DI SUSUN OLEH :
MUHIMAH
MAULINDAYANDI
NURVILIA AGUSTININGIH
SARIPA HADIJATUL HALIMA
UNIVERSITAS MATARAM
2014
A. Hakikat Manusia
Menurut bahasa hakikat berarti kebenaran atau sesuatu yang sebenar-benarnya atau asal
dari segala sesuatu. Dapat juga dikatakan, hakikat itu adalah inti dari segala sesuatu atau
yang menjadi jiwa sesuatu.
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna yang memilki
kemampuan intelektual dan daya nalar sehingga manusia mampu berfikir, berbuat, dan
bertindak untuk membuat perubahan dengan maksud pengembangan sebagai manusia yang
utuh.
Hakikat manusia yaitu seperangkat gagasan atau konsep yang mendasar tentang
manusia dan makna eksistensi manusia di dunia. Artinya berbagai kesamaan yang menjadi
karakteristik setiap manusia disebut sebagai hakikat manusia, karena dengan
keanekaragaman itu terdapat satu hal yang menunjukan kesamaan di antara semua manusia,
yaitu bahwa semua manusia adalah manusia.
Hakikat manusia pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Manusia atau hakikat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan
2. Hakikat manusia berdasarkan sifat manusia dan karakteristik yang menjadi ciri
khususnya, serta hubungannya dengan fitrah manusia
Kemudian dari ragam pemahaman tentang hakikat manusia tersebut manusia dapat
dibedakan menjadi 5, yaitu:
1. Homo Religius
Manusia sebagai homo religius maksudnya ,yaitu pandangan tentang sosok manusia
dan hakikat manusia sebagai makhluk yang beragama. Manusia yakin adanya kekuatan
lain yaitu Tuhan Sang Maha Pencipta dan sudah menjadi fitrah manusia mampercayai
adanya Sang Maha pencipta yang mengatur seluruh kehidupan di muka bumi ini.
2. Homo Sapiens
Manusia sebagai homo sapiens maksudnya yaitu pemahaman hakikat manusia
sebagai makhluk yang bijaksana dan dapat berpikir atau sebagai animal rationale.Dengan
kemampuan manusia yang memiliki akal, pikiran, rasio, daya, nalar, cipta dan karsa
tersebut, maka manusia mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia seutuhnya
dalam menjalankan kehidupannya yang lebih baik.
3. Homo Faber
Homo faber maksudnya yaitu pemahaman tentang hakikat manusia sebagai makhluk
yang berpiranti (perkakas). Dengan akal dan keterampilan tangannya, manusia dapat
menciptakan atau mengahasilkan sesuatu (sebagai Produsen) dan menggunakan karya
dari manusia lain (sebagai konsumen) untuk kesejahteraan dan kemakmuran hidupnya.
4. Homo bomini socius
Kendati sosok manusia sebagai makhluk individu yang memiliki jati diri sebagai
pembeda dengan manusia lainnya, namun tak dipungkuri manusia juga dikelompokkan
sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk berinteraksi untuk
membentuk suatu masyarakat tertentu.
5. Manusia sebagai Makhluk etis dan Estetis
Hakikat manusia pada dasarnya sebagai makhluk yang memiliki kesadaran
susila(etika) dalm arti ia dapat memahami norma-norma sosial dan kaidah etika yang
diyakininya. Sedangkan makna estetis yaitu pemahaman tentang hakikat manusia sebagai
makhluk yang memiliki rasa keindahan (sense of beauty) dan rasa estetika (sense of
estetics).
Dari deskripsi di atas, jelaslah terdapat ragam pemahaman tentang manusia yang
bersendi pada karakteristik atau ciri manusia itu sendiri. Begitu kompleksnya hakikat
manusia dan kemanusiaan, serta tak hanya terbatas pada dimensi ragawi atau dimensi
kejiwaan, terlontar pemahaman lain tentang hakikat manusia dan kemanusiaan, yaitu:
1. Manusia sebagai makhluk yang monodualis
Manusia sebagai makhluk yang monodualis memberi makna bahwa sosok
manusia terdiri dari dua segi yang tak terpisahkan satu sama lain, yaitu hakikat manusia
yang ditilik dari segi jiwa dan raga, atau dari segi individu dan sosial yang merupakan
satu kesatuan yang merefleksikan gambaran utuh tentang manusia dengan segala
dimensi kemanusiaannya.
2. Manusia sebagai makhluk yang monopluralis
Artinya aspek manusia dengan kemanusiaannya terdiri dari banyak segi dan ragam
dimensi, tetapi merupakan suatu kesatuan. Langreveld Misalnya, menyebut tiga inti
hakiki kemanusiaan yaitu manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan
makhluk susila. Ketiga aspek tersebut merupakan kesatuan, dan tak dapat dipisahkan
satu sama lain.
B. Kodrat Manusia
Salah satu kodrat manusia adalah memiliki keinginan untuk senantiasa berhubungan
dengan manusia lain. Karena manusia hanya dapat hidup dengan sebaik-baiknya dan hanya
memiliki arti serta makna yang mendalam apabila manusia hidup bersama manusia lainnya
dan saling berkontribusi dalam suatu tatanan kemasyarakatan.Tidak dapat dibayangkan
manusia yang hidup menyendiri dalam suasana keterasingan tanpa berhubungan dan bergaul
dengan manusia lainnya. Apabila manusia terpaksa harus hidup menyendiri, sifat
kesendirian itu tidaklah mutlak dan langgeng, tetapi cenderung lebih bersifat sementara atau
temporal saja.
Manusia dilahirkan dengan susunan tubuh yang tidak dapat begitu saja dapat
melakukan fungsinya, tetapi dituntut untuk memanfaatkan daya pikirnya dan berbuat
sesuatu untuk kehidupannya yang lebih baik atau melakukan penyesuaian dengan
lingkungan alam sekitar. Misalnya tubuh manusia tidak dapat begitu saja dapat bertahan
hidup pada daerah bersalju sehingga manusia membuat pakaian tebal untuk bertahan hidup.
Kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan, makhluk pribadi ataupun manusia sebagai
makhluk sosial merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan serta dikembangkan
secara selaras, serasi dan seimbang. Oleh sebab itu, harus diyakini bahwa manusia akan
lebih bermakna dan memilki arti manakala ia hidup bersama orang lain dalam suatu tatanan
kemasyarakatan dalam upaya untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Walaupun
terkadang ditemukan kendala dan permasalahan, untuk memecahkan masalah tersebut
dibutuhkan keterampilan dan kemampuan manusia baik bersifat pengetahuan, keterampilan,
atau sikap. Hal ini mebuktikan bahwa terdapat hubungan antara hakikat manusia yang
kaitannya dengan interaksi sosial dan pendidikan guna lebih memanusiakan manusia.
C. Struktur fisik manusia
Manusia memiliki perbedaan bentuk fisik yang paling sempurna dibandingkan makhluk
Tuhan yang lainnya, perbedaan itu antara lain:
1. Manusia bisa berjalan tegak.
2. Manusia memiliki otak yang lebih tinggi perkembangannya dibandingkan dengan otak
hewan manapun.
3. Manusia memilki ibu jari yang dapat diletakkan secara bertentangan, hal ini
memungkinkan manusia menggunakan alat-alat atau peranti guna menghasilkan atau
menciptakan sesuatu dan selanjutnya menggunakan hasil tadi.
4. Manusia umumnya dilengkapi dengan organ vokal yang memungkinkan bisa berbicara
dengan nyaring dan memilki artikulasi yang jelas.
5. Manusia pada saat bayi relatif lama tak berdaya, yaitu mereka pada waktu lahir tidak
mempunyai kemampuan reflektif atau naluriah, akan tetapi mereka memiliki potensi
yang bisa dikembangkan lebih jauh.
D. Karakteristik manusia
Beberapa ahli ada yang mengatakan bahwa manusia sebagai”hewan yang rasional”.
Artinya, manusia memiliki daya nalar, ia dapat berpikir dalam bentuk yang logis,
menghubungkan ide-ide secara sadar dan memiliki tujuan tentang apa yang akan
dilakukannya. Kemampuan bernalar ini sering juga disebut sebagai intelegensia.
Manusia sering disebut juga sebagai makhluk sosial, dimana manusia membentuk
komuniti atau perkumpulan dalam bentuk organisasi atau masyarakat yang dalam
mengkomunikasikan pemikiran dengan menggunakan simbol tidak hanya dari tindakan,
tetapi juga dari pemikiran dan perasaan. Oleh karena manusia menggunakan simbol-simbol
untuk mengekspresikan ide-ide dan bukan hanya untuk mengekspresikan perasaan saja,
tetapi ia mampu berpikir dan berkomunikasi.
E. Hubungan Hakikat Manusia Dengan Pendidikan
Ada ahli yang mengatakan bahwa manusia sebagai animal educable, artinya pada
hakikatnya manusia adalah makhluk yang dapat dididik. Di samping itu, menurut
Langreveld, manusia disebut juga sebagai animal educandum yang artinya manusia pada
hakikatnya adalah makhluk yang harus dididik, dan homo educandus yang bermakna
bahwa manusia merupakan makhluk yang bukan hanya harus dan dapat dididik tetapi juga
harus dapat mendidik. Garapan pendidikan merupakan suatu keharusan mutlak bagi
manusia. Malahan pendidikan telah dianggap sebagai salah satu hak asasi manusia yang
harus dipenuhi. Persoalannya adalah mengapa garapan pendidikan merupakan suatu
keharusan bagi manusia, mengapa manusia harus dididik dan harus mendidik. Hal tersebut
dapat ditinjau dari beberapa segi,antara lain:
1. Hakikat anak sebagai manusia
Ada empat pandangan yang bisa mempengaruhi perkembangan anak, yaitu:
a. Pandangan Nativisme, yang berpendapat bahwa perkembangan individu semata-mata
ditentukan oleh faktor yang dibawa sejak lahir. Menurut pandangan ini, hasil
pendidikan ditentukan oleh anak itu sendiri. Oleh karena semenjak lahir sudah
membawa pembawaan sendiri, entah itu pembawaan baik atau jelek, sehingga
lingkungan tidak memberikan pengaruh yang besar. Teori ini, awalnya diperkenalkan
oleh seorang filsof Jerman Schopenhauer (1788-1880).
b. Pandangan yang berpendapat bahwa semua anak lahir dengan pembawaan baik, dan
tak ada seseorang anakpun yang memiliki pembawaan jelek. Malahan sebaliknya,
anak yang memiliki pembawaan baik menjadi rusak karena pengaruh lingkungannya.
Pandangan ini kurang memandang penting artinya pendidikan bagi perkembangan
anak. Dalam perkembangan selanjutnya, pandangan ini banyak ditinggal orang,
sebab pada kenyataannya pendidikan justru memberikan kontribusi pokok
pendewasaan manusia. tokoh pandangan ini adalah J.J.Rousseau, filsuf prancis yang
hidup tahun 1712-1778.
c. Pandangan Environtalisme, yang berpendapat bahwa perkembangan anak sangat
bergantung pada lingkungannya. Orang pertama yang mengemukakan pendapat ini
adalah Jhon Locke, seorang filsuf inggris yang hidup tahun 1632-1704. Pandangan ini
memberi penekanan bahwa lingkungan memberikan kontribusi bagi pembentukan
pribadi anak. anak ibarat kertas putih yang bisa ditulis dengan berbagai warna. Oleh
sebab itu, hasil pendidikan dianggap sebagai campur tangan lingkungan terhadapnya.
d. Pandangan konvergensi, yang berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak,
faktor bawaan ataupun faktor lingkungan memberikan kontribusi yang sepadan.
Pandangan ini pada awalnya dikembangkan oleh William Stem seorang ahli
pendidikan Jerman yang hidup pada tahun 1871-1939. Pendapat pandangan ini tidak
memisahkan secara terkotak-kotak antara faktor bawaan dengan faktor lingkungan.
Faktor bawaan, misalnya bawaan seseorang, bisa tidak akan berkembang manakala
tidak ada yang mendukungnya. Sebaliknya lingkungan yang baik akan kurang
bermakna apa-apa manakala anak sendiri tidak menunjukkan bakat atau
kemampuannya untuk mengembangkan diri. Ini mengandung maksud bahwa anak
dengan segala potensi yang dimilikinya adalah makhluk yang memerlukan bantuan
untuk berkembang ke arah kedewasaan. oleh karena itu dalam tahapan selanjutnya, ia
perlu dibimbing dan diberi pendidikan ke arah pendewasaan dirinya. Pandangan ini
meyakini bahwa perkembangan anak adalah hasil perpaduan antara pembawaan dan
lingkungan. Aliran ini mengakui akan kodrat manusia yang memiliki potensi sejak
lahir, namun potensi ini akan berkembang menjadi baik manakala mendapat
sentuhan pengaruh lingkungan yang menopang perkembangan dirinya.
2. Manusia dengan Sifat kemanusiaannya
Kegiatan mendidik adalah sifat yang khas yang dimiliki manusia. Imanuel kant
mengatakan, ”manusia hanya dapat menjadi manusia karena pendidikan” ,jadi jika
manusia tak dididik maka ia tidak akan menjadi manusia dalam arti yang sebenarnya.
Hal ini telah terkenal luas dan dibenarkan oleh hasil penelitian terhadap anak
terlantar yang dalam perkembangannya menjadi anak liar. Misalnya, dilukiskan dalam
cerita anak liar di India yang dalam sejarah pendidikan terkenal dengan nama Ramu dan
diasuh oleh seorang dokter bernama Shorma.
Konsepsi tersebut memberi penekanan bahwa lingkungan pendidikan memberikan
kontribusi bagi pembentukan pribadi anak. Sehingga anak mempunyai potensi untuk
menjadi dewasa, baik secara fisik maupun psikis.
Konsepsi hakikat anak sebagai manusia, mencerminkan setiap individu memiliki
berbagai kemungkinan dalam perkembangannya. Seorang individu dapat berkembang
menjadi warga yang baik atau mungkin dalam perkembangannya menjadi warga yang
tidak baik. Tugas dan garapan pendidikan adalah antara lain untuk mendidik setiap
individu untuk mengembangkan potensinya secara optimal sesuai dengan kemampuan
dan potensi yang dimilikinya.
3. Manusia sebagai Makhluk Budaya
Manusia dengan budi,rasa,dan karsanya menciptakan kebudayaan. Agar manusia
dapat hidup dan menghayati dunia kebudayaan tadi, manusia patut dilengkapi dengan
nilai-nilai atau norma kebudayaan yang sepatutnya disampaikan dalam garapan
pendidikan.
Dengan demikian pendidikan pada hakikatnya adalah proses kebudayaan yaitu suatu
proses yang mengangkat harkat dan martabat manusia dari dunia alam (the world of
nature) menuju kehidupan yang bercirikan dunia kebudayaan (the world of culture).
Aliran kebudayaan dalam pendidikan ini dipelopori oleh Spranger,yang mengutamakan
masalah penyampaian norma,nilai kebudayaan dan peradaban manusia dalam bentuk
nilai politik, sosial, ekonomi, keagamaan, ilmu pengetahuan, serta kesenian. Hal senada
dikemukakan Kluckhom seperti dikutip Nana Sudjana (1989:12-13) yang membagi tujuh
kategori produk kebudayaan secara umum yaitu: (a). Bahasa, (b). Sistem ilmu
pengetahuan,(c). Organisasi sosial, (d). Sistem peralatan dan teknologi, (e). Sistem mata
pencaharian, (f).sistem religi, dan(g). Kesenian.
Berdasarkan konsep yang dikemukakan di atas,pendidikan sebagai proses budaya
guna meningkatkan harkat dan martabat manusia, merupakan proses yang panjang dan
berlangsung sepanjang hayat melalui interaksi tanpa batas dan waktu,baik di lingkungan
keluarga, sekolah maupun masyarakat yang hasil-hasilnya dapat digunakan dalam
membangun kehidupan pribadi, agama, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara untuk
meningkatkan derajat peradaban manusia.
F. Hubungan Hakikat Manusia dan Hak Asasi Manusia dengan Harkat dan Martabat
Manusia
Hak asasi manusia pada hakikatnya merupakan hak dasar yang patut dimiliki pribadi
manusia secara kodrati .Hal tersebut merefleksikan bahwa hak dilimpahkan kepada umat
manusia . Hak asasi manusia tersebut terutama meliputi hak hidup, hak kemerdekaan dan
kebebasan , dan hak memiliki sesuatu. Hak ini kemudian berkembang sesuai dengan tingkat
kemajuan dan kebudayaan umat manusia. Hingga dewasa ini, hak-hak asasi manusia
meliputi berbagai bidang, yaitu:
1. Hak asai pribadi meliputi hak kemerdekaan, hak memeluk agama dan beribadah sesuai
dengan keyakinannya, hak mengemukakan pendapat, dan hak kebebasan berorganisasi.
2. Hak asasi ekonomi meliputi hak memiliki sesuatu, hak membeli dan menjual sesuatu, hak
mengadakan suatu perjanjian atau kontrak, dan hak memilih pekerjaan.
3. Hak asasi mendapatkan pengayoman dan perlakuan sama dalam keadilan dan
pemerintahan atau sering disebut hak persamaan hokum.
4. Hak asasi politik meliputi hak untuk diakui sebagai warga negara yang sederajat. Oleh
karena itu, setiap warga negara wajar mendapat hak itu dalam mengolah dan menata serta
dalam menentukan warna politik dalam kemajuan Negara.
5. Hak asasi sosial dan kebudayaan meliputi hak kebebasan mendapat pengajaran atau hak
pendidikan serta hak pembangunan kebudayaan.
6. Hak asasi perlakuan yang sama dalam tata cara peradilan dan perlindungan hukum
meliputi hak perlakuan yang wajar dan adil dalam penggeladahan.
