DISUSUN KELOMPOK 1
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak lahir seorang manusia sudah langsung terlibat di dalam kegiatan pendidikan dan
pembelajaran. Dia dirawat, dilatih, dijaga, dan dididik oleh orang tua, keluarga dan
masyarakatnya menuju tingkat kematangan, sampai kemudian terbentuk potensi kemandirian
dalam mengelola kelangsungan hidupnya.
Karena manusia pendidikan mutlak ada dan karena pendidikan, manusia semakin menjadi
diri sendiri sebagai manusia yang manusiawi. Di dalam keonteks pendidikan, manusia adalah
makhluk yang selalu mencoba memerankan diri sebagai subjek dan objek. Sebagai subjek, selalu
berusaha mendidik dirinya (sebagai objek) untuk perbaikan perilakunya.
Pendidikan sebagai usaha sadar yang sestematik-sistemik selalu bertolak dari sejumlah
landasan serta mengindahkan sejumlah landasan serta mengindahkan sejumlah asas-asas tertentu.
Landasan dan asas tersebut sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap
pengembangan manusia dan masyarakat suatu bangsa tertentu. Kajian berbagai landasan
landasan pendidikan itu akan membentuk wawasan yang tepat tentang pendidikan. Dengan
wawasan dan pendidikan yang tepat, serta dengan menerapkan asas-asas pendidikan yang tepat
pula, akan dapat memberi peluang yang lebih besar dalam merancang dan menyelenggarakan
program pendidikan yang tepat wawasan. Sehingga akan memberikan perspektif yang lebih luas
terhadap pendidikan, baik dalam aspek konseptual maupun operasional tentang landasan dan
asas pendidikan tersebut selalu diarahkan pula pada upaya dan permasalahan penerapannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah :
1. Manusia dalam pandangan filsafat
2. Manusia dalam pandangan Islam
3. Hakikat pendidikan
4. Pendidikan dalam Tinjauan Islam
5. Urgensi pendidikan berdimensi moral bagi manusia
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa itu manusia dalam pandangan filsafat
2. Untuk mengetahui apa sajakah manusia dalam pandangan islam
3. Untuk mengetahui apa sajakah hakikat pendidikan
4. Untuk mengetahui apa itu pendidikan dalam tinjauan islam
5. Untuk mengetahui apa itu urgensi pendidikan berdimensi moral bagi manusia
BAB II
PEMBAHASAN
Para filsuf jaman dahulu banyak berkonsentrasi pada persoalan-persoalan alam semesta, baru
kemudian berkonsentrasi pada masalah-masalah manusia. Tokoh-tokoh filsafat manusia pada
masa itu antara lain Pythagoras, Socrates, Plato, dan Aristoteles. Lubis dan Adian (2011: 7-8)
menjelaskan bahwa setelah para filsuf menyibukkan diri dengan kontemplasi terhadap alam
semesta, muncullah para filsuf yang memfokuskan perhatian mereka pada permasalahan
manusia. Para filsuf seperti Socrates (470-399 SM), Plato (429-347 SM), dan Aristoteles (384-
322 SM) banyak mengemukakan pemikiran tentang bagaimana hidup bermasyarakat dengan
baik.pythagoras (580-500 SM) mengatakan bahwa filsafat tidak semata-mata kontemplasi
terhadap kosmos, melainkan jalan keselamatan hidup. Tujuan hidup bagi Pythagoras adalah
membebaskan jiwa dari keterbelengguan badani menuju keselamatan (bersatu kembali dengan
jiwa alam semesta).
1. Plato : Manusia sebagai pribadi yang tidak terbatas pada saat bersatunya jiwa dengan
raga. Manusia lahir ke dunia telah membawa ide kebaikan (innate idea)
3. Rene Descartes (1596-1650) : Hakikat manusia ada pada aspek kesadaran yang
eksistensinya ada pada daya intelek sebagai hakikat jiwa.
Mempelajari tentang manusia dan upaya untuk menemukan hakikat manusia sungguh bukan
pekerjaan yang tidak mudah (dapat dikatakan sangat sulit). Jalaluddin dn Idi (2007: 129-131)
menyebutkan empat aliran yang dibahas, yaitu :
1. Aliran serba-zat; aliran ini mengatakan yang sungguh-sungguh ada itu hanyalah zat atau
materi. Alam ini adalah zat atau materi dan amnusia adalah unsur dari alam.
2. Aliran serba ruh; aliran ini berpendapat segala hakikat sesuatu yang ada di dunia ini ialah
ruh. Menurut Fiche, segala sesuatu yang ada (selain ruh) dan hidup itu hanyalah
perumpamaan, perubahan, atau penjelmaan dari ruh (Gazalba, 1992: 288).
3. Aliran dualisme; aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakikatnya terdiri dari
dua substansi, yaitu jasmani dan rohani.
Filsafat berpandangan bahwa hakikat manusia itu berkaitan antara badan dan ruh. Islam secara
tegas mengatakan bahwa badan dan ruh adalah substansi alam, sedangkan alam adalah makhluk
dan keduanya diciptakan oleh Allah. Oleh karena itu, hakikat manusia adalah ruh sedangkan
jasadnya hanyalah alat yang dipergunakan oleh ruh semata. Tanpa kedua substansi tersebut tidak
dikatakan manusia.
