Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

MANUSIA DAN PENDIDIKAN DALAM TINJAUAN FILSAFAT

DISUSUN KELOMPOK 1

1. VERA TRISTIANA A510190045


2. NOVITA NUR AFIFAH A510190049
3. AJI PANGESTU TIMUR A510190062
4. AMOY NANDA LUMINTANG A510190068
5. DEA FARISKA ARDIANA A510190072
6. FATMA NADIATUL KHUSNA A510190074
7. IDA NUR HASANAH A510190080

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sejak lahir seorang manusia sudah langsung terlibat di dalam kegiatan pendidikan dan
pembelajaran. Dia dirawat, dilatih, dijaga, dan dididik oleh orang tua, keluarga dan
masyarakatnya menuju tingkat kematangan, sampai kemudian terbentuk potensi kemandirian
dalam mengelola kelangsungan hidupnya.
Karena manusia pendidikan mutlak ada dan karena pendidikan, manusia semakin menjadi
diri sendiri sebagai manusia yang manusiawi. Di dalam keonteks pendidikan, manusia adalah
makhluk yang selalu mencoba memerankan diri sebagai subjek dan objek. Sebagai subjek, selalu
berusaha mendidik dirinya (sebagai objek) untuk perbaikan perilakunya.
Pendidikan sebagai usaha sadar yang sestematik-sistemik selalu bertolak dari sejumlah
landasan serta mengindahkan sejumlah landasan serta mengindahkan sejumlah asas-asas tertentu.
Landasan dan asas tersebut sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap
pengembangan manusia dan masyarakat suatu bangsa tertentu. Kajian berbagai landasan
landasan pendidikan itu akan membentuk wawasan yang tepat tentang pendidikan. Dengan
wawasan dan pendidikan yang tepat, serta dengan menerapkan asas-asas pendidikan yang tepat
pula, akan dapat memberi peluang yang lebih besar dalam merancang dan menyelenggarakan
program pendidikan yang tepat wawasan. Sehingga akan memberikan perspektif yang lebih luas
terhadap pendidikan, baik dalam aspek konseptual maupun operasional tentang landasan dan
asas pendidikan tersebut selalu diarahkan pula pada upaya dan permasalahan penerapannya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah :
1. Manusia dalam pandangan filsafat
2. Manusia dalam pandangan Islam
3. Hakikat pendidikan
4. Pendidikan dalam Tinjauan Islam
5. Urgensi pendidikan berdimensi moral bagi manusia

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa itu manusia dalam pandangan filsafat
2. Untuk mengetahui apa sajakah manusia dalam pandangan islam
3. Untuk mengetahui apa sajakah hakikat pendidikan
4. Untuk mengetahui apa itu pendidikan dalam tinjauan islam
5. Untuk mengetahui apa itu urgensi pendidikan berdimensi moral bagi manusia
BAB II

PEMBAHASAN

A. MANUSIA DALAM PANDANGAN FILSAFAT

Para filsuf jaman dahulu banyak berkonsentrasi pada persoalan-persoalan alam semesta, baru
kemudian berkonsentrasi pada masalah-masalah manusia. Tokoh-tokoh filsafat manusia pada
masa itu antara lain Pythagoras, Socrates, Plato, dan Aristoteles. Lubis dan Adian (2011: 7-8)
menjelaskan bahwa setelah para filsuf menyibukkan diri dengan kontemplasi terhadap alam
semesta, muncullah para filsuf yang memfokuskan perhatian mereka pada permasalahan
manusia. Para filsuf seperti Socrates (470-399 SM), Plato (429-347 SM), dan Aristoteles (384-
322 SM) banyak mengemukakan pemikiran tentang bagaimana hidup bermasyarakat dengan
baik.pythagoras (580-500 SM) mengatakan bahwa filsafat tidak semata-mata kontemplasi
terhadap kosmos, melainkan jalan keselamatan hidup. Tujuan hidup bagi Pythagoras adalah
membebaskan jiwa dari keterbelengguan badani menuju keselamatan (bersatu kembali dengan
jiwa alam semesta).

