Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

MATA KULIAH PENGANTAR PENDIDIKAN

“FILSAFAT PENDIDIKAN FRAGMATISME DAN FILSAFAT


PENDIDIKAN NASIONAL (PANCASILA)”

Dosen Pembimbing: M. Dani Wahyudi, S.Pd.I.,M.Pd

Disusun oleh:

Kelompok 6

Muhammad Aliansyah A1E315181

Novarina Fahrisa A1E315193

Ahmad Yudha A1E315312

Amira A1E315323

Devi Ami Nida A1E315350

PROGRAM STUDI PENDIDKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2015

i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena limpahan rahmat dan
karuniaNya, kami mampu menyelesaikan makalah dengan judul “Badan Hukum Koperasi dan
Yayasan”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kealaman Dasar.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada pihak-pihak tertentu yang telah membantu kami
untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun makalah ini
masih memiliki kekurangan, baik dari penyusunan, penulisan ataupun bahasa, kami dari tim
penyusun sangat menghargai adanya saran dan kritik demi menyempurnakan makalah ini
khususnya dari dosen mata kuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk
lebih baik di masa yang akan datang.

Dengan adanya makalah ini, kami berharap makalah ini bisa berguna, dapat memberikan
wawasan yang luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada para pembaca.

Wassalamualaikum wr.wb

Banjarmasin, November 2015

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................ii

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................iii

BAB I: PENDAHULUAN........................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................................................1
D. Manfaat...........................................................................................................................1

BAB II: PEMBAHASAN.........................................................................................................2

A. Filsafat Pendidikan Fragmatisme...................................................................................2


B. Filsafat Pendidikan Nasional..........................................................................................10

BAB III: PENUTUP.................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di zaman Yunani, filsafat bukan merupakan suatu disiplin teoritis dan spesial,
akan tetapi suatu cara hidup yang kongkret, suatu pandangan hidup yang total tentang
manusia dan tentang alam yang menyinari seluruh kehidupan seseorang. Selanjutnya,
dengan kehidupan atau perkembangan peradaban manusia dan problema yang di
hadapinya, pengertian yang bersifat teoritis seperti yang di lahirkan filsafat Yunani itu
kehilangan kemampuan untuk memberi jawaban yang layak tentang kebenaran peradaban
itu telah menyebabkan manusia melakukan loncatan besar dalam bidang sains, teknologi,
kedokteran dan pendidikan.
Perubahan itu mendorong manusia memikirkan kembali pengertian tentang
kebenaran. Sebab setiap terjadi perubahan dalam peradaban akan berpengaruh terhadap
sistem nilai yang berlaku, karena antara perubahan peradaban dengan cara berfikir
manusia terdapat hubungan timbal balik.
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta
didik. Karenanya pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan,
kesatuan, organis, dinamis, guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan, melalui filsafat
kependidikan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai
masalah-masalah pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Filsafat Pendidikan Fragmatisme?
2. Apa yang dimaksud dengan Filsafat Pendidikan Nasional (Pancasila)?
C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang Filsafat Pendidikan Fragmatisme
2. Menjelaskan tentang Filsafat Pendikan Nasional (Pancasila)
D. Manfaat
Menambah pengetahuan tentang Filsafat Pendidikan, khususnya Filsafat Pendidikan
Fragmatisme dan Nasional (Pancasila).

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Filsafat Pendidikan Fragmatisme


1. Pengertian Fragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa yunani) yang berarti
tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa
yang benar yang dibuktikan  dirinya sebagai benar dengan perantara akibat-
akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini bersedia menerima segala
sesuatu, asal saja membawa akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi,
kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai benar  dan dasar tindakan asalkan
membawa akibat yang pragtis yang bermanfaat. Dengan demikian patokan
pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup praktis”
Kata pragmatisme sering sekali di ucapkan orang. Orang-orang menyebut
kata ini biasanya  dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, rencana ini kurang
pragmatis, maka maksudnya adalah rencana ini kurang praktis. Pengertian seperti
itu tidak begitu jauh dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tapi belum
menggambarkan keseluruhan pengertian pragmatisme.[2]
Pragmatisme adalah aliran dari filsafat  yang berpandangan bahwa kriteria
kebenaran sesuatu adalah  apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan
nyata oleh sebab itu kebenaran  sifatnya menjadi relative  tidak mutlak. Mungkin
sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan  bagi
masyarakat tertentu, tetapi berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu
dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.
Pragmatisme dalam perkembanganya mengalami perbedaan kesimpulan
walaupun berangkat dari ggasan asal yang sama. Kendati demikian ada tiga
patokan yang disetujui  aliran pragmatism yaitu, (1) Menolak segala
intelektualisme dan (2) Absolutisme, serta (3) Meremehkan logika formal.
Pragmatisme berpegang teguh pada praktek.  Berusaha menemukan asal
mula serta hakekat terdalam segala sesuatu merupakan kegiatan yang sangat
menarik, meskipun kegiatan tersebut luar biasa sulitnya. Sejarah menunjukan