Di Negara kita, hak asasi manusia telah mendapat tempat yang sangat terhormat, yaitu
antara lain terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945. Hak asasi manusia dalam UUD
1945 ini dapat ditemukan dalam pembukaan dan batang tubuhnya.
1. Pembukaan UUD 1945, alinea keempat yang menyatakan, “….melindungi segenap
bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdsarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial….”. Adanya pernyataan ini, menunjukkan bahwa
pemerintah menjamin secara penuh hak-hak asasi manusia warganya, meningkatkan
martabat bangsanya.
2. Pasal 27, Ayat (2), menyatakan, “ tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Karenanya setiap warga Negara berhak
mendapat pekerjaan untuk mencapai penghidupan yang layak sebagai manusia.
3. Pasal 29 Ayat(2), menyatakan , “ Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu”. Pasal ini merupakan pengakuan hak asasi yang sangat pribadi dalam
memilih dan memeluk atau menerima suatu agama, serta kebebasan baik secara pribadi
maupun bersama-sama anggota masyarakat lingkungannya serta secara terbuka maupun
tertutup menyatakan agama melalui ibadah, ketaatan tindakan, dan ajaran masing-masing.
Tindakan yang menghargai hak-hak asasi manusia, pada hakikatnya secara langsung
ataupun tak langsung akan menghindarkan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan
orang lain. Dengan mengakui bahwa setiap manusia mempunyai hak asasi yang kodrati,
terkandung nilai-nilai luhur yang bias meningkatkan martabat dan harkat manusia , yaitu:
a. Manusia dengan sendirinya diakui keberadaannya, serta hak dan kewajibannya dilindungi
secara hukum.
b. Manusia tidak akan memperlakukan manusia lainnya secara sewenang-wenang.
c. Pemerintah atau pihak lain, tidak akan melakukan kegiatan yang merugikan pihak lain,
misalnya melaksanakan homo homini lupus ( penindasan oleh manusia atas manusia
lainnya ).
Dengan demikian, ada mata rantai yang jelas antara hak asasi manusia, khususnya hak
asasi untuk memperoleh pendidikan, dengan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat
manusia itu sendiri, baik bersifat material maupun nonmaterial.
Peningkatan martabat manusia secara material, antara lain terefleksikan pada hak asasi
ekonomi, yaitu hak memiliki sesuatu, hak membeli dan menjual sesuatu, serta hak unuk
memilih pekerjaan. Misalnya, seseorang mendapat hak yang penuh untuk berusaha dan dan
mencari nafkah sendiri untuk kehidupan dan peningkatan martabat serta derajat
kesejahteraan yang lebih baik. Melalui hak asasi memperoleh kesempatan mengikuti jenjang
pendidikan, manusia diberi kesempatan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan,
meningkatkan kemampuan dan ketrampilannya yang pada gilirannya akan meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dan meningkatkan martabat manusia yang bersangkuan.
Sedangkan peningkatan martabat secara nonmaterial, antara lain terefleksikan pada
perolehan hak asasi pribadi, berupa hak asasi politik, hak asasi mendapat perlakuan yang
sama didepan hukum, serta hak asasi social dan kebudayaan. Sebagai conoh, perolehan hak
asasi pribadi berupa hak memeluk agama sesuai dengan keyakinannya masing-masing.
Adanya kebebasan secar pribadi maupun kelompok untuk menjalankan ibadah dan ketaatan
tindakan, serta ajaran sesuai dengan agama yang dianutnya merupakan upaya meningkatkan
martabat manusia yang sifatnya nonmaterial dan lebih bersifat agama religious.
A. Landasan Pendidikan
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat (falsafah).
Driyakara (1987) menyatakakan bahwa filsafat adalah perenungan yang sedalam-dalamnya
tentang sebab “ada” dan “berbuat”. Filsafat menelaah secara radikal dan menyeluruh dan
konseptual yang menghasilkan konsepsi-konsepsi mengenai kehidupan dan dunia.
Tinjauan filosofis tentang sesuatu, termasuk pendidikan. Filsafat dan pendidikan
mempunyai kaitan yang erat satu dengan yang lainnya. Filasaf mencoba merumuskan citra
tentang manusia dan masyarakat. Sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra itu.
Landasan filsafat pendidikan merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat
pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok, seperti : apakah pendidikan itu,
mengapa pendidikan itu diperlukan, apa yang seharusnya menjadi tujuan, dan sebagainya.
Peranan filsafat pendidikan dalam bidang pendidikan yang berkaitan dengan hasil kajian
antara lain :
a. Keberadaan dan kedudukan manusia sebagai makhluk di dunia ini, seperti sebagaizoon
politicon, homo sapiens, animal educandum dan sebagainya.
b. Masyarakat dan kebudayaannya
c. Keterbatasan manusia sebagai makhluk hidup yang banyak menghadapi tantangan.
d. Perlunya landasan pemikiran dalam pekerjaan pendidikan utamnya filsafat pendidikan.
2. Landasan Sosiologis
Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu, bahkan dua
generasi, yang memungkinkan generasi muda memperkembangkan diri. Kegiatan pendidikan
yang sistematis terjadi di lembaga sekolah yang sengaja dibentuk oleh masyarakat. Dengan
meningkatkan perhatian sosiologi pada kegaitan pendidikan tersebut, maka lahirlah cabang
sosiologi pendidikan.
3. Landasan Kultural
Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu menjadi anggota
masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Kebudayaan dan pendidikan mempunyai
hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan /dikembangkan dengan jalan
mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara
formal maupun informal. Sebaliknya bentuk, ciri-ciri dan pelaksanaan pendidikan itu ikut
ditentukan oleh kebudyaaan di tempat proses pendidikan berlangsung.
4. Landasan Psikologis
Pendidikan dan Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat erat kaitannya, seiring dengan
kemajuan IPTEK maka pendidikan juga akan mengalami kemajuan yang sangat pesat, begitu
juga kemajuan cabang-cabang ilmu akan menyebabkan tersedianya informasi empiris yang cepat
dan tepat yang akan bermuara pada kemajuan teknologi pendidikan.
Dengan adanya perkembangan IPTEK dan kebutuhan masyarakat yang semkin kompleks,
maka pendidikan mau tidak mau harus mengakomodasi perkembangan , yaitu : dengan cara
memperbanyak teknologi dari berbagai bidang ilmu dan mengadopsinya untu penyelenggaraan
pendidikan sehingga akan terjadi kemajuan pendidikan.
Langkah-langkah pengembangan dan pemanfaatan IPTEK antara lain : penelitian dasar,
penelitian terapan, pengembangan dan penerapan teknologi serta akhirnya diikuti evaluasi .
Manfaat IPTEK yang melandasi pendidikan menurut Dosen FIP (1995) harus mampu :
a. Memberikan kesejahteraan lahir dan batin
b. Mendorong pemanfaatan pengembangan sesuai tuntutan zaman.
c. Menjamin penggunaannya secara bertanggung jawab.
d. Memberi dukungan nilai-nilai agama dan nilai luhur budaya bangsa.
e.Mencerdaskan kehidupan bangsa.
f. Meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektifitas sumber daya manusia.
B. Asas – Asas Pendidikan
Asas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik
pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan.
Khusus di Indonesia , terdapat sejumlah asas yang memberi arah dalam merancang dan
melaksanakan pendidikan itu. Asas-asas tersebut antara lain:
Asas tut wuri handayani, yang kini menjadi semboyan Diknas pada awalnya merupakan
salah satu dari asas 1922 yakni : tujuh buah asas dari Perguruan Nasional Taman Siswa (didirikan
3 Juli 1922).. Asas atau semboyan ini dikumandangkan oleh Ki Hadjar Dewantara. dan mendapat
dukungan dari positif dari Drs. RMP Sosrokartono dengan menambahkan dua semboyan yaitu :
Ing Ngarso Sung Tuladha dan Ing Madya Mangun Karsa. Ketiga semboyan itu telah menyatu
menjadi satu kesatuan asas.
Asas tut wuri handayani merupakan inti dari asas 1922 yang menegaskan bahwa setiap
orang mempunyai hak mengatur dirinya dengan mengingat tertibnya persatuan dalam peri
kehidupan umum.
Keadaan yang dapat ditemukan dalam pendidikan berkaitan dengan asas ini antara lain :
a. Peserta didik mendapat kebebasan dalam memilih pendidikan dan keterampilan yang diminati
di semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan yang disediakan sesuai potensi, bakat, dan
kemampuan yang dimiliki.
b. Peserta didik mendapat kebebasan memilih pendidikan kejuruan yang diminati agar
mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja dan bidang yang diinginkan.
c. Peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa mendapat kesempatan untuk memasuki
program pendidikan dan keterampilan yang diminati sesuai dengan gaya dan irama belajarnya.
d. Peserta didik yang memiliki keistimewaan atau kekurangan dalam fisik dan mental
memperoleh kesempatan untuk memilih pendidikan dan keterampilan yang sesuai dengan
keadaanya.
e. Peserta didik di daerah terpencil mendapat kesempatan memperoleh pendidikan keterampilan
yang sesuai dengan kondisi daerahnya.
f. Peserta didik dari keluarga tidak mampu mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan dan
keterampilan sesuai dengan minat dan kemampuanya dengan bantuan dan dari pemerintah
masyarakat.
2. Asas Belajar sepanjang hayat
Istilah belajar sepanjang hayat erat kaitannya dengan istilah “pendidikan seumur hidup”.
UNESCO Institute for Education menetapkan suatu definisi kerja yakni pendidikan seumur hidup
adalah pendidikan yang harus :
a) Meliputi seluruh hidup setiap individu.
b) Mengarah kepada pembentukan, pembaharuan, peningkatan dan penyempurnaan secara
sistematis pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat meningkatkan kondisi hidupnya.
c) Tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri (self fulfilment) setiap individu.
d) Meningkatkan kemampuan dan motivasi utnuk belajar mandiri.
e) Mengakui kontribusi dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin terjadi, termasuk yang
formal, non formal dan informal.
Ada 2 misi yang diemban dalam proses belajar mengajar berdasarkan latar pendidikan
seumur hidup yaitu :: membelajarkan peserta didik dengan efisien dan efektif dan serentak
dengan itu, meningkatkan kemauan dan kemampuan belajar mandiri sebagai basis belajar
sepanjang hayat.
Asas ini tidak dapat dipisahkan dari 2 asas tut wuri handayani dan belajar sepanjang hayat.
Implikasi dari asas ini adalah pendidik harus menjalankan peran komunikator, fasiltator,
organisator, dsb. Pendidik diharapkan dapat menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar
sedemikian rupa sehingga memudahkan peserta didik berinteraksi dengan sumber belajar
tersebut.
BAB II
HUBUNGAN PENDIDIKAN DENGAN KEHIDUPAN
BERMASYARAKAT, BERBANGSA, DAN BERNEGARA
Jelas dipahami bahwa manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Sebab,
MJ. Langeveld mengatakan tentang manusia dan pendidikan sebagai berikut:
Homo Educable (manusia itu dapat dididik), Homo Educandum (manusia itu dapat
mendidik) dan Homo Educandus (manusia itu dapat dididik dan dapat mendidik). Sehingga
pada dasarnya manusia untuk pertamakalinya menjadi insan yang dididik, untuk kemudian
mendidik dan titik akhirnya mampu mensinergikan diri menjadi makhluk yang bisa dididik dan
mampu mendidik. Seirama pendapat Langeveld di atas, Imannuel Kant menyampaikan
”Manusia dapat menjadi manusia hanya karena pendidikan, ia tidak lain daripada hasil
pendidikan”. (Ghozi Yusuf, 1977, 40-41).
Di sinilah penempatan subjek pendidikan sebagai manusia yang holistik dan eklektik,
artinya pendidikan menempatkan manusia menjadi makhluk yang lebih utuh baik mental dan
moralnya, fisik dan psikisnya. Esensinya pendidikan memanusiakan manusia menjadi makhluk
yang bermartabat dan beradab serta berbudaya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia
dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang
dikenal dan diakui oleh masyarakat.
Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 Bab XIII
Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 31 mennyebutkan Ayat 1 Bahwa setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan, dan Ayat 3 ”Pemerintah Mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang” dan Ayat
5 ”Pemerintah memajukan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-
nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia”. Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang
merupakan salah satu tujuan negara Indonesia. Di sinilah letak hubungan pendidikan dengan
kehidupan bermasyarakat.
Selaian itu, dalam persoalan kurikulum juga tak lepas dari faktor sosial
kemasyarakatan. Hal ini sebagaimana dijelaskan Syaiful Sagala dalam bukunya Konsep dan
Makna Pembelajaran (2008). Dia menyebutkan bahwa, strategi perubahan dan pengembangan
kurikulum, konteks sosial tidak dapat terlepas, artinya sistem sosial yang ada di masyarakat
berpengaruh langsung dalam perubahan kurikulum. Sistem sosial tersebut mengandung konsep
eksistensi individu di masyarakat dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat
sekitarnya. Sejalan dengan hal itu John Dewey memandang pendidikan sebagai alat
rekonstruksi sosial yang paling efektif, dengan membentuk individu dapat membentuk
masyarakat. Pendidikan merupakan badan yang konstruktif untuk memperbaiki masyarakat dan
membina masa depan yang lebih baik. Jadi kurikulum sebagai rekonstruksi sosial
mengutamakan kepentingan sosial di atas kepentingan individu. Utamanya menurut Nasution
(1990:24) ialah perubahan sosial atas tanggung jawab tentang masa depan masyarakat. (Syaiful
Sagala, 2008:257).
Dari uraian di atas begitu jelas dan gamblang bahwa peran serta masyarakat melalui
pendidikan berbasis masyarakat dan segala pertimbangan dan kebijakan pendidikan termasuk
pengembangan kurikulum juga di dasarkan pada masyarakat, menunjukkan antara dunia
pendidikan dengan kehidupan bermasyarkat, berbangsa dan bernegara tidak dapat dipisahkan.
Keduanya setali tiga uang yang saling sinergi dan sama-sama memberikan pengaruh positif.
BAB III
PENDIDIKAN DALAM MENGGAPAI GLOBALISASI DAN
ABAD XXI
A. Pengaruh Globalisasi Dalam Pendidikan
Dalam hembusan era globalisasi, gemanya tak hanya menerpa bidang ekonomi dan
informasi/telekomunikasi saja, tetapi menyentuh hampir semua tatanan kehidupan umat manusia.
Esensinya adalah bahwa kerja sama internasional antar negara merupakan prasyarat dalam
menata kehidupan global yang lebih baik.globalisasi bukan berarti persaingan antar bangsa dalam
arti sempit. Globalisasi bukan pula penindasan si kuat kepada si lemah, tetapi lebih merupakan
pranata baru antar bangsa yang berpijak pada semangat kebersamaan guna kehidupan masyarakat
yang lebih baik.
Naisbitt dan Patricia (1990: 38-39, 244-245) merinci beberapa konsekuensi logis adanya
globalisasi dibidang pendidikan, antara lain :
Pertama, dalam globalisasi, sistem nilai dan filsafat merupakan posisi kunci dalam garapan
pendidikan nasional. Semua negara menempatkan sistem nilai dan etika sebagai landasan utama
dalam merancang kurikulum nasionalnya.
Kedua, globalisasi menuntut adanya angkatan kerja yang berkualifikasi dan berpendidikan
(skilled and educated employees). Dalam masyarakat informasi, lapangan kerja dialamatkan pada
mereka yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang berlatar pendidikan yang memadai.
Sebaliknya mereka yang miskin keterampilan dan tuna pendidikan, akan berderet mengisi barisan
pengangguran atau sekelompok pekerja dengan gaji yang sangat minim.
Ketiga, kerja sama pendidikan mutlak diperlukan. Kerja sama internasional di bidang
pendidikan adalah sisi lain daripada konsekuensi globalisasi. Bantuan dana, pengiriman tenaga
ahli, maupun pemberian beasiswa dan pengiriman siswa tugas belajar ke luar negeri merupakan
salah satu bentuk kerja sama internasional di bidang pendidikan.
Ihwal globalisasi di bidang pendidikan ini sebenarnya telah dirintis badan dunia PBB
semenjak dua dasawarsa yang lalu. Lewat “Trlogi Pendidikan Global” misalnya, badan dunia
PBB di bidang pengembangan (UNDP) telah mencanangkan tiga kebutuhan mendesak bagi
pendidikan global, terutama bagi negara berkembang, yaitu :
1. Demokratisasi pendidikan,
Di bidang demokrasi pendidikan, tercuat nilai hakiki tentang pendidikan itu sendiri
bahwa melalui pendidikan yang ditempuhdimaksudkan untuk masyarakat menuju
kemandirian, kenuju ke suatu wujud pemerataan untuk memperoleh pendidikan seluas-
luasnya. Pendidikan adalah universal dan hak semua orang atau lazim juga disebut
sebagai education universal and for all.
2. Modernisasi pendidikan
Modernisasi pendidikan mencakup antara lain keragaman alternatif dalam pelayanan dan
proses belajar-mengajar. Beberapa bentuk modernisasi pendidikan antara lain pendidikan jarak
jauh, pendidikan dengan multimedia, cara belajar tuntas, atau dengan pendekatan non
konvensional lainnya dalam bidang pendidikan.semuanya bermuara sama ke arah globalisasi
pendidikan, serta pemerataan perolehan pendidikan untuk semua orang tanpa rintanganatau
hambatan, baik secara geografis, psikis, fisik, finansial maupun halangan yang sifatnya
dukungan kultural.
