkatkan pemerataan kesempatan untuk
memperoleh pendidikan bagi semua kelompok umur 7-15 tahun. Kedua, untuk
meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia hingga mencapai SLTP.
Tantangan yang dihadapi oleh program wajib belajar 9 tahun lebih berat jika
dibandingkan dengan wajib belajar 6 tahun. Alasan pertama, pada saat dimulainya
belajar 9 tahun , baru sekitar separuh dari kelompok 13-15 tahun yang berada di
sekolah. Kedua, daya dukung sumber daya berupa dana, sarana, dan tenaga yang
dimiliki Indonesia untuk pelaksanaan wajib belajar 9 tahun tidak lagi sebanyak pada
saat dilaksanakannya belajar wajib 6 tahun.
Sejak tahun 1994, program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun mencapai
banyak kemajuan. Indikator-indikator kuantitatif yang dicatat menunjukkan bahwa
angka partisipasi meningkat sejalan dengan semakin bertambahnya ruang belajar,
jumlah guru, dan fasilitas belajar lainnya.
b. Pelaksanaan Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 disusun dengan maksud agar proses pendidikan dapat selalu
menyesuaikan diri dengan tantangan yang terus berkembang, sehingga mutu pendidikan
akan semakin meningkat. Menyusul terjadinya reformasi, dilakukan kembali revisi atas
Kurikulum 1994 dengan menata kembali struktur programnya yang kemudian dikenal
dengan Kurikulum 1994 Yang Disempurnakan.
c. Pengadaan Buku Pelajaran
Pemerintah menyediakan Buku Paket sebagai buku pokok yang diadakan secara
cuma-cuma dan diedarkan ke semua sekolah-sekolah negeri maupun swasta. Tujuannya
untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan cara meningkatkan produksi dan
distribusi buku yang lebih bermutu, menjamin ketersediaannya di kelas serta
pemanfaatannya secara maksimal oleh guru dan siswa. Hal ini dilakukan dengan
meningkatkan jumlah buku sesuai jumlah siswa disetiap sekolah, membenahi sistem
distribusi sampai ke sekolah, membantu guru dalam menggunakan buku pelajaran, dan
mendorong tumbuhnya minat dan kebiasaan membaca pada siswa.
d. Pembinaan Mutu Guru
Faktor yang menentukan mutu pendidikan pada umumnya adalah mutu murid
sendiri, sarana dan prasarana, dan juga guru. Makin tinggi penguasaan guru terhadap
materi pelajaran, makin tinggi pula prestasi belajar siswa.
Ada dua kenyataan yang perlu dicermati berkenaan dengan guru. Pertama,
menurut studi Konsorsium Ilmu Pendidikan tahun 1992, pda tingkat SLTP dan SMU
terdapat banyak ketidaksesuaian antara keahlian guru dengan mata pelajaran yang
ditanganinya. Kedua, rata-rata kualifikasi pendidikan guru masih harus ditingkatkan.
e. Pendidikan Menengah Umum
Agenda penting SMU adalah peningkatan daya tampung yang sejalan dengan
peningkatan mutu dan efektivitas program pendidikan di SMU. Upaya yang dilakukan
untuk mengatasi masalah ledakan lulusan SLTP yang melanjutkan ke SMU adalah
dengan membangun unit gedung baru dan pembangunan ruang kelas baru.
Tujuan SMU sebagaimana disebutkan dalam UUSPN dan Peraturan Pemerintah
No. 29/1990 adalah menyiapkan lulusan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.
Idealnya semua SMU mampu menghasilkan lulusan bermutu tinggi yang menjadi
masukan ke PT. Namun, dalam kenyataannya belum semua SMU mampu menghasilkan
lulusan bermutu tinggi karena berbagai keterbatasan.
f. Pendidikan Menengah Kejuruan
Di SMK, usaha-usaha untuk semakin mendekatkan sekolah dengan dunia kerja
dilakukan secara intensif melalui model Pendidikan Sistem Ganda (PSG) yang dimulai
tahun 1994. PSG di SMK pada dasarnya menganut 2 prinsip. Pertama, program
pendidikan kejuruan di SMK merupakan program bersama antara SMK dengan industri.
Kedua, program pendidikan kejuruan di SMK dilaksanakan di 2 tempat, yaitu sebagian
di sekolah untuk teori dan praktek dasar, dan sebagian lainnya di industri untuk praktek
keterampilan industri.
Pelaksanaan PSG diikuti pula oleh penataan secara menyeluruh sistem
pendidikan di SMK yang meliputi Kurikulum, guru, sarana dan prasarana, siswa dan
kepemimpinan sekolah. Telah dibentuk pula Majelis Pendidikan Kejuruan (MPK)
ditingkat nasional, propinsi, dan sekolah untuk lebih meningkatkan peran serta dunia
industi dalam pelaksanaan PSG.
g. Pendidikan Tinggi
Untuk lebih mempertinggi mutu tenaga pengajar, rekrutmen dosen
mempertimbangkan tingkat pendidikan pelamar. Apabila selama ini dosen-dosen baru
yang direkrut umumnya lulusa S-1, maka untuk masa-masa mendatang dosen-dosen
yang direkrut berkualifikasi minimal S-2.
Perkembangan lain PT ialah berdirinya Badan Akreditasi Nasional Perguruan
Tinggi (BAN-PT) pada tahun 1995. Tugas BAN-PT adalah melakukan penilaian
berkala terhadap perguruan tinggi yang meliputi kurikulum, mutu dan jumlah tenaga
kependidikan, keadaan mahasiswa, pelaksanaan pendidikan, sarana dan prasarana, tata
laksana administrasi akademik, kepegawaian, keuangan, dan kerumahtanggaan. Hal-hal
tersebut yang nantinya menjadi status terakreditasinya suatu PTN atau PTS.
Akreditasi suatu lembaga pendidikan sangat diperlukan untuk tujuan
pengendalian dan pembinaan mutu. Apabila tidak, maka sangat besar kemungkinannya
mutu tidak terkendali dan pembinaan sulit dilakukan karena tidak ada dasar untuk
mengetahui kondisi suatu lembaga pendidikan.
Dalam bidang pengabdian pada masyarakat, ada 3 metode pengabdian
masyarakat yang dikembangkan dewasa ini, yaitu sistem vucer (voucher), penelitian
tindakan, dan KKN serta praktek kerja mahasiswa di dunia usaha dan industri. Sistem
vucer merupakan perwujudan dari kerjasama antara perguruan tinggi dengan industri
kecil dan menengah dengan cara memberikan vucer kepada perusahaan.
Agar pembangunan pendidikan tinggi lebih terarah, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Depdikbud menyusun Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi
Jangka Panjang (KPPTJP) yang berisi rencana-rencana strategis pembangunan
pendidikan tinggi untuk 10 tahun ke depan (1996-2005), dilakukan juga perubahan
identitas kelembagaan IKIP-IKIP Negeri menjadi Universitas Negeri.
h. Agenda-agenda ke Depan
Berikut ini dikemukakan agenda pembangunan pendidikan di Indonesia untuk
saat ini dan masa depan.
Pertama, penuntasan program wajib belajar 9 tahun dengan cara:
 Menambah jumlah gedung sekolah dan ruang kelas baruyang jaraknya dekat
dengan tempat tinggal kelompok umur wajib belajar.
 Memperkuat kelembagaan SLTP Swasta
 Memperluas jangkauan SLTP Terbuka melalui pembukaan SLTP-SLTP Terbuka
baru dan menambah Tempat Kegiatan Belajar (TKB), SLTP bertipe kecil, dan
Kejar Paket B.
 Meningkatkan peran serta masyarakat dan kesadaran orang tua dalam
pelaksanaan wajib belajar.
Kedua, peningkatan daya tampung SLTA (SMU dan SMK) dan perguruan
Tinggi. Dengan dilaksanakannya wajib belajar 9 tahun, maka jumlah lulusan SLTP akan
meningkat, juga akan berpengaruh pada SMU atau SMK, begitu pula pada PT.
Sehingga perlu adanya pembangunan gedung atau ruang kelas baru guna mengantisipasi
melonjaknya jumlah terdidik.
Ketiga, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan pada semua jalur, jenis,
jenjang, dan satuan pendidikan perlu terus dilanjutkan.
Keempat, pemanfaatan sumber daya pendidikan yang jumlahnya terbatas perlu
terus dilanjutkan sehingga benar-benar dapat memberikan hasil yang maksimal terhadap
pemerataan kesempatan, peningkatan mutu, dan peningkatan relevansi.
Kelima, pelaksanaan desentralisasi pendidikan sejalan dengan UU No. 22/1999
tentang Pemerintahan Daerah akan membawa implikasi yang luas pada model dan pola
manajemen pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Dinn Wahyudin, Supriadi, dan Ishak Abduhak. 2006. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Universitas
Terbuka

PENGANTAR PENDIDIKAN
ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN

1. NURHAYATUN
2. YUNI ADE KANTARI
3. SUSTRYANTI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2014

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN


Bagi seorang pendidik atau guru mempelajari filsafat akan besar sekali
manfaatnya. Seorang guru dituntut memiliki wawasan yang luas mengenai profesinya.
Ia harus mengetahui hakikat pedidikan dan hakikat tujuan pendidikan, dasar
pendidikan, serta strategi penyampaian materi pelajaran sehingga siswa akan lebih
menguasai tujuan pendidikan. Bagi seorang guru, sebagai manusia ia harus mewakili
filsafat atau pandangan hidup yang menentukan tingkah laku perbuatannya dan menilai
tingkah laku perbuatan orang lain, dan sebagai seorang guru ia harus memiliki
filsafatpendidikan yang menentukan system nilai yang menjadi dasar atau sumber
pedoman pekerjaan mendidik yang harus dilakukannnya. Suatu sisitem nilai pedoman
yang menentukan tujuan, alat an sarana pendidikan yang baik dan benar adanya.

 Pengertian filsafat
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara
kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan
eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah
secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat
untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses
dialektika.
Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan. Pendidikan
membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut
pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih
luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-
fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan.
Tiap-tiap aliran filsafat bukanlah merupakan usaha mengakhiri perbedaan-
perbedaan prinsipil dari suatu ajaran. Tetapi justru di dalam kebebasan memilih dan
mengembangkan ide-ide filsafat itu, asas filosofis yang menghormati martabat
kemanusiaan setiap orang tidak hanya teroritis adanya, melainkan praktis,
dilaksanakan. Inilah satu bukti dan jaminan konkrit kebenaran-kebenaran filsafat yang
asasi.Klasifikasi aliran-aliran filsafat pendidikan berdasarkan perbedaan-perbedaan
teori dan praktek pendidikan yang menjadi ide pokok masing-masing filsafat tersebut.
Demikian pula klasifikasi itu sendiri akan berbeda-beda menurut cara dan dasar yang
menjadi kriteria dalam menetapkan klasifikasi itu. Misalnya ada yang membuat
klasifikasi aliran filsafat pendidikan berdasarkan asas dichotomi yakni antara aliran
progressive dan aliran conservative. Progresivisme ditampilkan sebagai aliran filsafat
pendidikan yang dapat digunakan sebagai basis epistimologi bagi pengembangan
pendidikan partisipasif.
Dalam proses pendidikan, aliran konstruktivisme menghendaki agar anak didik
dapat menggunakan kemampuannya secara konstruktif  untuk menyesuaikan diri
dengan tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi. Perennialisme memandang
pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses mengembalikan keadaan manusia
sekarang. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai
yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai
terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
 Ilmu filsafat pendidikan
1. Ilmu pendidikan sebagai ilmu pendidikan normative.
a. Sebagai ilmu pengetahuan normative, ilmu pendidikan merumuskan kaidah-
kaidah norma-norma dan ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenar-
benarnya dilaksanakan oleh manusia.
b. Sebagai ilmu pengetahuan praktis, tugas pendidikan dan pendidik maupun
guru ialah menanamkan system-sistem norma tingkah laku perbuatan yang
didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang diujung oleh lembaga pendidikan
dan pendidik dalam suatu masyarakat.
c. Filsafat pendidikan sebagai suatu lapangan tugas merumuskan secara
normative dasar-dasar dan tujuan pendidikan.
 Aliran-aliran filsafat
1. Progresifisme
 Pandangan tentang realita
Progresifisme berpendapat bahwa tidak ada istilah alam semesta. Progresifisme
menggunakan istilah alam semesta. Progresifisme menjelaskan bahwa:
1) Dunia itu bukanlah suatu pengertian yang ada di balik hal-hal yang nampak,tetapi
segala sesuatu yang ada di hadapan pandangan mata manusia.
2) Dunia mempunyai cirri yaitu adanya proses-proses dan perubahan-perubahan.
3) Dunia itu tidak kekal
4) Dunia itu tidak lengkap dan tidak tetap
5) Dunia itu bersifat pluralistis
6) Dunia mempunyai akhir dalam prosesnya sendiri
Progresifisme mengemukakan bahwa, dengan mengerti apa yang dimaksud pengalaman,
seseorang akan mengerti apa yang dimaksud dengan realita. Manusia menjadi
semakin dekat dengan realita bila memiliki pengalaman,
 Pandangan tentang nilai
Berdasarkan progresifisme terdapat dua syarat agar nilai itu ada. Yang pertama ada
bahasa dan yang kedua adanya masyarakat pergaulan, makna sesuatu dapat
dikomunikasikan dengan sesama. Agar nilai itu bermanfaat bagi masyarakat
pergaulan perlu ada kemampuan untuk menghasilkan sesuatu dari para partisipan
yang saling mengadakan hubungan. Jadi factor dorongan, kehendak, perasaan dan
tingkah laku berperan penting bagi adanya nilai. Dalam mengklasifikasikan nilai
kita mengenal nilai instrinsik dan nilai instrumental. Nilai instrinsik adalah nilai
yang melekat pada objeknya dan mempunyai arti bagi dirinya sendiri. Nilai
instrumental adalah nilai yang muncul setelah nilai yang instrinsik itu
dikomunikasikan dengan hal lain-lain di luar dirinya.
 .Pandangan dalam pendidikan
a. Pengertian tentang belajar
Anak merupakan subjek proses belajar. Menurut progresifisme anak adalah wujud
dari alamiah dan mempunyai hubungan dengan wujud-wujud alamiah lainnya.
Keseluruhan tingkah laku anak terdapat dalam pengalamannya. Untuk dapat
mewujudkan manusia seperti itu, maka progresifisme memusatkan perhatian
pada pekerjaan mempertinggi kecerdasan.
1. pendidikan adalan bagian dari gerakan revormasi umum social-politik yang menandai
kehidupan Amerika. Progresivisme sebagai sebuah teori muncul sebagai bentuk reaksi
terhadap pendidikan tradisional yang menekankan metode-metode formal pengajaran,
belajar mental (kejiwaan), dan suasana klasik peradaban barat. Pada dasarnya teori ini
menekankan beberapa prinsip. Adapun prinsipnya yaitu: 
1.    Proses pendidikan berawal dan berakhir pada anak.
2.    Subjek didik adalah aktif, bukan pasif.
3.    Perfan guru hanya sebagai fasilitator, pembimbing, ataupengarah.
4.    Sekolah adalah masyarakat kecil dari masyarakat besar.
5.    Sekolah harus kooperatif dan demokratif
6.    Aktivitas lebih focus pada pemecahan masalah, bukan untuk pengajaran materi
kajian.
a.    Pendidikan
Menurut progresivisme proses pendidikan memiliki dua segi, yaitu psikologis dan
sosiologis. Dari segi psikologis, pendidik harus dapat mengetahui tenaga-tenaga atau
daya-daya yang ada pada anak didik yang akan di kembangkan. Psikologinya seperti
yang berpangaruh di Amerika, yaitu psikologi dari aliran Behaviorisme dan Pregmatisme.
Dari segi sosiologis, pendidik harus mengetahui kemana tenaga-tenaga itu harus
dibimbingnya.
Dewey mengatakan tenaga-tenaga itu harus diabdikan pada masyarakat atau kehidupan
social, jadi mempunyai tujuan social. Maka pendidikan adalah proses social dan sekolah
adalah suatu lembaga sosial. Tujuan umum pendidikan adalah masyarakat yang
demokratis. Isi pendidikannya lebih mengutamakan bidang-bidang studi seperti IPA,
Sejarah, Ketrampilan,serta hal-hal lain yang berguna atau dirasakan langsung oleh
masyarakat. Metode scientific lebih dipentingakan dari pada memorisasi. Praktek kerja di
laboratorium, bengkel, kebun, atau sawah merupakan bagian yang di anjurkan dalam
rangka terlaksananya ‘learning by doing’ (belajar sambil bekerja, terintegrasi dalam
unit).  
  
.
b.  Kurikulum
Kurikulum sebagai jantung pendidikan tidak saja dimaknai sebagai
seperangkat rangkaian mata pelajaran yang ditawarkan sebagai gaet dalam sebuah
program pendidikan disekolah, tetapi sesungguhnya kurikulum mengandung arti
lebih luas, oleh karenannya banyak pakar memaknai kurikulum dengan titik tekan
yang berbeda. Ambil contoh Hirtsdan petters menekankan pada aspek fungsional
yakni kurikulum diposisikan sebagai rambu-rambu yang menjadi acuan dalam
proses belajar mengajar. Sedangkan musgave menekankan pada ruang lingkup
pengalaman belajar yang meliputipengalaman di luar amupun di dalam
sekolah.pendapat musgave ini seirama dengan pendapat romine Stephen yang
mengatakan bahwa kurikulum menyakup segala materi pelajaran, aktivitas dan
pengalaman anak didik, dimana ia berada dalam control lembaga pendidikan, baik
yang terjadi di luar maupun yang di dalam kelas.
Dengan dua ragam penekanan arti kurikulum di atas dapat di pahami bahwa
karena kurikulum berfungsi sebagai rambu-rambu dalm proses pembelajaran,
kurikulum harus bersifat luwes sesusai dengan situasi dan kondisi. Untuk itu
kurikulum harus harus disusun berdasarkan realitas kehidupan dan pengalaman
sehari-hari peserta didik, di sesuaikan dengan minat peserta didik, bukan atas
dasar selera guru. Progresivisme sebagai salah satu aliran dalam filsafat
pendidikan  ingin mengembangkan ‘child centered curriculum’, artinya
pendidikan diorientasikan pada pengembangan individu anak didik, memberikan
mereka kebebasan berkreasi, beraktivitas, dan berkembang sebagai pribadi
mandiri  dengan jalan memberi penghayatan-penghayatan emosional, intelektual,
dan social yang seluas dan sekaya mungkin. Menurut William H. Kilpatrick,
kurikulum yang baik didasarkan pada tiga prinsip: pertama, peningkatan kualitas
hidup anak sebaik-baiknya menurut tingkat perkembangan. Kedua, menjadikan
kehidupan actual kea rah perkembangan dalam suatu kehidupan yang bulat dan
menyeluruh. Ketiga, mengembangkan aspek kreatifitas kehidupan yang
merupakan tolok ukur utama bagi keberhasilan sekolah, hingga anak didik
berkembang dalam kemampuannya yang actual, secara aktif memikirkan hal-hal
baru untuk dipraktikkan dalam bertindak secara bijaksana melalui pertimbangan
yang matang.
Dari bernagai pandangan tersebut di atas, dapat di simpulkan bahwa
sesungguhnya kkurikulum pendidikan progresivisme menekankan pada ‘how to
think’ dan ‘how to do’, bukan what to think dan what to do artinya lebih
menekankan dan mengutamakan metode daripada materi. Tujuannya adalah
memberikan individu kemampuan yang memungkinkannya uuntuk berinteraksi
denegan lingkungan sekitar yang selalu berubah. Dengan menekankan pada aspek
metodologi kurikulum  yang disusun berlandaskan filosofis progresivisme, akan
dapt menyesuaikan situasi dan kondisi, luwes atau fleksibel dalam menghadapi
perubahan, serta familiar terhadap masa kini. Progresifisme memandang masa lalu
sebagai cermin untuk memahami masa kini dan masa kini sebagai landasan bagi
masa yang akan datang.
c.    Pendidik
Guru menurut pandangan filsafat progresivisme adalah sebagai penasihat,
pembimbing, pengarah dan bukan sebagai orang pemegang otoritas penuh yang dapat
berbuat apa saja (otoriter) terhadap muridnya. Sebagai pembimbing karena guru
mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang banyak di bidang anak didik maka secara
otomatis semestinya ia akan menjadi penasihat ketika anak didik mengalami jalan buntu
dalam memecahkan persoalan yang dihadapi. Oleh karena itu peran utama pendidik
adalah membantu peserta didik atau murid bagaimana mereka harus belajar dengan diri
mereka sendiri, sehingga pesrta didik akan berkembang menjadi orang dewasa yang
mandiri dalam suatu lingkungannya yang berubah.
Menurut John Dewey, guru harus mengetahui ke arah mana anak akan berkembang,
karena anak hidup dalam lingkungan yang senantiasa terjadi proses interaksi dalam
sebuah situasi yang silih berganti dan sustainable (berkelanjutan). Prinsip keberlanjutan
dalam penerapannya berarti bahwa masa depan harus selalu diperhitungkan di setiap
tahapan dalam proses pendidikan. Guru harus mampu menciptakan suasana kondusif di
kelas dengan cara membangungun kesadaran bersama setiap individu di kelas tersebut
akan tujuan bersama sesuai dengan tanggungjawab masing-masing dalam konteks
pembelajaran di kelas, serta konsisten pada tujuan tersebut.
Dengan argumentasi di atas, sesungguhnya Dewey telah meletakkan amanat dan
tanggungjawab yang berat kepada guru. Karena alasan inilah ia tergelincir dalam
pernyataan hiperbolanya dengan menggunakan bahasa Injil-Sosial dengan mengatakan
bahwa “guru sebagai penjaga pintu kerajaan Allah yang sesungguhnya”. Teori
progresivisme ingin mengatakan bahwa tugas pendidik sebagai pembimbing aktivitas
anak didik dan berusaha memberikan kemungkinan lingkungan terbaik untuk belajar.
Sebagai Pembimbing ia tidak boleh menonjolkan diri, ia harus bersikap demokratis dan
memperhatikan hak-hak alamiah peserta didik secara keseluruhan. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan psikologis dengan keyakinan bahwa memberi motivasi
lebih penting dari pada hanya memberi informasi. Pendidik atau guru dan anak didik atau
murid bekerja sama dalam mengembangkan program belajar dan dalam aktualisasi
potensi anak didik dalam kepemimpinan dan kemampuan lain yang dikehendaki.
Dengan demikian dalam teori ini pendidik/guru harus jeli, telaten, konsisten (istiqamah),
luwes, dan cermat dalam mengamati apa yang menjadi kebutuhan anak didik, menguji
dan mengevaluasi kepampuan-kemampuannya dalam tataran praktis dan realistis. Hasil
evaluasi menjadi acuan untuk menentukan pola dan strategi pembelajaran ke depan.
Dengan kata lain guru harus mempunyai kreatifitas dalam mengelola peserta didik,
kreatifitas itu akan berkembang dan berfariasi sebanyak fariasi peserta didik yang ia
hadapi.
d.    Pesrta Didik
Teori progresivisme menempatkan pesrta didik pada posisi sentral dalam melakukan
pembelajaran. karena murid mempunyai kecenderungan alamiah untuk belajar dan
menemukan sesuatu tentang dunia di sekitarnya dan juga memiliki kebutuhan-kebutuhan
tertentu yang harus terpenuhi dalam kehidupannya. Kecenderungan dan kebutuhan
tersebut akan memberikan kepada murid suatu minat yang jelas dalam mempelajari
berbagai persoalan. 
Anak didik adalah makhluk yang mempunyai kelebihan dibanding dengan makhluk-
makhluk lain karena peserta didik mempunyai potensi kecerdasan yang merupakan salah
satu kelebihannya. Oleh karenanya setiap murid mempunyai potensi kemampuan sebagai
bekal untuk menghadapi dan memecahkan permasalahan-permasalahannya. Tugas guru
adalah meningkatkan kecerdasan potensial yang telah dimiliki sejak lahir oleh setiap
murid menjadi kecerdasan realitas dalam lapangan pendidikan untuk dapat merespon
segala perubahan yang terjadi di lingkungannya.
Secara institusional sekolah harus memelihara dan manjamin kebebasan berpikir dan
berkreasi kepada para murid, sehingga mereka memilki kemandirian dan aktualisasi diri,
namun pendidik tetap berkewajiban mengawasi dan mengontrol mereka guna meluruskan
kesalahan yang dihadapi murid khusunya dalam segi metodologi berpikir. Dengan
demikian prasyarat yang harus dilakukan oleh peserta didik adalah sikap aktif, dan
kreatif, bukan hanya menunggu seorang guru mengisi dan mentransfer ilmunya kepada
mereka. Murid tidak boleh ibarat “botol kosong” yang akan berisi ketika diisi oleh
penggunanya. Jika demikian yang terjadi maka proses belajar mengajar hanyalah
berwujud transfer of knowledge dari seorang guru kepada murid, dan ini tidak akan
mencerdasakan sehingga dapat dibilang tujuan pendidikan gagal.