2
sengketa antara masalah ini di bidang filsafat selalu menyebabkan adanya
sementara orang yang menoloknya sebagai suatu masalah yang menyebabkan
sementara orang yang lain memandangnya sebagai suatu yang tidak berfaedah.
Penganut pragmatisme menaruh perhatian pada praktek. Mereka
memandang hidup manusia sebagai suatu perjuangan untuk hidup yang
berlangsung terus-menerus yang di dalamnya terpenting adalah  konsekuensi-
konsekuensi yang bersifat praktis. Konsekuensi-konsekuensi yang bersifat praktis
tersebut erat hubunganya dengan makna  dan kebenaran
2. Tokoh-tokoh Fragmatisme
a. William James (1842-1910)
Wiliam James lahir di New York pada tahun 1842 M, anak Hery James,Sr.
ayahnya adalah orang yang terkenal, berkedudukan yang tinggi, pemikir yang
kreatif, selain kaya keluarganya memang dibekali kemampuan intelektual
yang tinggi. Keluarganya juga menerapkan humanisme dalam kehidupan serta
mengembangkannya. Ayah James rajin mempelajari manusia dan agama.
Pokoknya, kehidupan James penuh dengan masa belajar yang dibarengi usaha
yang kreatif untuk menjawab berbagai masalah yang berkenaan dengan
kehidupan karya-karyanya antara lain, The Principles of psychology
(1890),Thee Will to Belive (1897), the Varietes of Religious Exsperience
(1902), dan Pragmatism(1970).[3]
Di dalam bukunya the Maening Of Truth, Arti kebenaran, James
mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum,
yang bersifat tetap yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang
mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus  dan segala yang kita anggap
benar dalam pengembangan  itu senantiasa berubah, kaena dalam prakteknya
apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh
karena itu tidak ada kebenaran mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran
(artinya dalam bentuk jamak) yaitu apa yang benar dalam pengalaman-
pengalaman khusus  yang setiap kali dapat di ubah  oleh pengalaman
berikutnya.

3
Nilai pengalaman dalam pragmatisme tergantung pada akibatnya, kepada
kerjanya artinya tergantung dari keberhasilan dari perbuatan yang disiapkan
oleh pertimbangan itu. Pertimbangan itu benar jikalau bermanfaat bagi
pelakunya  jika memperkaya hidup serta kemungkinan-kemungkinan hidup.
Di dalam bukunya, the Varietes of Religious Exsperience atau keaneka
ragaman pengalaman keagamaan, James mengemukakan bahwa  gejala
keagamaan itu berasal  dari kebutuhan-kebutuhan perorangan yang tidak
disadari, yang mengungkapkan diri didalam kesadaran  dengan cara yang
berlainan , barang kali didalam bawah sadar kita, kita menjumpai suatu
realistis cosmis yang lebih tinggi tetapi hanya sebuah kemungkinan saja.
Sebab tiada sesuatu yang meneguhkan  hal itu secara mutlak. Bagi orang
perorang kepercayaan terhadap suatu realistis cosmis yang lebih tinggi 
merupakan nilai subyektif yang relative, sepanjang kepercayaan itu
memberikan kepercayaan penghiburan rohani, penguatan keberanian hidup
perasaan damai keamanan dan kasih kepada sesama dan lain-lain.
James membawakan pragmatisme. Isme ini diturunkan kepada Dewey
yang mempraktekannya kedalam pendidikan. Pemdidikan menghasilkan
orang Amerika sekarang. Dengan kata lain orang yang paling
bertanggungjawab terhadap gernerasi Amerika sekarang adalah Wiliam James
dan John Dewey. Apa yang merusak dari filsafat mereka itu? Satu saja yang
kita sebut : Pandanganbahwa tidak ada hokum moral umum, tidak ada
kebenaran umum, semua kebenaran belum final. Ini berakibat subyektivisme,
individualisme, dan dua ini sudah cukup untuk mengguncangkan  kehidupan,
mengancam kemanusiaan, bahkan manusianya itu sendiri.
b. John Dewey (1859-1952)
John Dewey lahir di Baltimore, Sekalipun Dewey bekerja sendiri terlepas
dari Wiliam James, namun menghasilkan pemikiran yang menampakan
persamaan dengan gagasan James. Dewey adalah seorang yang pragmatis,
menurutnya pragmatisme bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia
serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktivitasnya
untuk memenuhi kebutuhan manusiawi.