3. Adaptasi pendidikan
Adaptasi pendidikan merupakan hakikat usaha ke arah menjembatani kesenjangan antara
angkatan kerja yang dihasilkan lembaga pendidikan dengan lapangan kerja yang
tersedia.kesenjangan ini bisa bersifat kesenjangan okupasional, kesenjangan akademik,
ataupun mungkin kesenjangan kultural/budaya, karena masyarakat belum siap secara
kulturdalam mengantisipasi gejolak perkembangan yang ada.
B. Pendidikan abad XXI
Lingkungan Pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri anak dalam
alam semesta ini yang menjadi wadah atau wahana, badan atau lembaga
berlangsungnya proses pendidikan yang merupakan bagian dari lingkungan sosial.
Secara umum fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik dalam
berinteraksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya (fisik, sosial, dan budaya), dan utamanya
berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia agar dapat dicapai tujuan pendidikan yang
optimal. Penataan lingkungan pendidikan itu terutama dimaksudkan agar proses pendidikan
dapat berkembang secara efisien dan efektif. Seperti diketahui, proses pertumbuhan dan
perkembangan manusia sebagai akibat interaksi dengan lingkungannya akan berlangsung secara
alamiah dengan konsekuensi bahwa tumbuh kembang itu mungkin berlangsung lambat dan
menyimpan dari tujuan pendidikan.
Oleh karena itu, diperlukan berbagai usaha sadar untuk mengatur dan mengendalikan
lingkungan itu sedemikian rupa agar dapat diperoleh peluang pencapaian tujuan secara optimal,
dan dalam waktu serta dengan daya/dana yang seminimal mungkin. Dengan demikian
diharapkan mutu sumber daya manusia makin lama semakin meningkat. Hal itu hanya dapat
diwujudkan apabila setiap lingkungan pendidikan tersebut dapat melaksanakan fungsinya
sebagaimana mestinya.
LINGKUNGAN KELUARGA
LINGKUNGAN SEKOLAH
Manusia dalam bekerja dan hidup sehari-hari akan selalu berupaya memperoleh manfaat dari
pengalaman hidupnya itu untuk meningkatkan dirinya. Dengan kata lain, manusia
berusaha mendidik dirinya sendiri dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang
tersedia di masyarakatnya dalam bekerja, bergaul, dan sebagainya. Ada 5 pranata sosial
(social institutions) yang terdapat di dalam lingkungan social atau masyarakat yaitu :
1. Pranata pendidikan bertugas dalam upaya sosialisasi
2. Pranata ekonomi bertugas mengatur upaya pemenuhan Kemakmuran
3. Pranata politik bertugas menciptakan integritas dan stabilitas masyarakat
4. Pranata teknologi bertugas menciptakan teknik untuk mempermudah manusia
5. Pranata moral dan etika bertugas mengurusi nilai dan penyikapan dalam pergaulan
masyarakat
Fungsi sekolah adalah memajukan masyarakat dan bertindak sebagai agent of change. John
Daway memandang sekolah sebagai alat yang paling efektif untuk merekonstruksi dan
memperbaiki masyarakat melalui individu. Sekolah yang didirikan merupakan model
masyarakat kecil tempat anak- anak belajar dengan melakukan berbagai kegiatan yang
sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Peran evaluative di maksudkan bahwa anak-
anak seyogianya tak hanya menerima begitu saja apa yang mereka peroleh dari generasi
pendahulunya. Mereka di beri kesempatan untuk menilai secara keritis segala hal yang
terjadi di masyarakat. Ini tidak berarti tidak selalu semua tradisi lama itu tidak baik dan
kurang sesuai denagn perkembangan zaman. Atau sebaliknya , segala sesuatu yang baru
itu lantas di anggap benar dan cocok dengan budaya bangsa .Di sinilah peranan sekolah
harus memberikan kesempatan seluas-luasnya agar mampu menilai secara kritis dan
kreatif sehingga produk budaya senantiasa berkembang sesuai denagn tuntutan zaman
dan member manfaat bagi umat manusia dari generasi ke generasi berikutnya. Dengan
demikian, sekolah tidak hanya menstransmisi generasi tua ke generasi berikutnya, tetapi
sekolah juga berfungsi untuk menstranformasikan kebudayaan. Artinya, sekolah berperan
mampu merekayasa dan mengubah bentuk produk budaya agar tidak using dan relevan
denagn dinamika masyarakat dan tuntutan perkembangan masyarakat yang kian cepat
berubah.
Pengaruh Timbal Balik antara Tripusat Pendidikan Terhadap Perkembangan Peserta
Didik
Setiap pusat pendidikan dapat berpeluang memberikan kontribusi yang besar dalam ketiga
kegiatan pendidikan, yakni:
1. Pembimbingan dalam upaya pemantapan pribadi yang berbudaya.
2. Pengajaran dalam upaya penguasaan pengetahuan.
3. Pelatihan dalam upaya pemahiran keterampilan.
Disamping peningkatan kontribusi setiap pusat pendidikan terhadap perkembangan peserta
didik, diprasyaratkanpula keserasian kontribusi itu, serta kerja sama yang erat dan
harmonis antar tripusat tersebut berbagai upaya dilakukan agar program-program
pendidikan dan setiap pusat pendidikan tersebut saling mendukung dan memperkuat
antara satu dengan lainnya. Di lingkungan keluarga telah diupayakan berbagai hal
(perbaikan gizi, permainan edukatif, dan sebagainya) yang dapat menjadi landasan
pengembangan selanjutnya disekolah dan masyarakat. Di lingkungan sekolah diupayakan
berbagi hal yang lebih mendekatkan sekolah dengan orang tua siswa (organisasi orang tua
siswa, kunjungan rumah oleh personil sekolah, dan sebagainya). Selanjutnya sekolah juga
mengupayakan agar programnya berkaitan erat dengan masyarakat di sekitarnya (siswa
ke masyarakat, narasumber dari masyarakat ke sekolah, dan sebagainya). Akhirnya
lingkungan masyarakat mengusahakan berbagai kegiatan/program yang menunjang atau
melengkapi program keluarga dan sekolah.
Dengan kontribusi tripusat pendidikan yang saling memperkuat dan saling melengkapi itu
akan memberi peluang mewujudkan sumber daya manusia terdidik yang bermutu. Titik
kulminasi dari pemikiran tersebut di atas akhirnya dituangkan dalam Kep. Men. Dikbud
RI No. 0412/U/1987 tanggal 11Juli 1987 tentang penerapan muatan lokal kurikulum
sekolah dasar. Kemudian dikukuhkan oleh UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas
(umpamanya pasal 37, 38 ayat 1 ) Jo. PP RI No. 28 Tahun 1990 tentang Dikdas (Pasal 14
ayat 3 dan 4). Muatan nasional kurikulum dilakukan dengan mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan Nasional, dan berlaku sama di
seluruh Indonesia (UU RI Tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003 Pasal 26
ayat 1), beberapa tujuan yang lebih rinci dari muatan lokal tersebut yang dapat
dikategorikan dalam dua kelompok, sebagai berikut :
1. Tujuan-tujuan yang segera dapat dicapai, yakni:
a. Bahan pengajaran lebih mudah diserap oleh murid.
b. Sumber belajar di daerah dapat lebih dimanfaatkan untuk kepentingan
pendidikan.
c. Murid dapat menerapkan pengetahuan untuk memecahkan masalah yang
ditemukan di sekitarnya.
d. Murid lebih mengenal kondisi alam, lingkungan sosial, dan lingkungan
budaya yang terdapat di daerahnya.
2. Tujuan-tujuan yang memerlukan waktu yang relatif lama untuk mencapainya yakni:
a. Murid dapat meningkatkan pengetahuan mengenai daerahnya.
b. Murid diharapkan dapat menolong orangtuanya dan menolong dirinya sendiri
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
c. Murid menjadi akrab dengan lingkungannya dan terhindar dari keterasingan
terhadap lingkungannya sendiri.
Sistem adalah suatu kumpulan elemen yang bisa di kenali seperti objek, orang, kegiatan ,
rekaman informasi, dsb. Yang saling berhungan dan berkaitan erat satu sama lain dalam
suatu proses atau struktur yang memiliki funfsi organisasi guna membuahkan hasil.
Dengan demikin, dapat di definisikan bahwa system mengandung komponen yang
berkaitan, merupakan satu kesatuan, dan bertujuan.
Garapan pendidikan sebagai suatu system yang di lihat dari 2 hal yaitu ;
1. Tujuan
2. Bahan
3. Pendidik
4. Peserta didik
5. Proses
6. Hasil
7. Balikan
Dalam kajian mikro ini, unsur pendidik dan peserta didik, serta interaksi keduanya
merupakan isi utama dalam suatu program pendidikan. Polanya lebih mrupakan
pendidikan, sebagai upaya mencerdaskan peserta didik melalui prose interaksi dan
komunikasi, yaitu pesan (message) yang akan di sampaikan dalam bentuk bahan belajar.
Isi pesan tersebut di rancang sedemikina rupa sesuai denagn tujuan (objectives) yang di
harapkan. Kemudian fungsi pendidikan lebih merupakan sebagai pengirim pesan
(senders) melalui kegiatan permbelajaran di kelas ataupun di luar kelas. Sedangkan
peserta didik lebih merupakan penerima pesan (receivers) mengenai bahan belajar yang
sudah di rancang sejak awal. Proses pembelajaran ini bisa di rasakan efektif bila terjadi
proses komunikasi 2 arah melalui berbagai saluran dalam bentuk ragam sunber belajar
dan media belajar yang di gunakan.
Dalam kajian makro, system pendidikan menyangkut berbagai hal atau komponen yang
lebih luas lagi, yaitu :
1. SITUASI PENDIDIKAN
A. Situasi Pendidikan
Situasi pendidikan merupakan kondisi yang ditandai dengan adanya sejumlah
kandungan pokok yang terdapat pada kegiatan pendidikan yaitu adanya peserta didik,
pendidik, dan tujuan pendidikan, yang ketiganya terintegrasi melalui proses
pembelajaran.
Dari makna situasi pendidikan tersebut, akan timbul peristiwa pendidikan. Peristiwa
pendidikan hanya akan terjadi apabila situasi itu tumbuh dan berkembang melalui
teraktualisasikannya kondisi tertentu di dalam relasi kedua belah pihak yang
berhubungan itu. Relasi kedua belah pihak itu adalah antara pendidik dan peserta
didik. Kondisi ini terjadi baik pada kondisi formal maupun non formal.
B. Situasi Lainnya
Pada situasi permainan, konteks seorang pendidik dan peserta didik itu juga sering
muncul, karena di antara kedua belah pihak teraktualisasi kondisi satu pihak belum
bisa dan pihak lain mengajarinya.
Demikian juga pada situasi pertemanan. Namun dalam situasi pertengkaran sering
dijumpai konteks hubungan antara dua pihak manusia yang justru menimbulkan situasi
yang bertentangan atau menyimpang dengan makna tujuan pendidikan itu sendiri,
sekali pun kadang-kadang dari situasi pertengkaran itu, kedua-belah pihak yang
terlibat dapat mengambil pendidikan seperti perlunya saling menghargai, kerjasama,
dan lain-lain.
KESIMPULAN
Pendidikan adalah usaha setiap bangsa yang dilakukan sepanjang masa. Melalui
pendidikan ini diusahakan oleh setiap bangsa agar tercapainya cita-cita yang
didambakan oelh generasi yang satu generasi berikutnya.
Proses pendidikan individu dapat berfungsi dua macam, yaitu dapat dilihat daris
segi :
1. Sebagai suatu cara yang melanjutkan warisan kebudayaan ataupun warisan sosial
2. sebagai usaha mengembangkan anak didik / individu
2) Pendidikan Islam
Pendidikan berlandaskan ajaran Islam dimulai sejak datangnya para saudagar asal Gujarat
India ke Nusantara pada abad ke-13. Ajaran Islam mula-mula berkembang di kawasan pesisir,
sementara di pedalaman agama Hindu masih kuat. Kerajaan islam pertama di Indonesia adalah
kerajaan Samudera-Pasai di Aceh, yang didirikan pada tahun 1927 oleh Sultan Malik Al-Saleh.
Di Pulau Jawa, pusat penyebaran Islam membentang mulai Banten, Cirebon, Demak, hingga ke
Gresik. Lama-kelamaan, bersamaan dengan pudarnya kerajaan-kerajaan Hindu, ajaran Islam
makin berkembang baik di pesisir maupundi pedalaman pulau-pulau Jawa dan Sumatera
Hampir di setiap desa di Jawa dan Sumatera (terutama Padang) ditemukan langgar, yang
kadang hanya terbuat dari bamboo atau kayu yang juga digunakan untuk keperluan lain. Proses
pendidikan yang lebih mendalam diselenggarakan di pesantern di bawah bimbingan kiyai yang
biasanya dibantu santri senior. Sifat khusus pengajaran di pesantren antara lain;
Pelajaran bersifat keagamaan;
Penghormatan yang tinggi kepada guru;
Tidak ada gaji atau upah khusus untuk guru karena motivasinya semata-mata karena
Allah;
Santri datang secara sukarela untuk menuntut ilmu.
Jepang mewajibkan setiap murid sekolah untuk rutin melakukan hal-hal sebagai berikut:
Ada empat aliran yang diangkat dalam makalah ini, yaitu Muhammadiyah,
Taman Siswa, INS Kayutanam, dan Ma’arrif. Keempat perguruan tersebut secara
kronologis yang pertama berdiri adalah Muhammadiyah, kemudian Taman Siswa,
Ma’arif dan terakhir INS Kayutanam. Meskipun masing-masing lembaga pendidikan
tersebut berdiri dengan dasar dan tujuan yang berbeda-beda, namun misi dan sifatnya
pedagogis, nasional, politis, keagamaan, nasional-pedagogis, nasional-religius, atau
nasional politis.
Muhammadiyah
Taman Siswa
Taman Siswa secara jelas menunjukan sifatnya yang nasionalis dan pedagogis
secara cultural. Walaupun bukan suatu organisasi politik, Taman Siswa sejak
pendiriannya memiliki tujuan politik, yaitu kemerdekaan Indonesia. Tujuan ini jelas
dari pertimbangan pendirinya, yaitu Ki Hajar Dewantara, sewaktu berada di
pengasingan di Negeri Belanda untuk mendalami masalah pendidikan. Menurut Ki
Hajar Dewantara, rakyat Indonesia harus benar-benar menyadari arti kehidupan
berbangsa dan bertanah air melalui pendidikan. Pendidikan Taman Siswa selanjutnya
mengakui hak-hak anak untuk bebas yang dinyatakan tidak tanpa batas. Batas itu
antara lain adalah lingkungan dan kebudayaan. Pengakuan atas hak anak-anak untuk
kebebasan berarti anak diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang menurut
bakat dan pembawaannya, atau dalam istilah KH Dewantara, menurut kodratnya
sperti tersimpul dalam asas Taman Siswa “kodrat alam”. Pengakuan atas kebebasan
anak adalah suatu prinsip pendidikan yang sangat pokok pada Taman Siswa. Prinsip
demokrasi dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara dengan pengertian sebagai
berikut.
INS Kayutanam
Kayutanam adalah suatu kota kecil dekat Padang Panjang. Disanalah pada
tahun 1926 didirikan Indosische Nederlandche School (INS), yang kemudian dikenal
dengan INS Kayutanam. Pendirinya adalah Muhammad Stafei (1896-1966) bersama
Marah Soetan. Sekolah tersebut semula di bawah pembinaan Organisasi Pegawai
Kereta Api dan Tambang Ombilin. Di INS, para siswa dididik untuk bekerja teratur
dan produktif agar dapat hidup mandiri. INS Kayutanam bertahan hingga masa
pendudukan Jepang, dan pada masa Perang Kemerdekaan (1949), INS Kayutanam
ditutup. Muhammad Sya’fei sendiri setelah tidak menangani INS, ia ditunjuk sebagai
Kepala Sekolah Guru Baintu (SGB). Pada dewasa ini, ada usaha yang sungguh-
sungguh dengan didukung oleh para pejabat dan tokoh yang peduli untuk
menghidupkan kembali nilai-nilai dan praktek pendidikan model INS Kayutanam
yang pernah berkembang di masa jayanya, dengan tetap menempatkannya dalam
sistem pendidikan nasional yang berlaku sekarang.
Perubahan tujuan nasional tersebut berimplikasi pada perubahan kurikulum yang saat
itu disebut rencana pelajaran. Kurikulum yang semula berorientasi pada kepentingan
Belanda diubah sesui kebutuhan Bangsa Indonesia yang sudah merdeka. Kurikulum
sekolah pada masa-masa awal kemerdekaan dan tahun 1950-an ditujukan untuk:
B. SISTEM PERSEKOLAHAN
Sekolah menengah tinggi berlangsung 3 tahun, yang meliputi Sekolah Menengah Tinggi
(SMT), Sekolah Teknik Menengah (STM), Sekolah Teknik (ST), Sekolah Guru
Kepandaian Putri (SGKP), Sekolah guru A(SGA), dan kursus guru. Pada tingkat
perguruan tinggi terdapat universitas, institut, sekolah tinggi, dan akademi.
Jumlah siswa dan guru meningkat tajam pada periode 1945-1969, antara lain
karena disebabkan oleh kehendak rakyat untuk memperoleh pendidikan setelah
mengalami pembatasan-pembatasan pada Zaman Kolonial Belanda dan masa
pendudukan Jeppang.
Untuk membelajarkan rakyat yang umumnya masih buta huruf pada masa-masa
awal kemerdekaan, pada tanggal 1 Juni 1946, dibentuk Badan Pendidikan Masyarakat
dan Kementrian Pendidikan yang bertugas: 1) memberantas buta huruf, 2)
menyelenggarakan kursus pengetahuan umum, dan 3) mengembangkan perpustakaan
rakyat.