Kajiannya tersebut secara ringkas dapat diutarakan sebagai berikut :

1. Plato : Manusia sebagai pribadi yang tidak terbatas pada saat bersatunya jiwa dengan
raga. Manusia lahir ke dunia telah membawa ide kebaikan (innate idea)

2. Aristoteles : Manusia adalah makhluk organis yang fungsionalisasinya tergantung pada


jiwanya.

3. Rene Descartes (1596-1650) : Hakikat manusia ada pada aspek kesadaran yang
eksistensinya ada pada daya intelek sebagai hakikat jiwa.

4. Schopenhsuer (1788-1860) : Kesadaran dan intelek hanyalah permukaan jiwa kita,


dibawah itu ada kehendak yang tidak sadar.

5. Auguste Comte (1798-1857) : Berupaya menjelaskan tahap perkembangan intelek


manusia dengan hukum tiga tahapannya.

Mempelajari tentang manusia dan upaya untuk menemukan hakikat manusia sungguh bukan
pekerjaan yang tidak mudah (dapat dikatakan sangat sulit). Jalaluddin dn Idi (2007: 129-131)
menyebutkan empat aliran yang dibahas, yaitu :

1. Aliran serba-zat; aliran ini mengatakan yang sungguh-sungguh ada itu hanyalah zat atau
materi. Alam ini adalah zat atau materi dan amnusia adalah unsur dari alam.
2. Aliran serba ruh; aliran ini berpendapat segala hakikat sesuatu yang ada di dunia ini ialah
ruh. Menurut Fiche, segala sesuatu yang ada (selain ruh) dan hidup itu hanyalah
perumpamaan, perubahan, atau penjelmaan dari ruh (Gazalba, 1992: 288).

3. Aliran dualisme; aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakikatnya terdiri dari
dua substansi, yaitu jasmani dan rohani.

4. Aliran eksistensialisme; aliran filsafat modern berpandangan bahwa hakikat manusia


merupakan eksistensi dari manusia. Hakikat manusia adalah apa yang menguasai
manusia secara menyeluruh.

Filsafat berpandangan bahwa hakikat manusia itu berkaitan antara badan dan ruh. Islam secara
tegas mengatakan bahwa badan dan ruh adalah substansi alam, sedangkan alam adalah makhluk
dan keduanya diciptakan oleh Allah. Oleh karena itu, hakikat manusia adalah ruh sedangkan
jasadnya hanyalah alat yang dipergunakan oleh ruh semata. Tanpa kedua substansi tersebut tidak
dikatakan manusia.

Jalaluddin dan Idi menjelaskan tentang pandangan ilmu pengetahuan tentang manusia,
kepribadian manusia dan ilmu pendidikan, dan masalah ruhani dan jasmani. Sedangkan
Suhartono (2007: 53-58) setelah mengkaji tentang hakikat manusia, selanjutnya menjelaskan
tentang manusia makhluk berpengetahuan, manusia makhluk berpendidikan, dan manusia
makhluk berkebudayaan. Adapun penjelasan tentang hakikat manusia sebagai berikut :

1. Manusia makhluk berpengetahuan

Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk tertinggi sehingga mendapatkan amanah sebagai
khalifah di muka bumi. Lebih lanjut dijelaskan Suhartono bahwa manusia lahir dengan potensi
kodratnya berupa cipta, rasa, dan karsa. Cipta adalah kemampuan spiritual yang secara khusus
mempersoalkan nilai “kebenaran”. Rasa adalah kemampuan spiritual yang secara khusus
mempersoalkan nilai “keindahan”. Sedangkan karsa adalah kemampuan spiritual yang secara
khusus mempersoalkan “kebaikan”.