Jalaluddin dan Idi menjelaskan tentang pandangan ilmu pengetahuan tentang manusia,
kepribadian manusia dan ilmu pendidikan, dan masalah ruhani dan jasmani. Sedangkan
Suhartono (2007: 53-58) setelah mengkaji tentang hakikat manusia, selanjutnya menjelaskan
tentang manusia makhluk berpengetahuan, manusia makhluk berpendidikan, dan manusia
makhluk berkebudayaan. Adapun penjelasan tentang hakikat manusia sebagai berikut :
Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk tertinggi sehingga mendapatkan amanah sebagai
khalifah di muka bumi. Lebih lanjut dijelaskan Suhartono bahwa manusia lahir dengan potensi
kodratnya berupa cipta, rasa, dan karsa. Cipta adalah kemampuan spiritual yang secara khusus
mempersoalkan nilai “kebenaran”. Rasa adalah kemampuan spiritual yang secara khusus
mempersoalkan nilai “keindahan”. Sedangkan karsa adalah kemampuan spiritual yang secara
khusus mempersoalkan “kebaikan”.
Pengertian kebudayaan ditinjau dari bahasa Sansakerta “budhayah” (jamak), budhi = budi/akal.
Jadi kebudayaan adalah hasil akal manusia untuk mencapai kesempurnaan . EB. Taylor
mengartikan kebudayaan sebagai : “keseluruhan kompleks yang di dalamnya terkandung ilmu
pengetahuan serta yang di dapat manusia sebagai anggota masyarakat. Atau diartikan pula segala
sesuatu yang diciptakan manusia baik materi maupun non material melalui aka”l. Budaya itu
tidak diwariskan secara generative (biologis) tapi melalui belajar. Menurut Koentjaraningrat :
“kebudayaan adalah keseluruhan system gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar”. Kebudayaan
sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai sikap, makna, hirarkhi, agama,
waktu, peranan hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang
diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan
kelompok.
Manusia dalam pandangan islam menurut Jalaludin (2003:18) bahwa manusia adalah makhluk
ciptaan Allah (QS.96:1-2) dengan kedudukan yang melebihi makhluk ciptaan Allah yang lainnya
(QS.95:4) dan pada hakikatnya manusia merupakan makhluk ciptaan yang terikat kepada “blue
print” (cetakan biru) dalam lakon hidupnya,yaitu menjadi pegabdi Allah yang setia.Berdasarkan
pandangan tersebut berarti manusia merupakan makhluk yang memiliki potensi yg dapat
dikembangkan sekaligus dapat mengembangkan dirinya.Berikut gambaran manusia dan
perannya menurut Jalaludin :
1.Konsep al-Basyar
Berdasakan konsep al-Basyr ,manusia tak jauh berbeda dengan mahkluk biologis
lainnya.memiliki dorongan untuk makan dan minum,mempertahankan diri dan dorongan
mengembangkan diri.
Penjelasan al-Qur’an tentang proses dan fase perkembangan manusia sebagai makhluk biologis:
dan kemudian mengalami proses berakhirnya semua secara fisik yaitu mati.
2.Konsep Al-insan
Penggunaan kata al-Insan sebagai kata bentukan yang termuat dalam al-Qur’an ,mengacu
kepada potensi yang dianugrahkan Allah kepada manusia.potensi tersebut antara lain berupa
potensi untuk bertumbuh dan berkembang secara fisik (QS.23:12-14) dan juga potensi untuk
tumbuh dan berkembang secara mental spiritual.
Potensi manusia menurut konsep al-Insan diarahkan pada upaya mendorong manusia untuk
berkreasi dan berinovasi.dengan demikian manusia dapat menjadikan makhluk berbudaya dan
berperadaban.
3.Konsep Al-Nas
Dalam al-Quran kosa kata al-Nas umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai
makhluk sosial.manusia diciptakan sebagai mahluk bermasyarkat,yang berawal dari pasangan
laki-laki dan wanita kemudian berkembang menjadi suku dan bangsa,untuk saling kenal
mengenal (QS.49:13).
Dalam konsep ini manusia diingatkan Allah agar tidak tergoda oleh setan (QS.7:26-27).Konsep
Bani Adam dalam bentuk menyeluruh mengacu kepada penghormatan kepada nilai-nilai
kemanusiaan.Konsep ini menitikberatkan pada upaya pembinaan hubungan persaudaraan antar
sesama manusia.Menyatukan visi misi bahwa manusia pada hakikatnya berawal dari nenek
moyang yang sama,yaitu Adam A.S
5.Konsep Al-Ins
Untuk melihat bagaimana konsep al-ins ini dipahami,seperti dikemukakan al-Qur’an,bahwa jin
dan manusia diciptakan untuk megabdi kepada Allah (QS.51:56)
Dengan demikian manusia dalam hidupnya diharapkan akan selalu menyadari hakikat itu.Ia
dituntut agar dapat memerankan dirinya sebagai pengabdi Allah secara konsisten dengan
ketaatan penuh.
Al-Qur’an juga menamakan manusia dengan Abd Allah yang berarti abdi atau hamba Allah.
Ini berarti bahwa,manusia harus menempatkan diri sebagai mahkluk ciptaan yang dimiliki
tunduk dan taat kepada semua ketentuan pemiliknya yaitu Allah.sebagai pernyataan
penghambaan dirinya,manusia harus dapat menempatkan dirinya sebagai pegabdi Allah dengan
sungguh-sungguh dan secara ikhlas.kemampuan ini tergambar dari pola sikap dan
perilakunya,yaitu apakah ia sanggup untuk memainkan peran tersebut secara baik atau tidak.
Dalam statusnya sebagai khalifah Allah,manusia dituntut untuk menjaga dan melestarikan
keharmonisan.
C.HAKIKAT PENDIDIKAN