Rendahnya penghargaan akan pendidikan pada sebagian kelompok masyarakat
Terbatasnya jumlah guru yang bermutu dan penyebarannya yang tidak merata
Terbatasnya sarana dan prasarana
Manajemen sistem pendidikan yang belum secara terarah menuju peningkatan
mutu, relevansi, dan efisiansi pendidikan.
Peluang yang dimiliki oleh pendidikan nasional:
Keberhasilan wajib belajar 6 tahun yang memberikan landasan bagi pelaksana
wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan
Semakin luasnya sarana komunikasi
Semakin tersebarluasnya lembaga pendidikan negeri maupun swasta
Adanya UU No. 2/1989 tentang sistem Sistem Pendidikan Nasional yang
memberikan landasan yang kokoh bagi pendidikan nasional.
PENGANTAR PENDIDIKAN
ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN
1. NURHAYATUN
2. YUNI ADE KANTARI
3. SUSTRYANTI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2014
Pengertian filsafat
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara
kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan
eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah
secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat
untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses
dialektika.
Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan. Pendidikan
membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut
pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih
luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-
fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan.
Tiap-tiap aliran filsafat bukanlah merupakan usaha mengakhiri perbedaan-
perbedaan prinsipil dari suatu ajaran. Tetapi justru di dalam kebebasan memilih dan
mengembangkan ide-ide filsafat itu, asas filosofis yang menghormati martabat
kemanusiaan setiap orang tidak hanya teroritis adanya, melainkan praktis,
dilaksanakan. Inilah satu bukti dan jaminan konkrit kebenaran-kebenaran filsafat yang
asasi.Klasifikasi aliran-aliran filsafat pendidikan berdasarkan perbedaan-perbedaan
teori dan praktek pendidikan yang menjadi ide pokok masing-masing filsafat tersebut.
Demikian pula klasifikasi itu sendiri akan berbeda-beda menurut cara dan dasar yang
menjadi kriteria dalam menetapkan klasifikasi itu. Misalnya ada yang membuat
klasifikasi aliran filsafat pendidikan berdasarkan asas dichotomi yakni antara aliran
progressive dan aliran conservative. Progresivisme ditampilkan sebagai aliran filsafat
pendidikan yang dapat digunakan sebagai basis epistimologi bagi pengembangan
pendidikan partisipasif.
Dalam proses pendidikan, aliran konstruktivisme menghendaki agar anak didik
dapat menggunakan kemampuannya secara konstruktif untuk menyesuaikan diri
dengan tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi. Perennialisme memandang
pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses mengembalikan keadaan manusia
sekarang. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai
yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai
terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Ilmu filsafat pendidikan
1. Ilmu pendidikan sebagai ilmu pendidikan normative.
a. Sebagai ilmu pengetahuan normative, ilmu pendidikan merumuskan kaidah-
kaidah norma-norma dan ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenar-
benarnya dilaksanakan oleh manusia.
b. Sebagai ilmu pengetahuan praktis, tugas pendidikan dan pendidik maupun
guru ialah menanamkan system-sistem norma tingkah laku perbuatan yang
didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang diujung oleh lembaga pendidikan
dan pendidik dalam suatu masyarakat.
c. Filsafat pendidikan sebagai suatu lapangan tugas merumuskan secara
normative dasar-dasar dan tujuan pendidikan.
Aliran-aliran filsafat
1. Progresifisme
Pandangan tentang realita
Progresifisme berpendapat bahwa tidak ada istilah alam semesta. Progresifisme
menggunakan istilah alam semesta. Progresifisme menjelaskan bahwa:
1) Dunia itu bukanlah suatu pengertian yang ada di balik hal-hal yang nampak,tetapi
segala sesuatu yang ada di hadapan pandangan mata manusia.
2) Dunia mempunyai cirri yaitu adanya proses-proses dan perubahan-perubahan.
3) Dunia itu tidak kekal
4) Dunia itu tidak lengkap dan tidak tetap
5) Dunia itu bersifat pluralistis
6) Dunia mempunyai akhir dalam prosesnya sendiri
Progresifisme mengemukakan bahwa, dengan mengerti apa yang dimaksud pengalaman,
seseorang akan mengerti apa yang dimaksud dengan realita. Manusia menjadi
semakin dekat dengan realita bila memiliki pengalaman,
Pandangan tentang nilai
Berdasarkan progresifisme terdapat dua syarat agar nilai itu ada. Yang pertama ada
bahasa dan yang kedua adanya masyarakat pergaulan, makna sesuatu dapat
dikomunikasikan dengan sesama. Agar nilai itu bermanfaat bagi masyarakat
pergaulan perlu ada kemampuan untuk menghasilkan sesuatu dari para partisipan
yang saling mengadakan hubungan. Jadi factor dorongan, kehendak, perasaan dan
tingkah laku berperan penting bagi adanya nilai. Dalam mengklasifikasikan nilai
kita mengenal nilai instrinsik dan nilai instrumental. Nilai instrinsik adalah nilai
yang melekat pada objeknya dan mempunyai arti bagi dirinya sendiri. Nilai
instrumental adalah nilai yang muncul setelah nilai yang instrinsik itu
dikomunikasikan dengan hal lain-lain di luar dirinya.
.Pandangan dalam pendidikan
a. Pengertian tentang belajar
Anak merupakan subjek proses belajar. Menurut progresifisme anak adalah wujud
dari alamiah dan mempunyai hubungan dengan wujud-wujud alamiah lainnya.
Keseluruhan tingkah laku anak terdapat dalam pengalamannya. Untuk dapat
mewujudkan manusia seperti itu, maka progresifisme memusatkan perhatian
pada pekerjaan mempertinggi kecerdasan.
1. pendidikan adalan bagian dari gerakan revormasi umum social-politik yang menandai
kehidupan Amerika. Progresivisme sebagai sebuah teori muncul sebagai bentuk reaksi
terhadap pendidikan tradisional yang menekankan metode-metode formal pengajaran,
belajar mental (kejiwaan), dan suasana klasik peradaban barat. Pada dasarnya teori ini
menekankan beberapa prinsip. Adapun prinsipnya yaitu:
1. Proses pendidikan berawal dan berakhir pada anak.
2. Subjek didik adalah aktif, bukan pasif.
3. Perfan guru hanya sebagai fasilitator, pembimbing, ataupengarah.
4. Sekolah adalah masyarakat kecil dari masyarakat besar.
5. Sekolah harus kooperatif dan demokratif
6. Aktivitas lebih focus pada pemecahan masalah, bukan untuk pengajaran materi
kajian.
a. Pendidikan
Menurut progresivisme proses pendidikan memiliki dua segi, yaitu psikologis dan
sosiologis. Dari segi psikologis, pendidik harus dapat mengetahui tenaga-tenaga atau
daya-daya yang ada pada anak didik yang akan di kembangkan. Psikologinya seperti
yang berpangaruh di Amerika, yaitu psikologi dari aliran Behaviorisme dan Pregmatisme.
Dari segi sosiologis, pendidik harus mengetahui kemana tenaga-tenaga itu harus
dibimbingnya.
Dewey mengatakan tenaga-tenaga itu harus diabdikan pada masyarakat atau kehidupan
social, jadi mempunyai tujuan social. Maka pendidikan adalah proses social dan sekolah
adalah suatu lembaga sosial. Tujuan umum pendidikan adalah masyarakat yang
demokratis. Isi pendidikannya lebih mengutamakan bidang-bidang studi seperti IPA,
Sejarah, Ketrampilan,serta hal-hal lain yang berguna atau dirasakan langsung oleh
masyarakat. Metode scientific lebih dipentingakan dari pada memorisasi. Praktek kerja di
laboratorium, bengkel, kebun, atau sawah merupakan bagian yang di anjurkan dalam
rangka terlaksananya ‘learning by doing’ (belajar sambil bekerja, terintegrasi dalam
unit).
.
b. Kurikulum
Kurikulum sebagai jantung pendidikan tidak saja dimaknai sebagai
seperangkat rangkaian mata pelajaran yang ditawarkan sebagai gaet dalam sebuah
program pendidikan disekolah, tetapi sesungguhnya kurikulum mengandung arti
lebih luas, oleh karenannya banyak pakar memaknai kurikulum dengan titik tekan
yang berbeda. Ambil contoh Hirtsdan petters menekankan pada aspek fungsional
yakni kurikulum diposisikan sebagai rambu-rambu yang menjadi acuan dalam
proses belajar mengajar. Sedangkan musgave menekankan pada ruang lingkup
pengalaman belajar yang meliputipengalaman di luar amupun di dalam
sekolah.pendapat musgave ini seirama dengan pendapat romine Stephen yang
mengatakan bahwa kurikulum menyakup segala materi pelajaran, aktivitas dan
pengalaman anak didik, dimana ia berada dalam control lembaga pendidikan, baik
yang terjadi di luar maupun yang di dalam kelas.
Dengan dua ragam penekanan arti kurikulum di atas dapat di pahami bahwa
karena kurikulum berfungsi sebagai rambu-rambu dalm proses pembelajaran,
kurikulum harus bersifat luwes sesusai dengan situasi dan kondisi. Untuk itu
kurikulum harus harus disusun berdasarkan realitas kehidupan dan pengalaman
sehari-hari peserta didik, di sesuaikan dengan minat peserta didik, bukan atas
dasar selera guru. Progresivisme sebagai salah satu aliran dalam filsafat
pendidikan ingin mengembangkan ‘child centered curriculum’, artinya
pendidikan diorientasikan pada pengembangan individu anak didik, memberikan
mereka kebebasan berkreasi, beraktivitas, dan berkembang sebagai pribadi
mandiri dengan jalan memberi penghayatan-penghayatan emosional, intelektual,
dan social yang seluas dan sekaya mungkin. Menurut William H. Kilpatrick,
kurikulum yang baik didasarkan pada tiga prinsip: pertama, peningkatan kualitas
hidup anak sebaik-baiknya menurut tingkat perkembangan. Kedua, menjadikan
kehidupan actual kea rah perkembangan dalam suatu kehidupan yang bulat dan
menyeluruh. Ketiga, mengembangkan aspek kreatifitas kehidupan yang
merupakan tolok ukur utama bagi keberhasilan sekolah, hingga anak didik
berkembang dalam kemampuannya yang actual, secara aktif memikirkan hal-hal
baru untuk dipraktikkan dalam bertindak secara bijaksana melalui pertimbangan
yang matang.
Dari bernagai pandangan tersebut di atas, dapat di simpulkan bahwa
sesungguhnya kkurikulum pendidikan progresivisme menekankan pada ‘how to
think’ dan ‘how to do’, bukan what to think dan what to do artinya lebih
menekankan dan mengutamakan metode daripada materi. Tujuannya adalah
memberikan individu kemampuan yang memungkinkannya uuntuk berinteraksi
denegan lingkungan sekitar yang selalu berubah. Dengan menekankan pada aspek
metodologi kurikulum yang disusun berlandaskan filosofis progresivisme, akan
dapt menyesuaikan situasi dan kondisi, luwes atau fleksibel dalam menghadapi
perubahan, serta familiar terhadap masa kini. Progresifisme memandang masa lalu
sebagai cermin untuk memahami masa kini dan masa kini sebagai landasan bagi
masa yang akan datang.
c. Pendidik
Guru menurut pandangan filsafat progresivisme adalah sebagai penasihat,
pembimbing, pengarah dan bukan sebagai orang pemegang otoritas penuh yang dapat
berbuat apa saja (otoriter) terhadap muridnya. Sebagai pembimbing karena guru
mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang banyak di bidang anak didik maka secara
otomatis semestinya ia akan menjadi penasihat ketika anak didik mengalami jalan buntu
dalam memecahkan persoalan yang dihadapi. Oleh karena itu peran utama pendidik
adalah membantu peserta didik atau murid bagaimana mereka harus belajar dengan diri
mereka sendiri, sehingga pesrta didik akan berkembang menjadi orang dewasa yang
mandiri dalam suatu lingkungannya yang berubah.
Menurut John Dewey, guru harus mengetahui ke arah mana anak akan berkembang,
karena anak hidup dalam lingkungan yang senantiasa terjadi proses interaksi dalam
sebuah situasi yang silih berganti dan sustainable (berkelanjutan). Prinsip keberlanjutan
dalam penerapannya berarti bahwa masa depan harus selalu diperhitungkan di setiap
tahapan dalam proses pendidikan. Guru harus mampu menciptakan suasana kondusif di
kelas dengan cara membangungun kesadaran bersama setiap individu di kelas tersebut
akan tujuan bersama sesuai dengan tanggungjawab masing-masing dalam konteks
pembelajaran di kelas, serta konsisten pada tujuan tersebut.
Dengan argumentasi di atas, sesungguhnya Dewey telah meletakkan amanat dan
tanggungjawab yang berat kepada guru. Karena alasan inilah ia tergelincir dalam
pernyataan hiperbolanya dengan menggunakan bahasa Injil-Sosial dengan mengatakan
bahwa “guru sebagai penjaga pintu kerajaan Allah yang sesungguhnya”. Teori
progresivisme ingin mengatakan bahwa tugas pendidik sebagai pembimbing aktivitas
anak didik dan berusaha memberikan kemungkinan lingkungan terbaik untuk belajar.
Sebagai Pembimbing ia tidak boleh menonjolkan diri, ia harus bersikap demokratis dan
memperhatikan hak-hak alamiah peserta didik secara keseluruhan. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan psikologis dengan keyakinan bahwa memberi motivasi
lebih penting dari pada hanya memberi informasi. Pendidik atau guru dan anak didik atau
murid bekerja sama dalam mengembangkan program belajar dan dalam aktualisasi
potensi anak didik dalam kepemimpinan dan kemampuan lain yang dikehendaki.
Dengan demikian dalam teori ini pendidik/guru harus jeli, telaten, konsisten (istiqamah),
luwes, dan cermat dalam mengamati apa yang menjadi kebutuhan anak didik, menguji
dan mengevaluasi kepampuan-kemampuannya dalam tataran praktis dan realistis. Hasil
evaluasi menjadi acuan untuk menentukan pola dan strategi pembelajaran ke depan.
Dengan kata lain guru harus mempunyai kreatifitas dalam mengelola peserta didik,
kreatifitas itu akan berkembang dan berfariasi sebanyak fariasi peserta didik yang ia
hadapi.
d. Pesrta Didik
Teori progresivisme menempatkan pesrta didik pada posisi sentral dalam melakukan
pembelajaran. karena murid mempunyai kecenderungan alamiah untuk belajar dan
menemukan sesuatu tentang dunia di sekitarnya dan juga memiliki kebutuhan-kebutuhan
tertentu yang harus terpenuhi dalam kehidupannya. Kecenderungan dan kebutuhan
tersebut akan memberikan kepada murid suatu minat yang jelas dalam mempelajari
berbagai persoalan.
Anak didik adalah makhluk yang mempunyai kelebihan dibanding dengan makhluk-
makhluk lain karena peserta didik mempunyai potensi kecerdasan yang merupakan salah
satu kelebihannya. Oleh karenanya setiap murid mempunyai potensi kemampuan sebagai
bekal untuk menghadapi dan memecahkan permasalahan-permasalahannya. Tugas guru
adalah meningkatkan kecerdasan potensial yang telah dimiliki sejak lahir oleh setiap
murid menjadi kecerdasan realitas dalam lapangan pendidikan untuk dapat merespon
segala perubahan yang terjadi di lingkungannya.
Secara institusional sekolah harus memelihara dan manjamin kebebasan berpikir dan
berkreasi kepada para murid, sehingga mereka memilki kemandirian dan aktualisasi diri,
namun pendidik tetap berkewajiban mengawasi dan mengontrol mereka guna meluruskan
kesalahan yang dihadapi murid khusunya dalam segi metodologi berpikir. Dengan
demikian prasyarat yang harus dilakukan oleh peserta didik adalah sikap aktif, dan
kreatif, bukan hanya menunggu seorang guru mengisi dan mentransfer ilmunya kepada
mereka. Murid tidak boleh ibarat “botol kosong” yang akan berisi ketika diisi oleh
penggunanya. Jika demikian yang terjadi maka proses belajar mengajar hanyalah
berwujud transfer of knowledge dari seorang guru kepada murid, dan ini tidak akan
mencerdasakan sehingga dapat dibilang tujuan pendidikan gagal.
2.Esensialisme
Filsafat Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai
kebudayaan yang telah ada sejak awak peradaban umat manusia. Esensialisme
memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan
dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai
tata yang jelas. Sebagai mana progresifisme, Esensialisme dikenal sebagai gerakan
pendidikan dan juga aliran filsafat pendidikan. Esensialisme berusaha mencari dan
mempertahankan hal-hal yang esensial yaitu sesuatu yang bersifat inti atau hakikat
fundamental,atau unsur mutlak yang a ekeberadaan sesuatu. Menurut
esensialisme,yang esensial tersebut harus diwariskan kepada generasi muda agar dapat
bertahan dari waktu ke waktu karena itu esensialisme tergolong tradisionalisme.
Pandangan tentang realita
Esensialisme berpendapat bahwa dunia dikuasai oleh tata yang tiada cela yang
mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula.
Pandangan tentang nilai
Esensialisme didukung oleh aliran realisme dan idealisme. Menurut realism kualitas
nilai tidak dapat ditentukan secara konseptual melainkan tergantung dari apa dan
bagaimana keadaannya apabila dihayati oleh subjek tertentu. Disamping itu
realisme mengemukakan teori determinisme etis tentang nilai yang menyatakan
bahwa semua yang ada di alam ini, termasuk manusia, mempunyai hubungan
hingga merupakan mata rantai sebab akibat. Menurut idealisme, nilai itu berakar
pada eksistensi.