2. Manusia makhluk berpendidikan

Melalui pengetahuan yang benar, manusia berusaha, menjaga, dan mengembangkan


kelangsungan hidupnya. Dalam perilaku sehari-hari, pengetahuan berubah menjadi moral, dan
kemudian menjadi etika kehidupan, sedemikian rupa sehingga hakikat perilaku tersebut berupa
kecenderungan untuk mempertanggungjawabkan kelangsungan dan perkembangan hidup dan
kehidupan ini sepenuhnya. Bahkan dalam sebuah kajian lain disebutkan adil terhadap Sang
Pencipta (Allah), artinya manusia hidup harus dapatmengatur diri mengenai waktu, tenaga,
pikiran, harta, dan lain-lainnya yang senantiasa untuk berbakti kepada-Nya. Menjalankan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.

3. Manusia makhluk kebudayaan


Manusia adalah mahluk budaya artinya mahluk yang berkemampuan menciptakan kebaikan,
kebenaran, keadilan dan bertanggung jawab. Sebagai mahluk berbudaya, manusia
mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan baik bagi dirinya maupun bagi
masyarakat demi kesempurnaan hidupnya. Sebagai catatan bahwa dengan pikirannya manusia
mendapatkan ilmu pengetahuan. Dengan kehendaknya manusia mengarahkan perilakunya dan
dengan perasaannya manusia dapat mencapai kebahagiaan. Adapun sarana untuk memelihara
dan meningkatkan ilmu pengetahuan dinamakan LOGIKA. Sarana untuk meningkatkan dan
memelihara pola perilaku dan mutu kesenian adalah ETIKA dan ESTETIKA. Tujuan dari
pemahaman bahwa manusia sebagai mahluk budaya, agar dapat dijadikan dasar pengetahuan
dalam mempertimbangkan dan mensikapi berbagai problematic budaya yang berkembang di
masyarakat sehingga manusia tidak semata-mata merupakan mahluk biologis saja namun juga
sebagai mahluk social, ekonomi, politik dan mahluk budaya.

Pengertian kebudayaan ditinjau dari bahasa Sansakerta “budhayah” (jamak), budhi = budi/akal.
Jadi kebudayaan adalah hasil akal manusia untuk mencapai kesempurnaan . EB. Taylor
mengartikan kebudayaan sebagai : “keseluruhan kompleks yang di dalamnya terkandung ilmu
pengetahuan serta yang di dapat manusia sebagai anggota masyarakat. Atau diartikan pula segala
sesuatu yang diciptakan manusia baik materi maupun non material melalui aka”l. Budaya itu
tidak diwariskan secara generative (biologis) tapi melalui belajar. Menurut Koentjaraningrat :
“kebudayaan adalah keseluruhan system gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar”. Kebudayaan
sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai sikap, makna, hirarkhi, agama,
waktu, peranan hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang
diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan
kelompok.

B.MANUSIA DALAM PANDANGAN ISLAM

Manusia dalam pandangan islam menurut Jalaludin (2003:18) bahwa manusia adalah makhluk
ciptaan Allah (QS.96:1-2) dengan kedudukan yang melebihi makhluk ciptaan Allah yang lainnya
(QS.95:4) dan pada hakikatnya manusia merupakan makhluk ciptaan yang terikat kepada “blue
print” (cetakan biru) dalam lakon hidupnya,yaitu menjadi pegabdi Allah yang setia.Berdasarkan
pandangan tersebut berarti manusia merupakan makhluk yang memiliki potensi yg dapat
dikembangkan sekaligus dapat mengembangkan dirinya.Berikut gambaran manusia dan
perannya menurut Jalaludin :

1.Konsep al-Basyar

Berdasakan konsep al-Basyr ,manusia tak jauh berbeda dengan mahkluk biologis
lainnya.memiliki dorongan untuk makan dan minum,mempertahankan diri dan dorongan
mengembangkan diri.
Penjelasan al-Qur’an tentang proses dan fase perkembangan manusia sebagai makhluk biologis:

a.Prenatal (sebelum lahir)

b.Post natal (sesudah lahir)

dan kemudian mengalami proses berakhirnya semua secara fisik yaitu mati.

