Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

FILSAFAT PENDIDIKAN

PENGEMBANGAN NILAI UNTUK PENDIDIKAN


MANUSIA SEUTUHNYA

Dosen pengampu : A. Ulin Ni’am, M.Pd.

Di susun oleh :

1. Andre Saputra (1986232002)


2. Eka Fitriyani ( 1986232006)
3. M. Misbahul Amin ( 1986232072)
4. Redi Firmansyah ( 1986232052)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) NURUL HUDA TANAH MERAH
BELITANG OKU TIMUR SUMATERA SELATAN
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan sangatlah penting untuk kelangsungan hidup dan
kemajuan zaman. Lebih dari itu pendidikan ditujukan untuk menciptakan
manuia yang utuh baik segi jasmani dan rohani. Pendidikan tidak hanya
ditujukan untuk perindividu tetapi juga untuk kepentingan manusia
sebagai makhluk sosial sehingga dalam pengajarannya tidak boleh terlepas
dari nilai-nilai yang akan ditanamkan. Nilai-nilai yang diharapkan bisa
mengubah manusia menjadi lebih sempurna dan utuh baik jasmani dan
rohani ataupun sebagai makhluk sosial.
        Bagaimanakah Pendidikan manusia itu seutuhnya? Pertanyaan
ini sangat lazim dilontarkan oleh para mahasiswa, juga para audiens yang
ketika berada didalam ruangan, atau didalam suatu seminar, yang
ditujukan kepada para dosen ataupun kepada para nara sumber, mungkin
juga pertanyaan ini sudah dilontarkan kepada kita semua, yang mana para
penanya mungkin sudah-kita-mampu-untuk-menjawab-pertanyaan-ini.
        Secara rasional–filosofis tentang pendidikan yang sudah berkembang
semenjak beberapa abad yang lalu, maka sistem pendidikan untuk
membentuk manusia yang seutuhnya perlu ditanamkan nilai-nilai yang
baik baik dari segi vertikal dan horisontal, baik jasmani dan rohani, dan
manusia sebagai makhluk sosial.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah di makalah kami ini adalah sebagai berikut:
1. Definisi Manusia.
2. Definisi Nilai.
3. Pengertian Pendidikan seutuhnya.
4. Tujuan Pemdidikan seutuhnya.
5. Pendidikan Manusia Seutuhnya.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Manusia

Manusia adalah makhluk yang unik. Berkat daya psikis cipta, rasa dan
karsanya, manusia bisa tahu bahwa ia menegtahui dan juga ia tahu bahwa ia
dalam keadaan tidak mengetahui. Manusia mengenal duni sekelilingnya dan
lenih daripada itu, mengenal dirinya sendiri. Tetapi, manusia selain  bisa jujur
juga bisa berbohong atau berpura-pura.1

Dari pada makhluk yang lain, dengan daya-daya psikisnya, manusia


memiliki kelebihan, yaitu mampu menghadapi setiap persoalan kehidupannya.
Apakah persoalan yang bersangkutan dengan diri sendiri, orang lain secara
individual dan sosial, dengan alamnya, ataukah dengan sang penciptanya.
Dengan potensi akal pikirannya, manusia mengatasi persoalan kehidupannya
secara matematis menurut asas-asas penalran (logic) deduktif dan induktif.
Dengan potensi rasa, manusia mengatasi persoalan kehidupannya dengan
pendekatan estettik menurut asas perimbangan. Dengan potensi karsa, manusia
mengatasi persoalan kehidupannya melalui pendekatan perilaku menurut asas-
asas etika. Melalui tiga cara inilah manusia menemukan nilai-nilai kebenaran,
keindahan, dan kebaikan. Ketiganya dipedomani untuk dapat berkehidupan
secara saleh dan bijaksana.