Pandangan mengenai pengetahuan
Menurut pandangan realisme manusia adalah makhluk yang padanya berlaku hukum
mekanis-evolusionistis. Pandangan idealisme mengenai pengetahuan bertitik tolak
dari pengertian bahwa manusia adalah makhluk yang adanya(eksistensinya )
merupakan refleksi dari tuhan dan adanya hubungan antara dunia kecil dan dunia
besar.
Pandangan esensialisme dalam pendidikan
Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi
individu dengan menitik beratkan pada aku. Menurut idealisme, bila seorang itu
belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak
keluar untuk memahami dunia obyektif. Dari mikrokosmos menuju ke
makrokosmos. belajar dapat didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada
sendirinya sebagai substansi spiritual. Jiwa membina dan menciptakan diri
sendiri.
Pandangan essensialisme mengenai kurikulum
Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah
berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat. Kurikulum harus terhindar
dari adanya pemisahan bidang studi yang satu dengan pelajaran yang lainnya. Untuk
mewujudkan cita-cita yang demikian suatu system harus terdiri atas 4 komponen:
a. Universum yakni pengetahuan tentang latar belakang dari segala manifestasi hidup
manusia, misalnya: tata surya, kekuatan dan hokum alam
b. Sivilisasi yakni karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup bermasyarakat. Ilmu
dan teknologi masuk dalam komponen ini.
c. Kebudayaan yakni termasuk di dalamnya filsafat, kesenian, kesusatraandan agama
d. Kepribadian yakni komponen untuk membentuk pribadi yang nyata tanpa meninggalkan
atau mungkin bertentangan dengan ideal.
Menurut konsep realisme, kurikulum harus disusun berdasarkan harmoni alam. Kurikulum
dengan konsep ini menghendaki penyajian teori dan prinsip-prinsip mendahului
aplikasinya,dimana siswa harus mempelajari kebenaran yang pasti sebagai hasil
organisasi dan pensistematikaan secara rasional factual atas segala pengetahuan.
Tokoh-tokoh Esensialisme:
a. Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831)
Georg Wilhelm Friedrich HegelHegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu
pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual.
b.George Santayana
George Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu
sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal,
karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu.
3.Perenialisme
Istilah “Perennial” berarti “everlasting” atau abadi. Dengan demikian esensi atau
inti kepercayaan filsafat Perennialisme ialah nilai-nilai, norma-norma yang bersifat
kekal abadi, bahkan keabadian itu sendiri. Perennialisme mengambil analogi realita-
sosial-budaya manusia, seperti realita sepohon bunga. Pohon bunga ini akan berbunga
musim demi musim, datang dan pergi secara tetap sepangjang tahun dan masa.
Demikianlah pola perkembangan kebudayaan manusia, abad demi abad, era demi era,
bahkan untuk selama-lamanya akan tetap mengulangi apa yang pernah dialaminya.
Pandangan mengenai realita
Ontology perenialisme berisikan pengertian tentang benda individual, esensi, aksiden, dan
substansi.
- benda individual adalah benda yang sebagaimana nampak dihadapan manusia yang dapat
ditangkap oleh indera kita.
- esensi dari sesuatu adalah suatu kualitas tertentu yang menjadikan benda itu lebih instrinsik
daripada halnya.
- aksiden adalah keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan sifatnya kurang penting
dibandingkan dengan esensinya.
- substansi adalah suatu kesatuan dari tiap-tiap hal atau individu dari yang sifatnya khusus
sampai yang universal, yang material dan yang spiritual.
Pandangan mengenai nilai
Perenialisme,sesuai dengan pendukungnya idealime, berpendapat bahwa persoalan nilai
adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Menurut
perenialisme, perbuatan manusia merupakan pancaran isi jiwanya yang berasal dari dan
dipimpin oleh tuhan. Secara teologis manusia perlu mencapai kebaikan tertinggi yaitu
nilai yang merupakan suatu kesatuan dengan tuhan. Mengenai kebaikan, aristoteles
membedakannya menjadi 2 jenis, yaitu kebaikan moral dan kebaikan intelektual.
Kebaikan moral adalah kebaikan yang merupakan pembentukan kebiasaan yang
merupakan dasar dari kebaikan intelektual. Dengan demikian kebaikan intelektual
dibentuk oleh pendidikan dan pengajaran.perenialisme menyatakan bahwa dengan
keindahan yang memiliki nilai tertinggi dari estetik haruslah mengandung kebaikan
tertinggi dalam arti etik.
Pandangan tentang pendidikan
Perenialisme mendasarkan pandangan pendidikannya pada 3 tokoh:
a. Plato
Menurut plato, menganalisis pendidikan tidak terlepas dari pandangan politis dan doktrin
mengenai dunia ide. Pandangan politiknya bersifat artokratis dan pengertian mengenai
dunia ide menjadi tumpuan terbentuknya pengertian mengenai realita, pengetahuan, dan
nilai. Menurut plato tujuan pendidikan yang paling utama ialah melatih pemimpin-
pemimpin yang dapat mengakui dan melaksanakan tuntutan kebaikan dan ide-ide.
Program pendidikan disusun dan dilaksanakan dengan sengaja yang dimulai sejak anak
lahir sampai dewasa mencapai umur 50 tahun. Sampai umur 20tahun dipusatkan pada
mata pelajaran music, gimnastik, membaca, menulis , berhitung, dan latihan kemiliteran.
Peserta didik yang berusia 20-30 tahun dipusatkan pada ilmu pasti dengan pengetahuan
alam kodrat. Peserta didik yang berusia 30-35 tahun ditekankan pada filsafat. Peserta
didik berusia 35-50 tahun diarahkan dalam pengalaman-pengalaman praktis dalam
masyarakat. Tahapan terakhir yaitu pada pengalaman praktis, ketabahan yang bersifat
moral dan intelektual mendapat ujian yang serius.
b. Aristoteles
Pandangan aristoteles mengenai pendidikan, perkembangan budi merupakan titik pusat
perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat pencapainya. Aristoteles menganggap
penting juga pembentukan kebiasaan dan penanaman kesadaran menurut aturan moral
pada tingkat pendidikan usia muda. Menurut aristoteles,potensi guru harus lebih tinggi
daripada potensi siswa-siswanya. Tujuan pendidikan menurut aristoteles adalah untuk
mencapai kebahagiaan.
c. Thomas Aquinas
Thomas Aquinas berpendapat bahwa pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan
yang masih tidur menjadi aktif atau nyata. Hal-hal yang masih relevan dengan
perkembangan dewasa ini adalah pendapat yang dikemukakan oleh jaques martin yang
teorinya beraspirasikan ajaran T.aquinas . menurut J.maritain, norma fundamental
pendidikan :
- Cinta kebenaran
Manusia normal dengan perbuatan yang wajar akan cinta kebenaran. Manusia akan
mencari informasi dan senang hatinya apabila mendapat sesuatu yang benar. Cinta
kebenaran merupakan kecendrungan utama manusia.
- Cinta kebaikan dan keadilan
Dengan menerapkan cinta kebaikan dan keadilan , hidup manusia akan tentram, damai,
dan sejahtera. Seperti slogan “ keadaan sekarang harus lebih baik dari kemarin dan
keadaan esok harus lebih baik daripada sekarang “ .
- Kesederhanaan dan sifat terbuka terhadap eksistensi
Norma ini menuntut kita bersikap wajar. Kewajaran ialah manifestasi dari keberadaan
manusia. kita harus selalu mawas diri agar kita tidak mudah terjerumus. Segala
perbuatan haruslah terkendali.
- Cinta kerja sama
Semakin maju peradaban manusia berkat kemajuan ilmu dan teknologi, semakin terasa
perlu dan pentingnya kerja sama antar manusia dan antar warga bangsa. Semakin
terasa mutlaknya kerja sama tersebut demi tercapainya kesejahteraan umat manusia.
Pandangan mengenai belajar
Perenialisme mengenai pendidikan yang menekankan pada soal kepemimpinan, moral, dan
cara menuntun kemampuan laten dalam diri anak, maka untuk mencapai hal tersebut
diperlukan latihan dan disiplin mental. Belajar menurut perenialisme tiada lain adalah
adanya latihan-latihan dan disiplin mental. Belajar dapat dibedakan menjadi dua yaitu
belajar dengan pemberitahuan(pengajaran) dan belajar dengan penemuan. Belajar melalui
pengajaran berarti guru memberi sejumlah pengetahuan diikuti penjelasan sehingga
mudah dicerna.
Pandangan tentang kurikulum
Berkenaan dengan kurikulum, perenialisme bercita-cita menanamkan daya intelektual anak
mencapai puncak kebenaran yang universal. Perenialisme berpandangan bahwa tugas
utama pendidikan adalah mempersiapkan peserta didik ke arah kemasakan yaitu masak
dalam arti hidup kekalnya. Jenjang atau tingkatan pendidikan. Pelajaran di sekolah dasar
(SD) meliputi pelajaran membaca,menulis, dan berhitung. Setelah tamat SD, anak-anak
dapat melanjutkan ke sekolah menengah dengan kurikulum yang pada dasarnya sama
dengan di SD . di dalam pendidikan selanjutnya adalah pendidikan tinggi, pada tahun-
tahun pertama, kelompok pengetahuan yang diberikan merupakan pendidikan umum.
Pandangan mengenai pengetahuan
Kepercayaan adalah pangkal tolak perenialisme mengenai kenyataan dan pengetahuan.
Artinya sesuatu itu ada (nyata) apabila ada kesesuaian antara piker(kepercayaan) dengan
benda-benda. Sedangkan benda adalah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip
keabadian. Mengenai pengertian yang berisi prinsip-prinsip di atas, aristoteles merinci :
- Prinsip identitas,yaitu identitas sesuatu.
- Prinsip kontradiksionis, yaitu hukum kontradiksi(berlawanan). Suatu pernyataan pasti
tidak mengandung kebenaran dan kesalahan. Suatu pernyataan pasti hanya
mengandung satu kenyataan yakni benar atau tidak benar(salah) jadi, tidak ada
kontradiksi.
- Prinsip eksekusi tertii. Prinsip ini menyatakan bahwa tidak ada kemungkinan ketiga.
Apabila pernyataan atau kebenaran pertama salah, pasti pernyataan kedua benar dan
sebaliknya apabila pernyataan pertama benar pasti pernyataan yang menyusulnya
tidak benar.
- Prinsip rasionis sufisientis. Prinsip ini menjelaskan bahwa apabila sesuatu barang
dapat diketahui asal-muasalnya pasti dapat dicari pula tujuan dan akibatnya.
Berkenaan dengan ke-4 prinsip di atas aristoteles mengatakan bahwa untuk membimbing
anak sampai pada prinsip atau pemikiran yang esensial diperukan cara-cara yang
tepat. Cara yang paling tepat adalah melatih penalaran. Dengan penalarannya
seseorang akan terhindar dari pengertian-pengertian yang tidak benar. Aristoteles
mengemukakan tentang logika. Logika mengandung dua unsur pokok yaitu jalan
pikiran dan bukti. Jalan pikiran menentukan adanya hubungan logis antara premis
mayor dan premis minor serta kesimpulan yang disebut silogisme.
Silogisme adalah cara berfikir deduktif, yaitu suatu pemikiran yang berangkat dari suatu
kerangka umum (besar) kemudian dirinci menjadi bagian-bagian kecil (khusus) yang
bersifat khas terbatas.
4.Konstruktivisme
Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti
bersifat membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme dalam kamus
Bahasa Inonesia berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan aliran filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi
kita sendir i (von Glaserfeld
dalam Pannen dkk, 2001: 3). Tran Vui juga mengatakan bahwa teori konstruktivisme
adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar
atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau
kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain. Sedangkan menurut
Martin. Et. Al (dalam Gerson Ratumanan, 2002) mengemukakan bahwa
konstruktivisme menekankan pentingnya setiap siswa aktif mengkonstruksikan
pengetahuan melalui hubungan saling mempengaruhi dari belajar sebelumnya dengan
belajar baru. Konstruktivisme merupakan paradigma alternatif yang muncul sebagai
dampak dari revolusi ilmiah yang teradi dalam beberapa dasawarsa terakhir (Kuhn
dalam Pannen dkk. 2000: 1). Konstruktivisme adalah salah satu aliran filsafat
pengetahuan yang berpendapat bahwa pengetahuan itu merupakan konstruksi
(bentukan) dari orang yang sedang belajar. Pengetahuan bukanlah kumpulan fakta-
fakta tetapi merupakan konstruksi kognitif seseorang terhadap obyek, pengalaman,
maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah “sesuatu yang sudah ada di sana” dan
kita tinggal mengambilnya, tetapi merupakan suatu bentukan terus menerus dari orang
yang belajar dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya pemahaman
yang baru (Piaget, 1971).
Pandangan perenialisme tentang realita
Pandangan perenialisme tentang kenyataan berisikan 4 pengertian benda,yaitu benda
individual,esensi,dan substansi. Dalam garis perjalanan suatu benda dikenal adanya 4
kausa yaitu kausa materialis,kausa formalis, kausa efisien dan kausa finalis.
Pandangan nilai
Perenialisme sependapat dengan induknya yakni idealisme yang menyatakan bahwa,
persoalan nilai adalah persoalan spiritual. Hakikat manusia adalah pada jiwanya. Secara
teotologis, manusia perlu mencapai kebaikan tertinggi,yaitu nilai yang merupakan suatu
kesatuan dengan tuhan.
Pandangan belajar
Menurut perenialisme, belajar adalah latihan dan disiplin mental. Oleh karena itu, semua
usaha baik teori maupun praktik pendidikan harus diarahkan pada kepemimpinan, moral,
dan usaha untuk mewujudkan potensi menjadi nyata melalui latihan dan disiplin mental.
Pandangan kurikulum
Perenialisme menegaskan bahwa kurikulum yang baik adalah kurikulumyang dapat
membawa anak didik ke arah kemasakan yaitu masak dalam arti hidup akalnya.
Kurikulum SLTP (12-16)tahun menekankan pada pelajaran bahasa asing kuno dan
modem. Di SMA (16-20) perlu ada dua kelompok pelajaran. Di perguruan tinggi,pada
tahun pertama sama dengan mata pelajaran di SMAdan pada tingkat berikutnya perlu
pelajaran yang bersifat teologis-filosofis.
Pandangan pengetahuan
Perenialisme menyatakan bahwa untuk sampai pada pengetahuan yang benar mengenai
sesuatu perlu hadirnya pikiran atau kepercayaan. Kebenaran tertuju pada hakikat atau
esensi sesuatu. Pekerjaan akal adalah mengadakan tinjauan agar prinsip-prinsip atau
pengertian-pengertian itu mempunyai bukti diri.
.Pandangan konstruktivisme dalam pendidikan
Pandangan konstruktivis dalam pembelajaran mengatakan bahwa anak-anak diberi
kesempatan agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajar secara sadar,
sedangkan guru yang membimbing siswa ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi.
Kaum konstruktivis berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk dalam diri individu atas
dasar struktur kognitif yang telah dimilikinya, hal ini berimplikasi pada proses belajar
yang menekankan aktivitas personal peserta didik. Agar proses belajar dapat berjalan
lancar maka pendidik dituntut untuk mengenali secara cermat tingkat perkembangan
kognitif peserta didik. Atas dasar pemahamannya pendidik merancang pengalaman
belajar yang dapat merangsang struktur kognitif anak untuk berpikir, berinteraksi
membentuk pengetahuan yang baru. Pengalaman yang disajikan tidak boleh terlalu
jauh dari pengetahuan peserta didik tetapi juga jangan sama seperti yang telah
dimilikinya. Pengalaman sedapat mungkin berada di ambang batas antara pengetahuan
yang sudah diketahui dan pengetahuan yang belum diketahui sebagai zone of proximal
development of knowledge.
Bagi aliran konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai pemberi
ilmu. Tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih diposisikan
sebagai fasiltator yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri. Aliran ini lebih menekankan bagaimana siswa belajar bukan
bagaimana guru mengajar
DAFTAR PUSTAKA
Wahyudin,H.Dinn dkk. 2003. Pengantar pendidikan. Jakarta: Universitas Mataram.
Oleh :
Konsep sistem (system concept) meliputi 4 hal, yaitu: Memahami mengenai definis
sistem, jenis-jenis sistem, ciri-ciri sistem dan model sistem. Pemahaman konsep sistem
merupakan dasar dalam mengkaji sesuatu objek secara menyeluruh dan terpadu, baik
berkaitan dengan proses maupun kelengkapan bagian-bagian dari objek itu sendiri.
Untuk itu sebelum memahami pemanfaatan sistem dalam mengkaji sesuatu objek perlu
dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan sistem itu sendiri.
Pendidkan adalah keseluruhan yang terpadu dari sejumlah komponen yang saling
berinteraksi dan melaksanakan fungsi-fungsi tertentu dalam rangka membantu anak
didik agar menjadi manusia terdidik sesuai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam rangka yang lebih besar, hasil proses pendidikan dapat berupa lulusan dari
lembaga pendidikan (sekolah) tertentu.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1979)
menjelaskan pula bahwa, “Pendidikan merupakan suatu sistem yang mempunyai unsur-
unsur tujuan/sasaran pendidikan, peserta didik, pengelola pendidikan, struktur/jenjang.
Kurikulum dan peralatan/fasilitas. P.H. Combs (1982) mengemukakan dua belas
komponen pendidikan seperti berikut:
a. Tujuan dan Prioritas
Fungsinya mengarahkan kegiatan sistem. Hal ini merupakan informasi tentang
apa yang hendak dicapai oleh sistem pendidikan dan urutan pelaksanaannya.
b. Peserta Didik
Fungsinya ialah belajar. Diharapkan peserta didik mengalami proses perubahan
tingkah laku sesuai dengan tujuan umum pendidikan.
c. Manajemen atau Pengelolaan
Fungsinya mengkoordinasikan, mengarahkan, dan menilai sistem pendidikan.