4
Sebagai pengikut pragmatism John Dewey menyatakan bahwa tugas
filsafat adalah memberikan pengaruh bagi kehidupan nyata. Filsafat tidak
boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisik yang kurang praktis tidak
ada faedahnya. Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah
instrumentalisme. Pengalaman adalah salah satu kunci  dalam filsafat
instrumentalisme. Oleh karena itu filsafat harus berpijak pada pengalaman dan
mengolahnya secara aktif kritis. Dengan demikian filsafat akan akan dapat
menyusun norma-norma  dan nilai-nilai.
Instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun teori yang logis dan
tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan penyimpulan-
penyimpulan dalan bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama
menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu berfungsi dalam penemuan-
penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-
konsekuensi di masa depan.
Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai
penciptaannya. Sikap Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan
meneliti tiga aspek dari yang kita namakan instrumentalisme. Pertama, kata
“temporalisme” yang berarti ada gerak dan kemajuan  nyata dalam waktu.
Kedua, kata “futurisme” mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak
pada hari kemaren. Ketiga, kata “milionarisme” berarti dunia dapat diubah 
lebih baik dengan tenaga kita. Pandangan ini dianut oleh Wiliam James.
3. Kritik Terhadap Fragmatisme
Kekiliruan pragmatism dapat di buktikan dalam tigatataran pemikiran :
a. Kritik dari segi landasan pragmatism
Pragmatisme dilandaskan pada pemikiran dasar (Aqidah) pemisahan
agama dari kehidupan (sekularisme). Hal ini Nampak dari perkembangan
historis kemunculan pragmatisme yang merupakan perkembangan lebih lanjut
dari empirisme. Dengan demikian dalam konteks idiologis, pragmatisme
berarti menolak agama sebagai sumber  ilmu pengetahuan.
Jadi, pemikiran pemisahan agama dari kehidupan merupakan  jalan tengah
diantara dua sisi pemikiran tadi. Penyelesaian jalan tengah mungkin saja dapat

5
terwujud di antara dua pemikiran  yang berbeda (tapi masih mempunyai azas
yang sama). Namun penyelesaian seperti ini tidak akan terwujud  di antara
dua pemikiran yang kontradiktif. Sebab dalam hal ini hanya ada dua
kemungkinan. Yang pertama adalah mengakui keberadaan Al Khaliq yang
menciptakan manusia, alam semesta, dan kehidupan. Dan dari sinilah dinahas
apakah Al Khaliq telah menentukan suatu peraturan tertentu dan manusia
diwajibkan  untuk melaksanakanya dalam kehidupan dan apakah Al Khaliq
akan menghisab manusia setelah mati megenai kriterianya terhadap peraturan
Al Khaliq ini. Sedang yang kedua adalah mengingkari keberadaan Al Khaliq.
Dan dari sinilah dapat dicapai kesimpulan, bahwa agama tidak perlu lagi
dipisahkan dari kehidupan,tapi bahkan terus dibuang dari kehidupan.
b. Kritik dari segi metode pemikiran
Pragmatisme yang tercabang dari Emperisme Nampak jelas menggunakan
metode Ilmiyah yang menjadikan sebagai asas berfikir untuk segala bidang
pemikiran  baik yang berkenaan dengan saint danteknologi maupun ilmu-ilmu
sosial kemasyarakatan  ini adalah satu kekeliruan.
c. Kritik terhadap pragmatisme itu sendiri
Pragmatisme adalah aliran yang mengukur  kebenaran suatu ide dengan
kegunaan  praktis yang dihasilkanya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Ide
ini keliru dari tiga sisi.
Pertama, pragmatisme mencampur adukan kriteria kebenaran  ide dengan
kegunaan praktisnya. Kebenaran suatu ide adalah satu hal, sedangkan praktis
ide itu adalah hal lain. Kebenaran sebuah ide diukur dengan  kesesuaian ide
itu dengan realistas, atau dengan standar-standar yang dibangun  di atas ide
dasar  yang sudah diketahui kesesuaiannya dengan realitas. Sedang kegunaan
praktis suatu ide untuk memenuhi hajat hidup manusia tidak diukur dari
keberhasilan penerapan ide itu sendiri, tetapi dari kebenaran ide yang
diterapkan. Maka, kegunaan praktis ide tidak mengandung implikasi
kebenaran ide, tetapi hanya menunjukan  fakta terpuaskanya kebutuhan
manusia.

