Anda di halaman 1dari 12

Manusia dan Pendidikan

Pendidikan merupakan sarana yang menumbuh-kembangkan potensi-potensi


kemanusiaan untuk bermasyarakat dan menjadi manusia yang sempurna. Manusia
memiliki ciri-ciri yang secara prinsip membedakan manusia dari hewan, meskipun
antara manusia dan hewan memiliki banyak kemiripan biologis.

A. Manusia dan Pendidikan

1. Sifat Dasar Manusia

Pada bagian ini kita akan paparkan tentang sifat manusia yang tidak
dimiliki oleh hewan menurut paham eksistensialisme dengan maksud menjadi
masukan untuk membenahi konsep pendidikan.

Sifat Dasar Manusia


a. Kemampuan menyadari diri
b. Kemampuan bereksistensi
c. Pemilikan kata hati
d. Moral
e. Kemampuan bertanggung jawab
f. Rasa kebebasan (kemerdekaan)
g. Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak
h. Kemampuan menghayati kebahagiaan

a. Kemampuan menyadari diri

Kaum rasionalis menunjuk kunci perbedaan manusia dan hewan pada


adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia. Berkat
adanya kemampuan menyadari diri, manusia menyadari bahwa dirinya
(akunya) memiliki ciri khas atau karakteristik diri.
b. Kemampuan berinteraksi

Dengan keluar dari dirinya, dan dengan membuat jarak antara aku dan
dirinya sebagai objek, lalu melihat objek itu sebagai sesuatu, berarti manusia
dapat menembus atau menerobos dan mengatasi batas-batas yang
membelenggu dirinya. Kemampuan menerobos ini bukan saja dalam
kaitannya dengan ruang, melainkan juga dengan waktu. Dengan demikian
manusia tidak terbelenggu oleh tempat atau ruang ini (disini) dan waktu ini
sekarang, tetapi dapat menembus ke “sana” dan ke “masa depan atau ke masa
lampau”. Kemampuan mendapatkan diri dan menerobos inilah yang disebut
kamampuan bereksistensi.

c. Kata hati

Kata hati atau conscience of man juga sering disebut dengan istilah hati
nurani, lubuk hati, dan sebagainya. Conscience adalah pengertian yang
mengikuti perbuatan. Manusia memiliki pengertian yang menyertai tentang
apa yang akan, yang sedang, dan yang telah diperbuatnya, bahkan mengerti
juga akibatnya baik atau buruknya.

d. Moral

Jika kata hati diartikan sebagai bentuk pengertian yang menyertai


perbuatan, maka yang dimaksud dengan moral (yang sering juga disebut
etika) adalah perbuatan itu sendiri.
Disini tampak bahwa masih ada jarak antara kata hati dan moral. Artinya,
sering seseorang yang telah memiliki kata hati yang tajam belum otomatis
perbuatannya merupakan realisasi dari kata hatinya. Untuk menjembatani
jarak yang mengantarai keduanya masih ada aspek yang diperlukan, yaitu
kemauan. Bukankah banyak orang yang memiliki kecerdasan akal tetapi tidak
cukup memiliki moral (keberanian berbuat)?
e. Tanggung jawab

Kesediaan untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang


menuntut jawab merupakan pertanda dari sifat orang yang bertanggung
jawab. Wujud tanggung jawab bermacam-macam, ada tanggung jawab
terhadap diri sendiri, tanggung jawab terhadap masyarakat, dan tanggung
jawab kepada Tuhan. Tanggung jawab kepada diri sendiri berarti
menanggung tuntutan kata hati, misalnya dalam bentuk penyesalan yang
mendalam ketika berbuat salah. Bertanggung jawab kepada masyarakat
berarti menanggung akibat yang terkait dengan norma-norma dan tuntutan
sosial. Bentuk tuntutannya berupa sanksi-sanksi sosial seperti cemohan
masyarakat dan hukuman penjara. Bertanggung jawab kepada Tuhan berarti
menanggung tuntutan terkait norma-norma agama, misalnya perasaan berdosa
dan terkutuk ketika berbuat salah.

f. Rasa kebebasan

Merdeka adalah rasa bebas (tidak merasa terikat oleh sesuatu). Akan
tetapi manusia memiliki kodrat yang kelihatannya saling bertentangan, yaitu
(1) rasa bebas berbuat dan (2) rasa adanya tuntutan atau ikatan.
Kemerdekaan dalam arti sebenarnya memang berlangsung dalam
keterikatan. Artinya, seseorang bebas berbuat sepanjang tidak bertentangan
dengan tuntutannya sebagai manusia. Seseorang hanya mungkin merasakan
adanya kebebasan batin apabila ada ikatan-ikatan yang telah menyatu dengan
dirinya.