2.Konsep Al-insan

Penggunaan kata al-Insan sebagai kata bentukan yang termuat dalam al-Qur’an ,mengacu
kepada potensi yang dianugrahkan Allah kepada manusia.potensi tersebut antara lain berupa
potensi untuk bertumbuh dan berkembang secara fisik (QS.23:12-14) dan juga potensi untuk
tumbuh dan berkembang secara mental spiritual.

Potensi manusia menurut konsep al-Insan diarahkan pada upaya mendorong manusia untuk
berkreasi dan berinovasi.dengan demikian manusia dapat menjadikan makhluk berbudaya dan
berperadaban.

3.Konsep Al-Nas

Dalam al-Quran kosa kata al-Nas umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai
makhluk sosial.manusia diciptakan sebagai mahluk bermasyarkat,yang berawal dari pasangan
laki-laki dan wanita kemudian berkembang menjadi suku dan bangsa,untuk saling kenal
mengenal (QS.49:13).

“Baladat al-Thayyibat wa rabb Ghafur” merupakan gambaran kehidupan ditandai dengan


keharmonisan,toleransi serta adanya perlindungan hak dan kewajiban antar warga.

4.Konsep Bani Adam

Dalam konsep ini manusia diingatkan Allah agar tidak tergoda oleh setan (QS.7:26-27).Konsep
Bani Adam dalam bentuk menyeluruh mengacu kepada penghormatan kepada nilai-nilai
kemanusiaan.Konsep ini menitikberatkan pada upaya pembinaan hubungan persaudaraan antar
sesama manusia.Menyatukan visi misi bahwa manusia pada hakikatnya berawal dari nenek
moyang yang sama,yaitu Adam A.S

5.Konsep Al-Ins
Untuk melihat bagaimana konsep al-ins ini dipahami,seperti dikemukakan al-Qur’an,bahwa jin
dan manusia diciptakan untuk megabdi kepada Allah (QS.51:56)

Dengan demikian manusia dalam hidupnya diharapkan akan selalu menyadari hakikat itu.Ia
dituntut agar dapat memerankan dirinya sebagai pengabdi Allah secara konsisten dengan
ketaatan penuh.

6.Konsep Abd Allah

Al-Qur’an juga menamakan manusia dengan Abd Allah yang berarti abdi atau hamba Allah.

Ini berarti bahwa,manusia harus menempatkan diri sebagai mahkluk ciptaan yang dimiliki
tunduk dan taat kepada semua ketentuan pemiliknya yaitu Allah.sebagai pernyataan
penghambaan dirinya,manusia harus dapat menempatkan dirinya sebagai pegabdi Allah dengan
sungguh-sungguh dan secara ikhlas.kemampuan ini tergambar dari pola sikap dan
perilakunya,yaitu apakah ia sanggup untuk memainkan peran tersebut secara baik atau tidak.

7.Konsep Khalifah Allah

Sebelum manusia diciptakan,Allah telah mengemumakan rencana penciptaan tersebut kepada


para malaikat.Pernyataan Allah itu sebagaimana tertuang dalam QS.2:30.Untuk melakukan
tugas-tugas kekhalifahan itu,manusia tidak membiarkan makhluk ciptaan-Nya itu dalam keadaan
kosong,Manusia dilengkapi Tuhan dengan berbagai potensi,antara lain:Bekal
pengetahuan(QS.2:31).

Dalam statusnya sebagai khalifah Allah,manusia dituntut untuk menjaga dan melestarikan
keharmonisan.