6
Kedua, pragmatisme menafikan peran manusia. Menetapkan kebenaran
sebuah ide adalah aktivitas intelektual dengan menggunakan standar-standar
tertentu. Sedang penetapan kepuasan manusia dalam pemenuhan
kebutuhannya adalah sebuah  identivikasi instinktif. Memang  indentifikasi
instinktif dapat menjadi ukuran kepuasan manusia dalam pemuasan hajatnya,
tapi tak dapat menjadi ukuran kebenaran sebuah ide. Maka, pragmatisme telah
menafikan aktivitas intelektual dan menggantinya dengan identifikasi
instinktif. Atau dengan kata lain, pragmatisme telah menundukan keputusan
akal kepada kesimpulan yang dihasilkan dari identifikasi instinktif.
Ketiga, pragmatisme menimbulkan relativitas dan kenisbian kebenaran
sesuai dengan kebenaran  subyek penilaian ide, baik individu, kelompok,
maupun masyarakat dan perubahan kontek waktu dan tempat. Dengan kata
lain kebenaran hakiki pragmatisme baru dapat dibuktikan menurut
pragmatisme itu sendiri setelah melalui pengujian kepada seluruh manusia 
dalam seluruh waktu dan tempat. Dan ini mustahil dan tak akan pernah terjadi.
Maka, pragmatisme telah menjelaskan  ikonsistensi internal yang
dikandungnya dan menafikan dirinya sendiri.
4. Daya Tarik Fragmatisme
Dengan sejumlah cara pragmatisme merupakan sebuah ajaran yang
menarik bagi sementara orang. misalnya, paham tersebut menitik beratkan pada
pengalaman dan bersifat naturalistik, tetapi sekaligus menyerahkan tugas yang
nyata-nyata bersifat kraetif kepada orang yang memperoleh pengetahuan.
Pragmatisme bersangkutan dengan masalah-masalah  mengenai organisme di
dalam perjuangan  untuk kelangsungan hidupnya, dan menjadikan penyelesaian
masalah  sebagai pendorong bagi tingkah laku, dan karenanya sebagai kunci bagi
semua penafsiran kefilsafatan.
Bahkan perenungan kefilsafatan dipandang sebagai alat untuk
menyelesaikan masalah mengenai pentesuaian. Selanjutnya pragmatisme
memberi dorongan untuk bertindak. Disinilah letak kekuatan kreatif suatu
organisme; ia tidak puas hanya memandang sesuatu secara pasif. Diatas segala-
galanya pragmatisme merupakan suatu ajaran yang memberikan  ukuran bagi

7
makna dan kebenaran berdasarkan atas proses yang hidup dari penyelesaian
masalah. Hal ini sangat menarik bagi banyak orang, khususnya bagi mereka yang
ingin mengubah dunia.

5. Filsafat Fragmatisme dalam Pendidikan


Sejak dahulu hingga dewasa ini, dunia pendidikan selalu membuka diri
terhadap kemungkinan diterapkannya suatu format pendidikan yang ideal untuk
menjawab permasalahan global. Banyak teori telah diadopsi untuk mencapai
tujuan tersebut. Termasuk teori pragmatis dari aliran Filsafat pragmatisme
mencoba mengisi ruang dan waktu untuk turut mencari solusi terbaik terhadap
model pendidikan yang dianggap selangkah ketinggalan dengan perkembangan
pola pikir manusia itu sendiri.
Seiring dengan perkembangan, dunia pendidikan berupaya menyelaraskan
antara eksplorasi pikiran manusia dengan solusi tindakan bersama perangkatnya
untuk mencapai puncak temuan. Tekanan utama pragmatisme dalam pendidikan
selalu dilandaskan bahwa subjek didik bukanlah objek, melainkan subjek yang
memiliki pengalaman. Setiap subjek didik tidak lain adalah individu yang
mengalami sehingga mereka berkembang, serta memiliki insiatif dalam mengatasi
problem-problem hidup yang mereka miliki.
Dalam pelaksanaannya, pendidikan pragmatisme mengarahkan agar
subjek didik saat belajar di sekolah tak berbeda ketika ia berada di luar sekolah.
Oleh karenanya, kehidupan di sekolah selalu disadari sebagai bagian dari
pengalaman hidup, bukan bagian dari persiapan untuk menjalani hidup. Di sini
pengalaman belajar di sekolah tidak berbeda dengan pengalaman saat ia belajar di
luar sekolah. Pelajar menghadapi problem yang menyebabkan lahirnya tindakan
penuh dari pemikiran yang relative. Di sini kecerdasan disadari akan melahirkan
pertumbuhan dan pertumbuhan akan membawa mereka di dalam beradaptasi
dengan dunia yang berubah. Ide gagasan yang berkembang menjadi sarana
keberhasila.
Model pembelajaran pragmatisme adalah anak belajar di dalam kelas
dengan cara berkelompok. Dengan berkelompok anak akan merasa bersama-sama