Progresifisme berpendapat bahwa kurikulum yang baik ialah kurikulum yang


eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap detik dapt disesuaikan dengan
kebutuhan. Kurikulum adalah yang tumbuh melalui perhatian, pemikiran, dan
tindakan. Pelaksanaan kurikulum ang sesuai dengan konsep pragmatism-
progresifisme penuh dengan kegiatan siswa yang berupa penjelajahan dan
perumusan masalah, pemecahan masalah, dan penyelenggaraan eksperimen yang
bertemakan penemuan dan inkuiri. Berikut beberapa pandangan progresifisme
terhadappelaksanaan kurikulum:
1) Persoalan bekerja dan bermain
Semua yang dilakukan dalam belajar mempunyai pengaruh tertentu bagi pribadi
seseorang anak.
2) Penggunaan drill
Untuk dapat memahami suatu objek perlu adanya latihan-latihan untuk
mengingat-ingat sifat-sifat utama objek atau tujuan yang hendak dicapai oleh
anak.
3) Sekolah berpusat pada anak
Sekolah yang berpusat pada anak ialah sekolah yang dirancang sedemikian rupa
sehingga isi kurikulum sekolah itu memberi kemungkinan atau memberi
kesempatan timbulnya inisiatif,kemerdekaan perasaan dan timbulnya gagasan-
gagasan secara spontan dan ekspresi-ekspresi lain yang bersifat kreatif.
4) Sekolah berpusat pada masyarakat
Ilmu dan pengetahuan perlu dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan sehingga
tidak terdapatjarak/kesenjangan antara ilmu-ilmu itu dengan yang
mempelajarinya.
5) Pendidikan orang dewasa
Progresifisme bertumpu pada kenyataan bahwa setiap individu dapat tumbuh
secara terus-menerus, tetapi tidak selalu memperoleh kepastian bahwaia
melakukan hal itu.

progresifisme adalah gerakan pendidikan yang dilakukan oleh suatu perkumpulan


yang dilandasi konsep-konsep filsafat tertentu,dan sangatlah berpengaruh dalam
pendidikan. Progresifisme memberikan perlawanan terhadap formalisme yang
berlebihan dan membosankan dari sekolah atau pendidikan yang
tradisional.Contohnya,Progreifisme menolak pendidikan yang bersifat
otoriter,menolak penekanan atas disiplin yang keras,menolak cara-cara belajar
yang bersifat pasif,dan berbagai hal lainnya yang dipandang tidak berarti.
            Pendidikan yang bercorak otoriter ini dapat diperkirakan mempunyai
kesulitan untuk mencapai tujuan-tujuan yang baik,karena kurang menghargai dan
memberikan tempat semestinya kepada kemampuan-kemampuan dalam proses
pendidikan.Pada hal semuanya itu adalah ibarat motor penggerak manusia dalam
usahanya untuk mengalami kemajuan.
Progresifisme melancarkan suatu gerakan untuk perubahan sosial dan budaya
dengan penekanan pada perkembangan individual dan mencakup cita-cita seperti
•    Cooperation ,yaitu kerja sama dalam berbagai aspek kehidupan.
•    Sharing ,yaitu berbagi peran dan turut ambil bagian dalam berbagai kegiatan.
•    Adjustment ,yaitu fleksibel untuk dapat menyesuaikan diri dengan berbagai
perubahan yang terjadi. 
Sebab itulah,progresifisme menjadi populer,banyak para guru di Amerika pada
saat itu menjadi pendukungnya
Tokoh-tokoh Aliran Progresivisme 
a. William James ( 1842-1910 )
James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari
eksistensi organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup.
Dan dia menegaskan agar fungsi otak atau fikiran itu dipelajari sebagai bagian
dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Jadi James menolong
untuk membebaskan ilmu jiwa prakonsepsi teologis, dan menempatkannya da atas
dasar ilmu prilaku. 
b.John Dewey ( 1859-1952 )
Teori Dewey tentang sekolah adalah progresivisme yang lebih menekankan
kepada anak didik dan minatnya dari pada mata pelajarannya sendiri. Maka
muncullah “Cild Centered Curiculum”, dan “Cild Centered School”.
Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum
jelas

2.Esensialisme
Filsafat Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai
kebudayaan yang telah ada sejak awak peradaban umat manusia. Esensialisme
memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan
dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai
tata yang jelas. Sebagai mana progresifisme, Esensialisme dikenal sebagai gerakan
pendidikan dan juga aliran filsafat pendidikan. Esensialisme berusaha mencari dan
mempertahankan hal-hal yang esensial yaitu sesuatu yang bersifat inti atau hakikat
fundamental,atau unsur mutlak yang a ekeberadaan sesuatu. Menurut
esensialisme,yang esensial tersebut harus diwariskan kepada generasi muda agar dapat
bertahan dari waktu ke waktu karena itu esensialisme tergolong tradisionalisme.
 Pandangan tentang realita
Esensialisme berpendapat bahwa dunia dikuasai oleh tata yang tiada cela yang
mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula.
 Pandangan tentang nilai
Esensialisme didukung oleh aliran realisme dan idealisme. Menurut realism kualitas
nilai tidak dapat ditentukan secara konseptual melainkan tergantung dari apa dan
bagaimana keadaannya apabila dihayati oleh subjek tertentu. Disamping itu
realisme mengemukakan teori determinisme etis tentang nilai yang menyatakan
bahwa semua yang ada di alam ini, termasuk manusia, mempunyai hubungan
hingga merupakan mata rantai sebab akibat. Menurut idealisme, nilai itu berakar
pada eksistensi.
 Pandangan mengenai pengetahuan
Menurut pandangan realisme manusia adalah makhluk yang padanya berlaku hukum
mekanis-evolusionistis. Pandangan idealisme mengenai pengetahuan bertitik tolak
dari pengertian bahwa manusia adalah makhluk yang adanya(eksistensinya )
merupakan refleksi dari tuhan dan adanya hubungan antara dunia kecil dan dunia
besar.
 Pandangan esensialisme dalam pendidikan
Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi
individu dengan menitik beratkan pada aku. Menurut idealisme, bila seorang itu
belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak
keluar untuk memahami dunia obyektif. Dari mikrokosmos menuju ke
makrokosmos. belajar dapat didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada
sendirinya sebagai substansi spiritual. Jiwa membina dan menciptakan diri
sendiri.
 Pandangan essensialisme mengenai kurikulum
Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah
berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat. Kurikulum harus terhindar
dari adanya pemisahan bidang studi yang satu dengan pelajaran yang lainnya. Untuk
mewujudkan cita-cita yang demikian suatu system harus terdiri atas 4 komponen:
a. Universum yakni pengetahuan tentang latar belakang dari segala manifestasi hidup
manusia, misalnya: tata surya, kekuatan dan hokum alam
b. Sivilisasi yakni karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup bermasyarakat. Ilmu
dan teknologi masuk dalam komponen ini.
c. Kebudayaan yakni termasuk di dalamnya filsafat, kesenian, kesusatraandan agama
d. Kepribadian yakni komponen untuk membentuk pribadi yang nyata tanpa meninggalkan
atau mungkin bertentangan dengan ideal.
Menurut konsep realisme, kurikulum harus disusun berdasarkan harmoni alam. Kurikulum
dengan konsep ini menghendaki penyajian teori dan prinsip-prinsip mendahului
aplikasinya,dimana siswa harus mempelajari kebenaran yang pasti sebagai hasil
organisasi dan pensistematikaan secara rasional factual atas segala pengetahuan.
Tokoh-tokoh Esensialisme:
a. Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831)
Georg Wilhelm Friedrich HegelHegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu
pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual.
b.George Santayana
George Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu
sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal,
karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu.

3.Perenialisme
Istilah “Perennial” berarti “everlasting” atau abadi. Dengan demikian esensi atau
inti kepercayaan filsafat Perennialisme ialah nilai-nilai, norma-norma yang bersifat
kekal abadi, bahkan keabadian itu sendiri. Perennialisme mengambil analogi realita-
sosial-budaya manusia, seperti realita sepohon bunga. Pohon bunga ini akan berbunga
musim demi musim, datang dan pergi secara tetap sepangjang tahun dan masa.
Demikianlah pola perkembangan kebudayaan manusia, abad demi abad, era demi era,
bahkan untuk selama-lamanya akan tetap mengulangi apa yang pernah dialaminya.
 Pandangan mengenai realita
Ontology perenialisme berisikan pengertian tentang benda individual, esensi, aksiden, dan
substansi.
- benda individual adalah benda yang sebagaimana nampak dihadapan manusia yang dapat
ditangkap oleh indera kita.
- esensi dari sesuatu adalah suatu kualitas tertentu yang menjadikan benda itu lebih instrinsik
daripada halnya.
- aksiden adalah keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan sifatnya kurang penting
dibandingkan dengan esensinya.
- substansi adalah suatu kesatuan dari tiap-tiap hal atau individu dari yang sifatnya khusus
sampai yang universal, yang material dan yang spiritual.
 Pandangan mengenai nilai
Perenialisme,sesuai dengan pendukungnya idealime, berpendapat bahwa persoalan nilai
adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Menurut
perenialisme, perbuatan manusia merupakan pancaran isi jiwanya yang berasal dari dan
dipimpin oleh tuhan. Secara teologis manusia perlu mencapai kebaikan tertinggi yaitu
nilai yang merupakan suatu kesatuan dengan tuhan. Mengenai kebaikan, aristoteles
membedakannya menjadi 2 jenis, yaitu kebaikan moral dan kebaikan intelektual.
Kebaikan moral adalah kebaikan yang merupakan pembentukan kebiasaan yang
merupakan dasar dari kebaikan intelektual. Dengan demikian kebaikan intelektual
dibentuk oleh pendidikan dan pengajaran.perenialisme menyatakan bahwa dengan
keindahan yang memiliki nilai tertinggi dari estetik haruslah mengandung kebaikan
tertinggi dalam arti etik.
 Pandangan tentang pendidikan
Perenialisme mendasarkan pandangan pendidikannya pada 3 tokoh:

a. Plato
Menurut plato, menganalisis pendidikan tidak terlepas dari pandangan politis dan doktrin
mengenai dunia ide. Pandangan politiknya bersifat artokratis dan pengertian mengenai
dunia ide menjadi tumpuan terbentuknya pengertian mengenai realita, pengetahuan, dan
nilai. Menurut plato tujuan pendidikan yang paling utama ialah melatih pemimpin-
pemimpin yang dapat mengakui dan melaksanakan tuntutan kebaikan dan ide-ide.
Program pendidikan disusun dan dilaksanakan dengan sengaja yang dimulai sejak anak
lahir sampai dewasa mencapai umur 50 tahun. Sampai umur 20tahun dipusatkan pada
mata pelajaran music, gimnastik, membaca, menulis , berhitung, dan latihan kemiliteran.
Peserta didik yang berusia 20-30 tahun dipusatkan pada ilmu pasti dengan pengetahuan
alam kodrat. Peserta didik yang berusia 30-35 tahun ditekankan pada filsafat. Peserta
didik berusia 35-50 tahun diarahkan dalam pengalaman-pengalaman praktis dalam
masyarakat. Tahapan terakhir yaitu pada pengalaman praktis, ketabahan yang bersifat
moral dan intelektual mendapat ujian yang serius.
b. Aristoteles
Pandangan aristoteles mengenai pendidikan, perkembangan budi merupakan titik pusat
perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat pencapainya. Aristoteles menganggap
penting juga pembentukan kebiasaan dan penanaman kesadaran menurut aturan moral
pada tingkat pendidikan usia muda. Menurut aristoteles,potensi guru harus lebih tinggi
daripada potensi siswa-siswanya. Tujuan pendidikan menurut aristoteles adalah untuk
mencapai kebahagiaan.
c. Thomas Aquinas
Thomas Aquinas berpendapat bahwa pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan
yang masih tidur menjadi aktif atau nyata. Hal-hal yang masih relevan dengan
perkembangan dewasa ini adalah pendapat yang dikemukakan oleh jaques martin yang
teorinya beraspirasikan ajaran T.aquinas . menurut J.maritain, norma fundamental
pendidikan :
- Cinta kebenaran
Manusia normal dengan perbuatan yang wajar akan cinta kebenaran. Manusia akan
mencari informasi dan senang hatinya apabila mendapat sesuatu yang benar. Cinta
kebenaran merupakan kecendrungan utama manusia.
- Cinta kebaikan dan keadilan
Dengan menerapkan cinta kebaikan dan keadilan , hidup manusia akan tentram, damai,
dan sejahtera. Seperti slogan “ keadaan sekarang harus lebih baik dari kemarin dan
keadaan esok harus lebih baik daripada sekarang “ .
- Kesederhanaan dan sifat terbuka terhadap eksistensi
Norma ini menuntut kita bersikap wajar. Kewajaran ialah manifestasi dari keberadaan
manusia. kita harus selalu mawas diri agar kita tidak mudah terjerumus. Segala
perbuatan haruslah terkendali.
- Cinta kerja sama
Semakin maju peradaban manusia berkat kemajuan ilmu dan teknologi, semakin terasa
perlu dan pentingnya kerja sama antar manusia dan antar warga bangsa. Semakin
terasa mutlaknya kerja sama tersebut demi tercapainya kesejahteraan umat manusia.
 Pandangan mengenai belajar
Perenialisme mengenai pendidikan yang menekankan pada soal kepemimpinan, moral, dan
cara menuntun kemampuan laten dalam diri anak, maka untuk mencapai hal tersebut
diperlukan latihan dan disiplin mental. Belajar menurut perenialisme tiada lain adalah
adanya latihan-latihan dan disiplin mental. Belajar dapat dibedakan menjadi dua yaitu
belajar dengan pemberitahuan(pengajaran) dan belajar dengan penemuan. Belajar melalui
pengajaran berarti guru memberi sejumlah pengetahuan diikuti penjelasan sehingga
mudah dicerna.
 Pandangan tentang kurikulum
Berkenaan dengan kurikulum, perenialisme bercita-cita menanamkan daya intelektual anak
mencapai puncak kebenaran yang universal. Perenialisme berpandangan bahwa tugas
utama pendidikan adalah mempersiapkan peserta didik ke arah kemasakan yaitu masak
dalam arti hidup kekalnya. Jenjang atau tingkatan pendidikan. Pelajaran di sekolah dasar
(SD) meliputi pelajaran membaca,menulis, dan berhitung. Setelah tamat SD, anak-anak
dapat melanjutkan ke sekolah menengah dengan kurikulum yang pada dasarnya sama
dengan di SD . di dalam pendidikan selanjutnya adalah pendidikan tinggi, pada tahun-
tahun pertama, kelompok pengetahuan yang diberikan merupakan pendidikan umum.
 Pandangan mengenai pengetahuan
Kepercayaan adalah pangkal tolak perenialisme mengenai kenyataan dan pengetahuan.
Artinya sesuatu itu ada (nyata) apabila ada kesesuaian antara piker(kepercayaan) dengan
benda-benda. Sedangkan benda adalah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip
keabadian. Mengenai pengertian yang berisi prinsip-prinsip di atas, aristoteles merinci :
- Prinsip identitas,yaitu identitas sesuatu.
- Prinsip kontradiksionis, yaitu hukum kontradiksi(berlawanan). Suatu pernyataan pasti
tidak mengandung kebenaran dan kesalahan. Suatu pernyataan pasti hanya
mengandung satu kenyataan yakni benar atau tidak benar(salah) jadi, tidak ada
kontradiksi.
- Prinsip eksekusi tertii. Prinsip ini menyatakan bahwa tidak ada kemungkinan ketiga.
Apabila pernyataan atau kebenaran pertama salah, pasti pernyataan kedua benar dan
sebaliknya apabila pernyataan pertama benar pasti pernyataan yang menyusulnya
tidak benar.
- Prinsip rasionis sufisientis. Prinsip ini menjelaskan bahwa apabila sesuatu barang
dapat diketahui asal-muasalnya pasti dapat dicari pula tujuan dan akibatnya.
Berkenaan dengan ke-4 prinsip di atas aristoteles mengatakan bahwa untuk membimbing
anak sampai pada prinsip atau pemikiran yang esensial diperukan cara-cara yang
tepat. Cara yang paling tepat adalah melatih penalaran. Dengan penalarannya
seseorang akan terhindar dari pengertian-pengertian yang tidak benar. Aristoteles
mengemukakan tentang logika. Logika mengandung dua unsur pokok yaitu jalan
pikiran dan bukti. Jalan pikiran menentukan adanya hubungan logis antara premis
mayor dan premis minor serta kesimpulan yang disebut silogisme.
Silogisme adalah cara berfikir deduktif, yaitu suatu pemikiran yang berangkat dari suatu
kerangka umum (besar) kemudian dirinci menjadi bagian-bagian kecil (khusus) yang
bersifat khas terbatas.
4.Konstruktivisme
Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti
bersifat membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme dalam kamus
Bahasa Inonesia berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan aliran filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi
kita sendir i (von Glaserfeld
dalam Pannen dkk, 2001: 3). Tran Vui juga mengatakan bahwa teori konstruktivisme
adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar
atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau
kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain. Sedangkan menurut
Martin. Et. Al (dalam Gerson Ratumanan, 2002) mengemukakan bahwa
konstruktivisme menekankan pentingnya setiap siswa aktif mengkonstruksikan
pengetahuan melalui hubungan saling mempengaruhi dari belajar sebelumnya dengan
belajar baru. Konstruktivisme merupakan paradigma alternatif yang muncul sebagai
dampak dari revolusi ilmiah yang teradi dalam beberapa dasawarsa terakhir (Kuhn
dalam Pannen dkk. 2000: 1). Konstruktivisme adalah salah satu aliran filsafat
pengetahuan yang berpendapat bahwa pengetahuan itu merupakan konstruksi
(bentukan) dari orang yang sedang belajar. Pengetahuan bukanlah kumpulan fakta-
fakta tetapi merupakan konstruksi kognitif seseorang terhadap obyek, pengalaman,
maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah “sesuatu yang sudah ada di sana” dan
kita tinggal mengambilnya, tetapi merupakan suatu bentukan terus menerus dari orang
yang belajar dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya pemahaman
yang baru (Piaget, 1971).
 Pandangan perenialisme tentang realita
Pandangan perenialisme tentang kenyataan berisikan 4 pengertian benda,yaitu benda
individual,esensi,dan substansi. Dalam garis perjalanan suatu benda dikenal adanya 4
kausa yaitu kausa materialis,kausa formalis, kausa efisien dan kausa finalis.
 Pandangan nilai
Perenialisme sependapat dengan induknya yakni idealisme yang menyatakan bahwa,
persoalan nilai adalah persoalan spiritual. Hakikat manusia adalah pada jiwanya. Secara
teotologis, manusia perlu mencapai kebaikan tertinggi,yaitu nilai yang merupakan suatu
kesatuan dengan tuhan.
 Pandangan belajar
Menurut perenialisme, belajar adalah latihan dan disiplin mental. Oleh karena itu, semua
usaha baik teori maupun praktik pendidikan harus diarahkan pada kepemimpinan, moral,
dan usaha untuk mewujudkan potensi menjadi nyata melalui latihan dan disiplin mental.
 Pandangan kurikulum
Perenialisme menegaskan bahwa kurikulum yang baik adalah kurikulumyang dapat
membawa anak didik ke arah kemasakan yaitu masak dalam arti hidup akalnya.
Kurikulum SLTP (12-16)tahun menekankan pada pelajaran bahasa asing kuno dan
modem. Di SMA (16-20) perlu ada dua kelompok pelajaran. Di perguruan tinggi,pada
tahun pertama sama dengan mata pelajaran di SMAdan pada tingkat berikutnya perlu
pelajaran yang bersifat teologis-filosofis.
 Pandangan pengetahuan
Perenialisme menyatakan bahwa untuk sampai pada pengetahuan yang benar mengenai
sesuatu perlu hadirnya pikiran atau kepercayaan. Kebenaran tertuju pada hakikat atau
esensi sesuatu. Pekerjaan akal adalah mengadakan tinjauan agar prinsip-prinsip atau
pengertian-pengertian itu mempunyai bukti diri.
 .Pandangan konstruktivisme dalam pendidikan
Pandangan konstruktivis dalam pembelajaran mengatakan bahwa anak-anak diberi
kesempatan agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajar secara sadar,
sedangkan  guru yang membimbing siswa ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi.
Kaum konstruktivis berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk dalam diri individu atas
dasar struktur kognitif yang telah dimilikinya, hal ini berimplikasi pada proses belajar
yang menekankan aktivitas personal peserta didik. Agar proses belajar dapat berjalan
lancar maka pendidik dituntut untuk mengenali secara cermat tingkat perkembangan
kognitif peserta didik. Atas dasar pemahamannya pendidik merancang pengalaman
belajar yang dapat merangsang struktur kognitif anak untuk berpikir, berinteraksi
membentuk pengetahuan yang baru. Pengalaman yang disajikan tidak boleh terlalu
jauh dari pengetahuan peserta didik tetapi juga jangan sama seperti yang telah
dimilikinya. Pengalaman sedapat mungkin berada di ambang batas antara pengetahuan
yang sudah diketahui dan pengetahuan yang belum diketahui sebagai zone of proximal
development of knowledge.
Bagi aliran konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai pemberi
ilmu. Tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih diposisikan
sebagai fasiltator yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri. Aliran ini lebih menekankan bagaimana siswa belajar bukan
bagaimana guru mengajar
DAFTAR PUSTAKA
Wahyudin,H.Dinn dkk. 2003. Pengantar pendidikan. Jakarta: Universitas Mataram.

Saifullah,Drs dkk. 1980. Pengantar dasar-dasar kependidikan. “ Usaha Nasional”


Surabaya: Indonesia.

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Oleh :

1. Lina Sarifatun Nisa (E1R013023)


2. Fitriana Anggraini (E1R013012)
3. Ni Ketut Witri (E1R013033)
4. Riadatul Jannah (E1R013044)
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Sistem dan Sistem Pendidikan Nasional

A. Konsep Sistem, Pandangan Sistem, dan Pendekatan Sistem

Konsep sistem (system concept) meliputi 4 hal, yaitu: Memahami mengenai definis
sistem, jenis-jenis sistem, ciri-ciri sistem dan model sistem. Pemahaman konsep sistem
merupakan dasar dalam mengkaji sesuatu objek secara menyeluruh dan terpadu, baik
berkaitan dengan proses maupun kelengkapan bagian-bagian dari objek itu sendiri.
Untuk itu sebelum memahami pemanfaatan sistem dalam mengkaji sesuatu objek perlu
dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan sistem itu sendiri.

Istilah sistem dimaksudkan dengan satu keseluruhan dari sejumlah komponen


(bagian) yang saling berhubungan dan berkaitan dalam mencapai satu atau beberapa
tujuan (goals). Pendidikan sebagai suatu sistem, terdapat komponen-komponen di
dalamnya yang berupa: peserta didik, guru, kurikulum, buku, sara, dan fasilitas belajar,
orang tua peserta didik, masyarakat, proses pendidikan dan hasil pendidikan. Setiap
komponen tersebut saling berhubungan dan berkaitan untuk mencapai tujuan
pendidikan itu sendiri. Dari contoh tersebut menunjukkan bahwa pendidikan sebagai
suatu sistem berfungsi dalam mengubah peserta didik sebagai masukan (input) menjadi
keluaran yang memiliki kemampuan hasil pendidikan (output) sesuai dengan tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan. Dengan demikian sistem itu merupakan suatu
totalitas dari bagian-bagian yang saling berhubungan, dan fungsi dari totalitas tersebut
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Menurut Johnson dkk. Pendekatan sistem meliputi penggunaan berbagai konsep


yang serasi dari teori sistem umu dalam rangka memahami teori organisasi dan praktek
manajemen. Dalam arti luas atau umum, pendekatan sistem meliputi tiga aspek, yaitu
filsafat sistem, analisis sistem, dan manajemen sistem (Depdikbud, 1981; 36-37).
Filsafat sistem yaitu cara berpikir (way of thinking) mengenai fenomena secara
keseluruhan, meliputi bagian-bagiannya, kompenennya, sub-sistemnya, dan dengan
titik berat pada interaksinya. Analisis sistem merupakan metode atau tekhnik dalam
memecahkan persoalan (problem solving) atau pengambilan kebijakan. Analisis sistem
erat sekali hubungannya dengan metode ilmiah yang ditandai oleh adanya: kesadaran
akan adanya masalah, identifikasi variabel yang berhubungan, analisis dan sisntesis
berbagai faktor, dan berakhir dengan penentuan tindkaan pemecahan masalah yang
terpilih. Adapun manajemen sistem meruapakn penerapan teori sistem dalam rangka
mengelola sistem organisasi. Hal ini antara lain meliputi pengenalan atas model umu,
transportasi input menjadi output dengan jalan mengetahu arus tenaga, energi,
informasi dan lain-lain; selain itu perlu diperhatikan pula mengenai saling
keterhubungan anatra sub-sistem dengan sub-sistem lainnya maupun antaras istem
dengan supra sistemnya.