g. Kewajiban dan hak

Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai
manifestasi dari manusia sebagai makhluk sosial. Yang satu ada karena
adanya yang lain. Tak ada hak tanpa kewajiban. Jika seseorang mempunyai
hak untuk menuntut sesuatu maka tentu ada pihak lain yang berkewajiban
memenuhi hak tersebut (yang pada saat itu belum dipenuhi). Sebaliknya,
kewajiban muncul karena pihak lain harus dipenuhi haknya.

2. Fungsi Pendidikan

Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk


watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa (UU RI No. 20, Tahun 2003). Berdasarkan fungsi
pendidikan nasional di atas, maka peran guru menjadi penentu keberhasilan
misi pendidikan nasional di atas, maka peran guru menjadi penentu
keberhasilan misi pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Guru bertanggung
jawab mengatur, mengarahkan, dan menciptakan suasana kondusif yang
mendorong siswa melaksanakan kegiatan di atas.

Keberhasilan pendidikan dipengaruhi oleh perubahan dan pembaharuan


atas segala komponen pendidikan. Komponen yang mempengaruhi
keberhasilan pendidikan meliputi kurikulum, sarana prasarana, guru, siswa,
dan model pengajaran yang tepat. Semua komponen tersebut saling terkait
dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan (Djamarah,
2012:123).

Hasil belajar yang meningkat merupakan salah satu indikator pencapaian


tujuan pendidikan yang tidak terlepas dari motivasi siswa maupun kreativitas
guru dalam menyajikan materi pelajaran melalui berbagai model untuk dapat
mencapai tujuan pengajaran secara maksimal.

Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dan


ia mencangkup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Belajar
memegang peranan penting bagi perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan
tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi manusia. Oleh karena itu dengan
menguasai prinsip-prinsip dasar tentang belajar, seseorang mampu
memahami bahwa aktivitas belajar itu memegang peranan penting dalam
proses psikologis (Catharina, 2006:2).

Menurut Gagne dan Berliner dalam Catharina (2006:2) konsep tentang


belajar telah banyak didefinisikan oleh pakar psikologi. Belajar adalah proses
ketika organisme mengubah perilakunya karena hasil pengalaman. Menurut
Morgen et. al., dalam Catharina (2006:2) belajar itu relatif permanen dan
merupakan hasil dari praktik atau pengalaman. Dari pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa belajar mengandung tiga unsur pokok, yaitu perubahan
perilaku, pengalaman, lamanya waktu perubahan perilaku yang dimiliki oleh
pembelajar. Perubahan perilaku yang dimaksud dapat berbentuk perubahan
kognisi, afeksi, dan psikomotor.

Berkaitan dengan tujuan tersebut di atas maka masalah pendidikan harus


mendapatkan perhatian yang lebih besar, memerlukan keterlibatan dan
kerjasama beberapa pihak serta unsur yang ada di dalamnya. Oleh karena itu
“Tanggung jawab pendidikan ada pada lembaga-lembaga, yang meliputi
lembaga keluarga, sekolah, masyarakat, keagamaan, dan pemerintah.” (M.
Noor Syaln, 1981:19).

Selain itu keberhasilan pendidikan juga ditentukan pula oleh beberapa


faktor, di antaranya kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, fasilitas
dana, tenaga pendidik, metode, dan partisipasi masyarakat.

Dalam kehidupan masyarakat yang semakin maju dan berkembang


seperti sekarang ini persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat
semakin kompleks, karena adanya perubahan pada berbagai kehidupan
masyarakat. Persaingan di segala bidang semakin ketat, membuat semua
orang berlomba untuk meraih kesuksesan.

Kita lihat, orang tua yang terlalu sibuk dengan urusannya menjadi lupa
akan keberadaan dirinya sebagai anggota keluarga, dan lupa perannya sebagai
orang tua. Banyak orang tua yang lupa bahwa perkembangan anaknya sangat
membutuhkan kasih sayang, perhatian, serta bimbingan dari orang tua.
Mereka melupakan bahwa pendidikan di keluarga adalah pendidikan yang
pertama dan utama. Tanggung jawab melatih dan mengawasi anak diserahkan
pada pembantu rumah tangga yang pendidikannya relatif rendah. Hal tersebut
berdampak pada pendidikan anak, sehingga anak sering menghadapi
persoalan yang kadang tidak dapat mereka pecahkan sendiri.