8
terlibat dalam masalah dan pemecahanya. Anak akan terlatih bertanggung jawab
terhadap beban dan kewajiban masing-masing. Sementara, guru hanya bertindak
sebagai fasilitator dan motivator. Model pembelajaran ini berupaya
membangkitkan hasrat anak untuk terus belajar, serta anak dilatih berpikir secara
logis. Sebagaimana yang diungkap oleh Power (Sadulloh, 2003:133) bahwa,
implikasi dari filsafat pendidikan pragmatisme terhadap pelaksanaan pendidikan
mencakup tiga hal pokok. Ketiga hal pokok tersebut, yaitu:
1) Tujuan Pendidikan, tujuan pendidikan pragmatisme adalah memberikan
pengalaman untuk penemuan hal-hal baru dalam hidup sosial dan pribadi.
2) Kedudukan Siswa, kedudukan siswa dalam pendidikan pragmatisme
merupakan suatu organisasi yang memiliki kemampuan yang luar biasa dan
kompleks untuk tumbuh.
3) Kurikulum,  kurikulum pendidikan pragmatis berisi pengalaman yang teruji
yang dapat diubah. Demikian pula minat dan kebutuhan siswa yang dibawa
ke sekolah dapat menentukan kurikulum. Guru menyesuaikan bahan ajar
sesuai dengan minat dan kebutuhan anak tersebut.
4) Metode, metode yang digunakan dalam pendidikan pragmatisme adalah
metode aktif, yaitu learning by doing (belajar sambil bekerja), serta metode
pemecahan masalah (problem solving method), serta metode penyelidikan dan
penemuan (inquiri and discovery method). Dalam praktiknya (mengajar),
metode ini membutuhkan guru yang memiliki sifat pemberi kesempatan,
bersahabat, seorang pembimbing, berpandangan terbuka, antusias, kreatif,
sadar bermasyarakat, siap siaga, sabar, bekerjasama, dan bersungguh-sungguh
agar belajar berdasarkan pengalaman dapat diaplikasikan oleh siswa dan apa
yang dicita-citakan dapat tercapai.
5) Peran Guru. Peran guru dalam pendidikan pragmatisme adalah mengawasi
dan membimbing pengalaman belajar siswa, tanpa mengganggu minat dan
kebutuhannya.
6) Selain hal di atas, pendidikan pragmatisme kerap dianggap sebagai
pendidikan yang mencanangkan nilai-nilai demokrasi dalam ruang
pembelajaran sekolah. Karena pendidikan bukan ruang yang terpisah dari

9
sosial, setiap orang dalam suatu masyarakat juga diberi  kesempatan untuk
terlibat dalam setiap pengambilan keputusan pendidikan yang ada.
Keputusan-keputusan tersebut kemudian mengalami evaluasi berdasarkan
situasi-situasi sosial yang ada.