Selanjutnya, ia mencoba mengarahkan daya cipta, rasa dan karsa yaitu


untuk memahami eksistensinya: dari mana sesungguhnya segala sesuatu,
termasuk dirinya sendiri berasal mula dan di mana berada serta ke mana tujuan
kehidupan ini. Meskipun manusia “mengerti” asal mula, keberadaan dan tujuan
kehidupan, tetapi ternyata pengertian ini belum terbukti kebenarannya dalam
perilaku kehidupan sehari-hari. Manusia tetap saja dalam keberadaannya yang
diliputi sepenuhnya dengan tanda Tanya (ketidaktahuan). Manusia manusia
dalam eksistensi kehidupannya, bagaikan memahami sebuah buku yang

1
Suparlan Suhartono, Ph.D, Filsafat Ilmu Pengetahuan (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2005),
halaman 31-32

2
langsung mengenai isinya. Jadi, tugas manusia adalah menysusn sistematika isi
bab pendahuluan itu dan memberikan kesimpulan sepasti mungkin berdasarkan
fakta-fakta yang tergelar dalam isi buku itu. Keadaan seperti itu, bagaikan
‘menangkap seekor kucing hitam di dalam kamr yang gelap gulita’. Manusia
hanya meraba-raba dan menduga-duga saja.

B. Definisi Nilai

Dalam perspektif sejarah filsafat, nilai merupakan suatu tema filosofis yang
berumur masih muda. Baru pada akhir abad ke-19 nilai mendapat kedudukan
dalam kajian filsafat akademis secara eksplisit. Menurut Baier nilai sering kali
dirumuskan dalam konsep yang berbeada-beda, hal tersebut disebabkan oleh
sudut pandangnya yang berbeda-beda pula. Menurut Kluchon nilai adalah
konsepsi dari apa yang diinginkan, yang mempengaruhi pilihan terhadap cara,
tujuan antara dan tujuan akhir tindakan. Sementara menurut Bramel
mengungkapkan bahwa definisi memiliki banyak implikasi terhadap
pemaknaan nilai-nilai budaya dalam pengertian lebih spesifik andai kata dikaji
secara mendalam.

Nilai memiliki banyak penafsiran oleh para ahli, sebagaimana yang


disampaikan oleh para ahli diantara lainnya:
1. Kimball Young
Mengemukakan nilai adalah asumsi yang abstrak dan sering tidak disadari
tentang apa yang dianggap penting dalam masyarakat.
2. A.W.Green
Nilai adalah kesadaran yang secara relatif berlangsung disertai emosi terhadap
objek.
3. Woods
Mengemukakan bahwa nilai merupakan petunjuk umum yang telah
berlangsung lama serta mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam
kehidupan sehari-hari

3
4. M.Z.Lawang
Menyatakan nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan,yang
pantas,berharga,dan dapat memengaruhi perilaku sosial dari orang yang
bernilai tersebut.
5. Hendropuspito
Menyatakan nilai adalah segala sesuatu yang dihargai masyarakat karena
mempunyai daya guna fungsional bagi perkembangan kehidupan manusia.
6. Karel J. Veeger
Menyatakan sosiologi memandang nilai-nilai sebagai pengertian-pengertian
(sesuatu di dalam kepala orang) tentang baik tidaknya perbuatan-perbuatan.
Dengan kata lain, nilai adalah hasil penilaian atau pertimbangan moral.2
Sehingga dapat kita definisikan dengan segala sesuatu yang dilakukan
dengan atau tanppa kesadaran, yang menjadi tolak ukur dalam menghargai
seatu perbuatan manusia.
C. Pengertian Pendidikan Menusia Seutuhnya

Pendidikan dalam arti khusus hanya dibatasi sebagai usaha orang dewasa
dalam membimbing anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya.
Pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia untuk meningkatkan
kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat.3 Secara rasional–
filosofis tentang pendidikan yang sudah berkembang semenjak beberapa abad
yang lalu, maka sistem pendidikan untuk membentuk manusia yang seutuhnya
harus diarahkan kepada dua dimensi, yakni:

1. Dimensi dialektikal horisontal , dan


2. Dimensi ketundukan vertikal.

Pada dimensi pertama pendidikan hendaknya dapat mengembangkan


pemahaman tentang kehidupan yang konkret,  yakni kehidupan manusia dalam
hubunganya dengan alam ataupun lingkungan sosialnya. Dalam dimensi inilah
manusia dituntut untuk mampu mengatasi berbagai tantangan dan kendala
dunia konkretnya , melalui pengembangan teknologi dan sains. Sedangkan
2
http://id.wikipedia.org/wiki/Nilai_sosial#Pengertian_Nilai_Menurut_para_Ahli diakses pada
kamis, 16 april 2020, 15.23 wib
3
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan,(Bandung:Alfabeta cv,2014), halaman 54