B. Pendidikan sebagai Sistem

Pendidkan adalah keseluruhan yang terpadu dari sejumlah komponen yang saling
berinteraksi dan melaksanakan fungsi-fungsi tertentu dalam rangka membantu anak
didik agar menjadi manusia terdidik sesuai tujuan yang telah ditetapkan.

Sistem pendidikan merupakan sistem terbuka, maka sistem pendidikan memiliki


ketergantungan dan saling berhubungan dengan lingkungan atau sistem-sistem lainnya
yang ada didalam suprasistemnya. Dalam hal ini sistem pendidikan mengambil
masukan (input) dari masyarakat dan memberikan hasilnya (output) kepada
masyarakat. P.H. Coombs (Odang muchtar, 1976;8) mengelompokkan 3 jenis sumber
input utama sebagai sistem pendidikan, yaitu:

1. Ilmu pengetahuan, nilai-nilai ,dan tujuan-tujuan yang berlaku dalam masyarakat,


2. Penduduk dan tenaga kerja yang tersedia,
3. Faktor ekonomi

Dalam rangka yang lebih besar, hasil proses pendidikan dapat berupa lulusan dari
lembaga pendidikan (sekolah) tertentu.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1979)
menjelaskan pula bahwa, “Pendidikan merupakan suatu sistem yang mempunyai unsur-
unsur tujuan/sasaran pendidikan, peserta didik, pengelola pendidikan, struktur/jenjang.
Kurikulum dan peralatan/fasilitas. P.H. Combs (1982) mengemukakan dua belas
komponen pendidikan seperti berikut:
a.       Tujuan dan Prioritas
Fungsinya mengarahkan kegiatan sistem. Hal ini merupakan informasi tentang
apa yang hendak dicapai oleh sistem pendidikan dan urutan pelaksanaannya.
b.      Peserta Didik
Fungsinya ialah belajar. Diharapkan peserta didik mengalami proses perubahan
tingkah laku sesuai dengan tujuan umum pendidikan.
c.       Manajemen atau Pengelolaan
Fungsinya mengkoordinasikan, mengarahkan, dan menilai sistem pendidikan.
Komponen ini bersumber pada sistem nilai dan cita-cita yang merupakan informasi
tentang pola kepemimpinan dalam pengelolaan sistem pendidikan.
d.      Struktur dan Jadwal Waktu
Fungsinya mengatur pembagian waktu dan kegiatan.
e.       Isi dan Bahan Pengajaran
Fungsinya untuk menggambarkan luas dan dalamnya bahan pelajaran yang harus
dikuasai peserta didik.
f.       Guru dan Pelaksana
Fungsinya menyediakan bahan pelajaran dan menyelenggarakan proses belajar
untuk peserta didik.
g.      Alat Bantu Belajar
Fungsinya untuk memungkinkan terjadinya proses pendidikan yang lebih menarik
dan lebih bervariasi.
h.      Fasilitas
Fungsinya untuk tempat terselenggaranya proses pendidikan.
i.        Teknologi
Fungsinya memperlancar dan meningkatkan hasil guna proses pendidikan. Yang
dimaksud dengan teknologi ialah semua teknik yang digunakan sehingga sistem
pendidikan berjalan dengan efisien dan efektif.
j.        Pengawasan Mutu
Fungsinya membina peraturan-peraturan dan standar pendidikan.
k.      Penelitian
Fungsinya untuk memperbaiki dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan
penampilan sistem pendidikan.
l.        Biaya
Fungsinya melancarkan proses pendidikan dan menjadi petunjuk tentang tingkat
efesiensi sistem pendidikan.

C. Pendidikan Nasional sebagai sistem


Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaaan bangsa
Indonesia dan yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989, tentang Sistem


Pendidikan Nasional dikemukakan Pendidikan Nasional adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi
peranannya di masa yang akan datang.Sebagai suatu sistem, pendidikan nasional
mempunyai tujuan yang jelas, seperti yang dicantumkan pada undang-undang
pendidikan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
ktrampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta
bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.Berdasarkan tujuan pendidikan
nsional itulah dilaksanakan proses pendidikan di Indonesia. Setiap lima tahun sekali
biasanya ditetapkan tujuan pendidikan nasional itu dalam Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat dan dijelaskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN). Zahar Idris (1987) mengemukakan bahwa “Pendidikan Nasional sebagai
suatu system adalah karya manusia yang terdiri dari komponen-komponen yang
memepunyai hubungan fungsional dalam rangka membantu terjadinya proses
transformasi atau perubahan tingkah laku seseorang sesuai dengan tujuan nasional
seperti tercantum dalam Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Deskripsi Sistem Pendidikan Nasional

A. Jalur, Jenjang dan Jenis Pendidikan


1. Dua jalur Pendidikan
Penyelenggaraan Sisdiknas dilaksanakan melalui dua jalur yaitu :

a. Jalur Pendidikan Sekolah


Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah
melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan bersinambungan
(pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi). Sifatnya formal, di
atur berdasarkan ketentuan – ketentuan pemerintah, dan mempunyai keseragaman
pola yang bersifat nasional.

b. Jalur Pendidikan Luar Sekolah


Jalur pendidikan luar sekolah (PLS) merupakan pendidikan yang bersifat
kemasyarakatan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar
mengajar yang tidak berjenjang dan tidak bersinambungan, seperti kepramukaaan,
berbagai kursus, dan lain – lain. PLS memberikan kemungkinan perkembangan
sosial, kultural seperti bahasa, dan kesenian, keagamaan dan ketrampilan yang dapat
dimanfaatkan oleh anggota masyarakat untuk mengembangkan dirinya dan
membangun masyarakat.

Pendidikan luar sekolah sifatnya tidak formal dalam arti tidak ada keseragaman pola
yang bersifat nasional. Modelnya sangat beragam. Dalam hubungan ini pendidikan
keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakn
dalam keluarga yang fungsi utamanya menanamkan keyakinan agama, nilai budaya
dan moral serta ketrampilan praktis.

2. Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan
berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahas
pengajaran (UU RI No. 2 Tahun 1989 Bab I, Pasal 1 ayat 5).

Jalur pendidikan sekolah dilaksanakan secara berjenjang yang terdiri atas jenjang
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sebagai persiapan untuk
memasuki pendidikan dasar diselenggarakan kelompok belajar yang disebut pendidikan
prasekolah (UU RI No. 2 Tahun 1989 Bab V, Pasal 2). Pendidikan prasekolah belum
termasuk jenjang pendidikan formal, tetapi baru merupakan kelompok sepermainan yang
menjembatani anak antara kehidupannya dalam keluarga dengan sekolah.

a. Jenjang Pendidikan Dasar


Pendidikan dasar diselenggarakan untuk memberikan bekal dasar yang diperlukan
untuk hidup dalam masyarakat berupa pengembangan sikap, pengetahuan, dan
ketrampilan dasar. Di samping itu juga berfungsi mempersiapkan peserta didik yang
memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah. Oleh karena itu
pendidikan dasar menyediakan kesempatan bagi seluruh warga negara untuk
memperoleh pendidikan yang bersifat dasar, dan tiap – tiap warga negara diwajibkan
menempuh pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. UU RI No. 2 tahun 1989
menyatakan dasar dan wajib belajar pada Pasal 14 Ayat 1 bahwa, “ Warga negara
yang berumur 6 tahun berhak mengikuti pendidikan dasar”, dan ayat 2 menyatakan
bahwa, “Warga negara yang berumur 7 tahun berkewajiban mengikuti pendidikan
dasar dan pendidikan yang setara sampai tamat”. Dalam pengertian setara ini
termasuk juga pendidikan luar biasa (PLB), pendidikan keagamaan dan/atau
pendidikan luar sekolah.

b. Jenjang Pendidikan Menengah


Pendidikan menengah yang lamanya tiga tahun sesudah pendidikan dasar,
diselenggarakan di SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) atau satuan pendidikan
yang sederajat. Pendidikan menengah dalam hubungan ke bawah berfungsi sebagai
lanjutan dan perluasan pendidikan dasar, dan dalam hubungan ke atas
mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan tinggi ataupun memasuki
lapangan kerja.

Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum, pendidikan


menengah kejuruan, dan pendidikan luar biasa, pendidikan menengah kedinasan dan
pendidikan menengah keagamaan.

c. Jenjang Pendidikan Tinggi


Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikanm menengah, yang
diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan,
mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau
kesenian.

Untuk dapat mencapai tujuan tersebut lembaga pendidikan tinggi melaksanakan misi
“Tridharma” pendidikan tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat dalam ruang lingkup tanah air Indonesia sebagai kesatuan
wilayah pendidikan nasional.

Pendidikan tinggi juga berfungsi sebagai jembatan antara pengembangan bangsa dan
kebudayaan nasional dengan perkembangan internasional. Untuk itu dengan tujuan
kepentingan nasional, pendidikan tinggi secara terbuka dan selektif mengikuti
perkembangan kebudayaan yang terjadi di luat Indonesia untuk di ambil manfaatnya
bagi pengembangan bangsa dan kebudayaan nasional. Untuk dapat mencapai tujuan
dan kebebasan akademik, melaksanakan misinya, pada lembaga pendidikan tinggi
berlaku kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan dan otonomi dalam
pengelolaan lembaganya.

Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan


tinggi yang dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan
universitas.

Akademi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan


dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan teknologi dan kesenian
tertentu.

Politeknik merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan


dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus.

Sekolah tinggi ialah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik


dan/atau profesional dalam satu disiplin ilmu atau bidang tertentu.
Institut ialah perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang
menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sekelompok
disiplin ilmu yang sejenis.

Universitas ialah perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang
menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam disiplin ilmu.

Pendidikan yang bersifat akademik dan pendidikan profesional memusatkan


perhatian terutama pada usaha penerusan, pelestarian dan pengembangan peradaban,
ilmu, dan teknologi, sedangkan pendidikan yang bersifat profesional memusatkan
perhatian pada usaha pengolahan peradaban serta penerapan ilmu dan teknologi.
Dalam rangka pengembangan diri, bangsa dan negara.

Output pendidikan tinggi diharapkan dapat mengisi kebutuhan yang beraneka ragam
dalam masyarakat. Dari segi peserta didik kenyataan menunjukan bahwa minat dan
bakat mereka beraneka ragam. Berdasarkan faktor – faktor tersebut, maka perguruan
tinggi di susun dalam multi strata. Suatu perguruan tinggi dapat menyelenggarakan
satu strata atau lebih. Strata di maksud terdiri dari S0 (non strata)atau program
diploma, lama belajarnya 2 tahun(D2) atau 3 tahun (D3), juga disebut program
nongelar. S1 (program strata satu), lama belajarnya empat tahun, dengan gelar
sarjana, S2 (progrsm strata dua) atau program pascasarjana, lama belajarnya dua
tahun sesudah S1, dengan gelar magister, S3 (program strata tiga atau program
doktor), lama belalarnya tiga tahun sesudah S2, dengan gelar doktor.

Program diploma atau program nongelar memberi tekanan pada aspek praktis
profesional sedangkan program gelar memberi tekanan pada aspek akademik ataupun
aspek akademik profesional.
B. Satuan Pendidikan

Pendidikan di Indonesia terbagi ke dalam tiga jalur utama, yaitu formal, nonformal, dan
informal. Pendidikan juga dibagi ke dalam empat jenjang, yaitu anak usia dini, dasar,
menengah, dan tinggi.

Kelembagaan Pendidikan

Ditinjau dari segi kelembagaan maka penyelenggaraan pendidikan di Indonesia melalui


dua jalur, yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah.

Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan di sekolah melalui kegiatan belajar


mengajar serta berjenjang dan berkesinambungan, sedangkan jalur pendidikan luar
sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan
belajar mengajar tidak harus berjenjang dan berkesinambungan.

Fungsi pendidikan luar sekolah, antara lain memberikan  beberapa kemampuan,  yaitu
kemempuan dan keahlian untuk pengembangan karier, kemampuan teknis akademis,
pengembangan kemampuan sosial budaya.

Jenis Program Pendidikan

1. pendidikan umum, mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan


peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat akhir masa pendidikan
2. pendidikan kejuruan, pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja
pada bidang tertentu.
3. pendidikan luar biasa, yang khusus diselenggarakan untuk peserta didik yang
menyandang kelainan  fisik dan mental.
4. pendidikan kedinasan, yang berusaha meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan
tugas kedinasan untuk pegawai atau calon pegawai suatu departemen.
5. pendidikan keagamaan, yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan
perannya yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang
bersangkutan.
6. pendidikan akademik, yang diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan.
7. pendidikan profesional, yang diarahkan yerutama pada ke siapan penerapan keahlian
tertentu.

C. Transformasi dalam Sistem Pendidikan Nasional

Transformasi atau kegiatan dalam sistem pendidikan nasional secara umum


meliputi dua jenis, yaitu pengelolaan pendidikan dan kegiatan pendidikan.
 Pengelolaan Pendidikan

Berdasarkan Undang – undang Dasar 1945 (pasal 4 ayat 1) dan Pancasila, penanggung jawab
pendidikan nasional adalah Presiden,dan dalam pengelolaannya sudah diatur tiap-tiap tingkatan
pendidikan .

1. Pengelolaan Pendidikan Khusus

Dalam hal tertentu, pengelolaan pendidikan khusus teknis, pendidikan khusus kedinasan dan
pendidikan khusus keagamaan, diserahkan oleh Presiden kepada Menteri/Departemen atau
Badan lain sebagai pembantu – pembantu Presiden di dalam menyelenggarakan jenis pendidikan
yang berciri khusus.

2. Pengelolaan pendidikan kemasyarakatan

Pendidikan kemasyarakatan di kelola oleh salah satu badan pemerintah supaya pendidikan
kemasyarakatan dikelola oleh salah satu badan pemerintah non – departemen yang merupakan
badan koordinasi pendidikan kemasyarakatan dengan lingkup kewenangan dan tanggung jawab
sendiri serta memperoleh anggaran tersendiri pula.

a. Dewan Pendidikan

Pengelolaan pendidikan nasional hendaknya memperhatikan

(1) asas semesta, menyeluruh dan terpadu, atas tanggung jawab bersama antara keluarga,
masyarakat dan pemerintah ;

(2) Bhinneka Tunggal Ika,

(3) asas mobilitas, efisiensi dan efektivitas.

Dalam pelaksanaannya perlu adanya koordinasi dan kerjasama antara pengelola dan
penyelenggara pendidikan naisonal, serta partisipasi masyarakat secara sadar dan
mkerata. Lembaga yang menampung pelaksanaan fungsi – fungsi tersebut adalah Dewan
Pendidikan Nasional.

3. Pengelolaan pendidikan
Pengelolaan satuan pendidikan jalur pendidikan sekolah yang diselenggarakan oleh
masyarakat yang lazim disebut perguruan swasta, dilakkukan oleh suatu badan yang bersifat
sosial. Sedangkan pengelolaan pendikikan jalur pendidikan luar sekolah dapat pula dilakukan
oleh perorangan

4. Pendidikan Umum

Sekolah Dasar

Pengelolaan SD meliputi :

a.    Peserta didik,

b.    Guru dan tenaga

c.    kependidikan lainnya,

d.    kurikulum,

e.    Kegiatan belajar mengajar,

f.    sarana dan prasarana,

g.    Administrasi sekolah.

Sekolah Menengah Umum

Pengelolaan Sekolah Menengah Umum meliputi

a.    Peserta didik,

b.    Guru dan tenaga kependidikan lainnya,

c.    kurikulum,

d.    kegiatan belajar mengajar,

e.    Sarana dan prasarana,


f.    Administrasi sekolah.

Pendidikan luar biasa

Pendidikan Luar Biasa (PLB) terdiri dari :

a.    Taman Kanak – kanak Luar Biasa (TKLB),

b.    Sekolah Dasar luar Biasa (SDLB),\

c.    Sekolah lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB),

d.    Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB).

Pendidikan tinggi

Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah


dilakukan oleh Menteri lain atau pimpinan Lembaga Pemerintah lain yang
menyelenggarakan satuan pendidikan yang bersangkutan. Sedangkan pengelolaan satuan
dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh Badan
atau perorangan yang menyelenggarakan satuan pendidikan yang bersangkutan.

 Kegiatan Pendidikan

Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, maka dilaksanakan berbagai kegiatan


pendidikan. Kegiatan pendidikan dilaksanakan dberbagai satuan pendidikan baik yang ada pada
jalur sekolah maupun jalur luar sekolah. Bentuk kegiatan ini meliputi kegiatan bimbingan,
pengajaran dan atau latihan.

Khususnya pada jalur sekolah, bentuk-bentuk kegiatan pendidikan dilaksanakan dalam


bentuk kegiatan kurikuler dan ekstrakulikuler.

PEMBANGUNAN DAN PERUBAHAN SOSIAL


DISUSUN OLEH :

FATHUL ROZI (E1R013011)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU


PENDIDIKAN PROGRAM STUDI
UNIVERSITAS MATARAM
2013
PEMBANGUNAN DAN PERUBAHAN
SOSIAL
A. Pengertian pembangunan dan hubungannya dengan perubahan sosial
Pengertian Pembangunan

Pembangunan memiliki beberapa arti dan konotasi. Pembangunan dapat diartikan


pemanfaatan sumber yang ada dan dapat diadakan untuk mengembangkan sesuatu menjadi
lebih baik. Dalam hubungan ini pendidikan dapat merupakan cara dalam membangun dilihat
dari pengembangan sumber – sumber, baik dilihat dari sumber saya manusia yang menyangkut
kemampuan diri maupun pengembangan kemampuan untuk mengembangkan sumber daya
alam. Pada hal lain pendidikan dapat pula dilihat sebagai hasil dari suatu proses pembangunan
terutama dilihat dari produk kemampuan manusia untuk mengembangkan dan mengambil
manfaat sebesar-besarnya dari sumber daya alam maupun kelembagaan/budaya untuk
kehidupan dan peradaban.

Untuk memberikan gambaran mengenai pembangunan. Berikut ini dicontohkan gerakan


sebagai salah satu aspek pembangunan. Yang dimaksud dengan gerakan yaitu usaha
pengorganisasian yang terarah oleh sekelompok anggota masyarakat untuk melakukan
perubahan atau meningkatkan salah satu aspek kemasyarakatan. Contoh dari gerakan ini yaitu
kebebasan wanita/emansipas, gerakan keluarga berencana dan gerakan hak asasi manusia.
Gerakan sosial sebagai aspek pembangunan umumnya memiliki tiga ciri utama yaitu : (a)
tujuan, (b) perencanaan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, Serta (c) dasar/ideologi yang
mendasari keberadaan gerakan itu. Seperti halnya yang terjadi pada keluarga berencana, tujuan
yang dikembangkan yaitu dalam upaya memberikan kebebasan dan tempat yang setara dengan
laki-laki bagi kaum perempuan. Perencanaan yang dibuat yaitu memberikan kesadaran bagi
kaum wanita, memberikan persuasi pada kelompok wanita untuk hidup lebih baik serta
beberapa perlakuan yang dikembangkan melalui forum diskusi atau mengembangkan prilaku
yang lebih aktif, misalnya dalam Dewan Perwakilan Rakyat. Adapun dasar yang dijadikan
landasa yaitu hak wanita harus diberikan perlakuan yang sama dalam upaya mengembangkan
kemampuan serta mengatasi sendiri permasalahan atas usaha mereka sendiri. Konsep gerakan
seperti digambarkan diatas adalah salah satu perubahan sosial.

Dari konsep ini dapat disimpulkan bahawa pembangunan adalah suatu usaha yang memiliki
kejelasan tujuan, dilakukan secara terencana serta memiliki dasar ideologi tertentu.

Keragaman Presepsi Konsep Pembangunan

Pembangunan memiliki banyak arti yang ditafsirkan sesuai dengan kebutuhan dari politik,
sosial dan ekonomi yang berbeda pula. Pembangunan juga dapat dibayang-bayangi oleh
pengaruh politik dan ideologi. Atas dasar ini maka konsep pembangunan sering disamakan arti
dan kegunaannya dengan istilah perubahan sosial, pertumbuhan, evolusi, kemajuan,
peningkatan serta moderenisasi.

Sementara terdapat pula ahli yang berpendapat lain bahwa pembangunan sesungguhnya
terbebas dari pengaruh politik dan ideologi, sepertu yang dinyatakan oleh Fletcher(1976),
pembangunan adalah suatu yang alami bagaimana manusia, masyarakat dan negara untuk
mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Hal ini dapat diibaratkan sebagai sebuah biji-
bijian atau sel tanaman yang akan berkembang menjadi dewasa. Jadi pembangunan adalah
proses alami dari manusia untuk mengembangkan dirinya. Manusia melalui usaha yang
dikembangkan dari kepentingan perorangan menuju pada proses kelompok, adalah upaya untuk
mencapai suatu perkembangan relatif menuju pada keadaan yang paling maksimum untuk diri
dan kelompoknya. Kenyataan yang dapat ditarik dari teori inilah bahwa setiap bangsa memiliki
kadar dalam kemajuannya sebagai hasil dari proses pembangunan dengan intensitas yang
berbeda pula.

Perkembangan dari pemikiran konsepsional mengenai pembangunan ini dapat diterapkan pada
program terencana dari seorang atau suatu kelompok. Dalam pengertian ini seseorang atau
kelompok orang memiliki potensi yang ada di dalam dirinya untuk mengembangkan dirinya
dilihat dari segi biologis, psikologis, dan sosial. Penilaian dari kekuatan potensi yang ada pada
diri seseorang ditunjukkan dengan kemampuan untu menunjukkan jati dirinya yang lebih di
kenal dengan aktualisasi diri. Dengan cara ini bagaimana seseorang atau suatu kelompok
menunjukkan keunggiulan yang ada pada dirinya dan dapat diartikan sebagai pembangunan.

Bila dianalisi secara filosofis prmbangunan terjadi dalam ruang yang berinteraksi penuh
dengan faktor budaya, sosial dan historis yang bersamaan dalam suatu kelompok atau
masyarakat. Sehubungan dengan ini maka teori yang dapat menjelaskan tentang pembangunan
tidak dapat dilihat dalam satu pandangan, akan tetapi selalu menyertakan latar belakang dari
seseorang atau kelompok yang tadi. Pada hal lain untuk memberikan analisis pada suatu proses
pembangunan bukan sesuatu yang sederhana. Pada umumnya sangat mudah memberikan
penilaian pada pembangunan yang berjalan pada jangka pendek yang terjadi pada hari ke hari.
Akan tetapi menjadi sulit untuk memberikan interpretasi pada pembangunan dalam jangka
panjang dengan pengaruh dari sana sini yang demikian luas dan kompleks.

Hubungan Pembangunan Dan Perubahan Sosial

Pembangunan adalah usaha memiliki tujuan, dilakukan secara berencana serta didasarkan pada
ideologi/filsafat tertentu. Seperti halnya yang dilakukan selama 50 tahun dalam pembangunan
di Indonesia, indikator pembangunan teoritis ini muncul dengan keragamannya. Untuk
memberikan pengalaman belajar.