C.HAKIKAT PENDIDIKAN

Hakikat pendidikan adalah humanisasi. Suyitno (2009: 2) mengungkapkan bahwa,”


pendidikan yaitu upaya memanusiakan manusia”. Dalam Undang-undang Republik Indonesia
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 (2003: 4) diungkapkan
bahwa,
“Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Landasan yuridis di atas senantiasa mengindikasikan pendidikan sebagai faktor esensial dalam
kemajuan suatu bangsa. Pendidikan yang mampu memfasilitasi perubahan adalah pendidikan
yang merata, bermutu, relevan serta signifikan dengan kebutuhan masyarakat.
Makna pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina
kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaannya.
Pendidikan didefinisikan dalam arti luas dan arti sempit, Robandi (2005: 4) menjelaskan bahwa,
”Dalam arti luas hidup adalah pendidikan, dan pendidikan adalah hidup (life is education,
education is life)”. Ungkapan tersebut mengandung pengertian bahwa pendidikan merupakan
segala pengalaman hidup yang memiliki kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan
hidup individu serta berlangsung sepanjang hayat.
Karakteristik pendidikan dalam arti luas, meliputi:
1. Pendidikan berlangsung sepanjang hayat (long life education)
2. Tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup individu
3. Pendidikan berlangsung bagi siapa pun (anak atau dewasa)
4. Pendidikan terbentuk dari berbagai aktivitas, kegiatan, tindakan atau kejadian yang secara
langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
individu.
5. Pendidikan berlangsung di mana pun (keluarga, sekolah maupun masyarakat)
6. Pendidik tidak terbatas hanya kepada pendidik profesional.
Dalam arti sempit, Robandi (2005: 5) menjelaskan bahwa, ”pendidikan merupakan persekolahan
(schooling) yaitu pengajaran, pelatihan dan pembentukan karakter dalam situasi yang
terkontrol”. Karakteristik pendidikan dalam arti sempit, yaitu:
1. Waktu pendidikan setiap individu bervariasi, ada yang enam tahun, sembilan tahun, dua
belas tahun dan sebagainya, diadasarkan atas titik terminal pendidikan dalam satuan waktu
2. Tujuan pendidikan tidak sama dengan tujuan individu, ditentukan oleh pihak luar peserta
didik, misal sekolah.
3. Pendidikan hanya bagi mereka yang menjadi peserta didik pada lembaga pendidikan formal.
4. Pendidikan dilaksanakan dalam bentuk kegiatan belajar mengajar, terkontrol, bersifat
formal.
5. Pendidikan dilaksanakan di sekolah atau ruang khusus yang diciptakan untuk kegiatan
belajar mengajar, misal bimbingan belajar atau kursus.
6. Pendidik terbatas hanya kepada pendidik profesional.
Suyitno (2009: 7) mengemukakan bahwa, ”pendidikan bersifat normatif dan mesti
dipertanggungjawabkan artinya pendidikan harus dilaksanakan secara bijaksana, secara disadari
dengan mengacu kepada suatu landasan yang kokoh dan tujuan yang ideal yakni manusia yang
dicita-citakan sesuai dengan nilai dan norma yang dianut”. Dengan demikian pendidikan
memiliki tujuan yang jelas, tepat isi dan kurikulumnya, efektif metode pelaksanaannya dan
terkontrol kualitasnya.
Menurut Syah dalam Rini (2013: 3) mengatakan bahwa, ”pendidikan berasal dari kata didik yang
artinya memelihara dan memberi latihan”. Aktivitas tersebut memerlukan ajaran, tuntunan
karakter dan latihan tentang kecerdasan pikiran. Dengan demikian pendidikan merupakan upaya
perubahan perilaku seseorang melalui pengajaran, pembentukan karakter dan pelatihan.
Sehingga sebagian orang menganggap pendidikan merupakan upaya pengajaran, pembentukan
karakter dan pelatihan melalui pembelajaran di lingkungan formal sehingga peserta didik
menguasai bahan ajar.
Ki Hajar Dewantara dalam Rohimin dkk (2009: 4) menjelaskan secara terminologis
bahwasannya, ”Pendidikan sebagai upaya memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak,
agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam
dan masyarakatnya”. Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya
budi pekerti (kekuatan karakter dan batin), pikiran (intellect), dan tubuh anak. Ki Hajar
Dewantara pun menanamkan tentang konsep pendidikan yang utuh yakni ing ngarsa sung
tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani, yang artinya mampu menjadi teladan,
mampu menjaga keseimbangan dan mampu mendorong serta memotivasi peserta didik. Dalam
prakteknya di Taman Siswa (lembaga pendidikan yang didirikan Ki Hajar Dewantara) bagian-
bagian tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain sehingga dapat memajukan kesempurnaan
hidup yakni kehidupan dan penghidupan anak yang selaras dengan dunianya.
Berdasarkan uraian di atas, pada hakikatnya pendidikan merupakan segala daya upaya yang
bertujuan untuk membentuk individu yang dicita-citakan sesuai nilai dan norma yang dianut
sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara menuju
kesempurnaan hidup.