Komponen ini bersumber pada sistem nilai dan cita-cita yang merupakan informasi
tentang pola kepemimpinan dalam pengelolaan sistem pendidikan.
d. Struktur dan Jadwal Waktu
Fungsinya mengatur pembagian waktu dan kegiatan.
e. Isi dan Bahan Pengajaran
Fungsinya untuk menggambarkan luas dan dalamnya bahan pelajaran yang harus
dikuasai peserta didik.
f. Guru dan Pelaksana
Fungsinya menyediakan bahan pelajaran dan menyelenggarakan proses belajar
untuk peserta didik.
g. Alat Bantu Belajar
Fungsinya untuk memungkinkan terjadinya proses pendidikan yang lebih menarik
dan lebih bervariasi.
h. Fasilitas
Fungsinya untuk tempat terselenggaranya proses pendidikan.
i. Teknologi
Fungsinya memperlancar dan meningkatkan hasil guna proses pendidikan. Yang
dimaksud dengan teknologi ialah semua teknik yang digunakan sehingga sistem
pendidikan berjalan dengan efisien dan efektif.
j. Pengawasan Mutu
Fungsinya membina peraturan-peraturan dan standar pendidikan.
k. Penelitian
Fungsinya untuk memperbaiki dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan
penampilan sistem pendidikan.
l. Biaya
Fungsinya melancarkan proses pendidikan dan menjadi petunjuk tentang tingkat
efesiensi sistem pendidikan.
Pendidikan luar sekolah sifatnya tidak formal dalam arti tidak ada keseragaman pola
yang bersifat nasional. Modelnya sangat beragam. Dalam hubungan ini pendidikan
keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakn
dalam keluarga yang fungsi utamanya menanamkan keyakinan agama, nilai budaya
dan moral serta ketrampilan praktis.
2. Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan
berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahas
pengajaran (UU RI No. 2 Tahun 1989 Bab I, Pasal 1 ayat 5).
Jalur pendidikan sekolah dilaksanakan secara berjenjang yang terdiri atas jenjang
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sebagai persiapan untuk
memasuki pendidikan dasar diselenggarakan kelompok belajar yang disebut pendidikan
prasekolah (UU RI No. 2 Tahun 1989 Bab V, Pasal 2). Pendidikan prasekolah belum
termasuk jenjang pendidikan formal, tetapi baru merupakan kelompok sepermainan yang
menjembatani anak antara kehidupannya dalam keluarga dengan sekolah.
Untuk dapat mencapai tujuan tersebut lembaga pendidikan tinggi melaksanakan misi
“Tridharma” pendidikan tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat dalam ruang lingkup tanah air Indonesia sebagai kesatuan
wilayah pendidikan nasional.
Pendidikan tinggi juga berfungsi sebagai jembatan antara pengembangan bangsa dan
kebudayaan nasional dengan perkembangan internasional. Untuk itu dengan tujuan
kepentingan nasional, pendidikan tinggi secara terbuka dan selektif mengikuti
perkembangan kebudayaan yang terjadi di luat Indonesia untuk di ambil manfaatnya
bagi pengembangan bangsa dan kebudayaan nasional. Untuk dapat mencapai tujuan
dan kebebasan akademik, melaksanakan misinya, pada lembaga pendidikan tinggi
berlaku kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan dan otonomi dalam
pengelolaan lembaganya.
Universitas ialah perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang
menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam disiplin ilmu.
Output pendidikan tinggi diharapkan dapat mengisi kebutuhan yang beraneka ragam
dalam masyarakat. Dari segi peserta didik kenyataan menunjukan bahwa minat dan
bakat mereka beraneka ragam. Berdasarkan faktor – faktor tersebut, maka perguruan
tinggi di susun dalam multi strata. Suatu perguruan tinggi dapat menyelenggarakan
satu strata atau lebih. Strata di maksud terdiri dari S0 (non strata)atau program
diploma, lama belajarnya 2 tahun(D2) atau 3 tahun (D3), juga disebut program
nongelar. S1 (program strata satu), lama belajarnya empat tahun, dengan gelar
sarjana, S2 (progrsm strata dua) atau program pascasarjana, lama belajarnya dua
tahun sesudah S1, dengan gelar magister, S3 (program strata tiga atau program
doktor), lama belalarnya tiga tahun sesudah S2, dengan gelar doktor.
Program diploma atau program nongelar memberi tekanan pada aspek praktis
profesional sedangkan program gelar memberi tekanan pada aspek akademik ataupun
aspek akademik profesional.
B. Satuan Pendidikan
Pendidikan di Indonesia terbagi ke dalam tiga jalur utama, yaitu formal, nonformal, dan
informal. Pendidikan juga dibagi ke dalam empat jenjang, yaitu anak usia dini, dasar,
menengah, dan tinggi.
Kelembagaan Pendidikan
Fungsi pendidikan luar sekolah, antara lain memberikan beberapa kemampuan, yaitu
kemempuan dan keahlian untuk pengembangan karier, kemampuan teknis akademis,
pengembangan kemampuan sosial budaya.
Berdasarkan Undang – undang Dasar 1945 (pasal 4 ayat 1) dan Pancasila, penanggung jawab
pendidikan nasional adalah Presiden,dan dalam pengelolaannya sudah diatur tiap-tiap tingkatan
pendidikan .
Dalam hal tertentu, pengelolaan pendidikan khusus teknis, pendidikan khusus kedinasan dan
pendidikan khusus keagamaan, diserahkan oleh Presiden kepada Menteri/Departemen atau
Badan lain sebagai pembantu – pembantu Presiden di dalam menyelenggarakan jenis pendidikan
yang berciri khusus.
Pendidikan kemasyarakatan di kelola oleh salah satu badan pemerintah supaya pendidikan
kemasyarakatan dikelola oleh salah satu badan pemerintah non – departemen yang merupakan
badan koordinasi pendidikan kemasyarakatan dengan lingkup kewenangan dan tanggung jawab
sendiri serta memperoleh anggaran tersendiri pula.
a. Dewan Pendidikan
(1) asas semesta, menyeluruh dan terpadu, atas tanggung jawab bersama antara keluarga,
masyarakat dan pemerintah ;
Dalam pelaksanaannya perlu adanya koordinasi dan kerjasama antara pengelola dan
penyelenggara pendidikan naisonal, serta partisipasi masyarakat secara sadar dan
mkerata. Lembaga yang menampung pelaksanaan fungsi – fungsi tersebut adalah Dewan
Pendidikan Nasional.
3. Pengelolaan pendidikan
Pengelolaan satuan pendidikan jalur pendidikan sekolah yang diselenggarakan oleh
masyarakat yang lazim disebut perguruan swasta, dilakkukan oleh suatu badan yang bersifat
sosial. Sedangkan pengelolaan pendikikan jalur pendidikan luar sekolah dapat pula dilakukan
oleh perorangan
4. Pendidikan Umum
Sekolah Dasar
Pengelolaan SD meliputi :
d. kurikulum,
c. kurikulum,
Pendidikan tinggi
Kegiatan Pendidikan
Dari konsep ini dapat disimpulkan bahawa pembangunan adalah suatu usaha yang memiliki
kejelasan tujuan, dilakukan secara terencana serta memiliki dasar ideologi tertentu.
Pembangunan memiliki banyak arti yang ditafsirkan sesuai dengan kebutuhan dari politik,
sosial dan ekonomi yang berbeda pula. Pembangunan juga dapat dibayang-bayangi oleh
pengaruh politik dan ideologi. Atas dasar ini maka konsep pembangunan sering disamakan arti
dan kegunaannya dengan istilah perubahan sosial, pertumbuhan, evolusi, kemajuan,
peningkatan serta moderenisasi.
Sementara terdapat pula ahli yang berpendapat lain bahwa pembangunan sesungguhnya
terbebas dari pengaruh politik dan ideologi, sepertu yang dinyatakan oleh Fletcher(1976),
pembangunan adalah suatu yang alami bagaimana manusia, masyarakat dan negara untuk
mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Hal ini dapat diibaratkan sebagai sebuah biji-
bijian atau sel tanaman yang akan berkembang menjadi dewasa. Jadi pembangunan adalah
proses alami dari manusia untuk mengembangkan dirinya. Manusia melalui usaha yang
dikembangkan dari kepentingan perorangan menuju pada proses kelompok, adalah upaya untuk
mencapai suatu perkembangan relatif menuju pada keadaan yang paling maksimum untuk diri
dan kelompoknya. Kenyataan yang dapat ditarik dari teori inilah bahwa setiap bangsa memiliki
kadar dalam kemajuannya sebagai hasil dari proses pembangunan dengan intensitas yang
berbeda pula.
Perkembangan dari pemikiran konsepsional mengenai pembangunan ini dapat diterapkan pada
program terencana dari seorang atau suatu kelompok. Dalam pengertian ini seseorang atau
kelompok orang memiliki potensi yang ada di dalam dirinya untuk mengembangkan dirinya
dilihat dari segi biologis, psikologis, dan sosial. Penilaian dari kekuatan potensi yang ada pada
diri seseorang ditunjukkan dengan kemampuan untu menunjukkan jati dirinya yang lebih di
kenal dengan aktualisasi diri. Dengan cara ini bagaimana seseorang atau suatu kelompok
menunjukkan keunggiulan yang ada pada dirinya dan dapat diartikan sebagai pembangunan.
Bila dianalisi secara filosofis prmbangunan terjadi dalam ruang yang berinteraksi penuh
dengan faktor budaya, sosial dan historis yang bersamaan dalam suatu kelompok atau
masyarakat. Sehubungan dengan ini maka teori yang dapat menjelaskan tentang pembangunan
tidak dapat dilihat dalam satu pandangan, akan tetapi selalu menyertakan latar belakang dari
seseorang atau kelompok yang tadi. Pada hal lain untuk memberikan analisis pada suatu proses
pembangunan bukan sesuatu yang sederhana. Pada umumnya sangat mudah memberikan
penilaian pada pembangunan yang berjalan pada jangka pendek yang terjadi pada hari ke hari.
Akan tetapi menjadi sulit untuk memberikan interpretasi pada pembangunan dalam jangka
panjang dengan pengaruh dari sana sini yang demikian luas dan kompleks.
Pembangunan adalah usaha memiliki tujuan, dilakukan secara berencana serta didasarkan pada
ideologi/filsafat tertentu. Seperti halnya yang dilakukan selama 50 tahun dalam pembangunan
di Indonesia, indikator pembangunan teoritis ini muncul dengan keragamannya. Untuk
memberikan pengalaman belajar.
Selanjutnya perubahan sosial memiliki dua kecenderungan. Pertama, perubahan dapat dilihat
sebagai fenomena yang terlepas dari perogram pembangunan. Kedua, perubahan sosial
merupakan bagian dari pembangunan, yaitu upaya yang direncanakan oleh seseorang atau
sekelompok agen perubahan untuk mengatasi perubahan tertentu melalui target sasaran dengan
menggunakan media dengan strategi tertentu. Dari gambaran ini pembangunan merupakan
kerangka umum, sedangkan perubahan sosia merupakan bagian dari perubahan sosial.
B. PROSES PERUBAHAN SOSIAL
Pengertian Perubahan Sosial
Pengertian tentang perubahan sosial mudah dijumpai. Hal ini disebabkan oleh luasnya cakupan
pembahasan perubahan sosial. Perubahan sosial mencakup ilmu sosial politik, budaya, ekonomi,
bahkan pada persoalan tehnik sipil, industri, dan informasi. Perubahan sosial dapat terjadi disegala
bidang, dan pendorong perubahan sosial dapat disebabkan oleh segala bidang utamanya bidang ilmu
yang disebutkan di atas. Meskipun perubahan sosial terjadi disegala bidang seperti yang disebutkan
tadi, perubahan sosial memiliki satu arti yang sama, yaitu pergeseran sesuatu menuju yang baru.
Namun menjadi arti yang berbeda ketika didefinisikan berdasarkan bidang/spesifikasi ilmu. Berikut
definisi perubahan sosial menurut beberapa ahli.
William F. Ogburn mengemukakan bahwa ruang lingkup perubahan- perubahan sosial mencakup
unsur- unsur kebudayaan yang materiil maupun immateriil dengan menekankan bahwa pengaruh
yang besar dari unsur-unsur immaterial.
Kinglesy Davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan yang terjadi dalam fungsi dan
struktur masyarakat. Perubahan- perubahan sosial dikatakannya sebagai perubahan dalam hubungan
sosial (sosial relationship) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan
sosial tersebut.
Gillin dan Gillin mengatakan bahwa perubahan – perubahan sosial untuk suatu variasi cara hidup
yang lebih diterima yang disebabkan baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan materiil,
kempetisi penduduk, ideologi, maupun karena adanya difusi atau perubahan- perubahan baru dalam
masyarakat tersebut.
Sole Soemardjan mengatakan perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi pada lembaga
kemasyarakatan di dalam sutau masyarakat yang mempengaruhi sitem sosial, termasuk di dalamnya
nilai-nilai, sikap- sikap dan pola perilaku diantara kelompok dalam masyarakat.
Prof. Dr. M. Tahir Kasnawi mengartikan perubahan sosial merupakan suatu proses perubahan,
modifikasi, atau penyesuaian-penyesuaian yang terjadi dalam pola hidup masyarakat, yang
mencakup nilai-nilai budaya, pola perilaku kelompok masyarakat, hubungan-hubungan sosial
ekonomi, serta kelembagaan-kelembagaan masyarakat, baik dalam aspek kehidupan material
maupun nonmateri.
Definisi perubahan sosial yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas memiliki kesimpulan yang
sama bahwa perubahan sosial terjadi adanya pergeseran orientasi manusia dari yang lama menuju
sesuatu yang baru dan disebabkan oleh pola pikir manusia yang dipengaruhi lingkungan yang ada.
Perubahan tersebut berada pada dua bidang terdiri dari perubahan materiil dan immaterial.
Perubahan materiil yaitu perubahan fisik yang dilakukan dan dialami oleh manusia misalnya dalam
hal teknologi telah merubah pola interaksi manusia dari tatap muka menjadi perantara. Perubahan
immaterial yang oleh Soetomo disebut perubahan idealistik, yaitu perubahan keyakinan dan prinsip
hidup manusia, misalnya berkaitan dengan HAM.
Pada dasarnya ke empat pendekatan yang dijelaskan di atas adalah satu kesatuan yang memiliki
perbedaan pendefinisian atas perubahan sosial. Dikatan demikian, karena munculnya pendekatan-
pendekatan yang dijelaskan tadi atas dasar perbaikan dan kritikan pendekatan sebelumnya (proses ini
sering disebut proses dialektika). Setiap pendekatan pasti memiliki kelebihan dan kekurangan (ini hal
yang alami dan tidak terbantahkan dalam realitas sosial). Berikut digambarkan bagan hubungan
pendekatan dalam teori perubahan sosial.
Pendekatan
Klasik
Pendekatan Pendekatan
Equilibrium Modernisasi
Pendekatan
Pendekatan equiliberium dan pendekatan modernisasi memiliki arti yang sama dan saling
Teori Konflik
melengkapi dan terinsipirasi dari pendekatan teori klasik. Sedangkan Pendekatan teori konflik
muncul mengritisi kekurangan dan kelemahan pendekatan equiliberium dan modernisasi. Perspektif
pendekatan teori konflik, perubahan sosial pendekatan ekuiliberium dan modernisasi adalah
perubahan yang diatur oleh struktur sosial yang berkuasa dan bermodal, oleh karena itu peluang
terjadi eksploitasi terhadap masyarakat yang tidak memiliki modal sangat memungkinkan. Tolak
ukur pendekatan konflik adalah perubahan sosial harus mengangkat hak- hak masyarakat bukan
penguasa maupun pengusaha. Demikian hubungan antar pendekatan dan teori perubahan sosial.
Perubahan sosial evolusi biasanya terjadi pada masyarakat tradisional, yaitu masyarakat yang
memiliki struktur sosial tertutup (tidak memiliki akses informasi dari lingkungan eksternal). Dan
biasanya persoalan yang terkait dengan immaterial tidak dapat dilakukan perubahan. Contoh,
masyarakat di bali yang memiliki strata sosial ksatria, brahmana, waisyak, dan sudra. Masyarakat
digolongkan pada kelas tertentu atas dasar keturunan bukan keterampilan seperti di masyarakat
modern (open society). Oleh karena itu masyarakat sulit merubah status sosial yang dimiliki.
Teori perubahan sosial evolusi seperti yang dijelaskan di atas menenuai banyak kritikan dan
pertanyaan. Misalnya Soerjono Soekanto dalam buku pengantar sosiologi (buku rujukan sosiologi
sekolah dasar hingga perguruan tinggi) mempertanyakan seperti berikut ini “apakah suatu
masyarakat berkembang melalui tahap- tahap tertentu. Lagipula adalah sangat sukar untuk
memastikan bahwa tahap yang telah dicapai dewasa ini, merupakan tahap terakhir dan sebaliknya
telah berkembang secara pasti, apakah pasti menuju ke bentuk kehidupan sosial yang lebih sempurna
apabila dibandingkan dengan keadaan dewasa ini, atau bahkan sebaliknya?”. Atas pertanyaannya itu
Soerjono Soekanto mengatakan “para sosilog telah banyak meninggalkan teori-teori evolusi tentang
masyarakat.