B. Filsafat Pendidikan Nasional


1. Pancasila sebagai Landasan Filosofis Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Pasal 2 UU-RI 2 tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan nasional
berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Rincian selanjutnya tentang hal itu
tercantum dalam penjelasan UU-RI no 2 tahun 1989, yang menegaskan bahwa
pembangunan nasional termasuk dibidang pendidikan, adalah pengamalan
pancasila, dan untuk itu pendidikan nasional mengusahakan antara lain : “
pembentukan manusia pancasila sebagai pancasila pembangunan yang tinggi
kualitasnya dan mampu mandiri” (UUD, 199: 224). Sedangkan ketetapan MPR-RI
No. II/MPR/1978 tetang pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila (P4)
menegaskan pula bahwa pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia,
kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa, dan dasar negara
Republik Indonesia. Pancasila sebagai sumber dari segala Ggasan mengenai
wujud manusia dan masyarakan yang dianggap baik, sumber dari segala sumber
nilai yang menjadi panggkal serta muara dari setiap keputusan dan tindakan dalam
pendidikan, dengan kata lain : pancasila sebagai sumber sistem nilai dalam
pendidikan. P4 atau Ekaprasetya pancakarsa sebagai petunjuk operasional
pengamalan pancasila dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam bidang
pendidikan perlu ditegaskan bahwa pengamalan pancasila itu haruslah dalam arti
keseluruhan dan keutuhan kelima sila dalam pancasila itu, sebagai yang
dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945, yakni ketuhanan yang maha Esa,
kemanusiaan yang adl dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang
dipimpin oleh khikmat kebijaksanaan dalam permysyarawatan perwakilan, serta
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam buku I bahan penataran p4
dikekmukakan bajwa ketetapan MPR-RI no. II/MPR/1978 tersebut diatas

10
memberi petunjuk-petunjuk nyata dan jelas wujud pengamalan kelima sila dari
pancasila. Bagi bidang pendidikan, hal ini sangat penting karena akan terdapat
kepastian nilai yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan pendidikan. Petunjuk
pengamalan Pancasila tersebut dapat pula disebut sebagai 36 butir nilai-nilai
Pancasila sebagai berikut:
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
1. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
2. Hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan pemeluk-
pemeluk kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
3. Saling menghormati kebebasan menjalankann ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaannya.
4. Tidak memaksakan sesuatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
5. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara
sesame manusia.
6. Saling mencintai sesama manusia.
7. Mengembangkan sikap tenggang rasa
8. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
9. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
10. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
11. Berani membela kebenaran dan keadilan.
12. Bangsa Indonesia merasakan dirinya sebagai bagian dari seluruh umat
manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja
sama dengan bangsa lain.
3) Persatuan Indonesia
13. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan
negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
14. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
15. Cinta tanah air dan bangsa.

11
16. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia.
17. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-
Bhinneka Tunggal Ika.
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
18. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
19. Tidak memaksakan kehendaknya kepada orang lain.
20. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
21. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
22. Dengan itikad baik dam rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan
hasil keputusan musyawarah.
23. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang
luhur.
24. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat serta
nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
25. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap
dan nuansa kekeluargaan dan bergotong royong.
26. Bersikap riil.
27. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
28. Menghormati hak-hak orang lain.
29. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
30. Menjauhi sikap pemerasan kepada orang lain.
31. Tidak bersifat boros.
32. Tidak bergaya hidup mewah.
33. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
34. Suka bekerja keras.
35. Menghargai hasil karya orang lain.

12
36. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan
sosial.
2. Implikasi Pancasila Terhadap Pendidikan
Pancasila sebagai sistem filsafat, yang diakui dan diterima oleh Bangsa
Indonesia sebagai pandangan hidup. Dengan demikian, pancasila harus dijadikan
pedoman dalam kelakuan dan pergaulan sehari-hari. Sebagaimana telah
dirumuskan oleh Presiden Soekarno, Pancasila pada hakikatnya telah hidup sejak
dahulu dalam moral, adat istiadat, dan kebiasaan masyarakat Indonesia.
Cara kerja dan hasil filsafat Pancasila dapat dipergunakan untuk
memecahkan masalah hidup dan kehidupan manusia, dimana pendidikan
merupakan salah satu aspek dari kehidupan tersebut, karena hanya manusialah
yang dapat melaksanakan pendidikan. Pendidikan membutuhkan filsafat
Pancasila. Mengapa pendidikan membutuhkan filsafat Pancasila? Karena
masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan,
yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan muncul masalah-
masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks.
Pancasila yang ditetapkan oleh para pendiri negara memuat nilai-nilai
luhur dan mendalam, yang menjadi pandangan hidup dan dasar negara. Nilai-nilai
dalam pancasila dapat digunakan menjadi dasar dalam mengembangkan dan
melaksanakan pendidikan. Filsafat Pancasila diimplikasikan dalam pendidikan
dapat memberikan pedoman kepada para perencana pendidikan, dan orang-orang
yang bekerja dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang berdasarkan pada
Pancasila dapat mencapai tujuan pendidikan yang sesuai dengan kepribadian
bangsa. Misalkan kita memperkenalkan konsep “Cara Belajar Siswa Aktif”.
Dapat kita kaji konsep tersebut dengan cara menganalisis dari sudut pandang
falsafah Pancasila.
Implikasi filsafat Pancasila ini berpengaruh di kurikulum pendidikan di
Indonesia. Di pendidikan sekolah dasar, filsafat Pancasila disederhanakan dalam
mata pelajaran khususnya pendidikan kewarganegaraan. Namun dengan adanya
pendidikan karakter yang diusung oleh Pemerintah, maka mendukung Pancasila
sebagai dasar dari pelaksanaan pendidikan di Indonesia.