Pada kenyataannya, kemampuan dan sifat anak dalam mengatasi


persoalan itu tidak sama satu dengan yang lain. Ada anak yang sanggup
mengatasi persoalannya tanpa ada bantuan orang lain. Tetapi tidak sedikit
anak tidak sanggup mengatasi persoalannya sendiri, dengan demikian
bantuan dan pertolongan orang lain sangat ia perlukan.

Adapun sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud


membantu peserta didik untuk menumbuh-kembangkan potensi-potensi
kemanusiaannya. Potensi kemanusiaan merupakan benih untuk menjadi
manusia seutuhnya. Manusia siapapun, sebagai apapun, di mana dan kapan
pun berada, berhak atas pendidikan. Manusia sebagai objek pendidikan
adalah manusia dalam perwujudannya penting pada proses pendidikan agar
dikemudian hari manusia dapat menemukan jati dirinya sebagai manusia.

Berulang-ulang dinyatakan tanpa adanya pendidikan, manusia tidak akan


mungkin dapat menjalankan tugas dan kewajiban hakiki kehidupannya. Oleh
karena itu, pendidikan secara khusus difungsikan untuk menumbuh-
kembangkan segala potensi kodrat (bawaan) yang ada dalam diri manusia.

Pendidikan menurut Charles E. Siberman tidak sama dengan pengajaran,


karena pengajaran hanya menitik-beratkan pada usaha mengembangkan
intelektualitas manusia. Pendidikan berusaha mengembangkan seluruh aspek
kepribadian dan kemampuan manusia, baik aspek kognitif maupun
psikomotor. Pendidikan mempunyai makna yang lebih luas daripada
pengajaran, tetapi pengajaran merupakan sarana yang ampuh dalam
menyelenggarakan pendidikan.

Pendidikan menekankan pada bentuk, refleksi kritis, keingintahuan, dan


dialog. Sebab dialog adalah upaya menumbuhkan kesadaran kritis dalam
melakukan analisis problem-problem kemanusiaan. Refleksi kritis itu penting
atas segala hal yang ada dalam diri maupun di luar diri. Keingin-tahuan harus
selalu dipupuk untuk menggali dan memaksimalkan pikiran yang kita miliki.

Dalam bahasa latin, Taylor (1983) memberikan tiga tahapan pendidikan.


Pertama, naming adalah menanyakan sesuatu (apa problemnya) baik teks,
realitas sosial, maupun struktur ekonomi politik. Kedua, reflecting, yakni
mengajukan pertanyaan mendasar untuk mencari akar persoalan. Ketiga,
acting, yakni pencarian alternatif untuk memecahkan persoalan.

3. Lingkungan Pendidikan

Pendidikan pada dasarnya diperoleh seseorang dari tiga lingkungan:


a. Pendidikan di keluarga. Pada tahap ini pendidikan berlangsung
sejak dalam kandungan sampai masuk sekolah. Pendidikan yang
diberikan oleh orang tua hanya berkisar tentang perkembangan
jasmani dan rohani, pembiasaan dan pendidikan yang sederhana. Dan
pada tahap ini orang tua mempunyai peranan yang sangat penting
tentang perkembangan fisiknya.
b. Pendidikan di sekolah. Pendidikan ini merupakan kelanjutan dari
pedidikan dalam keluarga. Dan pendidikan ini dilaksanakan secara
mandiri dimana anak tidak lagi dilayani oleh orang tuanya, akan
tetapi kegiatan di sekolah di bawah pengawasan guru. Namun
demikian pendidikan di sekolah juga mempunyai peranan yang
sangat besar terhadap perkembangan anak.
c. Pendidikan di masyarakat. Sekolah bagaimananpun majunya tidak
mungkin mampu memberikan semua tuntutan perkembangan
manusia. Oleh sebab itu selain pendidikan di sekolah atau pendidikan
di keluarga, diperlukan juga pendidikan di masyarakat. Sudah
menjadi pengetahuan kita bersama bahwa pendidikan yang humanis
di masyarakat itu dapat memberikan kebebasan yang luas untuk
berpikir kritis, dan semakin banyak dilontarkan kritik, maka
kelompok yang dominan akan semakin memperketat penjagaan
terhadap keamanan dirinya.