Selanjutnya perubahan sosial memiliki dua kecenderungan. Pertama, perubahan dapat dilihat
sebagai fenomena yang terlepas dari perogram pembangunan. Kedua, perubahan sosial
merupakan bagian dari pembangunan, yaitu upaya yang direncanakan oleh seseorang atau
sekelompok agen perubahan untuk mengatasi perubahan tertentu melalui target sasaran dengan
menggunakan media dengan strategi tertentu. Dari gambaran ini pembangunan merupakan
kerangka umum, sedangkan perubahan sosia merupakan bagian dari perubahan sosial.
B. PROSES PERUBAHAN SOSIAL
Pengertian Perubahan Sosial

Pengertian tentang perubahan sosial mudah dijumpai. Hal ini disebabkan oleh luasnya cakupan
pembahasan perubahan sosial. Perubahan sosial mencakup ilmu sosial politik, budaya, ekonomi,
bahkan pada persoalan tehnik sipil, industri, dan informasi. Perubahan sosial dapat terjadi disegala
bidang, dan pendorong perubahan sosial dapat disebabkan oleh segala bidang utamanya bidang ilmu
yang disebutkan di atas. Meskipun perubahan sosial terjadi disegala bidang seperti yang disebutkan
tadi, perubahan sosial memiliki satu arti yang sama, yaitu pergeseran sesuatu menuju yang baru.
Namun menjadi arti yang berbeda ketika didefinisikan berdasarkan bidang/spesifikasi ilmu. Berikut
definisi perubahan sosial menurut beberapa ahli.
William F. Ogburn mengemukakan bahwa ruang lingkup perubahan- perubahan sosial mencakup
unsur- unsur kebudayaan yang materiil maupun immateriil dengan menekankan bahwa pengaruh
yang besar dari unsur-unsur immaterial.
Kinglesy Davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan yang terjadi dalam fungsi dan
struktur masyarakat. Perubahan- perubahan sosial dikatakannya sebagai perubahan dalam hubungan
sosial (sosial relationship) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan
sosial tersebut.
Gillin dan Gillin mengatakan bahwa perubahan – perubahan sosial untuk suatu variasi cara hidup
yang lebih diterima yang disebabkan baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan materiil,
kempetisi penduduk, ideologi, maupun karena adanya difusi atau perubahan- perubahan baru dalam
masyarakat tersebut.
Sole Soemardjan mengatakan perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi pada lembaga
kemasyarakatan di dalam sutau masyarakat yang mempengaruhi sitem sosial, termasuk di dalamnya
nilai-nilai, sikap- sikap dan pola perilaku diantara kelompok dalam masyarakat.
Prof. Dr. M. Tahir Kasnawi mengartikan perubahan sosial merupakan suatu proses perubahan,
modifikasi, atau penyesuaian-penyesuaian yang terjadi dalam pola hidup masyarakat, yang
mencakup nilai-nilai budaya, pola perilaku kelompok masyarakat, hubungan-hubungan sosial
ekonomi, serta kelembagaan-kelembagaan masyarakat, baik dalam aspek kehidupan material
maupun nonmateri.
Definisi perubahan sosial yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas memiliki kesimpulan yang
sama bahwa perubahan sosial terjadi adanya pergeseran orientasi manusia dari yang lama menuju
sesuatu yang baru dan disebabkan oleh pola pikir manusia yang dipengaruhi lingkungan yang ada.
Perubahan tersebut berada pada dua bidang terdiri dari perubahan materiil dan immaterial.
Perubahan materiil yaitu perubahan fisik yang dilakukan dan dialami oleh manusia misalnya dalam
hal teknologi telah merubah pola interaksi manusia dari tatap muka menjadi perantara. Perubahan
immaterial yang oleh Soetomo disebut perubahan idealistik, yaitu perubahan keyakinan dan prinsip
hidup manusia, misalnya berkaitan dengan HAM.

Pendekatan Teori Perubahan Sosial


Pembahasan pendekatan teori dalam diskusi perubahan sosial menjadi hal penting. Karena
pendekatan adalah kacamata awal untuk melihat, menganalisa, bahkan menjadi paradigma pemikiran
dalam memahami realitas sosial termasuk perubahan sosial. Perbedaan pendekatan akan
menghasilkan perbedaan pendefinisian realitas sosial (perubahan sosial).
Prof. Dr. M. Tahir Kasnawi membagi tiga pendekatan teori perubahan sosial, yaitu: Pendekatan teori
klasik, Pendekatan teori equilibrium, Pendekatan teori modernisasi, dan Pendekatan teori konflik.
Berikut diuraikan pendekatan-pendekatan tersebut.
A.Pendekatan Teori Klasik.
Dalam kelompok teori-teori perubahan sosial klasik dibahas empat pandangan dari tokoh-tokoh
terkenal yakni August Comte, Emile Durkheim, dan Max Weber.
August Comte menyatakan bahwa perubahan sosial berlangsung secara evolusi melalui suatu
tahapan-tahapan perubahan dalam alam pemikiran manusia, yang oleh Comte disebut dengan
Evolusi Intelektual. Tahapan-tahapan pemikiran tersebut mencakup tiga tahap, dimulai dari tahap
Theologis Primitif; tahap Metafisik transisional, dan terakhir tahap positif rasional. setiap perubahan
tahap pemikiran manusia tersebut mempengaruhi unsur kehidupan masyarakat lainnya, dan secara
keseluruhan juga mendorong perubahan sosial.
Emile Durkheim melihat perubahan sosial terjadi sebagai hasil dari faktor-faktor ekologis dan
demografis, yang mengubah kehidupan masyarakat dari kondisi tradisional yang diikat solidaritas
mekanistik, ke dalam kondisi masyarakat modern yang diikat oleh solidaritas organistik.
Max Weber pada dasarnya melihat perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat adalah akibat
dari pergeseran nilai yang dijadikan orientasi kehidupan masyarakat. Dalam hal ini dicontohkan
masyarakat Eropa yang sekian lama terbelenggu oleh nilai Katolikisme Ortodox, kemudian
berkembang pesat kehidupan sosial ekonominya atas dorongan dari nilai Protestanisme yang
dirasakan lebih rasional dan lebih sesuai dengan tuntutan kehidupan modern.
Dengan jelas pandangan teori klasik tentang perubahan sosial di atas disimpulkan bahwa perubahan
sosial berlangsung secara bertahap (step by step). Perubahan sosial yang demikian disebut juga
perubahan sosial alami (perubahan yang terjadi dengan sendirinya melalui akal fikiran manusia
sebagai mahluk sosial).
B.Pendekatan Teori Eqiulibrium
Pendekatan ekuilibrium menyatakan bahwa terjadinya perubahan sosial dalam suatu masyarakat
adalah karena terganggunya keseimbangan di antara unsur-unsur dalam sistem sosial di kalangan
masyarakat yang bersangkutan, baik karena adanya dorongan dari faktor lingkungan (ekstern)
sehingga memerlukan penyesuaian (adaptasi) dalam sistem sosial, seperti yang dijelaskan oleh
Talcott Parsons, maupun karena terjadinya ketidakseimbangan internal seperti yang dijelaskan
dengan Teori kesenjangan Budaya (cultural lag) oleh William Ogburn.
Teori ekuiliberium yang dijelaskan diatas cenderung mengatakan bahwa perubahan sosial dikarenakan
adanya salah satu bagian sistem yang tidak berfungsi dengan baik. Dalam pendekatan ini perubahan
sosial berjalan dengan lambat dan perubahan sosial diatur dan dikendalikan oleh struktur yang ada
(behind design) atau rekayasa sosial.
Secara eksplisit pendekatan ini tidak menginginkan adanya perubahan sosial, dibukti dengan adanya
keharus aktor atau institusi sosial untuk memiliki prinsip Adaptasi, Gold, Integrasi, (AGIL) dalam
sistem sosial. Keseimbangan sistem dibutuhkan dalam mencapai tujuan bersama.

C.Pendekatan Teori Modernisasi


Pendekatan modernisasi yang dipelopori oleh Wilbert More, Marion Levy, dan Neil Smelser, pada
dasarnya merupakan pengembangan dari pikiran-pikiran Talcott Parsons, dengan menitikberatkan
pandangannya pada kemajuan teknologi yang mendorong modernisasi dan industrialisasi dalam
pembangunan ekonomi masyarakat. Hal ini mendorong terjadinya perubahan-perubahan yang besar
dan nyata dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat termasuk perubahan dalam organisasi atau
kelembagaan masyarakat.
D.Pendekatan Teori Konflik
Adapun pendekatan konflik yang dipelopori oleh R. Dahrendorf dan kawan-kawan, pada dasarnya
berpendapat bahwa sumber perubahan sosial adalah adanya konflik yang intensif di antara berbagai
kelompok masyarakat dengan kepentingan berbeda-beda (Interest groups). Mereka masing-masing
memperjuangkan kepentingan dalam suatu wadah masyarakat yang sama sehingga terjadilah konflik,
terutama antara kelompok yang berkepentingan untuk mempertahankan kondisi yang sedang berjalan
(statusquo), dengan kelompok yang berkepentingan untuk mengadakan perubahan kondisi
masyarakat.
Pendekatan teori konflik terinspirasi dari teori perubahan sosial Karl Marx yang mangatakan pada
dasarnya melihat perubahan sosial sebagai akibat dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam tata
perekonomian masyarakat, terutama sebagai akibat dari pertentangan yang terus terjadi antara
kelompok pemilik modal atau alat-alat produksi dengan kelompok pekerja.

Pada dasarnya ke empat pendekatan yang dijelaskan di atas adalah satu kesatuan yang memiliki
perbedaan pendefinisian atas perubahan sosial. Dikatan demikian, karena munculnya pendekatan-
pendekatan yang dijelaskan tadi atas dasar perbaikan dan kritikan pendekatan sebelumnya (proses ini
sering disebut proses dialektika). Setiap pendekatan pasti memiliki kelebihan dan kekurangan (ini hal
yang alami dan tidak terbantahkan dalam realitas sosial). Berikut digambarkan bagan hubungan
pendekatan dalam teori perubahan sosial.

Bagan Hubungan Pendekatan dalam Teori Perubahan Sosial

Pendekatan
Klasik

Pendekatan Pendekatan
Equilibrium Modernisasi

Pendekatan
Pendekatan equiliberium dan pendekatan modernisasi memiliki arti yang sama dan saling
Teori Konflik
melengkapi dan terinsipirasi dari pendekatan teori klasik. Sedangkan Pendekatan teori konflik
muncul mengritisi kekurangan dan kelemahan pendekatan equiliberium dan modernisasi. Perspektif
pendekatan teori konflik, perubahan sosial pendekatan ekuiliberium dan modernisasi adalah
perubahan yang diatur oleh struktur sosial yang berkuasa dan bermodal, oleh karena itu peluang
terjadi eksploitasi terhadap masyarakat yang tidak memiliki modal sangat memungkinkan. Tolak
ukur pendekatan konflik adalah perubahan sosial harus mengangkat hak- hak masyarakat bukan
penguasa maupun pengusaha. Demikian hubungan antar pendekatan dan teori perubahan sosial.

Tipe- Tipe Perubahan Sosial


Berdasarkan pendekatan – pendekatan perubahasan sosial yang dijelaskan di atas perubahan sosial
dapat dibagi dua, yaitu tipe evolusi (perubahan bertahap), dan tipe revolusi (perubahan cepat).
Ditinjau dari perencanaan, tipe perubahan sosial terdiri dari, perubahan terencana dan tidak
terencana. Diukur dari pengaruh, maka perubahan sosial dibagi dua tipe, yaitu perubahan sosial yang
pengaruhnya kecil dan perubahasan sosial yang pengaruhnya besar.
Jadi disimpulkan perubahan sosial ada enam tipe: Perubahan sosial evolusi, Perubaan sosial revolusi,
perubahan sosial terencana, perubahan sosial tidak terencana, perubahan sosial berpengaruh kecil,
dan perubahasan sosial berpengaruh besar. Berikut penjelasan definisi serta contoh tipe- tipe
perubahan sosial tersebut.
1. Perubahan Sosial Evolusi
Menurut Paul Bohannan dalam Soerjono Soekanto (1982,315), perubahasan sosial evolusi adalah
perubahan- perubahan yang memerlukan waktu yang lama, dimana terdapat suatu rentetan
perubahan- perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat. Pada evalusi, perubahan-
perubahan terjadi dengan sendirinya, tanpa suatu rencana ataupun suatu kehendak tertentu.
Perubahan- perubahan terjadi oleh karena usaha- usaha masyarakat untuk menyusaikan diri dengan
keperluan- keperluan, keadaan-keadaan dan kondisi-kondisi baru, yang timbul sejalan dengan
pertumbuhan masyarakat. Rentetan perubahan-perubahan tersebut, tidak perlu sejalan dengan
rentetan peristiwa –peristiwa di dalam sejarah masyarakat yang bersakutan.
Berdasarkan penjelasan Paul di atas maka ciri-ciri perubahan evolusi adalah:
1. Perubahan terjadi dengan sendirinya (perubahan alami)
2. Perubahan membutuhkan rentan waktu yang lama
3. Perubahan terjadi karena usaha manusia untuk mendapatkan kebutuhan sesuai dengan kondisi
yang ada disekitar kehidupan manusia (kondisi-kondisi baru).
4. Penggerak perubahan bukan tergantung institusi/struktur sosial namun kebutuhan dan kondisi
riil yang ada.

Perubahan sosial evolusi biasanya terjadi pada masyarakat tradisional, yaitu masyarakat yang
memiliki struktur sosial tertutup (tidak memiliki akses informasi dari lingkungan eksternal). Dan
biasanya persoalan yang terkait dengan immaterial tidak dapat dilakukan perubahan. Contoh,
masyarakat di bali yang memiliki strata sosial ksatria, brahmana, waisyak, dan sudra. Masyarakat
digolongkan pada kelas tertentu atas dasar keturunan bukan keterampilan seperti di masyarakat
modern (open society). Oleh karena itu masyarakat sulit merubah status sosial yang dimiliki.

Teori perubahan sosial evolusi seperti yang dijelaskan di atas menenuai banyak kritikan dan
pertanyaan. Misalnya Soerjono Soekanto dalam buku pengantar sosiologi (buku rujukan sosiologi
sekolah dasar hingga perguruan tinggi) mempertanyakan seperti berikut ini “apakah suatu
masyarakat berkembang melalui tahap- tahap tertentu. Lagipula adalah sangat sukar untuk
memastikan bahwa tahap yang telah dicapai dewasa ini, merupakan tahap terakhir dan sebaliknya
telah berkembang secara pasti, apakah pasti menuju ke bentuk kehidupan sosial yang lebih sempurna
apabila dibandingkan dengan keadaan dewasa ini, atau bahkan sebaliknya?”. Atas pertanyaannya itu
Soerjono Soekanto mengatakan “para sosilog telah banyak meninggalkan teori-teori evolusi tentang
masyarakat.

2. Perubahan Sosial Revolusi

Secara sederhana arti perubahan sosial revolusi adalah perubahan yang terjadi dengan cara cepat
mengenai dasar-dasar atau sendi-sendi pokok daripada kehidupan manusia (Soerjono Soekanto,
1982, 317). Di dalam revolusi, perubahan sosial dapat terjadi dengan terencana dan tidak terencana
(spontan). Dan perubahan revolusi yang terencana membutuhkan waktu yang agak lama namun
secara psikologis dirasakan cepat, seperti misalnya revolusi industri yang dimulai di Inggris, dimana
terjadi perubahan – perubahan dari tahap produksi tanpa mesin menuju ke tahap produksi dengan
menggunakan mesin. Perubahan tersebut dianggap cepat, karena merubah sendi-sendi pokok
daripada kehidupan masyarakat, seperti misalnya sistem kekeluargaan , hubungan antara buruh
dengan majikan dan seterusnya (contoh dikutip dari Soerjono Soekanto).

Revolusi yang tidak terencana (direncanakan dalam waktu yang singkat), yaitu perubahan sosial
yang terjadi pada struktur politik dan pemerintahan yang disebabkan oleh adanya gerakan sosial
melawan ketidakadilan Negara dalam distribusi kekuasaan, kewenangan, dan distribusi ekonomi
kepada masyarakat umum, seperti misalnya gerakan reformasi 1998 di Indonesia, gerakan sosial
2011 di Tunisia dan Mesir. Perubahan struktur politik dan pemerintahan di ketiga negara tersebut
terjadi dalam waktu yang sangat cepat (hitungan bulan). Untuk menuju revolusi yang demikian
dibutuhkan hal- hal berikut ini, memiliki pimpinan revolusi (gerakan sosial), memiliki kesadaran
bersama, memiliki kondisi yang sama, memiliki solidaritas sosial yang tinggi, momentum yang
tepat, dan memiliki kekuatan finansial dan fisik.

Secara teoritis perubahan sosial revolusi terjadi pada masyarakat terbuka (open society), yaitu
masyarakat yang sadar akan informasi dan teknologi. Kekuatan revolusi di Mesir dan Tunisia
digalang melalui teknologi internet program Twiter dan Facebook. Ini menjadi buktinyata pengaruh
teknoligi terhadap perubahan sosial revolusi.

3. Perubahan Sosial Terencana

Perubahan sosial terencana merupakan perubahan yang diatur oleh aktor-aktor tertentu dalam
mewujudkan tujuan yang sama. Aktor-aktor tersebut menyusun strategi, ide, dan program dengan
sistimatis bahkan dijadikan sebagai acuan normatif seperti misalnya Negara melalui birokrasi untuk
mewujudkan tujuan kesejahteraan masyarakat (merubah Negara miskin menjadi Negara
berkembang, Negara berkembang menjadi Negara maju) direncanakan dan ditetapkan program-
program bersama jadwal untuk mewujudkan tujuan tersebut.

4. Perubahan Sosial Tidak Terencana

Perubahan sosial tidak terencana adalah perubahan sikap dan perilaku manusia disebakan oleh
lingkungan dan kondisi yang ada seperti misalnya perubahan perilaku komunikasi manusia, sebelum
memasuki abad teknologi manusia tidak pernah membayangkan diabad sekarang ini (abad modern)
manusia tidak lagi hanya komunikasi tatap muka namun bisa dilakukan dengan cara jarak jauh
melalui Handpon (HP), Internet (Email, Twiter, Feecbook, dll).

5. Perubahan Sosial Pengaruhnya Kecil

Perubahan sosial pengaruhnya kecil adalah perubahan yang dampaknya tidak langsung pada
perubahan struktur sosial politik dan pemerintahan. Pengaruhnya hanya pada wilayah perilaku
manusia secara individu misalnya seperti mode/tren pakaian.

6. Perubahan Sosial Pengaruhnya Besar

Perubahan sosial yang dirasakan oleh orang banyak (institusi sosial) seperti misalnya perubahan dari
agraris menuju industri. Perubahan tersebut membawa dampak pada perubahan struktur sosial yang
ada. Dari struktur sosial yang orientasi agraris menjadi industri. Contoh lain, perubahan struktur
politik pemerintahan otoriter menuju politik pemerintahan demokratis mebawa dampak besar bagi
perubahan sikpa dan budaya politik masyarakat.

7. Perubahan Materiil dan Immateriil

Selain tipe-tipe perubahan sosial yang didiskusikan di atas masih ada beberapa tipe perubahan sosial
yang ditinjau dari perspektif struktur sosial sebagaimana yang didiskusikan oleh Drs. Wawan
Ruswanto, M.Si dalam buku modul/bahan ajar (reviuwer Juli Astutik, belum dipublikasikan dalam
bentuk buku). Berdasarkan teori-teori perubahan sosial strukturasi Ruswanto menguraikan tipe
perubahan sosial berdasarkan perspektif struktur sosial sebagai berikut.

1. Perubahan dalam personel (changes in personnel), yang berhubungan dengan perubahan peran
dan individu-individu baru dalam sejarah kehidupan manusia yang berkaitan dengan keberadaan
struktur.
2. Perubahan dalam cara bagian-bagian dari struktur berhubungan (changes in the way parts of
structures relate). Perubahan pada tipe ini menyangkut hubungan-hubungan peran (role
relationships).
3. Perubahan dalam fungsi-fungsi struktur (changes in the functions of structures). Perubahan
dalam tipe ini berkaitan dengan apa yang dilakukan masyarakat dan bagaimana masyarakat
tersebut melakukannya.
4. Perubahan dalam hubungan antara struktur yang berbeda (changes in the relationships between
different structures).
5. Kemunculan struktur baru (the emergence of new structures). Perubahan yang terjadi merupakan
peristiwa munculnya struktur baru untuk menggantikan struktur sebelumnya.

Tipe perubahan sosial yang dijelas Ruswanto di atas menggunakan pendekatan struktural fungsional
Talcott Parson yang terfokus pada analisa peran struktur. Meskipun banyak kritikan namun
pendekatan tersebut memberikan kontribusi banyak dalam memahami realitas sosial tentang
perubahan sosial. Sedikit banyak yang disampaikan oleh Ruswanto di atas adalah fenomena riil yang
terjadi pada kehidupan masyarakat.

Faktor Pendorong Perubahan Sosial


Sudah menjadi kesepakatan umum perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat akan dan pasti
terjadi baik dengan lambat maupun cepat, terencana maupun tidak terencana, dan berpengaruh besar
maun kecil. Pertanyaannya apa faktor-faktor yang mendorong terjadinya perubahan sosial? Sebagai
bentuk jawaban atas pertanyaan ini telah melahirkan banyak teori.
Soejono Sukanto mengatakan perubahan sosial disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Sebab-
sebab yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri adalah antara lain:
1. Bertambah atau berkurangnya penduduk. Dengan bertambahnya penduduk menyebabkan
terjadinya perubahan struktur masyarakat, terutama yang menyangkut lembaga- lembaga
kemasyarakatan. Berkurangnya penduduk yang disebabkan oleh adanya aktivitas transmigrasi
juga berpengaruh pada perubahan struktur masyarakat.
2. Penemuan- penemuan baru. Penemuan baru ditengah kehidupan masyarakat berdampak luas
pada cara hidup masyarakat seperti misalnya pada pengolahan lahan dengan menggunakan
pacul/tembilang yang menguras tenaga manusia lebih besar. Karena inovasi manusia, cara
tersebut mulai ditinggalkan dan digantikan dengan cara baru, hasil temuan manusia yaitu
pengolahan lahan dengan menggunakan mesin traktor.
3. Pertentangan (conflict) didalam masyarakat. Konflik antar individu dengan kelompok, kelompok
dengan kelompok dapat berpengaruh besar pada perubahan sosial budaya seperti misalnya
pertentangan individu dengan tradisi kebudayaan dilingkungan sekitar.
4. Terjadinya pemberontakan atau revolusi. Gerakan revolusi berpengaruh lebih besar dalam
perubahan sosial dibandingkan penyebab lain. Karena revolusi merubah bentuk dan struktur
Negara dan pemerintahan.

Soetonomo (2009, 83) menjelaskan ada lima faktor yang mendorong perubahan sosial diantaranya:
sebagai upaya pemecahan masalah sosial, percepatan perubahan, proses reintegrasi, memotong
lingkaran kemiskinan, transformasi struktur dan antisipasi dampak. Faktor perubahan sosial tersebut
oleh Soetonomo diistilahkan sebagai perubahan sosial terencana menuju kondisi sosial yang lebih
baik.

Faktor Penghambat Perubahan Sosial

Ada beberapa alasan atau faktor kenapa perubahan sosial cenderung lambat dan bahkan jalan
ditempat. Berikut diuraikan penghambat perubahan sosial.

 Kurangnya Hubungan Dengan Masyarakat Lain

Individu atau masyarakat yang tidak memiliki atau tidak mau memiliki akses untuk berhubungan
dengan masyarakat lain. Dadot (2011) “bahwa masyarakat tersebut tidak dapat mengetahui
perkembangan-perkembangan apa yang terjadi pada masyarakat lain di luarnya. Jika hal tersebut
tetap berlangsung, atau bahkan tidak sepanjang masa maka akan menyebabkan kemunduran bagi
masyarakat yang bersangkutan, sebab mereka tidak memperoleh masukan-masukan misalnya saja
pengalaman dari kebudayaan lain, yang dapat memperkaya bagi kebudayaan yang bersangkutan.
Oleh karena itu, faktor ketertutupan atau kurangnya hubungan dengan masyarakat atau kebudayaan
lain, menjadi salah satu faktor yang dapat menghambat atau menghalangi bagi proses perubahan
sosial dan budaya di dalam masyarakat”.

 Tradisi dan Adat

Karena tradisi dan adat merupakan aktivitas yang dilakukan secara berulang-ulang dan dianggap
sebagai aktivitas yang sakral oleh masyarakat tertentu maka tidak gampang untuk dirubah meskipun
aktivitas itu mengorbankan harta bahkan jiwa seperti misalnya tradisi Ngayau (potong kepala) suku
Dayak Iban di Kalimantan Barat.

 Kepentingan Politik yang Tertanam Kuat

Negara – negara yang memiliki sistem politik tertutup (otoriter, monarki, sosialis) memiliki
kepentingan politik yang tertanam kuat akhirnya perubahan pada struktur sangat sulit dilakukan
termasuk pergantian pimpinan negara.

 Manusia Pasrah pada Nasib (takdir Tuhan)

Manusia seperti ini sulit untuk merubah hidup karena prinsip yang dimiliki hidup tergantung tuhan
sedangkan manusia hanya menunggu dan menerima nasib/takdir. Biasanya manusia yang berprinsip
seperti ini tidak memiliki wawasan luas tentang ketuhanan dan mereka berada jauh dari akses
pendidikan dan informasi.