D. PENDIDIKAN DALAM TINJAUAN ISLAM

Secara terminologis,pendidikan merupakan proses perbaikan,penguatan,dan


penyempurnaan terhadap semua kemampuan dan potensi manusia.
Pendidikan secara historis-operasional telah dilaksanakan sejak adanya manusia pertama
di muka bumi ini,yaitu sejak Nabi Adam as yang dalam al-Qur’an dinyatakan bahwa
proses pendidikan itu terjadi saat Adam berdialog dengan Tuhan.
Roqib (2009: 18-21) menggarisbawahi atau memotret bahwa pendidikan Islam pada
hakikatnya adalah proses perubahan menuju ke arah yang positif
Sejak wahyu pertama diturunkan dengan program iqra’ (bacalah), pendidikan Islam
praksis telah lahir ,berkembang,dan eksis dalam kehidupan umat Islam yakni sebuah
proses pendidikan yang melibatkan dan menghadirkan Tuhan
Pada hakikatnya,pelaksanan pendidikan Islam pada awal kebangkitannya digerakan oleh
iman dan komitmen yang tinggi terhadap ajaran agamanya
Selanjutnya ,Roqib mengutip pernyataan Syeh Ali Ashraf dan Syeh Sajjad Husein
sekaligus memberiakan penekanan bahwa:”Suatu pendidikan yang melatih jiwa murid-
murid dengan cara sebegitu rupa sehingga dalam sikap hidup,tindakan,keputusan dan
pendekatan meraka terhadap segala jenis ilmu pengetahuan,mereka dipengaruhi oleh
nilai-nilai spiritual dan sangat sadar akan nilai etis Islam”
Tiga hal hakikat oendidikan dalam Islam,yaitu:
1.Suatu upaya pendidikan dengan menggunaakan metode tertentu
2.Bahan pendidikan yang diberikan kepada anak didik berupa bahan material
3.Tujuan pendidikan yang ingin dicapai adalah mengembangkan manusia yang rasional
dan berbudi luhur
Setelah mengkaji hakikat pendidikan,baik dikihat dari pendapat para ahli secara umum
maupun dalam tinjauan tuntunan Islam sebenarnya tidak terjadi perbedaan tajam,bahkan
dapat dikatakan sejalan,intinya mrnuju kepada kedewasaan peserta didik
Untuk mempertegas pentingnya pendidikan bagi umat manusia,khususnya bangsa Indonesia
secara substansial telah disebutkan dalam pembukaan UUD Negara RI tahun 1945 pada
alenia keempat.
Oleh karena itu,di keluarga,di lingkungan masyarakat dan bangsa pada umumnya tidak
dilepaskan dengan pendidikan