4
dalam dimensi kedua, yakni ketundukan vertikal, pendidikan sains dan
teknologi, selain menjadi alat untuk memanfaatkan, dan melestarikan sumber
daya alam  juga menjadi jembatan untuk memahami fenomena dan misteri
kehidupan dalam mencapai hubungan yang hakiki juga abadi dengan sang
khalik . Berarti bagaimanapun pesatnya perkembangan sains dan teknologi ia
harus disertai dengan pendidikan hati. Singkatnya, manusia seutuhnya adalah
yang menjadi rahmatan lilàlamin. Yang mempunyai kemampuan cipta, rasa,
kan karsa, atau manusia yang kognitif, efektif, dan konatif-psikomotorik pada
zamanya. Itulah blue print manusia masadepan yang memiliki zikir, fikir dan
amal saleh.

Di samping itu ada beberapa causa pertanyaan yang harus mampu kita
menjawabnya, yang mana dengan causa inilah nantinya kita akan mentransfer
ke dalam proses pendidikan manusia dalam konteks ruang serta waktu. Causa
pertanyaan itu adalah; 1. Causa eficiens (bagaimana), 2. Causa formalis
(menurut rencana apa), 3. Causa materialis (dengan apa), dan Causa finalis
(untuk apa kita di didik).  Menusia sepenuhnya sebagai satu konsepsi modern
perlu kita analisis menurut pendangan sosio-budaya Indonesia .

Berdasarkan pikiran dimikian dapat diuraikan konsepsi manusia seutuhnya


ini secara mendasar yakni mencakup pengertian sebagai berikut:

1. Keutuhan potensi subyek manusia sebagai subyek yang berkembang


2. Keutuhan wawasan (orientasi) manusia sebagai subyek  yang sadar nilai
yang menghayati dan yakin akan cita-cita dan tujuan hidupnya
3. Konsepsi keutuhan potensi subyek manusia sebagai subyek yang
berkembang. Kepribadian manusia lahir batin ialah satu kebutuhan  yang
utuh antara potensi-potensi hereditas (kabawaan) dengan factor-faktor
lingkungan (pendidikan, tata nilai dan antar hubungan).

Potensi manusia secara universal mencakup tujuan potensi:

1. potensi jasmaniah, fisik badan dan panca indra yang sehat (normal)
2. potensi piker (akal, rasio, intelegensi, intelek)

5
3. potensi rasa (perasaan, emosi) baik perasaan etis moral maupun perasaan
estetis.
4. potensi karsa (kehendak, keinginan, termasuk prakarsa).
5. potensi cipta (daya cipta, kreaktifitas, khayal dan imajenasi).
6. potensi karya (kemauan menghasilkan, kerja, amal, sebagai tindak lanjut
1-5)
7. potensi budi-nurani (kesadaran budi, hati-nurani)

Ketujuh potensi ini merupakan potensi dan watak  bawaan yang potensial;
artinya dalam proses berkembang dan tidak. Perkembangan atau aktualitas itu
akan menetukan kualitas pribadi seseorang.

Konsepsi keutuhan wawancara (orientasi) manusia sebagai subyek yang


sadar nilai Manusia sebagai subyek nilai ialah pribadi yang menjunjung nilai;
artinya menghayati, meyakini dan mengamalkan system nilai tertentu, baik
secara social (kemasyarakatan dan kenegaraan), maupun secara pribadi
(individual) Manusia bersikap, berfikir, bertindak dan bertingkah laku
dipengaruhi oleh wawasan atau orientasinya terhadap kehidupan dan nilai-nilai
yang ada didalamnya wawasan dimaksud mencakup:

1. Wawasan dunia dan akhirat. Menusia berkeyakinan bahwa kehidupan


didunia akan berakhir dan akan ada kehidupan diakhirat.
2. Wawasan individualitas dan social, secara keseimbangan.
3. Wawasan individualitas jasmaniah dan rohaniah; memiliki kesadaran
tentang pentingnya kebutuhan  jasmaniah dan rohaniah.
4. Wawasan masa lampau dan masa depan; dengan mengingat masa lampau
bias memberikan kesadaran kesedaran cinta bangsa dan kemerdekaan serta
memiliki motivasi berjuang demi cita-cita nasional.