C. HASIL PEMBANGUNAN PENDIDIKAN PADA PJP 1 DAN


PROGRAM PEMBANGUNAN PENDIDIKAN PADA PJP 2
Hasil Pembangunan Pada PJP 1
28. Program wajib belajar enam tahun yang dicanangkan sejak tahun 1984 telah mencapai sasarannya
sebelum PJP I berakhir. Angka partisipasi kasar (APK) pada tingkat sekolah dasar meningkat
dari 68,7 persen pada awal PJP I menjadi 111,9 persen pada tahun 1995/96; dari 16,9 persen menjadi
60,8 persen pada tingkat sekolah lanjutan pertama; dari 8,6 persen menjadi 35,9 persen untuk
tingkat sekolah lanjutan atas; dan dari 1,6 persen menjadi 11,4 persen untuk tingkat pendidikan tinggi.

29. Keberhasilan program-program pendidikan ini juga ditunjukkan dengan menurunnya


jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas yang buta aksara dari 39,1 persen pada tahun 1971
menjadi 12,7 persen pada tahun 1995.

30. Hasil pendidikan ini bukan sekedar statistik. Peningkatan pendidikan akan meningkatkan
pendapatan, apresiasi terhadap sekitarnya, kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap
lingkungan yang berubah, serta membangun kualitas kehidupan bagi generasi berikutnya. Dewasa
ini kita sedang memetik hasil dari pendidikan dalam PJP I, sambil menyiapkan pendidikan untuk
generasi yang akan datang.

31. Meningkatnya derajat pendidikan dan juga kesehatan mempunyai dampak terhadap
peningkatan kualitas peranan wanita dalam pembangunan. Derajat pendidikan wanita dari
tahun ke tahun terus meningkat yang ditunjukkan oleh makin banyaknya wanita yang
menempuh pendidikan pada setiap jenjang pendidikan. Pada tingkat SD uj mlah murid
wanita sudah hampir sama dengan murid laki-laki dengan rasio lebih dari 0.90. Pada tingkat
SLTP, SLTA, dan PT rasio tersebut telah mencapai berturut-turut 0,89, 0,84, dan 0,63, dan
terus meningkat. Demikian pula halnya dalam bidang kesehatan, misalnya angka harapan
hidup (AHH) wanita bahkan lebih tinggi dari AHH laki-laki, yaitu sebesar 65,3 tahhun pada
tahun 1995/96 sedangkan AHH laki- laki yaitu sebesar 61,5 tahun.

32. Di bidang ekonomi, peningkatan peran wanita ditunjukkan dengan makin banyaknya
pekerja wanita yang pada tahun 1990 berjumlah 25,5 juta orang meningkat menjadi 28,5
juta orang pada tahun 1995. Dengan kemajuan tersebut, maka peranan wanita di segala bidang
pembangunan makin nyata. Dalam pembangunan perdesaan, misalnya, peran wanita
melalui PKK sangat besar kontribusinya.

Program Pembangunan Pendidikan PJP 2

1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI

Sasaran pernbangunan pendidikan dalam Repelita VI sesuai petunjuk GBHN


1993 adalah mantapnya penataan pendidikan nasional untuk mewujudkan manusia
yang beriman dan bertagwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian
yang mantap dan mandiri, serta memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan, dengan mengutamakan pemerataan dan peningkatan kualitas
pendidikan dasar serta perluasan pendidikan keahlian dan kejuruan.

Secara lebih rinci sasaran Repelita VI adalah terwujudnya keterkaitan dan


kesepadanan yang lebih baik antara pendidikan dan dunia kerja; meningkatnya
pernerataan pendidikan di semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan yang
ditunjukkan oleh angka partisipasi kasar (APK) pada akhir Repelita VI sekitar 115
persen untuk SD terrnasuk M1, sekitar 66 persen untuk SLTP termasuk madrasah
tsanawiyah (MTs), sekitar 41 persen untuk SLTA termasuk madrasah aliyah (MA),
dan sekitar 13 persen untuk PT termasuk perguruan tinggi agama (PTA);
meningkatnya jumlah guru SD yang berkualifikasi D2, guru SLTP yang berkualifikasi
D3 dan guru SLTA yang berkualifikasi S1 dan menurunnya angka buta aksara
penduduk usia 10 tahun ke atas menjadi sekitar 10 persen.

Untuk mencapai sasaran-sasaran pembangunan pendidikan dalam Repelita VI


tersebut, ditempuh berbagai kebijaksanaan, antara lain melaksanakan Wajib Belajar
Pendidikan Dasar Sembilan Tahun; membina pendidikan menengah umum,
pendidikan menengah kejuruan, pendidikan tinggi dan pendidikan luar sekolah;
membina guru dan tenaga kependidikan lainnya; mengembangkan kurikulum dan
buku; melengkapi sarana dan prasarana pendidikan; meningkatkan peran serta
masyarakat termasuk dunia usaha dalam penyelenggaraan pendidikan; serta
meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas pendidikan.

Berdasarkan pada sasaran dan kebijaksanaan pembangunan pendidikan


nasional tersebut, dalam Repelita VI dilaksanakan berbagai program pokok yang
meliputi : (1) pembinaan pendidikan dasar, (2) pembinaan pendidikan menengah,
(3) pembinaan pendidikan tinggi, (4) pendidikan luar sekolah, (5) pendidikan
kedinasan, dan (6) pembinaan tenaga kependidikan. Programprogram tersebut
didukung oleh 6 program penunjang, dua diantaranya dilaporkan dalam bab ini
adalah program penelitian dan pengembangan pendidikan, dan program
pengembangan informasi pendidikan. Sedangkan program lainnya dilaporkan pada
sektor-sektor yang bersangkutan.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan sampai dengan Tahun Keempat


Repelita VI

Pembangunan pendidikan diselenggarakan melalui berbagai program pokok


dan program penunjang, yang pokok-pokok pelaksanaannya adalah sebagai berikut:

a. Program Pokok

1) Program Pembinaan Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar sebagai jenjang awal dari pendidikan di sekolah ditujukan


untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan
keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta
mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Menurut UUSPN, pendidikan dasar meliputi pendidikan selama 6 (enam) tahun pada
sekolah dasar (SD) atau madrasah ibtidaiyah (MI) dan selama 3 (tiga) tahun pada
sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) atau madrasah tsanawiyah (MTs). Dalam
Repelita VI program ini meliputi pembinaan pendidikan prasekolah, pembinaan
sekolah dasar, pembinaan sekolah lanjutan tingkat pertama, dan pembinaan sekolah
luar biasa.

a) Pembinaan Pendidikan Prasekolah

b) Pembinaan Sekolah Dasar

c) Pembinaan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

d) Pembinaan Sekolah Luar Biasa

2) Program Pembinaan Pendidikan Menengah


Pendidikan menengah bertujuan untuk menyiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang memiliki kemampuan dan mengadakan hubungan timbal
balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat
mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau untuk melanjutkan
pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta untuk mengembangkan diri sejalan
dengan perkembangan iptek. Pendidikan menengah terdiri dari Sekolah Menengah
Umum (SMU) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) serta Madrasah Aliyah
(MA). Sesuai dengan UUSPN, mulai tahun ajaran 1994195 nama SMA secara resmi
telah berubah menjadi SMU. Sementara, itu istilah sekolah menengah
kejuruan tingkat atas telah resmi pula berubah menjadi Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK).

Pada tahun 1997/98 jumlah murid baru pendidikan menengah (SMU dan
SMK), tidak termasuk madrasah aliyah (MA) tercatat 1,851 juta orang. Angka
partisipasi kasar (APK) SLTA tidak termasuk madrasah aliyah (MA) pada tahun
1997/98 adalah 36,7 persen atau bila dibandingkan dengan tahun 1993/94
meningkat sebesar 6,4 persen (Tabel -4). Bila jumlah murid MA diperhitungkan
maka APK pendidikan menengah mencapai 40,3 persen. Dengan demikian sampai
dengan tahun keempat Repelita VI APK pendidikan menengah telah melampaui
sasaran tahun keempat Repelita VI yaitu sebesar 37,7 persen.

a) Pembinaan Sekolah Menengah Umum (SMU)

b) Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)


3) Program Pembinaan Pendidikan Tinggi

Pembinaan dan pengembangah pendidikan tinggi berupaya untuk menyiapkan


serta membekali peserta didik menjadi anggota masyarakat yang rnemiliki
kemampuan akademik dan/atau profesional, serta kemampuan kepemimpinan yang
sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Upaya-upaya untuk mencapai tujuan
tersebut dilakukan antara lain melalui perluasan kesempatan belajar, peningkatan
mutu, peningkatan relevansi, serta peningkatan efisiensi dan efektivitas pendidikan.

Jumlah lembaga perguruan tinggi terus meningkat, demikian pula sarananya


telah makin baik, sehingga telah memperluas kesempatan mengikuti kuliah.
Pertambahan jumlah perguruan tinggi terutama terjadi pada perguruan tinggi
swasta. Pada tahun 1997/98 jumlah perguruan tinggi negeri dan swasta tercatat
sebanyak lebih dari 1.340 lembaga atau bertambah sekitar 188 lembaga
dibandingkan jumlah perguruan tinggi negeri dan swasta pada tahun 1993/94.
Berbagai perguruan tinggi negeri selama kurun waktu antara tahun 1993/94 hingga
tahun 1997/98 telah menambah gedung pendidikannya yang keseluruhannya
mencapai luas 1.394,7 ribu m2 terdiri dari gedung kuliah dan gedung kantor seluas
759,7 ribu m2, gedung laboratoriurn 509 ribu m2, dan perpustakaan seluas 126
ribu m2. Dari keseluruhan gedung.

4) Program Pembinaan Pendidikan Luar Sekolah


Sesuai dengan UU SPN, pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang
diselenggarakan di luar jalur persekolahan antara lain melalui kegiatan-kegiatan
Pemberantasan Buta Aksara atau Kelompok Belajar Paket A tidak setara SD, Paket
A setara SD dan Paket B setara SLTP, Kejar Usaha, Magang, dan kursus-kursus
yang diselenggarakan oleh masyarakat. Kegiatan tersebut bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang diperlukan untuk
mengembangkan diri bekerja mencari nafkah dan memungkinkan untuk
melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Dengan demikian warga
masyarakat melalui jalur pendidikan luar sekolah selalu mendapat peluang dan
kesempatan belajar dan berusaha.

Kegiatan di dalam program pembinaan pendidikan luar sekolah yang


ditempuh melalui pembinaan Kejar Paket A tidak setara SD meliputi tiga tahapan,
yaitu: (1) tahap pemberantasan; (2) tahap pembinaan; dan (3) tahap pelestarian.
Tahap pembinaan dan pelestarian tersebut di atas dilakukan melalui berbagai upaya,
seperti Kelompok Belajar Usaha (KBU), dan magang. Program ini diarahkan untuk
memberikan pelayanan pendidikan, dan kesempatan belajar kepada warga
masyarakat yang masih buta aksara, serta sekaligus menjamin penduduk yang
sudah melek aksara agar tidak menjadi buta aksara kembali. Dalam upaya
menunjang program pemberantasan buta aksara tersebut dilaksanakan pula Operasi
Bhakti ABRI Manunggal Aksara (OBAMA) yang mulai dilaksanakan pada tahun
1995/96. Sampai dengan tahun 1997/98 telah mencapai 3 juta orang.

Pelaksanaan kegiatan pemberantasan buta aksara selama lima tahun sejak akhir
Repelita V sampai dengan tahun ke empat Repelita VI telah mencapai 5,6 juta orang. Sejalan
dengan peningkatan jumlah peserta program pemberantasan buta aksara tersebut telah terjadi
penurunan angka buta aksara. Dari hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) yang
dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) tercatat bahwa angka buta aksara di Indonesia pada
tahun 1985 masih sebesar 19,07 persen (22,9 juta orang) dari jumlah penduduk usia 10 tahun
ke atas sebanyak 120,4 juta orang. Sedangkan berdasarkan hasil SUPAS tahun 1995 angka buta
aksara di Indonesia telah turun menjadi 12,56 persen (19,2 juta orang) dari jumlah penduduk
usia 10 tahun ke atas sebanyak 152,5 juta orang. Bila dilihat dari angka penurunan buta aksara
tersebut maka diperkirakan sasaran Repelita VI sekitar 10 persen akan dapat dicapai.

5) Program Pembinaan Pendidikan Kedinasan

Pendidikan kedinasan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan,


keterampilan, pengetahuan, dan sikap mental
karyawan pemerintah di berbagai bidang pembangunan. Usaha tersebut dimaksudkan
untuk lebih menyiapkan dan menyesuaikan mutu tenaga dengan bidang tugasnya
agar dapat secara terus menerus mengikuti dan menguasai cara-cara pengelolaan
bidang tugas yang selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat,
perkembangan dunia pada umumnya dan khususnya perkembangan teknologi.

Pada tahun 1997/98 jumlah mahasiswa program kedinasan secara keseluruhan


adalah sebanyak 139,3 ribu orang. Jumlah mahasiswa tersebut mengalami fluktuasi
sejak 1993/94 karena adanya perubahan status terhadap beberapa perguruan tinggi
kedinasan (PTK) menjadi perguruan tinggi swasta (PTS) dan penghapusan
pengelolaan beberapa program studi yang sudah dilaksanakan di perguruan tinggi
negeri (PTN). Mahasiswa PTK tersebut tersebar di berbagai lembaga pendidikan
yang berada di bawah pengelolaan berbagai Departemen atau LPND antara lain di
Departemen Dalam Negeri, Departemen Kehakiman, Departemen Kesehatan,
Departemen Keuangan, Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi,
Departemen Penerangan, Departemen Perhubungan, Departemen Perindustrian dan
Perdagangan, Departemen Pertahanan dan Keamanan, Departemen Pertambangan
dan Energi, Departemen Pertanian, Departemen Sosial, Departemen Tenaga
Kerja, Badan Pertanahan Nasional, Badan Tenaga Atom Nasional, Sekretariat
Negara, dan Lembaga Administrasi Negara.

6) Program Pembinaan Tenaga Kependidikan

Pembinaan tenaga kependidikan dan kebudayaan bertujuan untuk


meningkatkan mutu tenaga kependidikan agar program pembangunan
pendidikan dapat dilaksanakan dengan lebih baik, efektif, dan efisien. Kegiatan
yang dilakukan meliputi penyetaraan guru SD setara D2, penyetaraan guru SLTP
setara D3, pendidikan guru SD (D2-PGSD), pendidikan guru sekolah menengah
(PGSM), serta penataran bagi tenaga pendidikan luar sekolah. Selain itu melalui
program ini diupayakan pula peningkatan kesejahteraan guru dan tenaga
kependidikan.

Pendidikan tenaga kependidikan ditingkatkan mutunya antara lain, melalui


penelusuran minat dan kemampuan, pengembangan sistem seleksi, penyediaan
sarana dan prasarana pendidikan yang lebih bermutu dan sesuai dengan kurikulum
dan jenis pekerjaan di tempat lulusan bertugas.

Penyetaraan guru SD setara D2 dilaksanakan melalui program pola belajar


jarak jauh (PBJJ) yang dikelola Universitas Terbuka dengan menggunakan modul
dan dikombinasikan dengan kegiatan tutorial secara berkala. Dalam kurun waktu
1993/94 sampai dengan 1997/98 guru SD yang mengikuti penyetaraan D2 melalui
Universitas Terbuka adalah sebanyak 400 ribu orang, terdiri dari 38,6 ribu pada
tahun 1993/94 dan selama 4 tahun Repelita VI sekitar 341,4 ribu. Di samping itu
sejak tahun 1996/1997 telah dimulai penyetaraan D2 yang diselengggarakan dengan
pola tatap muka pada lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK).

b. Program Penunjang

1) Program Penelitian dan Pengembangan Pendidikan

Program penelitian dan pengembangan pendidikan bertujuan untuk


memperoleh masukan bagi upaya perbaikan, perluasan, pendalaman, dan
penyempurnaan sistem pendidikan nasional yang menyangkut penyelenggaraan
kegiatan pendidikan, serta sarana dan prasarana penunjang. Program ini
dilaksanakan antara lain melalui kegiatan penelitian dan ujicoba kurikulum baru,
metode belajar mengajar baru, dan alat peraga baru, serta sistem pembinaan tenaga
kependidikan yang berdampak pada peningkatan mutu, kesesuaian, efisiensi, dan
efektivitas pendidikan.

2) Program Pengembangan Informasi Pendidikan

Program ini bertujuan meningkatkan, mengembangkan, dan memantapkan


sistem informasi pendidikan sehingga mampu memberikan data dan informasi yang
akurat, tepat waktu dan sesuai kebutuhan guna proses pengambilan keputuhan, baik
di tingkat pusat maupun daerah serta untuk memberikan data dan informasi dalam
rangka meningkatkan peranserta masyarakat dalam pembangunan pendidikan.
Kegiatan yang dilakukan antara lain meliputi pengembangan sistem analis data dan
informasi kebijaksanaan, pengkajian dan peneeaahan kebijaksanaan pendidikan dan
kebudayaan dalam kaitannya dengan berbagai sektor pembangunan, pembangunan
infrasruktur sistem informasi tingkat propinsi dan tingkat kabupaten/kotamadya,
dan pengembangan "database" pendidikan dan kebudayaan serta pengelolaan sumber
daya teknologi informasi. Hasil pengumpulan, pengolahan, dan analisis data yang
dilakukan antara lain telah dirangkum dalam buku Statistik Pendidikan dalam Grafik
Indikator Pemerataan Pendidikan diIndonesia,Indikator.Mutu Pendidikan di
Indonesia, dan buku Pendidikan di Indonesia yang ditulis dalam bahasa Indonesia
dan bahasa Inggris.
DAFTAR PUSTAKA
Soetomo, Cetakan 1, 2009. Pembangunan Masyarakat Merangkai Sebuah Kerangka. Penerbit
Pustaka Pelajar Yogyakarta.
Soerjono Soekanto, Cetakan 1, 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Penerbit Rajawali Pers.
Ruswanto, dkk, 2011. Modul Mata Kuliah Perubahan Sosial Universitas Terbuka.
(http://duniapolitik-wibiono.blogspot.com,2011).
Perubahan Sosial dan Pembangunan oleh Prof. Dr. M. Tahir Kasnawi dalam
http://pustaka.ut.ac.id/web/index.php.
Mudyahardjo Redja. 2010. Pengantar Pendidikan. Rajawali pers : Jakarta.
Abdullah, 2011. Sosiologi Pendidikan. Rajawali pers: Jakarta.

PENGANTAR PENDIDIKAN
INOVASI DALAM PENDIDKAN

Oleh: Kelompok 8

Nama Anggota :

1. Laela Wahyuni
2. Mustika Sari
3. Siti Rohul Isnaini
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
UNIVERSITAS MATARAM
2013/2014
Daftar Isi
Halaman Judul..............................................................................................
A. Pengertian inovasi ............................................................................
1. Pengertian inovasi ......................................................................
2. Pengertian inovasi pendidikan .................................................
B. Karakteristik Inovasi Pendidikan ...................................................
1. Ciri-ciri inovasi pendidikan .......................................................
2. Misi dan tujuan inovasi pendidikan .........................................
3. Sumber terjadinya inovasi pendidikan ....................................
4. Proses inovasi dan penyebarannya ...........................................
5. Strategi pelaksanaan inovasi pendidikan .................................
C. Alasan Ilmiah Inovasi Pendidikan ..................................................
D. Alasan Yuridis Inovasi Pendidikan ................................................
A. Pengertian Inovasi dan Inovasi Pendidikan
Sebagai sistem sosial terbuka sistem pendidikan akan senantiasa menerima masukan
(input) dari lingkungan masyarakat dan dituntut untuk dapat memberikan hasil (output)
pada lingkungan atau masyarakat suprasistemnya. Hasil yang diberikan sistem pendidikan
pada masyarakat, baik itu berupa lulusan yang telah terdidik dengan segala kualifikasinya
maupun berupa produk ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian, akan senantiasa
memberikan umpan balik (feedback) pada sistem pendidikan itu sendiri.
Dalam rangka meyesuaikan diri dengan tuntutan zaman dan perubahan yang terjadi
pada masyarakat luas, sistem pendidikan itu harus selalu melakukan pembaharuan dan
inovasi dalam berbagai aspeknya agar tidak asing dan terisolir dari lingkungan
masyarakat sebagai suprasistemnya.
1. Pengertian inovasi
Inovasi berasal dari kata latin, innovation yang berarti pembaruan
dan perubahan. Kata kerjanya innovo yang artinya memperbarui dan mengubah. Secara
umum inovasi diartikan sebagai pembaharuan atau perubahan yang terjadi dari suatu
keadaan kepada keadaan lain yang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Inovasi adalah
suatu ide, barang, kejadian, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang
baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu berupa hasil invensi
atau diskoveri.Inovasi diadakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan
suatu masalah tertentu (Ibrahim, 1988).Invensi adalah suatu penemuan yang benar-benar
baru artinya hasil kreasi manusia yang berupa benda atau hal yang ditemukan itu benar-
benar sebelumnya belum ada, kemudian diadakan dengan hasil kreasi baru.Sedangkan
diskoveri adalah suatu penemuan sesuatu yang sebenarnya benda atau hal yang
ditemukan itu sudah ada, tetapi belum diketahui orang.
Rogers et al (1971:19) menyatakan: innovation is an idea, practice or object as a new
by an individual. Artinya bahwa inovasi merupakan suatu gagasan, ide atau pemikiran,
praktek atau praktek kerja, objek atau hal suatu produk berupa barang yang dianggap
baru oleh seseorang sebagai pihak penerimanya.dengan demikian inovasi secara umum
dapat dijelaskan sebagai perubahan atau pembaharuan yang terjadi baik dalam bentuk
pemikiran/ide, kegiatan praktek kerja atau berbentuk produk barang yang dianggap baru
dan berbeda oleh seorang penerima dari keadaan yang sebelumnya.
Sepintas istilah pembaharuan (inovasi) hampir sama pengertiannya dengan perubahan.
Namun tidak semua perubahan adalah juga pembaharuan atau inovasi. Dalam perubahan,
proses terjadinya bisa terjadi secara langsung secara ilmiah, misalnya perubahan dari
cuaca dingin menjadi cuaca panas, atau perubahan musim dari musim kemarau ke musim
hujan, terjadinya siang dan malam. Itu semua merupakan peristiwa perubahan yang
berlangsung secara ilmiah.
Suatu perubahan dapat dikatakan tergolong pada inovasi apabila perubahan tersebut
dilakukan dengan sengaja untuk memperbaiki keadaan sebelumnya agar lebih
menguntungkan bagi peningkatan kualitas hidup. Hal ini misalnya dapat kita lihat pada
perubahan proses dan produk bidang teknologi yang tidak terjadi begitu saja secara
sepontan, tetapi perubahan itu dilakukan sebagai akibat lahirnya suatu gagasan atau ide
baru untuk memperbaiki keadaan atau memecahkan suatu masalah.
2. Pengertian inovasi pendidikan
Perubahan-perubahan tidak hanya terjadi dalam bidang teknologi, tetapi terjadi
pula pada bidang ilmu sosial termasuk di dalamnya sector pendidikan yang dituntut
untuk mengalami perubahan dari waktu ke waktu sebagai upaya memperbaiki mutu
pendidikan itu sendiri.
Pembaharuan dalam sektor pendidikan dilakukan sebagai upaya sengaja untuk
memperbaiki hal ihwal tentgang pendidikan, baik itu berbentuk hal, ide atau praktek-
praktek pendidikan yang baru untuk meningkatkan kemampuan mencapai tujuan
pendidikan secara efektif dan efisien.
Ibrahim (1988) mengemukakan bahwa inovasi pendidikan adalah inovasi dalam
bidang pendidikan atau inovasi untuk memecahkan masalahpendidikan.Jadi inovasi
pendidikan adalah suatu ide, barang, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai suatu
hal yang baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat), baik berupa invensi
atau diskoveri yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau untuk
memecahkan masalah pendidikan.
Santoso S. Hamidjojo (1974:4) menyatakan pengertian inovasi pendidikan
sebagai: Suatau perubahan yang baru dan kualitatif berbeda dari hal (yang ada)
sebelumnya dan sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai
tujuan tertentu dalam bidang pendidikan.
Dari pernyataan tersebut dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa dalam istilah
inovasi tidak hanya sekedar terjadinya perubahan dari suatu keadaan kepada keadaan
lainnya. Dalam perubahan yang tergolong inovasi di samping terjadi suatu yang baru
mesti terdapat unsur kesengajaan, unsur kualitas (mutu) yang lebih baik dari sebelumnya
dan terarah pada peningkatan bebagai kemampuan untuk mencapai tujuan tertentu dalam
pendidikan.