B. Tujuan Pendidikan

1. Pengertian Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan adalah seperangkat hasil pendidikan yang dicapai


oleh peserta didik setelah diselenggarakan kegiatan pendidikan. Seluruh
kegiatan pendidikan, yakni bimbingan pengajaran atau latihan, diarahkan
untuk mencapai tujuan pendidikan itu. Dalam konteks ini tujuan pendidikan
merupakan komponen dari sistem pendidikan yang menempati kedudukan
dan fungsi sentral. Itu sebabnya setiap tenaga pendidikan perlu memahami
dengan baik tujuan pendidikan.

2. Tujuan Institusional

Tujuan institusional adalah tujuan yang hendak dicapai oleh lembaga


pendidikan atau satuan pendidikan tertentu. Tiap lembaga pendidikan
memiliki tujuannya masing-masing yang berbeda satu dengan yang lainnya
dan yang sesuai dengan karakteristik lembaga tersebut.

3. Tujuan Kurikulum

Tujuan kurikulum adalah tujuan yang hendak dicapai oleh program studi,
bidang studi, dan mata pelajaran tertentu yang disusun berdasarkan tujuan
institusional. Perumusan tujuan kurikulum berpedoman pada kategorisasi
tujuan pendidikan atau taksonomi tujuan, yang dikaitkan dengan bidang studi
bersangkutan.

4. Tujuan Pembelajaran (Instruksional)

Tujuan pembelajaran adalah tujuan yang hendak dicapai setelah selesai


diselenggarakan proses pembelajaran. Misalnya, tujuan pembelajaran
satuan acara pertemuan tertentu bertitik tolak pada perubahan perilaku
siswa. Tujuan ini disusun berdasarkan tujuan kurikulum. (Oemar
Hamalik:3-6)

C. Fungsi Pendidikan

Fungsi pendidikan adalah menghilangkan penderitaan rakyat dari kebodohan


dan ketertinggalan. Diasumsikan bahwa orang yang berpendidikan akan terhindar
dari kebodohan dan kemiskinan, karena dengan modal ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang diperolehnya melalui proses pendidikan, orang akan mampu
mengatasi berbagai problema kehidupan yang dihadapinya.

Kemampuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang tentu sesuai dengan


tingkat pendidikan yang diikutinya. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka
diasumsikan semakin tinggi pengaetahuan, keterampilan, dan kemampuannya.
Hal ini menggambarkan bahwa fungsi pendidikan dapat meningkatkan
kesejahteraan, karena orang yang berpendidikan dapat terhindar dari kebodohan
maupun kemiskinan. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa fungsi pendidikan
adalah membimbing anak ke arah tujuan yang kita nilai tinggi. Pendidikan yang
baik adalah usaha yang berhasil membawa semua anak didik ke tujuan itu.

Apa yang diajarkan hendaknya dipahami sepenuhnya oleh semua anak.


UUPS No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan pada
akhirnya harus berupaya mewujudkan masyarakat yang ditandai adanya keluhuran
budi dalam diri individu, keadilan dalam negara, dan kehidupan yang lebih
bahagia dan saleh dari setiap individunya. (Syaiful Sagala:10-11)

D. Jenis-jenis Pendidikan

Banyaknya pendapat para ahli tentang jenis-jenis pendidikan. Hal ini


disebabkan oleh perbedaan sudut pandang seperti yang dikemukakan oleh
Suwarno (1985:7-8):
1. Menurut tujuannya: a. pendidikan pancasila; b. pendidikan Islam; c.
pendidikan hindu; d. pendidikan katolik.
2. Menurut lembaga pendidikan: a. pendidikan keluarga; b. pendidikan
sekolah; c. pendidikan masyarakat.
3. Menurut aspek pendidikan: a. pendidikan intelektual; b. kecerdasan; c.
pendidikan moral; d. pendidikan estesis (keindahan); e. pendidikan
agama; f. pendidikan sosial; g. pendidikan kewarganegaraan (patriotik); h.
pendidikan jasmani; i. pendidikan keterampilan (skill).
4. Menurut keadaan perkembangan peserta didik: a. pendidikan prenatal; b.
pendidikan bayi; c. pendidikan anak; d. pendidikan anak sekolah; e.
pendidikan pamuda; f. pendidikan orang dewasa.
5. Menurut metode yang digunakan: a. pendidikan liberal; b. pendidikan
otoriter; c. pendidikan demokratis. (Suwarno: 1985:7-8)

Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa jenis pendidikan dapat diuraikan
dengan rinci menurut masalahnya. Dan jenis-jenis di atas dapat dijadikan dasar
untuk membahas tentang jenis-jenis pendidikan dan dipadukan dengan undang-
undang yang berlaku di Indonesia. Klasifikasi ini penting, mengingat jenis dan
jenjang pendidikan akan berbeda-beda menurut falsafah dan tujuan yang hendak
dicapainya.
Dalam UU No. 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran
di sekolah, pada Bab V Pasal 6 dinyatakan bahwa tentang jenis pendidikan dan
pengajaran, yakni:
1. Menurut jenisnya, pendidikan dan pengajaran dibagi atas:
a. Pendidikan dan pengajaran taman kanak-kanak.
b. Pendidikan dan pengajaran rendah.
c. Pendidikan dan pengajaran menengah.
d. Pendidikan dan pengajaran tinggi.
2. Pendidikan dan pengajaran luar biasa diberikan dengan khusus untuk
mereka yang memerlukan. (Suwarno, 1985:138)

Pada Pasal 7 dijelaskan tentang maksud dilaksanakan jenis-jenis pendidikan


itu. Pengajaran dan pendidikan taman kanak-kanak dimaksudkan untuk
menentukan pertumbuhan jasmani dan rohani anak-anak sebelum masuk ke
sekolah rendah (Suwarno, 1985:138). Pendidikan dan pengajaran rendah
bertujuan mengembangkan bakat anak didik serta memberikan dasar-dasar
pengetahuan, kecakapan, dan ketangkasan baik lahir maupun batin.

Pendidikan dan pengajaran menengah sudah membedakan antara pendidikan


umum dan vak. Selain melanjutkan ke perhuruan tinggi, pendidikan dan
pengajaran jenis ini juga mengembangkan kemampuan atau kesanggupan anak
untuk bermasyarakat. Pendidikan dan pengajaran jenis ini mendidik tenaga ahli
sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja, serta mempersiapkan anak didik pada
pendidikan tinggi.

Pendidikan tinggi dimaksudkan untuk memberi kesempatan kerja kepada


pelajar agar menjadi orang yang dapat memberi pimpinan kepada masyarakat dan
dapat memelihara kemajuan ilmu dalam masyarakat.

Kemajuan masyarakat, perkembangan Iptek yang semakin cepat, serta


semakin menguatnya era globalisasi akan memengaruhi peran lingkungan dalam
pendidikan. Di samping itu terjadinya pergeseran peran seperti telah tampak pada
keluarga modern. Keluarga modern dituntut pula meningkatkan mutu perannya.

E. Tinjauan tentang Arti Belajar

Belajar adalah usaha untuk mendapatkan kepandaian. Para ahli mempunyai


pendapat yang berbeda-beda tentang arti belajar. Berikut ini beberapa pendapat
para ahli tentang belajar. Rohayani mengatakan belajara adalah perubahan
perilaku sebagai hasil pengalaman, dan perubahan perilaku itu disebabkan oleh
proses menjadi matangnya seseorang, serta tidak bersifat temporer (Dewa Ketut
Sukardi, 1983:15).

Dari uraian di atas maka kami dapat menyatakan bahwa belajar adalah
sebagai berikut:
a. Belajar harus menghasilkan perubahan perilaku yang relatif menetap
sebagai hasil dari pengalaman.
b. Dalam belajar, harus ada upaya memperoleh kepandaian.
c. Belajar merupakan pengalaman melalui praktik.
d. Perubahan perilaku karena adanya usaha sadar dari si pebelajar (subjek).

Bruner (dalam Dengeng, 1989) mengemukakan bahwa teori belajar adalah


perspektif yang sifatnya deskriptif. Perspektif karena tujuan utama teori
pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal, sedangkan
deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar.
Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan di antara variabel-variabel yang
menentukan hasil belajar, dan teori ini menaruh perhatian pada seseorang yang
belajar. Sedangkan teori pembelajaran sebaliknya, teori ini menaruh perhatian
pada cara seseorang memengaruhi orang lain agar terjadi proses belajar. Dengan
kata lain, teori pembelajaran ini berurusan dengan upaya mengontrol variabel-
variabel yang dispesifikasikan dalam teori belajar agar dapat memudahkan
belajar.

Anda mungkin juga menyukai