Keempat wawasan ini akan memberikan aspirasi dan motivasi bagi sikap
dan tindakan seseorang menurut kadar kesedaran wawasannya masing-masing.

6
D. Tujuan Pendidikan Manusia Seutuhnya

Tujuan pendidikan merupakan Tujuan pendidikan merupakan gambaran dari


filsafah atau pandangan hidup manusia, baik secara perseorangan maupun
kelompok. Membicarakan tujuan pendidikan akan menyangkut system nilai
dan norma-norma dalam suatu konteks kebudayaan, baik dalam mitos,
kepercayaan dan religi, filsafat, idiologi, dan sebagainya. Dalam menentukan
tujuan pendidikan ada beberapa nilai yang perlu diperhatikan, seperti yang
dikemukakan oleh Hummel.

Pertama, autonomy, yaitu memberikan kesadaran, pengetahuan, kelompok,


untuk dapat hidup mandiri, dan hidup bersama dalam kehidupan yang lebih
baik. Kedua equity (keadilan), berarti bahwa tujuan pendidikan tersebut harus
memberi kesempatan kepada seluruh warga masyarakat untuk dapat
berpartisipasi dalam kehidupan berbudaya dan kehidupan ekonomi, dengan
memberinya pendidikan dasar yang sama. Ketiga, survival yang berarti bahwa
dengan pendidikan akan menjamin pewarisan kebudayaan dari satu generasi
kepada generasi berikutnya.4 

Menurut John Dewey, tujuan pendidikan dapat diklasifikasikan dalam dua


kategori, yaitu means dan ends. means merupakan tujuan yang berfungsi
sebagai  alat yang dapat mencapai ends. means adalah tujuan “antara”,
sedangkan ends adalah tujuan “akhir”. dengan kedua katagori  ini, tujuan
pendidikan harus memiliki tiga kriteria, yaitu :

1. Tujuan harus dapat menciptakan perkembangan yang lebih baik daripada


kondisi yang sudah ada
2. Tujuan itu harus flesikbel, yang dapat disesuaikan dengan keadaan
3. Tujuan itu harus mewakili kebebasan aktivitas 5

Setiap  tujuan harus mengandung nilai, yang dirumuskan melalui observasi,


pilihan dan perencanaan, yang dilaksamakan dari waktu kewaktu. apabila

4
Ibid, halaman 58.
5
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta: AR-RUZZ Media,2014), halaman 86

7
tujuan tidak mengandung nilai, bahkan dapat menghambat pikiran sehat peserta
didik.

Pada dasarnya, pendidikan di semua intuisi dan tingkat pendidikan


mempunyai muara tujuan yang sama, yaitu ingin mengantarkan masyarakat
menjadi manusia paripurna yang mandiri dan dapat bertanggungjawab atas
dirinya sendiri dan lingkunganya. Dalam sistem pendidikan Indonesia, tujuan
pendidikan tersebut secara eksplisit dapat dilihat pada UU RI nomor 20 tahun
dengan UU tersebut.

Secara umum tujuan pendidikan di Indonesia sudah mencangkup tiga ranah


perkembangan manusia, yaitu perkembangan afektif, psikomotor, dan kognitif.
Tiga ranah ini harus dikembangkan secara optimal dan integrative. Berimbang
artinya ketiga ranah tersebut dikembangkan dengan intensitas yang sama,
proporsional dan tidak berat sebelah. Optimal maksudnya dikembangkan
secara maksimal sesuai dengan potensinya. Integrative artinya pengembangan
ketiga ranah tersebut dilakukan secara terpadu.

Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan cita-cita


mencerdaskan kehidupan bangsa serta sejalan dengan visi pendidikan nasional,
kemendiknas memiliki visi 2025 untuk menghasilkan insan Indonesia cerdas
dan kompetitif. Insan Indonesia cerdas adalah insan yang cerdas koperhensif,
yaitu cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual, dan
cerdas kinetis.

E. Pendidikan Manusia Seutuhnya

Prinsip pendidikan menusia seutuhnya berlangsung seumur hidup


didasarkan atas berbagai landasan yang meliputi :

1. dasar-dasar filosofis

Filosofis hekekat kodrat martabat manusia merupakan kesatuan


integralsegi-segi(potensi-potensi): (esensial): Manusia sebagai makhluk
pribadi (individualbeing),Manusia sebagai makhluk social (sosialbeing),
Menusia sebagai makhluk susila (moralbeing).

8
Ketiga potensi diatas akan menentukan martabat dan kepribadian
menusia. Jika ketiga potensi itu dilaksanakan secara seimbang, maka akan
terjadi kesenambungan.

2. Dasar-Dasar Psikofisis

Merupakan dasar-dasar kejiwaan dan kejasmanian manusia. Realitas


psikofisis manusia menunjukkan bahwa pribadi manusia merupakan
kesatuan antara potensi-potensi dan kesadaran rohaniah baik dari segi
pikis, rasa, karsa, cipta, dan budi nurani.

3. Dasar-Dasar Sosial Budaya

Meskipun manusia adalah makhluk ciptaan tuhan namun manusia


terbina pula oleh tata nilai sosio-budaya sendiri.Inilah segi-segi buhaya
bangsa dan sosio psikologis manusia yang wajar diperhatikan oleh
pendidikan.

Dasar-dasar segi sosio budaya bangsa mencakup: Tata nilai warisan


budaya bangsi seperti nilai keutuhan, musyawarah, gotong royong dan
tenggang rasa yang dijadikan sebagai filsafat hidup rakyat. Nilai-nilai
filsafat, Negara yakni pancasila Nilai-nilai budaya nasional, adat istiadat
dan lain-lain. Tata kelembagaan dalam hidup kemasyarakatan dan
kenegaraan baik bersifat formal maupun nonformal.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Nilai adalah segala sesuatu yang dilakukan dengan atau tanpa kesadaran,
yang menjadi tolak ukur dalam menghargai suatu perbuatan manusia. Hakikat
Manusia adalah berkeprbadian utuh yang dapat menyelaraskan,
menyeimbangkan, dan menyerasikan aspek manusia sebagai makhluk individu,
sosial, religious, bagian dari alam semesta, bagian dari bangsa-bangsa lain, dan
kebutuhan untuk mengejar kemajuan lahir dan kebahagiaan batin. Pendidikan
adalah upaya untuk mencapai kedewasaan atau menemukan jati dirinya yang
berlangsung seumur hidupnya. Pendidikan manusia seutuhnya merupakan
tujuan yang hendak dicapai dalam konsep Value Education dan General
Education yakni: 1) manusia yang memiliki wawasan menyeluruh tentang
segala aspek kehidupan, serta 2) memiliki kepribadian yang utuh. 

B. Saran

Pengelolaan pendidikan harus memperhatikan hakikat manusia sebagai


subjek pendidikan. Kesalahan dalam mengelola pendidikan yang tidak sesuai
dengan dengan hakikat manusia akan membawa kerusakan dan kesia-siaan.
Mengembangkan nilai-nilai baik harus ditingkatkan karena sangat diperlukan
sekali untuk membentuk pendidikan manusia seutuhnya agar mencapai
kedewasaan atau menemukan jati dirinya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Suhartono, Suparlan. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jogjakarta : AR-Ruzz


Media

Suharto, Toto. 2014. Filsafat Pendidikan Islam. Jogjakarta : AR-Ruzz Media

Sadulloh, Uyoh. 2014. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : Alfabeta cv

Wikipedia. 2020. Pengertian Nilai Menurut Para Ahli. Diakses di http://id.


wikipedia.org/wiki/Nilaisosial#Pengertian_Nilai_Menurut_para_Ahli
diakses pada kamis, 16 april 2020, 15.23 wib

Anda mungkin juga menyukai