B. Karateristik Inovasi Pendidikan


Inovasi yang dilancarkan dalam bidang pendidikan mempunyai karakteristik pokok
yang tidak berbeda dengan kegiatan inovasi dalam bidang sosial lainnya. Karakteristik
inovasi pendidikan dapat dilihat dari ciri-ciri yang dimilkinya, sehingga tampak jelas
mana perubahan yang tergolong inovasi atau pembaharuan dan mana perubahan yang
bukan termasuk pada inovasi pendidikan. Selanjutnya untuk melengkapi pemahaman
tentang karakteristik inovasi pendidikan pada bagian ini akan diketengahkan pula
mengenai kecenderungan misi dan tujuan dari kegiatan inovasi pendidikan itu sendiri,
sumber terjadinya, proses terjadinya dan bagaimana penyebarannya.
1. Ciri-ciri inovasi pendidikan
Dalam definisi inovasi yang dikemukakan Santoso S. Hamidjojo (1974)
tersebut di atas menunjukkan bahwa ada beberapa kata kunci yang menjadi ciri atau
karakteristik yang menentukan apakah suatu perubahan dalam bidang pendidikan
tergolong pada inovasi atau tidak. Di samping itu, kata-kata tersebut perlu dijelaskan
lebih rinci sebagai pegangan dalam rangka merencanakan, melaksanakan, menilai
maupun melakukan penelitian inovasi dalam bidang pendidikan. Kata-kata kunci
tersebut yaitu:
a. Baru
Suatu perubahan bisa tergolong pada inovasi apabila memang berbeda dari hal atau
keadaan sebelumnya. Hal ini mengandung arti segala sesuatu yang relative baru,
sehingga belum dipahami, belum diterima atau belum dilaksanakan oleh pihak
penerima inovasi, meskipun bagi orang lain bukan hal yang baru atau tidak asing
lagi.
b. Kualiltatif
Perubahan yang terjadi dalam inovasi tidak sekedar jumlah atau penambahan dari
unsur atau komponen-komponen yang ada sebelumnya, melainkan lebih ari itu
yang secara kualitatif harus tertuju pada peningkatan nilai guna dan nilai tambah
pada peningkatan mutu. Dengan inovasi hendaknya memungkinkan adanya upaya
mereorganisasi atau pengaturan kembali terhadap unsur-unsur dan komponen
yang ada salam pendidikan. Dengan demikian upaya yang hanya sekedar
meningkatkan jumlah unsur-unsur dan komponen pendidikan seperti penambahan
jumlah anggaran dengan maksud agar dapat menambah pengadaan gedung
sekolah, menambah jumlah guru, murid dan buku pelajaran meskipun itu semua
adalah penting, namun upaya tersebut belum tergolong pada upaya yang inovatif.
Kegiatan pengaturan kembali dan pengelompokan jenis pelajaran, waktu ruang
kelas dan metode penyampaian, dengan tenaga, dana, alat dan waktu yang sama
dapat dijangkau jumlah sasaran murid yang banyak dan dapat mencapai mutu
yang tunggi dapat dianggap sebagai inovasi.
c. Hal
Pengertian tersebut mencakup berbagai komponen dan aspek dalam pedidikan, dapat
berupa idea tau gagasan, praktek kerja atau kegiatan. Dalam bidang pendidikan
inovasi terpenting adalah berbentuk ide, pemikiran dan serabgkaian gagasan baru
yang sifatnya bercorak mental untuk meningkatka kemampuan dalam mencapai
tujuan tertentu.
d. Unsur kesengajaan
Perubahanyang terjadi dalam inovasi dilaksanakan secara terencana bukan karena
kebetulan atau karena didasarkan pada kesukaan atau hobi seseorang (like and
dislike).
e. Meningkatkan kemampuan
Perubahan yang terjadi dalam inovasi bertujuan terutama untuk meningkatkan
kemampuan berbagai sumber masukan yang ada dalam pendidikan meliputi:
unsure kemampuan manusia (man) yang terdiri atas tenaga kependidikan, tenaga
administrasif, dan peserta didik; unsure kemampuan dana (money); unsure
kemampuan sarana dan prasarana (material), termasuk juga di dalamnya adalah
struktur dan prosedur organisasi serta manjemennya. Dengan demikian,
keseluruhan sistem pendidikan perlu diberdayakan kemampuannya agar semua
tujuan yang direncanakan dapat dicapai secara efektif dan efisien.
f. Tujuan
Perubahan yang terjadi dalam inovasi mempunyai kejelasan sasaran dan hasil-
hasilnya. Hal ini menuntut adanya upaya memperinci tujuan yang diinginkan
dicapai secara jelas, sehingga hasilnya dapat diukur untuk dapat mengetahui
perbedaan antara keadaan sebelumnya dan setelah inovasi dilancarkan. Tujuan
utama kegiatan inovasi ialah tercapainya kualitas pendidikan yang setinggi-
tingginya dengan proses yang efektif, efisien dan relevan dengan kebutuhan
dengan menggunakan sumber tenaga, dana, alat dan waktu yang sekecil-kecilnya.

Hampir senada dengan ciri-ciri inovasi tersebut di atas, selanjutnya Mugiadi


(1998:5) menyatakan bahwa “pada hakikatnya tidak semua perubahan dapat disebut
sebagai inovasi”. Tindakan yang inovatif atau perbuatan melakukan pembaharuan
menuntut berbagai persyaratan yang harus dipenuhi, antara lain yaitu:
a. Suatu perubahan inovatif hendaknya dapat menghemat sumber daya dan sekaligus
meningkatkan mutu produk sistem.
b. Gagasan pembaharuan perlu mengikuti suatu proses yang terencana secara memadai,
artinya gagasan pembaharuan hendaknya direncanakan secara teliti. Di samping itu
gagasan inovatif tersebut merupakan suatu alternatif yang dianggap terbaik untuk
dikembangkan guna meningkatkan prestasi suatu sistem.
c. Seorang pembaharu hendaknya berusaha untuk memanfaatkan sumber daya yang ada,
apalagi yang terbatas, untuk membantu suatu sistem dalam menjalankan fungsinya
secara maksimal guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan
efisien.
2. Misi dan tujuan inovasi pendidikan
Upaya pembaharuan yang dilakukan baik di negara-negara maju maupun yang
masih berkembang pada umumnya mempunyai kecenderungan mengemban misi
untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam dunia pendidikan.
Permasalahan tersebut antara lain meliputi pemerataan kesempatan pendidikan,
peningkatan mutu relevansi pendidikan, secara efektif dan efisien.
Dari berbagai perkembangan inovasi yang ada, baik di negara berkembang
maupun di negara-negara maju Poensoen dalam Santoso S Hamidjojo (1974) telah
melihat adanya tiga kecenderungan misi inovasi pendidikan, yaitu
Pertama, inovasi pendidikan mengemban misi atau kecenderungan untuk meninggalkan
konsepsi pendidkan yang terbatas bagi kepentingan elite tertentu, menuju pada
konsepsi pendidikan yang lebih demokratis. Misi ini memungkinkan terjaidnya
peningkatan pemerataan atau perluasan kesempatan memperoleh dan menikmati
pendidikan sesuai dengan kemauan, kemampuan dan potensi yang dimilikinya.
Kecenderungan ini ditandai dengan berubahnya berbagai macam kebijaksanaan dan
peraturan, mulai dari anggaran belanja sampai pada adanya bantuan khusus bagi
golongan lemah, pengaturan ujian, pengadaan kelas atau sekolah khusus untuk
mempermudah orang masuk sekolah, atau masuk dan melanjutkan kembali ke sekolah
atau program pendidikan luar sekolah setelah ia meninggalkannya karena berbagai
sebab. Sebagai contoh misalnya di negara kita telah dikembagkan adanya program
orang tua asuh, program pemberantasan buta huruf melalui kejar paket A, program
kejar usaha, adanya SMP terbuka, wajib belajar mulai dari tingkat sekolah dasar dan
kini sudah mulai pada program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun pada
tingkat SLTP dan berdirinya Universitas Terbuka. Semuanya itu menggambarkan
kecenderungan pengembangan konsepsi pendidikan yang lebih demokratis.
Kedua, inovasi pendidikan mengemban misi yang cenderung bergerak dari konsepsi
pendidikan yang berat sebelah dalam peningkatan kemampuan pribadi di antara
pengetahuan, sikap dan keterampilan menuju pada konsepsi pendidikan yang
mengembangkan pola dan isi yang lebih komperhensif dalam rangka pengembangan
seluruh potensi manusia secara bulat dan utuh. Artinya pendidikan yang inovatif
hendaknya dapat mengembangkan segenap potensi manusia tidak hanya aspek
intelektual saja, tetapi mencakup seluruh aspek kepribadiannya secar bulat. Sebagai
misalnya upaya mengembangkan pembelajaran terpadu atau pengajaran unit melalui
kegiatan pengajaran proyek dengan cara belajar siswa aktif (CBSA) merupakan salah
satu bentuk upaya pembaharuan pendidikan yang mengembangkan segenap potensi
individu secara bulat dan utuh.
Ketiga, inovasi pendidikan mengemban misi yang cenderung bergerak dari konsepsi
pendidikan yang bersifat individual perorangan, menuju ke arah konsepsi pendidikan
yang menggunakan pendekatan yang lebih kooperatif. Dari konsepsi pendidikan yang
boros menuju pada konsepsi pendidikan yang lebih efektif, efisien dan relevan dengan
kebutuhan pembangunan.
Di negara kita telah banyak dilakukan berbagai upaya untuk melaksanakan
pembaharuan pendidikan, baik itu dalam lingkup skala besar, maupun kecil, baik yang
telah dilaksanakan ataupun sedang dirintis dalam sistem pendidikan nasional kita.
Upaya tersebut antara lain misalnya penggunaan analisis dan pendekatan sistem
dalam perencanaan pendidikan dan pengajaran di Indonesia, yang antara lain
melahirkan produk berupa sistem perencanaan, pemrograman dan penganggaran
pendidikan (SP4) atau sering dikenal dengan PPBS (Planning, Programing and
budgeting system) khususnya di perguruan tinggi dan juga secara operasional telah
melahirkan produk berupa prosedur pengembangan sistem instruksional (PPSI);
upaya perbaikan mekanisme dan prosedur pengumpulan, pengolahan dan penyajian
data statistic sekolah dan perguruan tinggi; sistem perencanaan tahunan terpadu
Departemen Pendidikan Nasional; pengembangan jaringan informasi terpadu di pusat
dan daerah, pendidikan dan latihan untuk para penulis bahan ajar atau buku teks,
proyek perintis sekolah pembangunan (PPSP), proyek pendidikan anak oleh
masyarakat dan orang tua (PAMONG), pengenbangan sekolah dasar kecil (SD kecil),
program bantuan professional bagi guru SD dan pengembangan cara belajar siswa
aktif (CBSA), penggunaan radio untuk menatar guru-guru SD di daerah terpencil dan
untuk para petugas tutor pendidikan masyarakat, penataran keliling untuk guru-guru,
program kejar paket A dan paket B untuk pendidikan masyarakat, SMP terbuka,
universitas Terbuka, proyek peningkatan mutu pendidikan dasar yang dikenal dengan
PEQIP (Primary Education Quality Improvement Project) dan sebagainya.
Menoleh pada beberapa pengalaman pembaharuan yang sudah dan sedang
berjalan, pada dasarnya upaya pembaharuan pendidikan tersebut tertuju pada
peningkatan mutu proses dan produk sistem pendidikan nasional kita, yang
menyangkut peningkatan pemerataan kesempatan belajar. Bersamaan dengan itu
melalui berbagai pembaharuan tersebut terkandung pula tuyjuan yang lebih penting
yakni meningkatkan efisiensi dan efektivitas serta relevansi sistem pendidikan
nasional senagn kebutuhan masyarakat dan pembangunan nasional.
Dari uraian tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa perhatian utama
pembaharuan pendidikan yang dilaksanakan di negara kita tertuju pada upaya
mengadakan perubahan ke arah yang lebih baik dalam arti meningkatkan pemerataan
kesempatan pendidikan, meningkatkan pemerataan pelayanan pendidikan,
meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan, meningkatkan efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan pendidikan, peningkatan kesesuaian proses dan hasil
pendidikan dengan kebutu han masyarakat dan kebutuhan pembangunan, serta
meningkatkan kesadaran dan kegemaran masyarakat untuk senantiasa belajar
sepanjang hayat.
3. Sumber terjadinya inovasi pendidikan
Dari mana asal mula terjadinya inovasi? Inovasi yang dilakukan dalam bidang
apa saja termasuk dalam bidang pendidikan tidak terjadi dengan endirinya tetapi
direncanakan oleh pihak tertentu sebagai pencetus idea tau gagasan baru untuk
memperbaiki keadaan sebelumnya, atau memcahkan masalah tertentu yang sedang
dihadapi.
Menurut Santoso S. Hamidjojo (1974:26) awal dari arus informasi dan inovasi
biasaya datang dari dua sumber yaitu dari pihak bawah atau dari pihak atas,
pemimpin, badan-badan, orang-orang institusional.
Mengenai sumber datangnya inovasi termasuk inovasi dalam pendidikan
sekurang-kurangnya terdapat tiga pandangan. Pertama, pandangan yan menyatakan
bahwa agar pembaharuan itu terlaksana dengan penuh makna dan tumbuh mengakar
di masyarakat luas, sebaiknya ide pemabharuan itu muncul dari pihak bawah (charge
from the grass roots). Pandangan yang kedua, menyatakan bahwa tanpa ada restu atau
keputusan kebijaksanaan dari pihak atas atau dari pusat, maka orang-orang yang ada
di tingkat bawah dan daerah akan merasa ragu-ragu atau kurang merasa terdorong
untuk ikut serta menyebarkan dan melaksanakan pembaharuan. Oleh karena itu
sebaiknya ide-ide pembaharuan itu muncul dari pihak atas atau pusat sebagai penentu
kebijakan.
Terlepas dari pihak mana sumber datangnya inovasi baik dari bawah atau dari
atas pandangan yang ketiga menyatakan bahwa yang penting gagasan perubahan itu
berlangsung secara sedikit demi sedikit, aspek demi aspek, tetapi berlangsung secara
terus-menerus dari waktu ke waktu. Karena sesuai dengan dinamika kehidupan
sebenarnya perubahan itu akan berlangsung terus-menerus betapapun lambannya
suatu sistem.
Ketiga pandangan tersebut ada benarnya dalam taraf tertentu, tetapi masing-
masing memiliki kelemahan apabila dihadapkan pada situasi dan kondisi yang
berlainan coraknya. Hal yang lebih penting bagi para agen pembaharuan ialah
senantiasa berusaha mendasarkan gagasan dan tindakan pembaharuannya pada fakta-
fakta empiris. Dalam kaitan ini upaya pembaharuan yang dilakukan hendaknya selalu
mempertimbangkan situasi dan kondisi dengan senantiasa memperhitungkan kendalan
yang akan dihadapi. Dengan demikian para agen pembaharuan sebelum melancarkan
gagasan inovatifnya senantiasa akan mengajukan pertanyaan empiris, yakni dalam
kondisi bagaimanakah pemaharuan yang dating dari bawah itu dapat dilaksanakan,
dalam kondisi apakah inovasi dari atas dapat dilancarkan inovasi secara sedikit demi
sedikit atau aspek demi aspek.
Mugiadi (1988:7) menegaskan bahwa: “dalam pembaharuan itu, terlepas
apakah gagasan itu datang dari bawah atau dari atas, yang penting adalah perlu
memperhitungkan berbagai kendala yang akan dihadapi. Andai kata gagasan itu akan
diterapkan di dalam suatu sistem yang sedang berlaku”. Sehubungan dengan itu maka
sebelum upaya pembaharuan dilancarkan perlu disusun perencanaan yang matang
tentang bagaimana mengatasi kendala itu, sehingga gagasan pembaharuan itu dapat
diuji, dikembangkan, diperbaiki dan diterapkan (diadopsi) pada skala yang lebuh luas.
Dalam kenyataannya, berhasil tidaknya melancarkan suatu gagasan baru, akan
bergantung pula pada situasi dan kondisi kehidupan sosial, ekonomi, politik dan
budaya dimana sistem yang akan dikenai pembaharuan berada.
4. Proses inovasi dan penyebarannya
Proses inivasi menggambarkan tahapan kejadian atau peristiwa yang dilalui
dalam inovasi dari mulai gagasan baru diciptakan . disebarkan sampai idea tau
gagasan dapat diterima atau diadopsi, bahkan mungkin juga ditolak oleh seseorang
atau kelompok yang menjadi sasaran yang akan dikenai perubahan.
Menurut Santoso S. Hamidjojo (1974) proses dilancarkannya inovasi dapat
ditinjau dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang pihak penggagas, pencipta atau
pendorong inovasi dan dari sudut pandang pihak penerima yang menjadi sasaran yang
dikenai perubahan.
Ditinjau dari sudut pandang pihak pencipta dan pendorongnya, proses inovasi
terdiri atas tahapan-tahapan sebagai berikut:
a) Tahap pengenalan masalah, penelitian, perumusan lebih tajam dari masalah.
b) Tahap pengembangan yang meliputi saran alternative pemecahan masalah,
percobaan kembali, penilaian dan seterusnya.
c) Tahap penyebaran yang meliputi penerangan (persuasif), pengorganisasian,
pemberian restu dan sanksi, pengendalian dan pengawasan.
d) Tahap pencatatan (monitoring) dan penilaian.

Ditinjau dari pihak penerima gagasan baik perorangan atau kelompok menjadi
sasaran yang akan dikenai perubahan, proses inovasi terdiri atas lima tahapan sebagai
berikut:

a) Tahap kesadaran (awareness)


Sudah mulai menangkap beberapa pengertian tentang bagaimana inovasi itu dapat
berfungsi.
b) Tahap perhatian (interest)
Mulai menaruh minat menyukai atau tidak terhadap gagasan pembaharuan dan mulai
berusaha mencari informasi yang lebih lengkap tentang ide pembaharuan
tersebut.
c) Tahap penilaian (evaluation)
Sudah mulai megadakan penilaian terhadap gagasan baru itu kemudian
dibandingkan, dihubungkan dengan keadaannya baik pada saat ini atau keadaan
dan situasi masa yang akan datang, pada tahap ini pula mulai mempertimbangkan
untuk mencobanya atau tidak.
d) Tahap percobaan (trial)
Mulai berusaha mencoba menerapkan penggunaan inovasi pada skala yang kecil
untuk menetapkan manfaatnya baik bagi diri sendiri atau kelompoknya.
e) Tahap penerimaan (adoption)
Sudah mulai menggunakan ide pembaharuan secara tetap dalam skala yang lebih
luas.
Kelemahan-kelemahan yang mendapat sorotan terhadap model proses adaptasi di
atas, antara lain sebagai berikut:
 Bahwa model tahapan tersebut memandang seakan-akan setiap inovasi yang
dilancarkan, pada akhirnya akan dengan pasti diadopsi oleh sasaran. Padahal
pada kenyataan sering juga terjadi penolakan.
 Konseptualisasi yang sederhana
 Proses inovasi jarang selalu berakhir secara pasti. Masih ada kemungkinan
diadopsi atau ditolak dengan bertambahnya informasi yang lebih lengkap.
Menurut Everet M. Rogers (1962) ada lima faktor atau sifat yang harus terdapat
dalam setiap kegiatan inovasi itu mudah dan cepat didifusikan, didesiminasikan dan
diadopsi, yaitu:
 Keuntungan relative (relative advantage), yaitu sejauh mana suatu gagasan
dapat memberi keuntungan dan kepuasan bagi mereka yang menerima dan
menerapkannya.
 Kesepadanan atau kecocokan (compatibility), yaitu sejauh mana gagasan
pembaharuan itu memiliki kesesuaian dengan nilai-nilai yang dianut oleh
masyarakat yang menjadi sasaran utuk dikenai pembaharuan dan sejauh man
aide baru itu dapat memenuhi kebutuhan mereka dah sejauh mana tingkat
keterhubungan gagasan baru dengan inovasi sebelumnya.
 Tingkat kerumitan atau kompleksitas (complexity), yaitu sejauh mana tingkat
kesulitan yang terdapat dalam suatu gagasan pembaharuan. Biasanya semakin
sulit tingkat kemampuan yang diperlukan atau dituntut oleh suatu gagasan
baru, maka akan semakin rumit pula gagasan tersebut dapat diterapkan dan
semakin lambat pula untuk disebarkan.
 Dapat diuji coba (triability), yaitu sejauh mana gagasan pembaharuan itu dapat
diujicobakan dalam skala kecil (tidak banyak mengandung resiko).
 Dapat diamati hasilnya (abservability), yaitu sampai sejauh mana hasil-hasil
daripeneapan gagasan baru itu dapat diamati hasilnya oleh masyarakat.
Semakin mudah diamati hasilnya dari suatu penerapan ide baru maka akan
semakin mudah dan cepat inovasi tersebut dapat disebarkan pada sasaran yang
lebih luas.

Keberhasilan dan kecepatan adopsi auatu inovasi di samping dipengaruhui


oleh faktor-faktor tersebut di atas juga ditentukan pula oleh proses dan tipe keputusan
inovasi, karakteristik sistem sosial yang ada, saluran komunikasi dan gencarnya
promosi inovasi.
5. Strategi pelaksaan inovasi pendidikan
Menurut Rogers, et al (1971) dalam bukunya Communication of innovation
menyatakan bahwa proses keputusan inovasi terdiri atas tiga macam, yaitu tipe
keputusan otoritas, tipe keputusan opsional dan tipe keputusan kolektif.
Tipe keputusan otoritas yaitu keputusan yang dipaksakan kepada seseorang
atau kelompok orang oleh individu yang sedang berada dalam posisi sebagai atasan.
Keputusan otoritas adalah keputusan inovasi yang biasanya dihasilkan oleh organisasi
formal. Adapun tahap keputusan inovasi otoritas adalah sebagai berikut.
a. Fase pembuat keputusan, yang terdiri atas:
1) Pengenalan kebutuhan untuk berubah
2) Persuasi dan penilaian perubahan oleh pengambil keputusan, dan
3) Keputusan menerima atau menolak oleh pengambil keputusan.
b. Fase implementasi keputusan, terdiri atas:
1) Komunikasi inovasi yang dipilih yang diputuskan kepada unit/anggota
organisasi, dan
2) Tindakan penerimaan atau penolakan pembaharuan oleh unsur unit organisasi.

Dalam tipe keputusan otoritas menurut Rogers (1971) ada empat kemungkinan
bentuk tindakan konsonansi dan disonansi dalam organisasi, yaitu:

Bentuk pertama, seseorang atau kelompok tidak menyukai inovasi, karena dituntut oleh
organisasi agar menolaknya. Bentuk ini disebut sebagai penolak konsonan.

Bentuk kedua, seseorang atau kelompok tidak menyukai inovasi, tetapi dituntut oleh
organisasi untuk menerimanya. Bentuk ini disebut sebagai bentuk penerima yang
dissonan.

Bentuk ketiga, seseorang atau anggota organisasi menyukai inovasi tetapi dituntut oleh
organisasi agar menolaknya. Bentuk ini disebut sebagai penolak yang dissonan.

Bentuk yang keempat, seseorang anggota menyukai inivasi karena dituntut oleh
organisasi agar menerimanya. Bentuk penerimaan ini disebut sebagai penerimaan
yang konsonan.

Sehubungan dengan bentuk-bentuk penerimaan di atas, dalam tipe keputusan


otoritas, terdapat dua teknik atau pendekatan pengambilan keputusan inovasi yaitu (1)
pendekatan otoritatif, yakni keputusan yang diambil oleh pihak penguasa secara
sepihak, tanpa memusyawarahkan terlebih dahulu dengan pihak anggota, dan (2)
pendekatan partisipatif, yaitu pengambilan keputusan dengan menggunakan
pendekatanb interaktif dua arah antara pihak penguasa dengan individu atau anggota
organisasi.

Tipe keputusan opsional adalah tipe keputusan yang diambil oleh perseorangan , terdiri
atas tahapan sebagai berikut:

1) Pengenalan, di mana seseorang mulai mengetahui gagasan pembaharuan.


2) Persuasi, di mana seseorang mulai menaruh minat terhadap ide baru.
3) Keputusan, yakni seseorang mulai terlibat dalam menerima atau menolak inovasi.
4) Konfirmasi, yakni seseorang mulai berusaha mancari penguat untuk mementapkan
penerimaan atau penolakan terhadap inovasi.

Pada tahap konfirmasi tersebut ada beberapa kemungkinan yang terjadi.


Kemungkinan pertama seseorang yang merasa ada kebutuhan terhadap cara-cara baru,
maka ia akan terdorong untuk berusaha mendapatkan inovasi . kemungkinan kedua,
sesorang yang menyukai terhadap inovasi, namun karena berbagai alas an ia
kemudian menolaknya dan kemungkinan ketiga adalah sesorang yang menerima atau
menolak, tetapi kemudian memperoleh informasi dan keterangan yang lengkap.
Apabila informasi itu mendukungnya, maka akan melanjutkan pengadopsiannya,
tetapi apabila keterangan yang diterimanya bertentangan, maka ia akan cenderung
menolaknya.