13
a. Tujuan Pendidikan
Pandangan Panasila tentang hakikat realitas, manusia, pengetahuan dan
hakikat nilai mengimplikasikan bahwa pendidikan seyogyanya bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap,kreatif,mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggu jawab. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 3 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang sistem Pendidikan Nasional.
Tujuan pendidikan tersebut hendaknya kita sadari betul,sehingga
pendidikan yang kita selenggarakan bukan hanya untuk mengembangkan
salah satu potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berilmu saja,
bukan hanya untuk terampil bekerja saja, dsb, melainkan demi
berkembangnya seluruh potensi peserta didik dalam konteks keseluruhan
dimensi kehidupannya secara integral.
b. Kurikulum Pendidikan
Kurikulum pendidikan, melaksanakan kurikulum yang komprehensif,
memadukan antara teori dan praktek. Wawasan kurikulum yang
dikembangkan adalah: (1) Wawasan budaya bangsa berdasar pada kondisi
sosio-budaya masyarakat dan negara Indonesia, (2) Wawasan ideologi dan
pandangan hidup Pancasila, (3) Wawasan kemajuan Ilmu dan Teknologi,
(4) Wawasan religius dan keimanan, (5) Wawasan Pembangunan Nasional,
(6) Wawasan ketahanan bangsa, (7) Proses belajar dan mengajar,
mengembangkan proses komunikasi diagonal (interaksi aktif).
Mengembangkan Cara Belajar Siswa Aktif.
c. Metode Pendidikan
Pemilihan dan aplikasi metode pendidikan hendaknya dilakukan dengan
mempertimbangkan tujuan pendidikan yang hendak dicapai, hakikat
manusia atau peserta didik, karakteristik isi/materi pendidikan, fasilitas alat
Bantu pendidikan yang tersedia. Penggunaan metode pendidikan
diharapkan memperhatikan prinsip cara belajar siswa aktif (CBSA) dan
sebagainya

14
d. Peranan Pendidik dan Peserta Didik
Ada berbagai peranan dan peserta didik yang harus dilaksanakannya,
namun pada dasarnya berbagai peranan tersebut tersurat dan tersirat dalam
semboyan:”ing ngarso sung tulodo” artinya pendidik harus memberikan
atau menjadi teladan bagi peserta didiknya;’ing madya mangun karso”,
artinya   pendidik harus mampu membangun karsa pda diri peserta
didiknya; dan “tut wuri handayani”artinya bahwa sepanjang tidak
berbahaya pendidik harus memberi kebebasan atau kesempatan kepada
peserta didik untuk belajar mandiri. Hakekat anak didik adalah
bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri selaras dengan wawasan
pendidikan sepanjang haya. Hakekat guru sebagai pendidik adalah agen
perubahan, berfungsi sebagai pemimpin dan pendukung serta pengembang
nilai-nilai hidup di masyarakat, sebagai fasilitator dan bertanggung jawab
atas tujuan belajar.
e. Orientasi Pendidikan
Pendidikan memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi konservasi dan
fungsi kreasi. Fungsi konservasi dilandasi asumsi bahwa terdapat nilai-
nilai,penetahuan,norma,kebiasaan, dsb. Yang dijingjung tinggi dan
dipandang berharga untuk tetap dipertahankan. Contoh:pengetahuan dan
nilai-nilai yang bersifat mutlak tentunya tetap harus dipertahannkan,
demikian jugapengetahuan dan nilai-nilai budaya yang masih dipandang
benar dan baik juga perlu dikonsrvasi. Adapun fungsi kreasi dilandasi
asumsi bahwa realitas tidaklah bersifat terberi (given) dan telah selesai
sebagaimana diajarkan oleh sains modern.Tetapi realitas “mewujud”
sebagaimana kita manusia dan semua anggota alam semesta berpartisipasi
dalam mewujukan realitas. Sebab itu, peran manusia baik sebagai individu
maupun kelompok adalah merajur realitas yang diinginkannya yang dapat
diterima oleh lingkunganya. Dalam hal ini hakikat pendidikan seyogyanya
diletakkan pada upay-upaya untuk menggali dan mengembangkan potensi
para pelajar agar mereka tidak saja mampu memeahami perubahan tetapi
mampu berperan sebagai agen perubahan atau perajut realitas ( A.