E. URGENSI PENDIDIKAN BERDIMENSI MORAL BAGI MANUSIA


Masalah Pendidikan diibaratkan mengukur sebuah kedalaman laut dan kedalamannya
sulit dipastikan. Apalagi tempat ditemukannya dan bersumber di dasar yang berbeda.
Akan tetapi, lebih sulit lagi mengetahui hati seseorang. Pendidikan hati ini disebut
Pendidikan moral, maka jika Pendidikan dikaitkan dengan moral tidak dapat dipandang
dengan mudah.
Keberhasilan Pendidikan dapat dipengaruhi beberapa faktor sebagai berikut :
1. Peserta didik
2. Pendidik
3. Lingkungan
4. Orientasi Pendidikan
Orientasi Pendidikan akan dipandang kurang berhasil apabila salah satu dari
kecerdasan otak, keterampilan, segi aqidah dan akhlak belum terpenuhi. Untuk
mewujudkan Pendidikan yang diharapkan sesuai dengan cita-cita bangsa, maka
kebersamaan dan kerja keras dari semua pihak diperlukan.
Pendapat George F Keller yang dikutip oleh Hadisusanto, Suryati Sudharto, dan
Dwi Siswono (dalam Rohman. 2009:7) melihat Pendidikan itu dalam tiga cakupan.
1. Luas
Pengalaman yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
pikiran, watak dan kemampuan fisik.
2. Teknis
Proses melalui Lembaga Pendidikan yang mentransformasikan budaya,
pengetahuan dan nilai-nilai dari generasi ke generasi.
3. Hasil
Sesuatu yang kita peroleh melalui belajar.
Pendekatan filsafat dalam Pendidikan bermaksud agar dapat memperoleh
Pendidikan yang sebenarnya
Asumsi kita Pendidikan selalu berkaitan dengan ilmu dan pengembangan ilmu,
namun illmu itu akan selamat jika berbekal moral. Dalam buku Zaprulkhan (2012:172)
kita harus bisa membedakan antara ajaran moral dan etika. Ajaran moral diibaratkan
seperti pelampung yang dilempar ke dalam kolam untuk menyelamatkan orang yang akan
tenggelam. Sedangkan, etika mengajarkan orang bagaimana dia dapat berenang sendiri.
Sekarang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menimbulkan banyak
kekawatiran, seperti adanya bom atom yang dibuat Amerika dan dibuatnya bom nuklir.
Mungkin kemajuan teknologi dapat mensejahterakan umat manusia. Namun tentu saja
dapat berdampak negatif seperti penerapannya tidak didukung moral yang tinggi dan
dapat disalahgunakan.
Dalam perkembangan ilmu sering digunakan metode trial dan error. Dari sinilah
menimbulkan permasalahan eksistensi ilmu ketika eksperimentasi menimbulkan fatal
error sehingga tuntutan etika sangat dibutuhkan untuk acuan.
Melihat berbagai ketimpangan di atas, agama sangat berperan besar dalam
memberikan petunjuk mana yang benar dan mana yang salah. Ilmu pengetahuan dan
teknologi memang netral atau bebas nilai. Namun, jika penerapannya tidak dijaga oleh
moral agama maka akan mengancam kesejahteraan umat manusia sendiri.
Pendidikan di Indonesia harus bersendikan pada nilai moral yang berlandaskan
agama dan Pancasila. Pancasila telah diterima sebagai dasar bermasyarakat dan agama
merupakan sumber motivasi dan inspirasi dalam kehidupan.
Dengan demikian, agar hasil Pendidikan memiliki makna yang besar bagi
kehidupan manusia, maka tidak dapat dilepaskan dengan dimensi moral. Melalui
Pendidikan yang berdimensi moral jadi nyaman, damai dan dapat membawa kebahagiaan
dunia dan akhirat.
BAB II
PENUTUP

Semoga makalah inidapat berguna bagi kita semua.Mohon maafatas segala


kesalahan.kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan karena kami
sebagai manusia sadar dan banyaknya kesalahan dari materi dan makalah yang kami
angkat sebagai bahan makalah kami.sekian dan terima kasih

Anda mungkin juga menyukai