Tipe keputusan berikutnya adalah tipe keputusan inovasi kolektif, yaitu tipe
pengambilan keputusan terhadap suatu inovasi dengan cara consensus di antara
individu-individu yang ada dalam sistem sosial atau kelompok organisasi tertentu.
Proses pengambilan keputusan inovasi tersebut terdiri atas tahapan-tahapan sebagai
berikut:
a. Stimulasi minat akan inovasi.
b. Insiasi gagasan baru oleh pemegang keputusan.
c. Keputusan untuk melaksanakan gagasan baru.
d. Tindakan atau penerapan pelaksanaan gagasan baru.

C. Alasan Ilmiah Inovasi Pendidikan


Sejak berakhir perang dunia kedua hampir di seluruh dunia baik di negara yang
sudah lama merdeka maupun yang baru,bangsa yang kaya maupun yang miskin telah
terjadi proses perluasan pendidikan yang sangat pesat,namun terjadi pula berbagai
permasalahan dan krisis dalam pendidikan.Hal ini disebabkan antara lain berkenaan
dengan kekurangan dana,guru,bahan ajar ,dan lain lain kecuali siswa.Menurut Philip
H.Coombs ada 4 hal yang menyebabkan terjadinya krisis pendidikan yaitu:
meningkatnya aspirasi masyarakat terhadap pendidikan,kelangkaan atau kekurangan
sumber sumber yang menunjang pelaksanaan pendidikan,inertia atau kelemahan yang
terdapat dalam sistem pendidikan dan yang terakhiradalah inertia atau kelemahan yang
ada dalam masyarakat sendiri.

Lebih khusus lagi ditegaskan bahwa tantangan yang menuntut berbagai upaya
yang inovatif dalam pendidikan menurut Yusuf Hadi Miarso antara lain:

1. Berkembangnya jumlah penduduk yang pesat dan sekaligus meningkatnya keinginan


masyarakat untuk mendapat pendidikan secara kumulatif nenuntut tersedianya sarana
dan fasilitas pendidikan yang lebih banyak.
2. Berkembangnya ilmu pengetahuan yang menghendaki dasar dasar pendidikan yang
kokoh dan penguasaan kemampuan pengetahuan yang terus menerus,dengan
demikian memerlukan pendidikan yang lama dan banyaak sepanjang hidup.
3. Berkembangnya teknologi yang pesat yang mempermudah manusia dalam menguasai
dan memanfaatkan alam dan lingkungannya,tetapi nsering kali dan di pandang
sebagai ancaman terhadap kelestarian peranan manusiawi.

Tantangan di atas lebih berat lagi dirasakan karena berbagai persoalan baik di luar
maupun di dalam sistem pendidikan itu sendiri, yang antara lain meliputi:

1. Sumber sumber yang makin terbatas dan belum dimanfaatkannya sumber yang ada
secara efektif dan efisien.
2. Sistem pendidikan yang masih lemah dengan tujuan yang masih kabur,kurikulum
masih belum serasi,suasana belum menarik dan merangsang untuk giat belajar.
3. Pengelolaan pendidikan yang belum mekar dan belum mantap serta belum peka
terhdap perubahan dan tuntutan keadan,baaik masa kini maupun masa depan.
Dari uraian di atas dapat dikemukakan, bahwa yang mendorong perlunya
dilaksanakan inovasi pendidikan adalah permasalahan atau kelemahan yang ada dalam
sistem pendidikan itu sendiri dan faktor permasalahan yang terdapat di luar sistem
pendidikan atau yang ada dalam masyarakat. Permasalahan yang dirasakan beradaa
dalam sistem pendidikan antara lain dapat kita lihat misalnya adalah karna adaanya
keterbatasan atau kelemahan dalam pendidikan khususnya pendidikaan sekolah dan
kelangkaan sumber pendidikan, serta belum optimalnya pendayagunaan sumber
pendidikan baik yang sudah ada maupun yang masih terpendam.
Keterbatasan kemampuan sekolah antara lain misalnya dapat kita lihat bahwa
pada awalnya sekolah didirikan orang dengan maksud agar mampu mengatasi
ketidakmampuan keluarga dalam menyelenggarakan pendidikan guna memenuhi
tuntutan dan perubahan zaman sertaagar dapat memenuhi kebutuhan warga masyarakat
secara luas dalam peningkatan kualitas hidup manusia.
Sisi lain yang perlu kita cermati adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang sangaat pesat,dan selalu menyerbu kehidupan kita yang tidak bisa di
tahan tahan lagi sehingga mengakibatkan adanya perubahan perubahan dalam
masyarakat yang selanjutnya mengakibatkan terjadinya perubahan peranan
sosial.Terjadinya perubahan peranan sosial menuntut setiap warga masyarakat untuk
melakukan penyesuaian diri dengan peranan baru itu,tidak terkecuali para guru dan
tenaga kependidikan lainnya di tuntut agar senantiasa dapat berpartisipasi aktif dalam
melaksanakan pembaharuan dalam pendidikan,karena perkembangan ilmu pengetahuan
danteknologi yang pesat akan membaaw implikasi pada perubahan isi dan metode
pembelajaran dan memungkinkan pula terjadinya perkembangan dalm teknologi
pengajaran. Hal ini seperti dinyatakan oleh Yusuf Hadi Miarso bahwa permasalahan
dunia pendidikan yang harus diperhatikn antara lain adalah :
1. Makin bertambahnya jumlah anak anak yang berhasrat dan harus bersekolah sebagai
akibat pertambahan penduduk yang pesat,
2. Makin berkembangnya ilmu pengetahuan yang membawa implikasi pada perlunya
diperbaharui isi dan metode pelajarannyaa,
3. Makin berkembangnya teknologi,khususnya dalam hal ini adalah teknologi
pengajaran yang memungkinkan penggunaanya secara efektif dan efisien,dan
4. Sangat terbatasnya sumber sumber baik sumber tenaga, keuangan, maupun alat dan
fasilitas.
Selanjutnya secara lebih khusus permasalahan tersebut dikelompokkan Yusuf
Hadi Miarso ke dalam masalah sebagai berikut
a. Masalah input, yaitu terbatasnya jumlah anak yang mempunyai kesempatan untuk
bersekolah, ketidakseimbangan jenjang persekolahan yang ada, baik secara vertikal
maupun horizontal, jumlah dan kualitas guru yang tidak sesuai dengan tuntutan
zaman, kurikulum yang juga tidak sesuai lagi dengan tuntutanperkembangan daan
pembangunan.
b. Masalah output, yaitu kuantitas dan kualitas lulusan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan dan jumlah drop out yang sangat besar.
c. Masalah struktural,yakni sistem administrasi dan perencanaan yang belum efisien.
Untuk menanggulangi dan menghadapi masalah di atas,perlu dilakukan upaya dan
strategi yang inovatif dalam sistem pendidikan.Usaha inovatif tersebut perlu dilakukan
bukan hanya sekedar merupakan konsekuensi logis dari pendidikan yang berorientasi
pada kemajuan zaman.

D. Alasan Yuridis Inovasi Pendidikan


Sedikit berbeda dengan pernyataan di atas, Mugiadi lebih menekankan pada aspek legal
yang mendorong perlunya dilakukan pembaharuan pendidikan, yaitu:
1. Sehubungan dengan tujuan pendidikan,sebagaimana tercantum di dalam GBHN di
tuntut adanya berbagai upaya untuk menyesuaikan tujuan serta isi kurikulum lembaga
pendidikan dan mencari cara yang inovatif untuk mencapai tujuan tadi.
2. Sehubungan dengan peningkatan pendidikan, diharapkan adanya gagasan inovatif di
dalam meningkatkan mutu pendidikan pada semua jenis dan jenjang
pendidikan.Untuk itu banyak ruang gerak yang tersedia bagi para pembaharu untuk
mengembangkan gagasan yang berkaitan dengan penyempurnaan mutu guru dan
tenaga kependidikan melalui program programpendidikan dan latihan pengembangan
sistem pengajaran atau teknologi belajar mengajar dan penyempurnaan pengelolaan
kelas dan sekolah serta unit unit kerja yang langsung berkaitan dengan pembinaan
program program pengajaran.
3. Sehubungan dengan perluasan kesempatan belajar pada tingkat sekolah menengah
pertama, inovasi sangat diperlukan untuk memungkinkan sistem pendidikan
menengah dapat menjangkau semua pemuda usia sekolah menengah pertama untuk
mendapatkan kesempatan belajar.
4. Di samping itu Garis garis Besar Haluan Negara kita menghendaki juga adanya
keserasian hubungan antara pendidikan dengan dunia usaha, begitu pula halnya
dengan perpaduan antar daerah dan antar jenjang pendidikan.
Berbagai permasalahan tersebut makin di persulit berkenaan dengan eksplosi
ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat telah memperlebar jurang pemisah antara
negara yang sudah berkembang dan negara yang masih membangun.Berbagai alternatif
pemecah dari masalah masalah di atas telah di lakukan dengan cara mendirikan sekolah
sekolah guru,membangun gedung gedung sekolah,menambah jumlah buku-buku paket
pelajaran,mengembngkan perpustakaan,dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Dahrin, D. 2000. Memperbaiki Kinerja Pendidikan Nasional Secara Komprehensip:
Transformasi Pendidikan. Jakarta: Komunitas Forum Rektor Indonesia.

Degeng, N.S. 1999. Paradigma Baru Pendidikan Memasuki Era Desentralisasi dan Demokrasi.
Jakarta: Yudistira.

Galbreath, J. 1999. Preparing the 21st Century Worker: The Link Between Computer-Based
Technology and Future Skill Sets. New York: The Free Press.

Maister, DH. 1997. True Professionalism. New York: The Free Press.

Mulyasa, E. 2008. Menjadi  Guru Profesinal Menciptakan pembelajaran Kreatif dan Men
yenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

PELAKSANAAN INOVASI
PENDIDIKAN

Disusun Oleh :

KELOMPOK 9
AYU SRI MULYANA AGUSTINA (E1R013004)
HAERANI (E1R013016)
HAIRUL PAIZAH (E1R013017)
KURATUL IMANI HARMINI WATI (E1R013020)

FAKULTAS KEJURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN


UNIVERSITAS MATARAM
2014
PELAKSANAAN INOVASI PENDIDIKAN

A. BIDANG-BIDANG INOVASI PENDIDIKAN


Berdasarkan komponen yang ada dalam keseluruhan sistem pendidikan terdapat banyak
hal yang perlu mendapat perubahan, baik itu peningkatan, penyempurnaan, maupun
perbaikan melalui kegiatan inovasi. Bidang-bidang tersebut antara lain menyangkut peserta
didik ( pelajar ), tujuan pendidikan, isi bahan ajar ( materi pembelajaran ), media pendidikan ,
fasilitas pendidikan, metode dan tehnik komunikasi, struktur dan tatalaksana, hasil-hasil
pendidikan , situasi belajar mengajar, serta sebagainya. Menurut Santoso S. Hamidjojo
(1974 : 17) bidang-bidang tersebut dapat diperincian sebagai berikut:

1. Bidang peserta didik atau pelajar


2. Bidang tujuan pendidikan yang diperincikan dengan tujuan untuk kapasitas pribadi,
tujuan  sosial, tujuan ekonomi, tujuan pendidikan menurut tingkatan dan jenis pengajaran
serta cara  dan sarana untuk merumuskan tujuan pendidikan.

3. Isi pelajaran yang dapat diperincikan menurut jenisnya, efek atau dampak yang di
inginkan dari  bahan pelajaran, kapasitas anak didik bidang dan struktur dan ilmu
pengetahuan, kegunaan,  dan tingkatan kemampuan mental serta derajat spesialisasi.

4. Media pembelajaran seperti media cetak, audio visual, dan media lain yang medukung
pembelajaran.

5. Fasilitas pendidikan yang meliputi perabot alat dan perkakas.


6. Metode dan tehnik komunikasi yaitu seperti interaksi langsung ( tanpa media) dan
interaksi  tidak langsung melalui perantara barang cetakan rekaman suara dan sebagainya.

7. Hasil pendidikan yang meliputi hasil perencanaan pendidikan serta tindak lanjutnya
Menurut laporan komisi pembaharuan pendidikan nasional, terdapat sejumlah bidang
pendidikan yang mempunyai implikasi terhadap pembeharuan sebagai berikut :

1. Bidang dasar dan haluan pendidikan nasional


2. Pelaksanaan pendidikan nasional yang meliputi struktur pendidikan nasional, bidang
kurikulum, dan bidang tenaga kependidikan.
B.     KOMPONEN DASAR INOVASI
Inovasi merupakan pangkal terjadinya perubahan sosial yang merupakan inti dari pembangunan
masyarakat. Di era teknologi dan informasi ini inovasi bukan lagi suatu yang langka. Hampir
setiap saat muncul penemuan-penemuan baru. Usaha penemuan inovasi ini bertujuan untuk
menuju kehidupan yang lebih baik. Akan tetapi, bagaimanapun hebatnya inovasi tersebut,
tidak akan beguna banyak bila tidak tersebar penggunaannya.
Mendifusikan (menyebarkan) inovasi ke masyarakat tak semudah dan selancar penciptaannya.
Seringkali usaha penyebaran inovasi gagal dan kandas di tengah jalan. Salah satu bekal yang
berguna bagi usaha memasyarakatkan inovasi adalah meahami karakteristik inovasi dan
faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam proses penyebaran inovasi ke dalam satu
system social. Cepat atau lambat penerimaan inovasi oleh masyarakat sangan tergantung
pada karakteristik inovasi itu sendiri.
Adapun komponen-komponen inovasi tersebut adalah sebagai berikut
1. Inovator yang merupakan komponen yang utama dalam proses inovasi, dimana inovator
memegang peranan penting dalam melaksanakan inovasi.
2. Inovasi, inovasi disini adalah adanya permasalahan yang akan dipecahkan.
3. Adanya komunikaasi dengan saluran tertentu artinya adanya sebuah pertukaran
informasi antara anggota masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Karena
komunikasi merupakan alat untuk menyampaikan informasi mengenai inovasi dari
seorang ke orang lain.
4. Waktu, waktu merupakan elemen yang tidak kalah pentingnya dalam proses inovasi
karena waktu merupakan aspek utama dalam proses untuk mengkomunikasikan sebuah
inovasi. Peranan dimensi waktu dalam proses inovasi terdapat pada tiga hal yaitu,
proses keputusan dalam mengambil kebijakan untuk memutuskan sebuah inovasi,
kemudian kepekaan seseorang terhadap inovasi, dan yang terakhir yaitu kecepatan
penerimaan inovasi.

C.    SASARAN INOVASI PENDIDIKAN


Setelah membahas definisi inovasi dan perbedaan antara inovasi dan perubahan, maka berikut ini
akan diuraikan tentang sasaran inovasi pendidikan. Faktor-faktor utama yang perlu
diperhatikan dalam inovasi pendidikan adalah guru, siswa, kurikulum dan fasilitas, dan
program/tujuan.
1.     Guru
Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat
berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat
menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di kelas maupun efeknya di luar kelas.
Guru harus pandai membawa siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai. Ada beberapa
hal yang dapat membentuk kewibawaan guru antara lain adalah penguasaan materi yang
diajarkan, metode mengajar yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, hubungan
antar individu, baik dengan siswa maupun antar sesama guru dan unsur lain yang terlibat
dalam proses pendidikan seperti adminstrator, misalnya kepala sekolah dan tata usaha
serta masyarakat sekitarnya, pengalaman dan keterampilan guru itu sendiri.
Dengan demikian, maka dalam pembaharuan pendidikan, keterlibatan guru mulai dari
perencanaan inovasi pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya
memainkan peran yang sangat besar bagi keberhasilan suatu inovasi pendidikan. Tanpa
melibatkan mereka, maka sangat mungkin mereka akan menolak inovasi yang
diperkenalkan kepada mereka. Hal ini seperti diuraikan sebelumnya, karena mereka
menganggap inovasi yang tidak melibatkan mereka adalah bukan miliknya yang harus
dilaksanakan, tetapi sebaliknya mereka menganggap akan mengganggu ketenangan
dan kelancaran tugas mereka. Oleh karena itu, dalam suatu inovasi pendidikan,
gurulah yang utama dan pertama terlibat karena guru mempunyai peran yang luas sebagai
pendidik, sebagai orang tua, sebagai teman, sebagai dokter, sebagi motivator dan lain
sebagainya. (Wright, 1987)
2.     Siswa
Sebagai obyek utama dalam pendidikan terutama dalam proses belajar mengajar, siswa
memegang peran yang sangat dominan. Dalam proses belajar mengajar, siswa dapat
menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan intelegensia, daya motorik,
pengalaman, kemauan dan komitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa ada paksaan.
Hal ini bisa terjadi apabila siswa juga dilibatkan dalam proses inovasi pendidikan,
walaupun hanya dengan mengenalkan kepada mereka tujuan dari pada perubahan itu
mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan, sehingga apa yang mereka lakukan
merupakan tanggung jawab bersama yang harus dilaksanakan dengan konsekuen. Peran
siswa dalam inovasi pendidikan tidak kalah pentingnya dengan peran unsur-unsur
lainnya, karena siswa bisa sebagai penerima pelajaran, pemberi materi pelajaran pada
sesama temannya, petunjuk, dan bahkan sebagai guru. Oleh karena itu, dalam
memperkenalkan inovasi pendidikan sampai dengan penerapannya, siswa perlu diajak
atau dilibatkan sehingga mereka tidak saja menerima dan melaksanakan inovasi tersebut,
tetapi juga mengurangi resistensi seperti yang diuraikan sebelumnya.
3.     Kurikulum
Kurikulum pendidikan, lebih sempit lagi kurikulum sekolah meliputi program pengajaran
dan perangkatnya merupakan pedoman dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di
sekolah. Oleh karena itu kurikulum sekolah dianggap sebagai bagian yang tidak dapat
dipisahkan dalam proses belajar mengajar di sekolah, sehingga dalam pelaksanaan
inovasi pendidikan, kurikulum memegang peranan yang sama dengan unsur-unsur lain
dalam pendidikan. Tanpa adanya kurikulum dan tanpa mengikuti program-program yang
ada di dalamya, maka inovasi pendidikan tidak akan berjalan sesuai dengan tujuan
inovasi itu sendiri. Oleh karena itu, dalam pembaharuan pendidikan, perubahan itu
hendaknya sesuai dengan perubahan kurikulum atau perubahan kurikulum diikuti dengan
pembaharuan pendidikan dan tidak mustahil perubahan dari kedua-duanya akan berjalan
searah.
4.     Fasilitas
Fasilitas, termasuk sarana dan prasarana pendidikan, tidak bisa diabaikan dalam proses
pendidikan khususnya dalam proses belajar mengajar. Dalam pembahruan pendidikan,
tentu saja fasilitas merupakan hal yang ikut mempengaruhi kelangsungan inovasi yang
akan diterapkan. Tanpa adanya fasilitas, maka pelaksanaan inovasi pendidikan akan bisa
dipastikan tidak akan berjalan dengan baik. Fasilitas, terutama fasilitas belajar mengajar
merupakan hal yang esensial dalam mengadakan perubahan dan pembahruan pendidikan.
Oleh karena itu, jika dalam menerapkan suatu inovasi pendidikan, fasilitas perlu
diperhatikan. Misalnya ketersediaan gedung sekolah, bangku, meja dan sebagainya.

5.     Lingkup Sosial Masyarakat


Dalam menerapakan inovasi pendidikan, ada hal yang tidak secara langsung terlibat dalam
perubahan tersebut tapi bisa membawa dampak, baik positif maupun negatif, dalam
pelaksanaan pembaharuan pendidikan. Masyarakat secara langsung atau tidak langsung,
sengaja maupun tidak, terlibat dalam pendidikan. Sebab, apa yang ingin dilakukan dalam
pendidikan sebenarnya mengubah masyarakat menjadi lebih baik terutama masyarakat di
mana peserta didik itu berasal. Tanpa melibatkan masyarakat sekitarnya, inovasi
pendidikan tentu akan terganggu, bahkan bisa merusak apabila mereka tidak diberitahu
atau dilibatkan. Keterlibatan masyarakat dalam inovasi pendidikan sebaliknya akan
membantu inovator dan pelaksana inovasi dalam melaksanakan inovasi pendidikan.

D. JENIS-JENIS INOVASI PENDIDIKAN


Jenis inovasi pendidikan menurut Santoso S. Hamidjojo ( 1974 ) tak dapat terbilang
jumlahnya, namun dapat dikelompokan atas dasar objeknya, derajatnya, dan sifatnya.
Berdasarkan objeknya yakni objek atau hal yang dikenai pembaharuan, jenis inovasi pendidikan
terdiri dari tiga jenis yaitu :
1. Inovasi dalam jenis hubungan antar orang ( personal relationship ), misalnya pembaharuan
dalam peranan guru, perubahan dalam tata laksana baru, yang harus berdasarkan
pengambilan keputusan pada informasi dan bukan pada selera perorangan atau pemimpin.
2. Inovasi dalam jenis software , misalnya perubahan atau pembaharuan mengenai tujuan dan
struktur kurikulum, berbagai model system penyampaian dan cara-cara penilaian kurikulum
dan pendidikan.
3. Inovasi dalam jenis hardware misalnya perubahan dan bentuk ruang kelas dalam rangka
memenuhi tuntutan baru karena terjadi pembaharuan dalam hubungan antar orang, atau karna
terjadi perubahan peranan guru dan adanya perubahan dalam system penyampaian atau
metode mengajar, adanya system komputerisasi, proyektor, mesin pengajaran, adanya
laboratorium dan sebagainya.

Berdasarkan derajat atau tingkatannya inovasi pendidikan dikelompokan menjadi empat


jenis, yaitu:
1. Jenis pembaharuan dalam nilai atau wawasan pendidikan. Dalam jenis inovasi ini menuntut
adanya perubahan yang mendasar tentang orientasi, wawasan, asas dan filosofi, cita-cita
kebijaksanaan yang sudah tidak cocok lagi dengan tuntutan pembangunan politik, ekonomi,
social dan kebudayaan yang berkembang.
2. Pembaharuan dalam jenis operasi tata laksana pengelolaan yang terdiri atas serangkaian tata
laksana pengelolaan mulai dari penelitian, dan pengembangan. Perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian, penilaian, dan pengawasan.
3. Pembaharuan dalam jenis tugas dan fungsi. Perubahan yang terjadi dalam nilai dan wawasan
akan membawa konsekuensi perubahan pula pada fungsi atau petugas lembaga pendidikan
itu baik guru maupun tenaga agministratif.
4. Pembaharuan dalam jenis keahlian atau kemampuan-kemampuan khusus yang di tuntut dari
para petugas tata laksana atau guru karena adanya perubahan dalam system pengajaran.

Huberman dalam Santoso S. Hamidjojo ( 1974 : 30 ) membagi sifat-sifat perubahan


dalam inovasi ke dalam enam kelompok yaitu :
a) Penggantian , misalnya inovasi dalam bentuk penggantian jenis sekolah, penggantian
bentuk-bentuk prabot, alat-alat, guru atau system ujian yang lama diganti dengan yang
baru.
b) Perubahan, misalnya usaha mengubah tugas guru yang tadinya hanya tugas mengajar ,
juga harus bertugas menjadi guru bimbingan dan penyuluh.
c) Penambahan, dalam inovasi yang bersifat penambahan ini tidak ada penggantian atau
perubahan. Kalaupun ada yang di ubah maka perubahan tersebut hanyaberupa perubahan
dalam hubungan antar komponen yang terdapat dalam system yang masi perlu
dipertahankan.
d) Penyusunan kembali, upaya penyusunan kembali berbagai komponen yang ada dalam
system dengan maksud agar mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan dan kebutuhan.
e) Penghapusan, upaya pembaharuan dengan cara menghilangkan aspek-aspek tertentu
dalam pendidikan atau pengurangan komponen-komponen tertentu dalam pendidikan
atau penghapusan pola atau cara-cara lama.
f) Penguatan, upaya peningkatan untuk memperkokoh dan memantapkan kemampuan atau
pola dan cara-cara yang sebelumnya terasa lemah.
E. BEBERAPA UPAYA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
Jumlah dan jenis upaya pembaharuan pendidikan di Indonesia cukup banyak, namun
pada bagian ini sekilah akan diketengahkan ke dalam empat rumpun yaitu :

1. Pembaharuan dalam Aspek tujuan pendidikan.


Pada pasal 4 Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang system pendidikan
nasional di nyatakan bahwa : pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman
dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pengerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap
dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

2. Pembaharuan dalam aspek struktur dan perencanaan pendidikan


Pembaharuan dalam aspek struktur pendidikan berkenaan dengan upaya
mengadakan perubahan,atau pembenahan, peningkatan struktur jenis dan jenjang
pendidikan mulai dari pembenahan struktur sekolah, ruang kelas dan kelompok belajar
agar menjadi lebih berfungsi sesuai dengan tuntutan perkembangan social budaya dan
politik. Beberapa contoh aspek pembaharuan dalam aspek struktur yaitu telah sejak tahun
1960—an kita bangsa Indonesia misalnya menginginkan terlaksananya wajib belajar bagi
semua anak khususnya anak berusia 6-13 tahun yang berarti hendak melaksanakan wajib
belajar pendidikan dasar.
Sejak tahun 1984 telah dicanangkan wajib belajar 6 tahun artinya sejak tahun
tersebut bangsa kita telah bertekad untuk meningkatkan kemampuan minimal seluruh
warga Negara pada tingkat atau setara sekolah dasar. Sepuluh tahun upaya
pengembangan wajib belajar ditingkatkan lagi, yakni pada tahun 1994 dicanangkan lagi
berupa wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun ( wajar dikdas 9 tahun ).Pembaharuan
dalam aspek perencanaan pendidikan dapat kita liat misalnya pada upaya perencanaan
pendidikan tingkat mikro dan tingkat makro.