15
Mappadjantji Amien,2005).Perubahan merupakan suatu keharusan atau
kenyataan yang tidak dapat kita tolak, sehingga para peserta didik harus
dididik untuk menguasainya dan bukan sebaliknya, mereka ,menjadi
dikuasai oleh perubahan.
f. Fungsi pendidikan nasional Indonesia
Fungsi pendidikan nasionalIndonesiaadalah untuk mengembangkan
warga negaraIndonesia, baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat,
mengembangkan bangsaIndonesiadan mengembangkan kebudayaan
Indonesia
g. Unsur-unsur pokok pendidikan nasional
Unsur-unsur pokok pendidikan nasional adalah pendidikan pancasila,
pendidikan agama, pendidikan watak dan kepribadian, pendidikan bahasa,
pendidikan kesegaran jasmani, pendidikan kesenian, pendidikan ilmu
pengetahuan, pendidikan keterampilan, pendidikan kewarganegaraan dan
pendidikan kesadaran bersejarah.
h. Asas-asas pelaksanaan pendidikan nasional
Asas-asas pelaksanaan pendidikan nasional Indonesia adalah asas
semesta, asas pendidikan seumur hidup, asas tanggung jawab bersama, asas
pendidikan, asas keselarasan dan keterpaduan dengan ketahanan nasional
dan wawasan nasional, asas Bhineka Tunggal Ika, Asas keselarasan,
keseimbangan dan keserasian, asas manfaat adil dan merata.

16
BAB III
PENUTUP

Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan.
Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang membuktikan
dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis.
Filosuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William James dan John Dewey.
Seperti dengan aliran-aliran filsafat pada umumnya, pragmatisme juga memiliki
kekeliruan sehingga menimbulkan kritik-kritik terhadap aliran filsafat ini. Kekeliruan
pragmatisme dapat dibuktikan dalam tiga tataran pemikiran: (1) kritik dari segi landasan ideologi
pragmatisme, (2)kritik dari segi metode pemikiran, dan (3) kritik terhadap pragmatisme itu
sendiri.
Filsafat Pendidikan Pancasila adalah  tuntutan formal yang fungsional dari kedudukan
dan fungsi dasar negara Pancasila sebagai sistem Kenegaraan Republik Indonesia. Kesadaran
memiliki dan mewarisi sistem kenegaraan Pancasila adalah dasar pengamalan dan
pelestariannya, sedangkan jaminan utamanya ialah subjek manusia Indonesia seutuhnya terbina
melalui sistem pendidikan nasional yang dijiwai oleh filsafat pendidikan Pancasila. Dengan
demikian jelas bahwa pancasila yang kemudian disahkan menjadi dasar Negara merupakan
filsafat bangsa Indonesia yang berakar dan berkembang pada kehidupan bangsa Indonesia sejak
zaman purba

17
DAFTAR PUSTAKA
Tirtarahadja, Umar dan S. L. La Sulo. 2005.Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Ariansyah, Novia Sartika. 2011. Filsafat Pendidikan Nasional: Pancasila.
http://kristianawidi.blogspot.co.id/2012/02/makalah-pragmatisme.html. (Diakses 6
November 2015)

Burhanudin, Afid. 2013. Pragmatisme Dalam Pendidikan.


https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/07/pragmatisme-dalam-pendidikan/.
(Diakses 6 November 2015)

Wijaya, Intan. 2014. Filsafat Pragmatisme Sebagai Landasan Pendidikan.


https://www.academia.edu/9688299/ALIRAN_FILSAFAT_PRAGMATISME. (Diakses 6
November 2015)

Munandar, Rizqi. 2013. Filsafat Pendidikan Nasional Pancasila.


http://rizqinote.blogspot.co.id/2013/12/vi-pengantar-filsafat-pendidikan.html. (Diakses 4
November 2015)

18

Anda mungkin juga menyukai