Secara sederhana arti perubahan sosial revolusi adalah perubahan yang terjadi dengan cara cepat
mengenai dasar-dasar atau sendi-sendi pokok daripada kehidupan manusia (Soerjono Soekanto,
1982, 317). Di dalam revolusi, perubahan sosial dapat terjadi dengan terencana dan tidak terencana
(spontan). Dan perubahan revolusi yang terencana membutuhkan waktu yang agak lama namun
secara psikologis dirasakan cepat, seperti misalnya revolusi industri yang dimulai di Inggris, dimana
terjadi perubahan – perubahan dari tahap produksi tanpa mesin menuju ke tahap produksi dengan
menggunakan mesin. Perubahan tersebut dianggap cepat, karena merubah sendi-sendi pokok
daripada kehidupan masyarakat, seperti misalnya sistem kekeluargaan , hubungan antara buruh
dengan majikan dan seterusnya (contoh dikutip dari Soerjono Soekanto).
Revolusi yang tidak terencana (direncanakan dalam waktu yang singkat), yaitu perubahan sosial
yang terjadi pada struktur politik dan pemerintahan yang disebabkan oleh adanya gerakan sosial
melawan ketidakadilan Negara dalam distribusi kekuasaan, kewenangan, dan distribusi ekonomi
kepada masyarakat umum, seperti misalnya gerakan reformasi 1998 di Indonesia, gerakan sosial
2011 di Tunisia dan Mesir. Perubahan struktur politik dan pemerintahan di ketiga negara tersebut
terjadi dalam waktu yang sangat cepat (hitungan bulan). Untuk menuju revolusi yang demikian
dibutuhkan hal- hal berikut ini, memiliki pimpinan revolusi (gerakan sosial), memiliki kesadaran
bersama, memiliki kondisi yang sama, memiliki solidaritas sosial yang tinggi, momentum yang
tepat, dan memiliki kekuatan finansial dan fisik.
Secara teoritis perubahan sosial revolusi terjadi pada masyarakat terbuka (open society), yaitu
masyarakat yang sadar akan informasi dan teknologi. Kekuatan revolusi di Mesir dan Tunisia
digalang melalui teknologi internet program Twiter dan Facebook. Ini menjadi buktinyata pengaruh
teknoligi terhadap perubahan sosial revolusi.
Perubahan sosial terencana merupakan perubahan yang diatur oleh aktor-aktor tertentu dalam
mewujudkan tujuan yang sama. Aktor-aktor tersebut menyusun strategi, ide, dan program dengan
sistimatis bahkan dijadikan sebagai acuan normatif seperti misalnya Negara melalui birokrasi untuk
mewujudkan tujuan kesejahteraan masyarakat (merubah Negara miskin menjadi Negara
berkembang, Negara berkembang menjadi Negara maju) direncanakan dan ditetapkan program-
program bersama jadwal untuk mewujudkan tujuan tersebut.
Perubahan sosial tidak terencana adalah perubahan sikap dan perilaku manusia disebakan oleh
lingkungan dan kondisi yang ada seperti misalnya perubahan perilaku komunikasi manusia, sebelum
memasuki abad teknologi manusia tidak pernah membayangkan diabad sekarang ini (abad modern)
manusia tidak lagi hanya komunikasi tatap muka namun bisa dilakukan dengan cara jarak jauh
melalui Handpon (HP), Internet (Email, Twiter, Feecbook, dll).
Perubahan sosial pengaruhnya kecil adalah perubahan yang dampaknya tidak langsung pada
perubahan struktur sosial politik dan pemerintahan. Pengaruhnya hanya pada wilayah perilaku
manusia secara individu misalnya seperti mode/tren pakaian.
Perubahan sosial yang dirasakan oleh orang banyak (institusi sosial) seperti misalnya perubahan dari
agraris menuju industri. Perubahan tersebut membawa dampak pada perubahan struktur sosial yang
ada. Dari struktur sosial yang orientasi agraris menjadi industri. Contoh lain, perubahan struktur
politik pemerintahan otoriter menuju politik pemerintahan demokratis mebawa dampak besar bagi
perubahan sikpa dan budaya politik masyarakat.
Selain tipe-tipe perubahan sosial yang didiskusikan di atas masih ada beberapa tipe perubahan sosial
yang ditinjau dari perspektif struktur sosial sebagaimana yang didiskusikan oleh Drs. Wawan
Ruswanto, M.Si dalam buku modul/bahan ajar (reviuwer Juli Astutik, belum dipublikasikan dalam
bentuk buku). Berdasarkan teori-teori perubahan sosial strukturasi Ruswanto menguraikan tipe
perubahan sosial berdasarkan perspektif struktur sosial sebagai berikut.
1. Perubahan dalam personel (changes in personnel), yang berhubungan dengan perubahan peran
dan individu-individu baru dalam sejarah kehidupan manusia yang berkaitan dengan keberadaan
struktur.
2. Perubahan dalam cara bagian-bagian dari struktur berhubungan (changes in the way parts of
structures relate). Perubahan pada tipe ini menyangkut hubungan-hubungan peran (role
relationships).
3. Perubahan dalam fungsi-fungsi struktur (changes in the functions of structures). Perubahan
dalam tipe ini berkaitan dengan apa yang dilakukan masyarakat dan bagaimana masyarakat
tersebut melakukannya.
4. Perubahan dalam hubungan antara struktur yang berbeda (changes in the relationships between
different structures).
5. Kemunculan struktur baru (the emergence of new structures). Perubahan yang terjadi merupakan
peristiwa munculnya struktur baru untuk menggantikan struktur sebelumnya.
Tipe perubahan sosial yang dijelas Ruswanto di atas menggunakan pendekatan struktural fungsional
Talcott Parson yang terfokus pada analisa peran struktur. Meskipun banyak kritikan namun
pendekatan tersebut memberikan kontribusi banyak dalam memahami realitas sosial tentang
perubahan sosial. Sedikit banyak yang disampaikan oleh Ruswanto di atas adalah fenomena riil yang
terjadi pada kehidupan masyarakat.
Soetonomo (2009, 83) menjelaskan ada lima faktor yang mendorong perubahan sosial diantaranya:
sebagai upaya pemecahan masalah sosial, percepatan perubahan, proses reintegrasi, memotong
lingkaran kemiskinan, transformasi struktur dan antisipasi dampak. Faktor perubahan sosial tersebut
oleh Soetonomo diistilahkan sebagai perubahan sosial terencana menuju kondisi sosial yang lebih
baik.
Ada beberapa alasan atau faktor kenapa perubahan sosial cenderung lambat dan bahkan jalan
ditempat. Berikut diuraikan penghambat perubahan sosial.
Individu atau masyarakat yang tidak memiliki atau tidak mau memiliki akses untuk berhubungan
dengan masyarakat lain. Dadot (2011) “bahwa masyarakat tersebut tidak dapat mengetahui
perkembangan-perkembangan apa yang terjadi pada masyarakat lain di luarnya. Jika hal tersebut
tetap berlangsung, atau bahkan tidak sepanjang masa maka akan menyebabkan kemunduran bagi
masyarakat yang bersangkutan, sebab mereka tidak memperoleh masukan-masukan misalnya saja
pengalaman dari kebudayaan lain, yang dapat memperkaya bagi kebudayaan yang bersangkutan.
Oleh karena itu, faktor ketertutupan atau kurangnya hubungan dengan masyarakat atau kebudayaan
lain, menjadi salah satu faktor yang dapat menghambat atau menghalangi bagi proses perubahan
sosial dan budaya di dalam masyarakat”.
Karena tradisi dan adat merupakan aktivitas yang dilakukan secara berulang-ulang dan dianggap
sebagai aktivitas yang sakral oleh masyarakat tertentu maka tidak gampang untuk dirubah meskipun
aktivitas itu mengorbankan harta bahkan jiwa seperti misalnya tradisi Ngayau (potong kepala) suku
Dayak Iban di Kalimantan Barat.
Negara – negara yang memiliki sistem politik tertutup (otoriter, monarki, sosialis) memiliki
kepentingan politik yang tertanam kuat akhirnya perubahan pada struktur sangat sulit dilakukan
termasuk pergantian pimpinan negara.
Manusia seperti ini sulit untuk merubah hidup karena prinsip yang dimiliki hidup tergantung tuhan
sedangkan manusia hanya menunggu dan menerima nasib/takdir. Biasanya manusia yang berprinsip
seperti ini tidak memiliki wawasan luas tentang ketuhanan dan mereka berada jauh dari akses
pendidikan dan informasi.
30. Hasil pendidikan ini bukan sekedar statistik. Peningkatan pendidikan akan meningkatkan
pendapatan, apresiasi terhadap sekitarnya, kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap
lingkungan yang berubah, serta membangun kualitas kehidupan bagi generasi berikutnya. Dewasa
ini kita sedang memetik hasil dari pendidikan dalam PJP I, sambil menyiapkan pendidikan untuk
generasi yang akan datang.
31. Meningkatnya derajat pendidikan dan juga kesehatan mempunyai dampak terhadap
peningkatan kualitas peranan wanita dalam pembangunan. Derajat pendidikan wanita dari
tahun ke tahun terus meningkat yang ditunjukkan oleh makin banyaknya wanita yang
menempuh pendidikan pada setiap jenjang pendidikan. Pada tingkat SD uj mlah murid
wanita sudah hampir sama dengan murid laki-laki dengan rasio lebih dari 0.90. Pada tingkat
SLTP, SLTA, dan PT rasio tersebut telah mencapai berturut-turut 0,89, 0,84, dan 0,63, dan
terus meningkat. Demikian pula halnya dalam bidang kesehatan, misalnya angka harapan
hidup (AHH) wanita bahkan lebih tinggi dari AHH laki-laki, yaitu sebesar 65,3 tahhun pada
tahun 1995/96 sedangkan AHH laki- laki yaitu sebesar 61,5 tahun.
32. Di bidang ekonomi, peningkatan peran wanita ditunjukkan dengan makin banyaknya
pekerja wanita yang pada tahun 1990 berjumlah 25,5 juta orang meningkat menjadi 28,5
juta orang pada tahun 1995. Dengan kemajuan tersebut, maka peranan wanita di segala bidang
pembangunan makin nyata. Dalam pembangunan perdesaan, misalnya, peran wanita
melalui PKK sangat besar kontribusinya.
a. Program Pokok
Pada tahun 1997/98 jumlah murid baru pendidikan menengah (SMU dan
SMK), tidak termasuk madrasah aliyah (MA) tercatat 1,851 juta orang. Angka
partisipasi kasar (APK) SLTA tidak termasuk madrasah aliyah (MA) pada tahun
1997/98 adalah 36,7 persen atau bila dibandingkan dengan tahun 1993/94
meningkat sebesar 6,4 persen (Tabel -4). Bila jumlah murid MA diperhitungkan
maka APK pendidikan menengah mencapai 40,3 persen. Dengan demikian sampai
dengan tahun keempat Repelita VI APK pendidikan menengah telah melampaui
sasaran tahun keempat Repelita VI yaitu sebesar 37,7 persen.
Pelaksanaan kegiatan pemberantasan buta aksara selama lima tahun sejak akhir
Repelita V sampai dengan tahun ke empat Repelita VI telah mencapai 5,6 juta orang. Sejalan
dengan peningkatan jumlah peserta program pemberantasan buta aksara tersebut telah terjadi
penurunan angka buta aksara. Dari hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) yang
dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) tercatat bahwa angka buta aksara di Indonesia pada
tahun 1985 masih sebesar 19,07 persen (22,9 juta orang) dari jumlah penduduk usia 10 tahun
ke atas sebanyak 120,4 juta orang. Sedangkan berdasarkan hasil SUPAS tahun 1995 angka buta
aksara di Indonesia telah turun menjadi 12,56 persen (19,2 juta orang) dari jumlah penduduk
usia 10 tahun ke atas sebanyak 152,5 juta orang. Bila dilihat dari angka penurunan buta aksara
tersebut maka diperkirakan sasaran Repelita VI sekitar 10 persen akan dapat dicapai.
b. Program Penunjang
PENGANTAR PENDIDIKAN
INOVASI DALAM PENDIDKAN
Oleh: Kelompok 8
Nama Anggota :
1. Laela Wahyuni
2. Mustika Sari
3. Siti Rohul Isnaini
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
UNIVERSITAS MATARAM
2013/2014
Daftar Isi
Halaman Judul..............................................................................................
A. Pengertian inovasi ............................................................................
1. Pengertian inovasi ......................................................................
2. Pengertian inovasi pendidikan .................................................
B. Karakteristik Inovasi Pendidikan ...................................................
1. Ciri-ciri inovasi pendidikan .......................................................
2. Misi dan tujuan inovasi pendidikan .........................................
3. Sumber terjadinya inovasi pendidikan ....................................
4. Proses inovasi dan penyebarannya ...........................................
5. Strategi pelaksanaan inovasi pendidikan .................................
C. Alasan Ilmiah Inovasi Pendidikan ..................................................
D. Alasan Yuridis Inovasi Pendidikan ................................................
A. Pengertian Inovasi dan Inovasi Pendidikan
Sebagai sistem sosial terbuka sistem pendidikan akan senantiasa menerima masukan
(input) dari lingkungan masyarakat dan dituntut untuk dapat memberikan hasil (output)
pada lingkungan atau masyarakat suprasistemnya. Hasil yang diberikan sistem pendidikan
pada masyarakat, baik itu berupa lulusan yang telah terdidik dengan segala kualifikasinya
maupun berupa produk ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian, akan senantiasa
memberikan umpan balik (feedback) pada sistem pendidikan itu sendiri.
Dalam rangka meyesuaikan diri dengan tuntutan zaman dan perubahan yang terjadi
pada masyarakat luas, sistem pendidikan itu harus selalu melakukan pembaharuan dan
inovasi dalam berbagai aspeknya agar tidak asing dan terisolir dari lingkungan
masyarakat sebagai suprasistemnya.
1. Pengertian inovasi
Inovasi berasal dari kata latin, innovation yang berarti pembaruan
dan perubahan. Kata kerjanya innovo yang artinya memperbarui dan mengubah. Secara
umum inovasi diartikan sebagai pembaharuan atau perubahan yang terjadi dari suatu
keadaan kepada keadaan lain yang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Inovasi adalah
suatu ide, barang, kejadian, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang
baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu berupa hasil invensi
atau diskoveri.Inovasi diadakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan
suatu masalah tertentu (Ibrahim, 1988).Invensi adalah suatu penemuan yang benar-benar
baru artinya hasil kreasi manusia yang berupa benda atau hal yang ditemukan itu benar-
benar sebelumnya belum ada, kemudian diadakan dengan hasil kreasi baru.Sedangkan
diskoveri adalah suatu penemuan sesuatu yang sebenarnya benda atau hal yang
ditemukan itu sudah ada, tetapi belum diketahui orang.
Rogers et al (1971:19) menyatakan: innovation is an idea, practice or object as a new
by an individual. Artinya bahwa inovasi merupakan suatu gagasan, ide atau pemikiran,
praktek atau praktek kerja, objek atau hal suatu produk berupa barang yang dianggap
baru oleh seseorang sebagai pihak penerimanya.dengan demikian inovasi secara umum
dapat dijelaskan sebagai perubahan atau pembaharuan yang terjadi baik dalam bentuk
pemikiran/ide, kegiatan praktek kerja atau berbentuk produk barang yang dianggap baru
dan berbeda oleh seorang penerima dari keadaan yang sebelumnya.
Sepintas istilah pembaharuan (inovasi) hampir sama pengertiannya dengan perubahan.
Namun tidak semua perubahan adalah juga pembaharuan atau inovasi. Dalam perubahan,
proses terjadinya bisa terjadi secara langsung secara ilmiah, misalnya perubahan dari
cuaca dingin menjadi cuaca panas, atau perubahan musim dari musim kemarau ke musim
hujan, terjadinya siang dan malam. Itu semua merupakan peristiwa perubahan yang
berlangsung secara ilmiah.
Suatu perubahan dapat dikatakan tergolong pada inovasi apabila perubahan tersebut
dilakukan dengan sengaja untuk memperbaiki keadaan sebelumnya agar lebih
menguntungkan bagi peningkatan kualitas hidup. Hal ini misalnya dapat kita lihat pada
perubahan proses dan produk bidang teknologi yang tidak terjadi begitu saja secara
sepontan, tetapi perubahan itu dilakukan sebagai akibat lahirnya suatu gagasan atau ide
baru untuk memperbaiki keadaan atau memecahkan suatu masalah.
2. Pengertian inovasi pendidikan
Perubahan-perubahan tidak hanya terjadi dalam bidang teknologi, tetapi terjadi
pula pada bidang ilmu sosial termasuk di dalamnya sector pendidikan yang dituntut
untuk mengalami perubahan dari waktu ke waktu sebagai upaya memperbaiki mutu
pendidikan itu sendiri.
Pembaharuan dalam sektor pendidikan dilakukan sebagai upaya sengaja untuk
memperbaiki hal ihwal tentgang pendidikan, baik itu berbentuk hal, ide atau praktek-
praktek pendidikan yang baru untuk meningkatkan kemampuan mencapai tujuan
pendidikan secara efektif dan efisien.
Ibrahim (1988) mengemukakan bahwa inovasi pendidikan adalah inovasi dalam
bidang pendidikan atau inovasi untuk memecahkan masalahpendidikan.Jadi inovasi
pendidikan adalah suatu ide, barang, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai suatu
hal yang baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat), baik berupa invensi
atau diskoveri yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau untuk
memecahkan masalah pendidikan.
Santoso S. Hamidjojo (1974:4) menyatakan pengertian inovasi pendidikan
sebagai: Suatau perubahan yang baru dan kualitatif berbeda dari hal (yang ada)
sebelumnya dan sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai
tujuan tertentu dalam bidang pendidikan.
Dari pernyataan tersebut dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa dalam istilah
inovasi tidak hanya sekedar terjadinya perubahan dari suatu keadaan kepada keadaan
lainnya. Dalam perubahan yang tergolong inovasi di samping terjadi suatu yang baru
mesti terdapat unsur kesengajaan, unsur kualitas (mutu) yang lebih baik dari sebelumnya
dan terarah pada peningkatan bebagai kemampuan untuk mencapai tujuan tertentu dalam
pendidikan.