3. Pembaharuan pendidikan dalam aspek yuridis


Terbitnya Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1989 tersebut, merupakan upaya
pembaharuan pendidikan dalan aspek yuridis yang cukup mendasar, karena
penyelenggaraan pendidikan nasional kita telah mempunyai pedoman yang bersifat
komprehensif, fleksibel, dan bersifat mengikat serta berorientasi kemasa depan. Sejak
UU No 2 Tahun 1989 maka UU pendidikan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi.
4. Pembaharuan dalam aspek kurikulum
Sesuia dengan perkembangan dan perjalanan kehidupan social, ekonomi, politik,
dan budaya bangsa, kurikulum pendidikan harusa mengalami pembaruan sesuai dengan
perkembangan yang terjadi.

5. Pembaruan dalam aspek teknologi pendidikan


Pembaruan dalam aspek teknologi aspek pendidikan muncul akibat adanya
tuntutan yang terus menigkat yang tidak teratasi hanya dengan cara dan upaya pemecahan
yang bersifat tradisional.

6. Pembaruan berbagai aspek dalam proses pendidikan


Diantaranya sebagai berikut:
a. Penggunaan multimetode dalam pengajaran
b. Penggunaan pendekatan inquiry-discovery dan PBSA
c. Penilaian program pengajaran dan pendidikan
d. Pembaharuaan yang memadukan berbagai aspek pandidikan

F. PERANAN GURU DI SEKOLAH


Seorang guru yang profesional menurut Sutan Zanti seorang guru harus mampu mendidik,
mengajar, dan melatih dengan baik pada anak didiknya.
Redja Mudyaharjo ( 1989: 273 ) mengelompokan jenis kemampuan pokok yang ideal dikuasai
guru profesional kedalam 3 kelompok sebagai berikut :
1. Kemampuan membantu siswa belajar secara efisien dan efektif agar mencapai hasil
optimal,yang mencangkup mengelola kegiatan belajar mengajar dan bimbingan siswa
2. Kemampuan menjadi penghubung kebudayaan masyarakat yang aktif kretif dan
fungsional
3. Kemampuan menjadi pendukung pengelolaan program kegiatan sekolah dan profesi,
yang    mencangkup menjadi anggota staf sekolah yang produktif, dan anggota organisasi
professional.
Idealnya, tingkat kemampuan yang diharapkan dimiliki guru profesional adalah tingkat
kempuan yang menunjukan efisiensi yang tinggi dalam melaksanakan pekerjaannya.

G. PERAN SERTA GURU DALAM PELAKSANAAN INOFASI PENDIDIKAN


Beberapa peran serta guru dalam inofasi pendidikan yang terdiri atas :
1. Guru bersifat terbuka dan peka terhadap perubahan dan pembaharuaan
Seorang guru harus bisa menerima berbagai aspirasi atau kritikkan yang muncul
dari manapun datangnya. Dengan sikap seperti itu akan mendorong seorang guru untuk
secara terus menerus berusaha memperbaiki kinerjanya.
2. Guru sebagai agen pembaharuan dalam inovasi pendidikan
Seorang agen pembaharuaan adalah seseorang yang mempengarihu keputusan
inovasi praklien ( sasaran ) kearah yang diharapkan oleh lembaga pembaharu. Dengan
demikian, seorang agen pembaharu berperan sebagai penghubung antara pembaharuaan
dengan sasarannya.
Guru sebagai agen pembaharuaan dalam inovasi pendidikan dapat melakukan
peranan sebagai mana dikemukakan Nyoman Sucipta, ( 1982: 23 ) sbb:
a. Memberi informasi
b. Mempercepat terjadinya difusi inovasi
c. Sebagai kominkator antar subsistem dalam masyarakat, dan
d. Berusaha mengaikatkan sistem yang 1 dengan sistem yang lain
Tahap-tahap guru sebagai agen pembaharu dalam inovasi pendidikan:
 Invention ( penemuaan )
 Development ( pengembangan )
 Diffusion ( penyebaran )
3. Guru sebagai adopter ( penerima ) inovasi pendidikan
Guru sebagai penerima inovasi pendidikan merupakan penerima gagasan baru
atau ide-ide baru kemudian gagasan tersebut banyak dilakukan pertimbangan dalam
menerima dan mengadopsi inovasi.

H.      PERANAN GURU DALAM INOVASI KURIKULUM


Munculnya inovasi dilatarbelakangi oleh tantangan untuk menjawab masalah-
masalah krusianl dalam pendidikan. Masalah-masalah inovasi kurikulum mencakup
aspek inovasi dalam struktur kurikulum, materi kurikulum dan dan inovasi proses
kurikulum. Namun fokus bahasan pada makalah ini yaitu bagaimana peranan guru
dalam inovasi kurikulum, karena sebagai penyusun makalah kami harus memberi
batasan dalam menyusun makalah karena prosedur yang berlaku. Inovasi kurikulum
meliputi pengembangan kurikulum, sehingga dalam makalah ini akan kami jelaskan
mengenai peranan guru dalam pengembangan kurikulum karena pengembangan itu
meliputi pengembangan.
Pada dasarnya pengembangan kurikulum adalah mengarahkan kurikulum
sekarang ke tujuan pendidikan yang diharapkan karana adanya berbagai pengaruh yang
sifatnya positif yang datangnya dari luar atau dari dalam sendiri dengan harapan agar
peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan baik. Definisi lain menjelaskan
bahwa pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan kurikulum agar
menghasilkan rencana kurikulum yang luas dan spesifik. Proses ini berhubungan
dengan seleksi dan pengorganisasian berbagai komponen situasi belajar mengajar
antara lain penetapan jadwal pengorganisasian kurikulum dan spesifikasi tujuan yang
disarankan, mata pelajaran, kegiatan, sumber, dan alat pengukur pengembanagn
kurikulum yang mengacu pada kreasi sumber unit, rencana unit, dan garis pelajaran
kurikulum lainnya untuk memudahkan proses belajar mengajar.
Pengembanagnn kurikulum harus mengacu pada sebuah kerangka umum, yang berisikan
hal – hal yang diperlukan dalam pembuatan keputusan.
1. Asumsi
Asumsi yang digunakan dalam pengembangan kurikulum ini menekankan pada
keharusan pengembangan kurikulum yang telah terkonsep dan diinterpretasikan dengan
cermat, sehingga upaya-upaya yang terbatas dalam reformasi pendidikan, kurikulum
yang tidak berimbang, daninovasi jangka pendek dapat di hindarkan.
Dalam konteks ini, kurikulum didefisinisikan sebagai suatu rencana untuk
mencapai hasil- hasil yang diharapkan, atau dengan kata lain suatu rencana mengenai
tujuan, hal yang dipelajari, dan hasil pembelajaran. Dengan demikian, kurikulum
teridiri atas beberapa komponen, yaitu hasil belajar dan struktur ( sekuens berbagai
kegiatan belajar ).

2.      Tujuan pengembangan kurikulum


Istilah yang digunakan untuk menyatakan tujuan pengembangan kurikulum
adalah goals dan objectives. Tujuan sebagai goals dinyatakan dalam rumusan yang
lebih abstrak dan bersifat umum, dan pencapaianya relative dalam jangka panjang.
Adapun tujuan sebagai objectives lebih bersifat khusus, operasional, dan pencapaianya
dalam jangka pendek.
Aspek tujuan, baik yang dinyatakan dalam goals maupun objectives memainkan
peran yang sangat penting dalam pengembangan kurikulum. Tujuan berfungsi untuk
menentukan arah seluruh upaya kependidikan sekolah sekaligus  menstimulasi kualitas
yang diharapkan. Tujuan pendidikan pada umumnya berdasarkan pada filsafat yang
dianut atau yang mendasari pendidikan tersebut.

3.      Penilaian kebutuhan


Kebutuhan merupakan hal  yang pokok dalam perencanaan ( Unruh dan Unruh,
1984). Dalam kaitanya dengan pengembangan kurikulum dan pembelajaran, kebutuhan
didefinisikan sebagai perbedaan antara keadaan actual dan keadaan ideal yang dicita-
citakan. Penilaian kebutuhan adalah prosedur, baik secara terstruktur maupun informal,
untuk mengidentifikasi kesenjangan antara situasi “ di sini dan sekarang “ dengan
tujuan yang di harapkan.

4.      Konten kurikulum


Berkaitan dengan konten kurikulum ini, Unruh (1984) hanya membahas enam
bidang konten kurikulum akademik untuk jenjang pendidikan dasar, yaitu Bahasa
Indonesia, Matematika, Sains (IPA), Studi Sosial (IPS), Bahasa Asing dan Seni.
Meskipun demikian, hendaknya kurikulum juga memberikan ruang bagi pelajaran lain
selain keenam bidang konten tersebut antara lain pendidikan jasmani dan kesehatan,
pendidikan agama dan berbagai pelajaran keterampilan lain yang dibutuhkan siswa.
5.      Sumber materi kurikulum
Materi kurikulum dapat diperoleh dari buku-buku teks, buku petunjuk bagi
guru, pusat pendidikan guru, kantor konsultan kurikulum, departemen pendidikan dan
agen pelayanan pendidikan lainnya.

6.      Implementasi kurikulum


Sebuah kurikulum yang telah dikembangkan tidak akan berarti jika tidak
diimplementasikan, dalam arti digunakan di sekolah dan di kelas. Keberhasilan
implementasi terutama ditentukan oleh aspek perencanaan dan strategi
implementasinya. Pada prinsipnya, implementasi ini mengintegrasikan aspek-aspek
filosofis, tujuan, subject matter, strategi mengajar dan kegiatan belajar, serta evaluasi
dan feedback.

7.      Evaluasi kurikulum


Evaluasi adalah suatu proses interaksi, deskripsi dan pertimbangan (judgment)
untuk menemukan hakikat dan nilai dari suatu hal yang dievaluasi, dalam hal ini yaitu
kurikulum. Evaluasi kurikulum sebenarnya dimaksudkan untuk memperbaiki substansi
kurikulum, prosedur implementasi, metode instruksional, serta pengaruhnya pada
belajar dan perilaku siswa.

8.      Keadaan di masa mendatang


Pesatnya perubahan dalam kehidupan social, ekonomi, teknologi, politik serta
berbagai peristiwa lainnya memaksa kita semua berfikir dan merespon setiap
perubahan yang terjadi. Dalam pemngembangan kurikulum, pandangan dan
kecenderungan pada kehidupan masa datang sudah menjadi hal yang urgen. Setiap
rencana pengembangan kurikulum harus memasukkan pertimbangan kehidupan di
masa depan, serta implikasinya pada perencanaan kurikulum.

Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum


     

Kurikulum memiliki dua sisi yang sama pentingnya yakni kurikulum sebagai
dokumen dan kurikulum sebagai implementasinya. Sebagai sebuah dokumen
kurikulum berfungsi sebagai pedoman bagi guru dan kurikulum sebagai implementasi
adalah realisasi dari pedoman tersebut dalam kegiatan pembelajaran. Guru merupakan
salah satu faktor penting dalam implementasi kurikulum. Bagaimanapun idealnya suatu
kurikulum tanpa ditunjang oleh kemampuan guru untuk mengimplementasikannya,
maka kurikulum itu tidak akan bermakna sebagai suatu alat pendidikan, dan sebaliknya
pembelajaran tanpa kurikulum sebagai pedoman tidak akan efektif. Dengan demikian
peran guru dalam hal ini adalah sebagai posisi kunci dan dalam pengembangnnya guru
lebih berperan banyak dalam tataran kelas.

Murray Printr mencatat peran guru dalam level ini adalah sebagai berikut :
Pertama, sebagai implementers, guru berperan untuk mengaplikasikan
kurikulum yang sudah ada. Dalam melaksanakan perannya guru hanya menerima
berbagai kebijakan perumus kurikulum.dalam pengembangan kurikulum guru dianggap
sebagai tenaga teknis yang hanya bertanggung jawab dalam mengimplementasikan
berbagai ketentuan yang ada. Akibatnya kurikulum bersifat seragam antar daerah yang
satu dengan daerah yang lain. Oleh karena itu guru hanya sekadar pelaksana
kurikulum, maka tingkat kreatifitas dan inovasi guru dalam merekayasa pembelajaran
sangat lemah. Guru tidak terpacu untuk melakukan berbagai pembaruan. Mengajar
dianggapnya bukan sebagai pekerjaan profesional, tetapi sebagai tugas rutin atau tugas
keseharian.
Kedua, peran guru sebagai adapters, lebih dari hanya sebagai pelaksana
kurikulum, akan tetapi juga sebagai penyelaras kurikulum dengan karakteristik dan
kebutuhan siswa dan kebutuhan daerah. Guru diberi kewenangan untuk menyesuaikan
kurikulum yang sudah ada dengan karakteristik sekolah dan kebutuhan lokal. Hal ini
sangat tepat dengan kebijakan KTSP dimana para perancang kurikulum hanya
menentukan standat isi sebagai standar minimal yang harus dicapai, bagaimana
implementasinya, kapan waktu pelaksanaannya, dan hal-hal teknis lainnya seluruhnya
ditentukan oleh guru. Dengan demikian, peran guru sebagai adapters lebih luas
dibandingkan dengan peran guru sebagai implementers.
Ketiga, peran sebagai pengembang kurikulum, guru memiliki kewenganan
dalam mendesain sebuah kurikulum. Guru bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi
pelajaran yang disampaikan, akan tetapi juga dapat menentukan strategi apa yang harus
dikembangkan serta bagaimana mengukur keberhasilannya. Sebagai pengembang
kurikulum sepenuhnya guru dapat menyusun kurikulum sesuai dengan karakteristik,
visi dan misi sekolah, serta sesuai dengan pengalaman belajar yang dibutuhkan siswa.
Keempat, adalah peran guru sebagai peneliti kurikulum (curriculum
researcher). Peran ini dilaksanakan sebagai bagian dari tugas profesional guru yang
memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Dalam
melaksanakan perannya sebagai peneliti, guru memiliki tanggung jawab untuk menguji
berbagai komponen kurikulum, misalnya menguji bahan-bahan kurikulum, menguji
efektifitas program, menguji strategi dan model pembelajaran dan lain sebagainya
termasuk mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai target kurikulum.
Dilihat dari segi pengelolaannya, pengembangan kurikulum dapat dibedakan
antara yang bersifat sentralisasi, desentralisasi, sentral desentral:
1.      Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum yang Bersifat Sentralisasi
Dalam kurikulum yang bersifat sentralisasi, guru tidak mempunyai peranan dan
evaluasi kurikulum yang bersifat makro, mereka lebih berperan dalam kurikulum
mikro. Kurikulum  makro disusun oleh tim khusus yang terdiri atas para ahli.
Penyusunan kurikulum mikro dijabarkan dari kurikulum makro. Guru menyusun
kurikulum dalam bidangnya untuk jangka waktu satu tahun, satu semester, beberapa
minggu, atau beberapa hari saja.
Kurikulum untuk satu tahun disebut prota, dan kurikulum untuk  satu semester
disebut dengan promes. Sedangkan kurikulum untuk beberapa minggu, beberapa hari
disebut Rencana Pembelajaran. Program tahunan, program semester ataupun rencana
pembelajaran memiliki komponen-komponen yang sama yaitu tujuan, bahan pelajaran,
metode dan media pembelajaran dan evaluasi hanya keluasan dan kedalamannya
berbeda-beda. Tugas guru adalah menyusun dan merumuskan tujuan yang tepat
memilih dan menyusun bahan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, minat dan
tahap perkembangan anak, memilih metode dan media mengajar yang bervariasi serta
menyusun metode dan alat yang tepat. Suatu kurikulum yang tersusun secara sistematis
dan rinci akan sangat memudahkan guru dalam implementasinya. Walaupun kurikulum
sudah tersusun dengan terstruktur, tapi guru masih mempunyai tugas untuk
mengadakan penyempurnaan dan penyesuaian-penyesuaian.
Implementasi kurikulum hampir seluruhnya bergantung pada kreatifitas,
kecakapan, kesungguhan dan ketekunan guru. Guru juga berkewajiban untuk
menjelaskan kepada para siswanya tentang apa yang akan dicapai dengan
pengajarannya, membangkitkan motivasi belajar, menciptakan situasi kompetitif dan
kooperatif serta memberikan pengarahan dan bimbingan.
2.      Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum yang Bersifat Desentralisasi
kurikulum desentralisasi disusun oleh sekolah ataupun kelompok sekolah tertentu
dalam suatu wilayah atau daerah. Kurikulum ini diperuntukan bagi suatu sekolah
ataupun lingkungan wilayah tertentu. Pengembangan kurikulum semacam ini
didasarkan oleh atas karakteristik, kebutuhan, perkembangan daerah serta kemampuan
sekolah-sekolah tersebut. Dengan demikian, isi daripada kurikulum sangat beragam,
tiap sekolah atau wilayah mempunyai kurikulum sendiri tetapi kurikulum ini cukup
realistis.
Bentuk kurikulum ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara
lain : pertama, kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat
setempat. Kedua, kurikulum sesuai dengan tingkat dan kemampuan sekolah baik
kemampuan profesional, finansial dan manajerial. Ketiga, disusun oleh guru-guru
sendiri dengan demikian sangat memudahkan dalam pelaksanaannya. Keempat, ada
motivasi kepada sekolah (kepala sekolah, guru), untuk mengembangkan diri, mencari
dan menciptakan kurikulum yang sebaik-baiknya, dengan demikian akan terjadi
semacam kompetisi dalam pengembangan kurikulum.
Beberapa kelemahan kurikulum ini adalah: 1) tidak adanya keseragaman untuk
situasi yang membutuhkan keseragaman demi persatuan dan kesatuan nasional, bentuk
ini kurang tepat. 2) tidak adanya standart penilaian yang sama sehingga sukar untuk
diperbandingkannya keadaan dan kemajuan suatu sekolah/ wilayah dengan sekolah/
wilayah lainnya. 3) adanya kesulitan bila terjadi perpindahan siswa kesekolah/ wilayah
lain. 4) sukar untuk mengadakan pegelolaan dan penilaian secara nasional.5) belum
semua sekolah/ daerah mempunyai kesiapan untuk menyusun dan mengembangkan
kurikulum sendiri.
3.      Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum yang Bersifat Sentral- Desentral
Untuk mengatasi kelemahan kedua bentuk kurikulum tersebut, bentuk campuran
antara keduanya dapat digunakan yaitu bentuk sentral-desentral. Dalam kurikulum
yang dikelola secara sentralisasi-desentralisasi mempunyai batas-batas tertentu juga,
peranan guru dalam dalam pengembangan kurikulum lebih besar dibandingkan dengan
yang dikelola secara sentralisasi. Guru-guru turut berpartisipasi, bukan hanya dalam
penjabaraban kurikulum induk ke dalam program tahunan/ semester/ atau rencana
pembelajaran, tetapi juga di dalam menyusun kurikulum yang menyeluruh untuk
sekolahnya. Guru-guru turut memberi andil dalm merumuskan dalam setiap komponen
dan unsur dari kurikulum. Dalam kegiatan yang seperti itu, mereka mempunyai
perasaan turut memilki kurikulum dan terdorong untuk mengembangkan pengetahuan
dan kemampuan dirinya dalam pengembangan kurikulum.
Karena guru-guru sejak awal penyusunan kurikulum telah diikutsertakan, mereka
memahami dan benar-benar menguasai kurikulumnya, dengan demikian pelaksanaan
kurikulum di dalam kelas akan lebih tepat dan lancar. Guru bukan hanya berperan
sebagi pengguna, tetapi perencana, pemikir, penyusun, pengembang dan juga pelaksana
dan evaluator kurikulum.

I. KEBIJAKAN LINK AND MATCH DAN KURIKULUM MUATAN LOKAL


SEBAGAI INOVASI PENDIDIKAN
1. Kebijakan link and match sebagai inovasi dalam pendidikan
Secara harfiah, link berarti ada pertautan, keterkaitan atau hubungan interaktif, sedangkan
match berarti cocok. Dengan demikian pendidikan itu link and match.
Kebijakan link and match dikembangkan untuk meningkatkan relevansi pendidikan, yaitu
relevansi dengan kebutuhan pemmbangunan pada umumnya, dan dengan kebutuhan
dunia kerja, dunia usaha, serta dunia industry pada khususnya.
2. Muatan lokal sebagai inovasi pendidikan
Aspek lokal seperti memuat unsur-unsur yang mempuyai isi penyatuan, semagat
kebangsaan, kebudayaan, dan cinta tanah air yaitu kurikulum program pendidikan
nasional yang memuat sifat-sifat khusus (khas) daerah atau wilayah tertentu baik
lingkungan kehidupan sosial, budaya, maupun kondisi lingkungan alamnya yang
menujukan sifa kebinekaan sebagai kekayaan bangsa. Kurikulm semacam ini disibut
kurikulum muatan lokal.
a. Pengertian dan tujuan kurikulum muatan lokal
Muatan lokal adalah program pendidikan yang isi dan media penyampainnya
dikaitkan dengan linkungan alam, lingkungan sosial dan lingkugan budaya serta
kebutuhan daerah yang perlu di pelajari oleh murid di daerah tersebut.
Tujuan pengembangan dan pelaksanaan muatan lokal dapat di lihat dari aspek
kepentingan nasional dan aspek kepentingan pembelajaran peserta didik. Dari aspek
kepentingan nasional bertujuan agar melestarikan dan mengembangkan kebudayaan
khas daerah sebagai asset dan kekayaan nasional dalam mendukung peningkatan
mutu pendidikan nasional dan menumbukan sikap serta nilai positif masyarakat
terhadap lingkungan.
Sedangkan dari sudut kepentingan pesrta didik bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman peserta didik terhadap lingkungan sosial budaya dan alam,
mengakrabkan peserta didik dengan lingkungan hidupnya, menerapkan pengetahuan
dan keterampilan yang dipelajari guna memecahkan masalah yang dihadapi dalam
lingkungan sekitarnya serta mempermudah penyerapan materi pembelajaran oleh
siswa dengan memanfaatkan sumber belajar yang ada dalam lingkungan mereka.
b. Perlunya pengembangan dan pelaksanaan muatan lokal
Perlunya pengembangan dalam rangka menumbukan rasa cinta tanah air,
mempertebal semangat kebangsaan dikalangan pemuda, yang tumbuh dimulai dengan
mengenal, merasa mencintai lingkungan sosial budaya dan alam tempat mereka
dibesarkan, serta dapat mencapai tujuan pendidikan nasional.
DAFTAR PUSTAKA

Ace Suryadi (1993), Analisis Kebijakan Pendidikan, Suatu Pengantar, Bandung. Rosta
Karya.

Cece Wijaya dan A.Tabrani (1991), Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan
Pengajaran, Bandung : PT. Remaja Rosta Karya.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993. Link and Match. Jakarta: Seri kebijakan

H.Dinn Wahyudin, dkk (2002), Pengantar Pendidikan, Pusat Penerbitan Universitas


Terbuka : Jakarta.

Ibrahim dan Beny Karyadi. 1991. Pengembangan Inovasi Kurikulum. Jakarta:


Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Proyek Peningkatan Mutu Guru Kelas SD
Setara D-II.

Nana Syaodih Sukmadinata. 1988. Prinsip Dan Landasan Pengembangan Kurikulum.


Jakarta: Depdikbud

Sa’ud, Udin Saefudin.2008. Inovasi Pendidikan. Bandung. Alfabeta

Suharsimi Arikunto dan Asnah Said. 1998. Pengmbangan Program Muatan Lokal
(PPML). Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Proyek Peningkatan
Mutu Guru Kelas Setara D-II. 

Anda mungkin juga menyukai