Ditinjau dari pihak penerima gagasan baik perorangan atau kelompok menjadi
sasaran yang akan dikenai perubahan, proses inovasi terdiri atas lima tahapan sebagai
berikut:
Dalam tipe keputusan otoritas menurut Rogers (1971) ada empat kemungkinan
bentuk tindakan konsonansi dan disonansi dalam organisasi, yaitu:
Bentuk pertama, seseorang atau kelompok tidak menyukai inovasi, karena dituntut oleh
organisasi agar menolaknya. Bentuk ini disebut sebagai penolak konsonan.
Bentuk kedua, seseorang atau kelompok tidak menyukai inovasi, tetapi dituntut oleh
organisasi untuk menerimanya. Bentuk ini disebut sebagai bentuk penerima yang
dissonan.
Bentuk ketiga, seseorang atau anggota organisasi menyukai inovasi tetapi dituntut oleh
organisasi agar menolaknya. Bentuk ini disebut sebagai penolak yang dissonan.
Bentuk yang keempat, seseorang anggota menyukai inivasi karena dituntut oleh
organisasi agar menerimanya. Bentuk penerimaan ini disebut sebagai penerimaan
yang konsonan.
Tipe keputusan opsional adalah tipe keputusan yang diambil oleh perseorangan , terdiri
atas tahapan sebagai berikut:
Tipe keputusan berikutnya adalah tipe keputusan inovasi kolektif, yaitu tipe
pengambilan keputusan terhadap suatu inovasi dengan cara consensus di antara
individu-individu yang ada dalam sistem sosial atau kelompok organisasi tertentu.
Proses pengambilan keputusan inovasi tersebut terdiri atas tahapan-tahapan sebagai
berikut:
a. Stimulasi minat akan inovasi.
b. Insiasi gagasan baru oleh pemegang keputusan.
c. Keputusan untuk melaksanakan gagasan baru.
d. Tindakan atau penerapan pelaksanaan gagasan baru.
Lebih khusus lagi ditegaskan bahwa tantangan yang menuntut berbagai upaya
yang inovatif dalam pendidikan menurut Yusuf Hadi Miarso antara lain:
Tantangan di atas lebih berat lagi dirasakan karena berbagai persoalan baik di luar
maupun di dalam sistem pendidikan itu sendiri, yang antara lain meliputi:
1. Sumber sumber yang makin terbatas dan belum dimanfaatkannya sumber yang ada
secara efektif dan efisien.
2. Sistem pendidikan yang masih lemah dengan tujuan yang masih kabur,kurikulum
masih belum serasi,suasana belum menarik dan merangsang untuk giat belajar.
3. Pengelolaan pendidikan yang belum mekar dan belum mantap serta belum peka
terhdap perubahan dan tuntutan keadan,baaik masa kini maupun masa depan.
Dari uraian di atas dapat dikemukakan, bahwa yang mendorong perlunya
dilaksanakan inovasi pendidikan adalah permasalahan atau kelemahan yang ada dalam
sistem pendidikan itu sendiri dan faktor permasalahan yang terdapat di luar sistem
pendidikan atau yang ada dalam masyarakat. Permasalahan yang dirasakan beradaa
dalam sistem pendidikan antara lain dapat kita lihat misalnya adalah karna adaanya
keterbatasan atau kelemahan dalam pendidikan khususnya pendidikaan sekolah dan
kelangkaan sumber pendidikan, serta belum optimalnya pendayagunaan sumber
pendidikan baik yang sudah ada maupun yang masih terpendam.
Keterbatasan kemampuan sekolah antara lain misalnya dapat kita lihat bahwa
pada awalnya sekolah didirikan orang dengan maksud agar mampu mengatasi
ketidakmampuan keluarga dalam menyelenggarakan pendidikan guna memenuhi
tuntutan dan perubahan zaman sertaagar dapat memenuhi kebutuhan warga masyarakat
secara luas dalam peningkatan kualitas hidup manusia.
Sisi lain yang perlu kita cermati adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang sangaat pesat,dan selalu menyerbu kehidupan kita yang tidak bisa di
tahan tahan lagi sehingga mengakibatkan adanya perubahan perubahan dalam
masyarakat yang selanjutnya mengakibatkan terjadinya perubahan peranan
sosial.Terjadinya perubahan peranan sosial menuntut setiap warga masyarakat untuk
melakukan penyesuaian diri dengan peranan baru itu,tidak terkecuali para guru dan
tenaga kependidikan lainnya di tuntut agar senantiasa dapat berpartisipasi aktif dalam
melaksanakan pembaharuan dalam pendidikan,karena perkembangan ilmu pengetahuan
danteknologi yang pesat akan membaaw implikasi pada perubahan isi dan metode
pembelajaran dan memungkinkan pula terjadinya perkembangan dalm teknologi
pengajaran. Hal ini seperti dinyatakan oleh Yusuf Hadi Miarso bahwa permasalahan
dunia pendidikan yang harus diperhatikn antara lain adalah :
1. Makin bertambahnya jumlah anak anak yang berhasrat dan harus bersekolah sebagai
akibat pertambahan penduduk yang pesat,
2. Makin berkembangnya ilmu pengetahuan yang membawa implikasi pada perlunya
diperbaharui isi dan metode pelajarannyaa,
3. Makin berkembangnya teknologi,khususnya dalam hal ini adalah teknologi
pengajaran yang memungkinkan penggunaanya secara efektif dan efisien,dan
4. Sangat terbatasnya sumber sumber baik sumber tenaga, keuangan, maupun alat dan
fasilitas.
Selanjutnya secara lebih khusus permasalahan tersebut dikelompokkan Yusuf
Hadi Miarso ke dalam masalah sebagai berikut
a. Masalah input, yaitu terbatasnya jumlah anak yang mempunyai kesempatan untuk
bersekolah, ketidakseimbangan jenjang persekolahan yang ada, baik secara vertikal
maupun horizontal, jumlah dan kualitas guru yang tidak sesuai dengan tuntutan
zaman, kurikulum yang juga tidak sesuai lagi dengan tuntutanperkembangan daan
pembangunan.
b. Masalah output, yaitu kuantitas dan kualitas lulusan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan dan jumlah drop out yang sangat besar.
c. Masalah struktural,yakni sistem administrasi dan perencanaan yang belum efisien.
Untuk menanggulangi dan menghadapi masalah di atas,perlu dilakukan upaya dan
strategi yang inovatif dalam sistem pendidikan.Usaha inovatif tersebut perlu dilakukan
bukan hanya sekedar merupakan konsekuensi logis dari pendidikan yang berorientasi
pada kemajuan zaman.
Degeng, N.S. 1999. Paradigma Baru Pendidikan Memasuki Era Desentralisasi dan Demokrasi.
Jakarta: Yudistira.
Galbreath, J. 1999. Preparing the 21st Century Worker: The Link Between Computer-Based
Technology and Future Skill Sets. New York: The Free Press.
Maister, DH. 1997. True Professionalism. New York: The Free Press.
Mulyasa, E. 2008. Menjadi Guru Profesinal Menciptakan pembelajaran Kreatif dan Men
yenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
PELAKSANAAN INOVASI
PENDIDIKAN
Disusun Oleh :
KELOMPOK 9
AYU SRI MULYANA AGUSTINA (E1R013004)
HAERANI (E1R013016)
HAIRUL PAIZAH (E1R013017)
KURATUL IMANI HARMINI WATI (E1R013020)
3. Isi pelajaran yang dapat diperincikan menurut jenisnya, efek atau dampak yang di
inginkan dari bahan pelajaran, kapasitas anak didik bidang dan struktur dan ilmu
pengetahuan, kegunaan, dan tingkatan kemampuan mental serta derajat spesialisasi.
4. Media pembelajaran seperti media cetak, audio visual, dan media lain yang medukung
pembelajaran.
7. Hasil pendidikan yang meliputi hasil perencanaan pendidikan serta tindak lanjutnya
Menurut laporan komisi pembaharuan pendidikan nasional, terdapat sejumlah bidang
pendidikan yang mempunyai implikasi terhadap pembeharuan sebagai berikut :
Kurikulum memiliki dua sisi yang sama pentingnya yakni kurikulum sebagai
dokumen dan kurikulum sebagai implementasinya. Sebagai sebuah dokumen
kurikulum berfungsi sebagai pedoman bagi guru dan kurikulum sebagai implementasi
adalah realisasi dari pedoman tersebut dalam kegiatan pembelajaran. Guru merupakan
salah satu faktor penting dalam implementasi kurikulum. Bagaimanapun idealnya suatu
kurikulum tanpa ditunjang oleh kemampuan guru untuk mengimplementasikannya,
maka kurikulum itu tidak akan bermakna sebagai suatu alat pendidikan, dan sebaliknya
pembelajaran tanpa kurikulum sebagai pedoman tidak akan efektif. Dengan demikian
peran guru dalam hal ini adalah sebagai posisi kunci dan dalam pengembangnnya guru
lebih berperan banyak dalam tataran kelas.
Murray Printr mencatat peran guru dalam level ini adalah sebagai berikut :
Pertama, sebagai implementers, guru berperan untuk mengaplikasikan
kurikulum yang sudah ada. Dalam melaksanakan perannya guru hanya menerima
berbagai kebijakan perumus kurikulum.dalam pengembangan kurikulum guru dianggap
sebagai tenaga teknis yang hanya bertanggung jawab dalam mengimplementasikan
berbagai ketentuan yang ada. Akibatnya kurikulum bersifat seragam antar daerah yang
satu dengan daerah yang lain. Oleh karena itu guru hanya sekadar pelaksana
kurikulum, maka tingkat kreatifitas dan inovasi guru dalam merekayasa pembelajaran
sangat lemah. Guru tidak terpacu untuk melakukan berbagai pembaruan. Mengajar
dianggapnya bukan sebagai pekerjaan profesional, tetapi sebagai tugas rutin atau tugas
keseharian.
Kedua, peran guru sebagai adapters, lebih dari hanya sebagai pelaksana
kurikulum, akan tetapi juga sebagai penyelaras kurikulum dengan karakteristik dan
kebutuhan siswa dan kebutuhan daerah. Guru diberi kewenangan untuk menyesuaikan
kurikulum yang sudah ada dengan karakteristik sekolah dan kebutuhan lokal. Hal ini
sangat tepat dengan kebijakan KTSP dimana para perancang kurikulum hanya
menentukan standat isi sebagai standar minimal yang harus dicapai, bagaimana
implementasinya, kapan waktu pelaksanaannya, dan hal-hal teknis lainnya seluruhnya
ditentukan oleh guru. Dengan demikian, peran guru sebagai adapters lebih luas
dibandingkan dengan peran guru sebagai implementers.
Ketiga, peran sebagai pengembang kurikulum, guru memiliki kewenganan
dalam mendesain sebuah kurikulum. Guru bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi
pelajaran yang disampaikan, akan tetapi juga dapat menentukan strategi apa yang harus
dikembangkan serta bagaimana mengukur keberhasilannya. Sebagai pengembang
kurikulum sepenuhnya guru dapat menyusun kurikulum sesuai dengan karakteristik,
visi dan misi sekolah, serta sesuai dengan pengalaman belajar yang dibutuhkan siswa.
Keempat, adalah peran guru sebagai peneliti kurikulum (curriculum
researcher). Peran ini dilaksanakan sebagai bagian dari tugas profesional guru yang
memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Dalam
melaksanakan perannya sebagai peneliti, guru memiliki tanggung jawab untuk menguji
berbagai komponen kurikulum, misalnya menguji bahan-bahan kurikulum, menguji
efektifitas program, menguji strategi dan model pembelajaran dan lain sebagainya
termasuk mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai target kurikulum.
Dilihat dari segi pengelolaannya, pengembangan kurikulum dapat dibedakan
antara yang bersifat sentralisasi, desentralisasi, sentral desentral:
1. Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum yang Bersifat Sentralisasi
Dalam kurikulum yang bersifat sentralisasi, guru tidak mempunyai peranan dan
evaluasi kurikulum yang bersifat makro, mereka lebih berperan dalam kurikulum
mikro. Kurikulum makro disusun oleh tim khusus yang terdiri atas para ahli.
Penyusunan kurikulum mikro dijabarkan dari kurikulum makro. Guru menyusun
kurikulum dalam bidangnya untuk jangka waktu satu tahun, satu semester, beberapa
minggu, atau beberapa hari saja.
Kurikulum untuk satu tahun disebut prota, dan kurikulum untuk satu semester
disebut dengan promes. Sedangkan kurikulum untuk beberapa minggu, beberapa hari
disebut Rencana Pembelajaran. Program tahunan, program semester ataupun rencana
pembelajaran memiliki komponen-komponen yang sama yaitu tujuan, bahan pelajaran,
metode dan media pembelajaran dan evaluasi hanya keluasan dan kedalamannya
berbeda-beda. Tugas guru adalah menyusun dan merumuskan tujuan yang tepat
memilih dan menyusun bahan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, minat dan
tahap perkembangan anak, memilih metode dan media mengajar yang bervariasi serta
menyusun metode dan alat yang tepat. Suatu kurikulum yang tersusun secara sistematis
dan rinci akan sangat memudahkan guru dalam implementasinya. Walaupun kurikulum
sudah tersusun dengan terstruktur, tapi guru masih mempunyai tugas untuk
mengadakan penyempurnaan dan penyesuaian-penyesuaian.
Implementasi kurikulum hampir seluruhnya bergantung pada kreatifitas,
kecakapan, kesungguhan dan ketekunan guru. Guru juga berkewajiban untuk
menjelaskan kepada para siswanya tentang apa yang akan dicapai dengan
pengajarannya, membangkitkan motivasi belajar, menciptakan situasi kompetitif dan
kooperatif serta memberikan pengarahan dan bimbingan.
2. Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum yang Bersifat Desentralisasi
kurikulum desentralisasi disusun oleh sekolah ataupun kelompok sekolah tertentu
dalam suatu wilayah atau daerah. Kurikulum ini diperuntukan bagi suatu sekolah
ataupun lingkungan wilayah tertentu. Pengembangan kurikulum semacam ini
didasarkan oleh atas karakteristik, kebutuhan, perkembangan daerah serta kemampuan
sekolah-sekolah tersebut. Dengan demikian, isi daripada kurikulum sangat beragam,
tiap sekolah atau wilayah mempunyai kurikulum sendiri tetapi kurikulum ini cukup
realistis.
Bentuk kurikulum ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara
lain : pertama, kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat
setempat. Kedua, kurikulum sesuai dengan tingkat dan kemampuan sekolah baik
kemampuan profesional, finansial dan manajerial. Ketiga, disusun oleh guru-guru
sendiri dengan demikian sangat memudahkan dalam pelaksanaannya. Keempat, ada
motivasi kepada sekolah (kepala sekolah, guru), untuk mengembangkan diri, mencari
dan menciptakan kurikulum yang sebaik-baiknya, dengan demikian akan terjadi
semacam kompetisi dalam pengembangan kurikulum.
Beberapa kelemahan kurikulum ini adalah: 1) tidak adanya keseragaman untuk
situasi yang membutuhkan keseragaman demi persatuan dan kesatuan nasional, bentuk
ini kurang tepat. 2) tidak adanya standart penilaian yang sama sehingga sukar untuk
diperbandingkannya keadaan dan kemajuan suatu sekolah/ wilayah dengan sekolah/
wilayah lainnya. 3) adanya kesulitan bila terjadi perpindahan siswa kesekolah/ wilayah
lain. 4) sukar untuk mengadakan pegelolaan dan penilaian secara nasional.5) belum
semua sekolah/ daerah mempunyai kesiapan untuk menyusun dan mengembangkan
kurikulum sendiri.
3. Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum yang Bersifat Sentral- Desentral
Untuk mengatasi kelemahan kedua bentuk kurikulum tersebut, bentuk campuran
antara keduanya dapat digunakan yaitu bentuk sentral-desentral. Dalam kurikulum
yang dikelola secara sentralisasi-desentralisasi mempunyai batas-batas tertentu juga,
peranan guru dalam dalam pengembangan kurikulum lebih besar dibandingkan dengan
yang dikelola secara sentralisasi. Guru-guru turut berpartisipasi, bukan hanya dalam
penjabaraban kurikulum induk ke dalam program tahunan/ semester/ atau rencana
pembelajaran, tetapi juga di dalam menyusun kurikulum yang menyeluruh untuk
sekolahnya. Guru-guru turut memberi andil dalm merumuskan dalam setiap komponen
dan unsur dari kurikulum. Dalam kegiatan yang seperti itu, mereka mempunyai
perasaan turut memilki kurikulum dan terdorong untuk mengembangkan pengetahuan
dan kemampuan dirinya dalam pengembangan kurikulum.
Karena guru-guru sejak awal penyusunan kurikulum telah diikutsertakan, mereka
memahami dan benar-benar menguasai kurikulumnya, dengan demikian pelaksanaan
kurikulum di dalam kelas akan lebih tepat dan lancar. Guru bukan hanya berperan
sebagi pengguna, tetapi perencana, pemikir, penyusun, pengembang dan juga pelaksana
dan evaluator kurikulum.
Ace Suryadi (1993), Analisis Kebijakan Pendidikan, Suatu Pengantar, Bandung. Rosta
Karya.
Cece Wijaya dan A.Tabrani (1991), Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan
Pengajaran, Bandung : PT. Remaja Rosta Karya.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993. Link and Match. Jakarta: Seri kebijakan
Suharsimi Arikunto dan Asnah Said. 1998. Pengmbangan Program Muatan Lokal
(PPML). Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Proyek Peningkatan
Mutu Guru Kelas Setara D-II.